laporan kasus limfadenitis tb

18
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015 Laporan Kasus Limfadenitis TB 1 LAPORAN KASUS LIMFADENITIS TUBERKULOSIS Fellyana Putri 1 Marlina Tasril 2 1 Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Alamat: Jl. Diponegoro No. 1, Pekanbaru, E-mail : [email protected] 2 Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau ABSTRAK Pendahuluan: Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Limfadenitis adalah manifestasi paling sering dari TB ekstraparu. Insiden limfadenitis TB meningkat secara paralel dengan peningkatan kejadian infeksi Mycobacterium tuberculosis di seluruh dunia. Limfadenitis TB terlihat pada hampir 35 persen dari TB paru yang meliputi sekitar 15 sampai 20 persen dari semua kasus TB. Beberapa studi didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu: 74%-90% pada kelenjar limfe servikalis, 14%-20% pada kelenjar aksila, dan 4%-8% pada kelenjar inguinal. Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang pasien yang menderita limfadenitis tuberkulosis. Laporan kasus: Tn. D (45 th) datang dengan keluhan benjolan benjolan di leher bagian kiri dan kanan sejak 1 bulan Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Benjolan sebesar kelereng yang dirasakan makin lama makin besar, tidak nyeri, menetap, mobile dan berwarna kemerahan dengan ukuran 4 cm. Pasien mengeluhkan sering lemas dan tidak nafsu makan dan adanya penurunan berat badan dari 65 kg menjadi 60 kg. Pasien tidak demam, batuk, muntah dan keringat malam malam, BAB dan BAK tidak ada keluhan..Riwayat gejala yang sama tidak pernah dialami pasien. Riwayat minum obat 6 bulan tidak ada. Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan adanya benjolan pada leher berukaran 3-4 cm, benjolan tidak nyeri, konsistensi lunak, menetap. Hasil

Upload: venty-rahman

Post on 07-Jul-2016

915 views

Category:

Documents


134 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS Limfadenitis TB

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015

Laporan Kasus Limfadenitis TB 1

LAPORAN KASUS

LIMFADENITIS TUBERKULOSIS

Fellyana Putri1 Marlina Tasril2

1Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Alamat: Jl. Diponegoro No. 1, Pekanbaru, E-mail : [email protected] Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau

ABSTRAKPendahuluan: Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Limfadenitis adalah manifestasi paling sering dari TB ekstraparu. Insiden limfadenitis TB meningkat secara paralel dengan peningkatan kejadian infeksi Mycobacterium tuberculosis di seluruh dunia. Limfadenitis TB terlihat pada hampir 35 persen dari TB paru yang meliputi sekitar 15 sampai 20 persen dari semua kasus TB. Beberapa studi didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu: 74%-90% pada kelenjar limfe servikalis, 14%-20% pada kelenjar aksila, dan 4%-8% pada kelenjar inguinal. Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang pasien yang menderita limfadenitis tuberkulosis.

Laporan kasus: Tn. D (45 th) datang dengan keluhan benjolan benjolan di leher bagian kiri dan kanan sejak 1 bulan Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Benjolan sebesar kelereng yang dirasakan makin lama makin besar, tidak nyeri, menetap, mobile dan berwarna kemerahan dengan ukuran 4 cm. Pasien mengeluhkan sering lemas dan tidak nafsu makan dan adanya penurunan berat badan dari 65 kg menjadi 60 kg. Pasien tidak demam, batuk, muntah dan keringat malam malam, BAB dan BAK tidak ada keluhan..Riwayat gejala yang sama tidak pernah dialami pasien. Riwayat minum obat 6 bulan tidak ada. Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan adanya benjolan pada leher berukaran 3-4 cm, benjolan tidak nyeri, konsistensi lunak, menetap. Hasil pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) didapatkan gambaran sitologik sesuai dengan Limfadenitis Tuberkulosis (C77.0 H17,2).

Kesimpulan:Dari anamnesis, pemeriksaan fisik danpemeriksaan penunjang pasien didiagnosis Limfadenitis Tuberkulosis.

Kata kunci : Limfadenitis Tuberkulosis.

Page 2: LAPORAN KASUS Limfadenitis TB

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015

Laporan Kasus Limfadenitis TB 2

PENDAHULUANLimfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan

peradangan pada kelenjar limfe atau getah

bening yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis.1 Di Indonesia

TB merupakan masalah utama dalam

jaringan kesehatan masyarakat. Adapun

jumlah penderita TB di Indonesia

merupakan peringkat ke-3 terbanyak di

dunia setelah India dan Cina. Tuberkulosis

(TB) merupakan salah satu penyakit yang

telah lama dikenal dan sampai saat ini masih

menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Prevalensi TB di Indonesia dan negara-

negara sedang berkembang lainnya cukup

tinggi. Pada tahun 2006, kasus baru di

Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian

besar diderita oleh masyarakat yang berada

dalam usia produktif (15–55 tahun).2

Dalam penyebarannya, tuberkulosis

dapat dikategorikan menjadi dua bagian

yaitu TB paru dan TB di luar paru.

Limfadenitis yang lebih dikenal dengan TB

kelenjar getah bening termasuk salah satu

penyakit di luar paru (TB ekstra paru).3

Limfadenitis adalah manifestasi

tuberkulosis ekstraparu yang paling seing

terjadi. Limfadenitis TB adalah manifestasi

lokal dari penyakit sistemik. Insiden

limfadenitis mikobakteri telah meningkat

secara paralel dengan peningkatan kejadian

infeksi mikobakteri di seluruh dunia.

Limfadenitis TB terjadi pada 35 persen dari

TB ekstra paru yang meliputi sekitar 15

sampai 20 persen dari semua kasus TB.

Limfadenitis TB paling sering

melibatkan kelenjar getah bening servikalis,

kemudian diikuti oleh kelenjar mediastinal,

aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus,

perihepatik dan kelenjar inguinalis.4

Beberapa studi didapatkan kelenjar limfe

yang terlibat yaitu: 74%-90% pada kelenjar

limfe servikalis, 14%-20% pada kelenjar

aksila, dan 4%-8% pada kelenjar inguinal. 5

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Limfadenitis adalah manifestasi

tuberkulosis ekstraparu yang paling seing

terjadi. Limfadenitis tuberkulosis (TB)

merupakan peradangan pada kelenjar limfe

atau getah bening yang disebabkan oleh

basil tuberkulosis. 4

Patofisiologi

TB ekstraparu merupakan penyakit

TB yang terjadi di luar paru, organ yang

sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis

adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran

kemih, tulang, meningens, peritoneum dan

perikardium.5 Limfadenitis TB adalah

manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Hal

Page 3: LAPORAN KASUS Limfadenitis TB

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015

Laporan Kasus Limfadenitis TB 3

ini bisa terjadi pada infeksi TB primer atau

sebagai akibat dari reaktivasi dari fokus aktif

dan bisa langsung menyebar dari fokus

yang berdekatan. Infeksi primer terjadi pada

paparan awal dari tuberkel basil. Dihirup

dari droplet nuklei yang berukuran cukup

kecil untuk melewati pertahanan muco-silia

pada bronkus dan berlanjut ke alveoli.4

Sampai di paru, droplet ini akan di fagosit

oleh makrofag dan akan mengalami dua

kemungkinan, Pertama, basil TB akan ,mati

akibat difagosit oleh makrofag. Kedua, basil

TB akan bertahan hidup dengan cara

bermultiplikasi dalam makrofag sehingga

basil TB akan dapat menyebar secara

limfogen, perkontinuitatum, bronkogen

bahkan hematogen.5 Basil berkembang biak

di paru-paru yang disebut fokus Ghon.

sistem limfatik mengalirkan basil ke

kelenjar getah bening hilus. Fokus Ghon

dapat membentuk kompleks primer. Infeksi

dapat menyebar dari fokus primer ke getah

bening regional. Dari nodus regional, basil

dapat terus menyebar melalui sistem

limfatik ke kelenjar lain dan bisa mencapai

aliran darah kemudian dapat menyebar ke

hampir semua organ tubuh. Hilus,

mediastinum dan lymphnodes paratrakeal

adalah tempat pertama dari penyebaran

infeksi dari parenkim paru. Limfadenitis TB

merupakan penyebaran dari infeksi fokus

primer dari tonsil, adenoid sinonasal atau

osteomyelitisdari tulang etmoid. 4

TB primer dapat terjadi pada

seseorang yang terpapar basil tuberkulosis

untuk pertama kalinya. 5

Penyebaran basil TB secara limfogen

pertama kali menuju kelenjar limfe regional,

dimana penyebaran basil TB tersebut

mengakibatkan reaksi inflamasi di sepanjang

saluran limfe dan dan kelenjar limfe

regional. Basil TB juga dapat menginfeksi

kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu sebelum

menginfeksi paru. Basil TB ini akan

berdiam di mukosa orofaring setelah basil

TB akan difagosit oleh makrofag dan

dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa

ke kelenjar limfe di leher.4,5

Peningkatan ukuran nodus dapat

disebabkan oleh hal berikut ini : 4,5

1.Multiplikasi sel dalam node, termasuk

limfosit, plasma sel, monosit atau histiosit.

2.Infiltrasi sel sel dari luar nodus, misalnya

sel ganas atau neutrofil.3. Drainase sumber

infeksi oleh kelenjar getah bening.

Manifestasi Klinis

Manifestasi limfadenitis TB dapat

berupa demam ringan, penurunan berat

badan, kelelahan dan jarang dengan gejala

Page 4: LAPORAN KASUS Limfadenitis TB

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015

Laporan Kasus Limfadenitis TB 4

batuk dan keringat malam. Lebih dari 57%

dari pasien tidak memiliki gejala sistemik.4

Manifestasi klinis yang paling

banyak timbul pada limfadenitis TB yaitu

pembesaran kelenjar getah bening yang

lambat. Limfadenitis TB yang paling sering

melibatkan kelenjar getah bening servikalis,

kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya

oleh kelenjar mediastinal, aksilaris,

mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik

dan kelenjar inguinalis.6

Bedasarkan penelitian Geldmacher

didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu

63,3 % padakelenjar limfe servikalis, 26,7%

kelenjar mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar

aksila dandidapatkan pula pada 35% pasien

mengalami pembengkakan lebih dari satu

tempat. Pembengkakan terjadi dapat secara

unilateral maupun bilateral, tunggal maupun

multipel. Biasanya benjolan tidak nyeri dan

membesar dalam hitungan minggu sampai

bulan dan paling sering terjadi pada region

servikalis posterior dan lebih jarang pada

regio supraklavikular. Pada tahap awal,

nodus tuberkulosis dapat berbatas tegas,

mobil, tidak lembut dan melekat pada kulit

yang mungkin menjadi eritematus. Jika

terjadi abses, abses berlanjut menjadi fistel

yang berubah menjadi ulkus khas yang

berbentuk tidak teratur, sekitar lividae,

dinding bergaung, jaringan granulasi

tertutup pus seropurulen, krusta kuning

sikatriks memanjang, tidak teratur. 6

Menurut Jones dan Campbell,

limfadenopati tuberkulosis perifer dapat

diklasifikasikan kedalam lima stadium

yaitu:7

1.Stadium 1 : pembesaran kelenjar yang

berbatas tegas, mobile dan diskret.

2.Stadium 2 : pembesaran kelenjar yang

kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar

oleh karena adanya periadenitis.

3.Stadium 3 : perlunakan di bagian tengah

kelenjar (central softening) akibat

pembentukan abses.

4.Stadium 4 : pembentukan collar-stud

abscess.

5.Stadium 5: pembentukan traktus sinus

Adapun gambaran klinis dari

limfadenitis TB bergantung pada

stadiumnya. Pembengkakan yang terjadi

biasanya tidak menimbulkan nyeri kecuali

jika telah terjadi infeksi sekunder bakteri,

pembesaran kelenjar getah bening yang

progresif atau konsidensi dengan infeksi

HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah dan

akan terbentuk sinus yang tidak menyembuh

secara kronis dan membentuk ulkus.4

Diagnosis

Page 5: LAPORAN KASUS Limfadenitis TB

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015

Laporan Kasus Limfadenitis TB 5

Kecurigaan yang tinggi terhadap

infeksi mycobacterium tuberculosis

diperlukan dalam diagnosis di daerah

endemistb. Pemeriksaan menyeluruh dari

riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik , tes

tuberkulin, pewarnaan basil tahan asam,

pemeriksaan radiologis, dan FNAB akan

membantu untuk mendiagnosis limfadenitis

tb sebelum diagnosis akhir dapat dibuat dari

biopsi dan kultur. Diagnosis banding

mencakup infeksi luas (virus, bakteri atau

jamur ) dan neoplasma (limfoma atau

sarkoma, karsinoma metastasis), hiperplasia

reaktif non-spesifik, sarkoidosis,

toksoplasmosis, penyakit pembuluh darah

kolagen dan penyakit sistem

retikuloendotelial.4

Beberapa pemeriksaan penunjang

yang dapat menegakkan diagnosis

limfadenitis TB yaitu : 8

a. Pemeriksaan laboratorium

- Peningkatan laju endap darah (LED) dan

mungkin dapat disertai denganleukositosis.

- Uji mantoux positif, dilakukan untuk

menunjukkan adanya reaksi imun tipelambat

yang spesifik untuk antigen

mikrobackterium seseorang. Pengukuran

dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi. Hasil

positif bila terbentuk indurasi lebih dari 10

mm, intermediate bila indurasi 5-9 mm,

negatif bila < 4 mm.

- Pemeriksaan dengan menggunakan

Enzyme-Linked Immunoadsorbent

Assay(ELISA) dengan memiliki sensitivitas

60-80%.Identifikasi dengan Polymerase

Chain Reaction (PCR) yang masih

terusdikembangkan.

b. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi meliputi

pemeriksaan mikroskopis dan kultur.

Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan

dengan pengunaan pewarnaan Ziehl

Neelsen.Spesimen dapat didapatkan dengan

biopsy aspirasi. Dalam pemeriksaan ini

diperlukan minimal 10.000 basil TB agar

pewarnaan mendapatkan hasil positif. Selain

itu jugakultur dapat dijadikan pebantu dalam

menegakkan diagnosis limfadenitis TB.

Adanya 10- 100 basil/mm3 cukup untuk

membuat hasil kultur menjadi positif, namun

diperlukan waktu beberapa minggu untuk

mendapatkan hasil kultur.

c. Pemeriksaan Sitologi

Spesimen untuk pemeriksaan sitologi

ini dapat diambil dari biopsi aspirasi

kelenjar limfe. Sensivitas dan spesifitas nya

pemeriksaan ini yaitu 78% dan 99%. Pada

pemeriksaan sitologi ini dapat ditemukan

Page 6: LAPORAN KASUS Limfadenitis TB

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015

Laporan Kasus Limfadenitis TB 6

Langhans giant cell, granuloma

epiteloid,nekrosis kaseosa.

d. Pemeriksaan Radiologis

Foto toraks, USG, CT Scan dan MRI

dapat dilakukan untuk membantu

penegakkan diagnosis limfadenitis TB. Foto

toraks dapat menunjukkan kelainannya pada

TB paru pada 14-20% kasus. USG kelenjar

dapat menunjukkan adanya lesi kistik

multiokular singularatau multipel hipoekoik

yang dikelilingi oleh kapsul tebal.

Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk

membedakan pembesaran kelenjar dapat

diakibatkan oleh infeksi TB, metastatis,

limfoma atau reaksi hyperplasia. Pada

pemebesaran kelenjar diakibatkan infeksi

TB biasanya ditandai dengan fusion

tendency,peripheral halo dan internal

echoes.

Pada CT scan, adanya massa nodus

konglumerasi dengan lusensi sentral, adanya

cincin irregular pada contrast

enhancementserta nodularitas didalamnya,

derajat homogenitas yang bervariasi, adanya

manifestasi inflamasi pada lapisan dermal

dan subkutan mengarahkan pada

limfadenitis TB.

Pada MRI didapatkan adanya massa

yang diskret, konglumerasi, dan konfluens.

Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi

pada daerah perifer dibandingkan sentral,

dan hal ini bersama-sama dengan edema

jaringan lunak membedakannya dengan

kelenjar metastatik.

Penatalaksanaan

Pengobatan denagan anti

tuberkulosis adalah andalan dalam

pengelolaan limfadenitis TB. The national

tuberculosis programmes di seluruh dunia

mengikuti pedoman, pengobatan diamati

secara langsung jangka pendek (DOTS). TB

limfadenitis diterapi dengan terapi OAT

kategori TB ekstraparu selama sembilan

2HRZE / 7HR.

Penatalaksanaan limfadenitis TB

secara umum dibagi dua yaitu terapi

farmakologis dan non farmakologis. Terapi

farmakologis memiliki prinsip san regimen

obat yang sama dengan tuberkulosis

sedangkan terapi non farmakologis berupa

pembedahan. Pembedahan dapat

dipertimbangkan seperti prosedur seperti

1.Biopsi eksisional untuk limfadenitis yang

disebabkan oleh mycobacteria atypical yang

bisa mengubah nilai kosmetik dengan bedah

eksisi,2.Aspirasi, 3.Insisi dan drainase.4

Adapun kategori Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) terbagi menjadi dua,

yaitu :2

Page 7: LAPORAN KASUS Limfadenitis TB

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015

Laporan Kasus Limfadenitis TB 7

1.OAT utama (first line Antituberculosis

Drugs) dibagi menjadi dua berdasarkan

sifatnya,

- Bakterisidal, golongan yang termasuk yaitu

INH,rifampisin, pirazinamid dan

Streptomisin-

- Bakteriostatik, golongan yang termasuk

yaitu etambutol.

2.OAT sekunder (Second line

Antituberculosis Drugs) yang terdiri dari

Paraaminosalicyclic Acid (PAS),

ethionamid, sikloserin, kanamisin dan

kapreomisin. OAT sekunder ini selain

kurang efektif juga lebih toksik sehingga

jarang dipakai. Adapun prinsip – prinsip

pada pemberian OAT yang harus

diperhatikan untuk memperoleh

keefektifitasan obat yaitu:

- Menghindari penggunaan monoterapi.

-Pengobatan dilakukan dengan pengawasan

langsung (DOT) oleh seorang

PengawasMenelan Obat (PMO) untuk

menjamin kepatuhan penderita dalam

menelan obat. Pengobatan TB diberikan

dalam dua tahap, tahap intensif dan tahap

lanjutan.

Tahap Intensif

- Pada tahap ini, penderita mendapatkan

obat setiap hari dan perlu diawasi

secaralangsung untuk mencegah kekebalan

obat

- Bila pengobatan pada tahap intensif ini

diberikan tepat, biasanya penderita menular

menjadi tidak menulardalam kurun waktu

dua minggu.

- Sebagian besar penderita TB BTA positif

menjadi BTA negatif dalam kurun waktudua

bulan.

Tahap Lanjutan

- Pada tahap lanjutan, penderita

mendapatkan jenis obat yang lebih sedikit

namundalam jangka waktu yang lama

-Tahap lanjutan merupakan tahapan yang

penting untuk membunuh kuman persisten

sehingga mencegah kekambuhan.

KASUS

Tn. B (45 th) datang dengan keluahan

benjolan di leher bagian kiri dan kanan sejak

1 bulan Sebelum Masuk Rumah Sakit

(SMRS) Benjolan sebesar kelereng yang

dirasakan makin lama makin besar, tidak

nyeri, menetap, mobile dan berwarna

kemerahan dengan ukuran 4 cm. Pasien

mengeluhkan sering lemas dan tidak nafsu

makan dan adanya penurunan berat badan

dari 65 kg menjadi 60 kg. Pasien tidak

demam, batuk, muntah dan keringat malam

malam, BAB dan BAK tidak ada

keluhan..Riwayat gejala yang sama tidak

Page 8: LAPORAN KASUS Limfadenitis TB

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015

Laporan Kasus Limfadenitis TB 8

pernah dialami pasien. Riwayat minum obat

6 bulan tidak ada. Dari hasil pemeriksaan

fisik, ditemukan adanya benjolan pada leher

berukaran 3-4 cm, benjolan tidak nyeri,

konsistensi lunak, menetap. Hasil

pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy

(FNAB) didapatkan gambaran sitologik

sesuai dengan Limfadenitis Tuberkulosis

(C77.0 H17,2).

Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi,

kejiwaan dan kebiasaan: Pasien merupakan

seorang wiraswasta dan telah menikah dan

memiliki satu anak.

Riwayat Penyakit Dahulu, pasien

tidak pernah menderita penyakit ini

sebelumnya dan pasien menyangkal

menderita batuk lama. Tidak ada anggota

keluarga pasien yang menderita penyakit

dan keluhan yang sama. Tidak ada anggota

keluarga pasien yang menderita batuk lama

atau meminum obat 6 bulan.

Hasil pemeriksaan umum pasien

didapatkan keadaan umum sedang,

kesadaran komposmentis, tekanan darah

110/70 mmHg, nadi 80x / menit reguler

,suhu 36,4o C, frekuensi nafas 20x / menit.

Status gizi pasien normoweight dengan

tinggi badan 170 cm, berat badan 60 kg

dengan BMI 20,76

Pada pemeriksaan fisik kepala dan

leher didapatkan mata tidak cekung,

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik. tidak ada edema pada preorbital.

Pupil bulat, isokhor 3mm/3mm, Pada

pemeriksaan leher kiri dan kanan tampak

pembesaran KGB submandibula dengan

benjolan berbentuk kelereng, dengan ukuran

4 cm, konsitensi kenyal, permukaan rata,

mobile, tidak nyeri, sedikit kemerahan, dan

tidak panas. Tidak ada pembesaran JVP (5-2

cm).

Hasil pemeriksaan thoraks paru-paru,

pada inspeksi didapatkan gerakan dinding

dada simetris kanan dan kiri, tidak ada

bagian yang tertinggal, dan tidak terdapat

retraksi. Pada palpasi, vocal fremitus

simetris normal kanan dan kiri. Pada perkusi

terdapat sonor pada semua lapang paru dan

didapatkan batas paru-hepar pada SIK VI

dextra. Pada auskultasi suara nafas

vesikuler, tidak ditemukan ronkhi dan tidak

ditemukan wheezing.

Pemeriksaan jantung, pada inspeksi

ictus cordis tidak terlihat, pada palpasi ictus

cordis teraba pada SIK V linea midclavicula,

pada perkusi batas jantung kanan linea

sternalis dextra SIK IV dan batas jantung

kiri linea midclavicula sinistra SIK V, pada

Page 9: LAPORAN KASUS Limfadenitis TB

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015

Laporan Kasus Limfadenitis TB 9

auskultasi bunyi jantung I dan II reguler,

tidak ditemukan gallop dan murmur.

Pada pemeriksaan abdomen, pada

inspeksi, perut datar, scars tidak ada, pada

auskultasi, peristaltik usus normal, pada

palpasi, nyeri tekan tidak ada, hepar tidak

teraba, lien tidak teraba, defans muskular

tidak ada, pada perkusi, timpani , asites tidak

ada , shifting dullness tidak ada.

Pada pemeriksaan ekstremitas

didapatkan akral hangat, tidak ditemukan

edema, CRT < 2 detik, tidak ada

pembesaran kelenjar aksilar dan inguinal.

Hasil pemeriksaan laboratorium

didapatkan hemoglobin 12 gr/dl, hematokrit

34 %, eritrosit 4.500.000 /uL, leukosit

10.500 /uL, trombosit 146.000 /uL, MCV

81,54 fL, MCH 27,54 pg, MCHC 33,45

g/dL, LED 110/jam, neutrofil segmen

73,58%, monosit 8,37% dan gula darah

puasa 100 mg/dl. Pada pemeriksaan

radiologi, jantung dalam batas normal dan

paru tidak ada kelainan, corakan

bronkovaskular normal dan tidak ada

infiltrate. Pada pemeriksaan FNAB

didapatkan gambaran sitologik sesuai

dengan Limfadenitis Tuberkulosis (C77.0

H17,2)

Diagnosis kerja pada pasien ini adalah

Limfadentis Tuberkulosis. Pada pasien ini

belum ada terapi yang diberikan. Rencana

terapi dengan terapi OAT kategori TB

ekstraparu selama sembilan 2HRZE / 7HR

DISKUSI

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan laboratorium penunjang

diagnosis pasien adalah Limfadenitis

Tuberkulosis. Pada pasien diketahui adanya

timbul benjolan yang terletak di leher kiri

dan kanan sejak 1 bulan yang lalu, benjolan

sebesar kelereng yang dirasakan makin

lama makin besar, tidak nyeri, mobile,

menetap dan berwarna kemerahan.Salah

satu hal yang dapat dipikirkan bahwa

benjolan pada pasien ini mengarah pada

pembesaran kelenjar getah bening (KGB).

Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus,

KGB umumnya bilateral (dua sisi-kiri/kiri

dan kanan), lunak dan dapat digerakkan.

Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar

biasanya nyeri pada penekanan, baik satu

sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan

dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan

suhu lebih panas dari sekitarnya

mengarahkan infeksi bakteri. Bila

limfadenitis disebabkan keganasan, tanda-

tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan

tidak dapat digerakkan (terikat dengan

Page 10: LAPORAN KASUS Limfadenitis TB

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015

Laporan Kasus Limfadenitis TB 10

jaringan di bawahnya). Pada infeksi oleh

mikobakterium pembesaran kelenjar

berjalan mingguan-bulanan, walaupun dapat

mendadak.2

Hasil pemeriksaan penunjang

menunjukkan adanya respon inflamasi

dengan meningkatnya leukosit, neotrofil

segmen, monosit dan laju endap darah. Pada

pemeriksaan radiologi, jantung dalam batas

normal dan paru tidak ada kelainan, corakan

bronkovaskular normal dan tidak ada

infiltrate ini menandakan bahwa patogenesis

basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar

limfe tanpa terlebih dahulu sebelum

menginfeksi paru. Basil TB ini akan

berdiam di mukosa orofaring setelah basil

TB masuk melalui inhalasi droplet. Di

mukosa orofaring basil TB akan difagosit

oleh makrofag dan dibawa ke tonsil,

selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di

leher. Peningkatan ukuran nodus mungkin

disebabkan oleh berikut: 1.Multiplication sel

dalam node, termasuk limfosit, plasma sel,

monosit, atau histiosit 2.Infiltrasi sel-sel dari

luar nodus, misalnya sel ganas atau

neutrofil.3.Drainase sumber infeksi oleh

kelenjar getah bening.5

Pengobatan yang dianjurkan pada

pasien ini adalah terapi OAT kategori TB

ekstraparu selama sembilan 2HRZE / 7HR

. Tahap pengobatan dibagi dua yaitu

intensif (dosis harian) dan lanjutan (dosis 3x

sehari). Pada tahap intensif dengan lamanya

pengobatan 2 bulan dengan obat Isoniazid

300 mg, Rifampisin 600 mg, dan

Pirazinamid 1500 mg, etambutol 900 mg.

Dan 7 bulan pada tahap lanjutan diberikan

obat Isoniazid 600 mg, dan Rifampisin 600

mg.2

KESIMPULAN

Limfadenitis adalah peradangan pada

kelenjar limfe atau getah bening.

Limfadenitistuberkulosis (TB) merupakan

peradangan pada kelenjar limfe atau getah

bening yang disebabkan oleh basil

tuberkulosis. Limfadenitis adalah

manifestasi paling sering dari TB

ekstraparu.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Ohasi K, Takamori M, Wada A

Diagnosis and treatment of the lymph

node tuberculosis. American Thoracic

Association. 2014: 1-2

2. Amin Z, Bahar A. Buku ajar Ilmu

Penyakit Dalam: Tuberkulosis Paru.

Ed.4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2006.

Page 11: LAPORAN KASUS Limfadenitis TB

Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015

Laporan Kasus Limfadenitis TB 11

3. Sharma S, Mohan K.. Extrapulmonary

Tuberculosis. Departement of Medicine.

All India Institute of Medical Sciences,

New Delhi. Indian J Res .2004120:316-

353.

4. Mohapatra PR, Janmeja AK.

Tuberculous Lymphadenitis. Journal Of

The Association Of India

5. Spelman D.. Tuberculous

Lymphadenitis. Uptodate Journal.2008.

6. Geldmacher H, Taube C, Kroeger C,

Magnussen H, Kirsten DK..Assessment

of lymph node tuberculosis in northern

Germany:a clinical review. Chest

2002:1177-82.

7. Prasanta R,Ashok K. Tuberculous

Lymphadenitis. JAPY. August. .

2009:585-87

8. Fontanilla JM, Barnes A.Current

Diagnosis and Management of

Peripheral Lympadenitis.Clin infect Dis

2011: 555.

9. PDPI. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan di Indonesia. Indah

Offset Citra Grafika. 20062.Amin Z,

Bahar A.. Buku ajar Ilmu Penyakit

Dalam: Tuberkulosis Paru. Ed.4. Jakarta:

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2006.