laporan kasus limfadenitis tb
TRANSCRIPT
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 1
LAPORAN KASUS
LIMFADENITIS TUBERKULOSIS
Fellyana Putri1 Marlina Tasril2
1Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Alamat: Jl. Diponegoro No. 1, Pekanbaru, E-mail : [email protected] Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau
ABSTRAKPendahuluan: Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Limfadenitis adalah manifestasi paling sering dari TB ekstraparu. Insiden limfadenitis TB meningkat secara paralel dengan peningkatan kejadian infeksi Mycobacterium tuberculosis di seluruh dunia. Limfadenitis TB terlihat pada hampir 35 persen dari TB paru yang meliputi sekitar 15 sampai 20 persen dari semua kasus TB. Beberapa studi didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu: 74%-90% pada kelenjar limfe servikalis, 14%-20% pada kelenjar aksila, dan 4%-8% pada kelenjar inguinal. Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang pasien yang menderita limfadenitis tuberkulosis.
Laporan kasus: Tn. D (45 th) datang dengan keluhan benjolan benjolan di leher bagian kiri dan kanan sejak 1 bulan Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Benjolan sebesar kelereng yang dirasakan makin lama makin besar, tidak nyeri, menetap, mobile dan berwarna kemerahan dengan ukuran 4 cm. Pasien mengeluhkan sering lemas dan tidak nafsu makan dan adanya penurunan berat badan dari 65 kg menjadi 60 kg. Pasien tidak demam, batuk, muntah dan keringat malam malam, BAB dan BAK tidak ada keluhan..Riwayat gejala yang sama tidak pernah dialami pasien. Riwayat minum obat 6 bulan tidak ada. Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan adanya benjolan pada leher berukaran 3-4 cm, benjolan tidak nyeri, konsistensi lunak, menetap. Hasil pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) didapatkan gambaran sitologik sesuai dengan Limfadenitis Tuberkulosis (C77.0 H17,2).
Kesimpulan:Dari anamnesis, pemeriksaan fisik danpemeriksaan penunjang pasien didiagnosis Limfadenitis Tuberkulosis.
Kata kunci : Limfadenitis Tuberkulosis.
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 2
PENDAHULUANLimfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan
peradangan pada kelenjar limfe atau getah
bening yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis.1 Di Indonesia
TB merupakan masalah utama dalam
jaringan kesehatan masyarakat. Adapun
jumlah penderita TB di Indonesia
merupakan peringkat ke-3 terbanyak di
dunia setelah India dan Cina. Tuberkulosis
(TB) merupakan salah satu penyakit yang
telah lama dikenal dan sampai saat ini masih
menjadi penyebab utama kematian di dunia.
Prevalensi TB di Indonesia dan negara-
negara sedang berkembang lainnya cukup
tinggi. Pada tahun 2006, kasus baru di
Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian
besar diderita oleh masyarakat yang berada
dalam usia produktif (15–55 tahun).2
Dalam penyebarannya, tuberkulosis
dapat dikategorikan menjadi dua bagian
yaitu TB paru dan TB di luar paru.
Limfadenitis yang lebih dikenal dengan TB
kelenjar getah bening termasuk salah satu
penyakit di luar paru (TB ekstra paru).3
Limfadenitis adalah manifestasi
tuberkulosis ekstraparu yang paling seing
terjadi. Limfadenitis TB adalah manifestasi
lokal dari penyakit sistemik. Insiden
limfadenitis mikobakteri telah meningkat
secara paralel dengan peningkatan kejadian
infeksi mikobakteri di seluruh dunia.
Limfadenitis TB terjadi pada 35 persen dari
TB ekstra paru yang meliputi sekitar 15
sampai 20 persen dari semua kasus TB.
Limfadenitis TB paling sering
melibatkan kelenjar getah bening servikalis,
kemudian diikuti oleh kelenjar mediastinal,
aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus,
perihepatik dan kelenjar inguinalis.4
Beberapa studi didapatkan kelenjar limfe
yang terlibat yaitu: 74%-90% pada kelenjar
limfe servikalis, 14%-20% pada kelenjar
aksila, dan 4%-8% pada kelenjar inguinal. 5
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Limfadenitis adalah manifestasi
tuberkulosis ekstraparu yang paling seing
terjadi. Limfadenitis tuberkulosis (TB)
merupakan peradangan pada kelenjar limfe
atau getah bening yang disebabkan oleh
basil tuberkulosis. 4
Patofisiologi
TB ekstraparu merupakan penyakit
TB yang terjadi di luar paru, organ yang
sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis
adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran
kemih, tulang, meningens, peritoneum dan
perikardium.5 Limfadenitis TB adalah
manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Hal
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 3
ini bisa terjadi pada infeksi TB primer atau
sebagai akibat dari reaktivasi dari fokus aktif
dan bisa langsung menyebar dari fokus
yang berdekatan. Infeksi primer terjadi pada
paparan awal dari tuberkel basil. Dihirup
dari droplet nuklei yang berukuran cukup
kecil untuk melewati pertahanan muco-silia
pada bronkus dan berlanjut ke alveoli.4
Sampai di paru, droplet ini akan di fagosit
oleh makrofag dan akan mengalami dua
kemungkinan, Pertama, basil TB akan ,mati
akibat difagosit oleh makrofag. Kedua, basil
TB akan bertahan hidup dengan cara
bermultiplikasi dalam makrofag sehingga
basil TB akan dapat menyebar secara
limfogen, perkontinuitatum, bronkogen
bahkan hematogen.5 Basil berkembang biak
di paru-paru yang disebut fokus Ghon.
sistem limfatik mengalirkan basil ke
kelenjar getah bening hilus. Fokus Ghon
dapat membentuk kompleks primer. Infeksi
dapat menyebar dari fokus primer ke getah
bening regional. Dari nodus regional, basil
dapat terus menyebar melalui sistem
limfatik ke kelenjar lain dan bisa mencapai
aliran darah kemudian dapat menyebar ke
hampir semua organ tubuh. Hilus,
mediastinum dan lymphnodes paratrakeal
adalah tempat pertama dari penyebaran
infeksi dari parenkim paru. Limfadenitis TB
merupakan penyebaran dari infeksi fokus
primer dari tonsil, adenoid sinonasal atau
osteomyelitisdari tulang etmoid. 4
TB primer dapat terjadi pada
seseorang yang terpapar basil tuberkulosis
untuk pertama kalinya. 5
Penyebaran basil TB secara limfogen
pertama kali menuju kelenjar limfe regional,
dimana penyebaran basil TB tersebut
mengakibatkan reaksi inflamasi di sepanjang
saluran limfe dan dan kelenjar limfe
regional. Basil TB juga dapat menginfeksi
kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu sebelum
menginfeksi paru. Basil TB ini akan
berdiam di mukosa orofaring setelah basil
TB akan difagosit oleh makrofag dan
dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa
ke kelenjar limfe di leher.4,5
Peningkatan ukuran nodus dapat
disebabkan oleh hal berikut ini : 4,5
1.Multiplikasi sel dalam node, termasuk
limfosit, plasma sel, monosit atau histiosit.
2.Infiltrasi sel sel dari luar nodus, misalnya
sel ganas atau neutrofil.3. Drainase sumber
infeksi oleh kelenjar getah bening.
Manifestasi Klinis
Manifestasi limfadenitis TB dapat
berupa demam ringan, penurunan berat
badan, kelelahan dan jarang dengan gejala
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 4
batuk dan keringat malam. Lebih dari 57%
dari pasien tidak memiliki gejala sistemik.4
Manifestasi klinis yang paling
banyak timbul pada limfadenitis TB yaitu
pembesaran kelenjar getah bening yang
lambat. Limfadenitis TB yang paling sering
melibatkan kelenjar getah bening servikalis,
kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya
oleh kelenjar mediastinal, aksilaris,
mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik
dan kelenjar inguinalis.6
Bedasarkan penelitian Geldmacher
didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu
63,3 % padakelenjar limfe servikalis, 26,7%
kelenjar mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar
aksila dandidapatkan pula pada 35% pasien
mengalami pembengkakan lebih dari satu
tempat. Pembengkakan terjadi dapat secara
unilateral maupun bilateral, tunggal maupun
multipel. Biasanya benjolan tidak nyeri dan
membesar dalam hitungan minggu sampai
bulan dan paling sering terjadi pada region
servikalis posterior dan lebih jarang pada
regio supraklavikular. Pada tahap awal,
nodus tuberkulosis dapat berbatas tegas,
mobil, tidak lembut dan melekat pada kulit
yang mungkin menjadi eritematus. Jika
terjadi abses, abses berlanjut menjadi fistel
yang berubah menjadi ulkus khas yang
berbentuk tidak teratur, sekitar lividae,
dinding bergaung, jaringan granulasi
tertutup pus seropurulen, krusta kuning
sikatriks memanjang, tidak teratur. 6
Menurut Jones dan Campbell,
limfadenopati tuberkulosis perifer dapat
diklasifikasikan kedalam lima stadium
yaitu:7
1.Stadium 1 : pembesaran kelenjar yang
berbatas tegas, mobile dan diskret.
2.Stadium 2 : pembesaran kelenjar yang
kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar
oleh karena adanya periadenitis.
3.Stadium 3 : perlunakan di bagian tengah
kelenjar (central softening) akibat
pembentukan abses.
4.Stadium 4 : pembentukan collar-stud
abscess.
5.Stadium 5: pembentukan traktus sinus
Adapun gambaran klinis dari
limfadenitis TB bergantung pada
stadiumnya. Pembengkakan yang terjadi
biasanya tidak menimbulkan nyeri kecuali
jika telah terjadi infeksi sekunder bakteri,
pembesaran kelenjar getah bening yang
progresif atau konsidensi dengan infeksi
HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah dan
akan terbentuk sinus yang tidak menyembuh
secara kronis dan membentuk ulkus.4
Diagnosis
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 5
Kecurigaan yang tinggi terhadap
infeksi mycobacterium tuberculosis
diperlukan dalam diagnosis di daerah
endemistb. Pemeriksaan menyeluruh dari
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik , tes
tuberkulin, pewarnaan basil tahan asam,
pemeriksaan radiologis, dan FNAB akan
membantu untuk mendiagnosis limfadenitis
tb sebelum diagnosis akhir dapat dibuat dari
biopsi dan kultur. Diagnosis banding
mencakup infeksi luas (virus, bakteri atau
jamur ) dan neoplasma (limfoma atau
sarkoma, karsinoma metastasis), hiperplasia
reaktif non-spesifik, sarkoidosis,
toksoplasmosis, penyakit pembuluh darah
kolagen dan penyakit sistem
retikuloendotelial.4
Beberapa pemeriksaan penunjang
yang dapat menegakkan diagnosis
limfadenitis TB yaitu : 8
a. Pemeriksaan laboratorium
- Peningkatan laju endap darah (LED) dan
mungkin dapat disertai denganleukositosis.
- Uji mantoux positif, dilakukan untuk
menunjukkan adanya reaksi imun tipelambat
yang spesifik untuk antigen
mikrobackterium seseorang. Pengukuran
dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi. Hasil
positif bila terbentuk indurasi lebih dari 10
mm, intermediate bila indurasi 5-9 mm,
negatif bila < 4 mm.
- Pemeriksaan dengan menggunakan
Enzyme-Linked Immunoadsorbent
Assay(ELISA) dengan memiliki sensitivitas
60-80%.Identifikasi dengan Polymerase
Chain Reaction (PCR) yang masih
terusdikembangkan.
b. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi meliputi
pemeriksaan mikroskopis dan kultur.
Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan
dengan pengunaan pewarnaan Ziehl
Neelsen.Spesimen dapat didapatkan dengan
biopsy aspirasi. Dalam pemeriksaan ini
diperlukan minimal 10.000 basil TB agar
pewarnaan mendapatkan hasil positif. Selain
itu jugakultur dapat dijadikan pebantu dalam
menegakkan diagnosis limfadenitis TB.
Adanya 10- 100 basil/mm3 cukup untuk
membuat hasil kultur menjadi positif, namun
diperlukan waktu beberapa minggu untuk
mendapatkan hasil kultur.
c. Pemeriksaan Sitologi
Spesimen untuk pemeriksaan sitologi
ini dapat diambil dari biopsi aspirasi
kelenjar limfe. Sensivitas dan spesifitas nya
pemeriksaan ini yaitu 78% dan 99%. Pada
pemeriksaan sitologi ini dapat ditemukan
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 6
Langhans giant cell, granuloma
epiteloid,nekrosis kaseosa.
d. Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks, USG, CT Scan dan MRI
dapat dilakukan untuk membantu
penegakkan diagnosis limfadenitis TB. Foto
toraks dapat menunjukkan kelainannya pada
TB paru pada 14-20% kasus. USG kelenjar
dapat menunjukkan adanya lesi kistik
multiokular singularatau multipel hipoekoik
yang dikelilingi oleh kapsul tebal.
Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk
membedakan pembesaran kelenjar dapat
diakibatkan oleh infeksi TB, metastatis,
limfoma atau reaksi hyperplasia. Pada
pemebesaran kelenjar diakibatkan infeksi
TB biasanya ditandai dengan fusion
tendency,peripheral halo dan internal
echoes.
Pada CT scan, adanya massa nodus
konglumerasi dengan lusensi sentral, adanya
cincin irregular pada contrast
enhancementserta nodularitas didalamnya,
derajat homogenitas yang bervariasi, adanya
manifestasi inflamasi pada lapisan dermal
dan subkutan mengarahkan pada
limfadenitis TB.
Pada MRI didapatkan adanya massa
yang diskret, konglumerasi, dan konfluens.
Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi
pada daerah perifer dibandingkan sentral,
dan hal ini bersama-sama dengan edema
jaringan lunak membedakannya dengan
kelenjar metastatik.
Penatalaksanaan
Pengobatan denagan anti
tuberkulosis adalah andalan dalam
pengelolaan limfadenitis TB. The national
tuberculosis programmes di seluruh dunia
mengikuti pedoman, pengobatan diamati
secara langsung jangka pendek (DOTS). TB
limfadenitis diterapi dengan terapi OAT
kategori TB ekstraparu selama sembilan
2HRZE / 7HR.
Penatalaksanaan limfadenitis TB
secara umum dibagi dua yaitu terapi
farmakologis dan non farmakologis. Terapi
farmakologis memiliki prinsip san regimen
obat yang sama dengan tuberkulosis
sedangkan terapi non farmakologis berupa
pembedahan. Pembedahan dapat
dipertimbangkan seperti prosedur seperti
1.Biopsi eksisional untuk limfadenitis yang
disebabkan oleh mycobacteria atypical yang
bisa mengubah nilai kosmetik dengan bedah
eksisi,2.Aspirasi, 3.Insisi dan drainase.4
Adapun kategori Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) terbagi menjadi dua,
yaitu :2
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 7
1.OAT utama (first line Antituberculosis
Drugs) dibagi menjadi dua berdasarkan
sifatnya,
- Bakterisidal, golongan yang termasuk yaitu
INH,rifampisin, pirazinamid dan
Streptomisin-
- Bakteriostatik, golongan yang termasuk
yaitu etambutol.
2.OAT sekunder (Second line
Antituberculosis Drugs) yang terdiri dari
Paraaminosalicyclic Acid (PAS),
ethionamid, sikloserin, kanamisin dan
kapreomisin. OAT sekunder ini selain
kurang efektif juga lebih toksik sehingga
jarang dipakai. Adapun prinsip – prinsip
pada pemberian OAT yang harus
diperhatikan untuk memperoleh
keefektifitasan obat yaitu:
- Menghindari penggunaan monoterapi.
-Pengobatan dilakukan dengan pengawasan
langsung (DOT) oleh seorang
PengawasMenelan Obat (PMO) untuk
menjamin kepatuhan penderita dalam
menelan obat. Pengobatan TB diberikan
dalam dua tahap, tahap intensif dan tahap
lanjutan.
Tahap Intensif
- Pada tahap ini, penderita mendapatkan
obat setiap hari dan perlu diawasi
secaralangsung untuk mencegah kekebalan
obat
- Bila pengobatan pada tahap intensif ini
diberikan tepat, biasanya penderita menular
menjadi tidak menulardalam kurun waktu
dua minggu.
- Sebagian besar penderita TB BTA positif
menjadi BTA negatif dalam kurun waktudua
bulan.
Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan, penderita
mendapatkan jenis obat yang lebih sedikit
namundalam jangka waktu yang lama
-Tahap lanjutan merupakan tahapan yang
penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah kekambuhan.
KASUS
Tn. B (45 th) datang dengan keluahan
benjolan di leher bagian kiri dan kanan sejak
1 bulan Sebelum Masuk Rumah Sakit
(SMRS) Benjolan sebesar kelereng yang
dirasakan makin lama makin besar, tidak
nyeri, menetap, mobile dan berwarna
kemerahan dengan ukuran 4 cm. Pasien
mengeluhkan sering lemas dan tidak nafsu
makan dan adanya penurunan berat badan
dari 65 kg menjadi 60 kg. Pasien tidak
demam, batuk, muntah dan keringat malam
malam, BAB dan BAK tidak ada
keluhan..Riwayat gejala yang sama tidak
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 8
pernah dialami pasien. Riwayat minum obat
6 bulan tidak ada. Dari hasil pemeriksaan
fisik, ditemukan adanya benjolan pada leher
berukaran 3-4 cm, benjolan tidak nyeri,
konsistensi lunak, menetap. Hasil
pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy
(FNAB) didapatkan gambaran sitologik
sesuai dengan Limfadenitis Tuberkulosis
(C77.0 H17,2).
Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi,
kejiwaan dan kebiasaan: Pasien merupakan
seorang wiraswasta dan telah menikah dan
memiliki satu anak.
Riwayat Penyakit Dahulu, pasien
tidak pernah menderita penyakit ini
sebelumnya dan pasien menyangkal
menderita batuk lama. Tidak ada anggota
keluarga pasien yang menderita penyakit
dan keluhan yang sama. Tidak ada anggota
keluarga pasien yang menderita batuk lama
atau meminum obat 6 bulan.
Hasil pemeriksaan umum pasien
didapatkan keadaan umum sedang,
kesadaran komposmentis, tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 80x / menit reguler
,suhu 36,4o C, frekuensi nafas 20x / menit.
Status gizi pasien normoweight dengan
tinggi badan 170 cm, berat badan 60 kg
dengan BMI 20,76
Pada pemeriksaan fisik kepala dan
leher didapatkan mata tidak cekung,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik. tidak ada edema pada preorbital.
Pupil bulat, isokhor 3mm/3mm, Pada
pemeriksaan leher kiri dan kanan tampak
pembesaran KGB submandibula dengan
benjolan berbentuk kelereng, dengan ukuran
4 cm, konsitensi kenyal, permukaan rata,
mobile, tidak nyeri, sedikit kemerahan, dan
tidak panas. Tidak ada pembesaran JVP (5-2
cm).
Hasil pemeriksaan thoraks paru-paru,
pada inspeksi didapatkan gerakan dinding
dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
bagian yang tertinggal, dan tidak terdapat
retraksi. Pada palpasi, vocal fremitus
simetris normal kanan dan kiri. Pada perkusi
terdapat sonor pada semua lapang paru dan
didapatkan batas paru-hepar pada SIK VI
dextra. Pada auskultasi suara nafas
vesikuler, tidak ditemukan ronkhi dan tidak
ditemukan wheezing.
Pemeriksaan jantung, pada inspeksi
ictus cordis tidak terlihat, pada palpasi ictus
cordis teraba pada SIK V linea midclavicula,
pada perkusi batas jantung kanan linea
sternalis dextra SIK IV dan batas jantung
kiri linea midclavicula sinistra SIK V, pada
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 9
auskultasi bunyi jantung I dan II reguler,
tidak ditemukan gallop dan murmur.
Pada pemeriksaan abdomen, pada
inspeksi, perut datar, scars tidak ada, pada
auskultasi, peristaltik usus normal, pada
palpasi, nyeri tekan tidak ada, hepar tidak
teraba, lien tidak teraba, defans muskular
tidak ada, pada perkusi, timpani , asites tidak
ada , shifting dullness tidak ada.
Pada pemeriksaan ekstremitas
didapatkan akral hangat, tidak ditemukan
edema, CRT < 2 detik, tidak ada
pembesaran kelenjar aksilar dan inguinal.
Hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan hemoglobin 12 gr/dl, hematokrit
34 %, eritrosit 4.500.000 /uL, leukosit
10.500 /uL, trombosit 146.000 /uL, MCV
81,54 fL, MCH 27,54 pg, MCHC 33,45
g/dL, LED 110/jam, neutrofil segmen
73,58%, monosit 8,37% dan gula darah
puasa 100 mg/dl. Pada pemeriksaan
radiologi, jantung dalam batas normal dan
paru tidak ada kelainan, corakan
bronkovaskular normal dan tidak ada
infiltrate. Pada pemeriksaan FNAB
didapatkan gambaran sitologik sesuai
dengan Limfadenitis Tuberkulosis (C77.0
H17,2)
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah
Limfadentis Tuberkulosis. Pada pasien ini
belum ada terapi yang diberikan. Rencana
terapi dengan terapi OAT kategori TB
ekstraparu selama sembilan 2HRZE / 7HR
DISKUSI
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan laboratorium penunjang
diagnosis pasien adalah Limfadenitis
Tuberkulosis. Pada pasien diketahui adanya
timbul benjolan yang terletak di leher kiri
dan kanan sejak 1 bulan yang lalu, benjolan
sebesar kelereng yang dirasakan makin
lama makin besar, tidak nyeri, mobile,
menetap dan berwarna kemerahan.Salah
satu hal yang dapat dipikirkan bahwa
benjolan pada pasien ini mengarah pada
pembesaran kelenjar getah bening (KGB).
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus,
KGB umumnya bilateral (dua sisi-kiri/kiri
dan kanan), lunak dan dapat digerakkan.
Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar
biasanya nyeri pada penekanan, baik satu
sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan
dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan
suhu lebih panas dari sekitarnya
mengarahkan infeksi bakteri. Bila
limfadenitis disebabkan keganasan, tanda-
tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan
tidak dapat digerakkan (terikat dengan
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 10
jaringan di bawahnya). Pada infeksi oleh
mikobakterium pembesaran kelenjar
berjalan mingguan-bulanan, walaupun dapat
mendadak.2
Hasil pemeriksaan penunjang
menunjukkan adanya respon inflamasi
dengan meningkatnya leukosit, neotrofil
segmen, monosit dan laju endap darah. Pada
pemeriksaan radiologi, jantung dalam batas
normal dan paru tidak ada kelainan, corakan
bronkovaskular normal dan tidak ada
infiltrate ini menandakan bahwa patogenesis
basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar
limfe tanpa terlebih dahulu sebelum
menginfeksi paru. Basil TB ini akan
berdiam di mukosa orofaring setelah basil
TB masuk melalui inhalasi droplet. Di
mukosa orofaring basil TB akan difagosit
oleh makrofag dan dibawa ke tonsil,
selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di
leher. Peningkatan ukuran nodus mungkin
disebabkan oleh berikut: 1.Multiplication sel
dalam node, termasuk limfosit, plasma sel,
monosit, atau histiosit 2.Infiltrasi sel-sel dari
luar nodus, misalnya sel ganas atau
neutrofil.3.Drainase sumber infeksi oleh
kelenjar getah bening.5
Pengobatan yang dianjurkan pada
pasien ini adalah terapi OAT kategori TB
ekstraparu selama sembilan 2HRZE / 7HR
. Tahap pengobatan dibagi dua yaitu
intensif (dosis harian) dan lanjutan (dosis 3x
sehari). Pada tahap intensif dengan lamanya
pengobatan 2 bulan dengan obat Isoniazid
300 mg, Rifampisin 600 mg, dan
Pirazinamid 1500 mg, etambutol 900 mg.
Dan 7 bulan pada tahap lanjutan diberikan
obat Isoniazid 600 mg, dan Rifampisin 600
mg.2
KESIMPULAN
Limfadenitis adalah peradangan pada
kelenjar limfe atau getah bening.
Limfadenitistuberkulosis (TB) merupakan
peradangan pada kelenjar limfe atau getah
bening yang disebabkan oleh basil
tuberkulosis. Limfadenitis adalah
manifestasi paling sering dari TB
ekstraparu.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Ohasi K, Takamori M, Wada A
Diagnosis and treatment of the lymph
node tuberculosis. American Thoracic
Association. 2014: 1-2
2. Amin Z, Bahar A. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam: Tuberkulosis Paru.
Ed.4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.
Ilmu Penyakit Dalam FK UR, Agustus 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 11
3. Sharma S, Mohan K.. Extrapulmonary
Tuberculosis. Departement of Medicine.
All India Institute of Medical Sciences,
New Delhi. Indian J Res .2004120:316-
353.
4. Mohapatra PR, Janmeja AK.
Tuberculous Lymphadenitis. Journal Of
The Association Of India
5. Spelman D.. Tuberculous
Lymphadenitis. Uptodate Journal.2008.
6. Geldmacher H, Taube C, Kroeger C,
Magnussen H, Kirsten DK..Assessment
of lymph node tuberculosis in northern
Germany:a clinical review. Chest
2002:1177-82.
7. Prasanta R,Ashok K. Tuberculous
Lymphadenitis. JAPY. August. .
2009:585-87
8. Fontanilla JM, Barnes A.Current
Diagnosis and Management of
Peripheral Lympadenitis.Clin infect Dis
2011: 555.
9. PDPI. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Indah
Offset Citra Grafika. 20062.Amin Z,
Bahar A.. Buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam: Tuberkulosis Paru. Ed.4. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.