laporan studi kasus tb

41
1 PENDEKATAN DIAGNOSE HOLISTIK PADA PENDERITA TBC DI LAYANAN PRIMER (PUSKESMAS) ABSTRAK Latar Belakang. TB merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakitsaluran pernafasan. Prevalensi TB nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Menurut laporan WHO 2012, Indonesia merupakan penyumbang penderita TB terbesar nomor empat di dunia setelah India, Cina dan Afrika selatan. Sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosae. Data WHO tahun 2012 dalam Global TB Report 2012, menunjukkan bahwa pada tahun 2011, terdapat ± 8,7 juta terdeteksi kasus baru TB dimana 1,4 juta kasus mengalami kematian. HASIL: Tn.S, laki-laki, berusia 35 tahun, BB 40 Kg, TB 175 cm datang ke praktik Dokter Layanan Primer dengan keluhan batuk berdahak yang telah dialami dalam 2 bulan ini. Namun, pagi ini Tn.S batuk berdahak bercampur darah, kemudian Tn.S datang berobat ke Puskesmas dan dilakukan pemeriksaan TD:120/80 mmHg, sputum dengan hasil BTA +2, dan pemeriksaan radiologis dengan hasil tampak gambaran bercak infiltrat dan kavitas pada lapangan paru kanan atas dan Tn.S di diagnosis sebagai penderita TB Paru, kemudian ditatalaksana dengan obat anti TB. Selama ini Tn.S enggan berobat ke Dokter karena khawatir di diagnosa TB

Upload: anantosbi

Post on 29-Sep-2015

286 views

Category:

Documents


33 download

DESCRIPTION

LAPORAN

TRANSCRIPT

26

PENDEKATAN DIAGNOSE HOLISTIK PADA PENDERITA TBCDI LAYANAN PRIMER (PUSKESMAS)

ABSTRAK

Latar Belakang.TB merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakitsaluran pernafasan. Prevalensi TB nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Menurut laporan WHO 2012, Indonesia merupakan penyumbang penderita TB terbesar nomor empat di dunia setelah India, Cina dan Afrika selatan. Sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosae. Data WHO tahun 2012 dalam Global TB Report 2012, menunjukkan bahwa pada tahun 2011, terdapat 8,7 juta terdeteksi kasus baru TB dimana 1,4 juta kasus mengalami kematian.HASIL:Tn.S, laki-laki, berusia 35 tahun, BB 40 Kg, TB 175 cm datang ke praktik Dokter Layanan Primer dengan keluhan batuk berdahak yang telah dialami dalam 2 bulan ini. Namun, pagi ini Tn.S batuk berdahak bercampur darah, kemudian Tn.S datang berobat ke Puskesmas dan dilakukan pemeriksaan TD:120/80 mmHg, sputum dengan hasil BTA +2, dan pemeriksaan radiologis dengan hasil tampak gambaran bercak infiltrat dan kavitas pada lapangan paru kanan atas dan Tn.S di diagnosis sebagai penderita TB Paru, kemudian ditatalaksana dengan obat anti TB. Selama ini Tn.S enggan berobat ke Dokter karena khawatir di diagnosa TB Paru. Nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dalam sebulan terakhir. Tn.S dan keluarga juga diberi edukasi terkait penyakit tuberkulosis, anjuran untuk melakukan pengobatan TB secara teratur, dan melaksanakan modifikasi gaya hidup. Berdasarkan hasil pemeriksaan (anamnese, fisik,laboratorium, EBM) dapat disimpulkan bahwa telah dilakukan penatalaksanaan pasien dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis evidence based medicine. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai dengan didapatkan berkurangnya BTA pada pemeriksaan mikroskopis sputum.Kata Kunci. Tuberkulosis, Evidance Based Medicine, pelayanan dokter keluarga

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakangDi Indonesia penyakit Tuberkulosis masih menjadi masalah karena negara ini termasuk daerah endemis. Tuberkulosis dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Dalam pelayanan kesehatan tidak terlepas dari keterlibatan keluarga sebagai orang yang terdekat dari pasien, terutama pasien Tuberkulosis. Pengetahuan keluarga yang mengenai menjaga kesehatan agar tetap dalam kondisi yang sehat baik jasmani maupun rohaninya. Peranan motivasi keluarga dari penderita Tuberkulosis sangat diharapkan, misalnya secepat mungkin membawa penderita ketempat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan pengobatan serta bagaimana perilaku dan sikap keluarga dapat mencegah penularan penyakit Tuberkulosis (Notoatmojo, 2003). Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan jumlah terbanyak ketiga di dunia yakni 5,8% setelah India 21,1% dan Cina 14,3%.(Rahmawati:2009) WHO memperkirakan setiap tahunnya di Indonesia terdapat 557.000 kasus baru TBC, dimana 250.000 diantaranya adalah penderita TB BTA positif, dengan jumlah kematian 140.000. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001), Konsekuensi yang dapat terjadi pada penderita TB paru yang tidak melakukan pengobatan, setelah lima tahun menderita diprediksikan 50% dari penderita TB paru akan meninggal, adanya sumber penularan, imunisasi, keadaan rumah yang kurang baik meliputi (suhu dalam rumah, ventilasi, pencahayaan dalam rumah, kelembaban rumah, kepadatan penghuni dan lingkungan sekitar rumah ) sekitar 45%, vaksin BCG sekitar 50%. Kontak yang berlebihan yang berlangsung terus menerus selama 3 bulan atau lebih, kebiasaan penderita yang kurang baik dalam pengeloalan ludah / secret serta tidak memakai masker debu diprediksikan 75%. Dari Puskesmas X diperoleh data bahwa prevalensi TB Paru adalah ...........................................................

Tuberkulosis atau TB masih merupakan salah saatu masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Indonesia merupakan negara pertama diantara negara-negara dengan beban TB yang tinggi di wilayah Asia Tenggara yang berhasil mencapai target Global untuk TB pada tahun 2006, yaitu 70% penemuan kasus baru TB BTA positif dan 85% kesembuhan. Saat ini peringkat Indonesia telah turun dari urutan ketiga menjadi kelima diantara negara dengan beban TB tertinggi di dunia.Data terbaru yang dikeluarkan WHO pada tahun 2012 dalam Global TB Report 2012, menunjukkan bahwa pada tahun 2011, terdapat 8,7 juta terdeteksi kasus baru TB dimana 1,4 juta kasus mengalami kematian. Tuberkulosis di Indonesia menduduki peringkat ke-4 di dunia. Menurut WHO dalam Global TB Report 2012, prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2011 adalah 244/100.000 penduduk.Meskipun demikian, berbagai tantangan baru yang perlu menjadi perhatian yaitu TB/HIV, TB-MDR, TB pada anak dan masyarakat rentan lainnya. Hal ini memacu pengendalian TB nasional terus melakukan intensifikasi, akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi program. Strategi Nasional program pengendalian TB dengan visi Menuju Masyarakat Bebas Masalah TB, Sehat, Mandiri dan Berkeadilan. Strategi tersebut bertujuan mempertahankan kontinuitas pengendalian TB periode sebelumnya. Untuk mencapai target yang ditetapkan dalam stranas, disusun 8 Rencana Aksi Nasional yaitu : (1) Public-Private Mix untuk TB ; (2) Programmatic Management of Drug Resistance TB ; (3) Kolaborasi TB-HIV; (4) Penguatan Laboratorium; (5) Pengembangan Sumber Daya Manusia; (6) Penguatan Logistik; (7) Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial; dan (8) Informasi Strategis TB.TB merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan. Prevalensi TB nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Menurut laporan WHO 2012, Indonesia merupakan penyumbang penderita TB terbesar nomor empat di dunia setelah India, Cina dan Afrika SelatanUntuk menanggulangi masalah TB di Indonesia, ISTC (International Standard of Tuberculosis Care) dan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO harus sungguh-sungguh dilaksanakan. Pada awal pelaksanaan strategi ini difokuskan pada Puskesmas, kemudian secara bertahap diekspansi ke berbagai fasilitas layanan kesehatan (fasyankes). Salah satu masalah yang dihadapi program TB nasional dalam melakukan akselerasi dan ekspansi program adalah kurangnya sumber daya manusia, baik kualitas maupun kuantitas. Sumber daya manusia menjadi isu pokok dan prioritas sebagai upaya investasi yang tepat dan efektif untuk mencapai target global.Fakultas Kedokteran sebagai penghasil tenaga profesional dokter, memiliki potensi kontribusi yang sangat besar terutama dalam menjamin keberlangsungan Program Penanggulangan TB Nasional. Mereka perlu mendapat cukup bekal untuk menangani TB secara komprehensif dimana kelak sebagian besar mereka bekerja. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka memasukkan materi Program Penanggulangan TB Nasional didalam kurikulum kedokteran dinilai cukup strategis, dan memberi kesempatan kepada mahasiswa program profesi dokter untuk melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai pilar berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.Penyakit Tuberkulosis dapat terjadi karena adanya prilaku dan sikap keluarga yang kurang baik. Kurangnya perilaku keluarga tersebut ditunjukan dengan tidak menggunakan masker debu ( jika kontak dengan pasien ), keterlambatan dalam pemberian vaksin BCG ( pada orang yang tidak terinfeksi ), dan terapi pencegahan 6-9 bulan.Terjadinya perilaku yang kurang baik dari keluarga karena kurangnya pengetahuan dan sikap keluarga, dalam hal ini bagaimana seharusnya keluarga pasien yang terdiagnosa TB paru mengetahui secara jelas dan benar apa sebenarnya penyakit Tuberkulosis ini, dan bagaimana cara penularan dan pencegahannya. Sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan pengobatan, terlebih dalam mencegah penularannya, karena jika sikap keluarga pasien yang terdiagnosa TB paru mengerti apa yang sebenarnya dia lakukan maka secara otomatis dia juga bisa dan mampu melindungi dirinya dan anggota keluarga lainnya. Jika prilakunya baik maka akan membawa dampak positif bagi pencegahan penularan Tuberkulosis (Notoatmojo, 2003). Pada prinsipnya upaya-upaya pencegahan dilakukan dan pemberantasan tuberkulosis dijalankan dengan usaha-usaha diantaranya: pendidikan kesehatan (health education) kepada masyarakat tentang penyakit TBC, bahaya-bahanya, cara penularannya. Pencegahan dengan vaksinasi B.C.G pada anak-anak umur 0 14 tahun, chemoprophylactic dengan I.N.H pada keluarga, penderita atau orang-orang yang pernah kontak dengan penderita. Dan menghilangkan sumber penularan dengan mencari dan mengobati semua penderita dalam masyarakat (Indan Entjang, 2000). Adapun juga upaya pencegahan menurut WHO yaitu pencahayaan rumah yang baik, Menutup mulut saat batuk, Tidak meludah di sembarang tempat, Menjaga kebersihan lingkungan dan alat makan. 1.2. Aspek disiplin ilmu yang terkait dengan judul pembahasan:Untuk pengendalian permasalahan TB pada tingkat individu dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi dokter Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer (Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:1.2.1.Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian TB secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik moral dan peraturan perundangan.1.2.2.Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis , sosial dan budaya sendiri dalam penangan TB, melakukan rujukan bagi kasus TB, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.1.2.3.Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian TB.1.2.4.Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik kedokteran.1.2.5.Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pengendalian TB secara holistik dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang optimum.1.2.6.Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah TB dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan keselamatan orang lain.1.2.7.Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer

1.3. Tujuan dan Manfaat Studi KasusPrinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine). 1.3.1. Tujuan Umum:Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat menerapkan pelayanan dokter keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence based medicine (EBM) pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien (problem oriented).1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan etika dalam pengendalian TB secara individual, masyarakat maupun pihak terkait.b. Untuk melakukan pengendalian TB dan melakukan rujukan bagi kasus TB, sesuai dengan standar kompetensi dokter Indonesia yang berlaku. c. Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada level individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian TB.d. Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian ilmiah dari data di lapangan, untuk melakukan pengendalian TB.e. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam pengendalian TB.f. Untuk dapat menggunakan dan menjelaskan epidemiologi, transmisi dan patogenesis TB.g. Untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang, serta mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis TB paru dan ekstra paru pada pasien dewasa dan anakh. Untuk melakukan prosedur tatalaksana TB sesuai Program Pengendalian TB Nasional sesuai standar kompetensi dokter Indonesia.

1.3.3. Manfaat Studi Kasus1.3.3.1.Bagi Institusi pendidikan.1.3.3.2.Bagi Penderita (Pasien).1.3.3.3.Bagi tenaga kesehatan.1.3.3.4.Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)

.1.4. Indikator Keberhasilan TindakanIndikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan pasien dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis evidence based medicine adalah:1.4.1.Kepatuhan penderita datang berobat di layanan primer (Puskesmas) sudah teratur.1.4.2.Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai dengan didapatkan berkurangnya BTA pada pemeriksaan mikroskopis sputum.1.4.3.Pada pemeriksaan ulang radiologis Tn.S tampak gambaran bercak infiltrat dan kavitas pada lapangan paru kanan atas sudah tidak tampak lagi, jika dibandingkan dengan foto thorax terdahulu.1.4.3.Gejala batuk yang disertai dengan dahak, keringat dimalam hari sudah berkurang.1.4.4.Pemeriksaan fisik pada lapangan paru kanan atas dan suara pernapasannya terkesan normal, jika dibandingkan dengan pemeriksaan pada waktu pertama kali datang di layanan primer (Puskesmas) dengan hasil Fremitus mengeras pada lapangan paru kanan atas, dan suara pernapasan dijumpai bronkial pada lapangan paru kanan atas.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan bakteriologis, radiologi, dan klinis. Kesembuhan TB paru yang baik akan memperlihatkan sputum BTA (-), adanya perbaikan radiologi, dan menghilangnya gejala.

BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

1.1. Kerangka Teoritis

Gambaran Penyebab TBC

Faktor Genetik Pemaparan oleh bakteri Invasi Jaringan

INFEKSITUBERKULOSISPENJAMUPEKAMalnutrisi

Kesesakan Kemiskinan rumah

Faktor resiko Tuberkulosis Mekanisme Tuberkulosis

1.2. Pendekatan Diagnose Holistik Pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan PrimerPrinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:a. Comprehensive care and holistic approachb. Continuous carec. Prevention firstd. Coordinative and collaborative caree. Personal care as the integral part of his/her familyf. Family, community, and environment considerationg. Ethics and law awarenessh. Cost effective care and quality assurancei. Can be audited and accountable care

Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnyaUntuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari beberapa aspek yaitu: Aspek personal : Keluhan utama, harapan, kekhawatiran. Aspek klinis: diagnose klinis dan diagnose bandingnya Aspek faktor resiko internal: perilaku kesehatan, persepsi kesehatan Aspek faktor resiko eksternal: psikososial dan ekonomi keluarga, keadaan lingkungan rumah dan pekerjaan. Derajat fungsional (1 - 5) 1.3. Penyakit Tuberculosa (TB)1.3.1. PengertianTuberculosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis dengan gejala sangat bervariasi. Sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.Penyakit TB sangat menular, tetapi tidak merupakan penyakit turun temurun.1.3.2. Patogenesis

Fagositosis oleh makrofagFagositosis oleh makrofagAlveolusInhalasi baksil TB

Baksil TB berkembang biakDestruksi baksil TB

Destruksi makrofag

Pembentukan tuberkel

ResolusiKelenjar limfe

Penyebaran hematogenPerkijuanKalsifikasi

Kompleks GhonPecah

Lesi di hepar, lien,ginjal,tulang, otak dllLesi sekunder paru

Gambar : Patogenesis Tuberkulosa

Dasar sifat virulensi kuman ini belum diketahui. Kuman ini tidak membuat toksin, namun keanekaragaman komponen dari kuman ini memiliki keaktifan biologis yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi pathogenesis, alergi, dan kekebalan pada penyakit ini. Virulensi tergantung pada dua senyawa di selubung sel M. tubercolosis yang berminyak. Faktor genjel (cord factor, trehalosa mikrolet) menghambat respirasi mitokondria. Sulfolipid/ sulfatida menghambat fusi fagosom-lisosom, sehingga M. tubercolosis dapat bertahan hidup dalam sel.Infeksi terjadi melalui debu atau titik cairan(droplet) yang mengandung kuman TBC dan masuk ke jalan nafas. Penyakit imbul setelah kuman menetap dan berkembang biak dalam paru-paru atau kelenjar getah bening regional.Perkembangan penyakit bergantung pada : Dosis kuman yang masuk dan Daya tahan serta hipersensitivitas hospes.Kelainan patologi yang terjadi :1. Tipe EksudatifTerdiri dari inflamasi yang akut dengan edema, sel-sel leukosit PMN dan menyusul kemudian sel-sel monosit yang mengelilingi tuberculosis. Kelainan ini terutama terlihat pada jaringan paru dan mirip Pneumonia bakteri. Dalam masa eksudatif ini tuberculin adalah positif.2. Tipe ProduktifApabila sudah matang prosesnya lesi ini berbentuk granuloma yang kronik, terdiri dari 3 zona.:a) Zona Sentral dengan sel raksasa yang berinti banyak dan mengandung tuberculosis.b) Zona Tengah yang terdiri dari sel-sel epitel yang tersusun radialc) Zona yang terdiri dari fibroblast, limfosit, dan monosit. Lambat laun zona luar akan berubah menjadi fibrotik dan zona sentral akan mengalami perkijuan. Kelainan seperi ini disebut sebagai tuberkel.Perjalanan Kuman tuberculosis di dalam tubuh.Kuman menjalar melalui saluran limfe ke kelenjar getah bening atau ductus thoracicus atau Organ tubuh melalui aliran darah atau dapat juga langsung dari proses perkijuan masuk ke vena atau pecah ke bronkus atau tersebar ke seluruh paru-paru atau tertelan ke tractus digastivus.

1.3.3. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis

Penyebab penyakit TB adalah kuman Mycobacterium tuberculosis, yang berbentuk batang lurus atau agak bengkok, berukuran panjang 1 sampai 5 dan lebar 0.2 sampai 0.8 . dapat ditemukan bentuk sendiri maupun berkelompok. Kuman ini merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak, tidak berspora, dan tidak bersimpai. Micobacterium tuberculosis yang merupakan basil tahan asam dan dapat dilihat dengan pewarnaan Ziehl - Neelsen (karbol fuksin). Pada pewarnaannya M. tuberculosis tampak seperti manik-manik atau tidak terwarnai secara merata. Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Bakteri ini juga disebut basilus Koch.1.3.4. Epidemiologi

Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik erkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%.Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HI dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%.Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negar pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.

Meskipun secara nasional menunjukkan perkembangan yang meningkat dalam penemuan kasus dan tingkat kesembuhan, pencapaian di tingkat provinsi masih menunjukkan disparitas antar wilayah (lihat tabel).Sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka penemuan kasus (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian 70% CDR dan 85% kesembuhan.

Tabel Pencapaian target pengendalian TB per provinsi 2009CDR 70% C

DR < 70%

Dengan angka nasional proporsi kasus relaps dan gagal pengobatan di bawah 2%, maka angka resistensi obat TB pada pasien yang diobati di pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah. Namun demikian, sebagian besar data berasal dari Puskesmas yang telah menerapkan strategi DOTS dengan baik selama lebih dari 5 tahun terakhir. Probabilitas terjadinya resistensi obat TB lebih tinggi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop out pengobatan karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tinggi. Data dari penyedia pelayanan swasta belum termasuk dalam data di program pengendalian TB nasional. Sedangkan untuk rumah sakit, data yang tersedia baru berasal dari sekitar 30% rumah sakit yang telah melaksanakan strategi DOTS. Proporsi kasus TB dengan BTA negatif sedikit meningkat dari 56% pada tahun 2008 menjadi 59% pada tahun 2009. Peningkatan jumlah kasus TB BTA negatif yang terjadi selama beberapa tahun terakhir sangat mungkin disebabkan oleh karena meningkatnya pelaporan kasus TB dari rumah sakit yang telah terlibat dalam program TB nasional. Jumlah kasus TB anak pada tahun 2009 mencapai 30.806 termasuk 1,865 kasus BTA positif. Proposi kasus TB anak dari semua kasus TB mencapai 10.45%.Angka-angka ini merupakan gambaran parsial dari keseluruhan kasus TB anak yang sesungguhnya mengingat tingginya kasus overdiagnosis di fasilitas pelayanan kesehatan yang diiringi dengan rendahnya pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan.

1.3.4.1. Epidemiologi penyakit TB dapat juga digambarkan menurut Trias Epidemiologi adalah Agent, Host dan Environment sebagai berikut :a. Agent TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri gram positif, berbentuk batang halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic. Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Pathogenesis hamper rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi modern, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru .Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi congenital yang jarang terjadi . b. Host Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian :a).Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita b) Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita c). Puncak sedang pada usia lanjut .Dalam prkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari risiko infeksi .Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi .c. Environment Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis .Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, pengangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini .Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya .1.3.4.2. Epidemiologi penyakit TB dapat juga digambarkan menurut Variabel Epidemiologi adalah Person (orang), Place (tempat) dan Time (waktu) sebagai berikut :a. Distribusi menurut orang. Distribusi menurut umur Distribusi menurut jenis kelamin. Distribusi menurut etnikb. Distribusi menurut tempat.c. Distribusi menurut waktu.EPIDEMIOLOGI a. Person / Orang Umur Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, anak-anak, kaya dan miskin serta dimana saja. Sebagian besar penderita TB Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun.Data WHO menunjukkan bahwa kasus TB di Negara berkembang banyak terdapat pada umur produktif 15-29 tahun,Sejalan dengan penelitian Rizkiyani (2008) yang menunjukkan jumlah penderita baru TB Paru positif 87,6% berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut ( 55 tahun). Jenis KelaminPenyakit TB Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak,laki-laki dan perempuan.TB Menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Serupa dengan WHO yang menunjukkan lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TB dan satu juta di antaranya meninggal setiap tahun. Etnik (Suku Bangsa)Suku bangsa atau golongan etnik adalah sekelompok manusia dalam suatu populasi yang memiliki kebiasaan atau sifat biologis yang sama. Walaupun klasifikasi penyakit berdasarkan suku bangsa sulit dilakukan baik secara praktis maupun secara konseptual, tetapi karena terdapat perbedaan yang besar dalam frekuensi dan beratnya penyakit diantara suku bangsa maka dibuat klasifikasi walaupun kontroversi. Pada umumnya penyakit yang berhubungan dengan suku bangsa berkaitan dengan faktor genetik atau faktor lingkungan, misalnya: (Penyakit sickle cell anemia, Hemofilia dan Kelainan biokimia sperti glukosa 6 fosfatase). b. Place / tempat Lingkungan TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang di tularkan melalui udara.Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi penyebaran TBC salah satunya adalah lingkungan yang kumuh,kotor .Penderita TB Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menetap pada lingkungan yang kumuh dan kotor. Kondisi Sosial EkonomiSebagai Penderita TB Paru adalah dari kalangan Miskin.Data WHO yang menyatakan bahwa angka kematian akibat TB sebagai besar berada di Negara berkembang yang relative miskin Wilayahresiko mendapatkan infeksi dan berkembangnya klinis penyakit TB Paru bergantung pada keberadaan infeksi dalam masyarakat misalnya Imigran dari daerah prevalensi tinggi TB, Ras yang beresiko tinggi dan kelompok etnis minorias(misal Afrika,Amerika,Amerika Indian,Asli Alaska,Asia,Kepulauan Pasifik dan Hispanik)c. Time / WaktuPenyakit TB Paru dapat menyerang siapa saja,dimana saja dan Kapan saja tanpa mengenal waktu,Apabila Kuman telah masuk ke dalam tubuh maka pada saat itu kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk terjadinya penyakit TB Paru.1.3.5. Cara PenularanKuman tuberculosis biasanya masuk ke dalam tubuh melalui hirupan nafas (air borne), tertelan, atau masuk melalui luka pada kulit. Jika terhirup oleh pernafasan kuman ini mengendap pada alveoli paru-paru, lalu difagosit oleh makrofag alveolus. Di dalam fagosit kuman ini terus berkembang biak. Fagosit yang berisi kuman yang dimakannya berfungsi sebagai alat pengangkut infeksi ke berbagai bagian tubuh.TB ditularkan oleh penderita melalui udara. Hal ini ditularkan dari orang ke orang melalui tetesan (droplet infection) dari tenggorokan dan paru-paru dari orang-orang dengan penyakit TB yang aktif. Udara yang sudah tercemar apabila terhirup maka berpotensi menimbulkan penyakit pada korban baru. Tetapi bukan berarti setiap orang yang menghirup udara ini menjadi penderita baru, hal ini sanagt tergantung dari jumlah udara yang terhirup serta ketahanan tubuh seseorang. Umumnya bakteri ini hanya menyerang paru. Tapi karena penyebarannya melalui pembuluh darah dan kelenjar getah bening, maka berbagai organ dapat diserang juga. Beberapa organ itu antara lain tulang, ginjal, otak dll.1.3.6. Pengobatan TB (lihat Evidence Based Medicine).Penatalaksanaan yang diberikan ialah pemberian Obat Anti TB (OAT) kombinasi dosis tetap (KDT) dewasa. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan pasien, yaitu 50 kg maka obat yang diberikan adalah 3 tablet OAT (1 tablet mengandung Rifampisin 150 mg, Isoniazid 100 mg, dan Pirazinamid 400 mg serta Etambutol 275 mg) setiap harinya selama 2 bulan pertama. Selain diberikan OAT-KDT, pasien juga diberikan vitamin B6 (piridoksin) 2x1 tablet. Ada kondisi-kondisi tertentu yang mengakibatkan penurunan kadar B6 dalam tubuh, salah satunya adalah penggunaan OAT berupa Isoniazid.Selain itu efek samping ringan dari Isoniazid adalah kesemutan, mati dan nyeri otot atau gangguan kesadaran serta kelainan kulit yang bervariasi, antara lain gatal-gatal.Ini dapat dikurangi dengan pemberian Pyridoxin.Kelangsungan hidup atau prognosis pasien TB juga ditentukan dari keberhasilan pengobatan. Ada beberapa sebab kegagalan pengobatan, antara lain: panduan obat tidak adekuat, dosis obat tidak cukup, minum obat tidak teratur, jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya, terjadi resistensi obat dan bila terjadi resistensi obat harus diwaspadai yakni bila dalam 1-2 bulan pengobatan tahap intensif, tidak terlihat perbaikan. Permasalahan terbesar dari pasien TB sekarang adalah akibat terjadinya resistensi obat atau multi drugs resistant (MDR) yang memberikan sumbangsing anka kematian TB cukup besar. MDR terjadi karena pasien berhenti minum obat anti-TB yang dapat berisiko bagi diri mereka sendiri dan orang lain. MDR adalah resiko yang sangat nyata. Infeksi XDR-TB sangat sulit untuk mengobati dan ditandai dengan kematian yang tinggi. Untuk menghindari dan menyukseskan program TB nasional, maka tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah:a. Mengajarkan panduan obat dengan baik dan berkelanjutan, b. Pemberian dosis obat yang cukup sesuai dengan dosis yang ditentukan, c. Meminta dan mengawasi minum obat setiap hari dan teratur, d. Melakukan pengobatan sebagaimana jangka waktunya, e. Melakukan evaluasi pengobatan dan sputum secara berkala guna mendeteksi secara kemungkinan terjadinya MDR.

Panduan OAT pada TB paru (WHO 1993)

Panduan OATKlasifikasi danFase AwalFaseTipe penderitalanjutanKatagori 1* BTA(+) baru2HRZS(E)4RH* Sakit berat:BTA(-)2RHZS(E)4R3H3 luar paruKatagori 2Pengobatan ulang:* Kambuh BTA(+)2RHZES/1RHZE5RHE* Gagal2RHZES/1RHZE5R3H3E3Katagori 3* TB paru BTA(-)2RHZ4RH* TB luar paru2RHZ/2R3H3Z34R3H3Keterangan2HRZ = tiap hari selama 2 bulan4RH = tiap hari selama 4 bulan4H3R3 = tiga kali seminggu selama 4 bulan Dosis obat antituberkulosisObat DOSIS Setiap hari 2 kali/minggu Tiga kali/minggu

1. Isoniazid5mg/kg15mg/kg15mg/kgmaks 300 mgmaks.900mgmaks: 900 mg2. Rifampisin10mg/kg10mg/kg10mg/kgmaks 600mg600mg600mg3. Pirazinamid15-30mg/kg50-70mg/kg50-70mg/kgmaks 2gmaks 4 gmaks 3 g4. Etambutol15-30mg/kg50mg/kg25-30 mg/kgMaks 2,5 g5. Streptomisin15mg/kg25-30mg/kg25-30 mg/kgmaks 1 gmaks 1.5 gmaks 1 g Etambutol tidak dianjurkan untuk anak-anak usia < 5 tahun karena gangguan penglihatan sulit dipantau (kecuali bila kuman penyebabnya resisten terhadap obat TB lainnya)

1.4. Permasalahan dalam lingkup kedokteran keluarga pada pelayanan lini terdepan (layanan kedokteran primer). Untuk memahaminya Baca Buku Panduan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Pendidikan Profesi Dokter Bagian IKM dan Ked-Kom FK UMI 2015 halaman 17 20.

BAB III.METODOLOGI STUDI KASUS

1.1. Lokasi dan Waktu melakukan Studi Kasus.1.1.1. Waktu Studi Kasus:1.1.2. Lokasi Studi Kasus:

1.2. Pengumpulan data /informasi tentang penyakit atau permasalahan kesehatan dengan melakukan komunikasi personal dengan pasien dan atau keluarganya dan analisis data.

1.3. Pengumpulan data dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya secara langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan how.

BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. HASIL STUDI KASUSA. PASIENTn.S, laki-laki, berusia 35 tahun, BB 40 Kg, TB 175 Cm datang ke praktik Dokter Layanan Primer dengan keluhan batuk berdahak yang telah dialami dalam 2 bulan ini. Namun, pagi ini Tn.S batuk berdahak bercampur darah, kemudian Tn.S datang berobat ke Puskesmas dan dilakukan pemeriksaan TD:120/80 mmHg, sputum dengan hasil +2, dan pemeriksaan radiologis dengan hasil tampak gambaran bercak infiltrat dan kavitas pada lapangan paru kanan atas dan Tn.S di diagnosis sebagai penderita TB Paru, kemudian ditatalaksana dengan obat anti TB. Selama ini Tn.S enggan berobat ke Dokter karena khawatir di diagnosa TB Paru. Nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dalam sebulan terakhir. Tn.S dan keluarga juga diberi edukasi terkait penyakit tuberkulosis, anjuran untuk melakukan pengobatan TB secara teratur, dan melaksanakan modifikasi gaya hidup. Berdasarkan hasil pemeriksaan (anamnese, fisik,laboratorium, EBM) dapat disimpulkan bahwa telah dilakukan penatalaksanaan pasien dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis evidence based medicine. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai dengan didapatkan berkurangnya BTA pada pemeriksaan mikroskopis sputum.Informasi hasil pemeriksaan tambahan: Batuk berdahak sudah 2 bulan. Batuk berdahak bercampur darah baru tadi pagi. Darah berwarna merah terang. TD 120/80 mmHg. Demam sub febril (+) Keringat di malam hari (+) Tn. S takut kalau penyakitnya adalah TBC Kurang pengetahuan tentang TBC Kepatuhan dalam berobat kurang Perilaku terhadap batuk. Tn. S bekerja sebagai pelayan rumah makan. Tn. S masih dapat bekerja dengan baik, tanpa bantuan siapapun. (Derajat-1 minimal)

Pada pemeriksaan fisik Tn.S di dapatkan: - Berat badan 40 kg , tinggi badan 175 cm. - Fremitus mengeras pada lapangan paru kanan atas, dan suara pernapasan dijumpai bronkial pada lapangan paru kanan atas. Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan: - Hasil pemeriksaan dahak pasien BTA (+2). - Pada pemeriksaan radiologis Tn.S tampak gambaran bercak infiltrat dan kavitas pada lapangan paru kanan atas. Pada hasil uji Tuberkulin: - Hasil pemeriksaan Tuberculin skin test (+) pada A, sedangkan B (-). - Ternyata keduanya sejak lahir belum pernah mendapat imunisasi BCG

B. KELUARGA Tn.S tinggal serumah dengan istri dan 2 anaknya (A dan B yang masing-masing berusia 12 dan 3 tahun), serta ayahnya yang sakit-sakitan, di rumah susun sederhana dengan ventilasi yang kurang memadai. Tn. S takut dipecat dari pekerjaannya bila ternyata dia menderita TBC, dan lebih fatal lagi kalau istrinya (Ny. S) juga dipecat, karena selama ini Ny.S bekerja paruh waktu sebagai pengasuh anak di rumah majikan Tn.S. Dari hasil anamnesis lanjutan dijumpai Ayah Tn.S dalam masa pengobatan obat anti tuberkulosis selama 1 bulan ini. Dari hasil anamnese dijumpai Ayah Tn.S dalam masa pengobatan obat anti tuberkulosis selama 1 bulan ini. Istrinya (Ny.S) bekerja paruh waktu sebagai pengasuh di rumah majikan Tn.S.1.2. PEMBAHASAN1.2.1. Anamnese Aspek Personal Tn S, Lk, 35 tahun Datang ke Dokter Layanan Primer (DLP) = PUSKESMAS dengan keluhan batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu, pagi ini batuk berdahak bercampur darah, berwarna merah terang.

Kekhawatiran Takut sakit TB Takut dipecat dari pekerjaan apabila benar menderita TB Takut isterinya juga akan kehilangan pekerjaan Harapan Tidak menderita TB Aspek Klinik Batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu, pagi ini batuk berdarah berwarna merah terang. Demam subfebril (+) Keringat malam hari (+) Selera makan (-) Berat Badan menurun dalam sebulan terakhir. Aspek Faktor Resiko Internal Kurangnya pengetahuan tentang TB Kepatuhan dalam berobat kurang Perilaku terhadap batuk yang buruk Gizi buruk Aspek Faktor Resiko Eksternal Tinggal di rumah dengan isteri, 2 anak dan ayah yang sakit TB Tempat tinggal : Rumah Sangat Sederhana, padat dan ventilasi kurang memadai Ayah Tn.S sedang pengobatan OAT (1 bulan pertama fase aktif ) Pekerjaan pelayan rumah makan Pekerjaan isteri pengasuh anak. Anak-anak belum memperoleh imunisasi BCG. Derajat Fungsional Tn S: Masih dapat bekerja dengan baik tanpa bantuan siapapun (derajat 1 minimal)1.2.2. Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda vital (T, N, P) misalnya: TD 120/80 mmHg Berat Badan 40 Kg, Tinggi Badan 175 cm, IMT 13.6 Paru : Fremitus mengeras pada lapangan paru kanan atas Suara pernapasan bronchial pada lapangan paru kanan atas1.2.3. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : BTA (+2) Radiologis : Foto thorax: gambaran bercak infiltrat dan kavitas pada lapangan paru kanan atas. Tuberkulin test anak : A : (+) dan B : (-)1.2.4. Genogram (Pohon Keluarga)

1.2.5. Diagnosis Holistik (Bio-psiko-sosial)a. Diagnose Klinis: TBC Paru BTA positif dengan gizi buruk.b. Diagnose Psikososial: kecemasan akan dipecat, kemungkinan anak isteri tertular, penularan dari ayahnya Tn.S, Sosek rendah, sanitasi lingkungan buruk (tidak sehat)1.2.6. PenanganannyaBersifat komprehensifA. Pencegahan primer Promosi kesehatan dengan pendekatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).1. Perbaikan kondisi ventilasi rumah2. Meningkatkan status gizi3. Memperbaiki perilaku batuk, misalnya memakai masker (APD) Proteksi spesifik : memberikan imunisasi pada anak yang test tuberkulinnya (-)

B. Pencegahan secunder Terapi untuk Pasien Medikamentosa : OAT selama minimal 6 bulan (untuk katagori I) Perbaikan status gizi (diet TKTP) yang disesuaikan dengan berat badan ideal dan istirahat dirumah agar tidak menular ke orang lainselama 2 minggu. Faktor internal : Edukasi memperbaiki pengetahuan tentang TB, mengajarkan perilaku batuk, penggunaan masker dan menyuruh isteri sebagai PMO. Faktor eksternal: memperbaiki ventilasi rumah (dengan membuka pintu dan jendela khususnya pada pagi hari). Motivasi keluarga agar mendukung proses pengobatan pasien Test screening HIV pada Tn.S Terapi untuk Keluarga Terapi untuk anak pertama (A) INH 10 mg/Kg BB/hari untuk anak dengan test tuberkulin (+) sebagai profilaksis selama 6 bulan Untuk anak kedua (B) terapi INH 5 -10 mg/KgBB/hari selama 6 bulan untuk anak dengan kontak erat dengan penderita TB dengan BTA (+) setelah selesai imunisasi catch up BCG Proteksi diri dan edukasi untuk isteri Tn.S Untuk Ayah Tn.S : terapi OAT dilanjutkan dengan isteri Tn S (menantu) sebagai PMO dengan sistem Direcly Observed Treatment Shortcours (DOTS)

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

1.1. KesimpulanBerdasarkan hasil studi kasus TB yang dilakukan di layanan primer (PUSKESMAS) mengenai penatalaksanaan penderita TB dengan pendekatan diagnose holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:1. Diagnose Klinis : Tn.S menderita TB Paru dengan hasil pemeriksaan mikroskopis sputum BTA (+) dengan penatalaksanaan pemberian obat anti TB (OAT) minimal 6 bulan untuk katagori I; disertai dengan pemberian penyuluhan (edukasi) tentang pengobatan secara teratur, rutin memeriksakan diri dipelayanan kesehatan primer (Puskesmas).2. Diagnose Psiko-sosial: Tn. S ada kecemasan akan dipecat, sosial ekonomi rendah, menderita kurang gizi dan sanitasi lingkungan (rumah) tidak sehat.3. Diagnose komunikasi : melakukan screening kepada orang yang terkontak, misalnya anak majikan.4. Gambaran dari Genogram : kemungkinan resiko penularan TB besar untuk anak dan isteri tertular TB.5. Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan fase intensif selesai dengan didapatkan berkurangnya BTA pada pemeriksaan mikroskopis sputum.1.2. SaranDari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Tn.S berupa : penyakit TB, pola hidup dan kebersihan rumah,serta gizi kurang maka disarankan untuk:1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan masalah TB;2. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit TB;3. Menatalaksanai pasien dengan modifikasi gaya hidup berupa:a. Menggunakan masker dalam beraktifitas sehari-hari;b. Mengkonsumsi makanan yang seimbang dan penuh dengan vitamin;c. Menjaga kebersihan, kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah;d. Latihan fisik atau olah raga teratur.e. Berobat secara teraturPohon Keluarga= Perempuan, Ny S, = Laki, Ayah Tn. S, TBC= Perempuan, Ibu Ny.S, ? = ? , A, Tes tuberkulin (+) = ? , B, Tes tuberkulin (-) = Laki, Tn. S, TBC, gizi buruk