laporan kasus ektima

24
LAPORAN KASUS EKTIMA Disusun Oleh: Kresensianes Yolia Hau Riberu 406148021 Dokter Pembimbing: Dr. Hendrik Kunta Adjie, SpKK

Upload: cresensianes-yolia-hau-riberu

Post on 10-Dec-2015

655 views

Category:

Documents


126 download

DESCRIPTION

kepaniteraan penyakit kulit & kelamin

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

EKTIMA

Disusun Oleh:

Kresensianes Yolia Hau Riberu

406148021

Dokter Pembimbing:

Dr. Hendrik Kunta Adjie, SpKK

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RS HUSADA-MANGGA BESAR

PERIODE 27 JULI – 29 AGUSTUS 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang

dilimpahkanNya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Laporan

Kasus dengan topik “Ektima”

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala

kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp.KK

dr. Maria Dwikarya, Sp.KK

dr. Juliana, M. Kes, Sp. KK

dr. Linda Soekamto

yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus kepaniteraan

kulit di RS Husada sejak 27 Juli 2015 s/d 29 Agustus 2015.

Dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan wacana-wacana yang

berkaitan dengan penyakit Ektima serta gambar-gambar yang diambil dari situs

internet.

Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga makalah ini dapat

memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, 10 Agustus 2015

Penulis

BAB I

LAPORAN KASUS

HASIL ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. L

Umur : 13 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Serang

Tgl/Jam Masuk : 8 Agustus 2015 / 10:20 WIB

Status Pekerjaan : Pelajar

Status Penikahan : Belum menikah

Agama : Islam

Dokter yang merawat : dr. Linda Soekamto

ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)

Keluhan Utama : Mengeluhkan luka pada kaki kanan sejak 2 minggu

yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS Husada,

Mangga Besar, dengan keluhan luka yang muncul pada

kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya pasien

merasa timbul bisul pada daerah tersebut, bisul tersebut

berisi cairan kental yang berwarna kekuningan.

Kemudian bisul tersebut pecah dan menjadi luka yang

akhirnya meninggalkan bekas kehitaman pada daerah

tersebut. Lesi tersebar ireguler pada daerah tungkai

kanan, terasa gatal, sehingga pasien sering menggaruk

dan pasien merasa terganggu dengan bekas yang

ditinggalkan. Tidak terdapat lesi pada bagian tubuh

lainnya. Pasien mengaku sering bermain tanpa

menggunakan alas kaki. Keluhan ini diakui baru

pertama kali dialami pasien. Tidak ada yang mengalami

hal serupa di keluarga. Riwayat panas badan

sebelumnya tidak ada. Pasien menyangkal adanya

gigitan serangga maupun riwayat alergi.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan serupa disangkal. Riwayat alergi ,

asma , dan riwayat penyakit kulit lainnya disangkal oleh

pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat keluhan serupa disangkal, riwayat penyakit

kencing manis diakui yaitu Ayah pasien

Riwayat Pengobatan : Lesi pasien dikompres dengan air hangat serta di

oleskan alkohol dan betadine, tetapi tidak ada

perbaikan.

Riwayat Sosial : Penderita adalah anak terakhir di keluarganya. Pasien

aktif bermain di sekitar rumah, termasuk bermain karet

di tanah tanpa menggunakan alas kaki.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

TANDA VITAL

Nadi : 80x/menit, reguler, kuat angkat

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 36,8 oC

Tekanan darah : 120 / 80 mmHg

Berat badan : 36 kg

Mata : konjungtiva anemis ( - / - ) , sklera ikterik ( - / - )

Mulut : lidah berselaput ( - )

THT : Dalam batas normal

KGB : Tidak teraba membesar

STATUS DERMATOLOGI

Distribusi : Regional

Regio : Tibialis dextra dan dorsum pedis dextra

Konfigurasi : Diskret

Efloresensi Primer : Pustul dan pustul yang telah pecah.

Warna : Eritematosa

Ukuran : Lentikuler

Jumlah : Multipel

Efloresensi sekunder : Ekskoriasi, ulkus, krusta

RESUME

Seorang anak perempuan berusia 13 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RS

Husada, Mangga Besar di antar oleh kakaknya. Dari anamnesis didapatkan pasien

datang dengan keluhan luka dan gatal di kaki kanan bagian bawah dan punggung

kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu, yang awalnya berupa bisul, timbul tiba-tiba

bukan karena gigitan serangga, kemudian bisul pecah dan mengeluarkan cairan

berwarna kekuningan. Yang kemudian semakin parah karena pasien menggaruk.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda tanda vital dalam batas normal , pada

pemeriksaan dermatologi ditemukan pustul, batas tegas, multipel, dengan ukuran

lentikuler antara 0,5 cm-1 cm, tersebar. Beberapa pustul pecah meninggalkan ulkus

berbentuk bulat, berbatas tegas, dasar tampak kotor, pinggiran ulkus meninggi,

daerah sekitar ulkus tertutup krusta berwarna kuning kehitaman terdistribusi

regional pada regio tibialis dextra dan dorsal pedis dextra. Riwayat sering bermain

tanpa menggunakan alas kaki. Riwayat panas badan sebelumnya tidak ada. Riwayat

penyakit yang sama dalam keluarga, tidak ada. Riwayat alergi tidak ada.

DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja : Ektima

Diagnosis Banding :

Impetigo Krustosa

RENCANA PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa

R/ Amoxicillin tab 500 mg No. XV

ʃ 3 dd tab 1 p.c

R/ Homoclomin 10mg no XV

ʃ 3 dd tab I p.r.n gatal

R/ Mupirocin 2% cream no I

ʃ s.u.e sehabis mandi

b. Non-medikamentosa

Edukasi pasien untuk tidak menggaruk lesi

Menasehati agar menjaga daya tahan tubuh dengan istirahat cukup

dan konsumsi makanan bergizi.

Menjaga hygine dengan mandi teratur dan mencuci pakaian yang

bersih, dan selalu memakai alas kaki saat berpergian maupun

bermain.

Menasehati agar teratur mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.

PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad functionam : Bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

Ad kosmeticam : Dubia ad malam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI DAN TERMINOLOGI

Ektima adalah pioderma kulit ulseratif yang umumnya disebabkan oleh

streptokokus beta hemolitikus. Penyebab lainnya bisa Stafilokokus atau kombinasi

dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang

ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah. Ektima memiliki

sinonim antara lain Ulcerative pyoderma, Cutaneous pyoderma, Impetigo, Deep

impetigo, Skin streptococci, Grup A beta-hemolitik streptococci, Ecthymatous ulcer,

Group A streptococci.1-3

EPIDEMIOLOGI

Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Di Bagian Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, insidennya 

menduduki tempat ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi.

Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan

orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada

anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai 18 tahun.2,4

Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari

pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling

terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik yang

didapatkan pada pasien ektima.2,4

Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada

orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis,

ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya mendapatkan

infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu Staphylococcus

aureus dan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang merupakan penyebab dari

penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini pula, ditemukan bahwa

kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima memiliki riwayat gigitan serangga

(73%). Di daerah perkotaan, lesi-lesi pada ektima disebabkan stafilokokus aureus dan

didapatkan pada pengguna obat-obatan intravena dan pasien terinfeksi HIV.1

ETIOLOGI

  Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya disebabkan

oleh Streptococcus β-hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari ektima pada

dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi Streptococcus,

karena pada banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus pyogenes. Ini

didasarkan pada isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari beberapa

Staphylococcus saja. 1,2

Streptococcus β-hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau menginfeksi

secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan jaringan (seperti

ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan imunokompromis (seperti

diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada pasien untuk timbulnya

ektima. Faktor-faktor predisposisi terjadinya ektima antara lain: gizi, hygiene

perorangan atau lingkungan, iklim, underlying disease misalnya diabetes melitus,

atopik, trauma dan penyakit kronik.2,4

PATOFISIOLOGI

Staphylococcus aureus  merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan

sistemik. Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal

sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G merupakan

bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein

pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap fagositosis.3

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa

toksin  yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik

dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara

berikatan langsung  pada molekul HLA-DR (Mayor Histocompability Complex II

(MHC II)) pada antigen-presenting cell  tanpa adanya proses antigen. Walaupun

biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima elemen dari

kompleks  reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi dengan variabel

dari pita B. Aktivasi  non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasan masif Tumor

Necrosis Factor-α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari

makrofag. Sitokin ini menyebabkan gejala klinis berupa demam, ruam erythematous,

hipotensi, dan cedera jaringan.3

Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopic

memainkan peranan penting dalam pathogenesis dari infeksi Staphylococcus. Adanya

trauma ataupun inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, trauma, dermatitis,

benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada pathogenesis dari penyakit

yang disebabkan oleh bakteri ini.2-4

GAMBARAN KLINIS

Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang

eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudian

terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Biasanya terdapat

kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superficial

dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar

merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu

dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat ditemukan pada daerah ekstremitas

bawah, wajah dan ketiak.2-4

Gambar 1.  Lesi tipikal ektima pada ektremitas bawah

Gambar 2. Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang kemudian

pecah membentuk ulkus.

 Gambar 3. Ektima. Ulkus dengan krusta tebal pada tungkai pasien yang menderita

diabetes dan gagal ginjal

Gambar 4. Ektima pada aksila

DIAGNOSIS

Anamnesis

Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah. Pasien

biasanya menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan kebersihan

dirinya.2,4        

Anamnesis ektima, antara lain2:

1. Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka.

2. Durasi. Ektima dapat terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang,

seperti gigitan serangga.

3. Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang, seperti

tungkai bawah.

4. Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah membentuk

ulkus yang tertutupi krusta

5. Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat menyebabkan

penyembuhan luka yang lama.

PEMERIKSAAN FISIK

Effloresensi ektima awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang

tertutupi krusta.1,5

Gambar 5. Krusta coklat berlapis lapis pada ektima

Gambar 6. Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang

dangkal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan gram dan

kultur. Bahan untuk pemeriksaan bakteri sebaiknya diambil dengan mengerok tepi lesi

yang aktif. Pemeriksaan dengan gram merupakan prosedur yang paling bermanfaat

dalam mikrobilologi diagnostik ketika dicurigai adanya infeksi bakteri. Sebagian

besar bahan yang diserahkan harus diapus pada gelas objek, diwarnai gram dan

diperiksa secara mikroskopik.2

Pada pemeriksaan mikroskopik, reaksi gram (biru-keunguan menunjukkan

organisme gram positif, merah gram negatif), dan morfologi bakteri (bentuk: kokus,

batang, fusiform atau yang lain) harus diperhatikan. Pada kultur atau biakan,

kebanyakan streptokokus tumbuh dalam pembenihan padat sebagai koloni discoid

dengan diameter 1-2 mm. Strain yang menghasilkan bahan simpai sering membentuk

koloni mukoid.2

Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus,

dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada

dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN. Infiltrasi

granulomatous perivaskuler yang dalam dan superficial terjadi dengan edema endotel.

Krusta yang berat menutupi permukaan dari ulkus pada ektima.2

Gambar 7. Pioderma

Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi

DIAGNOSIS BANDING

1. Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan

gambaran Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta.

Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya lebih

mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah dan punggung

serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi biasanya lebih dalam

berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya biasanya

pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa muda.1,2,3

Gambar 9. Impetigo. Eritema dan krusta pada seluruh daerah centrofacial

Gambar 10. Impetigo. Terlihat erosi, krusta, dan blister ruptur

KOMPLIKASI

Ektima jarang menyebabkan gejala sistemik. Komplikasi invasif pada infeksi kulit

streptokokus termasuk selulitis, erysipelas, gangren, limfadenitis supuratif dan

bakterimia. 2,3

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan ektima, antara lain1,5:

1. Nonfarmakologi

Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun

antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian.

2. Farmakologi

         Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah

komplikasi

a. Sistemik

Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik dibagi

menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.

1) Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)

- Dikloksasilin. Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari. Anak   

: 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.

- Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB

- Sefalosporin generasi pertama, seperti Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari selama

10 hari atau sefadroksil 2 x 10-15 mg/kgBB selama 5-7 hari

2) Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)

- Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari

- Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari

- Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.  Anak    : 12,5 - 50

mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.

Gambar 5: Obat Antimikroba untuk Infeksi Bakteri(8)

b.      Topikal

Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas  maka

digunakan pengobatan sistemik. Neomisin,  Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan

Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara topical.1

Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak digunakan

secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan memiliki angka

resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang valid.

Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki kestabilan terhadap perubahan suhu.

Neomisin memiliki efek bakterisidal secara in vitro yang bekerja spektrum luas gram

negatif dan gram positif. Efek samping neomisin berupa kerusakan ginjal dan ketulian

timbul pada pemberian secara parenteral sehingga saat ini penggunaannya secara

topical dan oral. 1

3. Edukasi

Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan badan dan

lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit kulit. 1

PROGNOSIS

Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut (skar).

PENCEGAHAN Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga untuk

mencegah gigitan serangga.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Pioderma, Dalam: Djuanda A,eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2008. p. 57-60.

2. Loretta D. Ecthyma. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com.

Dikutip pada tanggal 9 Januari 2012.

3. Craft N, et al. Superficial Cutaneous Infections and Pyoderma, In: Wolff Klause,

Goldsmith Lowell, Katz Stephen, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. p. 1694-701.

4. Cevasco N.C. Common Skin Infection, Bacterial Infection. Available from:

URL: http://www.clevelandclinicmeded.com. Dikutip pada tanggal 9 Januari

2012

5. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah

Denpasar tahun 2007.