laporan kasus drug eruption gunarsa.docx

22
1 BAB I PENDAHULUAN Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh. Salah satu gangguan tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap suatu obat. Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption itu sendiri ialah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik. 1,2 Pemberian dengan cara sistemik di sini berarti obat tersebut masuk melalui mulut, hidung, rektum, vagina, dan dengan suntikan atau infus. Sedangkan reaksi alergi yang disebabkan oleh penggunaan obat dengan cara topikal, yaitu obat yang digunakan pada permukaan tubuh mempunyai istilah sendiri yang disebut dermatitis kontak alergi. 2,3 Tidak semua obat dapat mengakibatkan reaksi alergi ini. Hanya beberapa golongan obat yang 1% hingga 3% dari seluruh pemakainya akan mengalami erupsi obat alergi atau erupsi obat. Obat-obatan tersebut yaitu; obat anti inflamasi non steroid (OAINS), antibiotik; misalnya penisilin dan derivatnya, sulfonamid, dan obat-obatan antikonvulsan. 2,4 Menurut WHO, sekitar 2% dari seluruh jenis erupsi obat yang timbul tergolong ‘serius’ karena reaksi alergi obat yang timbul

Upload: haruno-rosydz

Post on 02-Oct-2015

37 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh. Salah satu gangguan tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap suatu obat. Erupsi obat alergi atau allergic drug eruption itu sendiri ialah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik.1,2 Pemberian dengan cara sistemik di sini berarti obat tersebut masuk melalui mulut, hidung, rektum, vagina, dan dengan suntikan atau infus. Sedangkan reaksi alergi yang disebabkan oleh penggunaan obat dengan cara topikal, yaitu obat yang digunakan pada permukaan tubuh mempunyai istilah sendiri yang disebut dermatitis kontak alergi.2,3 Tidak semua obat dapat mengakibatkan reaksi alergi ini. Hanya beberapa golongan obat yang 1% hingga 3% dari seluruh pemakainya akan mengalami erupsi obat alergi atau erupsi obat. Obat-obatan tersebut yaitu; obat anti inflamasi non steroid (OAINS), antibiotik; misalnya penisilin dan derivatnya, sulfonamid, dan obat-obatan antikonvulsan. 2,4 Menurut WHO, sekitar 2% dari seluruh jenis erupsi obat yang timbul tergolong serius karena reaksi alergi obat yang timbul tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit bahkan mengakibatkan kematian. Sindrom Steven-Johnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal Toksis (NET) adalah beberapa bentuk reaksi serius tersebut. 4,5 Perlu ditegakkan diagnosa yang tepat dari gangguan ini memberikan manifestasi yang serupa dengan gangguan kulit lain pada umumnya. Identifikasi dan anamnesa yang tepat dari penyebab timbulnya reaksi obat adalah salah satu hal penting untuk memberikan tatalaksana yang cepat dan tepat bagi penderita dengan tujuan membantu meningkatkan prognosis serta menurunkan angka morbiditas.1,4,5

BAB IILAPORAN KASUS

2.1 Identitas PasienNama: Tn. SJenis Kelamin: Laki-lakiUsia: 25 tahunAlamat: Cipari (Cilacap)Status: Belum MenikahSuku Bangsa: JawaTanggal pemeriksaan: 2 September 2014Pekerjaan : Penambang emas di Banyuwangi2.2Anamnesis : autoanamnesisKeluhan Utama :Pasien mengeluh terdapat bintik-bintik yang disertai kemerahan yang terasa gatal, panas dan nyeri di seluruh tubuh sejak 2 minggu yang laluRiwayat Penyakit Sekarang :Pasien mengeluh terdapat bintik-bintik yang disertai kemerahan sejak 2 minggu yang lalu, bintik-bintik terasa gatal, panas dan nyeri. Pasien juga merasa badannya terasa tidak enak karena pasien mengalami demam di mess saat mengalami gatal-gatal ini. Bintik-bintik yang di alam pasien iini timbul mendadak, yang pertama kali di rasakan di punggung lalu ke esokan harinya di saat pagi hari pasien merasa di dada dan perut terasa gatal dan kemerahan dengan bintik-bintik berwarna kuning dan siang harinya timbul di tangan dan kaki dengan keluhan yang sama. Pasien merasa seiring berjalannya waktu bintik-bintik kuning ini dirasakan semakin banyak banyak di seluruh tubuh. Keluhan ini disertai rasa gatal, panas dan nyeri. Pasien merasa sangat gatal sehingga tidak tahan untuk mengggaruknya.Dua hari setelah pasien merasa gatal, panas dan nyeri yang disertai bintik-bintik kuning yang semakin banyak diseluruh tubuh, pasien sempat berobat di puskesmas daerah tempat pasien bekerja dan di berikan obat berwarna putih untuk menghilangkan demam dan obat berwarna kuning untuk menghilangkan gatal. Pasien merasa setelah melakukan pengobatan tidak ada perubahan yang lebih baik tapi merasa perburukan karena bintik-bintiknya semakin hari semakin bertambah di seluruh tubuh pasien dan gatalnya tidak kunjung menghilang, sehingga pasien sering menggaruknya dan bintik-bintik itu pecah sehingga mengeluarkan cairan.Keesokan harinya pasien memutuskan untuk pulang ke cipari lalu 2 hari setelahnya pasien memutuskan untuk berobat ke puskesmas yang berada di cipari karena obat yang di berikan sebelumnya sudah habis dan tidak ada perbaikan karena bintik-bintik kekuningan yang berada di seluruh tubuh paien banyak yang mengeluarkan cairan dan kemerahannya berubah menjadi hitam. Di Puskesmas Cipari pasien di sarankan untuk berobat ke Rumah sakit untuk di obati oleh dokter kulit.Sebelum berangkat untuk bekerja di banyuwangi pasien sempat sakit batuk-batuk dan nyeri saat menelan dan diberikan obat sisa bekas orang tuanya sewaktu sakit yang sama, pasien tidak mengetahui obat jenis apa yang diberikan oleh orang tuanya.Pasien belum pernah seperti ini sebelumnya, tetapi mulai seperti ini setelah pasien bekerja di pertambangan emas di banyuwangi. Pasien sering kontak dengan bahan-bahan kimia karena bahan-bahan kimia tersebut dipakai dalam proses penambangan emas.Pasien tidak bermasalah dalam hal kebersihan karena sebelum dan setelah selesai bertambang pasien selalu mandi.Di lingkungan keluarga dan di mess tempat tinggal selama bekerja di pertambangan tidak ada keluarga dan rekan pasien yang mengalami gatal-gatal berbintik seperti yang di alami pasien. Rekan kerja pun tidak ada yang mengeluh sakit yang memungkinkan bisa menularkan suatu penyakit ke pasien.Lokasi bekerja pasien adalah di luar ruangan yang memungkinkan terkena sinar matahari secara langsung dan lingkungan yang lembab karena sering kontak dengan air.Riwayat pengobatan:Pasien tidak mengetahui nama dan jenis obat yang diberikan orang tuanya, tetapi pasien meminum obat penghilang gatal dan penurun panas yang di dapat dari puskesmas sejak 4 hari mengalami keluhan. Penggunaan salep, obat, minyak kayu putih dan minyak tawon disangkal.Riwayat atopi/alergi :Pasien tidak mempunyai alergi apapun baik makanan, obat dan cuacaRiwayat keluarga :Adik pasien mempunyai alergi obat. (namun pasien lupa nama obatnya)Riwayat minum jamu :Pasien jarang meminum jamu. Jamu yang biasa di konsumsi jamu beras kencur tetapi beberapa bulan sebelum berangkat untuk bekerja di Banyuwangi pasien tidak mengkonsumsi jamu dan pasien tidak pernah meminun alkohol.Riwayat Psikososial :Pasien rutin membersihkan diri dengan mandi dua atau tiga kali sehari memakai sabun Lifebouy2.3Status DermatologisDistribusi: GeneralisataLesi: lentikuler, diskrit, multipleEfloresensi: Eritema, papula, pustula, hiperpigmentasi, krusta, skuama

2.4Status GeneralisKeadaan umum: Tampak sakit sedang, compos mentis, gizi baikBerat badan: 50kgTanda- tanda vital: Tekanan darah: 110/70 Nadi: 76x/menit Laju pernapasan: 24x/menitKepala/leher : Anemis (-), Ikterus (-), Kaku kuduk (-), Pembesaran kelenjar getah bening (-) Palpebra edema (-)Thoraks: Paru : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Jantung : S1S2 single, murmur (-), gallop (-)Abdomen: flat, soefl, bising usus (+) normal, meteorismus (-)Extremitas : anemis (-), ikterik (-), edema (-)2.5ResumeSeorang laki-laki yang berumur 25 tahun yang bekerja di pertambangan datang ke Rumah Sakit dengan keluhan kemerahan yang disertai bintik-bintik kekuningan yang terasa gatal, panas dan nyeri yang seiring berjalannya waktu keluhan semakin bertambah hebat. Saat keluhan datang pasien sempat demam. Pasien sempat mendapatkan pengobatan ketika berobat ke Puskesmas. Pasien sering kontak dengan bahan kimia dengan lingkungan kerja yang langsung terkena sinar matahari dan lembab. Status Dermatologis : Generalisata, Lesi : lentikuler, diskrit, multiple. Efloresensi : Eritema, papula, pustula, hiperpigmentasi, krusta, skuama.2.5 Diagnosis Banding1. Pustulosis Eksantemosa Generalisata Akut (PEGA)2a. Penyebab : alergi obat, hipersensitivitas terhadap merkuri, dermatitis kontakb. Umur: Semua umurc. Jenis kelamin: frekwensi Pria sama dengan Wanitad. Daerah/musim: Lembabe. Kebersihan: Tidak berpengaruhf. Lokalisasi: Seluruh Tubuhg. Efloresensi: eritema, pustul, erosi, krusta, skuama, lesi targeth. Gejala klinis: demam, gatal, nyeri2. Sindroma Steven Johnson2,6a. Penyebab: infeksi, alergi obat, faktor fisik, kontaktanb. Umur: usia dewasac. Jenis kelamin: frekwensi Pria sama dengan Wanitad. Daerah/musim: lebih sering pada cuaca dingine. Kebersihan: tidak berpengaruhf. Lokalisasi: seluruh tubuh kecuali kepala yang berambutg. Efloresensi: eritema, vesikel, bula, erosi, purpura, lesi targeth. Gejala klinis: demam, kelainan selaput lendir di orifisium, konjunctivitis3. Eritema multiformis7a. Penyebab: alergi obatb. Umur: dewasac. Jenis kelamin: frekwensi Pria sama dengan Wanitad. Daerah/musim: panas atau dingine. Kebersihan: kurang baikf. Lokalisasi: punggung tangan, telapak tangan dan kaki, bagian ekstensor ekstremitas, selaput lendir dan genitaliag. Efloresensi: makula, eritema, vesikel, bula, terget selh. Gejala klinis: demam, malaise, kesadaran menurun4. Ektima8a. Penyebab: Streptokokus piogenik, Stafilokokusb. Umur: anak lebih tinggi dari dewasac. Jenis kelamin: frekwensi Pria sama dengan Wanitad. Daerah/musim: Tropis, panas dan lembabe. Kebersihan: kurang baikf. Lokalisasi: ekstremitas bawah, wajah dan ketiakg. Efloresensi: makula, eritema, vesikel, pustul, krustah. Gejala klinis: gatal5. Dermatitis Kontak Toksik9a. Penyebab: iritan seperti asam dan basa kuatb. Umur: semua umurc. Jenis kelamin: frekwensi Pria sama dengan Wanitad. Daerah/musim: tidak berpengaruhe. Kebersihan: kurang baikf. Lokalisasi: seluruh tubuhg. Efloresensi: eritema, vesikel, bula, erosi

2.7 Diagnosis Pustulosis Eksantemosa Generalisata Akut (PEGA)Berdasarkan teori semua gejala dan status dermatologis pada buku terdapat pada pasien2.a. Penyebab : alergi obat, hipersensitivitas terhadap merkurib. Umur: Semua umurc. Jenis kelamin: frekwensi Pria sama dengan Wanitad. Daerah/musim: Lembabe. Kebersihan: Tidak berpengaruhf. Lokalisasi: Seluruh Tubuhg. Efloresensi: eritema, pustul, erosi, krusta, skuama, lesi targeth. Gejala klinis: demam, gatal, nyeri

2.7 Rencana Pemeriksaan Penunjang1. Histopatologis : diharapkan di dapati pustul intera epidermal yang disertai edema dermis, vaskulitis, infiltrat polimorfonuklear perivaskuler dengan eusinofil atau nekrosis fokal sel-sel keratinosit2.2. Pemeriksaan dungsi liver : diharapkan dalam batas normal karena obat methylprednisolone dan loratadine mempengaruhi fungsi hepar2.8Terapi1. Methylprednisolone tablet 4 mg (3x1 tab)2. Loratadine tablet 10 mg (3x1 tab)3. Krim Betamethasone Valerat 0,1% (s.u.e) pagi dan sore

PROGNOSIS Quo Ad Vitam: Ad Bonam Quo Ad Functionam: Ad Bonam Quo Ad Sanationam: Ad Bonam

1. METHYLPREDNISOLON

FarmakologiMetilprednisolon adalah glukokortikoid turunan prednisolon yang mempunyai efek kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya. Metilprednisolon tidak mempunyai aktivitas retensi natrium seperti glukokortikosteroid yang lain. 10

Komposisi:Methylprednisolone Tiap tablet mengandung :Metilprednisolon 4 mg , 8 mg, 16 mg

IndikasiAbnormalitas fungsi adrenokortikal, penyakit kolagen, keadaan alergi dan peradangan pada kulit dan saluran pernafaan tertentu, penyakit hematologik, hiperkalsemia sehubungan denga kanker. 11

Kontraindikasi 10 Infeksi jamur sistemik pada pasien hipersensitif. Pemberian kortikosteroid yang lama merupakan kontraindikasi pada ulkus duodenum dan peptikum, osteoporosis berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes. Pasien sedang diimunisasi.

DosisDewasa Dosis awal dari metilprednisolon dapat bermacam macam dari 4 mg 48 mg per hari, dosis tunggal atau terbagi, tergantung keadaan penyakit. Dalam sklerosis multipel: Oral 160 mg sehari selama 1 minggu, kemudian 64 mg setiap 2 hari sekali dalam 1 bulan. 11Anak anakInsufisiensi adrenokortikal:Oral 0,117 mg/kg BB atau 3,33 mg per m2luas permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi tiga.10

Indikasi lainOral 0,417 mg 1,67 mg /kg BB atau 12,5 mg 50 mg per m2luas permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi 3 atau 4.11

Peringatan dan perhatian 11 Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui, kecuali memang benar benar dibutuhkan, dan bayi yang lahir dari ibu yang ketika hamil menerima terapi kortikosteroid ini harus diperiksa. Kemungkinan adanya gejala hipoadrenalism. Pasien yang menerima terapikortikosteroid ini dianjurkan tidak divaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi, untuk mencegah kumungkinan bahaya neurologi. Tidak dianjurkan untuk bayi dan anak anak, karena penggunaan jangka panjang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika kortikosteroid digunakan pada pasien TBC laten atau Tuberculin Reactivity perlu dilakukan pengawasan yang teliti sebagai pengaktifan kembali penyakit yang terjadi. Ada peningkatan efek kortikosteroid pada pasien dengan hipotiroid dan sirosis. Tidak dianjurkan penggunaan pada penderita ocular herpes simplex, karena kemungkinan terjadi perforasi kornea. Pemakaian obat obat ini dapat menekan gejala gejala klinis dari suatu penyakit infeksi. Pemakaian jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi penyakit.

Efek Samping 11Efek samping biasanya terlihat pada pemberian jangka panjang atau pemberian dalam dosis besar, misalnya gangguan elektrolit dan cairan tubuh, kelemahan otot, retensi terhadap infeksi menurun, gangguan penyembuhan luka, meningkatnya tekanan darah, katarak, gangguan pertumbuhan pada anak anak, insufisiensi adrenal, Cushings Syndrome, osteoporosis, tukak lambung.

Interaksi Obat 10 Berikan makanan untuk meminimumkan iritasi gastrointestinal. Penggunaan bersama sama antiinflamasi non-steroid atau antireumatik lain dapat mengakibatkan risiko gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal. Penggunaan bersama sama dengan antidibetes harus dilakukan penyesuaian dosis. Pasien yang menerima vaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi.

2. BETAMETHASON VALERAT Betametason adalah obat kortikosteroid yang mengandung fluor, mempunyai daya kerja yang besar. Akan tetapi penggunaan obat kortikosteroid yang mengandungfluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pernbuluh nadi halus yang bersifat perrnanen sampai terjadi atropi kulit. Betametason dalam bentuk krim biasanya merupakan senyawa Betametason Valerat. 11

Komposisi:Tiap gram krim mengandung Betamethason Valerat yang setara dengan Betamethason 1 mg. 11

Cara Kerja Obat:Betamethason valerat merupakan suatu kortikosteroid topikal yang mempunyai sifat anti inflamasi, anti pruritik dan vasokonstriktif. 6

Indikasi:Untuk meringankan inflamasi dari dermatosis yang responsif terhadap kortikosteroid.10

Kontraindikasi 11-TBC kulit-Tidak untuk penyakit kulit yang disebabkan oleh virus seperti: cacar, herpes zoster dan setelah vaksinasi.-Tidak untuk infeksi yang disebabkan jamur.-Rosacea, acne vulgaris-Dermatitis perioral, genital pruritus-Penderita yang hipersensitif terhadap komponen diatas.

Dosis:Dioleskan secara tipis dan merata pada bagian kulit yang meradang / sakit, dilakukan 2 atau 3 kali sehari atau sesuai dengan petunjuk dokter. 10

Efek Samping:Penggunaan kortikosteroid topikal dapat menyebabkan efek samping lokal seperti: kulit kering, gatal-gatal, rasa terbakar, iritasi, folikulitis, hipertrikosis, erupsi menyerupai acne, hipopigmentasi, dermatitis perioral, dermatitis alergi kontak.11Peringatan dan Perhatian: 12-Hanya untuk penggunaan luar, tidak untuk mata.-Penggunaan topikal steroid jangka waktu lama atau pengobatan pada daerah yang luas dapat terjadi absorbsi sistemik adalah meningkat.-Pemakaian jangka waktu lama dan berkelanjutan dapat menyebabkan perubahan kulit yang atropik.-Hentikan pengobatan bila terjadi iritasi atau sensitisasi.-Hindari penggunaan dalam jangka panjang terutama untuk anak-anak karena dapat menyebabkan supresi adrenal dan pertumbuhan terhambat. Jangan digunakan pada anak-anak usia kurang dari 2 tahun.-Pengunaan pada remaja dan pada daerah muka agar dibatasi selama 5 hari dan jangan menggunakan pembalut. Absorpsi sistemik dari kortikosteroid akan meningkat bila digunakan bersama pembalut oklusif atau pada bagian yang ekstensif.-Keamanan penggunaan pada wanita hamil belum diketahui dengan pasti.-Agar ditetapkan penghentian pemberian obat atau penghentian pemberian ASI dengan mempertimbangkan kepentingan pengobatan bagi ibu menyusui.

3. LORATADINEAdalah suatu derivat azatadin, struktur kimia. Penambahan atom C1 meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari. 10

Indikasi: 6 Loratadine efektif untuk mengobati gejala-gejala yang berhubungan dengan rinitis alergi, seperti pilek, bersin-bersin, rasa gatal pada hidung serta rasa gatal dan terbakar pada mata. Selain itu loratadine juga mengobati gejala-gejala seperti urtikaria kronik dan gangguan alergi pada kulit lainnya.

Kontra Indikasi:Hipersensirif terhadap loratadine. 10

Komposisi: Tiap tablet mengandung 10 mg loratadine. 6

Cara Kerja Obat: Loratadine merupakan suatu antihistamin trisiklik yang bekerja cukup lang (long acting), mempunyai selektifitas tinggi pada reseptor histamin -H1 periter dan tidak menimbulkan efek sedasi atau antikolinergik. 11

Posologi: Dewasa dan anak-anak usia di atas 12 tahun: 1 tablet sehari. 6

Peringatan dan Perhatian: 10 Karena efek pemakaian loratadine selama kehamilan belum diketahui secara pasti, maka loratadine diberikan pada wanita hamil hanya nila manfaatnya lebih besar dari resikonya terhadap janin. Hati-hati pemakaian loratadine pada pasien dengan gangguan hati dan gagal ginjal. Loratadine sebaiknya tidak diberikan pada ibu menyusui karena dieksekresikan melalui air susu. Pemberian loratadine pada anak-anak di bawah 12 tahun keamanannya belum diketahui dengan pasti.

Efek Samping: Loratadine tidak memperlihatkan efek samping yang secara klinis bermakna, karena rasa mual, lelah, sakit kepala, mulut kering jarang dilaporkan. Frekuensi efek-efek ini pada loratadine maupun placebo tidak berbeda secara statistik. 11

Interaksi Obat: 10 Pemberian loratadine bersama alkohol tidak memberikan efek potensiasi seperti yang terukur pada penampilan psikomotor. Pemberian loratadine bersama eritromisin, ketokonazol & simetidine dapat menghambat metabolisme loratadine.

Cara Penyimpanan: Simpan pada suhu 2 - 30 derajat Celcius. 10

DAFTAR PUSTAKA

1. Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia Dermatology. Volume One. 2nd edition. Elserve limited, Philadelphia. United States of America. 2003. p: 333-352

2. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2002. Hal : 154-158

3. Andrew J.M, Sun. Cutaneous Drugs Eruption.In: Hong Kong Practitioner. Volume 15. Department of Dermatology University of Wales College of Medicine. Cardiff CF4 4XN. U.K.. 1993. Page : 275-298

4. Lee A, Thomson J. Drug-induced skin. In: Adverse Drug Reactions, 2nd ed. Pharmaceutical Press. 2006. Page : 126-144

5. Riedl MA, Casillas AM, Adverse Drug Reactions; Types and Treatment Options. In: American Family Physician. Volume 68, Number 9. 2003. Page : 212-240

6. Siregar R.S. Sindrom Steven Johnson. In : Atlas Berwarna Sari Pati Penyakit Kulit. 2nd Edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Balai Penerbit : Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta 2003. Hal : 141-142

7. Siregar R.S. Eritema Multiformis. In : Atlas Berwarna Sari Pati Penyakit Kulit. 2nd Edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Balai Penerbit : Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta 2003. Hal : 143-144

8. Siregar R.S. Ektima. In : Atlas Berwarna Sari Pati Penyakit Kulit. 2nd Edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Balai Penerbit : Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta 2003. Hal : 61-62

9. Siregar R.S. Dermatitis Kontak Toksik. In : Atlas Berwarna Sari Pati Penyakit Kulit. 2nd Edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Balai Penerbit : Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta 2003. Hal : 107-108

10. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological pharmacology. In: Hardman JG, Limbird IE, eds. Goodman and Gillmans the pharmacological basis of therapeutic. 10th ed. New York: McGraw Hill, 2001: 1795-814.

11. Strober BE, Washenik K, Shupack JL. Principles of topical therapy. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen K, eds. Dermatology in general medicine. 7th ed. New York:McGraw-Hill, 2008:2090-6.12. Schaefer H, Redelmeier TE, Ohynek GJ, Lademann J. Pharmacokinetics and topical aplication of drugs. In: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leff el DJ, Fitzpatrick, eds. Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: Mc Graw-Hill, 2008. 2097-10016