laporan kasus app infiltar
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
1/27
LAPORAN KASUS
APPENDISITIS INFILTRAT
PEMBIMBING :
dr. H. Yarie Hendarman Hudly. Sp.B
DISUSUN OLEH
Dian Permata Putra
Npm. 08310072
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BAGIAN/SMF BEDAH RSUD KOTA TASIKMALAYA
2012
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
2/27
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. De
Umur : 18 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Staatus Perkawinan : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir: SMA
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Agama : Islam
Alamat : Jl.Petir Kec. Ciawi
Tanggal masuk : 14 Oktober 2012
II. ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 20 Oktober 2012.
KELUHAN UTAMA : Nyeri perut kanan bawah
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke UGD RSUD Tasikmalaya dengan keluhan nyeri pada
perut kanan bawah sejak 5 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus dan nyeri
terasa hebat sehingga menyebabkan pasien tidak bisa beraktivitas dan sulit untuk
tidur. Nyeri bertambah hebat apabila pasien berjalan.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
3/27
11 hari yang lalu os pertama kali merasakan nyeri perut kanan bawah. Nyeri
awalnya dirasakan di daerah ulu hati, lama kelamaan rasa nyeri dirasakan makin
tajam dan menjalar sampai ke perut kanan bawah.
Pada awal nyeri os merasakan mual dan muntah sebanyak 2 kali berupa
cairan dan makanan, tidak ada darah, nafsu makan os sekarang menurun. Benjolan
pada perut kanan bawah disadari pasien sejak 2 hari yang lalu. Demam dirasakan
os 3 hari yang lalu, demam naik turun, buang air kecil dan buang air besar tidak
ada keluhan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama pada tanggal 9
Oktober 2012. Riwayat alergi terhadap obat maupun makanan tidak ada.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan seperti os.
RIWAYAT PENGOBATAN SEBELUMNYA :
Pasien mengaku pada tanggal 9 oktober 2012 pertama kali merasakan
nyeri perut lalu os berobat ke mantri dan diberi obat, nyeri dirasakan tidak
menghilang, dan pada tanggal 10 oktober 2012 os kembali memeriksakan
penyakitnnya di sebuah klinik didaerah ciawi dan dirawat selama 3 hari, namun
sakitnya tidak kunjung sembuh. Pada tanggal 14 oktober 2012 os dirujuk ke UGD
RSUD Tasikmalaya untuk penanganan lebih lanjut.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
A. Tanda vital :
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
4/27
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Nadi : 64x/ menit
Respirasi : 18x/ menit
Suhu aksila : 36,9 0C
B. Pemeriksan Fisik Umum :
a. Kepala-leher :
Kepala : normochepali, deformitas (-).
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-), massa (-).
b. Thorax-Cardiovascular :
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), sela iga dalam
batas normal.
Palpasi : gerakan dinding dada simetris, iktus kodis (+)
Perkusi : paru : sonor ; jantung : pekak.
Auskultasi : Cor : S1S2 regular, tunggal, murmur (-).Pulmo : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing
-/-.
c. Abdomen-Pelvic-Inguinal :
Inspeksi : Distensi (+), Daram Contour (-), darm steifung (-),
tampak peninggian pada kuadran kanan bawah,
hiperemi (-), jejas (-)
Auskultasi : BU (+) N.
Palpasi : defans muskular (+), Rovsing sign (+), Blumberg
sign (+), Nyeri tekan titik Mc Burney (+), nyeri
lepas (+), Teraba massa pada kuadran kanan
bawah uk. 5x3 cm, konsistensi padat, permukaan
rata dan tidak berbenjol-benjol, hepar dan lien
tidak teraba, ginjal tidak teraba.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
5/27
Perkusi : Timpani pada semua kuadran kecuali pada lokasi
massa (redup).
Pelvic : Tampak normal, tidak ada benjolan, tidak teraba
massa, nyeri tekan suprapubik (-).
Inguinal : tidak tampak kelainan pada sisi kanan dan kiri,
tidak ada benjolan, tidak teraba massa,
pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-).
d. Ekstremitas atas-axilla :
Deformitas -/-, edema -/-, akral hangat, pembesaran KGB (-).
e. Ekstremitas bawah :
Deformitas -/-, edema -/-, akral hangat.
C. Pemeriksan Fisik lokal (Status lokalis) :
Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), Darm Contour (-), darm steifung (-), tampak
peninggian pada kuadran kanan bawah, hiperemi (-),
jejas (-)
Auskultasi : BU (+) N.
Palpasi : defans muskular (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign
(+), Nyeri tekan titik Mc Burney (+), nyeri lepas (+),
Teraba massa pada kuadran kanan bawah uk. 5x3 cm,
imobile, konsistensi padat, permukaan rata dan tidak
berbenjol-benjol, hepar dan lien tidak teraba, ginjal
tidak teraba.
Perkusi : Nyeri ketok (+) pada kuadran kanan bawah, timpani pada
semua kuadran kecuali pada lokasi massa (redup).
Pemeriksaan Khusus
Rovsing sign (+),Psoas sign (-), Obturator sign (+)
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
6/27
IV. USULAN PEMERIKSAAN
Laboratorium darah Rutin : Hb, Ht, jumlah leukosit, jumlah trombosit.
Radiologi : Foto Polos Abdomen
USG Abdomen
V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 14 Oktober 2012
Darah Rutin Hasil
Bleeding time 2.00
Clooting time 4.00
Hb 12,4
Ht 38
Jumlah Leukosit 10.800
Jumlah Trombsit 206.000
USG Abdomen tanggal 15 Oktober 2012-10-24
Hati limpa baik.Pancreas, empedu, saluran bilier tak melebar.
Ginjal tak kasar, tak tampak batu bendungan.
Buli-buli baik, prostat baik.
Titik Mc.Burney massa infiltrat ukuran 3-4 cm, volume 72 cm3, usus
kembung ileus belum aa cairan bebas.
Kesan massa App Infiltrat sub illeus perlengketan
VI. DIAGNOSIS BANDING
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
7/27
Appendisitis Infiltrat Appendisitis akut
Tumor sekum
Tumor ileum
VII. DIAGNOSIS KERJA
Appendisitis Infiltrat
VIII. PENATALAKSANAAN
Antibiotik gram negatif, gram positif dan anaerob (cephalosporine
generasi 2 secara tunggal)
Analgetik
Apendektomi elektif
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad Bonam
Quo ad fungsionam : Ad Bonam
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
8/27
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung. Pada orang dewasa
panjang dari apendiks sekitar 10 cm, diameter terluar bervariasi antara 3 sampai 8
mm dan diameter dalam lumennya berukuran antara 1 sampai 3 mm, dan
berpangkal pada sekum. Lumen appendiks sempit dibagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Namun pada bayi appendiks berbentuk kerucut dengan
pangkal yang lebar dan menyempit ke bagian ujungnya. Bagian ujung dari
appendiks dapat berlokasi dimana saja pada kuadran kanan bawah dari abdomen
atau pelvis. Basis dari appendisitis dapat ditemukan dengan menelusuri taenia coli
yang berjalan longitudinal dan berkonfluensi pada caecum.
Gambar 1. Letak appendiks
Appendiks menerima suplai darah dari cabang appendikular arteri
ileocolica. Arteri ini terletak posterior dari ileum terminalis, masuk ke
mesoapendiks dekat dari basis appendiks. Percabangan arteri kecil terbentuk pada
titik tersebut dan meneruskan diri sebagai arteri caecal. Perdarahan appendiks
berasal dari arteri appendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
9/27
ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, appendiks akan
mengalami gangren.
Gambar 2. Suplai darah ileum terminalis, caecum, dan appendiks
Pengaliran aliran limfatik dari appendiks menuju nodus limfatikus yang terletak
sepanjang perjalanan arteri ileocolica. Inervasi dari appendiks berasal dari elemen simpatis
pleksus mesenteric superior (T10-L1), oleh karena itu nyeri visceral pada appendisitis bermula di
sekitar umbilicus. Serabut afferentnya berasal dari elemen parasimpatis nervus vagus.
Gambaran histologis dari appendiks termasuk diantaranya: pertama, lapisan muskularis
yang tidak tersebar secara merata dan mungkin terdapat defisiensi pada beberapa lokasi. Kedua,
submukosa, dimana terdapat agregasi jaringan limfoid dengan atau tanpa disertai struktur tipikal
dari centrum germinativum. Pembuluh limfe lebih prominen pada regio dibawah agregasi
limfoid. Ketiga, mukosa yang menyerupai dari usus besar kecuali terdapat perbedaan densitas
dari folikel limfoid. Kripta pada appendiks memiliki iregularitas baik dari ukuran dan bentuk,
berbeda dengan kripta pada colon yang memiliki gambaran uniform.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
10/27
Kompleks neuroendokrin dari appendiks yang terdiri dari sel ganglion, sel
Schwann, serat neural, dan sel-sel neurosekretorik terletak tepat dibawah dari kripta-kripta
pada appendiks. Serotonin merupakan produk sekretorik utama dan dihubungkan dengan nyeri
yang muncul pada appendiks non-inflamasi. Kompleks ini diduga sebagai sumber dari tumor-
tumor karsinoid, dan oleh karenanya appendiks dikenal sebagai tempat asal utama tumor-tumor
karsinoid.
II. Fisiologi
Appendiks tidak memiliki fungsi yang sesuai dengan bentuk anatomisnya sebagai
organ berongga, dimana fungsi dari appendiks ini tidak diketahui dengan pasti. Imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat
disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif
sebagai pelindung terdapat infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfedi sini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
Mukosa appendiks memiliki kemampuan yang sama dalam memproduksi cairan,
musin, dan enzim-enzim proteolitik, Appendiks dapat menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.
Lendir tersebut normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum.
III. Insidensi
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih banyak terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih seringterkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering terjadi
selama musim panas.
Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal
ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang
dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
11/27
pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi
lelaki lebih tinggi.
IV. Etiologi dan Faktor Resiko
Obstruksi lumen merupakan penyebab paling sering terjadinya
appendisitis akut. Fekalit adalah penyebab paling sering terjadinya
obstruksi appendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfe, tumor, sayuran dan biji
buah, serta parasit usus yang menyebabkan erosi mukosa seperti E.histolytica. Frekuensi
obstruksi meningkat dengan adanya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% kasus
appendisitis akut sederhana, 65% kasus adalah appendisitis gangrenosa tanpa disertai ruptur,
dan hampir 90% kasus adalah appendisitis gangrenosa dengan ruptur.Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis.
Sedangkan serat diperkirakan menurunkan viskositas dari feses, menurunkan
waktu transit di usus, dan melunakkan formasi dari fekalit. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intracaecal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora colon.
V. Patogenesis
Obstruksi proksimal dari lumen appendiks merupakan close-loop obstruction, dan
produksi sekresi normal yang terus menerus dari mukosa appendiks menyebabkan
distensi. Normalnya kapasitas lumen appendiks hanya 0,1 mL. Sekresi sebanyak 0,5 mL
meningkatkan tekanan intraluminal menjadi 60cm H2O. Distensi appendiks menstimulasi
saraf visceral afferen sehingga menyebabkan rasa tidak enak,rasa nyeri yang tumpul dan
merata pada mid-abdomen atau epigastrium bawah. Peristaltik juga distimulasi sehingga rasa
seperti kram perut sering menyertai. Distensi terus bertambah akibat sekresi mukosa yang terus
menerus dan multiplikasi dari bakteri appendiks yang cepat. Distensi yang besar ini biasanya
menimbulkan reflek mual dan muntah. Dengan meningkatnya tekanan dalam rongga
appendiks, tekanan vena menjadi besar. Kapiler dan venula tertutup, tapi aliran masuk arteriola
tetap sehingga menghasilkan pembesaran dan kongesti. Proses inflamasi ini akan
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
12/27
mengenai lapisan serosa appendiks sampai peritoneum parietalis. Hal ini dikarakteristikan
dengan adanya perpindahan rasa sakit ke kuadran kanan bawah, dan terjadi dalam 24 48 jam
pertama.
Mukosa traktus gastrointestinal, termasuk appendiks, mudah terpengaruh akibat
kerusakan aliran darah. Hal ini mengakibatkan mudah terjadinya
invasi bakteri. Karena pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan reaksi inflamsi (edem), dapat
menyebabkan appendiks menjadi semakin edem dan iskemi. Nekrosis dari dinding appendiks
dapat menyebabkan translokasi dari bakteri. Hal ini yang disebut sebagai appendisitis
gangrenosa. Bila tidak ditangani, appendiks yang mengalami gangren tersebut akan pecah
(appendisitis perforasi) dan mengeluarkan isi appendiks ke cavum peritoneal.
.
Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup appendiks
dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikular yang
secara salah dikenal dengan istilah infiltrat appendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses (appendiceal abses) yang dapat mengalami perforasi. Jika
tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa periappendikular akan menjadi
tenang untuk selanjutnya mengurai diri secara lambat.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di
perut kanan bawah. Pada suatu ketika, organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut (appendicitis kronik
eksaserbasi akut).
VI. Gambaran klinis
Nyeri abdomen adalah gejala utama pada appendisitis akut. Secara klasik, nyeri
tersebut tersebar merata pada epigastrium bawah atau daerah umbilical, nyerinya berat dan
menetap, kadang-kadang disertai dengan rasa seperti kram perut. Setelah 1 12 jam (rata-rata 4
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
13/27
6 jam) rasa nyeri tersebut dirasakan di perut kanan bawah. Tetapi pada beberapa pasien, rasa
sakit appendisitis mulai di perut kanan bawah dan menetap. Variasi lokasi anatomi menentukan
pula variasi dari lokasi rasa nyeri, contohnya, appendiks yang panjang dengan inflamasi
pada ujung tepi di perut kiri bawah menyebabkan rasa nyeri didaerah tersebut; appendiks
retrocaecal dapat menyebabkan rasa seperti sakit pinggang; appendiks pelvis menyebabkan
nyeri daerah suprapubik; dan appendiks retroileal dapat menyebabkan nyeri testikular, yang
sering dikira sebagai iritasi dari a. Spermatica dan ureter.
Anoreksia biasanya sering dialami pada penderita appendisitis. Walaupun muntah ada
pada 75% pasien, tetapi biasanya tidak menetap dan sebagian besar pasien hanya muntah 1 atau
2 kali. Muntah disebabkan karena stimulasi neural dan adanya ileus.
Kebanyakan pasien ada riwayat obstipasi sebelum timbulnya nyeri. Tetapi padasebagian pasien, terutama anak-anak terjadi diare. Urutan kemunculan gejala
mempunyai perbedaan yang signifikan dalam mendiagnosis banding. Lebih dari 95% pasien
appendisitis akut, anoreksia merupakan gejala yang pertama muncul, diikuti dengan nyeri perut,
serta muntah (bila ada). Bila muntah merupakan gejala yangpertama kali dirasakan, diagnosa
appendicitis masih harus dipertanyakan.
Gejala appendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel
dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa
jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena
gejala yang tidak khas tadi, sering appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80
90% appendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada orang berusia lanjut, gejalanya juga sering samar-samar saja. Tidak
jarang terlambat didiagnosis. Akibatnya lebih dari penderita baru dapat didiagnosis setelah
perforasi.
Pada pasien-pasien khusus, seperti pasien yang dalam penggunaan imunosupresan,
pasien yang menerima transplantasi organ, pasien dengan HIV, pasien dengan diabetes melitus,
pasien yang mengidap kanker atau yang sedang menerima kemoterapi, dan pada pasien-pasien
yang obesitas, gejala yang dirasakan hanyalah rasa tidak enak secara umum.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
14/27
VII. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menentukan posisi anatomik dari appendiks dan apakah appendiks
sudah mengalami ruptur ketika pasien pertama kali di periksa. Tanda-tanda vital
hanya mengalami sedikit perubahan pada appendicitis tanpa komplikasi. Kenaikan
suhu jarang melebihi 1oC (sekitar 37,5 38,5oC) dan nadi normal atau sedikit meningkat.
Perubahan tanda-tanda vital yang bermakna biasanya mengindikasikan adanya komplikasi atau
adanya penyakit lain.
Pasien dengan appendisitis biasanya lebih enak dengan posisi supine (telentang) dengan
tungkai atas ditarik, karena adanya gerakan meningkatkan rasa nyeri. Apabila diperintahkan
untuk bergerak,mereka akan melakukannya dengan perlahan-lahan dan dengan hati-hati.
Tanda klasik kuadran kanan bawah muncul bila appendiks terdapat pada posisi
anterior. Rasa nyeri terutama pada titik Mc Burney atau sekitar Mc Burney. Hal ini
mengindikasikan adanya iritasilokal peritoneum.
Rovsings sign : Nyeri
di kuadran kanan bawah ketika di tekan pada kuadran kiri bawah(daerah kontralateralnya).
Hal ini mengindikasikan adanya iritasi peritoneum.
Blumberg sign : Nyeri di kuadran kanan bawah ketika tekanan pada kuadran
kiri bawah(daerah kontralateralnya) dilepaskan. Hal ini mengindikasikan adanya iritasi
peritoneum.
Psoas sign : Mengindikasikan adanya fokus iritatif yang dekat dengan otot
tersebut. Pasien berbaring pada sisi kiri, pemeriksa pelan-pelan mengekstensikan
paha kanan yang mengakibatkan peregangan dari m. Iliopsoas. Test (+)bila ekstensi menimbulkan rasa sakit karena appendiks yang meradang menempel
di m.Psoas.
Obturator sign : Mengindikasikan iritasi pada pelvis. Prinsipnya dengan meregangkan
m. Obturator internus, dan melihat apakah appendiks yang meradang kontak dengan muskulus
tersebut. Pasien dalam posisi telentang, paha kanan dalam posisi fleksi lalu dilakukan rotasi
interna secara pasif.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
15/27
Dunphys sign : Adanya rasa nyeri yang tajam pada kuadran kanan bawah bila
sengaja dibatukkan (cough sign).
Cutaneus hiperestesi sering menyertai. Dipersarafi oleh n. Spinalis bagian kanan dari
Th 10, 11,dan 12. Tahanan muskuler dinding abdomen berjalan sesuai dengan proses
inflamasinya. Adanya defans muskular ini menunjukkan rangsangan peritoneum
parietale. Variasi posisi anatomik dari appendiks menyebabkan gejala yang berbeda pula. Pada
appendiks retrocaecal, rasa nyeri pada abdomen anterior jarang, dan pasien lebih banyak
mengeluhkan rasa nyeri pada pinggang kanan sampai ke belakang. Pada appendiks letak
pelvik, tanda-tanda pada abdomen bisa tidak ada sama sekali dan bisa tidak terdiagnosisbilaRectal Touche (RT) tidak dilakukan. Rectal touche juga untuk membedakan ada atau tidaknya
suatu massa.
Hubungan Patofisiologi dengan Manifestasi Klinik :
Kelainan Patologi Gejala dan Tanda
Peradangan awal Kurang enak ulu hati, mungkin kolik
Appendicitis mukosa Nyeri tekan kanan bawah (rangsangan otonomik)Radang di seluruh ketebalan dinding Nyeri sentral pindah ke kanan bawah,mual, dan muntah
Appendicitis komplit / radang
peritoneumparietal appendiks
Rangsangan peritoneum lokal (somatik), nyeri pada gerak aktif
dan pasif, defans muskular local
Radang jaringan yang menempel pada appendiks Genitalia interna, ureter, m. Psoas, vesicaurinaria, rectum
Appendicitis gangrenosa Demam, takikardi, leukositosis
Perforasi Nyeri dan defans muskular seluruh perut
Pebandingan :
Tidak berhasil
Berhasil
Abses
Sda + demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik
Massa perut kanan bawah, keadaan umum berangsur membaik
Demam remiten, KU toksik, keluhan dan tanda setempat
Sumber : Sjamsuhidajat, 1997
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
16/27
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Pada laboratorium darah terdapat leukositosis ringan (10.000 18.000 / mm3) yang didominasi
>75% oleh sel polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to the left) pada
90% pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien dengan akut appendicitis dan appendicitis
tanpa komplikasi. Sedangkan leukosit >18.000 / mm3 meningkatkan kemungkinan
terjadinya perforasi appendiks dengan / tanpa abses.
Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung diagnosa appendicitis adalah C-reaktif
protein. CRP merupakan reaktan fase akut terhadap infeksi bakteri yang dibentuk di
hepar. Kadar serum mulai meningkat pada 6 -12 jam setelah inflamasi jaringan. Tetapi pada
umumnya, pemeriksaan ini jarang digunakan karena tidak spesifik. Spesifisitasnya hanya
mencapai 50 - 87% dan hasil dari CRP tidak dapat membedakan tipe dari infeksi bakteri.
Pemeriksaan urinalisa sering dilakukan dalam mengevaluasi pasien dengan keluhan
nyeri perut. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih
(ISK).
RADIOLOGI
Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnose banding. Pada
appendicitis akut dapat terlihat abnormal gas pattern dari usus, tapi hal ini tidak
spesifik. Ditemukannya fekalit dapat mendukung diagnosa. Dapat ditemukan pula adanyalocal air fluid level, peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran kanan bawah, perubahan
bayangan psoas line, dan free air(jarang) bila terjadi perforasi. Pemeriksaan ini mungkin
berguna pada pasien dengan gejala dan tanda-tanda yang tidak khas.Walaupun demikian, foto
polos abdomen bukanlah sesuatu yang rutin atau harus dikerjakan dalam mengevaluasi pasien
dengan nyeri abdomen yang akut.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
17/27
Ultrasonografi
Merupakan pemeriksaan yang akurat untuk mendiagnosis
appendicitis. Tekniknya tidak mahal,dapat dilakukan dengan cepat, tidak invasif, tidak
membutuhkan kontras dan dapat digunakan pada pasien yang sedang hamil karena
tidak menggunakan paparan radiasi. Secara sonografi, appendiks diidentifikasi sebagai blind
end , tanpa peristaltik usus. Kriteria sonografi untuk mendiagnosis appendicitis akut adalah
adanyaNoncompressible appendiks sebesar 7 mm atau lebih pada diameter anteroposterior,
adanya appendicolith, interupsi pada kontinuitas jaringan submukosa, dan cairan atau massa
periappendiceal.
Sensitivitas sonografi dalam mendiagnosis appendicitis sebesar 55 96% dan
spesifisitas 85 98%. False (+) dapat ditemukan pada adanya dilatasi tuba falopii dan pada
pasien yang obese hasilnyabisa tidak akurat. Sedangkan false (-) didapat pada appendiks
letak retrocaecal dan appendiks yang membesar. Hal ini tergantung kemahiran operator.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
18/27
Gambaran transverse graded compression yang menunjukkan inflamasi akut dari
appendiks. Adanya gambaran target like appearance karena penebalan dari dinding
appendiks dan cairan pada sekelilingnya.
Computed Tomography
CT-scan sangat berguna pada pasien yang dicurigai mengalami proses inflamasi pada
abdomen dan adanya gejala tidak khas untuk appendicitis. Appendiks normal akan terlihat
sebagai struktur tubular tipis pada kuadran kanan bawah yang dapat menjadi opak dengan
kontras. Appendicolith terlihat sebagai kalsifikasi homogenus berbentuk cincin, dan terlihat
pada 25% populasi.
Appendicitis akut dapat didiagnosa berdasarkan CT-scan apabila didapatkan appendiks
yang abnormal dengan inflamasi pada periappendiceal. Appendiks dikatakan abnormal apabila
terdistensi atau menebal dan membesar > 5 7 mm. Sedangkan yang termasuk inflamasi
periappendiceal antara lain adalah abses, kumpulan cairan, edem,
dan phlegmon. Inflamsi periappendiceal atau edem terlihat sebagai perkaburan dari lemak
mesenterium (dirty fat), penebalan fascia lokalis, dan peningkatan densitas jaringan lunak
pada kuadran kanan bawah. CT-scan khususnya digunakan pada pasien yang mengalami
Gambaran sagitalgraded compression yang menunjukkan
inflamasi akut dari appendiks. Struktur tubular noncompressible,
kurangnya gerakan peristaltik, diameter >6mm, dan adanya cairan periappendiceal.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
19/27
penanganan gejala klinis yang telat (48 72 jam) sehingga dapat berkembang menjadi
phlegmon atau abses.
Fekalit dapat dengan mudah terlihat, tetapi adanya fekalit bukan patognomonik adanya
appendicitis. Temuan penting adalah arrowhead sign yang disebabkan penebalan dari
caecum. Tingkat sensitivitas 92 - 97%, spesifisitas 85 94%, keakuratan 90- 98%,
positive predictive value 75 -95%, negative predictive value 95 - 99%. Kerugiannya
mahal, menggunakan radiasi, dan tidak dapatdigunakan saat hamil.
Barium Enema
Pemeriksaan tambahan lain yang berguna adalah barium enema. Pemeriksaan
ini dikatakan positif bila menunjukkan appendiks yang non-filling dengan indentasi dari
caecum. Hal ini menunjukkan adanya inflamasi pericaecal. False negative (partial
filling)didapatkan pada 10% kasus. Barium enema ini sudah tidak lagi digunakan secara rutin
dalam mengevaluasi pasien yang dicurigai menderita appendicitis akut.
Dalam rangka meningkatkan tingkat akurasi dari diagnosis apendisitis, maka telahdisusunsebuah system penilaian yang dibuat berdasarkan penelitian secara retrospektif oleh
Alvarado. Sistem penilaian ini meliputi gejala-gejala (nyeri yang berpindah dari periumbilikal ke
perut kanan bawah, mualdan penurunan nafsu makan), tanda-tanda (nyeri tekan pada perut
kanan bawah, nyeri lepas, dan demam),dan pemeriksaan laboratorium (leukositosis dan
pergeseran ke kiri).
Alvarado Score:
Gambaran pelebaran appendiks dengan penebalan pada dindingnya,
tidak terisi dengan kontras.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
20/27
Appendicitis point pain : 2
Lekositosis : 2
Vomitus : 1
Anorexia : 1
Rebound Tendeness Fenomen : 1
Degree of Celcius (.>37,5) : 1
Observation of hemogram : 1
Abdominal migrate pain : 1 +Total : 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
(De Jong 2005)
IX. DIAGNOSISBANDING
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding. Inflamasi dari diverticulum Meckels jarang ditemukan, namun penyakit ini memiliki
pathogenesis dan perjalanan penyakit yang menyerupai appendicitis.
Apabila gejala-gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah lebih dominan, perlu
dipertimbangkan gastroenteritis sebagai diagnosis banding, terutama apabila gejala-gejalagastrointestinal ltersebut mendahului gejala nyeri perut, namun nyeri perut lebih ringan dan tidak
berbatas tegas. Hiperperistaltik lebih sering ditemukan. Demam dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan apendisitis akut.
Urolitiasis pielum atau ureter kanan (batu ureter atau batu ginjal kanan). Adanya riwayat
kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
21/27
penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri
costovertebral di sebelah kanan dan piuria.
Kasus-kasus keganasan juga harus menjadi bahan pertimbangan. Karsinoma dengan
perforasike dalam sekum maupun kolon ascendens akan memberikan gejala nyeri yang akut
disertai tanda-tanda perangsangan peritoneum. Pada kasus yang jarang ditemui, dapat terjadi
apendisitis sekunder akibat obstruksi lumen sekum oleh karena karsinoma. Limfoma pada ileum
terminal juga dapat memberikan gejala-gejala yang menyerupai appendicitis. Secara umum
pada kasus-kasus keganasan abdominal dapat ditemukan tinja dengan test guaiac yang positif,
anemia, riwayat penurunan berat badan, perubahan kronis dari pola defekasi.
Pada wanita usia muda , penyebab dari nyeri perut kanan bawah termasuk yang telah
disebutkan diatas dan ditambah dengan kelainan-kelainan seperti: rupture dari kista maupun
folikel ovarii, torsio ovarii, kehamilan ektopik, juga salpingitis akut. Pada wanita usia
premenopause, endometriosis merupakan salah satu penyebab dari nyeri perut bawah kronik,
yang pada keadaan akut sering menyerupai apendisitis. Mengingat bahwa terdapat berbagai
kelainan ginekologis yang dapat menyerupai apendisitis maka perlu ditanyakan riwayat
ginekologis pasien dan pola siklus menstruasinya.
X. PENATALAKSANAAN
Indikasi Operasi
Apabila diagnosis apendisitis telah ditegakkan dengan berbagai pemeriksaan yang
mendukung,hal tersebut sudah merupakan suatu indikasi operasi (apendektomi), kecuali pada
kasus-kasus tertentu seperti halnya pada keadaan dimana masa akut telah dilewati namun
muncul komplikasi dengan terbentuknya abses. Pada beberapa kasus dapat digunakan antibiotic
sebagai terapi tunggal untuk mengurangi massa abses tersebut. Bila massa abses telah terbentuk
di sekitar apendiks maka basis dari sekum akan sulit untuk ditemukan, selain itu tindakan
operatif secara aman akan sulit untuk dikerjakan.
Persiapan pre-operasi
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
22/27
Analgetik dapat diberikan pada pasien setelah diagnosis dari apendisitis sudah dapat
ditegakkan dan manajemen operatif telah direncanakan. Status cairan harus dipantau dengan
ketat menggunakan indicator klinis seperti nadi, tekanan darah, dan jumlah pengeluaran urine.
Pemberian antibiotik dapat dimulai, umumnya diberikan cephalosporine generasi 2
secara tunggal atau dikombinasikan dengan antibiotic spectrum luas yang melingkupi bakteri
gram negatif aerob(e.coli) dan anaerob (bacteroides spp.). Perlu diingat bahwa tujuan utama dari
pemberian antibiotic bukan untuk memberantas apendisitis itu sendiri. Pada kasus yang tidak
disertai dengan komplikasi, antibiotic umumnya diberikan untuk mengurangi insidens infeksi
dari luka dan peritoneum bagian dalam setelah operasi dan melindungi terhadap kemungkinan
terjadinya bakteremia.
Pada kasus-kasus dimana telah terjadi komplikasi berupa pembentukan abses maupun
bakteremia, maka pemberian antibiotic ditujukan untuk mengobati komplikasi tersebut. Terdapat
beragam pendapat tentang pemberian antibiotic profilaksis, namun terdapat konsensus bahwa:
1. Pemberian cephalosporin generasi 2 efektif dalam mengurangi komplikasi yang
dapat timbul oleh karena luka pada kasus non-komplikata.
2. Waktu yang tepat dalam memberikan antibiotic adalah sesaat sebelum pembedahan
atau pada saat pembedahan dilakukan agar tercapai kadar yang optimal pada saat akan
dilakukan incise.
3. Pada kasus non-komplikata, pemberian antibiotic cukup dengan dosis tunggal.
Penambahan dosis setelah operasi tidak berguna dalam menurunkan resiko infeksi lebih lanjut.
Pertimbangan Operatif
Perlu ditentukan apakah prosedur operasi akan dilaksanakan melalui pendekatan secara
tradisional (terbuka) atau dengan bantuan laparoskopi. Terdapat berbagai penelitian yang
membandingkan antara pendekatan secara terbuka maupun dengan laparoskopi. Berdasarkan
informasi terkini dapat disimpulkan bahwa pada kasus apendisitis tanpa disertai komplikasi,
pendekatan secara laparoskopik dapat mengurangi nyeri, kebutuhan untuk dirawat dan juga
menurunkan insidens infeksi pada luka setelah operasi. Pasien juga dapat kembali bekerja lebih
awal.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
23/27
Dilakukan pengangkatan apendiks apabila pada saat operasi ditemukan gambaran
inflamasi. Hal penting yang harus diingat adalah untuk melakukan disseksi apendiks sampai ke
basis, yaitu pada pertemuan taenia di dinding sekum. Kegagalan dalam mengangkat seluruh
apendiks sampai ke basis-nya dapat mengingkatkan resiko terjadinya apendisitis rekuren.
Mengingat bahwa terdapat beberapa laporan terjadinya appendicitis rekuren, maka penting
untuk tetap berwaspada terhadap kemungkinan munculnya apendisitis rekuren meski terdapat
riwayat operasi apendiks dan bukti jaringan parut yang nyata. Apabila diseksi secara aman tidak
dimungkinkan oleh karena adanya inflamasi ataupun pembentukan abses,sebuah closed
suction drain dapat diletakan kedalam kavum peritoneum. Tindakan ini bermanfaat
untuk mengalirkan materi fekal maupun pus keluar sehingga mencegah tertimbunnya materi-
materi tersebut kedalam kavum peritoneum.
Massa apendiks terjadi bila appendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau
dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periappendikuler yang
perbandingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum
jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periappendikuler
yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu
operasi masih mudah. Pada anak selamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari
saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikuler yang terpancang dengan pendindingan
sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi aantibiotik sambil diawasi suhu tubuh,
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
24/27
ukuran, massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periappendikuler
hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan appendiktomy elektif dapat dikerjakan
2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila
terjadi perforasi, akan terbentuk abses appediks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan
frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya
angka leukosit. Riwayat klasik appendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri
di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses
periappendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit crohn,
dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, entriti
tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosis massa apendiks. Kunci
diagnosa biasanya terletak pada anamnesis yang khas.
Pasca Operasi
Kasus-kasus apendisitis tanpa komplikasi, pasien dapat mulai minum dan makan segera setelah
mereka merasa mampu, dan defekasi dievaluasi dalam 24-48 jam. Pemberian antibiotic dan
dekompresi dengan nasogastric tube pasca operasi tidak rutin dikerjakan pada pasien
apendisitis tanpa komplikasi. Pada kasus-kasus yang disertai dengan peritonitis, pemberian
antibiotic diberikan hingga 5-7 hari setelahoperasi.
XI. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami wall-offsehingga berupa massa yang
terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan lekuk usus halus.
.Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini
tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami
perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan
dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran
kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam,
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
25/27
malaise, dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau
pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakan
dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi
fowler medium (setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit,
pemberian penenang, pemberian antibiotik spektrum luas dilanjutkan dengan pemberian
antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, transfuse untuk mengatasi anemia, dan penanganan
syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendik akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang
cenderung mengelembung ke arah rectum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi
antibiotik (ampisilin, gentamisin, metronidazol atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan
segera menghilang, dan apendektomi dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang
tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah
rectum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dilakukan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi, tetapi merupakan komplikasi
yang letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali dan
ikterus setelah terjadi perforasi apendik. Pada kedaan ini diindikasikan pemberian antibiotik
kombinasi dengan drainase.
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis
intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
XII. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien apendisitis sembuh dengan mudah melalui terapi operatif, namun
komplikasi dapat muncul apabila terjadi keterlambatan dalam penatalaksanaan atau bila sudah
terjadi peritonitis. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan sangat bergantung pada usia,
kondisi fisik,komplikasi, dan keadaan-keadaan lainnya, termasuk konsumsi alcohol, namun
biasanya untuk penyembuhan memerlukan waktu sekitar 10 dan 28 hari. Pada anak-anak (usia
kurang lebih 10 tahun), penyembuhan memerlukan waktu sekitar tiga minggu.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
26/27
Peritonitis yang mengancam nyawa merupakan alasan mengapa apendisitis akut
memerlukan evaluasi dan penatalaksanaan secara cepat. Apendisitis tipikal memberikan respon
yang sangat baik dengan apendektomi, dan terkadang dapat sembuh dengan spontan. Apabila
apendisitis sembuh dengan spontan, masih merupakan kontroversi mengenai perlu tidaknya
tindakan apendektomi elektif untuk mencegah apendisitis rekuren.
Apendisitis atipikal (dihubungkan dengan apendisitis supuratif) lebih sulit untuk
didiagnosis dan lebih cenderung untuk terjadi komplikasi meskipun telah dilakukan operasi
secara dini. Pada keduakeadaan diatas diagnosis secara tepat dan apendektomi memberikan hasil
yang baik, dan penyembuhan penuh terjadi antara dua sampai empat minggu. Mortalitas dan
komplikasi berat umumnya jarang ditemui,namun dapat terjadi apabila peritonitis berlanjut dan
tidak mendapat terapi. Terdapat pula topic pembahasan yang sering mendapat perhatian
mengenai massa apendikular, yaitu terbentuknya suatu massa yang terdiri dari omentum dan
usus yang saling melekat, hal ini terjadi apabila apendiks tidak segera dipindahkan dengan
segera selama terjadinya infeksi. Selama masa ini, tindakan apendektomi akan sangat beresiko
kecuali bila didapatkan pembentukan pus yang dibuktikan dengan adanya demam dan toksisitas
atau dengan USG.
Stump appendicitis, merupakan suatu komplikasi yang jarang ditemui, yaitu terjadinya
inflamasi pada sisa apendiks yang tertinggal setelah apendektomi yang tidak komplit.
-
7/28/2019 Laporan Kasus App Infiltar
27/27
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2
2. Addis DG, Shaffer N, Fowler BS,et al :The epidemiology of appendicitis
aappendectomy inUnited States.Am J Epidemiol 132:910,1990
3. Flum DR, Morris A, Koepsell T,et al: Has misdiagnosis of appendicitis
decreased over time? Apopulation-based analysis.JAMA286:1748,2001
4. Harken. H Alden, Moore. E,Ernest.,2009. Aberanathys Surgical Edisi
6;188