laporan kasus app
DESCRIPTION
bjhjhjhjhjhjhjhjhjfhfkjTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
APPENDICITIS KRONIS EKSASERBASI
AKUT
Disusun oleh:
Ines Prestisia 17120090014
Pembimbing:
dr. Dwi Adang Iskandar, SpB
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 24 FEBRUARI 2014 – 2 MEI 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendix dan merupakan salah
satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Appendicitis paling banyak
disebabkan karena obstruksi dari lumen usus. Penyebab obstruksi lumen usus
yang tersering adalah fecalith. Hiperplasia jaringan limfe, tumor appendix dan
cacing ascaris juga dapat menimbulkan penyumbatan.
Insiden appendicitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan
dengan negara berkembang. Angka appendectomy di dunia masih tetap yaitu
sekitar 10 per 10.000 pasien per tahun. Appendicitis lebih sering ditemukan pada
usia 20 – 40 tahun dengan usia rata-rata 31.3 tahun. Angka kejadian pada pria dan
wanita hamper sama yaitu 1.3 dan 1.2:1.
Gejala yang timbul pada appendicitis yaitu nyeri pada epigastrium disertai
mual dan anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37.5oC sampai
38.5oC. Nyeri berpindah ke regio abdomen kanan bawah dan menunjukkan tanda
rangsang Mac Burney, nyeri lepas, nyeri tekan dan adanya defense muscular.
Karena appendicitis akut merupakan salah satu penyakit dengan gejala nyeri
abdomen yang paling sering dijumpai dan merupakan salah satu bentuk
kegawatdaruratan, maka sebagai calon dokter umum yang akan bekerja di Unit
Gawat Darurat harus bisa mendiagnosis appendicitis dan memberikan penanganan
awal yang tepat agar resiko terjadinya komplikasi dapat dihindari.
Pada kasus ini dilaporkan seorang anak perempuan berusia 9 tahun yang
datang dengan kondisi klinis appendicitis akut.
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. P.V
Nomor M.R. : 19 79 **
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 23/02/2005
Umur : 9 tahun 6 bulan
Agama : Islam
Alamat : Pondok Surya Mandala v/6
Tanggal dan jam MRS : 24/02/2014, pk 13.45
Tanggal Periksa : 24/02/2014, pk 16.30
2.2 ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 24 Februari 2014)
o Keluhan Utama:
Nyeri perut hebat mendadak di perut bagian kanan bawah sejak 6 jam
sebelum masuk rumah sakit.
o Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke UGD RS Marinir Cilandak diantar oleh orangtuanya
dengan keluhan nyeri perut hebat di bagian perut kanan bawah sejak 6 jam
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri tersebut dirasakan timbul mendadak,
seperti ditusuk-tusuk, terus-menerus, dan semakin lama semakin nyeri,
skor nyeri 8/10, apabila pasien batuk, berdiri atau berjalan akan bertambah
nyeri. Saat nyeri pasien sampai berkeringat dingin. Setelah merasakan
nyeri, pasien merasa mual dan muntah sekitar 5 kali, banyaknya ½ gelas
3
aqua, berisi makanan dan air. Buang air besar pasien menjadi cair sekitar 5
kali, berwarna kuning, ampas ada namun sangat sedikit. Buang air kecil
tidak nyeri, warna urin kuning, dan volum normal seperti biasa. Pasien
terakhir makan 8 jam yang lalu dan pada saat itu belum merasakan adanya
nyeri, penurunan nafsu makan, dan keluhan apapun. Pasien belum
mengkonsumsi obat apapun. Pasien pernah mengalami nyeri perut di
bagian ulu hati saat 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, saat itu pasien
dibawa ke dokter dan diberi obat maag serta anti nyeri dan kondisi pasien
membaik. 4 bulan SMRS gejala yang sama timbul dan pasien
mengkonsumsi obat yang sama lalu membaik. Sekitar 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan sakit perut yang lebih hebat dari
biasanya sehingga pasien dibawa ke rumah sakit C, dianjurkan untuk
periksa darah dan pasien mengatakan sudah membaik sehingga ibu pasien
memutuskan batal periksa darah dan pulang. 3 hari sebelum masuk rumah
sakit pasien juga menderita batuk berdah dan pilek. Ibu pasien
menyangkal adanya demam, nafsu makan dan minum pasien juga
menurun.
o Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah dirawah di Rumah Sakit Marinir Cilandak 2 tahun lalu
karena infeksi saluran cerna. Pasien tidak memiliki riwayat alergi
makanan, alergi obat, maupun riwayat asma, kejang dan TB sebelumnya.
o Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa seperti pasien.
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat alergi, asma, kencing
manis, tekanan darah tinggi maupun sakit jantung.
o Riwayat Kehamilan:
4
Ibu sehat selama hamil, control teratur di bidan 1 bulan sekali, tidak
mengkonsumsi obat-obatan selama hamil.
o Riwayat Persalinan:
Anak kedua dari 3 bersaudara
Lahir SC atas indikasi re-SC
Berat lahir 2900 gram
Panjang lahir 50 cm
Langsung menangis
o Riwayat Tumbuh kembang dan Imunisasi:
Tumbuh kembang pasien diakui baik dan pasien telah mendapatkan
imunisasi lengkap.
o Riwayat Kebiasaan:
Pasien memiliki kebiasaan minum minuman bersoda dan jarang minum air
putih saat di sekolah.
o Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien berasal dari keluarga dengan social ekonomi menengah dan sanitasi
di rumahnya diakui cukup baik.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
o Status Generalis
Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-Tanda Vital:
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Pernafasan : 24 kali/menit
Nadi : 96 kali/menit
5
Suhu : 36,5 oC
Berat badan : 39 kg
Kepala Normosefali tanpa tanda trauma
Mata Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Pupil bulat isokor, diameter 3 mm / 3 mm
Refleks cahaya langsung +/+,
reflex cahaya tidak langsung +/+
Telinga Bentuk normal, tidak ada luka, perdarahan, ataupun cairan
Hidung Septum nasi tidak deviasi, tidak ada perdarahan aktif, sekret
+/+
Mulut Tidak ada ulkus, gigi-geligi baik, mukosa lembab. Faring
tampak hiperemis, Tonsil T1/T1
Thorax Dinding dada terlihat simetris kanan dan kiri,
retraksi atau penggunaan otot pernapasan tambahan (-)
Jantung Bunyi jantung S1S2 regular, tidak terdapat mumur atau
gallop. Tidak teraba adanya ictus cordis
Paru Vesikular +/+, tidak terdengar adanya rhonki ataupun
wheezing
Abdomen Inspeksi : dinding abdomen datar
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, defense muscular (-), nyeri tekan pada regio
abdomen kuadran kanan bawah (Macburney’s Point), nyeri
6
lepas (+), nyeri kontra lateral (+), nyeri lepas kontralateral/
Blumberg sign (+), psoas sign (+), obturator sign (+),
Durphy sign (+). Hepar tidak teraba, limpa tidak teraba.
Perkusi : timpani
Extremitas Edema (-), deformitas (-), akral hangat, CRT < 2 detik.
Anus Rectal toucher : tonus sphincter ani baik, ampula tidak
prolapse, mukosa licin, nyeri tekan (+) pada arah jam 9 dan
12, massa (-). Pada handscoon feses (+) darah (-)
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium : (24/02/2014)
TES HASIL UNIT NILAI NORMAL
Darah Rutin
Hemoglobin 14,4 g/dL 12 – 16
Hematokrit 43 % 37 – 54
Leukosit 14.600 /µL 5.000 – 10.000
Trombosit 367.000 /µL 150.000 – 400.000
Hitung Jenis
Basofil - % 0 – 1 %
Eosinofil 2 % 2 – 4 %
Netrofil batang 2 % 3 – 5 %
Netrofil segmen 86 % 50 – 70 %
Limfosit 20 % 25 – 40 %
Monosit 6 % 2 – 6 %
7
CT 4 menit 2 – 6
BT 2 menit 1 – 3
Glukosa Sewaktu 107 mg/dL <200
Ureum Darah 17 mg% 20 – 50
Kreatinin Darah 0,71 mg/dL 0,8 – 1,1
TES HASIL NILAI NORMAL
Urinalisa Lengkap
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Jernih jernih
pH 6 6 – 8
Protein - Negative
Reduksi - Negative
Berat jenis 1020 1015 – 1025
Bilirubin - Negative
Urobilin + Positif
Keton - Negative
Nitrit - Negative
Sedimen
Leukosit 0 – 2 < 5 /LPB
Eritrosit 0 – 1 <3 / LPB
Epitel + <1/LPK
Silinder - Negative
K. Ca Oksalat - Negative
8
K. Asam urat - Negative
K. Tripel Phospat - Negative
Amorf - Negative
2.5 RESUME
Pasien An. P berusia 9 tahun dating ke UGD RS. Marinir Cilandak
diantar oleh orangtuanya dengan keluhan nyeri perut hebat di region iliac
kanan sejak 6 jam SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, terus
menerus dan semakin nyeri, skala nyeri 8/10, dan nyeri akan bertambah
parah apabila pasien berdiri, berjalan, atau batuk. Pasien juga nausea
vomitus 5 kali, banyaknya ½ gelas aqua berisi makanan dan air. Pasien
juga mengalami diare 5 kali, berwarna kuning, masih ada ampas namun
sedikit. Selain itu pasien juga mengalami anorexia. Pada 6 bulan dan 4
bulan SMRS pasien mengalami nyeri perut di bagian epigastric dan
mengkonsumsi obat dari dokter sehingga membaik. 1 bulan SMRS nyeri
perut pasien muncul lagi dengan lebih hebat namun saat ingin periksa
darah, nyeri menghilang sehingga ibu pasien memutuskan untuk batal.
Saat ini pasien juga sedang menderita batuk berdahak dan pilek.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan terdapat secret pada hidung dan
faring hiperemis. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri pada regio
abdomen kanan bawah (MacBurney sign), nyeri lepas (+), nyeri kontra
lateral (+), nyeri lepas kontralateral/ Blumberg sign (+), psoas sign (+),
obturator sign (+), Durphy sign (+). Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan leukositosis yakni 14.600/µL, serta nilang hitung jenis shift
to the left.
2.6 DIAGNOSIS
- Diagnosis Kerja
Appendicitis kronis dengan eksaserbasi akut
9
- Diagnosis Banding
Ileus obstruktif
2.7 PENATALAKSANAAN
Umum :
Cairan : Infus RL 1000 ml / 24 jam (15 tetes per menit)
Medikamentosa : - Ceftriaxone 1x1 gram (IV)
- Ketorolac 2 x 10 mg (IV)
- Raniditine 2 x 20 mg (IV)
Puasa makan dan minum untuk persiapan operasi cito
appendectomi
Khusus :
Pasien direncanakan dilakukan appendectomi pada pk 20.00
(dilakukan pada 24 Februari 2014) :
1. Dilakukan anastesi spinal
2. Penderita posisi terlentang, dilakukan desinfeksi seluruh
abdomen kemudian dipersempit dengan doek steril
3. Dilakukan insisi kulit sekitar 4,5 cm dengan arah oblique
melalui titik Mac Burney
4. Insisi diperdalam dengan memotong lemak, kemudian tampak
fascia Camper’s dan Scarpa’s, kemudian tampak aponeurosis
muskulus oblique abdominis eksternus (MOAE). MOAE
dibuka sesuai insisi, sejajar arah serat, pasang hak tumpul,
perdarahan dirawat.
5. Tampak muskulus oblique abdominis internus (MOAI) dan
dibawahnya terdapat muskulus transversus abdominis, dibuka
dengan gunting lalu dilebarkan secara tumpul, terbuka sesuai
dengan seratnya, perdarahan dirawat.
10
6. Tampak pre peritoneal fat, dengan kasa basah dibersihkan
sehingga tampak peritoneum
7. Ditemukan appendix retrocaecal dengan diameter 1 cm dan
hiperemis
8. Dilakukan appendectomy
9. Perdarahan dirawat
10. Luka operasi dijahit lapis demi lapis
11. Operasi selesai
Instruksi Post-Operasi:
o Pasien dipuasakan hingga BU + dan flatus +
o Bed rest total berbaring minimal 24 jam
o IVFD Ringer Laktat 30 tpm
o Ceftriaxone 1x1gr IV
o Ketorolac 2x10 mg IV
o Ranitidin 2x25 mg IV
Gambar 1. Apendiks dan omentum yang telah diangkat
11
2.8 FOLLOW UP
25 Februari 2014
S : Pasien tidak ada keluhan. Nyeri pada bekas luka operasi (-), flatus (+),
mual muntah (-), BAK (-), BAB (-).
O : KU : sakit sedang, Kesadaran : CM
TD: 120/80 mmHg T : 36,◦C N : 100x/menit RR:
20x/menit
Status generalis:
Kepala : normosefal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT : terdapat secret pada hidung, faring hiperemis, tonsil T1/T1
Leher : KGB normal
Thorax : Jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru SN vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
Pada regio abdomen kanan bawah terdapat luka operasi ± 5 cm, datar,
supel, defense muscular (-), BU (+) lemah, pus (-), rembesan darah (-),
nyeri tekan (-).
A : Post appendectomy hari pertama
P : boleh mulai minum sedikit-sedikit, mulai makan makanan lunak
Menghindari batuk dan mengedan
IVFD RL 2000 ml/24 jam
Ceftriaxone 1x1gr IV
Ketorolac 2x10 mg IV
Ranitidin 2x25 mg IV
26 Februari 2014
12
S : Pasien tidak ada keluhan. Nyeri pada bekas luka operasi (-), mual
muntah (-), BAK (+), BAB (-), nafsu makan dan minum baik.
O : KU : sakit ringan, Kesadaran : CM
TD: 110/80 mmHg T : 36,5◦C N : 86x/menit RR: 18x/menit
Status generalis:
Kepala : normosefal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT : tampak secret pada hidung, faring hiperemis, tonsil T1/T1
Leher : KGB normal
Thorax : Jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru SN vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
Pada regio abdomen kanan bawah terdapat luka operasi ± 5 cm, datar,
supel, defense muscular (-), BU (+), pus (-), rembesan darah (-), nyeri
tekan (-).
A : Post appendectomy hari ke 2
P : IVFD RL 1000 ml/24 jam
Ceftriaxone 1x1gr IV
Ketorolac 2x10 mg IV
Ranitidin 2x25 mg IV
Pasien diperbolehkan rawat jalan
2.9 PROGNOSIS
- ad vitam : bonam
- ad fungsionam : bonam
- ad sanationam : bonam
13
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI APPENDIKS
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira
10 cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian
proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar
dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya
berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum
dan berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi
apendiks terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%),
paracaecal (2%), subcaecal (1,5%) dan preleal (1%). Apendiks mendapat
vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica.
Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe
melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaeca. Nodus limfe ini mulai
muncul saat 2 minggu setelah lahir dan jumlahnya akan terus meningkat sampai
pubertas.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum.
Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A. Namun jika
apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlahnya
yang sedikit sekali.
14
2.2 ETIOLOGI
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks, diantaranya :
Faktor Obstruksi
Sekitar 60 % obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda
asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan
cacing.
Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada
apendisitis akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli,
Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus,Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus.
Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang
herediter dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi
yang tidak baik dan letaknya yang memudahkan terjadi apendisitis.
Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari-hari.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Insiden appendicitis akut lebih tinggi pada negara maju dibandingkan
dengan negara berkembang. Angka appendectomy di dunia masih tetap yaitu
sekitar 10 per 10.000 pasien per tahun. Appendicitis lebih sering ditemukan pada
15
usia 20 – 40 tahun dengan usia rata-rata 31.3 tahun. Angka kejadian pada pria dan
wanita hamper sama yaitu 1.3 dan 1.2:1.
2.4 PATOFISIOLOGI
Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang
disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.
Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi
di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal
ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis
mukosa menjadi apendisitis komplit yang meliputi semua lapisan dinding
apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang
menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal
apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
16
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.
2.5 DIAGNOSIS
Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :
Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan
anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans
muskuler.
Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada
tekanan kiri (Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri
dilepaskan (Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
-Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses
periapendikuler.
-Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
17
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
Perkusi
- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
Auskultasi
- biasanya normal
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata
Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri.
Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.
obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
18
Alvarado Score
Characteristic Score
M = Migration of pain to the RLQ 1
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi.
-pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di
dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan 19
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya
abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke
colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga
dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi
abses.
e. Laparoscopi
20
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan
appendix (appendectomy).
2.6 TATALAKSANA
Perawatan Kegawatdaruratan
Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau
septicemia.
Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui
mulut.
Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan
pengukuran kadar hCG
Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan
pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Antibiotik Pre-Operatif
Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam
menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob
diindikasikan.
Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.
Tindakan Operasi
Apendiktomi, pemotongan apendiks.
Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis dan antibiotika.
21
Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan antibiotika IV,
massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
jangka waktu beberapa hari.
BAB 4
DISKUSI
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien merupakan seorang anak
perempuan berusia 9 tahun mengeluh nyeri perut hebat di bagian kanan bawah
sejak 6 jam SMRS. Nyeri muncul mendadak, dirasakan terus menerus dan seperti
ditusuk-tusuk. Pasien juga mengalami vomitus, diare, dan anorexia. Gejala utama
pada appendicitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi nyeri visceral,
22
yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul dirasakan di daerah umbilicus dengan sifat
nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul karena appendix dan usus halus
mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-
mula di daerah epigastrium lalu seterusnya akan menetap di bagian perut kanan
bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatic yang berarti sudah
terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam,
terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat apabila batuk ataupun berjalan.
Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus akibat dari aktivitas n.
vagus namun jarang menjadi berat. Penderita appendicitis akut juga mengeluh
obstipasi sebelum datangnya nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal
tersebut biasanya pada letak appendix pelvikal yang merangsang daerah rectum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di kuadran kanan bawah
(MacBurney sign), nyeri lepas (+), nyeri kontra lateral (+), nyeri lepas
kontralateral/ Blumberg sign (+), psoas sign (+), obturator sign (+), Durphy sign
(+). MacBurney sign karena rangsangan peritoneum, nyeri lepas kontralateral
terjadi karena adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi
yang berlawanan. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas
oleh peradangan yang terjadi pada appendix. Obturator sign menunjukkan bahwa
peradangan appendix terletak pada daerah hypogastrium.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis moderate
(10.000 - 20.000 /uL) dan pada pasien ini terjadi leukositosis yaitu 14.600/uL.
Jika leukosit lebih tinggi biasanya dicurigai telah terjadi perforasi.
Beberapa diagnosis banding appendicitis akut yang perlu dipikirkan adalah
diverticulitis, menunjukkan gejala yang hampir sama dengan appendicitis namun
lokasinya lebih ke medial. Kolitis ditandai dengan feses bercampur darah, nyeri
tajam pada perut bagian bawah, demam dan tenesmus. Obstruksi usus biasanya
nyeri timbul perlahan-lahan di daerah epigastrium, pada pemeriksaan fisiknya
akan menunjukkan distensi abdomen dan terdengar metallic sound pada
auskultasi.
23
Dari seluruh anamnesis, gejala klinis serta pemeriksaan penunjang,
ditetapkan diagnosis kerja untuk pasien ini adalah appendicitis kronis eksaserbasi
akut. Pasien direncanakan untuk dilakukan operasi cito appendectomy (pasien
dating ke UGD pada pukul 13.45 dan operasi dilaksanakan pada pukul 20.00).
pasien langsung dipuasakan makan dan minum, diberikan infus RL sebanyak 15
tpm (1000 ml/24 jam), antibiotic ceftriaxone dengan dosis 1x1 gram intravena,
analgetik untuk mengurangi nyeri pasien karena pasien sangat kesakitan
(ketorolac 2x10 mg) dan ranitidine 2x20 mg untuk mengurangi ekskresi asam
lambung karena pasien dipuasakan. Setelah operasi selesai, pasien tetap
dipuasakan sampai bising usus (+) dan flatus (+), pemberian obat-obatan : IVFD
Ringer Laktat 2000 ml/24 jam (30 tpm), ketorolac 2x10 mg intravena dan
ranitidine 2x25 mg intravena.
Pada pasca appendectomy hari pertama, pasien tidak ada keluhan hanya
saja pasien belum bisa BAK namun flatus (+) sehingga pasien diperbolehkan
minum sedikit demi sedikit sampai bising ususnya kembali normal dan pasien
diperbolehkan diet lunak. Pasca operasi hari kedua kondisi pasien sudah sangat
baik sehingga pasien diperbolehkan pulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004
2. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical
Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders companies.2002
3. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Kesembilan.USA:The Mcgraw-Hill
companies.2010
24