laporan kasus anestesi umum pada pasien mioma uteri
TRANSCRIPT
Laporan Kasus Kelompok
Anestesi Umum Pada Pasien Mioma uteri
Oleh:
Maimanah
Melia Gustina
Renny Anggraini
Pembimbing :
dr. Sutantri Edi Prabowo, SpAn
dr. Soni, SpAn
dr. Dino Irawan, SpAn
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2011
A. MIOMA UTERI
1.1. Pendahuluan
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak yang tumbuh dalam otot uterus dan
jaringan ikat sekitarnya. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau
uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga
berhubungan dengan keganasan. Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas
termasuk perdarahan menstruasi yang banyak dan penekanan pada pelvis. 1,3
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih
banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke,
sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih
bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh
wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada
wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun
dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit
kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang
tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri
berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. 2,3
Perihal penyebab pasti terjadi tumor mioma belum diketahui. Mioma uteri
mulai tumbuh dibagian atas (fundus) rahim dan sangat jarang tumbuh dimulut
rahim. Bentuk tumor bisa tunggal atau multiple (banyak), umumnya tumbuh
didalam otot rahim yang dikenal dengan intramural mioma. Tumor mioma ini
akan cepat memberikan keluhan, bila mioma tumbuh kedalam mukosa rahim,
keluhan yang biasa dikeluhkan berupa perdarahan saat siklus dan diluar siklus
haid. Sedangkan pada tipe tumor yang tumbuh dikulit luar rahim yang dikenal
dengan tipe subserosa tidak memberikan keluhan perdarahan, akan tetapi
seseorang baru mengeluh bila tumor membesar yang dengan perabaan didaerah
perut dijumpai benjolan keras, benjolan tersebut kadang sulit digerakkan bila
tumor sudah sangat besar. 4
1
1.2. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi
padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau
multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri,
atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga
berhubungan dengan keganasan. Uterus miomatosus adalah uterus yang
ukurannya lebih besar daripada ukuran uterus yang normal yaitu antara 9-12 cm,
dan dalam uterus itu sudah ada mioma uteri yang masih kecil.1,5,6
1.3. Epidemiologi
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih
banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke,
sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih
bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh
wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada
wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun
dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit
kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang
tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri
berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali.
Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan
nullipara. 2,3
1.4. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
2
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada
beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma
uteri, yaitu : 3
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma
uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah
kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetic
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah
kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
1.5. Patofisiologi
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari
penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya
perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi
metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten.
Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami
mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian
menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu
t(12;14)(q15;q24).
3
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast.
Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada
tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan
pemberian preparat progesteron atau testoster. Pemberian agonis GnRH dalam
waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma.
Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon
mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat
bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal
dan insulin like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk,
telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih
banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada
perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena
tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause
sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang
berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia
dini.3
1.6. Klasifikasi mioma uteri
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.3
1. Lokasi
• Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.
• Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius.
• Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu :
• Mioma Uteri Submukosa
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat
4
menyebabkan dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan
menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular
dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks. Dari sudut klinik mioma uteri
submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang
lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan
cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti.
Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan
keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga
sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
• Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan
disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi
rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum
atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil
alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus,
sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas
dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
• Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila
masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan
uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma
sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak
karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor
tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma
submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan),
lunak (jaringan otot rahim dominan). Secara makroskopis terlihat uterus
berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor
berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas
5
tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah
dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi
menjadi lunak.
Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik
tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran,
meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis,
kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot
polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada
mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang
mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi postmenopausal,
infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.
Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri
1.7. Gejala klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural,
submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.
Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :6
1) Perdarahan abnormal
6
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia
dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab
perdarahan ini, antara lain adalah :
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adeno karsinoma endometrium.
- Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
- Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2) Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga
dismenore.
3) Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan
pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan
retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada
rectum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya
abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa
apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma merupakan
penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi.
7
1.8. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga
dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur,
gerakan bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat
perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama
untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan
pasien.
b. Imaging
1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada
uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen
bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang
tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri,
namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
1.9. Diagnosis banding
Ca Endometrium
Ca Serviks
8
1.10. Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan
mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran
tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara
cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara
umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause
tanpa gejala. 3
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi
adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini
dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan
cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah
dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan
karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan
adalah 30-50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya
tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau
pervaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari
telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri
akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.
Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis
dalam mengangkat uterus.6
9
Mioma
Besar < 14 mgg
Tanpa keluhan
Konservatif
Dengan keluhan
Besar > 14 mgg
Operatif
Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri.5
1.11. Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang
mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain : 6
• Atrofi
Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi
kecil.
• Degenerasi hialin
Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian
besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan
satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
• Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur
berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan
bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi
yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu
kehamilan.
• Degenerasi membatu (calcereus degeneration)
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan
dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang
mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto
rontgen.
• Degenerasi merah (carneus degeneration)
Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis :
diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan
vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging
mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin.
10
Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda
disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus
membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada
putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
• Degenerasi lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri : 6
1. Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat.
Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen
akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
3. Nekrosis dan infeksi.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasi darah padanya.
11
STATUS PASIEN
BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU
Nama Coass :Maimanah
Melia Gustina
Renny Anggraini
Nama Pasien : Ny. Suhaimi
12
Nomor RM : 75 22 43
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Simandolak- Benai
Agama : Islam
Suku : Melayu
Status : Menikah
Tanggal MRS : 23 Januari 2012
Tanggal Operasi : 25 Januari 2012
ANAMNESIS
Keluhan utama : Bengkak pada perut bagian bawah sejak 4 tahun sebelum
masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang:
4 tahun SMRS, pasien mengeluhkan bengkak lebih kurang sebesar kepala bayi.
Nyeri (+). Pasien rujukan dari RSUD Taluk Kuantan dengan diagnosis mioma
uteri. 3 tahun SMRS keluar darah dari kemaluan, bergumpal dan kehitaman.
Jumlah sedikit. Perdarahan terjadi lebih kurang 20 hari. Pasien ganti pembalut 1
kali sehari.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien baru pertama kali menerita penyakit seperti ini
Riwayat batuk lama dan sesak nafas (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riawayat diabetes (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat kencing keluar batu (-)
13
Riwayat Operasi sebelumnya
Pasien belum pernah operasi sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes melitus (-), asma bronkial (-), hipertensi (-).
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis, GCS 15
Vital Sign : Tekanan darah : 110/70 mmhg
Nadi : 77 x/menit
RR : 18x/menit
T : 36,50C
Berat Badan : 56 Kg
Tinggi Badan : 164 cm
IMT : BB/TB2= 56/(1,64)2=20,82kg/m2(gizi baik)
Pemeriksaan Kepala dan Leher :
Mata : Edem palpebra (-),konjungtiva anemis (-),sklera ikterik (-) Mulut : Gigi palsu (-), gigi goyang (-), gigi ompong (-), sianosis (-) Mandibula : Fraktur(-), gerakan sendi temporo mandibularis tidak
terbatas Leher : Pembesaran KGB (-), Pergerakan normal
Pemeriksaan Thorak : Paru dan Jantung dalam batas normal, jejas (-)
Pemeriksaan Abdomen : Status Lokalis
Pemeriksaan Ekstremitas : TAK
Pemeriksaan Kelenjer Limfe : TAK
14
Pemeriksaan Genitourinarius : TAK
Status lokalis
Abdomen
Inspeksi : Flat, turgor baik, jejas (-)
Auskultrasi : Bising usus (+), Normal
Perkusi : Timpani, Acites (-)
Palpasi : Supel, teraba massa dengan ukuran 16x3x3 cm, padat,
mobile, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Pemeriksaan Penunjang:
Darah Rutin (29 November 2011)
Leukosit : 5700/Ul
Hb : 9,9 mg/dl
Ht : 11,3%
Rontgen
Rontgen thorak: kesan cor pulmo dalam batas normal.
Diagnosis Kerja : Mioma uteri
Anestesi : General Anestesi – teknik ETT
Status ASA : ASA II
Penatalaksanaan : Miomektomi
Persiapan operasi
- Pasien dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi
- Pasien tidak menggunakan perhiasaan maupun gigi palsu
- Akses intravena (18G) sudah terpasang dan infus mengalir dengan lancar
15
Persiapan Alat dan Obat Anestesi Umum
Mempersiapkan mesin anestesi, sirkuit anestesi, face mask, monitor,
tensimeter, saturasi serta mengecek tabung O2, N2O, sevoflurane, dan
isoflurane
Mempersiapkan stetoskop, laringoskop (lampu menyala dan terang), ETT
jenis non kinking ukuran6 ; 6,5; dan 7, orofaring tube ukuran 8 cm, dan
suction.
Mempersiapkan propofol 100 mg, fentanil 50 mg, notrixum 20 mg dan
ketorolac 60 mg.
Premedikasi
-
Induksi Anestesi
- Akses IV: Memasukkan fentanil 50 mg Propofol 100 mg cek refleks
bulu mata, jika telah (-) pasang face mask dan mulai ambu O2 3
L/menit, N2O 3 L/menit dan isofluran 2 vol % (sambil tetap memompa
sampai airway bagus) notrixum 30 mg setelah obat mulai bekerja + 3
menit, perhatikan pergerakan dada naik dan simetris segera lakukan
intubasi
- Intubasi : Lepas face mask, pegang laringoskop dengan tangan kiri,
masukkan laringoskop dari sisi mulut bagian kanan geser ke kiri (dapat
meminta bantu pada asisten untuk membuka mulut pasien dan melakukan
chin lift), tangan kanan melakukan head tilt, telusuri lidah pasien sampai
pangkal lidah, terlihat epiglotis, di belakang epiglotis tampak plica vokalis,
lalu segera masukkan ETT no 6,5 sampai batas garis hitam pada ETT.
- Sambungkan ujung ETT dengan selang mesin anestesi, pompa balon,
pastikan ETT sudah masuk ke trakea dan cek suara napas kanan = kiri, lalu
isi balon ETT dengan 15 cc udara, fiksasi ETT dengan plester/tape, ambu
O2 3 L/menit, isoflurane 2 vol% dan N2O 3 L/menit.
16
Maintenance
Inhalasi: O2 3 L/menit, isoflurane 2 vol% dan N2O 3 L/menit,
Infus RL 1500 ml
Dexamethasone 1 amp
Ekstubasi
- Memastikan pasien telah bernapas spontan
- Melakukan suction slem pada airway pasien
- Menutup isoflurane dan N2O, tinggikan O2 sampai ± 8 L/menit
- Mengempiskan balon, pastikan bahwa pasien sudah bangun (biasanya
pasien akan mulai batuk-batuk). Melepaskan plester/tape. Cari waktu
yang tepat dan segera cabut ETT. Segera pasang face mask dan
pastikan airway nya lancar dengan triple manuver. Setelah pasien
benar-benar bangun, pasien dipindahkan ke RR.
Recovery
- Ketorolac 30 mg bolus IV
- Ketorolac 30 mg drip dalam 500 ml RL, 16-18 gtt/i
Instruksi Post OP di RR
- Awasi tekanan darah, nadi, nafas dan saturasi
- Oksigenasi dengan O2 3-4 L/menit
Instruksi Post OP di Ruangan
- Awasi vital sign
- Oksigenasi dengan O2 3-4 L/menit hingga 2 jam post operasi
- Puasa hingga bising usus (+)
- Analgetik post op
17
- Cairan rumatan RL 16-20 gtt/i
- Lain-lain sesuai kebutuhan pasien
PEMBAHASAN
Pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA II (pasien dengan kelainan
sistemik ringan – sedang yang tidak berhubungan dengan pembedahan, dan pasien
masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari) karena pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb turun dan angka leukosit meningkat.
18
Prognosis pada pasien ini baik karena mendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat. Dari hasil follow up keadaan umum yang membaik, tanda-tanda
vital baik, tidak didapat tanda-tanda infeksi sehingga pasin dapat dipulangkan
untuk dirawat lebih lanjut di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Patient, Family Education. Appendicitis and appendectomy. Children’s
healthcare of Atlanta. 2011. p.1-3.
2. Rofiq A. Apendiksitis. [diakses : 24 Juni 2011] diunduh dari
http://www.rofiqahmad.wordpress.com.
3. Anita T. Appendicitis. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Pekanbaru.
2008.
4. Soffi I, odih T, rochadi S. Hubungan Nilai Leukosit dengan Apendisitis
Akut Sederhana dan Komplikatif Pada Anak. 2009. p.1-5.
5. Saputra MA. Asuhan keperawatan pada Sdr. A dengan post appendiktomi
hari ke ii di ruang Cempaka RSUD Pandanaran Boyolali. Universitas
muhammadiyah Surakarta.2008.
6. Schwartz I Samuor : Appendicitis In Principles of Surgery 7th. New York:
McGraw-Hill Companies; 1999, p1191-1225
7. The Free Dictionary [diakses : 29 Juni 2011]. Diunduh dari :
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/Appendix+%28organ%29
8. Hamami, AH, dkk. Usus Halus Apendiks, Kolon, dan anorektum dalam
Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. edisi revisi. Jakarta:
EGC; 2004. 639-646.
9. Mansjoer A, suprohaita, wardhani WI, setiowulan W. Kapita selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI; 2001.
307-313
10. Appendicitis. National Digestive Diseases Information Clearinghouse.
[Diakses : 24 Juni 2011]. Diunduh dari www.digestive.niddk.nih.gov. pdf
11. Kalesaran LTB. Sistim skor pada diagnosis apendisitis akut. Fakultas
Kedokteran universitas diponegoro. Semarang. 1996.
12. Teicher, Landa B, Cohen M, Kabnick LS, Wise. Scoring system to aid in
diagnoses of appendicitis. Ann Surgery. 1983. p. 753–759
13. Schneider C, Kharbanda A, Bachur R.. Annals of Emergency Medicine.
2007; 49: 778- 784.
20