laporan kasus abses peritonsil pada anak oleh : i. …

38
LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : Richard P. Simbolon, I DG Arta Eka Putra, I Wayan Sucipta PPDS I Bagian SMF/Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar I. PENDAHULUAN Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang diikuti dengan terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara muskulus konstriktor faring dengan tonsil pada fosa tonsil. 1 Infeksi ini menembus kapsul tonsil yang biasanya terjadi pada kutub atas. Abses peritonsil merupakan infeksi pada tenggorok yang kebanyakan merupakan komplikasi dari tonsilitis akut. 2 Abses peritonsil merupakan infeksi pada kasus kepala leher yang sering terjadi pada orang dewasa. Timbulnya abses peritonsil dimulai dari infeksi superfisial dan berkembang secara progresif menjadi tonsilar selulitis. Komplikasi abses peritonsil yang mungkin terjadi antara lain perluasan infeksi ke parafaring, mediastinitis, dehidrasi, pneumonia, hingga infeksi ke intrakranial berupa thrombosis sinus kavernosus, meningitis, abses otak dan obstruksi jalan nafas. 2 Abses peritonsil sering mengenai orang dewasa pada usia 20 sampai 40 tahun. Pada anak jarang terjadi, kecuali yang mengalami gangguan penyakit kekebalan tubuh, tetapi pada anak infeksi dapat menyebabkan gangguan obstruksi jalan nafas. Persentase efek gangguan jalan nafas sama pada anak laki-laki dan perempuan. 3 Gejala klinis berupa rasa sakit ditenggorok, rasa nyeri yang terlokalisir, demam tinggi, lemah dan mual. Keluhan lainnya berupa mulut berbau, muntah, sampai nyeri alih ke telinga atau otalgia dan trismus. 4,5 Pada penulisan ilmiah ini dilaporkan satu kasus abses peritonsil pada anak. 1

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

LAPORAN KASUS

ABSES PERITONSIL PADA ANAK

Oleh :

Richard P. Simbolon, I DG Arta Eka Putra, I Wayan Sucipta

PPDS I Bagian SMF/Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

I. PENDAHULUAN

Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang diikuti

dengan terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara muskulus konstriktor

faring dengan tonsil pada fosa tonsil.1 Infeksi ini menembus kapsul tonsil yang

biasanya terjadi pada kutub atas. Abses peritonsil merupakan infeksi pada

tenggorok yang kebanyakan merupakan komplikasi dari tonsilitis akut.2

Abses peritonsil merupakan infeksi pada kasus kepala leher yang sering

terjadi pada orang dewasa. Timbulnya abses peritonsil dimulai dari infeksi

superfisial dan berkembang secara progresif menjadi tonsilar selulitis. Komplikasi

abses peritonsil yang mungkin terjadi antara lain perluasan infeksi ke parafaring,

mediastinitis, dehidrasi, pneumonia, hingga infeksi ke intrakranial berupa

thrombosis sinus kavernosus, meningitis, abses otak dan obstruksi jalan nafas.2

Abses peritonsil sering mengenai orang dewasa pada usia 20 sampai 40

tahun. Pada anak jarang terjadi, kecuali yang mengalami gangguan penyakit

kekebalan tubuh, tetapi pada anak infeksi dapat menyebabkan gangguan obstruksi

jalan nafas. Persentase efek gangguan jalan nafas sama pada anak laki-laki dan

perempuan.3

Gejala klinis berupa rasa sakit ditenggorok, rasa nyeri yang terlokalisir,

demam tinggi, lemah dan mual. Keluhan lainnya berupa mulut berbau, muntah,

sampai nyeri alih ke telinga atau otalgia dan trismus.4,5

Pada penulisan ilmiah ini dilaporkan satu kasus abses peritonsil pada anak.

1

Page 2: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi

Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.

Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga

mulut yaitu tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil faring (adenoid), tonsil lingual (tonsil

pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil).6

Tonsil palatina adalah suatu masa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa

tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus)

dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval denganpanjang 2-5

cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kripte yang meluas ke dalam jaringan

tonsil.6

Permukaan sebelah dalam tonsil atau permukaan yang bebas, tertutup oleh

membran epitel skuamosa berlapis yang sangat melekat. Epitel ini meluas ke dalam

kantung atau kripte yang membuka ke permukaan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi

seluruh fosa tonsil, daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsil.

Bagian luar tonsil terikat longgar pada m.konstriktor faring superior, sehingga tertekan

Page 3: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

setiap kali menelan. Muskulus palatoglosus dan m.palatofaringeus juga menekan

tonsil. Tonsil terletak di lateral orofaring, dibatasi oleh m.konstriktor faring superior

pada sisi lateral, m.palatoglosus pada sisi anterior, m.palatofaringeus pada sisi

posterior, palatum mole pada sisi superior dan tonsil lingual pada sisi inferior.6

Fosa tonsil atau sinus tonsil yang di dalamnya terletak tonsil palatina, dibatasi

oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah muskulus palatoglosus atau disebut

pilar posterior, batas lateral atau dinding luarnya adalah muskulus konstriktor faring

superior.7

Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari

palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang

ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah

bawah meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-

hati agar pilar posterior tidak terluka.8 Pilar anterior dan

2

Page 4: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan

masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.7,8

Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang

disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para

klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian

tonsil. Kapsul tonsil mempunyai trabekula yang berjalan ke dalam parenkim. Trabekula

ini mengandung pembuluh darah, saraf-saraf dan pembuluh eferen.8

Kripte tonsil berbentuk saluran yang tidak sama panjang dan masuk ke bagian

dalam jaringan tonsil. Umumnya terdiri dari 8-20 buah dan kebanyakan terjadi penyatuan

beberapa kripte. Permukaan kripte ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel

permukaan medial tonsil. Saluran kripte ke arah luar, biasanya bertambah luas. Pada fosa

supratonsil, kripte meluas kearah bawah dan luar, maka fosa ini dianggap pula sebagai

kripte yang besar. Hal ini membuktikan adanya sisa perkembangan berasal dari kantong

brakial ke II. Secara klinik terlihat bahwa kripte merupakan sumber infeksi, baik lokal

maupun sistemik karena dapat terisi sisa makanan, epitel yang terlepas dan kuman.8

Di antara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika

triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio.

Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat.

Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal

lidah.6-8

Kadang-kadang plika triangularis membentuk suatu kantong atau saluran buntu.

Keadaan ini dapat merupakan sumber infeksi lokal maupun umum karena kantong

tersebut terisi sisa makanan atau kumpulan debris.7,8

Tonsil mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu

arteri maksilaris eksterna atau arteri fasialis dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri

palatina asenden, arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden,

arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal dan arteri faringeal asenden.6

Page 5: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

3

Page 6: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan

bagian posterior oleh arteri palatina asenden, vaskularisasi diantara kedua daerah tersebut

dilayani oleh arteri tonsilaris. Vaskularisasi kutub atas tonsil dilayani oleh arteri faringeal

asenden dan arteri palatina desenden.9

Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar muskulus konstriktor superior

dan bercabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan

cabang-cabang melalui muskulus konstriktor superior melalui tonsil. Arteri faringeal

asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar muskulus konstriktor

superior. Arteri lingualis dorsal naik kepangkal lidah dan mengirimkan cabangnya ke

tonsil, pilar anterior dan pilar posterior. Arteri palatina desenden atau arteri palatina

minor atau arteri palatina posterior memperdarahi tonsil dan palatum mole dari atas dan

membentuk anastomosis dengan arteri palatina asenden.8,9

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari

faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus

faring.8,9 Perdarahan adenoid berasal dari cabang-cabang arteri maksilaris interna.

Disamping memperdarahi adenoid pembuluh darah ini juga memperdarahi sinus

sfenoid.9

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening

servikal profunda atau deep jugular node bagian superior dibawah muskulus

sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar torak dan akhirnya menuju duktus

torasikus. Infeksi dapat menuju ke seluruh bagian tubuh melalui aliran getah bening.

Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen sedangkan pembuluh getah

bening aferen tidak ada. Tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf ke V

atau nervus trigeminus melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf ke IX

atau nervus glosofaringeus.9

Ruang peritonsil digolongkan sebagai ruang intrafaring walaupun secara anatomi

terletak diantara fasia leher dalam. Ruang peritonsil merupakan salah satu dari ruang

leher dalam. Ruang leher dapat dibagi menjadi; 1) ruang yang mencakup seluruh panjang

Page 7: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

leher yaitu ruang retrofaring, ruang bahaya dan ruang vaskular viseral; 2) ruang yang

terbatas pada sebelah atas os hyoid yaitu ruang

4

Page 8: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

faringomaksila, ruang submandibular, ruang parotis, ruang mastikator, ruang peritonsil,

ruang temporal; 3) ruang yang terbatas pada sebelah bawah os hyoid yaitu ruang viseral

anterior dan ruang suprasternal.9

Gambar 1. Ruang leher dalam potongan melintang.9

Dinding medial ruang peritonsil dibentuk oleh kapsul tonsil, yang terbentuk dari

fasia faringobasilar dan menutupi bagian lateral tonsil. Dinding lateral ruang peritonsil

dibentuk oleh serabut horizontal otot konstriktor superior dan serabut vertikal otot

palatofaringeal.9

Pada sepertiga bawah permukaan bagian dalam tonsil, serabut-serabut otot

palatofaringeal meninggalkan dinding lateral dan meluas secara horizontal menyeberangi

ruang peritonsil kemudian menyatu dengan kapsul tonsil. Hubungan ini disebut ligament

Page 9: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

triangular atau ikatan tonsilofaring. Batas-batas superior, inferior, anterior dan posterior

ruang peritonsil ini juga dibentuk oleh pilar-pilar anterior dan posterior tonsil.8,9

5

Page 10: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

2.2. Epidemiologi

Abses peritonsil sering mengenai orang dewasa pada usia 20-40 tahun. Pada

anak jarang terjadi, kecuali yang mengalami gangguan penyakit kekebalan tubuh, tetapi

infeksi pada anak dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Abses peritonsil pada anak-

anak lebih sering terjadi pada anak diatas usia 10 tahun, tetapi dapat juga terjadi diatas 1

tahun.10 Persentase efek gangguan jalan napas sama pada anak laki-laki dan perempuan.

Insiden abses peritonsil di Amerika Serikat terjadi 30 per 100.000 orang/tahun.3 Dikutip

dari Hanna BC, Herzon melaporkan data insiden terjadinya abses peritonsil; 1/6500

populasi atau 30.1/40.000 orang per tahun di Amerika Serikat. Di Irlandia Utara

dilaporkan 1 per 10.000 pasien per tahun, dengan rata-rata usia 26,4 tahun.3,11

2.3. Etiopatogenesis

Abses peritonsil merupakan kumpulan pus yang terlokalisir pada jaringan

peritonsil yang umumnya merupakan komplikasi dari tonsilitis akut berulang atau bentuk

abses dari kelenjar Weber pada kutub atas tonsil. Infeksi yang terjadi akan menembus kapsul

tonsil yang umumnya pada kutub atas tonsil dan meluas ke dalam ruang jaringan ikat di

antara kapsul dan dinding posterior fosa tonsil. Perluasan infeksi dan abses ke daerah

parafaring, sehingga terjadi abses parafaring.12

Finkelstein dkk, mengatakan lokasi infeksi abses peritonsil terjadi di jaringan

peritonsil dan dapat menembus kapsul tonsil. Hal ini kemudian akan menyebabkan

penumpukan pus atau pus meluas ke arah otot konstriktor faring superior menuju ruang

parafaring dan retrofaring terdekat.12

Pada fosa tonsil ditemukan suatu kelompok kelenjar di ruang supra tonsil yang

disebut kelenjar Weber. Fungsi kelenjar-kelenjar ini adalah mengeluarkan cairan ludah ke

dalam kripte-kripte tonsil, membantu untuk menghancurkan sisa-sisa makanan dan debris

yang terperangkap di dalamnya lalu dievakuasi dan dicerna. Jika terjadi infeksi berulang,

terjadi gangguan pada proses tersebut lalu timbul sumbatan sekresi kelenjar Weber yang

mengakibatkan pembesaran kelenjar. Jika tidak diobati secara maksimal, akan terjadi

infeksi berulang selulitis peritonsil atau infeksi kronis pada kelenjar Weber dan sistem

saluran kelenjar tersebut akan membentuk pus sehingga menyebabkan terjadinya abses.13

Page 11: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

6

Page 12: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

Dikutip dari Megalamani, pemeriksaan kultur yang telah dilakukan

menumbuhkan populasi bakteri aerob dan anaerob sama banyaknya dengan campuran

flora yang melibatkan mikroorganisme gram negatif dan gram positif. Beberapa

penelitian dengan mengisolasi bakteri menunjukkan Streptococcus viridians merupakan

penyebab terbanyak infeksi abses peritonsil, diikuti oleh Streptococcus beta hemolyticus

grup A. Bakteri anaerob dan Streptococcus gram positif telah diidentifikasi sebagai agen

etiologi umum.14

Hanna dkk, melaporkan hasil pemeriksaan kultur kuman sebanyak 43 %

ditemukan bakteri aerob, 31% bakteri anaerob, dan 23 % terdiri gabungan bakteri aerob

dan anaerob.3 Dikutip dari Marom, Megalamani dkk, menunjukkan adanya peningkatan

kejadian bakteri aerob gram negatif yang menyebabkan abses peritonsil di India,

sedangkan Sakae dkk, melaporkan banyaknya kasus polimikmikrobial dengan dominasi

kuman aerob pasien di Brazil.11,14

Dikutip dari Segal N, Brook dkk melaporkan sebanyak 34 orang dewasa dan

anak-anak yang dilakukan aspirasi pus dan didapatkan 76% bakteri gabungan aerob-

anaerob dan 18 % bakteri anaerob.1 Apapun bakteri/kuman yang menjadi penyebabnya,

proses infeksi ini menunjukkan bahwa mekanisme pertahanan pertama dari orofaring

penerima (host) telah ditembus dan sebagai akibatnya mikroorganisme tersebut masuk

menembus jaringan orofaring.14

Ketika bakteri menembus jaringan, tubuh secara alami akan menggerakkan

beberapa mekanisme pertahanan. Secara umum bakteri akan mati oleh aktifitas sel-sel

fagosit. Antibodi memainkan peranan penting melawan toksin-toksin bakteri, tetapi

bagaimana peranan antibodi dalam melawan bakteri penyebab inflamasi peritonsil akut

masih belum diketahui.14,15

2.4. Diagnosis

Diagnosis abses peritonsil dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.9

Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa rasa sakit ditenggorok yang terus menerus

hingga keadaan yang memburuk secara progresif walaupun telah diobati, rasa nyeri yang

Page 13: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

terlokalisir, demam tinggi, lemah dan mual. Odinofagi dapat merupakan keluhan yang

menonjol dan pasien mungkin kesulitan untuk makan

7

Page 14: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

bahkan menelan ludah.5,9 Akibat tidak dapat mengatasi sekresi ludah sehingga terjadi

hipersalivasi dan ludah sering kali menetes keluar. Keluhan lainnya berupa mulut berbau,

muntah sampai nyeri alih ke telinga (otalgia). Trismus akan muncul bila infeksi meluas

mengenai otot-otot pterigoid.5

Gejala klinis abses peritonsil antara lain berupa pembengkakan awal hampir selalu

berlokasi pada daerah palatum mole disebelah atas tonsil yang menyebabkan tonsil

membesar kearah medial. Onset gejala abses peritonsil biasanya dimulai sekitar 3 sampai

5 hari sebelum pemeriksaan dan diagnosis. Penderita dapat mengalami kesulitan

berbicara, suara menjadi seperti suara hidung, membesar seperti mengulum kentang

panas atau hot potato’s voice karena penderita berusaha mengurangi rasa nyeri saat

membuka mulut.5

Gambar 2. Abses peritonsil pada anak.10

Pemeriksaan secara klinis seringkali sulit dilakukan karena adanya trismus. Pada

pemeriksaan tonsil, ada pembengkakan unilateral, karena jarang kedua tonsil terinfeksi pada

waktu bersamaan. Bila keduanya terinfeksi maka yang kedua akan membengkak setelah

tonsil yang satunya membaik. Bila terjadi pembengkakan secara bersamaan, gejala sleep

apnea dan obstruksi jalan nafas akan lebih berat. Pada pemeriksaan fisik penderita akan

Page 15: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

menunjukkan tanda-tanda dehidrasi dan pembengkakan serta nyeri kelenjar servikal atau

servikal adenopati.5

8

Page 16: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

Tonsil umumnya tertutup oleh jaringan sekitarnya yang membengkak atau tertutup

oleh mukopus. Tonsil tampak bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus, terdorong

kearah tengah, depan dan bawah. Palatum mole akan tampak menonjol kedepan, dapat

teraba fluktuasi. Timbul pembengkakan pada uvula yang meyebabkan terdorongnya

uvula sisi kontralateral. Paling sering abses peritonsil muncul pada bagian supratonsil

atau dibelakang tonsil, penyebaran pus kearah inferior dapat menimbulkan

pembengkakan supraglotis dan obstruksi jalan nafas. Pada keadaan ini penderita akan

tampak cemas dan sangat ketakutan.5

Abses peritonsil yang terjadi pada kutub inferior tidak menunjukkan gejala yang

sama dengan pada kutub superior. Umumnya uvula tampak normal dan tidak bergeser,

tonsil dan daerah peritonsil superior tampak berukuran normal hanya ditandai dengan

kemerahan.5

Aspirasi dengan jarum pada daerah yang paling berfluktuasi atau punksi

merupakan tindakan diagnosis yang akurat untuk memastikan abses peritonsil. Aspirasi

atau punksi menggunakan semprit 10 ml dan jarum no.18 setelah pemberian anestesi

topikal misalnya silokain semprot dan infiltrasi anestesi lokal misalnya lidokain.5

Pemeriksaan kultur kuman dan sensitifitas tes untuk mengetahui jenis kuman dan

pemilihan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.16 Pemeriksaan laboratorium darah

berupa faal hemostasis, pemeriksaan darah lengkap umumnya ditemukan leukositosis

sangat membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang radiologi berupa

ultrasonografi intraoral dan tomografi komputer dapat dikerjakan untuk menunjang

diagnostik. Ultrasonografi dapat digunakan di ruang pemeriksaan gawat darurat untuk

membantu mengidentifikasi ruang abses sebelum dilakukan aspirasi dengan jarum. Pada

pemeriksaan ultrasonografi intraoral tampak gambaran cincin isoechoic dengan

gambaran sentral hypoechoic. Penentuan lokasi abses yang akurat, membedakan antara

selulitis dan abses peritonsil serta menunjukkan gambaran penyebaran sekunder dari

infeksi ini merupakan kelebihan penggunaan tomografi komputer. Khusus untuk

diagnosis abses peritonsil di daerah kutub bawah tonsil akan sangat terbantu dengan

pemeriksaan tomografi komputer.16

Page 17: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

9

Page 18: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

2.5. Diagnosis Banding

Penonjolan satu atau kedua tonsil, atau setiap pembengkakan pada daerah

peritonsilar harus dipertimbangkan penyakit lain selain abses peritonsil sebagai diagnosis

banding. Diagnosis banding dari abses peritonsil yaitu infeksi mononukleosis, benda

asing, tumor/keganasan/limfoma, penyakit Hodgkin leukemia, adenitis servikal,

aneurisma arteri karotis interna dan infeksi gigi.17

Kelainan-kelainan ini dapat dibedakan dari abses peritonsil melalui pemeriksaan darah,

biopsi dan pemeriksaan diagnostik lain.6,8,18

Tidak ada kriteria spesifik yang dianjurkan untuk membedakan selulitis dan abses

peritonsil. Penderita dengan gejala infeksi daerah peritonsil sebaiknya dilakukan aspirasi atau

punksi. Apabila hasil aspirasi positif atau terdapat pus, berarti abses, maka penatalaksanaan

selanjutnya dapat dilakukan. Bila hasil aspirasi negatif atau tidak ada pus, pasien dapat

didiagnosis sebagai selulitis peritonsil.17,18

2.6. Penatalaksanaan

Meskipun abses peritonsil merupakan komplikasi tersering dari tonsilitis

akut, penatalaksanaan dari abses peritonsil masih kontroversial. Penatalaksanaan yang

umum dikenal untuk abses peritonsil adalah insisi, drainase dan terapi antibiotika, diikuti

oleh tonsilektomi beberapa minggu kemudian.19 Rawat inap mungkin diperlukan,

terutama pada pasien anak-anak. Namun, orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua

dengan abses peritonsil ringan dapat dirawat sebagai pasien rawat jalan setelah dilakukan

drainase dan bila dapat mengkonsumsi obat oral dan hidrasi.10

2.6.1 Terapi Antibiotik

Salah satu faktor yang masih merupakan kontroversi dalam penanganan

abses peritonsil adalah pemilihan antibiotik sebelum dan sesudah pembedahan. Antibiotik

pada gejala awal diberikan dalam dosis tinggi disertai obat simptomatis, kumur-kumur

dengan cairan hangat dan kompres hangat pada leher.20

Page 19: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

Dengan mengutamakan pemeriksaan kultur dan sensitifitas, pemberian antibiotik

ditujukkan pada jenis bakteri mana yang lebih banyak muncul. Penisilin dan sefalosporin

generasi pertama, kedua atau ketiga umumnya merupakan antibiotik pilihan.11,14

10

Page 20: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

Penisilin dapat digunakan pada penderita abses peritonsil yang diperkirakan

disebabkan oleh kuman Staphylococcus. Metronidazol merupakan antibiotik yang sangat

baik untuk infeksi anaerob. Tetrasiklin merupakan antibiotik alternatif yang sangat baik

bagi orang dewasa, meskipun klindamisin saat ini dipertimbangkan sebagai antibiotik

pilihan untuk menangani bakteri yang memproduksi beta laktamase.20,21

2.6.2. Insisi dan Drainase

Insisi dan drainase pada abses peritonsil dapat disebut juga intraoral

drainase. Tujuan utama tindakan ini adalah mendapatkan drainase abses yang adekuat

dan terlokalisir secara cepat. Lokasi insisi biasanya dapat diidentifikasi pada

pembengkakan didaerah pilar-pilar tonsil atau dipalpasi pada daerah paling

berfluktuasi.22

Pada penderita dengan keadaan sadar, tindakan dapat dilakukan dengan posisi

duduk menggunakan anestesi lokal. Pada penderita yang memerlukan anestesi umum,

posisi penderita saat tindakan adalah kepala lebih rendah atau posisi Trendelenberg

menggunakan pipa endotrakeal. Anestesi lokal dapat dilakukan pada cabang tonsilar dari

nervus glossofaringeus atau N. IX yang memberikan inervasi sensoris mayoritas pada

daerah ini, dengan menyuntikkan lidokain melalui mukosa ke dalam fosa tonsil.11,20

Insisi menggunakan pisau skalpel no.11. Lokasi insisi dapat diidentifikasi pada

pembengkakan di daerah pilar-pilar tonsil atau dipalpasi pada daerah yang paling

fluktuatif, pada titik yang terletak dua pertiga dari garis khayal yang dibuat antara dasar

uvula dengan molar terakhir, pada pertengahan garis horizontal antara pertengahan basis

uvula dan M3 atas, pada pertemuan garis vertikal melalui titik potong pinggir medial

pilar anterior dengan lidah dengan garis horizontal melalui basis uvula, pada pertemuan

garis vertikal melalui pinggir medial M3 bawah dengan garis horizontal melalui basis

uvula. Insisi diperdalam dengan klem dan pus yang keluar langsung dihisap dengan

menggunakan alat penghisap.21,22

Tindakan menghisap pus ini penting dilakukan untuk mencegah aspirasi yang dapat

mengakibatkan timbulnya pneumonitis. Biasanya bila insisi yang dibuat tidak cukup dalam,

harus lebih dibuka lagi dan diperbesar. Setelah cukup banyak

Page 21: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

11

Page 22: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

pus yang keluar dan lubang insisi yang cukup besar, penderita kemudian disuruh

berkumur dengan antiseptik dan diberi terapi antibiotika.21,22 Umumnya setelah drainase

terjadi, rasa nyeri akan segera berkurang. Pus yang keluar juga sebaiknya diperiksakan

untuk tes kultur dan sensitifitas, biasanya diambil saat aspirasi (diagnosis).22

Tonsilektomi merupakan penanganan yang terbaik untuk mencegah rekurensi

abses peritonsil.5 Waktu pelaksanaan tonsilektomi sebagai terapi abses peritonsil

bervariasi, yaitu: 1) Tonsilektomi a chaud: dilakukan segera/bersamaan dengan drainase

abses, 2) Tonsilektomi a tiede: dilakukan 3-4 hari setelah insisi dan drainase, 3)

Tonsilektomi a froid: dilakukan 4-6 minggu setelah drainase.22

Saat ini tampaknya dibenarkan bahwa tonsilektomi pada abses peritonsil,

dilakukan dalam anestesi umum, melalui tonsilektomi secara diseksi dan dalam

perlindungan terapi antibiotika adalah suatu operasi yang memberikan resiko yang sama

dengan tonsilektomi abses pada fase tenang (cold tonsillectomy).22

Pada umumnya insisi dan drainase diikuti dengan tonsilektomi 6-12 minggu

kemudian adalah prosedur terapi abses peritonsil.21 Pasien harus dilakukan operasi 2-3 hari

setelah infeksi terkontrol jika ukuran luka pada abses yang pecah spontan kurang dari 2,5 cm.

Namun, bila ukuran luka pada abses yang pecah spontan lebih dari 2,5 cm maka tindakan

operasi harus dilakukan segera dengan tetap memperhatikan kondisi umum dan komplikasi

sistemik pada pasien.5,23

2.7. Komplikasi

Komplikasi segera yang dapat terjadi berupa dehidrasi karena masukan

makanan yang kurang. Pecahnya abses secara spontan dengan aspirasi darah atau pus

dapat menyebabkan pneumonitis atau abses paru.11,24

Infeksi abses peritonsil dapat meluas kearah parafaring menyusuri selubung karotis

kemudian membentuk ruang infeksi yang luas. Perluasan infeksi ke daerah parafaring,

dapat mengakibatkan terjadinya abses parafaring, penjalaran selanjutnya dapat masuk ke

mediastinum sehingga dapat terjadi mediastinitis. Pembengkakan yang timbul di daerah

supraglotis dapat timbul obstruksi jalan nafas yang memerlukan tindakan trakeostomi.24

Page 23: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

12

Page 24: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial dapat mengakibatkan trombus sinus

kavernosus, meningitis dan abses otak. Pada keadaan ini, bila tidak ditangani dengan baik

akan menghasilkan gejala sisa neurologis yang fatal. Komplikasi lain yang mungkin

timbul akibat penyebaran abses adalah endokarditis, nefritis dan peritonitis.24

III. LAPORAN KASUS

Pasien inisial KR, laki-laki, usia 6 tahun, suku Bali, datang ke IRD RSUP

Sanglah pada tanggal 14 Nopember 2015 diantar oleh orangtuanya dengan keluhan nyeri

tenggorok sejak 3 hari yang lalu disertai dengan demam, makan dan minum sedikit-sedikit,

riwayat batuk dan nyeri tenggorok berulang sejak ± 1 tahun ini.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, berat badan 48 kg,

kesadaran kompos mentis, nadi 90 kali/menit, respirasi 24 kali/menit dan suhu aksila

36,5oC. Pada pemeriksaan telinga dalam batas normal, pemeriksaan hidung dalam batas

normal, pemeriksaan tenggorok didapatkan tonsil T3/T3 hiperemi, kripte melebar kanan

dan kiri, detritus kanan dan kiri tidak ada, uvula terdorong ke kanan, pada regio peritonsil

kiri edema ada, fluktuasi ada, dilakukan aspirasi terdapat pus dan darah.

Gambar 3. Pasien KR, laki-laki, usia 6 tahun.

Page 25: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

13

Page 26: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

Pasien dilakukan insisi pada regio peritonsil kiri yaitu pada daerah yang paling

berfluktuasi, sebelum tindakan dilakukan anestesi lokal, dengan menyuntikkan lidokain

melalui mukosa ke dalam fosa tonsil. Insisi menggunakan pisau skalpel no.11, insisi

diperdalam dengan klem dan pus yang keluar langsung dihisap dengan menggunakan alat

penghisap, sebelumnya dilakukan swab dasar luka dan dilakukan pemeriksaan kultur dan

tes sensitivitas ke laboratorium mikrobiologi.

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan abses

peritonsil sinistra. Pasien dirawat inap, posisi tidur Trendelenburg, diberikan infus

Dekstrosa 5% ½ NS 12 tetes per menit, obat-obatan intravena: Cefoperazon 750 mg tiap

12 jam; Metronidazole 300 mg tiap 8 jam; Ketorolac 5 mg tiap 8 jam; Metil prednisolone

31,25 mg tiap 12 jam; Ranitidin 25 mg tiap 12 jam, pasien dilakukan dilatasi dan

drainase setiap hari, pemeriksaan laboratorium lengkap, foto rontgen toraks, menunggu

hasil kultur dan tes sensitivitas.

Pada tanggal 15 Nopember 2015, keluhan nyeri tenggorok masih ada, dilakukan

dilatasi dan drainase, pus dan darah yang keluar minimal, posisi tidur

Trendelenburg, terapi infus dan intravena dilanjutkan, pada hasil pemeriksaan

laboratorium ditemukan: WBC 24,4 x 103/uL; Hb 13,0 gr/dL; Plt 358 x 103/uL; PPT 11,9

detik (kontrol 11,9 detik); APTT 32,7 detik (kontrol 32,4 detik), foto rontgen toraks: cor

dan pulmo tak tampak kelainan.

Page 27: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

Gambar 4. Abses peritonsil sinistra post insisi dan drainase (16 Nopember 2015).

14

Page 28: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

Pada tanggal 16 Nopember 2015, keluhan nyeri tenggorok berkurang, dilakukan

dilatasi dan drainase, pus yang keluar minimal, darah tidak ada, posisi tidur

Trendelenburg, pada hasil kultur dan tes sensitivitas didapatkan hasil:

Streptococcus pyrogenes pada spsesimen, terapi infus dan intravena dilanjutkan. Pada

tanggal 17 Nopember 2015, keluhan nyeri tenggorok berkurang,

dilakukan dilatasi dan drainase, pus dan darah yang keluar tidak ada, posisi tidur

Trendelenburg, terapi infus dan intravena dilanjutkan.

Pada tanggal 18 Nopember 2015, keluhan nyeri tenggorok sudah tidak ada, dilakukan

dilatasi dan drainase, pus dan darah yang keluar tidak ada, posisi tidur

Trendelenburg, infus dilanjutkan, Ketorolac intravena stop dan diganti Parasetamol sirup

cth II tiap 8 jam intra oral, obat-obatan intravena lainnya dilanjutkan, pemeriksaan

laboratorium lengkap.

Gambar 5. Abses peritonsil sinistra post insisi dan drainase (19 Nopember 2015).

Pada tanggal 19 Nopember 2015, keluhan nyeri tenggorok tidak ada, pada hasil

pemeriksaan laboratorium ditemukan: WBC 9,05 x 103/uL; Hb 13,7 gr/dL; Plt 438 x

103/uL, pasien diperbolehkan pulang dan kontrol kembali ke Poliklinik THT-KL 5 hari

Page 29: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

lagi (24 Nopember 2015), obat-obatan oral yang diberikan: Cefiksim sirup cth II tiap 12

jam, Parasetamol sirup cth II tiap 8 jam, Metil prednisolone tablet 4 mg tiap 8 jam.

15

Page 30: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

Gambar 5. Abses peritonsil sinistra post insisi dan drainase (kontrol Poliklinik THT-

KL tanggal 24 Nopember 2015).

Pada tanggal 24 Nopember 2015, pasien kontrol ke Poliklinik THT-KL, keluhan

tidak ada, pemberian obat-obatan dihentikan, pasien direncanakan untuk operasi Tonsilo-

adenoidektomi.

Pada tanggal 14 Januari 2016, pasien dilakukan operasi Tonsilo-adenoidektomi di

RSUD Badung.

IV. PEMBAHASAN

Abses peritonsil sering mengenai orang dewasa pada usia 20-40 tahun. Pada anak

jarang terjadi, kecuali yang mengalami gangguan penyakit kekebalan tubuh. Abses

peritonsil pada anak-anak lebih sering terjadi pada anak diatas usia 10 tahun, tetapi dapat

juga terjadi diatas 1 tahun.10 Pada kasus ini ditemukan pada seorang anak laki-laki, usia 6

tahun.

Abses peritonsil merupakan kumpulan pus yang terlokalisir pada jaringan

peritonsil yang umumnya merupakan komplikasi dari tonsilitis akut berulang atau bentuk

abses dari kelenjar Weber pada kutub atas tonsil.12 Hal tersebut sesuai dengan kasus pada

Page 31: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

pasien ini, dimana keluhan nyeri tenggorok yang berulang selama ± 1 tahun ini dan pada

pemeriksaan tenggorok ditemukan pembesaran tonsil (T3) kanan dan kiri.

16

Page 32: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

Pemeriksaan kultur kuman dan sensitifitas tes untuk mengetahui jenis kuman dan

pemilihan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman. Beberapa penelitian dengan

mengisolasi bakteri menunjukkan bakteri anaerob dan Streptococcus gram positif telah

diidentifikasi sebagai agen etiologi umum.14,16

Pada pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas pasien dalam kasus ini ditemukan

Streptococcus pyrogenes pada spesimen, hal ini sesuai dengan teori dimana

Streptococcus sp merupakan penyebab terbanyak infeksi abses peritonsil.

Pada anamnesis pasien didapatkan keluhan berupa rasa nyeri di tenggorok yang

terus menerus disertai demam tinggi, nyeri menelan juga dikeluhkan pasien disertai

dengan kesulitan berbicara dengan suara yang baik (hot potato's voice). Keluhan-keluhan

ini mulai dialami pasien 3 hari sebelum dibawa ke rumah sakit. Anamnesis pasien diatas

sesuai dengan gejala klinis dari abses peritonsil pada umumnya.5,9 Pada pemeriksaan

tonsil ditemukan pembengkakan pada regio peritonsil kiri, uvula yang terdorong ke

kanan serta tonsil kanan dan kiri yang membesar, hal ini sesuai dengan gambaran klinis

abses peritonsil yaitu pembengkakan yang bersifat unilateral, karena jarang kedua regio

terinfeksi pada waktu bersamaan dan disertai dengan pembesaran tonsil.5

Pemberian antibiotik penisilin dan sefalosporin generasi pertama, kedua atau

ketiga umumnya merupakan antibiotik pilihan, sedangkan untuk infeksi anaerob,

Metronidazol merupakan antibiotik yang sangat baik.11,14,20,21 Pada pasien ini diberikan

antibiotik golongan sefalosporin (Cefoperazon) yang dikombinasikan dengan

Metronidazol. Insisi dan drainase pada abses peritonsil bertujuan untuk mendapatkan

drainase abses yang adekuat dan terlokalisir secara cepat, lokasi insisi biasanya dapat

diidentifikasi pada pembengkakan didaerah pilar-pilar tonsil atau dipalpasi pada daerah

paling berfluktuasi.22 Pada pasien ini dilakukan insisi pada regio peritonsil kiri yaitu pada

daerah yang paling berfluktuasi, dimana sebelumnya sudah dilakukan aspirasi terdapat

pus dan darah.

Tonsilektomi merupakan penanganan yang terbaik untuk mencegah rekurensi

abses peritonsil.5 Hal ini juga dilakukan pada kasus ini, dimana pasien menjalani operasi

Tonsilo-adenoidektomi pada tanggal 14 Januari 2016.

Page 33: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

17

Page 34: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

V. KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus abses peritonsil pada anak laki-laki, usia 6

tahun. Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan pembesaran tonsil kanan dan kiri, kripte

kanan dan kiri yang melebar, uvula terdorong ke kanan, pada regio peritonsil kiri terdapat

edema dan fluktuasi, dilakukan aspirasi terdapat pus dan darah, kemudian dilakukan

insisi dan drainase pada regio peritonsil kiri tersebut.

Diagnosa pasien ini adalah abses peritonsil sinistra, yang ditegakkan berdasarkan

anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada pasien ini diberikan pengobatan antibiotik,

dilakukan dilatasi dan drainase setiap hari, dengan hasil penyembuhan yang baik serta

telah dilakukan operasi Tonsilo-adenoidektomi.

Page 35: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

18

Page 36: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

DAFTAR PUSTAKA

1. Segal N, Sabri SE. Peritonsillar Abscess in Children in The Southern District of

Israel. Int Journal of Ped Otol 2009;73:1148-50.

2. Papacharalampous GX, Vlastarakos PV, Kotsis G, Davilis D, Manolopoulos L.

Bilateral peritonsillar abscess: A case presentation and review of the current literature

with regard to the controversies in diagnosis and treatment. Case Reports in

Medicine. 2011;1-4.

3. Hanna B, Ronan MM. The Epidemiology of Peritonsillar Abscess Disease in

Northern Ireland. Journal of Infection 2006; 52:247-53.

4. Salihoglu M dkk. Transoral ultrasonography in the diagnosis and treatment of

peritonsillar abscess. Clinical Imaging. 2013;37:465-7.

5. Ming CF. Efficacy of three theraupetic methods for peritonsillar abscess. Journal of

Chinese Clinical Medicine. 2006;2:108-11.

6. Ellis H. The pharynx. Dalam: Clinical anatomy. Edisi ke-11. Australia. Blackwell

Publising; 2006. h.279-80.

7. Scott BA, Stiernberg CM. Infection of the Deep Spaces of The Neck. In: Bayle BJ.

editor. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 3rd ed. Philadelphia; 2001 p. 701-15.

8. Weed H.G, Forest LA. Deep Neck Infection. In: Cummings CW. editors.

Otolaryngology Head and Neck Surgery. 4th ed. Philadelphia: Pennsylvania; 2005

p.2515-24.

9. Gadre AK, Gadre KC. Infection of the deep space of the neck. Dalam: Bailey BJ,

Johnson JT, Newlands SD, penyunting. Head and Neck Surgery-Otolaryngology.

Edisi ke-4. Lippincot William & Wilkins; 2006. h.666-81.

10. Brook I. Pediatric Peritonsillar Abscess. Diakses tanggal 11 Agustus 2016. Diunduh

dari URL: http://emedicine.medscape.com/article/970260-overview

11. Marom T, Cinamon U. Changing trends of peritonsillar abscess. Am J of Otol HNS.

2010;31:162-7.

Page 37: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

19

Page 38: LAPORAN KASUS ABSES PERITONSIL PADA ANAK Oleh : I. …

12. Finkelstein Y, Ziv JB. Peritonsillar abscess as a cause of transient velopharyngeal

insufficiency. Cleft Palate Craniofacial Journal. 1993; 30:421-8.

13. Fasano JC, Chudnofsky C. Bilateral peritonsillar abscesses: Not your usual sore

throat. The Journal of Emergency Medicine. 2005;29:45-7.

14. Megalamani SB, Suria G. Changing Trends In Bacteriology of Peritonsillar Abscess.

Journal of Laryngol & Otol 2008;122:928-30.

15. Repanos C, Mukherjee P. Role of Microbiological Studies in Management of

Peritonsillar Abscess. Journal of Laryngol & Otol 2008;123:877-79.

16. Badran KH, Karkos PD. Aspiration of peritonsillar abscess in severe trismus. Journal

of Laryngol & Otol. 2006;120:492-4.

17. Probst R, Grevers G, Iro H. Disease of the oropharynx. Dalam: Basic

Otorhinolaryngology. Thieme, 2006; h.112-23.

18. Lyon M, Blaivas M. Intraoral ultrasound in the diagnosis and treatment of suspected

peritonsillar abscess in the emergency department. Acad Emerg Med. 2005;12:85-8.

19. Beriault M, Green J. Innovative Airway Management for Peritonsillar Abscess.

Cardiothoracic J Anesth 2006;53:92-5.

20. Su WY, Hsu WC. Inferior pole peritonsillar abscess successfully treated with non

surgical approach in four cases. Tsu Chi Med J. 2006;18:287-90.

21. Kieff, Bhattacharyya. Selection of antibiotic after incision and drainage of

peritonsillar abscesses. Otolaryngol Head Neck Surg. 1999;120(1):57-61.

22. Braude DA, Shalit M. A novel approach to enchance visualization during drainage of

peritonsillar abscess. The Journal of Emergency Medicine 2007;35:297-8.

23. Lehnerdt G, Senska K.Bilateral Peritonsillar Abscesses. Eur Arc Otol 2005;262:573-

75.

24. Losanoff JE, Missavage AE. Neglected peritonsillar abscess resulting in necrotizing

soft tissue infection of the neck and chest wall. Int J Clin Pract. 2005;59:1476-8.

20