laporan cilok
DESCRIPTION
laporanTRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daging merupakan salah satu sumber protein yang berasal dari hewan.
Terdapat beberapa jenis daging yang banyak dikonsumsi di Indonesia yaitu
daging ayam, sapi, domba, kambing dan babi. Menurut Lawri (2003), produksi
ayam, sapi, domba, kambing dan babi di Indonesia pada tahun 1999 secara
berturut-turut ±682.000 ton, ±354.000 ton, ±37.000 ton, ±47.000 ton dan
±138.000 ton.
Jumlah produksi yang tinggi tersebut tidak sesuai dengan jumlah
pemanfaatan dalam bentuk produk. Sebagian besar produk yang dihasilkan berupa
lauk pauk. Hal ini tidak sejalan dengan kandungan gizi tinggi yang terdapat pada
daging. Oleh karena itu, diperlukan adanya pemanfaatan jenis sumber daya
hewani ini. Salah satu pemanfaatannya adalah dengan menggunakan daging
sebagai bahan dalam pembuatan cilok.
Cilok merupakan makanan yang berasal dari Jawa Barat yang berasal dari
kata aci dicolok. Cilok merupakan makanan yang berasal dari Jawa Barat dengan
bahan utama berupa kanji. Penggunaan bahan berupa kanji menyebabkan
kandungan gizi yang dimiliki oleh bahan rendah sehingga diperlukan adanya
diversisifikasi. Peningkatan gizi dapat dilakukan dengan penambahan bahan-
bahan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi misalnya daging ayam dan
daging sapi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah;
1. Untuk mengetahui pengaruh jenis daging yang digunakan terhadap sifat
fisik dan organoleptik cilok,
2. Untuk mengetahui pengaruh jenis tepung yang digunakan terhadap cilok
yang dihasilkan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian, Fungsi dan Kandungan Bahan
2.1.1 Terigu
Terigu berasal bahasa postugis yaitu trigo yang berarti gandum, terigu
merupakan bubuk halus yang berasal dari biji gandum. Jenis tepung ini memiliki
kandungan pati dan protein dalam bentuk gluten. Kedua jenis senyawa tersebut
memiliki peranan sebagai pembentuk kekenyalan pada makanan (Salam, dkk.,
2012).
Kualitas terigu dapat ditentukan dari komposisi kimia yang terdapat
didalamnya. Adapun komposisi kimia pada tepung terigu dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Komposisi kimia terigu dalam 100 gram bahan
Komposisi Jumlahkalori (Kal) 365protein (g) 8,9lemak (g) 1,3karbohidrat (g) 77,3kalsium (mg) 16fosfor (mg) 106besi (mg) 1,2vit. B1(mg) 0,12air (g) 12
Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996)
2.1.2 Tapioka
Tapioka merupakan pati yang berasal dari hasil ekstaksi singkong. Jenis
singkong yang digunakan adalah singkong yang berusia 18-20 bulan (Grace, 1977
dalam Rahman, 2011). Bahan ini dapat digunakan sebagai bahan pengikat adonan
(Astawan, 2003).
Kualitas terigu dapat ditentukan dari komposisi kimia yang terdapat
didalamnya. Adapun komposisi kimia pada tapioka dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia tapioka dalam 100 gram bahan
Komposisi Jumlahkalori (kkal) 362protein (g) 0,5lemak (g) 0,3karbohidrat (g) 86,9kalsium (mg) 0,5fosfor (mg) 0,3serat (%) 0,2vitamin B1 (mg) 0,07air (g) 12
Sumber: Departemen Kesehatan RI, 1996
2.1.3 Daging sapi
Menurut Astawan (2004), daging adalah sekumpulan otot yang melekat
pada bagian kerangka. Daging merupakan jaringan hewan dan produk hasil
pengolahan jaringan yang sesuai serta dapat dimakan dengan tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsi (Soeparno,1998). Terdapat
beberapa jenis daging yaitu daging ayam, sapi dll.
Daging sapi merupakan jenis daging yang berwarna merah yang memiliki
kandungan protein tiggi. Pada pembuatan cilok daging sapi berfungsi sebagai
sumber protein. Adapun komposisi kimia pada daging sapi dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia pada daging sapi dalam 100 gram
Komposisi Jumlahair (g) 66protein (g) 18,8energi (kal) 207lemak (g) 14kalsium (mg) 11besi (mg) 2,8vitamin a (SI) 30
2.1.4 Daging Ayam
Menurut Astawan (2004), daging adalah sekumpulan otot yang melekat
pada bagian kerangka. Daging merupakan jaringan hewan dan produk hasil
pengolahan jaringan yang sesuai serta dapat dimakan dengan tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsi (Soeparno, 1998 dalam Dalilah,
2006). Terdapat beberapa jenis daging yaitu daging ayam, sapi dll.
Daging ayam merupakan salah satu produk yang memiliki kandungan
protein tinggi (Astawan dan Mita 1998). Pada pembuatan cilok daging ayam
berfungsi sebagai sumber protein. Adapun kandungan kimia daging ayam dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia daging ayam dalam 100 gram bahan
Komposisi Jumlahkalori (kal) 302protein (g) 18,2lemak (g) 25kalsium (mg) 14fosfor (mg) 400besi (mg) 1,5nilai Vit. A (SI) 820vitamin B1 (mg) 0,08air (g) 55,9bdd (%) 58
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1996
2.1.5 Bawang putih
Bawang putih merupakan salah datu jenis umbi lapis yang dapat digunakan
sebagai bumbu masak. Penggunaan bahan tersebut sebagai bumbu masak adalah
sebagai pemberi aroma pada produk (Vincent dan Yamaguchi, 1997). Bawang
putih memiliki kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan yang berfungsi
sebagai antibakteri, antibiotic, merangsang pertumbuhan sel tubuh (Vincent dan
Yamaguchi, 1997). Adapun kandungan gizi bawang putih dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan gizi bawang putih dalam 100 gram bahan
Komposisi JumlahAir (g) 58,58Energi (kkal) 149Protein (g) 6,36Total lipid (g) 0,5Karbohidrat (g) 33,06Serat (g) 2,1Gula (g) 1Kalsium (mg) 181Iron, Fe (mg) 1,7Magnesium (mg) 25Fosfor (mg) 153Potassium (mg) 401Sodium (mg) 17Zn (mg) 1,16Cu (mg) 0,299Mangan (mg) 1,672Selenium (mg) 14,2Vitamin C (mg) 31,2Vitamin B6 (mg) 1,235Beta karoten (mcg) 5Vitamin A (IU) 9Vitamin E (alpha-tokoferol) (mg) 0,08Triptofan (g) 0,066Threonin (g) 0,157Isoleusin (g) 0,308Lisin (g) 0,273Metionin (g) 0,076Sistein (g) 0,065
Sumber: USDA National Nutrien database for standar reference, 2013
2.1.6 Daun bawang
Bawang merupakan salah satu jenis umbi lapis yang sister perakarannya
serabut. Penggunaan daun bawang dalam pembuatan cilok adalah sebagai
peningkat aroma dan sebagai bumbu.
2.1.7 Merica
Merica merupakan rempah yang berasal dari India yang memiliki cirri-ciri
berbentuk bulat, berbiji keras dan berkulit lunak (Sutarno dan Agus Handoko,
2005). Terdapat beberapa kandungan minyak atsiri pada lada yaitu felandren,
dipenten, kariopilen, enthoksilin, limonen, alkaloida piperina dan kavisina.
Penggunaan merica pada masakan adalah sebagai penyedapa masakan dan
meningkatkan daya simpan (Rismunandar, 1993).
2.1.8 Garam
Garam merupakan padatan yang berbentuk kristal dan memiliki sifat
higroskopis (Burhanuddin, 2001). Penggunaan garam dalam bahan pangan adalah
memperbaiki citarasa, pengikat air, pengawet dan menghambat pertumbuhan
mikroba (Eddy dan Lilik, 2007; Suyanti, 2008).
2.2 Teknologi Pengolahan
Prinsip pengolahan cilok pada dasarnya sama dengan proses pengolahan
bakso. Adapun beberapa tahap pengolahan adalah;
a. Pencucian
b. Penggilingan
c. Pengulenan
Proses pengulenan dilakukan untuk menghomogenkan adonan dan bumbu.
d. Pencetakan
Pencetakan dilakukan dengan pembentukan cilok menjadi bulat kecil.
e. Perebusan
Perebusan dilakukan selama 5 menit, proses ini bertujuan untuk
melunakkan dan mengenyalkan tekstur cilok.
2.3 Reaksi pada Setiap Tahap
2.3.1 Penambahan air panas
Pada tahapan penambahan air dan campuran adonan mengalami hidrasi.
Selain itu, pada tahap pengadukan menyebabkan ikatan yang memanjang dan
mampu mengikat air serta udara (Winarno, 1995). Kapasitas hidrasi menunjukkan
jumlah air yang dapat diserap oleh tepung. Sifat demikian memberi pengaruh
besar terhadap sifat adonan yang terbentuk (Sutardi dan Supriyanto, 1996).
Penambahan air panas dalam pembuatan adonan juga menyebabkan
terjadinya proses pragelatinisasi. Tahapan ini dapat terjadi karena pemanasan
yang berasal dari air panas yang ditambahkan (Naivikul, 2006).
2.3.2 Perebusan
Perebusan dilakukan dengan menggunakan pemanasan (heating processes)
dengan suhu tinggi dan penambahan air. perebusan menyebabkan interaksi antara
air dan pati yang terdapat pada bahan sehingga menyebabkan gelatinisasi pati.
Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati sehingga tidak dapat
kembali pada kondisi awal (Winarno, 2004).
Pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus
reaktif yang terdapat pada rantai polipeptida. Kemudian terjadi pengikatan
kembali pada gugus reaktif yang sama. Semakin banyak jumlah ikatan yang
terbentuk maka protein tidak dapat terdispersi sebagai koloid sehingga
menyebabkan koagulasi. Ikatan reaktif protein yang menahan cairan akan
menyebabkan pembentukan gel. Namun, apabila cairan dan protein yang
terkoagulasi terpisah maka akan terbentuk endapan (Winarno, 2004).
BAB 3. METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a. Baskom
b. Crusher
c. Neraca analitik
d. Kompor
e. Panci
f. Gelas ukur
3.1.2 Bahan
a. Terigu
b. Tapioka
c. Daun bawang
d. Bawang putih
e. Lada
f. Garam
g. Air
3.2 Skema Kerja
Tepung terigu, tepung tapioca, mocaf, lada, bawang putih, daun
bawang
50 gr daging ayam, 50 gr daging sapi
Pengadukan bumbu dengan tepung
Penggilingan
Pencampuran
Penambahan air panas
Pencampuran
Pembentukan adonan
Perebusan
Pengujian sensoris, warna, tekstur
Penggilingan
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Uji organoleptik
a. WarnaPanelis 185 (cilok ayam) 261 (cilok sapi)Dini g 2 4Yanuar 4 2Ryan 5 4Dzikri 3 2Shofwa 2 4Nur H 4 3Meitha 3 4Dini N 4 2Dessy 4 3Anggi 4 3Riska 3 2Dwi. R 5 3Yuke 2 3Mila 3 2Faiq 3 2
b. RasaPanelis 185 (cilok ayam) 261 (cilok sapi)Dini g 1 4Yanuar 2 3Ryan 3 4Dzikri 2 3Shofwa 2 3Nur H 4 3Meitha 4 2Dini N 3 2Dessy 3 2Anggi 4 3Riska 3 2Dwi. R 3 3Yuke 1 3Mila 2 4Faiq 2 3
c. TeksturPanelis 185 (cilok ayam) 261 (cilok sapi)Dini g 2 3Yanuar 3 3Ryan 4 3Dzikri 2 3Shofwa 3 4Nur H 3 4Meitha 3 3Dini N 2 3Dessy 2 3Anggi 4 3Riska 3 4Dwi. R 4 3Yuke 2 3Mila 2 3Faiq 2 3
d. KeseluruhanPanelis 185 (cilok ayam) 261 (cilok sapi)Dini g 2 4Yanuar 3 2Ryan 4 5Dzikri 2 3Shofwa 4 5Nur H 4 3Meitha 3 2Dini N 4 3Dessy 2 4Anggi 4 3Riska 3 4Dwi. R 3 3Yuke 2 3Mila 3 4Faiq 2 3
4.1.2 Uji Fisik
a. Warna
UlanganPerlakuan
Daging ayam Daging sapidl db da dl db da
Standart 59,1 24,7 19,1 54,3 38,3 16,4U1 44,7 28,5 27,7 33,2 41,7 0,9U2 41,1 36,6 8,5 33,4 35,2 7,2U3 41,0 32,9 14,8 33,3 36,5 7,5U4 41,7 28,2 12,4 34,4 31,5 8,8U5 38,2 32,3 5,6 34,5 28,5 10,0
b. TeksturUlangan Ayam Sapi
U1 55 61U2 44 50U3 60 57U4 46 62U5 41 69
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1Organoleptik
a. Ayam
185 (cilok ayam)Rasa warna tekstur keseluruhan
Total 39 51 41 45Rata-rata 2,6 3,4 2,73 3
b. Sapi
185 (cilok ayam)Rasa warna tekstur keseluruhan
Total 44 43 48 51Rata-rata 2,93 2,87 3,2 3,4
4.2.2Warna (colour reader)
a. Ayam
Ulangan 1 2 3 4 514,4 18 18,1 17,4 20,9
Rata-rata 17,76
b. Sapi
Ulangan 1 2 3 4 514,4 18 18,1 17,4 20,9
Rata-rata 20,544.2.3Tekstur
a. Ayam
Reotex
Total 246
Rata-rata 49,2b. Sapi
Reotex
Total 299
Rata-rata 59,8
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
Bahan-bahan yang digunakan berupa terigu, tapioka, daging ayam, daging
sapi, garam, lada, bawang putih, daun bawang ditimbang sehingga sesuai dengan
takaran. Tapioka, terigu, lada, bawang putih yang telah dihaluskan,dan daun
bawang dicampurkan kemudian masukkan gilingan daging. Pengadukan
dilakukan dengan merata dengan penambahan air panas sehingga homogen dan
adonan menjadi kalis. Penggunaan air panas bertujuan untuk pragelatinisasi pati
sehingga pati dapat tergelatinisasi sempurna. Setelah didapatkan adonan yang
kalis kemudian dilakukan pembentukan agar bentuk yang dihasilkan seragam.
Kemudian dilakukan perebusan untuk menggelatinisasi adonan, perebusan
dilakukan hingga cilok mengambang. Setelah itu adonan kemudian diangkat dan
didinginkan. Setelah dingin cilok diuji organoleptik, warna dan teksturnya.
5.2 Analisis Data
5.2.1 Organoleptik
a. Warna
Berdasarkan data yang didapatkan maka dapat diketahui bahwa warna yang
dihasilkan oleh cilok dengan bahan daging ayam lebih disukai oleh panelis
dibandingkan dengan daging sapi. Warna cilok dengan bahan daging ayam lebih
disukai oleh panelis dikarenakan warna yang dihasilkan lebih cerah. Menurut
Wagino, 2008 dalam Afiati, 2009 daging ayam memiliki warna putih pucat
sedangkan daging sapi memiliki warna merah pucat hingga merah. Penggunaan
kedua bahan baku tersebut menyebabkan perbedaan tingkat kecerahan cilok yang
dihasilkan. Warna daging ayam yang putih menyebabkan cilok dengan bahan
daging ayam memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
cilok berbahan daging sapi. Selain itu, pengolahan juga mempengaruhi tingkat
kecerahan warna yang dihasilkan. Daging sapi mengalami perubahan warna
karena proses heme protein (hemoglobin pada darah dan mioglobin pada daging
merah). Proses denaturasi menyebabkan ikatan antara heme protein dan protein
miofibril. Proses tersebut menyebabkan perubahan warna menjadi kegelapan
(Lanier 2000 dalam Astuti, 2009).
b. Tekstur
Berdasarkan data yang didapatkan maka dapat diketahui bahwa tekstur
dihasilkan oleh cilok dengan bahan daging sapi lebih disukai oleh panelis
dibadingkan dengan daging ayam. Menurut Lawrie (2003), faktor yang
mempengaruhi tekstur adalah kandungan serabut otot dan struktur miofibril.
Kandungan serabut yang dimiliki oleh daging ayam lebih kecil dibandingkan
kandungan serabut daging sapi (Montolalu, dkk., 2013). Hal ini menyebabkan
tekstur daging sapi lebih berserabut dan lebih disukai oleh panelis dibandingkan
dengan daging ayam.
Penggunaan tepung yang digunakan juga mempengaruhi tekstur yang
dihasilkan. Menurut Maharaja (2008) dalam Montalalu, dkk., 2013, kandungan
gluten tepung yang digunakan maka semakin baik tekstur yang dihasilkan.
Penggunaan tepung terigu akan menghasilkan tekstur yang lebih baik
dibandingkan dengan tekstur yang dihasilkan oleh MOCAL. Menurut Salim, 2011
MOCAL tidak memiliki kandungan gluten sehingga menghasilkan tekstur yang
kurang baik.
c. Rasa
Berdasarkan data yang didapatkan maka dapat diketahui bahwa rasa yang
dihasilkan oleh cilok dengan bahan daging sapi lebih disukai dibandingkan
dengan daging ayam. Penentuan penerimaan panelis terhadap rasa adalah asin,
asam, manis dan pahit (Winarno, 1997). Selain itu tingkat kesukaan terhadap
parameter rasa tergantung pada daging yang digunakan. Penggunaan jumlah air
yang ditambahkan berpengaruh terhadap rasa yang dihasilkan. Penggunaan air
yang semakin banyak menyebabkan konsentrasi bumbu semakin rendah dan rasa
yang dihasilkan juga semakin rendah. Pada proses pembuatan adonan air yang
digunakan pada pembuatan cilok dengan bahan dasar daging sapi dan ayam
berbeda. Pada pembuatan cilok dengan daging ayam jumlah air yang ditambahkan
lebih banyak dibandingkan dengan cilok dengan bahan daging sapi sehingga
menyebabkan rasa yang dimiliki oleh cilok berbahan daging sapi lebih disukai.
Selain itu, daging sapi merupakan daging merah yang memiliki kandungan lemak
yang lebih tinggi dibandingkan daging unggas yang merupakan daging putih
(Lawrie, 1995). Jumlah lemak yang lebih tinggi pada daging sapi juga menjadi
faktor kesukaan panelis pada daging sapi.
d. Keseluruhan
Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui bahwa secara keseluruhan
cilok dengan bahan daging sapi lebih disukai dibandingkan dengan daging ayam.
Parameter utama yang menentukan kualitas bakso adalah tekstur. Menurut Lawrie
(2003), faktor yang mempengaruhi tekstur adalah kandungan serabut otot dan
struktur miofibril. Kandungan serabut yang dimiliki oleh daging ayam lebih kecil
dibandingkan kandungan serabut daging sapi (Montolalu, dkk., 2013). Hal ini
menyebabkan tekstur daging sapi lebih berserabut dan lebih disukai oleh panelis
dibandingkan dengan daging ayam.
5.2.2 Warna (Colour reader)
Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui bahwa cilok dengan bahan
daging sapi memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
daging ayam. Menurut Wagino, 2008 dalam Afiati, 2009 daging ayam memiliki
warna putih pucat sedangkan daging sapi memiliki warna merah pucat hingga
merah. Penggunaan kedua bahan baku tersebut menyebabkan perbedaan tingkat
kecerahan cilok yang dihasilkan. Warna daging ayam yang putih menyebabkan
cilok dengan bahan daging ayam memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan cilok berbahan daging sapi. Selain itu, pengolahan juga
mempengaruhi tingkat kecerahan warna yang dihasilkan. Daging sapi mengalami
perubahan warna karena proses heme protein (hemoglobin pada darah dan
mioglobin pada daging merah). Proses denaturasi menyebabkan ikatan antara
heme protein dan protein miofibril. Proses tersebut menyebabkan perubahan
warna menjadi kegelapan (Lanier 2000 dalam Astuti, 2009). Ketidaksesuain ini
dapat disebabkan oleh perbedaan pencahayaan pada saat pengujian.
5.2.3 Tekstur
Berdasarkan data yang didapatkan maka dapat diketahui bahwa cilok dengan
bahan dasar daging sapi memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat kekerasan daging ayam. Menurut Lawrie (2003),
faktor yang mempengaruhi tekstur adalah ukuran serabut otot dan struktur
miofibril. Menurut Lawrie (2003), faktor yang mempengaruhi tekstur adalah
kandungan serabut otot dan struktur miofibril. Kandungan serabut yang dimiliki
oleh daging ayam lebih kecil dibandingkan kandungan serabut daging sapi
(Montolalu, dkk., 2013). Hal ini menyebabkan tekstur daging sapi lebih keras
dibandingkan dengan daging ayam.
Penggunaan tepung yang digunakan juga mempengaruhi tekstur yang
dihasilkan. Menurut Maharaja (2008) dalam Montalalu, dkk., 2013, kandungan
gluten tepung yang digunakan maka semakin baik tekstur yang dihasilkan.
Penggunaan tepung terigu akan menghasilkan tekstur yang lebih baik
dibandingkan dengan tekstur yang dihasilkan oleh MOCAL. Menurut Salim, 2011
MOCAL tidak memiliki kandungan gluten sehingga menghasilkan tekstur yang
kurang baik.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa;
1. Penggunaan daging sapi dalam pembuatan cilok memiliki tekstur, dan rasa
yang lebih baik. Namun, dari segi warna cilok dengan berbahan baku daging
ayam lebih baik dibandingkan dengan cilok berbahan daging sapi.
2. Cilok dengan bahan terigu memiliki tekstur yang lebih baik dibandingkan
dengan tekstur yang dimiliki oleh cilok berbahan MOCAL. Warna yang
dihasilkan oleh cilok berbahan MOCAL lebih gelap dibandingkan dengan
cilok yang berbahan terigu.
6.2 Saran
Pada pengamatan sensoris, pengamatan yang dilakuakn seharusnya dengan
menggunakan panelis yang sama sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Afiati, Fifi. 2009. Pilih-pilih Daging ASUH. BioTrends. Vol. 4 (1): 21.
Astawan M. dan Mita W. 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Jakarta: CV Akademika Pressindo.
Astawan, M. 2003. Pembuatan Mie Bihun. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Solo: Tiga Serangkai.
Astuti, E. F. 2009. Pengaruh Jenis Tepung dan Cara Pemasakan terhadap Mutu Bakso dari Surimi Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Burhanuddin. 2001. Strategi Pengembangan Industri Garam di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes.
Eddy, S., dan Lilik, N., 2007. Membuat Aneka Roti. Jakarta: Penebar Swadaya.
Montolalu, S., N. Lontann., A. Dp. Mirah. 2013. Sifat Fisiko-Kimia dan Mutu Organoleptik Bakso Broiler dengan Menggunakan Tepung Ubi Jalar. Jurnal Zootek. Vol. 32 (5): 7.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Praktis Pengolahan Daging. Ebookpangan.com.
Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta: UI-Press.
Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan Aminudin Parakkasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Naivikul, M. 2006. Characterization of Pregelatinized and Hot Moisture Treated Rice Flour. Thailand: Kasertsart Journal International Science.
Rahman, A. M. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan MOCAL (Modified Cassava Flour) sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rismunudar, 1993. Lada, Budidaya dan Tataniaganya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Salam, A.R., Haryotejo, B., Mahatama, E., dan Fakhrudin, U. (2012). Kajian Dampak Kebijakan Perdagangan Tepung Terigu Berbasis SNI. Jurnal Standardisasi BSN. (14): 117-130.
Soeparno. 1998. Ilmu Dan Teknologi Daging. Cetakan ke 3. Yogyakarta: Gadjah mada university.
Sutardi dan Supriyanto., 1996. Sifat Tepung Sukun dan Kesesuaiannya untuk Diolah Menjadi Berbagai Produk Olahan Makanan Kecil. Jakarta: Majalah Pangan No.2 Vol. VII.
Sutarno dan Agus Handoko. 2005. Budi daya Lada Si Raja Rempah-rampah. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Suyanti,. 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas dari Pengawet. Jakarta: Penebar Swadaya.
USDA. 2003. National Nutrient Database for Standard Reference. http://www.personalhealthzone.com/nutrients/vegetables/lettuce.html. diakses 2 Juni 2015.
Vincent, E. dan M. Yamaguchi ,.1997. Sayuran Dunia Edisi Pertama. Bandung: ITB Press.
Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.