laporan besar pb semangatatatatta

47
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pertanian dihadapkan pada maslah yang cukup serius. SDA yang saat ini sudah sangat terbatas harus digunakan seoptimalkan mungkin untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Hasilnya adalah eksploitasi secara besar-besaran dan terjadi perebutan dalam penggunaan fungsi lahan yang seharusnya untuk pangan namun digunakan juga untuk papan dan sandang. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan laju penduduk yang semakin meningkat tidak diimbangi dengan ketersediaan SDA yang cukup. Pertanian berkelanjutan merupakan upaya dalam proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta kualitas lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada pembentukan lingkungan yang mampu menyediakan daya dukung dalam jangka waktu yang panjang. Dan mengoptimalkan peran lingkungan secara optimal dalam mendukung tumbuh kembang makhluk hidup di dalamnya. Jadi secara umum, sistem pertanian berlanjut merupakan sistem pertanian yang layak secara ekonomi, ekologi, sosial dan budaya. Dalam pengupayaan pertanian yang berkelanjutan dapat dilakukan di lahan pertanian skala bentang lahan, hal ini dikarenakan antar wilayah yang berkaitan saling mempengaruhi. Sehingga tidak hanya bisa dipisahkan melalui

Upload: tejakusuma

Post on 28-Jan-2016

43 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Besar PB Semangatatatatta

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangDewasa ini pertanian dihadapkan pada maslah yang cukup serius. SDA yang saat ini

sudah sangat terbatas harus digunakan seoptimalkan mungkin untuk pemenuhan kebutuhan

manusia. Hasilnya adalah eksploitasi secara besar-besaran dan terjadi perebutan dalam

penggunaan fungsi lahan yang seharusnya untuk pangan namun digunakan juga untuk papan

dan sandang. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan laju penduduk yang semakin meningkat

tidak diimbangi dengan ketersediaan SDA yang cukup.

Pertanian berkelanjutan merupakan upaya dalam proses produksi pertanian dengan

menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang

dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta kualitas

lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada

pembentukan lingkungan yang mampu menyediakan daya dukung dalam jangka waktu yang

panjang. Dan mengoptimalkan peran lingkungan secara optimal dalam mendukung tumbuh

kembang makhluk hidup di dalamnya.

Jadi secara umum, sistem pertanian berlanjut merupakan sistem pertanian yang layak

secara ekonomi, ekologi, sosial dan budaya. Dalam pengupayaan pertanian yang

berkelanjutan dapat dilakukan di lahan pertanian skala bentang lahan, hal ini dikarenakan

antar wilayah yang berkaitan saling mempengaruhi. Sehingga tidak hanya bisa dipisahkan

melalui beberapa luasan saja. Pada tingkat bentang lahan upaya pengelolaannya diarahkan

pada upaya menjaga kondisi biofisik yang bagus yaitu dengan pemanfaatan biodiversitas

tanaman pertanian untuk mempertahankan keberadaan pollinator, untuk pengendalian gulma,

pengendalian hama dan penyakit dan mengupayakan kondisi hidrologi (kuantitas dan kualitas

air) menjadi baik serta mengurangi emisi karbon.

Dalam pengamatan skala bentang yang dilakukan di desa Kekep merupakan salah

satu contoh bentang lahan dengan variasi penggunaan lahan. Diataranya adalah agroforestry

dan pertanian intensif dengan komoditas hortikultura. Hal ini sangat berpengaruh antara

kegiatan hulu dan hilir sehingga perlu dilakukan pengambilan kebijakan yang tidak

merugikan masyarakat dan lingkungan. Selain itu, dilakukan pengamatan apakah di wilayah

ini telah menuju ke pertanian yang berkelanjutan atau tidak.

Page 2: Laporan Besar PB Semangatatatatta

1.2. Maksud dan Tujuan1. Memperoleh segala informasi yang berkaitan dengan pertanian berlanjut dari aspek

ekologi, ekonomi, dan sosial.

2. Untuk memahami macam-macam tutupan lahan, sebaran tutupan lahan dan interaksi

antar tutupan lahan pertanian yang ada di suatu bentang lahan dilihat dari indikator

berlanjut.

1.2. Manfaat Dengan dilaksanakannya fieldtrip, manfaat yang diperoleh antara lain dapat

menentukan apakah suatu lansekap yang diamati termasuk dalam kategori pertanian berlanjut

atau tidak dengan berbagai indikator ekologi, ekonomi, sosial dan budaya.

1.3. ManfaatDengan dilaksanakannya fieldtrip,I manfaat yang diperoleh antara lain dapat

menentukan apakah suatu lansekap yang diamati termasuk dalam kategori pertanian berlanjut

atau tidak dilihat dari indikator keberlanjutannya meliputi ekologi, ekonomi, sosial dan

budaya.

Page 3: Laporan Besar PB Semangatatatatta

BAB 2 METODOLOGI

2.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaana. Pelaksanaan fieldtrip mata kuliah Pertanian Berlanjut diadakan di Dusun Kekep, Desa

Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.

b. Waktu pelaksanaan fieldtrip mata kuliah Pertanian berlanjut yaitu pada hari Sabtu, 27

November 2013

2.2. Metode Pelaksanaan

2.2.1. Pemahaman Karakteristik Lansekap

Menentukan lokasi yang representatif untuk dapat melihat

lansekap secara keseluruhan.

Melakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai bentuk penggunaan lahan yang ada.

Isikan pada kolom penggunaan lahan, dokumentasi dengan

foto kamera.

Identifikasi jenis vegetasi yang ada, isi hasil identifikasi ke

dalam kolom tutupan lahan.

Mengisi hasil pengamatan pada form

Page 4: Laporan Besar PB Semangatatatatta

2.2.2. Pengukuran Kualitas Air

a. Pendugaan kualitas air secara fisik (kekeruhan) dilakukan dalam beberapa

langkah:

- .

- Aduk air secara merata.

b. Pengamatan suhu air dilakukan dalam beberapa langkah:

Tuangkan contoh air dalam tabung / botol air mineral sampai ketinggian 45 cm.tabung dapat dibuat dari tiga buah botol air kemasan ukuran 600 ml yang disatukan

Masukkan secchi disc ke dalam tabung yang berisi air secara perlahan-lahan dan amati secara tegak lurus sampai warna hitam-putih pada secchi disc tidak dapat dibedakan

Baca berapa sentimeter kedalaman “secchi disc‟ tersebut.

Masukkan data kedalaman yang diperoleh ke dalam persamaan

berikut:

Konsentrasi sedimen (mg/l) = 9,7611e-0,136D

Dimana “D‟ adalah kedalaman “secchi disc‟ dalam cm.

Catat udara sebelum mengukur suhu dalam air.

Masukkan termometer ke dalam air selama 1-2 menit

Baca suhu saat termometer masih dalam air, atau

secepatnya setelah dikeluarkan dari dalam air.

Catat pada form pengamatan.

Page 5: Laporan Besar PB Semangatatatatta

2.2.3. Pengukuran Biodiversitas

2.2.3.1. Aspek Agronomia. Indikator yang digunakan dalam mengukur biodiversitas dari aspek

agronomi adalah populasi dan jenis gulma pada lahan. Metode yang

digunakan adalah:

b. Metode yang digunakan untuk mengukur biodiversitas tanaman pangan &

tahunan adalah sebagai berikut:

Membuat sebuah kerangka persegi berukuran 1m x

1m dari bahan bambu.

Kerangka persegi dilempar secara acak ke tempat

yang diduga memiliki populasi gulma yang dapat

mewakili keseluruhan lahan.

Catat jumlah dan jenis gulma yang ditemukan dalam

kerangka persegi tersebut. Untuk mengetahui jenis

gulma dapat menggunakan buku Flora.

Olah semua data yang telah diperoleh dengan

bantuan modul fieldtrip mata kuliah Pertanian

Berlanjut.

Buatlah jalur transek pada hamparan yang akan

dianalisis

Tentukan titik pada jalur (transek) yang mewakili

masing-masig tutupan lahan dalam hamparan

lanskap

Catat karakteristik tanaman budidaya di setiap

tutupan lahan yang telah ditentukan

Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel.

Page 6: Laporan Besar PB Semangatatatatta

2.2.3.2. Aspek Hama Penyakit

Membuat jalur transek pada hamparan yang akan

dianalisis

Menentukan titik-titik pengambilan sampel pada jalur

(transek) yang mewakili agroekosistem dalam hamparan

Tangkap serangga ndengan menggunakan sweep net

dengan metode yang benar pada agroekosistem yang

telah ditentukan

Kumpulkan semua serangga yang tertangkap sweep net

dan masukkan kedalam kantong plastik yang telah

diberi secarik kertas tissue

Serangga yang telah terkumpu dibunuh dengan

memberikan etil asetat.

Semua kantong plastik berisi serangga (sudah mati)

dibawa ke Laboratorium Hama. Apabila belum segera

diamati hendaknya semua serangga tersebut disimpan

dilemari pendingin.

Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel.

Page 7: Laporan Besar PB Semangatatatatta

2.2.4. Pendugaan Cadangan Karbon

2.2.5. Identifikasi keberlanjutan lahan dari Aspek Sosial EkonomiDalam mengevaluasi keberlanjutan dari aspek sosial ekonomi menggunakan

indikator-indikator sebagai berikut (dengan melakukan wawancara terhadap petani):

1. Macam/jenis komoditas yang ditanam

2. Akses terhadap sumber daya pertanian

3. Penguasaan lahan

4. Saprodi

5. Apakah petani mengetahui usahatani yang dilakukan ramah terhadap lingkungan

atau tidak

6. Diversifikasi sumber pendapatan

7. Kepemilikan hewan ternak

8. Pengelolaan produk sampingan.

Page 8: Laporan Besar PB Semangatatatatta

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

3.1.1. Kondisi Umum WilayahTabel 1, Kondisi Wilayah Tiap Plot

PLO

T

Penggu-

naan lahan

Tutupan lahan Manfaat Posisi

lereng

Tingkat tutupan Kera

patan

C-stock

Kanopi Seresah

1. Hutan

Alami-

Tanaman

Tahunan

-Nangka

-Kesemek

-Rumput

Gajah

-Alang-alang

Buah

Buah

Daun

-

Bawah Sedang Tinggi T Sangat

Baik

2. Tanaman

Agroforestri

sederhana

-Jagung

-Singkong

-Talas

-Pisang

-Nangka

-Alpukat

-Pinus

Tongkol

Umbi

Umbi

Buah

Buah

Buah

Kayu-

Bunga

Bawah Sedang Tinggi T

S

S

T

R

R

R

Cukup

Baik

3. Tanaman

Semusim

-Kubis

-Cabai

-Tanaman

Mawar

Daun

Buah

Bunga

Bawah-

Tengah

Tidak

Ada

Rendah T

T

T

Kurang

Baik

4. Tanaman

Semusim +

Pemukiman

-Wortel Umbi Bawah Tidak

Ada

Rendah T Kurang

Baik

Kondisi wilayah Dusun Kekep Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu secara

umum berupa lereng-lereng. Dalam pelaksanaan fieldtrip Pertanian Berlanjut dibagi dalam

beberapa plot yaitu plot 1,2,3, dan plot 4. Pada plot 1, penggunaan lahannya (land use) yaitu

Page 9: Laporan Besar PB Semangatatatatta

hutan alami, sedangkan untuk tutupan lahannya (land cover) berupa pohon nangka, pohon

kesemek, alang-alang dan rumput gajah. Untuk posisi lerengnya sendiri yaitu di bawah. Dan

tingkat kerapatannya juga beragam, tetapi bisa dikatakan relatif tinggi. Hal ini juga

menunjukkan keragaman spesies di plot 1 ini juga banyak. Pada plot ini terdapat pohon yang

memiliki sebaran rapat, sehingga penyimpanan dan penyerapan karbon tinggi dan jadi untuk

C-stocknya dapat dikatakan kedalam kategori sangat baik.

Pada plot 2, penggunaan lahannya berupa agroforestri sederhana dan tutupan

lahannya berupa jagung, singkong, talas, pisang, pohon nangka, pohon alpukat, dan pohon

pinus. Untuk posisi lerengnya sebagian besar berada di bawah. Penggunaan lahan dengan

tanaman agroforestri sederhana yaitu jagung yang memiliki tingkat sebaran rapat, singkong

dan talas yang memiliki tingkat sebaran yang sedang, tanaman pisang yang memiliki tingkat

sebaran yang rapat serta tanaman tahunan yang memiliki tingkat sebaran yang jarang seperti

tanaman nangka, alpukat dan pinus. Sehingga dapat dikatakan memiliki cadangan karbon

yang termasuk kategori cukup. Hal ini dikarenakan penyerapan karbon tertinggi adalah pada

hutan atau tanaman tahunan, karena pada plot 2 hanya memiliki tanaman tahunan yang

sedikit atau dalam kategori sebarannya jarang.

Pada plot 3, penggunaan lahannya hanya tanaman semusim saja, untuk penutup

lahannya yaitu kubis, cabai dan tanaman mawar. Untuk posisi lerengnya berada di bawah

agak ke tengah. Tingkat kerapatan vegetasinya yaitu tinggi. Tanaman kubis , cabai, dan

mawar memiliki tingkat sebaran rapat, sehingga memiliki cadangan karbon kurang.

Pada plot 4, penggunaan lahannya yaitu berupa tanaman semusim dan pemukiman,

penutup lahannya tanaman wortel saja. Untuk lerengnya sendiri berada di bawah pemukiman.

Kerapatan vegetasinya juga tergolong tinggi. Untuk bahaya erosi di plot ini cukup tinggi,

karena kurangnya tanaman tahunan dan pepohonan di plot ini yang mampu menahan erosi

dan kanopi juga tidak ada. Karena sebaran kerapatan vegetasinya tinggi maka plot ini

memiliki cadangan karbon kurang. Hal ini seperti halnya pada plot ke 3 yang memiliki

cadangan karbon kurang.

3.1.2. Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik

3.1.2.1. Kualitas AirTabel 2. Tabel Pengamatan Kualitas Air secara Fisik dan Kimia Plot 1 dan 2

Parameter SatuanLokasi pengambilan air sampel Kelas (PP no.

82 tahun 2001)

Plot 1 Plot 2U1 U2 U3 U1 U2 U3

Kekeruhan Cm 45 33 37 >45 >45 >45

Page 10: Laporan Besar PB Semangatatatatta

Suhu ℃ 22 22 22 26,71

26,7 26,7

pH 7,09 6,63

DO 1,25 1,58

Tabel 3. Tabel Pengamatn Kualitas Air secara Fisik dan Kimia Plot 3 dan 4

Parameter SatuanLokasi pengambilan air sampel Kelas (PP no.

82 tahun 2001)Plot 3 Plot 4U1 U2 U3 U1 U2 U3

Kekeruhan Cm >45 >45 >45 >38 >38 >38

Suhu ℃ 20 20 20 19 19 19

pH 7,51 7,28

DO 1,32 1,46

Pada fieldtrip pertanian berlanjut aspek tanah mengamati sungai dengan indikator

pengamatan fisik (kekeruhan dan suhu) dan kimia (pH dan oksigen terlarut). Pengamatan

ke empat indikator yang dilakukan pada saat fieldtrip menunjukan bahwa antara plot-

plot pengamatan tidak mempunyai perbedaan yang nyata.

Plot 1: Pada pengamatan kekeruhan menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara

masing masing ulangan, hal tersebut dikarenakan pada masing-masing ulangan mewakili

homogenitas suatu plot saliran air. Pada pengamatan suhu tidak terjadi keragaman suhu,

suhu masing-masing ulangan pada plot 1 adalah 22℃. pH 7,09 dan DO 1,25. Dari data

yang di dapat dapat disimpulkan bahawa plot 1 merupakan aliran air dengan kelas mutu

kelas 4 dengan pembatas DO.

Plot 2: Pada pengamatan plot 2 tidak terjadi keragaman sama sekali baik dalam

pengamatan suhu maupun kekeruhan. Pada pengamatan suhu didapat hasil sebesar

>45cm dengan suhu 27℃. pH 6,63 dan DO 1,58. Dari data yang di dapat dapat

disimpulkan bahawa plot 2 merupakan aliran air dengan kelas mutu kelas 4 dengan

pembatas DO.

Plot 3: Pada pengamatan plot 2 tidak terjadi keragaman sama sekali baik dalam

pengamatan suhu maupun kekeruhan. Pada pengamatan suhu didapat hasil sebesar

>45cm dengan suhu 20℃. pH 7,51 dan DO 1,32. Dari data yang di dapat dapat

Page 11: Laporan Besar PB Semangatatatatta

disimpulkan bahawa plot 3 merupakan aliran air dengan kelas mutu kelas 4 dengan

pembatas DO.

Plot 4: Pada pengamatan plot 2 tidak terjadi keragaman sama sekali baik dalam

pengamatan suhu maupun kekeruhan. Pada pengamatan suhu didapat hasil sebesar

>38cm dengan suhu 19℃. pH 7,28 dan DO 1,46. Dari data yang di dapat dapat

disimpulkan bahawa plot 4 merupakan aliran air dengan kelas mutu kelas 4 dengan

pembatas DO.

Dalam peraturan pemerintah (Anonymous, 2013) memaparkan bahwa Klasifikasi

mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :

a) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan

atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

tersebut;

b) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi

air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan

atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

tersebut;

c) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air

tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

d) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut.

Dari data yang telah ada dan dari pembahasan yang ada maka dapat ditetapkan

bahwa pada aliran sungai disana mempunyai mutu air kelas 4 dengan faktor pembatas

DO. Ciri-ciri mutu air kelas 4 adalah pH= 5-9 dan DO= 0. Sedangkan mutu air kelas 4

adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau

peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3.1.2.2. Biodiversitas TanamanBerdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, pada pengukuran biodiversitas

dari aspek agronomi sebagai indikator pertanian berlanjut adalah sebagai berikut :

Pada plot 1 merupakan jenis tanaman tahunan dengan tutupan lahan adalah hutan.

Jenis tanaman yang ditemukan antara lain nangka yang memiliki sebaran rapat, kesemek

yang memiliki sebaran rapat, pada plot 1 memiliki luas lahan ½ hektar. Selain itu juga

Page 12: Laporan Besar PB Semangatatatatta

ditemukan beberapa jenis gulma antara lain rumpu teki dan rumput gajah yang memiliki

tingkat kelebatan 60% selain itu juga ditemukan rumput teki, Goletrak beuti, Rumput

mutiara dengan tingkat kelebatan 80%. pada plot ini memiliki tingkat kelerengan yang

cukup curam sehingga plot ini, jenis tutupan lahan yang sesuai adalah adanya tanaman-

tanaman tahunan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pada plot ini ditinjau dari aspek

agronomi sudah memenuhi indikator pertanian perlanjut, karena memiliki beberapa jenis

tanaman tahunan dengan sebaran yang rapat.

Pada plot 2 merupakan plot agroforestri sederhana. Pada plot ini terdapat tanaman

tahunan dan tanaman musiman.diantaranya adalah Jagung, singkong, talas, pisang

nangka, alpukat, pinus. Untuk tanaman singkong dan talas memiliki sebaran yang

sedang. tanaman jagung dan pisang rapat. Tanaman pinus, alpukan dan nangka memiliki

sebaran yang jarang. Selain itu juga terdapat gulma antara lain krokot, rumput gajah dan

rumpu teki yang memiliki tingkat kelebatan antara 26 %-65%. Pada plot agroforesti ini

dapat dikatakan memiliki tingkat biodiversitas yang cukup baik karena memiliki jumlah

tanaman tahunan dan musiman yang memiliki tingkat sebaran mulai dari j arang pada

tanaman tahunan dan rapat pada tanaman musiman. Sebenarnya untuk memenuhi

indikator pertanian berlanjut pada plot agroforesti ini harus menambah tanaman –

tanaman tahunan yang juga menghasilkan produksi dengan begitu plot tersebut akan

memiliki tutupan lahan yang lebih baik. Misalnya dengan menambah populasi tanaman

alpukat, kesemek, dan menambah tanaman kelapa.

Pada plot 3 merupakan plot tanaman semusim. Tanaman yang terdapat di plot

tersebut adalah tanaman kobis dengan tingkat kerapatan yang rapat yaitu Pada lahan

seluas 2,5 hektar ini dengan jarak tanam 30 x 40cm memiliki populasi 2083. Selain itu

juga ditemukan beberapa macam gulma antara lain teki dengan kelebatan 40 % dan

krokot dengan kelebatan 30%. Pada plot ini dapat dikantakan memiliki biodiversitas

yang rendah karena hanya ada 1 jenis tanaman musiman yaitu tanaman kobis yang

monokultur dan dua jenis gulma. Untuk memenuhi indikator pertanian berlanjut maka

harus mengubah sistem tanam monokultur menjadi polikultur. Yaitu dengan menanam

beberapa jenis tanaman sehingga biodivesitas pada plot tersebut semakin tinggi sehingga

keseimbangan agroekosistem bisa terjaga dengan baik.

Pada plot 4 merupakan plot tanaman semusim dan pemukiman. Tanaman yang

terdapat pada plot adalah tanaman wortel yang ditanamn secara monokultur. Plot ini

memiliki luas lahan 870,75 m2. Tanaman wortel ini ditanaman dengan jarak tanam 10 x

10 cm. Dengan populasi pada plot tersebut adalah 12500 tanaman. Dapat dikatakan

Page 13: Laporan Besar PB Semangatatatatta

bahwa kerapatan populasi wortel pada plot tersebut adalah rapat. Selain tanaman wortel

juga ditemukan rumput gajah dengan tingkat kelebatan 30%. Plot ini memiliki tingkat

biodiversitas yang rendah karena hanya ditemukan wortel dan rumput gajah pada plot

tersebut. Dengan begitu, pada plot ini belum memenuhi indikator pertanian berlanjut jika

dilihat dari segi biodiversitas tanaman. Untuk memenuhi indikator pertanian berlanjut

maka plot tersebut harus mengubah dari sistem monokultur menjadi polikultur ataupun

agroforestri, sehingga tutupan lahan plot tersebut akan lebih baik dan memiliki

biodiversitas yang tinggi yang mampu memenuhi indikator pertanian berlanjut dari aspek

agronomi.

3.1.2.3. Biodiversitas Hama Penyakit

3.1.2.4. Cadangan KarbonTabel 4. Plot 3 Tanaman Semusim

NoPenggunaan

LahanTutupan

lahanManfaat

Posisi lereng

Tingkat tutupan Jumlah spesies

KerapatanC-

StokKanopi Seresah

1 PertanianKubis D T R R 1 R 1Jagung B T R R 1 R 1Telo B T R R 1 R 1

2Padang rumput

Rumput Gajah

D T R R 1 R 19,4

Alang-alang

D T R R 1 R 19,4

3 Agroforestri

Kopi B T S S 1 S 50Kelapa D,B,K T T S 1 R 20

Cengkeh B T S S 1 S 50Bambu K T S S 2 S 50

Tabel 5. Tabel Penggunaan Lahan

No Penggunaan LahanKerapatan

PohonAboveground C-

stock (ton/ha)

1 HutanTinggi 250Sedang 150Rendah 100

2 AgroforestriTinggi 80Sedang 50Rendah 20

3 Tanaman Semusim - 1Sumber data : Hutan Tahura R Soerjo (Hairiah et al., 2010),

Agroforestri DAS kali Konto (Hairiah et al., 2009)

Pengunaan lahan pada plot 1 adalah hutan alami. Tutupan lahan yang

digunakan antara lain tanaman tahunan yaitu tanaman nangka dan kesemek serta ada

pula rumput gajah dan alang-alang dimana tingkat sebarannya rapat. Berdasarkan

Page 14: Laporan Besar PB Semangatatatatta

kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kapasitas penyimpanan karbonnya tinggi,

hal ini dikarenakan pada plot ini terdapat pohon yang memiliki sebaran rapat,

sehingga penyimpanan dan penyerapan karbon tinggi dan dapat dikatakan kedalam

kategori sangat baik. Pada plot 2, penggunaan lahan dengan tanaman agroforestri

sederhana yaitu jagung yang memiliki tingkat sebaran rapat, singkong dan talas yang

memiliki tingkat sebaran yang sedang, tanaman pisang yang memiliki tingkat sebaran

yang rapat serta tanaman tahunan yang memiliki tingkat sebaran yang jarang seperti

tanaman nangka, alpukat dan pinus. Sehingga dapat dikatakan memiliki cadangan

karbon yang termasuk kategori cukup. Hal ini dikarenakan penyerapan karbon

tertinggi adalah pada hutan atau tanaman tahunan, karena pada plot 2 hanya memiliki

tanaman tahunan yang sedikit atau dalam kategori sebarannya jarang.

Penggunaan lahan pada plot 3 adalah tanaman semusim yaitu kubis, cabai

bunga mawar yang memiliki tingkat sebaran rapat, sehingga memiliki cadangan

karbon kurang. Pada penggunaan lahan pada plot 4 adalah tanaman semusim yaitu

wortel dan pemukiman penduduk, tanaman yang ada tingkat sebarannya yang rapat,

maka memiliki cadangan karbon kurang. Hal ini seperti halnya pada plot ke 3 yang

memiliki cadangan karbon kurang.

Dari pernyataan (Hairiah, 2011) Salah satu cara untuk mengendalikan

perubahan iklim adalah dengan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO , CH , N O)

yaitu dengan mempertahankan keutuhan hutan alami dan meningkatkan kerapatan

populasi pepohonan di luar hutan. Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan

hutan menyerap gas asam arang (CO ) dari udara melalui proses fotosintesis, yang

selanjutnya diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh

tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon (C)

dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sequestrsi (C- Sequestration ). Dengan

demikian mengukur jumlah yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa)

pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh

tanaman. Sedangkan pengukuran cadangan yang masih tersimpan dalam bagian

tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO2

yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran.

Jumlah antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keanekaragaman dan

kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya.

Penyimpanan karbon pada suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan

tanahnya baik, karena biomasa pohon meningkat, atau dengan kata lain di atas tanah

Page 15: Laporan Besar PB Semangatatatatta

(biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya di dalam tanah (bahan organik tanah).

Untuk itu pengukuran banyaknya karbon yang disimpan dalam setiap lahan perlu

dilakukan.

Berkenaan dengan adanya konsep pengendalian perubahan iklim internasional

melalui skema “REDD+” yaitu Reduksi Emisi akibat Deforestasi dan Degradasi

Hutan plus, maka upaya konservasi dan pengelolaan kelestarian hutan serta

peningkatan cadangan karbon hutan di negara berkembang perlu dilakukan. Untuk

mengetahui besarnya perubahan (penurunan emisi karbon) akibat konservasi hutan

dan penggunaan lahan lainnya diperlukan sistem untuk mendokumentasikan,

melaporkan, dan memverifikasikan perubahan cadangan karbon secara transparan,

konsisten dan dapat dibandingkan, lengkap dan akurat. Sistem tersebut dinamakan

sistem MRV.

Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut dapat

dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:

Biomasa Pohon. Proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya terdapat

pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama

pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan

allometrik yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika

ada).

Biomassa Tumbuhan Bawah.Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang

berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma.

Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman

(melibatkan perusakan).

Nekromassa. yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar

diperoleh estimasi cadangan karbon yang akurat.

Seresah.Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-

ranting yang terletak di permukaan tanah.

b. Karbon di dalam tanah, meliputi:

Biomassa Akar. Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke dalam

tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomasa

akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah

pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya.

Biomasa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar (akar utama), sama

Page 16: Laporan Besar PB Semangatatatatta

dengan cara untuk mengestimasi biomasa pohon yang didasarkan pada diameter

batang.

Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah,

sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan

menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah.

Pengukuran cadangan carbon pada tingkat lahan:

Mengukur cadangan karbon di hutan dan lahan pertanian cukup mudah dan dapat

dilakukan sendiri, kapan saja dibutuhkan dan peralatan yang digunakan juga

sederhana. Ada 4 tahap pengukuran yaitu:

1. Mengenal nama jenis pohon untuk mencari nilai berat jenis (BJ) pohon pada daftar BJ

kayu pohon yang telah ada

2. Mengukur volume dan biomasa semua tanaman dan kayu mati yang ada pada suatu

luasan lahan

3. Mengukur kadar total karbon tanaman di laboratorium

4. Menaksir kandungan karbon tersimpan pada lahan yang bersangkutan berdasarkan

tahap 1 -3

Pengukuran biomasa tanaman dapat dilakukan dengan cara:

1. TANPA MELAKUKAN PERUSAKAN (metode ), jika jenis tanaman yang diukur

sudah diketahui rumus allometriknya.

2. MELAKUKAN PERUSAKAN (metode ). Metode ini dilakukan oleh peneliti untuk

tujuan pengembangan rumus allometrik, terutama pada jenis-jenis pohon yang

mempunyai pola percabangan spesifik yang belum diketahui persamaan allometriknya

secara umum. Pengembangan allometrik dilakukan dengan menebang pohon dan

mengukur diameter, panjang dan berat masanya. Metode juga dilakukan pada

tumbuhan bawah, tanaman semusim dan perdu. Alat-alat yang diperlukan untuk

pengukuran dapat dilihat dalam Box 1.

Tentukan dan catat jenis penggunaan lahan yang akan diukur. Jenis penggunaan lahan

bisa dibedakan berdasarkan kerapatan tutupan lahannya, mulai dari yang memiliki

tutupan rapat (hutan alami), sedang (kebun campuran atau agroforestri) dan terbuka

(lahan pertanian semusim).

Sehingga secara umum cadangan karbon didusun kekep termasuk kedalam

kategori sedang. Hal ini dikarenakan sebagian besar di DAS didominasi oleh tanaman

semusim atau pun campuran. Memang terdapat hutan yang memiliki cadangan karbon

Page 17: Laporan Besar PB Semangatatatatta

yang tinggi, akan tetapi tidak seluas lahan yang dibudidayakan untuk tanaman

semusim. hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Hairiah et al. (1997) bahwa hutan

alami merupakan gudang (cadangan) C tertinggi bila dibandingkan dengan lahan

pertanian. Konversi hutan alami di Jambi menjadi hutan sekunder menyebabkan

kehilangan C sekitar 200 Mg ha-1, dimana kehilangan terbesar terjadi di atas

permukaan tanah karena banyak pohon yang dibakar. Sedang di dalam tanah

kehilangan C hanya terjadi dalam jumlah yang relatif kecil. Bila hutan sekunder

dikonversi menjadi lahan pertanian intensif (tanaman semusim monokultur), maka

kehilangan C di atas permukaan tanah bertambah lagi menjadi sekitar 400 Mg C ha -1

dan di dalam tanah kehilangan sekitar 25 Mg C ha -1. Dalam jangka waktu sekitar 25

tahun, jumlah C yang diserap dan diakumulasikan dalam biomasa pohon dan tanaman

lainnya hanya sekitar 5-60 Mg C ha-1 (Tomich et al, 1998).

Dalam hal ini dapat diindikasikan bahwa ditinaju 3 aspek sistem agroforestry

akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan yang lain:

Aspek Tanah

Dari pernyataan (Hairiah, 2011) dapat diambil kesimpulan bawasannya dalam setiap

kegiatan manusia dalam pemenuhan kebutuhan masusia akan selalu menghasilakn

emisi carbon yang akhirnya akan dilepas keudara bebas yang hanya dapat

dimanfaatkan oleh tanaman. Dalam peritungan carbon stok indicator suatu ekosistem

dianggap stabil apabila terdapat pada hutan alami, sehingga jika dihubungkan dengan

praktek pertanian maka pertanian harus didasarkan oleh konsep hutan alami, sehingga

suatu pertanian akan menghasilkan keuntungan secara ekonomi, dan berwawasan

lingkungan, dan tak lupa juga berperan dalam kelangsungan hidup manusia. Sehingga

dalam prakteknya suatu agroforestry akan berperan dalam penimbunan karbon (C-

sequestration) dan mampu menghasilkan produk yang mempunyainilai ekonomi

tinggi.

Aspek HPT

Dengan konsep agroforestry yang diterapkan pada lahan pertanian yang mempunyai

lahan yang miring, dan sentra horticultura maka secara tidak langsung aka

mendukung kehidupan biotayag terdapatpat daerah tersebut, karena pada daerah

tersebut akan menghasilakn sereah dan seresah tersebut merupakan habitat alami

banyak organisme tanah baik makro mauun mikro fauna, selain itu dengan konsep

agroforestry tentunnya akan terjadi daerah yang memberikan toleransi habitat bagi

Page 18: Laporan Besar PB Semangatatatatta

organisme huta alami, karena hutan dan agroforestry tidak begitu fluktuatif suasana

yang terbentuk sehingga agroforestry dapat dikatakan daearah koridor biologis.

Aspek BP

Pada aspek BP yang yang diamati adalah bodiversitas dan keragaman tanaman, dari 2

aspek tersebut dapat dikatakan lahan yang memiliki konsep agroforestry tentunya

akan mempunyai bidiversitasbiota dan tanaman serta keragaman yang tinggi sehingga

dilihat dari aspek BP lahan agroforestry tentunya akan lebih stabil kondisi

agroforestry dibandigka dengan kondisi yang lainnya.

Cadangan carbon pada tiap penggunaan lahan berbeda namun, lahan yang telah memiliki

konsep agroekosistem akan memiliki jumlah cadangan carbon yang lebih banyak,

dibandingkan dengan penggunaan yang lainnya. Cadangan carbon kan berbanding lurus

dengan jumlah pohon, namun bukan berarti bahwa tanaman semusim tidak menyerap

carbon. Tanaman semusim akan memiliki jumlah cadangan carbon yang lebih rendah

dibandingkan dengan jumlah cadangan carbon pada lahan yang didominasi dengan

tanaman pohon.

3.1.3. Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi

3.1.3.1. Economically viable (keberlangsungan secara ekonomi)Pada pengamatan Plot 1 dimana berupa lahan hutan milik perhutani yang diolah masyarakat.

Terdapat hubungan kerjasama antara masyarakat sekitar dengan pihak perhutani.

Dimana masyarakat diberi kebebasan untuk mengelola lahan milik perhutani dan

sebaliknya masyarakat memiliki kewajiban untuk menjaga hutan dan membayar

pajak/sewa. Masyarakat diharuskan menbayar biaya sewa lahan pada perhutani

sebesar Rp 200.000,- setiap tahunnya. Tentunya biaya pajak ini tidak seberapa

besar dari keseluruan pendapatan yang diperoleh masyarakat sekitar 10-15 juta

setiap musim tanamnya. Kesadaran dan kerjasama masyarakat sekitar untuk saling

bekerjasama mengarifkan kehidupan mayarakat sekitar. Kehidupan masyarakatpun

terus membaik dan sejahtera, hal ini terlihat dari rumah mereka yang berdinding

bata dan sarana-prasarana yang mendukung. Jalan desa sudah diaspal sehingga

akses masyarakat sekitar mudah. Selain dari sektor pertanian, mereka memiliki

hewan ternak. Secara keseluruhan usaha pertanian yang dilakukan masyarakat desa

berlanjut karena mememiliki penghasilan yang mencukupi untuk kehidupan

mereka saat ini dan beberapa waktu kedepan.

Page 19: Laporan Besar PB Semangatatatatta

Dari hasil survei yang telah dilakukan pada plot 2 dari narasumber yaitu Bapak

Ali, beliau adalah pemilik lahan. Lahan yang dimiliki beliau seluas 2500 m2.

Komoditas yang ditanam pada lahan beliau adalah wortel. Jumlah produksi selama

satu kali musim tanam adalah 3000-5000 kg. Dan untuk keuntungan selama satu

kali musim tanam beliau bisa mendapatkan Rp. 7.000.000,- hingga Rp 8.000.000,-.

Sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dapat dikatakan cukup. Meskipun

beliau tidak memiliki ternak atau penghasilan tambahan, keuntungan dari panen

wortel tersebut mampu mencukupi kebutuhan hidup beliau bersama keluarga.

Pada plot 3, petani responden memiliki lahan seluas 0,6 ha dengan perincian

0,2 ha digunakan untuk budidaya kubis, 0,2 ha lagi digunakan untuk budidaya

tanaman brokoli dan sisanya digunakan untuk budidaya tanaman wortel. Bibit yang

digunakan untuk bercocok tanam diperoleh dengan membuat sendiri atau sisa dari

hasil panen yang selanjutnya digunakan untuk bibit, baik itu bibit untuk tanaman

kubis, brokoli dan wortel. Sedangkan untuk pupuk organik petani memanfaatkan

dari kotoran ternak yang beliau miliki. Sebagai petani, responden juga sebagai

peternak. Dimana beliau memiliki sapi dan kelinci yang mana dari kotoran ternak

sapi tersebut digunakan sebagai pupuk. Dengan mencampur kotoran sapi dengan

tetes gula merah kemudian dibiarkan selama 1 sampai 2 minggu dan diletakkan di

bak tertutup sehingga hasil dari dekomposisi dapat dijadikan pupuk kompos.

Sedangkan untuk pupuk anorganik petani responden memilih untuk membeli.

Pupuk anorganik yang digunakan adalah Urea sebanyak 100kg yang diaplikasikan

sebanyak 3 kali. Selain itu juga menggunakan pupuk SP36 sebanyak 1 kw yang

diaplikasikan sebanyak 2 kali. Modal dihasilkan sendiri dari usahanya bercocok

tanam dan berternak. Untuk modal tanah adalah warisan dari kedua orangtuanya

yang telah meninggal. Rata-rata hasil produksi pertanian yang dihasilkan dijual

(komersial) dan ada pula sebagian yang dikonsumsi sendiri (subsisten). Sistem

pemasaran yang dilakukan oleh petani responden adalah langsung dijual ke

tengkulak. Untuk tanaman brokoli pada saat itu tersedia dengan harga wajar.

Sedangkan untuk kubis pada saat itu tersedia dengan harga dibawah standart.

Begitu pula untuk wortel harga juga dibawah standart. Menurut informasi yang

terakhir kali didapat bahwa harga untuk komoditas kubis per kg seharga Rp 200,-

dengan jumlah produksi 7-8 ton, sedangkan untuk brokoli produksinya mencapai 1

½ ton dengan harga per kg Rp 10.000,-. Dan untuk komoditas wortel harga per kg

adalah Rp 1.000,- dengan jumlah produksi 4-9 ton.

Page 20: Laporan Besar PB Semangatatatatta

Pengamatan pada plot 4, lahan yang digarap oleh petani adalah lahan hutan

milik perhutani yang mana terdapat kerjasama antara masyarakat sekitar dengan

pihak perhutani. Para petani diberikan kebebasan untuk mengelola lahan milik

perhutani tersebut namun mereka juga memiliki kewajiban untuk menjaga

kelestarian hutan dengan tidak melakukan penebangan pohon di hutan seperti yang

telah ditetapkan dalam perjanjian. Mereka hanya boleh memanfaatkan kayu dari

hutan dengan syarat kayu tersebut memang sudah roboh dengan sendirinya. Jika

ada yang melanggar peraturan yang di tetapkan maka petani akan mendapatkan

sanksi berupa denda. Kemudian petani juga harus membayar biaya sewa lahan

kepada pihak perhutani sebesar RP 200.000,- setiap tahunnya. Menurut petani

responden yang kami wawancarai biaya sewa lahan tesebut dirasa sangat murah

jika di bandingkan dengan harga sewa lahan di tempat lain.

Selain bergelut pada sektor pertanian, masyarakat di daerah tersebut juga

memiliki hewan ternak yang mana hasil ternaknya juga bisa di gunakan untuk

menambah pendapatannya, bahkan kotoran ternaknya jika lebih dapat dijual

kepada para tetangganya yang membutuhkan untuk dijadikan pupuk di lahannya

seharga 130rb/ 10 karung. Dan untuk tenaga kerja biasanya mereka di bantu oleh

para tetangganya dengan biaya untuk pengolahan sebesar Rp. 30.000,- / hari.

Penyiangan Rp. 20.000,-/ hari. Penyemprotan Rp. 30.000,- / setengah hari.

Menurut petani responden yang kami wawancarai, beliau rata-rata mengeluarkan

biaya sebesar Rp. 7.000.000,- untuk modal awal menanam komoditas wortel

dengan luas lahan ¼ Ha. Jika tidak ada kendala dan hasil budidayanya baik beliau

bisa mendapatkan hasil sebesar RP.15.000.000, namun jika sangat buruk hanya

mendapatkan hasil sebanyak 3 ton dengan keuntungan Rp. 4.500.000,-.

Jika melihat data dari hasil survei pada keempat plot dapat diambil kesimpulan

bahwa usahatani dari keempat responden tersebut layak karena semua usahatani

memberikan keuntungan yang dapat mencukupi kebutuhan sehari – hari keluarga

petani. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usahatani pada Dusun Kekep

dapat memberikan kelayakan ekonomi untuk setiap pemilik usahatani.

3.1.3.2. Ecologically sound (ramah lingkungan)Pada saat ini sebagian besar pertanian di Indonesia tidak terlepas dari

penggunaan pupuk dan pestisida anorganik. Dimana penggunaannya melebihi

dosis yang dianjurkan sehingga dapat merusak lingkungan. Sama halnya dengan

Page 21: Laporan Besar PB Semangatatatatta

pertanian di Dususn Kekep, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, kota Batu

tersebut. Pada plot 1, berupa lahan hutan dapat dikatakan agroekosistem seimbang.

Masyarakat telah melakukan upaya-upaya untuk menjaga keseimbangan

lingkungan antara lain penggunaan pupuk kandang, larangan menebang pohon

hutan, larangan pembukaan hutan dan penerapan teras bangku. Interaksi antara

komponen pada area ini menjadikan fungsi masing-masing komponen bisa berjalan

dengan baik dan fungsi layanan lingkungan bisa tersedia secara alami. Bentuk

lahan yang berupa perbukitan, menjadi ancaman terjadinya bahasa erosi. Untuk

meminimalisir hal tersebut masyarakat sudah mampu melakukan upaya konservasi

yaitu membuat teras bangku sesuai dengan kelerengan yang ada dan aplikasi teras

bangku yang mampu menahan erosi yang terjadi.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan pada plot 2, narasumber (Bp. Ali)

mengatakan bahwa beliau menggunakan pupuk anorganik dan pestisida kimia.

Selama satu kali musim tanam beliau bisa menghabiskan pupuk Urea, ZA dan

Rustika sebanyak 1 ½ kw untuk masing – masing jenis pupuk. Dari penuturan

beliau, mengatakan bahwa pemupukan tidak dilakukan sesuai dengan dosis yang

telah dianjurkan pada kemasan, karena apabila disesuaikan dengan dosis yang telah

dianjurkan beliau beranggapan kurang memuaskan, sehingga dilebihkan. Begitu

pula dengan pestisida dimana penggunaannya juga melebihi dosis yang telah

dianjurkan. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan akan

menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar, sehingga dapat dikatakan

teknik budidaya pada plot 2 tidak ramah lingkungan karena pengaplikasian pupuk

dan pestisida kimia yang berlebihan.

Dalam melakukan usahataninya narasumber pada plot 3 mengunakan pupuk

kimia, seperti Urea dan SP36. Dan selalu melakukan penyemprotan pestisida

kimia, mulai dari pembibitan hingga panen. Penyemprotan pestisida kimia tersebut

dilakukan selama satu kali dalam seminggu tanpa melihat ada hama yang

menyerang. Petani sebenarnya juga menyadari bahwa tindakan yang dilakukan

dapat mencemari lingkungan dan ekosistem yang ada. Namun menurut mereka

tidak ada jalan lain lagi ketika organisme pengganggu tanaman mulai menyerang

maka petani langsung menyemprotnya. Mereka tidak mau mendapat rugi ataupun

produktivitasnya menurun hanya karena serangan dari OPT. Lahan pertanian di

daerah tersebut sudah dibuka kira-kira sejak tahun 1820. Petani setempat berencana

akan menggunakan lahan sebagai lahan pertanian selamanya, kecuali jika ada

Page 22: Laporan Besar PB Semangatatatatta

rencana lain dari pemerintah. Penggunaan pestisida yang terjadwal dapat

mengakibatkan hama menjadi resisten dan resurjensi terhadap pestisida.

Pada plot 4, di sampingnya berupa lahan hutan dan dapat dikatakan

agroekosistem seimbang. Masyarakat telah melakukan upaya-upaya untuk menjaga

keseimbangan lingkungan antara lain penggunaan pupuk kandang, larangan

menebang pohon hutan, larangan pembukaan hutan dan penerapan teras bangku.

Interaksi antara komponen pada area ini menjadikan fungsi masing-masing

komponen bisa berjalan dengan baik dan fungsi layanan lingkungan bisa tersedia

secara alami.

Untuk mencapai pertanian yang berkelanjutan kita harus memperhatikan

tanaman dan lingkungan sekitar agar tidak tercemar. Bukan berarti pestisida sangat

tidak diperbolehkan dalam berbudidaya tanaman. Pestisida boleh diaplikasikan

namun tetap harus memperhatikan kapan waktu yang tepat untuk pengaplikasian,

berapa dosis yang dibutuhkan, dan sasarannya juga harus tepat. Selain itu

pengaplikasiannya harus memperhatikan ketika populasi tersebut telah melampaui

ambang batas ekonomi. Jika melihat dari hasil survei pada plot 1 dan plot 2 dapat

menunjukkan bahwa agroekosistem seimbang, namun pada plot 2 dan 3 dari

banyaknya penggunaan pupuk dan pestisida kimia tidak dibenarkan apabila masuk

dalam kategori ramah lingkungan, dikarenakan penggunaan pupuk dan pestisida

yang melebihi dosis yang dianjurkan.

3.1.3.3. Socially just (berkeadilan = menganut azas keadilan) Dusun Kekep merupakan dusun yang sebagian besar penduduknya berprofesi

sebagai petani tanaman hortikultura. Dahulu, dusun ini hanya dihuni oleh beberapa

rumah warga saja. Namun saat ini Dusun Kekep telah banyak dihuni oleh

masyarakat. Masyarakat yang kini tinggal di Dusun Kekep adalah warga pendatang

dari desa lain yang akhirnya menetap di Dusun Kekep dan mengolah lahan

disekitar dusun sebagai lahan pertanian hortikultura. Pada plot 1, terdapat

kerjasama anatara masyarakat sebagai pengelola lahan dan perhutani sebagai

pemiliki lahan hutan. Masing-masing kepala keluarga diberi jatah ¼ ha pada lahan

milik perhutani. Dalam prakteknya masyarakat diberi kebebasan untuk mengelola

lahannya dan dari perhutani memiliki aturan-aturan yang harus dipatuhi

masyarakat. Selain itu masyarakat diwajibkan untuk membayar biaya pajak sebesar

Rp 200.000 setiap tahunnya. Adanya aturan itu ditaati oleh masyarakat, karena dari

Page 23: Laporan Besar PB Semangatatatatta

segi hak mereka sebagai pengelola lahan terpenuhi dan kesadaran masyarakat

untuk menjaga dan mengelola hutan semakin baik.

Menurut informasi yang didapatkan dari plot 2, yaitu Bapak Ali saat ini tidak

ada rencana untuk mengalih fungsikan lahan pertanian di desa ini. Karena

penggunaan lahan di daerah ini telah diatur baik oleh warga sekitar dan

PERHUTANI. Warga tidak melakukan alih fungsi lahan karena untuk menjaga

lingkungan sekitar dari kerusakan – kerusakan alam yang dapat merusak lahan

pertanian mereka, yang merupakan sumber pendapatan. Dalam kurun waktu 2

tahun terakhir ini telah terjadi pengalih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian,

hal ini tidak begitu saja dilakukan oleh warga namun juga telah melalui perizinan

dari PERHUTANI. Hal tersebut diatas menyebabkan terjadi perubahan luas lahan

hutan yang dikelola oleh PERHUTANI yaitu semakin berkurang walaupun tidak

banyak, perubahan fungsi lahan hutan ini digunakan oleh warga sekitar sebagai

lahan pertanian. Bapak Ali menyatakan bahwa tidak ada peraturan di wilayah

tersebut tentang pemanfaatan lahan, namun pengalih fungsian lahan harus

memperhatikan aspek ekologis dan lingkungan. Secara tidak tertulis masyarakat

Dusun Kekep melindungi dan menjaga hutan untuk tidak di eksploitasi, namun

tidak terdapat tempat tertentu yang secara adat atau kesepakatan masyarakat

dilindungi. Hutan tersebut dilindungi dan dijaga agar tetap terjaga keseimbangan

ekosistem lingkungan.

Wawancara yang telah dilakukan dengan petani pada plot 3, beliau

mengatakan bahwa pernah mengikuti kelompok tani yang ada di desanya akan

tetapi pada akhirnya kelompok tani tersebut dibubarkan karena terjadi kegagalan.

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu kurangnya kerukunan antar anggota

kelompok tani tersebut, kemudian kurangnya pengisi ataupun bisa disebut sebagai

penyuluh yang datang untuk melakukan pengaraham tentang sistem pertanian di

dusun Kekep ini.

Selain itu beliau juga mengatakan bahwa kelompok tani yang sempat

terbentuk tersebut anggotanya sangat kurang, hal ini menunjukkan bahwa

masyarakat petani yang ada di dukuh Kekep tersebut masih belum menyadari akan

pentingnya suatu kelembagaan untuk mendukung praktek budidaya yang mereka

lakukan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa para petani yang ada di

Dukuh Kekep tersebut masih mementingkan kepentingan pribadi apabila

dibandingkan dengan kerja sama yang seharusnya perlu dilakukan antar petani.

Page 24: Laporan Besar PB Semangatatatatta

Selain itu, dapat dilihat juga bahwa usaha tani yang telah dilakukan para petani di

dukuh Kekep ini dikerjakan individu tanpa ada kerja sama dengan petani-petani

lain.

Padahal seperti yang kita tahu bahwa dengan adanya kelompok tani di suatu

desa dengan masyarakat petani sebagai pelaku utamanya, dapat sangat membantu

dan mendukung keberlanjutan usaha tani yang sedang dilakukan oleh para petani di

Dukuh Kekep ini. Hal-hal yang dapat mendukung kegiatan usahatani dan kaitannya

dengan kelompok tani yaitu menyediakan saprodi seperti benih, pupuk, dll.

Kemudian kelompok tani bisa membantu menyediakan akses informasi, pasar dan

usaha tani lain yang terkait dengan sumberdaya, khususnya lahan. Dengan begitu

maka para petani cukup terbantu, karena selama ini para petani di dukuh Kekep

langsung menjual produksi taninya kepada tengkulak.

Menurut petani responden yang diwawancarai pada plot 4 , terdapat adanya

kerjasama anatara masyarakat petani di daerah tersebut sebagai pengelola lahan

dengan pihak perhutani sebagai pemilik lahan hutan yang diolah oleh petani.

Masing-masing kepala keluarga diberi jatah ¼ ha pada lahan miliki perhutani. Oleh

pihak perhutani masyarakat diberi kebebasan untuk mengelola lahan tersebut,

namun dari perhutani memiliki aturan-aturan yang harus dipatuhi seperti larangan

menebang pohon dan perluasan areal lahan secara sepihak. Selain itu masyarakat

diwajibkan untuk membayar biaya sewa lahan sebesar Rp 200.000,- setiap

tahunnya pada pihak perhutani. Adanya aturan itu ditaati oleh masyarakat, karena

dari segi hak mereka sebagai pengelola lahan terpenuhi dan kesadaran masyarakat

untuk menjaga dan mengelola hutan semakin baik, kemudian dengan harga sewa

sebesar itu dirasa sangat murah bagi para petani jika di bandingkan dengan sewa

lahan ditempat lain. Kemudian jika ada pelanggaran yang terjadi pada lahan

pehutani tersebut maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi berupa denda.

Melihat pernyataan dari keempat responden dapat disimpulkan bahwa ada

keadilan dalam usahatani mereka. Terjalinnya kerjasama antara masyarakat petani

dan Perhutani terjaga dengan baik. Masyarakat mendapatkan hak yang sesuai

dengan kewajiban yang telah dilaksanakan.

3.1.3.4. Culturally acceptable (berakar pd budaya setempat) Pada plot 1, masyarakat melakukan budidaya tumpangsari antara tanaman

tahunan Alpukat, Nangka dan Pisang dengan tanaman Hortikultura berupa Wortel

Page 25: Laporan Besar PB Semangatatatatta

dan Kubis. Budidaya tersebut merupakan aturan dari Perhutani karena di lahan

tersebut sebagai upaya untuk menjaga ekosistem dan konservasi lingkungan.

Masyarakat diizinkan untuk mengelola lahan tersebut namun dilarang untuk

membuka lahan baru dan menebang pohon.

Adanya budaya dan aturan ini sangat dipatuhi masyarakat karena mereka sadar

akan pentingnya melestarikan lingkungan. Kebutuhan masyarakat sekitar tetap

tercukupi meskipun mereka tidak diperkenankan membuka lahan di plot 1 yang

dekat dengan bendungan.

Untuk plot 2 dilihat dari segi kearifan lokal, menurut beliau petani didesa

tersebut tidak menganut sistem kepercayaan atau adat istiadat. Sehingga dalam

menentukan masa tanam petani tidak menggunakan pranoto mongso (tanda – tanda

alam dalam melakukan aktifitas pertanian). Melainkan petani sekitar melakukan

budidaya menurut sistem tanam yang sering atau umum digunakan oleh petani

sekitar. Saat ini, kegiatan-kegiatan pertanian yang dilakukan di desa tersebut sudah

tidak menggunakan sistem budaya gotong royong atau tolong menolong antar

sesama petani. Berbeda dengan zaman dahulu yang masih memiliki rasa saling

tolong menolong dan bergotong royong dalam melakukan kegiatan- kegiatan

pertanian. Hal tersebut bisa terjadi karena munculnya sifat individualis diantara

petani karena mereka hanya berorientasi kepada profit dan tidak menghiraukan

aspek sosial diantara petani. Menurut beliau, tidak ada tokoh panutan dalam

pengelolan usahataninya.

Sesuai dengan wawancara yang telah dilakukan kepada salah satu petani di

plot 3, beliau mengatakan bahwa ada salah satu kepercayaan yang sering dilakukan

di daerah tersebut yaitu melakukan selametan yang biasanya masyarakat sekitar

desa tersebut menyebutnya dengan sebutan metri. Tradisi metri ini dilakukan saat

panen tiba terutama untuk komoditas padi dengan tujuan syukuran ataupun

berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas apa yang telah diberikan.

Kemudian tradisi lain yang biasanya dilakukan saat panen yaitu hanya selametan

yang hanya dilakukan di rumah. Selametan ini biasanya dilakukan oleh petani

komoditas sayuran.

Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan adat istiadat yang ada di Dukuh

Kekep tersebut masih sangat kuat terutama yang terkait dengan usahatani yang

sedang dilakukan. Kemudian hal lain yang berkaitan dengan pengetahuan teknis

tradisional dalam pembangunan sistem pertanian, salah satunya yaitu pembuatan

Page 26: Laporan Besar PB Semangatatatatta

pupuk organik dengan cara tradisional. Para petani di Dukuh Kekep tersebut salah

satunya petani yang kami wawancarai tidak pernah membuat pupuk organik dari

kotoran hewan ternak ataupun yang lain karena semua petani tersebut

menggunakan aplikasi dari pupuk kimia.

Menurut petani responden yang diwawancarai pada plot 4 masih ada budaya

yang kental di daerah ini, seperti penentuan pranoto mongso yang mana para petani

melakukan musyawarah dengan sesama petani untuk menentukan komoditas apa

yang akan ditanam sampai dengan standar harga jual hasil budidaya mereka. Selain

itu sejak awal pembukaan lahan pihak perhutani memberikan aturan bagi para

petani yang mana hanya dibolehkan menanam komoditas dengan tumpangsari

antara tanaman tahunan Alpukat, Nangka dan Pisang dengan tanaman Hortikultura

berupa Wortel dan Kubis. Budidaya tersebut merupakan aturan dari Perhutani

karena di lahan tersebut sebagai upaya untuk menjaga ekosistem dan konservasi

lingkungan. Namun aturan tersebut menjadi turun temurun dari dulu dan

membudaya. Meskipun sudah adanya aturan-aturan penanaman macam komoditas

seperti di atas para petani sekitar masih percaya dengan orang yang dianggap

mempunyai kemampuan lebih seperti sesepuh dari desa untuk bertanya komoditas

apa yang harus mereka tanam agar bisa mendapat keuntungan yang maksimal dan

tak ada halangan saat proses budidaya.

Budaya dan aturan yang ada di wilayah tersebut sangat dipatuhi oleh

masyarakat sekitar. Seperti halnya penentuan pranoto mongso yang mana para

petani melakukan musyawarah dengan sesama petani untuk menentukan komoditas

apa yang akan ditanam sampai dengan standar harga jual hasil budidaya mereka.

Budaya pada daerah tersebut masih terjaga, aturan pun juga sangat dipatuhi oleh

masyarakatnya.

3.2. Pembahasan Umum

3.2.1. Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi PengamatanIndikator Keberhasilan Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

Produksi vv vvv vvvv vvvvAir v v v vKarbon vvvv vvv v vHama vv vv vvv vvGulma vvvv vv v v

3,25 2,75 2,5 2,25

Page 27: Laporan Besar PB Semangatatatatta

Catatan: V=Kurang, VV= sedang, VVV= Baik, VVVV= Sangat Baik

Tabel diatas merupakan tabulasi data dari ketiga lokasi pengamatan, yaitu dusun

Kekep, Desa Tulungrejo, Kec. Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Dalam data tersebut

ada indikator yang digunakan untuk menilai kondisi biofisik di wilayah praktikum.

Indikator tersebut meliputi produksi, kondisi kualitas air, karbon, hama dan gulma.

Pada Plot 1 secara aktual merupakan lahan hutan produksi yang ddalamnya

didapati banyak tanaman baik tanaman musiman (gulma) maupun tanaman tahunan

yang asli ditanam didaerah tersebut, jika dilakukan penilaian tingkat plot didapatkan

hasil bahwa keberlanjutan tingkat plot untuk plot yang pertama dapat dindikasikan

bahwa telah menuju pertanian berlanjut. Hal tersebut didasarkan dari hasil pengamatan

terhadap ke 5 aspek (Produksi, air, karbon, hama dan gulma) dilihat dari segi sosial

ekonomi plot 1 memiliki penghasilan sedang, dengan kualitas air yang kurag namun

memiliki tingkan cadaga carbo yang sangat baik. Selain itu pada plot 1dominasi satu

individu hama sedang serta gulma memiliki peran sangat baik pada plot satu

dikarenakan lahan tersebut hutan, sehingga biodiversitas sangat dperhatikan. Jika

dilihat dari aspek ekonomi sedang dkarenakan hutan alami tersebut belum secara

keseluruha dimanfaatkan (Dipanen) hanya sebagian tanaman yang dipanen sehingga

hasilnya masih sedang. Untuk kualitas air sendiri daerah plot satu merupakan daerah

aliran sungai yang berada didaerah hulu, yangdiindikasikan bahwa daerah hulu yang

lebih dekat dengan sumber air telah mengalami degradasi lahan, hal tersebut diambil

kesimplan dari kejadian alam yang setiap terjadi hujan maka air sungai akan berubah

jadi keruh dan berlumpur.

Pada Plot 2 secara aktual merupakan lahan agroforestry sederhana yang

didalamnya didapati banyak tanaman baik tanaman musiman maupun tanaman tahunan

yang asli ditanam didaerah tersebut, jika dilakukan penilaian tingkat plot didapatkan

hasil bahwa keberlanjutan tingkat plot untuk plot ke-2 dapat dindikasikan bahwa telah

menuju pertanian berlanjut. Hal tersebut didasarkan dari hasil pengamatan terhadap ke

5 aspek (Produksi, air, karbon, hama dan gulma) dilihat dari segi sosial ekonomi plot

ke- 2 memiliki penghasilan baik, dengan kualitas air yang kurang namun memiliki

tingkan cadagan carbon yang baik. Selain itu pada plot ke 2 dominasi satu individu

hama terhadap agroekosistem sedang serta gulma memiliki peran baik pada plot ke-2

dikarenakan lahan tersebut tersebut merupakan lahan agroforestry yang sebian lahan

merupaka tanaman tahunan dan sebagian lagi tanaman musiman, gulma berperan

sangat baik ketika pada tanaman tahunan yaitu berperan sebagai tanaman penutup tanah

dan berperan kurang baik ketika berada ditanaman musiman menyebabkan persaingan

Page 28: Laporan Besar PB Semangatatatatta

unsurhara, air dan cahaya namun biodiversitas sangat dperhatikan. Jika dilihat dari

aspek ekonomi sedang dkarenakan agroforestry tersebut belum secara keseluruhan

dimanfaatkan (Dipanen) hanya sebagian tanaman yang dipanen (Tanaman musiman)

sehingga hasilnya masih sedang. Untuk kualitas air sendiri daerah plot satu merupakan

daerah aliran sungai yang berada didaerah hulu, yang diindikasikan bahwa daerah hulu

yang lebih dekat dengan sumber air telah mengalami degradasi lahan, hal tersebut

diambil kesimplan dari kejadian alam yang setiap terjadi hujan maka air sungai akan

berubah jadi keruh dan berlumpur. Untuk cadangan carbon sendiri plot 2 lebih rendah

dibandingkan denga plot ke1 hal tersebut karena jumlah pohon pada plot 2 lebih sedikit

dibandingkan dengan plot ke 1, dan hal itu selaras dengan pernyatan (Hairiah, 2011)

bawasanya bank carbon terdapat padahutan yang memiliki banyak tanaman alami hutan

tersebut (Tanaman tahunan).

Lahan plot 3 jika dilakukan penilaian tingkat plot didapatkan hasil bahwa

keberlanjutan tingkat plot untuk plot ke-2 dapat dindikasikan bahwa belum menuju

pertanian berlanjut. Hal tersebut didasarkan dari hasil pengamatan terhadap ke 5 aspek

(Produksi, air, karbon, hama dan gulma) dilihat dari segi sosial ekonomi plot ke 3

memiliki penghasilan sangat baik, Namun berbeda halnya dengan kualitas air yang

kurang serta memiliki tingkat cadangan carbon yang kurang. Selain itu pada plot ke 3

dominasi satu individu tidak terjadi di plot 3 hal tersebut terjadi karena praktek

pertanian yang sangat intensif, selaian itu gulma memiliki peran yang kurang baik pada

plot ke-2 dikarenakan lahan tersebut tersebut merupakan lahan tanaman musiman yang

jika terdapat gulma maka akan terjad persainga unsurhara, air dan cahaya. Pada lahan

tersebut tanaman semusim yaitu kubis, cabai bunga mawar yang memiliki tingkat

sebaran rapat, sehingga memiliki cadangan karbon kurang selain itu praktek pertanian

monokultur merupakan praktek pertanian yang dititikberatkan pada nilai ekonomi tanpa

memperhatikan asek yang lainnya.

Pada lahan plot 4 adalah tanaman semusim yaitu wortel dan pemukiman

penduduk, tanaman yang ada tingkat sebarannya yang rapat, maka memiliki cadangan

karbon kurang. Hal ini seperti halnya pada plot ke 3 yang memiliki cadangan karbon

kurang. Selain itu kualitas air juga kurang, gulma dan hama sangat mempengaruhi

hasil tanaman selain itu juga sangat mempengaruhi tindakan budidaya yang dilakukan

petani. Pada plot 4 tanaman yang ditemui adalah tanaman wortel yang dan sebagian

wilyah pemukiman. Dari plot 4 yang diamati yang paling menonjol dari beberapa aspek

yang diamati adalah malah produksi yang tinggi, namun 4 aspek lain yang kurang

sesuai dengan konsep pertaian berlanjut. Hal ini dapat diambil kesimpulan bawasannya

Page 29: Laporan Besar PB Semangatatatatta

plot 1 belum menuju praktek pertanian yang berkelanjutan, namun malah terkesan

praktek pertanian intensif dengan tanaman monokultur dengan input extra, hal tersebut

dilihat dari dekatnya dengan pemukiman dan banyaknya wadah bahan kimia (pestisida

yang ditemui.

Penilaian Skala lanskap, sehingga secara umum cadangan karbon didusun

kekep termasuk kedalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan sebagian besar di DAS

didominasi oleh tanaman semusim atau pun campuran. Memang terdapat hutan yang

memiliki cadangan karbon yang tinggi, akan tetapi tidak seluas lahan yang

dibudidayakan untuk tanaman semusim. hal ini juga diperkuat dengan pernyataan

Hairiah et al. (1997) bahwa hutan alami merupakan gudang (cadangan) C tertinggi bila

dibandingkan dengan lahan pertanian. Sehingga diindikasikan bahwa penilaian secara

lanskap (Plot 1- plot 4) belum menuju konsep pertanian berkelanjutan. Hal tersebut

dilihat dari masih banyaknya praktek pertaian monokultur serta dilihat dari 5 faktor

seperti cadangan carbon, air, gulma, hama serta produksi, dari ke lima aspek hailnya

sangat fluktuatif, tergantung dari jenis penggunaan lahan pertanian, banyak lahan yang

digunakan untuk satu jenis tanaman sehingga banyak aspek seperti gulma, hama dan

cadangan carbon yang sangat tergantung penggunaan lahan jadi disimpulkan bahwa

penggunaan lahan pada skala lanskap belum menuju pertanian berlanjut.

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

LAMPIRANSketsa Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan

Page 30: Laporan Besar PB Semangatatatatta

Sketsa Transek

Data lapang

Hasil interview

Gambar 2. Transek Plot 1