laporan akhir yulia putri !!

46
LAPORAN AKHIR PEMANFAATAN PATI KULIT PISANG SEBAGAI BAHAN BAKU BIODEGRADBLE FOAM MENGGUNAKAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI SEBAGAI BLOWING AGENT Laporan Akhir ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Lulus Program Diploma III JurusanTeknik Kimia Di susun oleh : YULIA IRNA LESTARI (1331410031) PUTRI ANGGRAINI WULANSARI (1331410104)

Upload: yuliairna

Post on 16-Jul-2016

76 views

Category:

Documents


39 download

DESCRIPTION

laporan akhir

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir Yulia Putri !!

LAPORAN AKHIR

PEMANFAATAN PATI KULIT PISANG SEBAGAI

BAHAN BAKU BIODEGRADBLE FOAM

MENGGUNAKAN PROTEIN NABATI DAN

HEWANI SEBAGAI BLOWING AGENT

Laporan Akhir ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Lulus

Program Diploma III JurusanTeknik Kimia

Di susun oleh :

YULIA IRNA LESTARI (1331410031)

PUTRI ANGGRAINI WULANSARI (1331410104)

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2016

Page 2: Laporan Akhir Yulia Putri !!

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polistirena atau yang biasa disebut Styrofoam kini telah banyak

digunakan dalam berbagai macam industri, seperti: industri makanan,

peralatan elektronik, minuman ringan hingga tempat menyimpan es.

Styrofoam banyak digunakan karena dapat mempertahankan suhu lebih

lama, daya tahannya cukup kuat dan juga harga yang sangat terjangkau.

Selain itu, Styrofoam juga sangat ringan sehingga cocok untuk

pengemasan alat elektronik yang berat.

Namun, Styrofoam sebagai packaging membutuhkan waktu

beratus-ratus tahun untuk bisa terurai dan dapat menyebabkan masalah

lingkungan yang cukup serius ( Mali et al., Schmith and Laurindo,

2010). Pada proses produksi styrofoam, limbah yang dihasilkan tidak

sedikit, sehingga dikategorikan sebagai penghasil limbah berbahaya ke-

5 oleh EPA (Environmental Protection Agency). Oleh karena itu, mulai

banyak dikembangkan produk polimer biodegradable, salah satunya

adalah membuat polipaduan berbasis pati ( Nanik hendrawati, dkk.,

2015).

Schmitd (2006) mengatakan bahwa, pati singkong mengandung

lebih dari 30% serat selulosa ditunjukkan dengan rongga-rongga yang

berpengaruh pada daya mekaniknya. Biodegradable foam yang

diproduksi dari pati singkong, 30% serat dan 4% kitosan memiliki

bentuk yang hampir sama dengan Styrofoam. Kitosan sangat

mempengaruhi daya serap air pada biodegradable foam, semakin tinggi

kitosan yang ditambahkan dalam adonan, maka akan semakin baik daya

Page 3: Laporan Akhir Yulia Putri !!

serap airnya ( Nattapon K., dkk, 2012 ). Karena pati dari singkong lebih

banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, maka kami memanfaatkan

pati dari limbah kulit pisang yang umumnya masih belum banyak

dikonsumsi oleh masyarakat luas. Komposisi kulit pisang memiliki air

68,9%, karbohidrat (zat pati) 18,5%, lemak 2,11%, protein 0,32% dan

komposisi kandungan kimia lainnya (Munadjim, 1983). Kulit pisang

digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodegradable foam karena

didalamnya terdapat karbohidrat (pati) yang dapat digunakan sebagai

bahan baku utama.

Pada percobaan yang dilakukan oleh Pablo, dkk (2008), protein

dari bunga matahari berbengaruh pada ketebalan, daya serap air dan

daya retak pada biodegradable foam. Magnesium stearat bertindak

sebagai agen pelepas jamur, mencegah jamur lengket pada pati (R.L.

Shogren, 2002). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh P.

Cinelli, dkk, (2006), serat jagung bukan serat yang dapat meperkuat

untuk pembuatan biodegradable foam menggunakan nampan berbasis

pati. Kekuatan daya tarik dan fleksibilitas akan menurun dengan

meningkatnya jumlah serat yang terkandung dalam adonan. Oleh karena

itu, dalam percobaan kali ini tidak digunakan serat sebagai bahan baku.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Anna Rubi dan Ilmi Nur

(2015), menunjukkan bahwa kandungan protein terbanyak yang terdapat

pada kacang kedelai sebesar 35 % mempengaruhi daya serap air, daya

urai dan daya tarik suatu biodegradable foam. foam yang dihasilkan dari

penelitian tersebut belum membentuk foam dengan baik, dikarenakan

protein yang bertindak sebagai blowing agent belum bekerja dengan

baik. Kecepatan dan waktu pengadukan juga perbengaruh perhadap

kekuatan tarik dan tercampurnya adonan biodegradable foam tersebut.

Oleh karena itu, untuk memperbaiki hasil penelitian terdahulu

kami menggunakan dua jenis protein yaitu, protein hewani dan nabati.

Protein hewani yag digunakan sebagai bahan eksperimen adalah isolate

Page 4: Laporan Akhir Yulia Putri !!

protein dari tepung ikan yang mengandung 40%-58% protein (Soulina

Sitompul, 2004). Sedangkan untuk protein yang terkandung didalam

bungkil kedelai sebesar 52,075% dan kandungan protein yang terdapat

pada bungkil kacang tanah sebesar 36,397% ( Didik Yusuf, 2010 ).

Untuk kecepatan putar mixer dilakukan dengan kecepatan tinggi dan

waktu pengadukan dilakukan lebih lama lagi daripada percobaan

sebelumnya.

1.2 Ruang Lingkup Masalah

Penelitian ini dilakukan dengan eksperimen pembuatan

biodegradable foam. Proses pembuatan Styrofoam ini meliputi 1)

pembuatan pati dari limbah kulit pisang, 2) pembuatan isolat protein, 3)

pembuatan biodegradable foam, 4) analisa data.

Eksperimen pembuatan biodegradable foam ini dilakukan

dengan bahan baku pati dari limbah kulit pisang, kitosan dan isolate

protein dari ikan gurami, kacang polong dan kacang hijau.Bahan

additive yang digunakan dalam eksperimen biodegradable foam ini

adalah magnesium stearat, karagenan dan gliserol.

Metode analisa yang dilakukan adalah uji daya serap air, uji

kemampuan terurai, uji kekuatan tarik, dan uji SEM (Scanning Electron

Microscopy). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan

biodegradable foam adalah kadar protein yang dicampurkan, jumlah

magnesium stearat dan kitosan yang ditambahkan.

1.3 Batasan Masalah

Pembuatan biodegradable foam berbahan baku pati limbah kulit

pisang ini dilakukan dengan metode baking process. Adapaun bahan baku

yang digunakan adalah pati limbah kulit pisang, isolate protein dan kitosan.

Page 5: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Berdasarkan ruang lingkup masalah yang telah dijelaskan diatas, maka dalam

penelitian ini digunakan batasan masalah sebagai berikut:

1. Variabel tetap

a. Jenis Bahan Baku : Pati kulit pisang

b. Jumlah Bahan Baku : 36 gram

c. Jenis Pelarut : Air

Asam Asetat 1%

d. Jumlah Pelarut : Air : 40 gram

Asam Asetat 1% : 100 gram

e. Aditif : Gliserol (6% w/w)

Karagenan (1.5% w/w)

Magnesium stearat (4%w/w)

f. Suhu Oven : 50 °C

2. Variabel berubah

a. Jenis protein : tepung ikan

bungkil kedelai

bungkil kacang tanah.

b. Jumlah kitosan dalam setiap proses: 8 g, 10 g, 12 g, 14 g.

1.4 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pembuatan Biodegradable Foam

dari pati kulit pisang, kitosan dengan isolate protein hewani dan nabati dengan cara

Baking Process. Adapun rumusan masalah yang akan diteliti meliputi :

1) Bagaimana pengaruh isolate protein yang ditambahkan terhadap

karakteristik biodegradable foam?

Page 6: Laporan Akhir Yulia Putri !!

2) Bagaimana pengaruh penambahan kitosan terhadap karakteristik

biodegradable foam?

3) Bagaimana sifat mekanis, biodegradability, dan kemampuan water

absorption terhadap biodegradable foam?

4) Bagaimana struktur morfologi biodegradable foam terhadap uji mekanis,

biodegradability, water absorption yang terbaik?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini meliputi :

1) Mengetahui pengaruh isolate protein yang ditambahkan terhadap

karakteristik biodegradable foam.

2) Mengetahui pengaruh penambahan kitosan terhadap karakteristik

biodegradable foam.

3) Mengetahui sifat mekanis, biodegradability, dan kemampuan water

absorption pada biodegradable foam.

4) Mengetahui struktur morfologi biodegradable foam terhadap uji mekanis,

biodegradability dan water absorption yang terbaik.

Page 7: Laporan Akhir Yulia Putri !!

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Biodegradable foam

Biodegradable foam merupakan bahan alternatif untuk menggantikan

polistirena untuk pengemasan bahan elektronik dan wadah makanan agar

tidak mencemari lingkungan yang terbuat dari bahan alam. Biodegradable

foam akan terurai di alam dengan bantuan mikroorganisme. Tingkat

penguraian Biodegradable foam yang dapat terdegradasi dengan lebih mudah

daripada polistirena biasa menyebabkan Biodegradable foam merupakan

polisitrena alternatif yang ramah lingkungan. Penggunaan pati sebagai bahan

utama pembuatan foam memiliki potensi yang besar karena di Indonesia

terdapat berbagai tanaman penghasil pati. Untuk memperoleh biofoam, pati

ditambahkan dengan plastisizer gliserol, sehingga diperoleh foam yang lebih

fleksible dan elastic.

Ada tiga jenis produk biodegradable foam, yaitu 1) foam berupa

butiran kecil (loose fill foam) yang umumnya digunakan sebagai penyerap

getaran atau bantalan pada produk-produk yang mudah rusak seperti barang

elektronik, 2) foam berbentuk lembaran yang selanjutnya akan dibentuk atau

Page 8: Laporan Akhir Yulia Putri !!

dimolding, dan 3) foam dengan bentuk khusus seperti mangkok yang dibuat

dengan proses pemanggangan.(Iriani, dkk. 2011).

b. Pati Kulit Pisang

Pati ( amilum ) adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa

dan terdiri atas amilosa dan amilopektin ( Jacobs dan Delcour 1998). Pati

disebut juga polisakarida paling melimpah kedua yang merupakan hasil

sintesis dari tanaman hijau melalui proses fotosintesis. Pati terdiri dari dua

fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa

( 10-20%) dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin ( 80-90% ) (Fessenden,

1994).

Amilosa merupakan bagian protein linear dengan ikatan α-(1-4) unit

glukosa. Derajat polimerisasi amilosa berkisar antara 500-6.000 unit glukosa,

bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer α-(1-6) unit

glukosa. Namun, jumlah molekul dengan rantai yang bercabang, yaitu

amilopektin, sangat banyak dengan derajat polimerisasi 105 – 3x106 unit

glukosa ( Jacobs dan Delcour 1998).

Sumber: Wibowo, 2007

Page 9: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Sumber: Wibowo, 2007

Menurut Basse ( 2000 ), jumlah dari kulit pisang cukup banyak, yaitu

kira-kira 1/3 dari buah pisang yang dikupas. Buah pisang banyak mengandung

karbohidrat baik isinya maupun kulitnya. Didalam kulit pisang memiliki

kandungan vitamin C, B, kalsium, protein dan juga lemak yang cukup.

Komposisi zat gizi kulit pisang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Jatim, Surabaya (1982).

Karbohidrat atau hidrat arang yang dikandung oleh kulit pisang adalah amilum. Amilum tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk

No. Zat Gizi Kadar

1 Air (g) 68,90

2 Karbohidrat (g) 18,50

3 Lemak (g) 2,11

4 Protein (g) 0,32

5 Kalsium (mg) 715

6 Fosfor (mg) 117

7 Zat besi (mg) 1,60

8 Vitamin B (mg) 0,12

9 Vitamin C (mg) 17,50

Page 10: Laporan Akhir Yulia Putri !!

menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang (Johari dan Rahmawati, 2006). Oleh karena itu, limbah kulit pisang dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan biodegradable foam karena terdapat amilum atau pati didalam kulit pisang tersebut.

c. Kitosan

Kitosan biasanya diperoleh dari proses deasetilasi kitin dalam kondisi

basah. Kitin merupakan salah satu bahan organik yang paling berlimpah

kedua setelah selulosa.Kitin merupakan bahan penyusun penting dari struktur

cangkang pada hewan yang bertulang belakang, terutama di krustasea,

moluska danserangga.(Alves, Mano. 2008).

Gambar 2.3 Struktur Kitin

Gambar 2.4 Struktur Kitosan

Kitosan merupakan produk biologis yang bersifat kationik, nontoksik,

biodegradable dan biokompatible. Kitosan memiliki gugus amino (NH2) yang

relatif lebih banyak dibandingkan kitin sehingga lebih nukleofilik dan bersifat

basa. Kitosan tidak larut dalam air dan beberapa pelarut organik seperti

dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), pelarut alkohol organik

dan piridin. Kitosan larut dalam asam organik atau mineral encer melalui

Page 11: Laporan Akhir Yulia Putri !!

protonasi gugus amini bebas (NH2 NH3+) pada pH kurang dari 6,5.

Pelarut yang baik untuk kitosan adalah asam format, asam asetat dan asam

glutamat. Kelarutan kitosan menurun dengan bertambahnya berat molekul

kitosan (Gyliene dkk., 2003).

d. Protein

a. Istilah

Istilah protein diperkenalkan pada tahun 1830-an oleh pakar kimia Belanda

bernama Mulder, ia menyimpulkan Protein merupakan makromolekul yang

menyusun lebih dari separuh bagian dari sel. Semua jenis protein mempunyai jumlah

dan urutan asam amino yang khas. Protein merupakan rantaian gabungan 22 jenis

asam amino. Protein ini memainkan berbagai peranan dalam benda hidup dan

bertanggung jawab untuk fungsi dan ciri-ciri benda hidup ( Anonim. 2008 )

http://www.wikipedia.com.protein. Diakses tanggal 02 maret 2016).

Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N

(15,30-18%), C (52,40%), H (6,90-7,30%), O (21-23,50%), S (0,8-2%), disamping

C,H,O (seperti juga karbohidrat dan lemak), dan S kadang-kadang P, Fe dan Cu

(sebagai senyawa kompleks dengan protein). Dengan demikian maka salah satu cara

terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif

adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan atau bahan

lain ( Sudarmaji, S, dkk. 1989 ).

b. Struktur Molekulnya

Struktur protein terdiri dari empat macam:

1. Struktur Primer (struktur utama)

Struktur ini terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan satu sama

lain secara kovalen melalui ikatan peptida.

Page 12: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Gambar 2.5 Struktur Primer Protein

2. Struktur Sekunder

Protein sudah mengalami interaksi intermolekul, melalui rantai

samping asam amino. Ikatan yang membentuk struktur ini, didominasi oleh

ikatan hidrogen antar rantai samping yang membentuk pola tertentu

bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Adapun dua jenis struktur,

yaitu α-heliks dan β-sheet.

Gambar 2.6 Struktur Sekunder Protein

3. Struktur Tersier

Terbentuk karena adanya pelipatan membentuk struktur yang

kompleks. Pelipatan distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida,

interaksi ionik, ikatan hidrofobik, ikatan hidrofolik.

Page 13: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Gambar 2.7 Struktur Tersier Protein

4. Struktur Kuarter Protein

Terbentuk dari beberapa bentuk tersier, dengan kata lain multi sub

unit. Interaksi intermolekul antar sub unit protein ini membentuk struktur

keempat /kuarter.

Gambar 2.8 Struktur Kuarter Protein

c. Asam-asam Amino

Asam amino ialah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino.

Asam amino yang terdapat sebagai komponen, protein mempunyai gugus

−NH2 pada atom karbon α dari posisi gugus −COOH. Rumus umum untuk

asam amino ialah :

Gambar 2.9 Rumus Asam Amino

Page 14: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam

pelarut organik non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Sifat asam

amino ini berbeda dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina.

Asam karboksilat alifatik maupun aromatik yang terdiri atas beberapa atom

karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik.

Demikian amina pula umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam

pelarut organik (Poejiadi. A, 1994). Asam amino adalah senyawa yang

memiliki satu atau lebih gugus karboksil (−COOH) dan satu atau lebih

gugus amino (−NH2) yang salah satunya terletak pada atom C tepat

disebelah gugus karboksil (atom C alfa). Asam-asam amino bergabung

melalui ikatan peptida yaitu ikatan antara gugus karboksil dari asam amino

dengan gugus amino dari asam amino yang disampingnya (Sudarmadji. S,

1989).

d. Jumlah dan Jenis Asam Amino pada Protein Kacang Bungkil Kedelai,

Bungkil Kacang Tanah, Ikan Gurami

Berikut ini adalah Tabel Jumlah Asam Amino pada Ketiga Sumber Protein

tiap 100 gram.

Page 15: Laporan Akhir Yulia Putri !!

e. Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai merupakan hasil ikutan atau bahan yang tersisa setelah

kedelai diolah dan diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber

protein yang baik bagi ternak. Kandungan protein bungkil kedelai sekitar 44-51%

dan merupakan sumber protein yang amat bagus sebab keseimbangan asam amino

yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Asam amino yang tidak

terkandung di dalam protein bungkil kedelai adalah metionin dan sistein, yaitu

asam amino yang biasanya ditambahkan pada pakan campuran jagung-kedelai.

Tetapi bungkil kedelai memiliki kandungan lisin dan triptofan yang tinggi

sehingga dapat melengkapi defini pada protein jagung dan memberikan

kebutuhan asam amin esensial bagi ternak.

Komposisi Asam Amino pada Kacang Tanah

Page 16: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Gambar 2.10 Bungkil Kedelai

Sekitar 50% protein untuk pakan unggas berasal dari bungkil kedelai dan

pemakaiannya untuk pakan ayam pedaging berkisar antara 15-30%, sedangkan untuk

pakan ayam petelur 10-25% (Wina, 1999). Kandungan protein bungkil kedelai

mencapai 43-48%.

Gambar 2.11 Kandungan Nutrisi Bungkil Kedelai

f. Bungkil Kacang Tanah

Bungkil kacang tanah merupakan limbah dari pengolahan minyak kacang

tanah. Bungkil kacang tanah disukai ternak dan merupakan supplemen protein

tumbuhan yang berkualitas baik. Kualitas bungkil kacang tanah secara kuantitatif

dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan menggunakan metode

proksimat. Bungkil kacang tanah mengandung protein kasar 46,62% dan serat kasar

5,5%. Bila serat serat kasar lebih tinggi maka telah terjadi pemalsuan sekam dan

arena itu produk tersebut tidak disebut bungkil kacang tanah tetapi bungkil kacang

tanah dan sekam. Bungkil kacang tanah mempunyai protein tercerna (DP) 42,4%

Page 17: Laporan Akhir Yulia Putri !!

dan TDN 84,5%. Nilai ini lebih tinggi dari bungkil kedelai. Bungkil kacang tanah

dan sekam mengandung protein kasar (PK) 41%. Protein tercerna 36,6% dan total

nutrient tercerna (TDN) 73,3% lebih tinggi dari PK, DP, dan TDN. Salah satu

pembatas pemanfaatan bungkil kacang tanah pada ternak adalah adanya

kontaminasi aflatoksin (Orskov, 1988).

Proses pembuatan bungkil sangat sederhana. Kacang tanah dipres (dikempa)

hingga minyaknya keluar. Hasil kempaan dari produk biji-bijian itu berupa minyak

nabati dan ampasnya yang disebut sebagai bungkil. 

Gambar 2.12 Kandungan Nutrisi Bungkil Kacang Tanah

Bungkil atau oil meal diperoleh dari expeller process pada ekstraksi minyak.

Proses pembuatan oil meal ini pada prinsipnya adalah dilakukan penyaringan

minyak terlebih dahulu, kemudian akan tersisa bungkilnya. Proses pembuatan

bungkil yaitu bahan yang akan disaring minyaknya dikeringkan terlebih dahulu

kemudian dilakukan pemanasan. Setelah bahannya masak kering, kemudian bahan

tersebut digiling dan dilakukan pengepresan atau penyaringan.

g. Ikan Gurami

Ikan gurami (Osphronemus gouramy) umumnya hidup dan banyak dipelihara

di perairan tawar, terutama pada perairan yang tenang dan dalam. Ikan gurami dapat

tumbuh dan berkembang pada perairan tropis dan subtropis. Ikan ini mempunyai

Page 18: Laporan Akhir Yulia Putri !!

daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan, tetapi lebih cocok hidup pada ketinggian

maksimal 800 m di atas permukaan laut. Selanjutnya keduanya mengatakan, bahwa

suhu ideal untuk pertumbuhan gurami antara 24 – 29 ̊C, derajat keasaman (pH)

antara 6,5 – 8,0, kandungan oksigen terlarut 3 – 5 ppm, dan air yang tidak terlalu

keruh dengan kecerahan pada pengukuran alat secchi disk (Djarijah dan

Puspowardoyo, 1992).

Pada ikan gurami yang memiliki ukuran tubuh 3cm-15cm kadar abu yang

diberikan 12%, sedangkan ikan gurami yang memiliki ukuran tubuh >15cm kadar

abu yang diberikan 13%. Pada kadar protein ukuran ikan gurami 3cm-5cm

diberikan kadar protein 38%, ukuran 5cm-15cm diberikan kadar protein 32% dan

ukuran ikan gurami >15cm diberikan kadar protein 28%. Pada kadar lemak, ukuran

ikan gurami 3cm-5cm diberikan kadar lemak 7%, ukuran 5cm-15cm 6% dan ukuran

>15cm 5%. Kadar serat kasar pada ikan yang berukuran 3cm-5cm diberikan 5%,

ukuran 5cm-15cm 6% dan ukuran >15cm 8%. Nitrogen bebas ( N-Amoniak) pada

ukuran tubuh 3cm - >15cm 0,20%. Diameter pakan pada ukuran ikan 3cm-5cm

sebesar 1-2mm, ukuran 5cm-15cm sebesar 2-3mm, ukuran >15cm sebesar 3-6mm.

Kandungan cemaran mikroba/toksin (aflatoksin 50 ppb, kapang 50 kol/g,

salmonella neg kol/g) pada ukuran 3cm- >15cm. Dan pada kandungan antibiotik

ukuran ikan 3cm- >15cm diberikan 0 ppb.

e. Karagenan

Salah satu sumber alam biopolimer adalah karagenan. Karagenan merupakan

polisakarida sulfat, diekstrak dari beberapa spesies rumput laut merah

(Rhodophyceae). Berdasarkan kandungan sulfatnya, karaginan diklasifikasikan

menjadi kappa (ҡ), iota (ϊ) dan lamda (λ) dengan jumlah sulfatnya berturut-turut 20%,

33% dan 42% (Herliany, dkk. 2009). Karagenan dibuat dari rumput laut yang

dikeringkan, rumput laut diayak untuk menghilangkan kotoran - kotoran seperti pasir

dan kemudian dicuci. Setelah melalui perlakuan dengan larutan basa panas

(contohnya 5 - 8% kalium hidroksida), selulosanya dihilangkan dari karagenan

dengan menggunakan prose sentrifugasi dan filtrasi. (Raton and Smooley, 1993)

Page 19: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Gambar 2.13 Struktur Karagenan

f. Magnesium Stearat

Magnesium stearat, juga disebut asam oktadekanoat, merupakan garam

magnesium, adalah zat putih yang padat pada suhu kamar. Senyawa ini memiliki

rumus kimia Mg(C18H35O2)2. Ini adalah garam mengandung dua stearat (anion dari

asam stearat) dan satu kation magnesium (Mg2+). Magnesium stearat meleleh pada

sekitar 120 °C, tidak larut dalam air, dan umumnya dianggap aman untuk

dikonsumsi manusia pad tingkat di bawah 2500 mg/kg per hari (Denny Indra Praja,

2015. Zat Aditif Makanan Manfaat dan Bahayanya. Penerbit Garudhawaca,

Yogyakarta).

Asam stearat diproses dengan memperlakukan lemak hewan dengan air pada

suhu dan tekanan tinggi. Asam ini dapat pula diperoleh dari hidrogenasi minyak

nabati. Dalam bidang industri asam stearat dipakai sebagai bahan

pembuatan lilin, sabun, plastik,kosmetika, dan untuk melunakkan karet. Titik lebur

asam stearat 69.6 °C dan titik didihnya 361 °C. Reduksi asam stearat

menghasilkan stearil alkohol. (Susan, 1989)

Page 20: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Gambar 2.5 Struktur Magnesium Stearat

g. Gliserol

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi

tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu,

dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida,

digliserida dan trigliserida. Adapun rumus molekul gliserin dapat ditunjukkan pada

gambar berikut

Gambar 2.6 Struktur Gliserol

Sifat fisik dari gliserol :

a) Tidak berbau

b) Merupakan cairan tidak berwarna

c) Cairan kental dengan rasa yang manis

d) Densitas 1,261

e) Titik lebur 18,2C

f) Titik didih 290 C

Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak

adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak

Page 21: Laporan Akhir Yulia Putri !!

manis. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Gliserol

digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika sebagai bahan dalam

preparat yang dihasilkan. Di samping itu penggunaan gliserol pada

biodegradable foam berguna sebagai plasticsizer. (Poedjiadi, 2006).

Page 22: Laporan Akhir Yulia Putri !!

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Metode Percobaan

Pada penelitian kali ini kami menggunakan Metode baking process,

dimana semua bahan baku dan aditif dicampur kemudian dituang kedalam

cetakan dipanaskan. Memvariasikan formula dilakukan untuk mendapatkan

hasil biodegradable foam yang paling baik. Variabel yang diubah pada

penelitian kali ini adalah penambahan kitosan dan jenis protein yang

digunakan Penelitian ini bertujuan menghasilkan produk biodegradable foam

yang mampu terdegradasi dan dilakukan pada skala laboratorium.

3.2 Alat dan Bahan

a. Bahan:

1. Pati Kulit Pisang

2. Kitosan

3. Protein Bungkil Kedelai

4. Protein Bungkil Kacang Tanah

5. Protein Ikan Gurami

6. Asam Asetat

7. Asam sitrat

8. Air

9. Magnesium Stearat

10. Karagenan

11. Gliserol

b. Alat

1. Neraca Analitik

2. Kaca Arloji

3. Spatula

4. Pisau

5. Kain penyaring

Page 23: Laporan Akhir Yulia Putri !!

6. pengayak

7. Gelas Kimia

8. Batang pengaduk

9. Gelas ukur

10. Loyang

11. Mixer

12. Desikator

13. Kertas Saring

14. Alat SEM

15. Alat Uji Tarik

16. Tanah

17. Box Kayu

3.3 Prosedur Percobaan

A. Pembuatan Pati Kulit Pisang

Pembuatan pati dari kulit pisang dilakukan dengan cara mencuci

kulit pisang dengan menggunakan air bersih kemudian kulit pisang yang

telah bersih dipotong-potong dengan menggunakan pisau. Cacahan kulit

pisang yang sudah memiliki ukuran yang lebih kecil direndam dalam

larutan asam sitrat 2000 ppm selama 24 jam untuk menghasilkan pati

berwarna putih. Kulit pisang yang telah direndam dalam larutan asam

sitrat dihancurkan dengan menggunakan blender. Kulit pisang yang telah

lumat di saring dan di peras dengan menggunakan kain penyaring ke

dalam wadah hingga ampas tidak mengeluarkan air perasan lagi. Filtrat

yang dihasilkan kemudian di dekantasi atau diendapkan selama 24 - 48

jam hingga pati mengendap sempurna.

Setelah pati mengendap sempurna, akan terjadi dua lapisan yaitu

lapisan atas berupa cairan supernatan dan lapisan bawah berupa endapan.

Cairan supernatan di buang dan endapannya di cuci berulang-ulang

dengan air hingga diperoleh endapan pati yang lebih jernih. Kemudian

Page 24: Laporan Akhir Yulia Putri !!

endapan pati dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu ± 50°C

selama 2 jam hingga kering. Endapan serbuk pati yang sudah kering

kemudian di ayak dengan menggunakan pengayak untuk mendapatkan

partikel yang lebih halus dan seragam. Serbuk pati kulit pisang yang lolos

dari ayakan siap untuk digunakan. Sedangkan partikel yang tidak lolos

dalam ayakan dihaluskan kembali. (Widianingsih dkk ,2012)

B. Pembuatan Isolat Protein

Bungkil Kacang tanah atau kacang kedelai yang dijadikan sumber

protein ditimbang sebanyak 500 gram. Tambahkan air dengan

perbandingan kacang : air sebanyak 1:3. Setelah terbentuk dua lapisan

yaitu endapan (pati) dan cairan (filtrat) pisahkan kedua lapisan tersebut

hingga didapatkanlah filtratnya. Panaskan filtrat hingga suhu 80oC.

Tambahkan asam asetat hingga pH larutan mencapai 4.5. Endapan yang

terbentuk dari penambahan asam asetat kemudian dipisahkan dan disaring

menggunakan kertas saring.

C. Pembuatan Biodegradable Foam

Pertama pati kulit pisang dikeringkan didalam oven pada suhu 80 oC selama 24 jam kemudian disimpan dalam desikator. Pati kulit pisang

yang telah dikeringkan dan protein ditimbang dengan perbandingan 1:9,

dan variasi kitosan sebanyak 8,10,12,14 gram. Larutkan kitosan kedalam

100 gram Asam asetat 1% lakukan pengadukan selama 5 menit agar

homogen dan membentuk gel. Pati singkong sebanyak 36 gram dilarutkan

kedalam 40 gram air. Kemudian campurkan larutan pati dan kitosan,

tambahkan protein dan bahan aditif. Bahan aditif yang ditambahkan

adalah Magnesium Stearat 4% (w/w), karagenan (1.5% w/w), dan gliserol

(6% w/w) dengan pengadukan cepat menggunakan mixer selama 5 menit

hingga terbentuk adonan yang homogen. Tuang adonan kedalam cetakan.

Kemudian masukkan adonan kedalam oven dengan suhu 50 oC selama 60

Page 25: Laporan Akhir Yulia Putri !!

menit untuk menghilangkan kadar air. Setelah 1 jam, keluarkan

biodegradable foam. Dinginkan disuhu ruang selama 4 hari. Lakukan uji

water absorption, uji tarik, uji biodegradability, dan uji SEM.

3.4 Skema Kerja

a) Pembuatan Pati Kulit Pisang

Gambar 3.1 Skema Pembuatan Pati Kulit Pisang

Kulit buah pisang Kepok

Kulit pisang dicuci dan dipotong-potong dan direndam dalam larutan asam sitrat 4000 ppm.

Rendaman kulit pisang diblender dan disaring.

AmpasFiltrat

Filtrat diendapakan selama 24 – 48 jam

Cairan Supernatan Endapan

Endapan dicuci dan dikeringkan dalam oven pada suhu 50°C selama 2 jam

Pati Kulit Pisang Kepok

Page 26: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Dipanaskan hingga 80 oC

Cairan (filtrat)Asam Asetat

Endapan (pati) Cairan (filtrat)

Endapan yang terbentukDisaring

Protein isolat

Bungkil Kacang tanah / kacang kedelaiDitimbang 250 gram

Bungkil Kacang tanah / kedelai/tepung ikan

Dihaluskan

Ditambahkan air dengan perbandingan

kacang : air = 1:3

b) Pembuatan Isolat Protein

Gambar 3.2 Skema Pembuatan Isolate Protein

c) Pembuatan Biodegradable foam

Page 27: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Diaduk hingga homogen

Adonan foamGliserol

Diaduk hingga homogen

Adonan foam

Adonan foam dicetak dan dioven pada suhu 50oC selama 1 jam

Foam yang dihasilkan

Uji SEMUji BiodegradabilityUji Water Absorbtion Uji Tarik

d)

Magnesium Stearat dan Karagenan

Larutan pati

Diaduk hingga homogen

Protein

KitosanAsam Asetat 1%

Larutan kitosan – asam asetat

Diaduk hingga

homogen

Pati kulit pisang dipanaskan (80oC selama

24 jam)Air

Adonan foam

Foam yang dihasilkan

Diamkan selama 4 hari

Page 28: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Sampel

Ditimbang untuk mengetahui penambahan berat yang terjadi

Ditimbang

Sampel

Rendam dalam air selama 1 menit

Sampel dengan ukuran 2.5x5 cmDinginkan dalam desikator selama 20 menitBerat awal sampel

Dihilangkan sisa air di permukaan foam menggunakan tisu

Gambar 3.3 Skema Pembuatan Biodegradable Foam

e) Uji Water Absorption

Gambar 3.4 Skema Uji Water Absorbtion

Page 29: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Sampel dipendam didalam tanah Sampel yang sudah dipendam

Ditimbang untuk menggetahui

pengurangan berat yang terjadi

Sampel awal

direndam hingga jenuh

dan ditimbang sebagai berat

awal

Dengan waktu pemendaman 2 minggu

f) Uji Biodegradable

Gambar 3.5 Skema Uji Biodegradable

Page 30: Laporan Akhir Yulia Putri !!

Potong spesimen sesuai dengan ukuranJepit pada

alat

SpesimenTarik dengan beban

hingga spesimen putus

Catat beban maksimum dan

hitung kuat tariknya

Siapkan Spesimen

Letakkan sampel di holder mikroskop

Masukkan ke SEM dalam mode optik

Ubah ke mode SEM untuk analisa, sesuaikan perbesaran, fokuskan, dan ambil gambar

Gambar hasil uji

g) Uji Tarik

h) Uji SEM

Gambar 3.6 Skema Uji SEM

Page 31: Laporan Akhir Yulia Putri !!

3.5 Variable Percobaan

Adapun variabel yang digunakan pada penelitian kali ini adalah:

A. Variabel Tetap

Jumlah Pati yang digunakan : 36 gram

Jumlah Protein yang digunakan : 4 gram

Jumlah magnesium stearate : 2 gram

Jumlah Air yang digunakan : 40 gram

Jumlah Asam Asetat yang digunakan : 100 gram

Jumlah Karagenan yang digunakan : 0,75 gram

Jumlah Gliserol yang digunakan : 6 gram

Suhu Pengovenan : 500 ˚C

B. Variabel Berubah

Jumlah penambahan kitosan : 8 gram; 10 gram; 12

gram; 14 gram

Jenis Protein yang digunakan : Protein tepung ikan

Protein bungkil kedelai

Protein bungkil kacang

tanah

3.6 Teknik Pengumpulan Data

A. Uji Water Absorption

Pengujian water absorbtion pada produk biodegradable foam

mengacu pada standart ABNT NBR NM ISO 535, 1999. Foam dipotong

dengan ukuran 2,5 x 5 cm, dilakukan penimbangan dan dicatat sebagai berat

foam awal. Kemudian foam direndam didalam air selama 60 detik. Angkat

foam, kemudian keringkan menggunakan tisu untuk menghilangkan sisa air

yang menempel pada foam. Lakukan penimbangan lagi dan catat sebagai berat

Page 32: Laporan Akhir Yulia Putri !!

akhir foam. Perbedaan berat foam awal dan akhir dicatat sebagai banyaknya

air yang terserap oleh biodegradable foam.

Perhitungan pertambahan berat :

Pertambahan berat (%) = ( W0-W1) X 100%

W0

Keterangan:

W0 = Berat awal (gram)

W1 = Berat Akhir (gram)

B. Uji Biodegradability

Biodegradable foam yang dihasilkan dari pati kulit pisang diuji

kemampuan terdegradasi dengan cara memendamnya didalam tanah selama

14 hari. Dilakukan penimbangan awal untuk mengetahui berat foam sebelum

dipendam didalam tanah. Setelah dipendam didalam tanah, ditimbang kembali

untuk mengetahui biodegradable foam yang terdegradasi. (Ghorpade,

Gennadios, and Hanna. 2001)

Perhitungan weight loss :

weight loss ( % ) = ( W0-W1) X 100%

W0

Keterangan:

W0 = Berat awal

W1 = Berat Akhir

Page 33: Laporan Akhir Yulia Putri !!

C. Uji Tarik

Analisis mengacu pada Technical Association of the Pulp and Paper

Industry (TAPPI) No. T404. Pada aplikasinya, foam dipotong sesuai dengan

ukuran. Kemudian foam dijepitkan pada alat uji tarik hasil modifikasidan

ditarik hingga putus. Lalu dicatat beban saat penarikan (g). Besarnya tegangan

maksimum yang mampu ditahan oleh foam hingga titik putusnya dihitung

menggunakan persamaan sebagai berikut:

Fmaks=m . a (1)

Keterangan:

Fmaks = Tegangan maksimum (N)

m = Beban saat ditarik (Kg)

a = Percepatan gravitasi (m/s2)

Besarnya nilai kuat tarik dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan berikut ini:

σ=Fmaks

A (2)

Keterangan:

σ = Kuat tarik (MPa)

Fmaks = Tegangan maksimum (N)

A = Luas penampang film yang dikenai tegangan (mm2)

Page 34: Laporan Akhir Yulia Putri !!

D. Uji SEM

Mikroskop elektron digunakan sebagai alat pendeteksi objek pada

skala yang amat kecil. Analisis sifat permukaan dilakukan menggunakan

Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui morfologi

biodegradable foam yang dihasilkan. Prinsip kerja SEM adalah deteksi

elektron yang dihamburkan oleh suatu sampel padatan ketika ditembak oleh

berkas elektron berenergi tinggi secara kontinyu yang dipercepat di dalam

electromagnetic coil yang dihubungkan dengan Cathode Ray Tube (CRT)

sehingga dihasilkan suatu informasi mengenai keadaan permukaan suatu

sampel senyawa. Jenis mikroskop SEM yang digunakan untuk pengujian

sampel adalah Phenom type G2 Pro.