laporan akhir pengujian material pdf

59
LAPORAN AKHIR PRATIKUM PENGUJIAN MATERIAL TONY YUDHYIKA PRADANA GULTOM NIT. BIV/I 13.09.116 KELOMPOK 3 LABORATORIUM METALURGI FISIK DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2014

Upload: tonyyudhyikagultom

Post on 22-Dec-2015

95 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

Laporan Akhir Pengujian Material

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

LAPORAN AKHIR

PRATIKUM PENGUJIAN MATERIAL

TONY YUDHYIKA PRADANA GULTOM

NIT. BIV/I 13.09.116

KELOMPOK 3

LABORATORIUM METALURGI FISIK

DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2014

Page 2: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

MODUL 1

PENGUJIAN TARIK

I. Tujuan Pratikum

II. Dasar Teori

III. Metodologi Penelitian

III. 1. Alat dan Bahan

III. 2. Flow Chart Proses Pengujian

IV. Pengolahan Data

IV.1 Data

IV.1.1 Data sampel

IV.1.2 Tabel

IV.1.3 Sketsa Perpatahan

IV.2 Contoh Perhitungan

IV.3 Grafik

IV.3.1 Grafik beban vs elongasi

IV.3.2 Grafik Eng Stress vs Eng Strain

V. Analisa Percobaan

V.1 Pinsip Pengujian

V.2 Analisa Grafik

V.2.1 Analisa Grafik Beban vs Elongasi

V.2.2 Analisa Grafik Eng. Stress vs Eng Strain

V.3 Analisis Hasil Perpatahan

VI. Kesimpulan

Page 3: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Modul 1 – Pengujian Tarik

I. Tujuan Praktikum

1. Untuk membandingkan kekuatan maksimum beberapa jenis logam (besi

tuang, baja, tembaga dan alumunium).

2. Untuk membandingkan titik – titik luluh (yield) logam – logam tersebut.

3. Untuk membandingkan tingkat keuletan logam – logam tersebut melalui

presentase elongasi dan persentase pengurangan luas.

4. Untuk membandingkan fenomena necking pada logam – logam tersebut.

5. Untuk membandingkan modulus elastisitas dari logam – logam tersebut.

6. Untuk membuat, membandingkan serta menganalisa kurva tegangan

regangan, baik kurva rekayasa maupun kurva sesungguhnya dari beberapa

jenis logam.

7. Untuk membandingkan tampilan perpatahan (fractografi) logam – logam

tersebut dan menganalisanya berdasarkan sifat – sifat mekanis yang telah

dicapai.

II. Dasar Teori

Sampel atau benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik dengan

beban continue sambil diukur pertambahan panjannya. Data yang didapat berupa

perubahan panjang dan perubahan beban yang selanjutnya ditampilkan dalam

bentuk grafik tegangan – regangan. Beberapa sifat mekanik yang diharapkan

didapat dari pengujian tarik ini adalah :

A. Batas Proporsionalitas (Proportionality Limit)

Merupakan daerah batas dimana tegangan (stress) dan regangan

(strain) mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan yang lainnya.

Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan

secara proporsional dalam hubungan linear σ = E ε ((bandingkan dengan

hubungan y = mx ;dimana y mewakili tegangan ; x mewakili regangan dan

m mewakili slope kemiringan dari modulus.

B. Elastisitas dan Plastisitas Logam

Page 4: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Bila logam dipengaruhi oleh suatu gaya maka akan berubah

bentuknya, yang berarti logam telah mengalami suatu deformasi. Bila gaya

yang bekerja pada logam tersebut dihilangkan maka ada logam yang

kembali kebentuk semula (recoverable) yang disebut dengan deformasi

elastic, tetapi ada juga logam yang tidak kembali ke bentuk atau dimensi

semula (irrecoverable) dapat dikatakan logam tersebut telah mengalami

deformasi plastis.

C. Batas elastic (Elastic Limit)

Daerah elastic adalah daerah dimana bahan akan kembali kepanjang

semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsional merupakan

daerah elastic ini. Selanjutnya bila bahan terus diberi tegangan (deformasi

dari luar) maka batas elastic akan terlampaui pada akhirnya sehingga bahan

tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain dapat

didefinisikan bahwa batas elastic merupakan suatu titik dimana tegangan

yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis)

pertama kalinya. Kebanyakan material teknik memiliki batas elastic yang

hampir berimpitan dengan batas proporsionalitasnya.

D. Titik Luluh dan Kekuatan Lulus (Yield Strength)

Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus

mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban, Tegangan (stress)

yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme lulus ini disebut

tegangan luluh (yield stress). Gejala luluh pada umumnya hanya ditunjukan

oleh logam – logam ulet dengan struktur kristal BCC dan FCC yang

membentuk interstitial solid solution dari atom – atom carbon, boron,

hydrogen dan oksigen. Interaksi antara antara dislokasi dan atom – atom

tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukan titik luluh

bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).

Page 5: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Gambar 1. Fenomena yield pada kurva hasil uji tarik

Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya tidak

memperlihatkan batas lulus yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh

material seperti ini maka digunakan suatu metode yang disebut metode

offset. Metode Offset adalah metode yang digunakan untuk menentukan titik

yielding pada material yang tidak diketahui titik yieldingnya. Kekuatan

luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan

menahan defromasi permanen bila digunakan struktural yang melibatkan

pembebanan mekanik seperti tarik, tekan, bending dan puntiran. Disisi lain,

batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai

dalam proses manufaktur produk – produk logam seperti proses rolling,

drawing, stretching dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa titik luluh

adalah suatu tingkat tegangan yang :

Tidak boleh dilewati dalam penggunaan (in service)

Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)

Page 6: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

E. Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)

Kekuatan Tarik Maksimum merupakan tegangan maksimum yang

dapat ditanggung oleh material sebelum terjadinya perpatahan (fracture).

Nilai kekuatan tarik maksimum εuts ditentukan dari beban maksimum

Fmaks dibagi luas penampang awal Ao. Pada bahan ulet tegangan

maksimum ditunjukkan oleh titik M dan selanjutnya bahan akan deformasi

hingga titik perpatahan. Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku

yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus perpatahan ada disatu

titik yang sama. Dalma kaitannya dengan penggunaan structural maupun

dalam proses forming bahan, kekuatan maksimum adalah batas tegangan

yang sama sekali tidak boleh dilewati.

F. Kekuatan Putus (Breaking Strength)

Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda

uji putus (Fbreaks) dengan luas Ao. Untuk bahan yang bersifat ulet pada

saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga

titik putus maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat

adanya suatua deformasi yang terlokalisai. Pada bahan ulet kekuatan putus

adalah lebih kecil daripada kekuatan maksimumnya sementara pada bahan

getas kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.

Gambar 2. Proses penciutan (necking) pada benda uji

Page 7: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

G. Keuletan (Ductility)

Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan

logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan atau keuletan bahan

juga dapat dinyatakan sebagai energy yang diadsorb oleh bahan tersebut

samapi pada titik patah, yaitu merupakan luas bidang di bawah kurva

tegangan – regangan. Sifat ini dalam beberapa tingkatan harus dimiliki oleh

bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling, bending,

stretching, drawing, hamering, cutting dan sebagainya. Pengujian tarik dua

metode pengukuran keuletan bahan yaitu :

a. Presentase perpanjangan (elongation) diukur sebagai penambahan

panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang awalnya.

Elongasi, ε (%) = [(Lf – Lo)/Lo] |x 100 %

Dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo adalah panjang awal dari

benda uji.

b. Presentase pengurangan/reduksipenampang diukur sebagai

pengurangan luas penampang (cross-section) setelah perpatahan

terhadap luas penampang awalnya. Reduksi penampangnya,

R (%) = [(Ao – Af)/Ao] x 100%

Dimana Af adalah luas penampang akhir dan Ao luas penampang

awal

H. Modulus Elastisitas (Modulus Young)

Modulus Elastisitas atau modulus young merupakan ukuran

kekakuan material. Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil

regangan elastic yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu, atau

dapat dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan

– regangan, modulus kekakuan dapat dihitung dari slope kemiringan garis

elastic yang linier, diberikan oleh :

E = σ / ε atau E = tan α

Page 8: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastic kurva tegangan –

regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat

antar atom – atom sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah

oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan.

Gambar 3. Grafik tegangan regangan menunjukan kesamaan

modulus kekakuan

I. Modulus Kelentingan (Modulus of Reselience)

Modulus kelentingan mewakili material untuk menyerap energi dari

luar tanpa terjadinya kerusakan. Nilai modulus dapat diperoleh dari luas

segitiga yang dibentuk oleh area elastik diagram tegangan – regangan.

Page 9: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

J. Modulus Ketangguhan (Modulus of Toughness)

Modulus Ketangguhan merupakan material dalam menyerap energi

hingga terjadinya perpatahan. Secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas

area keseluruhan di bawah kurva tegangan regangan hasil pengujian tarik.

Pertimbangan disain yang mengikut sertakan modulus ketangguhan menjadi

sangat penting untuk komponen – komponen yang mungkin mengalami

pembebanan berlebih secara tidak sengaja. Material dengan modulus

ketangguhan yang tinggi akan mengalami distorsi yang besar karena

pembebanan berlebih, tetapi hal ini tetap disukai dibandingkan material

dengan modulus yang rendah dimana perpatahan akan terjadi tanpa suatu

peringatan terlebih dahulu.

2. Karateristik Perpatahan

Material dikatakan ulet bila material tersebut mengalami deformasi

elastis dan plastis sebelum akhirnya putus. Sedangkan material getas tidak

mengalami deformasi elastis sebelum mengalami putus.

2.1 Perpatahan Ulet

Gambar 4. Mekanisme perpatahan ulet

Page 10: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik :

1. Penyempitan awal

2. Pembentukan rongga – rongga kecil

3. Penyatuan rongga – rongga membentuk suatu retakan

4. Perambatan retak

5. Perpatahan gesek akhir pada sudut 45o

2.2 Perpatahan Getas

Perpatahan getas memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

1. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi

pada material.

2. Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang – bidang

kristalin membelah atom – atom material

3. Pada material lunak dengan butir kasar (coarse – grain) maka

dapat dilihat pola – pola yang dinamakan chevrons or fan – like

pattern yang berkembang keluar dari daerah awal kegagalan.

4. Material keras dengan butir halus tidak memiliki pola – pola

yang mudah dibedakan.

5. Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan

patahan yang bercahaya dan mulus.

Gambar 5 . Cup and cone fracture dan brittle fracture

Page 11: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

III. Metodologi Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik

Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia

dengan melakukan pengujian tarik yang bertujuan untuk mengetahui nilai kekuatan

tarik, luluh, putus, ultimate tensile strength dan keuletan elongasi dari benda yang

akan diuji.

1. Alat dan Bahan

1. Universal testing machine

2. Caliper atau micrometer

3. Spidol permanent atau penggores (cutter)

4. Stereoscan macroscope

5. Sampel uji tarik

Page 12: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

2. Flow Chart atau Prosedur Proses

Lepaskan benda uji dari grip mesin uji, satukan kembali patahan benda uji dan ukur panjang akhir antara dua titik. Ukur juga diameter akhir dari bagian benda

yang mengalami necking

Tandailah pada grafik beban - perpanjangan titik - titik terjadinya beban maksimum dan perpatahan

Mulai proses penarikan dan amati dengan baik mekanisme deformasi yang terjadi pada benda uji serta tampilan grafik beban - perpanjangan pada

recorder

Pasang benda uji pada grip mesin uji Shimadzu.

Tandai panjang ukur (gauge length) berupa jarak dua titik pada benda uji menggunakan spidol

Ukur dimensi rata - rata benda uji dengan menggunakan alat ukur dan buat sketsa dari benda uji masukkan pada lembar data

Berdasarkan grafik beban – perpanjangan setiap logam, hitunglah dengan formulasi yang sesuai dari nilai – nilai sebagai berikut ini : titik luluh, kekuatan tarik maksimum, elongasi, presentase pengurangan area, modulus elastisitas.

Lakukan pengujian untuk material yang berbeda jenisnya.

Amati dan catat karateristik tipe perpatahanyang terjadi dengan menggunakan stereoscan macroscope. Buatlah sketsa tampak samping dan permukaan

patahan (fractografi) benda uji pada lembar data anda.

Page 13: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

IV. DATA, PERHITUNGAN DAN GRAFIK

1. Tabel Data

Benda Uji Alumunium (Al) Tembaga (Cu) Besi (Fe)

Diameter benda uji

Awal, do (mm)

Akhir, df (mm)

10,1 mm

6,4 mm

10 mm

6,4 mm

9,2 mm

7 mm

Luas Area

Awal Ao (mm2)

Akhir Af (mm2)

80,08 mm

32,15 mm

78,5 mm

32,15 mm

66,44 mm

38,46 mm

Panjang ukur

Awal Lo (mm)

Akhir Lf (mm)

50 mm

61,2 mm

50 mm

60 mm

50 mm

50,8 mm

A. Baja (Fe)

p (kg) dl (mm) ε σ (Mpa)

0 0 0 0

3600 1 0,02 531,0054

4200 2 0,04 619,5063

4650 3 0,06 685,882

5000 4 0,08 737,5075

5250 5 0,1 774,3829

5400 6 0,12 796,5081

6000 7 0,14 885,009

6050 8 0,16 892,3841

6100 9 0,18 899,7592

6100 10 0,2 899,7592

5950 11 0,22 877,634

5150 12 0,24 759,6328

Page 14: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

B. Alumunium (Al)

p (kg) dl (mm) ε σ (Mpa)

0 0 0 0

870 1 0,02 106,4685

990 2 0,04 121,1538

1080 3 0,06 132,1678

1140 4 0,08 139,5105

1190 5 0,1 145,6294

1230 6 0,12 150,5245

1260 7 0,14 154,1958

1280 8 0,16 156,6434

1290 9 0,18 157,8671

1300 10 0,2 159,0909

1300 11 0,22 159,0909

1255 12 0,24 153,5839

1100 13 0,26 134,6154

C. Tembaga (Cu)

p (kg) dl (mm) ε σ (Mpa)

0 0 0 0

2350 1 0,02 293,3758

2400 2 0,04 299,6178

2350 3 0,06 293,3758

2350 4 0,08 293,3758

2250 5 0,1 280,8917

2100 6 0,12 262,1656

1900 6,375 0,1275 237,1975

Page 15: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

IV. 1.3 Sketsa Perpatahan

Gmbr. 4 Sketsa Perpatahan Alumunium

Gmbr. 5 Sketsa Perpatahan Tembaga

Gmbr. 6 Sketsa Perpatahan Besi

Page 16: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

IV. 2. Contoh Perhitungan

ε = Do : Lo

= 1 : 50

= 0,002

σ = P : Ao

= 3600 x 9,8 : 66,44

= 531,01 Mpa

Ultimate Tensile Stress (UTS)

UTS = Fmaks / Ao

= 6100 / 66,44

= 91,81 kg/mm2

Pertambahan panjang material (elongasi) :

% elongasi = (𝐿𝑓−𝐿𝑜)

𝐿𝑜 𝑥 100 %

= (61,2−50)

50 x 100 %

= 22,4 %

Pengurangan area / diameter sampel (reduksi) :

% reduksi = (𝐴𝑜−𝐴𝑓)

𝐴𝑜 𝑥 100 %

= (66,44−48,46)

66,44 𝑥 100 %

= 42 %

Modulus elastisitas (E) :

E = σ

𝛆 = 531,01 / 0,002 = 265505 Mp.

Page 17: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

IV. 3. Grafik

IV.3.1. Grafik P (Beban) vs dL (Elongasi)

Gambar 1. Tembaga (Cu)

Gambar 2. Besi (Fe)

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

1 2 3 4 5 6 7 8

p (kg)

dl (mm)

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

p (kg)

dl (mm)

Page 18: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

IV.3.2. Grafik σ (Eng. Stress) vs 𝛆 (Eng. Strain)

Gambar 3. Tembaga (Cu)

Gambar 4. Besi (Fe)

Berikan nilai dan titik / tanda untuk :

Batas elastisitas / proporsional

Titik luluh

Titik kekuatan maksimum (UTS)

Titik putus

0

50

100

150

200

250

300

350

1 2 3 4 5 6 7 8

σ (Mpa)

ε

Titik Luluh

UTS

Titik Putus

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

ε

σ (Mpa)

Page 19: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

V. Analisis Percobaan

V.1 Prinsip Pengujian

Pengujian ini menghasilkan angka-angka dan ciri-ciri bahan terpenting

pada kekuatan, keregangan dan kekenyalan. Dari bahan yang di uji dibuat sebuah

batang coba (benda uji) dengan ukuran yang di standarisasikan, ditekan pada

sebuah mesin uji tarik kemudian dibebani gaya tarik yang dinaikkan secara

perlahan-lahan sampai bahan uji putus. Selama percobaan/pengujian beban dan

regangan batang coba diukur terus menerus. Kedua besaran ini ditampilkan dalam

sebuah gambar diagram. Skala tegak menunjukkan teggangan tarik dalam mm dan

2 dengan berpatokan pada penampang batang semula, sedangkan skala mendatar

menyatakan regangan (perpanjangan) yang bersangkutan dalam prosentase

terhadap panjang awal.

Jika beban dinaikkan melampaui batas-batas kekenyalan (batas

elastisitas), maka regangan membesar relatif lebih pesat dan lengkungan segera

menunjukkan sebuah tekukan yang akan tampil semakin jelas, semakin ulet bahan

tersebut.Tegangan dalam pengujian ini dinamakan batas rentang atau batas leleh.

Hal ini merupakan angka ciri bahan yang penting, karena disini bahan uji untuk

pertama kalinya mengalami kelonggaran menetap pada strukturnya yang dapat

dikenal melalui munculnya wujud-wujud leleh pada permukaan batang uji. Pada

pembebanan yang ditingkatkan lebih lanjut, maka tegangan akan mencatat titik

puncaknya seraya melajunya regangan batang uji. Batang uji telah mencapai

pembebanan tertinggi, dan batang uji kini menyusut pada kedudukan yang

nantinya merupakan tempat perpecahan.

Page 20: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

V.2 Analisis Grafik

V.2.1 Analisis Grafik P (beban) vs dL (elongasi)

Grafik beban-pertambahan panjang (grafik P - ΔL). Grafik ini masih belum

banyak gunanya karena hanya menggambarkan kemampuan batang uji (bukan

kemampuan bahan) untuk menerima beban gaya. Kemampuan besi menerima gaya

lebih besar dari pada Aluminium tetapi dengan gaya yang besar Besi hanya mampu

ditarik dengan nilai dibawah aluminium. Ini membuktikan bahwa besi lebih

bersifat kaku daripada aluminium.

V.2.2 Analisis Grafik 𝛔 (Eng. Stress) vs 𝛆 (Eng. Strain)

Grafik stress vs strain dan true strain vs true stress memiliki kesamaan

dalam hal bentuk secara kasat mata, namun nilainya memiliki simpangan yang

berbeda. Analisa grafik ini sangat efektif untuk menuntukan sifat umum dari suatu

bahan. Pada grafik terlihat bahwa garis fungsi pada bahan Fe lebih tinggi dari pada

aluminium. Jika dilihat panjangnya garis tersebut maka Fe mempunyai garis yang

lebih panjang, ini membuktikan bahwa bahan Fe ini dapat menyerap energy lebih

banyak dari pada logam aluinium. Dari modulus slope, bahan Fe memiliki nilai

yang lebih tinggi ini membuktikan bahwa modulus elastic besi lebih tinggi dari

aluminium sehingga regangan elastic pada Fe lebih kecil atau bisa dikatakan Fe

lebih kaku daripada aluminium.

Modulus slope didapat dari persamaan Hooke yang membandingkan antara

stress dan strain pada keadaan proporsional. Dari grafik tersebut terlihat bahwa Fe

bukan merupakan bahan yang britel, karena titik putus dan Ultimate Tensile

Strengthnya tidak berada pada satu titik. Ini mungkin disebabkan karena bahan Fe

yang digunakan sudah tercampur dengan bahan lain seperti carbon dengan suatu

komposisi tertentu. Kubah yang terjadi pada garis Aluminium merupakan kesalahan

yang terjadi pada saat penarikan. Pada saat penarikan terjadi slip yang

menyebabkan tegangan tarik sempat turun sementara, hal tersebut juga

mempengaruhi pembentukan grafik dan nilai-nilai yang sebenarnya. Dari grafik

tampak bahwa pada tegangan yang kecil grafik berupa garis lurus, ini berarti

bahwa besamya regangan yang timbul sebagai akibat tegangan yang kecil tersebut

berbanding lurus dengan besamya tegangan yang bekerja (Hukum Hook)4.

Page 21: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Hal ini berlaku hingga titik proporsional, yaitu batas kesebandingan atau

proportionality limit. Jadi bila pengujian tarik dilakukan dengan penambahan

beban secara perlahan mula-mula akan terjadi pertambahan panjang yang

sebanding dengan penambahan gaya yang bekerja. Kesebandingan ini berlangsung

terus sampai beban mencapai titik P (proportionality limit), setelah itu

pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban tidak lagi

berbanding lurus, pertambahan beban yang sama akan menghasilkan pertambahan

panjang yang lebih besar.

Dan bahkan pada suatu saat dapat terjadi pertambahan panjang tanpa ada

penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinya. dikatakan

batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini berlangsung hanya beberapa saat

dan sesudah itu beban akan naik lagi untuk dapat memperoleh pertambahan

panjang (tidak lagiproportional).Kenaikan beban ini akan berlangsung terus sampai

suatu maksimum, dan untuk logam Fe dan Aluminium sesudah itu beban mesin

tarik akan menurun lagi(tetapi pertambahan panjang terus berlangsung ) sampai

akhirnya batang uji putus.Pada saat beban mencapai maksimum pada batang uji

terjadi pengecilan penampang setempat ( local necking ), dan pertambahan panjang

akan terjadi hanya sekitar necking tersebut. Peristiwa ini seperti hanya terjadi pada

logam yang ulet, sedang pada logam -logam yang lebih getas tidak terjadi necking

dan logam itu akan putus pada saat beban maksimum.

Page 22: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

V.3 Analisis Hasil Perpatahan

Ada dua jenis perpatahan: perpatahan ulet (ductile fracture) dan perpatahan

rapuh (brittle fracture). Perbedaan utamanya adalah perpatahan ulet terjadi diiringi

dengan deformasi plastis, sedangkan perpatahan rapuh tidak. Berikut gambar yang

memperlihatkan mekanisme perpatahan ulet.

Tahapan diatas adalah :

A. Necking

Necking adalah suatu proses penurunan secara local diameter bahan yang

dinamakan penyempitan. Hal ini terjadi karena kenaikan kekuatan yang disebabkan

oleh pengerasan regangan yang akan berkurang, untuk mengimbanginya penurunan

permukaan penampang melintang. Pembentukan penyempitan menimbulkan

keadaan tegangan triaksial pada daerah yang bersangkutan.

B. Cavity formation

Cavity formation adalah terbentuknya rongga-rongga kecil pada daerah

necking akibat komponen hidrostatik terjadi disekitar sumbu benda uji pada pusat

daerah necking.

C. Cavity coalascene to form a crack

Cavity coalascene to from a crack adalah terbentuknya retakan pusat

akibat peregangaan yang berlangsung terus.

Page 23: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

D. Crack propagation

Crack propagation adalah berkembang retakan pada arah tegak lurus

sumbu benda uji, hingga mencapai permukaan benda uji tersebut. Kemudian

merambat disekitar bidang geser-geser local, kira-kira berarah 45° terhadap sumbu

“ kerucut “ patahan yang terbentuk.

E. Fracture

Fracture adalah terjadi perpatahan campuran akibat peregangan terus

menerus Semua benda yang diuji mengalami perpatahanan ulet (ductile).

Identifikasi yang lain adalah pada bekas patahan permukaannya mempunyai serat

yang berbentuk dimple yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.

Perpatahan ini disebut juga perpatahan berserat (fibrous fracture). Perpatahan ini

melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan logam

yang ulet (ductile). Pada kedua benda uji, saat penarikan terjadi proses necking,

dan terlihat bahwa kedua bahan tersebut bersifat ductile karena terjadi necking.

Tetapi jika dilihat hasil perpatahannya maka akan terlihat bahwa aluminium

memiliki perpatahan campuran sedangkan Fe memiliki perpatahan beserat. Ini

membuktikan bahwa Fe dan aluminium pada bahan uji ini merupakan logam yang

ductile

Page 24: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

VI. Kesimpulan

Dari tujuan awal yang ingin mengetahui respon mekanik terhadap

pembebanan tarik satu arah maka diperoleh hasil dari material uji yaitu: Fe dan

Aluminium dimana diperoleh hasil bahwa bahan Fe yang diteliti memiliki sifat

yang kuat dan ductile, hal ini dilihat dari cepatnya Baja patah ketika sudah

mencapai Ultimate Strength yang memang sangat besar tetapi memiliki daerah

kurva yang panjang sebelum mendapatkan beban maksimum (UTS), sedangkan

untuk Alumunium adalah termasuk ulet, dilihat dari peristiwa necking dengan

pemuluran yang cukup panjang setelah mencapai UTS dan sebelum patah. Dari

kedua bahan itu bisa diurutkan bahan yang paling keras ke yang paling ulet adalah

baja lalu alumunium. Fe dapat dikatakan lebih kaku dari pada Aluminium karena

memiliki nilai modulus elastik yang lebih tinggi. Dari grafik yang diperoleh

didapatkan pula bahwa Fe yang digunakan bukan merupakan Fe yang britel

melainkan yang ductile karena telah tercampur dengan material-material yang

lainnya. Jenis Perpatahan yang terjadi pada material Fe adalah berserat dan pada

aluminium adalah campuran.

Page 25: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Modul 2 – Pengujian Kekerasan

I. Tujuan Pratikum

1. Menguasai beberapa metode pengujian yang umum dilakukan untuk

mengetahui nilai kekerasan suatu logam.

2. Menjelaskan makna nilai kekerasan material dalam lingkungan ilmu

metalurgi dan ilmu – ilmu terapan lainnya.

3. Menjelaskan perbedaan antara pengujian kekerasan dengan metode gores,

pantulan dan indentasi.

4. Menjelaskan kekhususan pengujian kekerasan dengan metode Brinell,

Vickers, Knoop dan Rockwell

5. Mengaplikasikan beberapa formulasi dasar untuk memperoleh nilai

kekerasan material dengan uji Brinell dan Vicker.

II. Dasar Teori

Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material

tersebut terhadapa gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan

tersebut dapat berupa mekanisme penggesekan (scratching), pantulan ataupun

indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan

prinsip penekanan tersebut dikenal 3 metode uji kekerasan :

1. Metode Gesek

Metode gesek ini banyak digunakan dalam dunia metalurgi tetapi

masih dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenal oleh Friedrich Mohs

yaitu dengan membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala

(yang dikenal dengan skala mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk

kekerasan yang paling rendah sebagaimana dimiliki oleh material talk,

hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi sebagaimana dimiliki

intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia wakili

oleh :

1. Talc 6. Ortoclase

Page 27: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Kekerasan

Mohs Mineral Formula kimia

Kekerasan

absolut Gambar

8 Topaz Al2SiO4(OH–,F

–)2 200

9 Korundum Al2O3 400

10 Intan C 1600

Prinsip pengujian : apabila suatu material mampu digores oleh Orthoclase

(no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5) maka kekerasan

mineral tersebut berada antara 5 dan 6. Berdasarkan hal tersebut, jelas

terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak

akuratan nila kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral – mineral

diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai – nilainya berkisar antara 1

– 9 saja, sedangkan nila 9 – 10 memiliki rentang yang besar.

2. Metode Elastik/ Panntul (Rebound)

Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat

Sceleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer)

Page 28: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap

permukaan benda uji. Tinggi pantulan yang dihasilkan mewakili kekerasan

benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut yang ditunjukkan oleh dial pada

alat pengukur maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.

3. Metode Indentasi

Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji

dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan.

Kekerasan suatu material oleh dalam luas area indentasi yang dihasilkan

(terganutng jenis indentor dan jenis pengujian). Metode yang umum dipakai

adalah :

A. Metode Brinell

Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J. A Brinell pada tahun

1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang

diperkeras dengan beban dan waktu indentasi tertentu. Prosedur standar

pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10mm dan bebean

3000kg untuk pengujian logam – logam ferrous atau 500 kg untuk logam

– logam non ferrous. Untuk logam – logam ferrous waktu indentasi

biasanya sekitar 10 detik sementara untuk logam – logam non ferrous

sekitar 30 detik. Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu

indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh karakteristik

alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan

“HB” tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi

pengujian standar dengan indentor bola baja 10mm, beban 3000 kg

selama waktu 1 – 15 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB

diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi

pengujian.

Page 29: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

B. Metode Vicker

Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida

dengan sudut 136o. Prinsip pengujian ini adalah sama dengan metode

brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar

berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop

pengukur jejak. Nilai kekerasan material diberikan oleh :

VHN = 𝟏.𝟖𝟓𝟒 𝑷

𝒅𝟐

Dimana d adalah panjang diagonal rara – rata dari jejak berbentuk bujur

sangkar.

Perbandingan antara kekerasan (Mohs) dan kekerasan (Vickers) :

Nama

mineral Kekerasan (Mohs)

Kekerasan (Vickers)

kg/mm2

Grafit 1 – 2 VHN10=7 - 11

Tin 1½ - 2 VHN10=7 - 9

Bismut 2 - 2½ VHN100=16 - 18

Emas 2½ - 3 VHN10=30 - 34

Perak 2½ - 3 VHN100=61 - 65

Kalkosit 2½ - 3 VHN100=84 - 87

Page 31: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

C. Metode Rockwell

Berbeda dengan metode Brinell dan Vicker dimana kekerasan suatu

bahan dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan maka metode

Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-

reading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena praktis.

Variasi dalam beban dan indentor yang digunakan membuat metode ini

banyak macamnya. Skala kekerasan Rockwell suatu material harus

dispesifikasikan. Contohnya 82 HRB yang menyatakan material diukur

dengan skala B: indentor 1/6 inch dan beban 100kg

Gambar 7. Pengujian kekerasan menggunakan metode rockwell

D. Metode Knoop

Merupakan salah satu metode micro-hardness, yaitu uji kekerasan

untuk benda uji yang kecil. Nilai kekerasan knoop adalah pembebanan

dibagi dengan luas penampang yang terdeformasi permanent. Jejak yang

dihasilkan sekitar 0,01 mm – 0,1 mm dan beban yang digunakan berkisar

5 gr – 5 kg. Permukaan benda uji harus benar – benar haslus. Kekerasan

Knoop suatu material dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

KHN = 𝟏𝟒,𝟐

𝒍𝟐

Page 32: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Gambar 8. Pengujian Metode Knoop

III. Metodologi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik Departemen

Teknik Metalurgi dan Material Fakultar Teknik Universitas Indonesia dengan

melakukan pengujian kekerasan. Pengujian kekerasan dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui nilai kekerasan benda dan ketahanan material terhadap deformasi

plastis akibat penekanan material yang lebih keras.

1. Alat dan Bahan

1. Hoytom macrohardness tester (metode Brinell, Vicker dan Rockwell)

2. Buehler Micromet 2100 series microhardness tester (metode Vicker)

3. Micrometer

4. Measurin microscope

5. Sampel uji silinder pejal dan uji tarik (besi tuang, baja, tembaga dan

alumunium)

Page 33: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

2. Prosedur :

2.1. Pengujian Kekerasan Makro

2.1.a. Metode Brinell dan Vicker (sampel silinder pejal)

Pilihlah beban yang sesuai dengan benda uji

Pastikan bahwa peralatan uji (Brinell dan Vickers) telah di set-up dengan baik. Pasanglah indentor untuk masing – masing metode dengan seksama

Persiapkan sampel uji kekerasan berbentuk silinder (besi tuang, baja, tembaga dan alumunium) dengan cara melakukan pengamplasan dan pemolesai yang memadai, diindikasikan dengan permukaan benda uji yang cukup mengkilat.

Putar tuas beban ke arah belakang dengan hati – hati lalu lepaskan tuas tersebut hingga berputar perlahan – lahan. Pada tahap ini berlangsung

pembebanan indentasi pada benda uji selama 10 – 15 detik hingga jarum pada lingkaran dalam dan luar kembali ke posisi awal

Setelah benda uji bersentuhan dengan indentor, putarlah terus poros dudukan sampel hingga jarum merah kecil pada lingkaran dalam menyentuh batas

merah. Langkah ini merupakan preload dari indentasi. Jangan teruskan putaran poros apabila batas ini telah tercapai

Putar poros tempat dudukan benda uji searah jarum jam hingga indentor menyentuh benda uji dengan perlahan – lahan. Hati – hati ! jagalah agar

indentor tidak sampai menghujam benda uji karena hal ini akan mengakibatkan kerusakan berat pada mata indentor itu

Page 34: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

2.1.b. Metode Brinell (sampel uji tarik)

Ukurlah diameter jejak indentasi dengan menggunakan mikroskop pengukur jejak. Catatlah hasil pengukuran pada buku lembar data anda.

Hitunglah nilai kekerasan dengan rumus yang sesuai dengan metode uji

Indentasi pada satu lokasi telah selesai. Lakukan tahap – tahap operasional di atas untuk lokasi atau benda uji lainnya

Lepaskan kontak indentor dengan benda uji secara berhati – hati, yaitu dengan memutar poros dudukan berlawanan arah jarum jam. Berhati – hatilah agar

tidak terjadi pemutaran poros tersebut searah jarum jam karena akan mengakibatkan rusaknya jejak jasil indentasi.

Lakukan pada benda uji lainnya

Ukurlah diameter jejak yang dihasilkan. Hitung nilai kekerasan dan bandingkan dengan nilai yang diperoleh dari sampel uji silinder pejal. Gunakan keduanya untuk

mengestimasi nilai kekuatan tarik logam

Lakukan pengujian kekerasan Brinell pada beberapa lokasi di bagian grip (min 3 dtk).

Pilihlah indentor dan beban yang sesuai

Tempatkan sampel uji tarik tersebut dalam pemegang khusu (anvil) dalam posisi horisontal.

Amplaslah bagian grip sampel uji tarik dengan kertas amplas hingga diperoleh permukaan yang relatif rata dan mampu memantulkan cahaya. Bila perlu lanjutkan

pengamplasan dengan tingkat kehalusan yang lebih tinggi

Page 35: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

2.1.c. Metode Rockwell (sampel silinder pejal)

Lanjutkan pengujian untuk lokasi atau material lain

Lepasakan benda uji dengan memutar poros dudukan benda uji berlawanan arah jarum jam

Bacalah nilai kekerasan material pada dial yaitu posisi jarum hitam panjang sesuai metode Rockwell yang dipakai

Kembalikan tuas beban ke posisi semula dengan hati – hati

Lakukan pembebanan dengan memutar tuas beban kebelakang dengan hati –hati. Biarkan tuas bergerak dengan halus selama beberapa waktu, anttara 10 –

15 detik

Lakukan preload dengan memutar poros dudukan benda uji searah jarum jam hingga jarum kecil pada dial pembaca menyentuh batas merah

Putar ring dari dial pembaca sehingga jarum panjang bewarna hitam menunjuk angka nol pada skala. Sesuai skala tersebut dengan metode Rockwell yang dipilih. Untuk Rockwell pilihlah skala terluar (merah) sedangkan Rockwell

pakailah skala dalam (hitam).

Pasang beban yang sesuai, lihatlah buku manual alat

Pasang indentor yang sesuai (Rockwell B atau C)

Persiapkan benda uji dengan baik (amplas dan poles secukupnya).

Page 36: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

2.2 Pengujian Kekerasan Mikro

Pilih beban yang sesuai dengan memutar dial beban (dibagian samping atas) dengan hati – hati. Jangan sekali – kali melakukan kejutan

Tentukan lokasi (fasa) yang akan diuji. Area yang dipikih harus ditempatkan di tengah – tengah ruang pandang mata pengamat (okuler).

Aturlah fokus struktur mikro benda uji dengan memutar handel pengangkat di bagian samping alat uji. Dapatkan tingkat pencahayaan yang sesuai dengan

mengatur kontrol iluminasi di bagian samping.

Putarlah turet indentor – lensa obyektif hingga diperoleh perbesaran 40X

Nyalakan instrumen Micromet dengan menekan tombol switch – on dibagian samping alat uji. Lampu power berwarna merah akan menyala pada panel muka

Tempatkan benda uji pada dudukan dengan permukaan yang akan diuji tegak lurus terhadap indentor intan

Siapkan benda uji dengan tahapan – tahapan uji metalografi sebagai berikut : amplas kasar, amplas halus, poles dan etsa. Gunakan zat etsa nital 3% untuk

memperoleh fasa – fasa penting dalam material – material tersebut. Konsultasikan dengan teknisi lab bersangkutan bila menemui masalah dalam

memunculkan fasa – fasa tersebut

Page 37: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Putar right fillar adjustment knob sehingga bagian kanan terdalam dari right fillar line berimpit dengan bagian kiri terdalam dari left fillar line. Perhatikan

skala nol pada right mikrometer yang terletak pada fillar adjustment knob

Pengukuran dilakukan dengan memutar left fillar adjustment knob (bagian kiri dari lensa okuler) sehingga bagian garis kiri terdalam menyentuh ujung kiri

terluar dari jejak

Indentasi selesai, putarlah turet ke posisi lensa obyektif kembali (40X) dan mulailah pengukuran lebar jejak

Tunggulah agar lampu indikasi loading benar – benar berhenti menyala. Jangan sekali – kali menggerakkan benda uji ataupun mencoba memutar turet indentor

– lensa obyektif sebelum indentasi selesai dengan sempurna

Lakukan indentasi dengan menetan tombol “start”. Lampu “loading” akan menandakan indentasi berlangsung selama waktu yang telah ditentukan

sebelumnya

Putar turet indentor – lensa obyektif hingga diperoleh posisi indentor

Atur waktu indentasi. Tombol pengatur indentasi terletyak dibagian samping bawah. Direkomendasikan waktu indentasi untuk hampir semua pengujian

kekerasan mikro adalah 10 – 15 detik. Bila diperlukan aculah standar ASTM

Page 38: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Lakukan pengujian untuk fasa atau lokasi lain

Hitunglah nilai kekerasan fasa dengan rumus yang sesuai

Ulangi langkah pengukuran untuk jarak diagonal lainnya dengan memutar kedua adjustment knoop dalam posisi vertikal.

Putar fillar adjustment knob sehingga garis kanan akhirnya mencapai ujung kanan terluar dari jejak. Inilah jarak diagonal dari jejak pada benda uji. Catatan

: satu kali putaran mikrometer adalah 25 mikron atau penambahan 1 skala adalah sama dengan 0,5 mikron

Page 39: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

LEMBAR DATA UJI KEKERASAN

METODE BRINELL

No Benda

Uji

Kondisi

Indentasi

Inde

ntasi

Jejak (mm) BHN

BHN

rata-rata d1 d2 dave

1 Al

D = 1/8 inch

P = 31,23 kg

t = 30 dtk

1 -0,848 -0,950 0,899 48,19

54,956 2 -1,04 -0,940 0,235 72,88

3 -0,910 -0,970 0,94 43,80

2 Cu

D = 1/8 inch

P = 62,5 kg

t = 15 dtk

1 0,996 0,971 0,984 42,89

43,51 2 0,994 0,860 0,907 47,46

3 0,995 1,008 0,982 40,17

3 Fe

D = 1/8 inch

P = 187,3 kg

t = 15 dtk

1 1,91 1,36 1,635 13,83

13,22 2 1,145 1,430 1,286 12,95

3 1,132 1,358 1,245 12,88

IV. Cara Perhitungan

Alumunium (Al)

Dik : P = 31,23 kg

D = 1/8 inch

d rata – rata = 0,94

Dit : BHN = ?

Jwb : 𝐵𝐻𝑁 = 2𝑃

𝜋𝐷 (𝐷− 𝐷2−𝑑2 )

= 2.31,23

𝜋3,175 (3,175− 3,1752−0,942 )

= 43,375 kg/mm2

Page 40: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Tembaga (Cu)

Dik : P = 62,5 kg

D = 1/8 inch

d rata-rata = 0,984

Dit : BHN = ?

Jwb : 𝐵𝐻𝑁 = 2𝑃

𝜋𝐷 (𝐷− 𝐷2−𝑑2 )

= 2.62,5

𝜋3,175 (3,175− 3,1752−0,9842 )

= 42,898 kg/mm2

Besi (Fe)

Dik : P = 187,3 kg

D = 1/8 inch

d rata – rata = 1,635

Dit : BHN = ?

Jwb : 𝐵𝐻𝑁 = 2𝑃

𝜋𝐷 (𝐷− 𝐷2−𝑑2 )

= 2 .187,3

𝜋3,175 (3,175− 3,1752−1,6352 )

= 13,831 kg/mm2

Page 41: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

V. Grafik

V.1 Grafik BHN vs Alumunium (Al)

V.2 Grafik BHN vs Besi (Fe)

48,194

72,882

43,801

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2 3

BHN vs Alumunium (Al)

BHN vs Alumunium (Al)

13,898

12,9512,88

12,2

12,4

12,6

12,8

13

13,2

13,4

13,6

13,8

14

1 2 3

BHN vs Besi (Fe)

BHN vs Besi (Fe)

Page 42: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

V.3 Grafik BHN vs Tembaga (Cu)

V.4 Grafik BHN vs Sampel

42,898

47,462

40,167

36

38

40

42

44

46

48

50

1 2 3

BHN vs Tembaga (Cu)

BHN vs Tembaga (Cu)

54,956

13,22

0

10

20

30

40

50

60

1

Al

Fe

Page 43: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

VI. Analisis

VI.1 Prinsip Pengujian

Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material

tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan

tersebut dapat berupa mekanisme penggesekan (scratching), pantulan ataupun

indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Dalam pengujian

ini digunakan Metode Brinell. Metode Brinell diperkenalkan pertama kali oleh

J.A. Brinell pada tahun 1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola

baja yang dikeraskan (hardenen steel ball) dengan beban dan waktu indentasi

tertentu. Prosedur standar pengujian menyaratkan bola baja dengan diameter 10

mm dan beban 187,5 kg untuk pengujian logamlogam ferrous, 31,23 kg untuk

Aluminium, dan 62,5 kg untuk tembaga. Untuk logam ferrous, waktu indentasi

biasanya sekitar 10 detik sementara untuk bahan non-ferrous sekitar 15 detik.

Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material

dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material

yang dinotasikan dengan „HB‟ tanpa tambahan angka dibelakangnya menyatakan

kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama

waktu 1-15 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka

yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh : 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai

kekerasan Brinell 75 dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm,

pembebanan 500 kg selama 30 detik. Pengukuran nilai kekerasan suatu material

diberikan oleh : dimana P : beban dalam kg, D : diameter indentor dalam mm, d :

diameter jejak dalam mm. 2𝑃

𝜋𝐷 (𝐷− 𝐷2−𝑑2 )

Dalam pengujian kekerasan ini diameter indentor, D=10 mm. Kemudian untuk

mengukur diameter dari jejak yang ditinggalkan indentor digunakan measuring

mikroskop dengan perbesaran 5x dan skala 1:1000 mm. Standar pengujian yang

digunakan adalah ASTM E-10. Beban yang digunakan untuk tiap-tiap bahan

adalah 187,5 kg untuk baja, 62,5 untuk tembaga, dan 31,23 untuk alumunium.

Hasil yang didapat berupa diameter jejak. Kemudian data tersebut diolah dan

didapat nilai skala kekerasan Brinellnya. Data sudah tertera di subbab table data

pengamatan.

Page 44: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Ada beberapa hal yang perlu dianalisis dalam penerapan percobaan kali ini

, antara lain :

• Jarak antar titik jejak juga harus diperhatikan, karena pada setiap

penjejakan, material di sekeliling jejak tersebut pasti terdeformasi. Jika

dilakukan penjejakan pada bagian yang terdeformasi, pasti akan

menghasilkan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan penjejakan

sebelumnya.

• Pembebanan yang berbeda ini dikarenakan ketahanan material yang

berbeda. Contohnya, bila Aluminium dilakukan pembebanan 187,5 kg,

maka mungkin pada bagian alasnya akan terjadi penggelembungan, yang

tentu saja mempengaruhi data percobaan.

• Bola baja yang digunakan adalah baja yang dikeraskan dengan diameter 2.5

mm dan maksimum kekerasan material yang diijinkan adalah kurang lebih

600 Brinnel.

• Ketelitian dalam membaca jarum harus dijaga, berhubung alat ini tidak

menggunakan pencatat digital. Posisi mata harus tegak lurus dengan jarum

untuk mendapatkan data yang tepat.

VI.2 Analisa Grafik BHN vs Sampel

Dari grafik dapat jelas dilihat bahwa baja mempunyai tingkat kekerasan

Brinnel lebih tinggi dari tembaga dan alumunium. Begitu juga tembaga yang lebih

tinggi tingkat kekerasannya dari aluminium. Nilai kekerasan ini tentu berhubungan

dengan sifat lainnya. Salah satunya adalah sifat kemampukerasan logam. Suatu

logam memiliki kemampukerasan yang tinggi jika pada brinnel test, nilai BHN-nya

cukup besar. Semakin tinggi nilai BHN nya maka semakin besar kemampuan

meterial tersebut untuk dikeraskan.

Page 45: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

VI.3 Analisa Grafik pada tiap-tiap sampel

Pada grafik BHN Fe dan Cu ditemukan grafik yang memiliki ketinggian

yang tidak sama. Namun ketinggian ini disebabkan penggunaan skala pada grafik

yang terlalu kecil jika dilihat dari nilai sebenarnya. Perbedaan pengukuran BHN

disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang terjadi pada percobaan, salah satunya

penggunaan bahan sampel yang tidak bersih, kesalahan paralaks pada praktikan,

dan waktu penekanan indentasi.

VII. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa :

• Kekerasan suatu benda dapat kita ketahui dengan menggunakan

materiallain untuk mengujinya.

• Pengujian tersebut menggunakan beberapa material yang berbeda jenis

danbentuknya.

Page 46: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Modul 3 – Pengujian Impak

I. Tujuan Pratikum

1. Menjelaskan tujuan dan prinsip dasar pengukuran harga impak dari logam.

2. Mengetahui temperatur transisi perilaku kegetasan baja struktural ST 42.

3. Menganalisa permukaan patahan (fractografi) sampel impak yang diuji pada

beberapa temperatur.

4. Menbandingkan nilai impak beberapa jenis logam.

5. Menjelaskan perbedaan metode Charpy dan Izod.

II. Dasar Teori

Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan

bahan terhadap beban kejut. Pengujian ini merupakan suatu upaya untuk

mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan

transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan –

lahan seperti pada pembebanan tarik.

Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari

pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda

uji sehingga benda uji mengalami deformasi.

Page 47: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Gambar 9. Pengujian Impak

Pada pengujian impak banyaknya energy yang diserap oleh bahan untuk

terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahan impak atau ketangguhan bahan

tersebut. Pada pengujian impak, energy yang diserap oleh benda uji biasanya

dinyatakan dalam satuan joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang

telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan

dapat diuji dengan metode Chrapy diberikan oleh :

HI = E/A

Dimana E adalah energy yang diserap dalam satuan joule dan A luas

penampang dibawah takik dalam satuan mm2.

Secara umum benda uji impak

dikelompokkan dalam dua golongan sampel standart yaitu : batang uji Chrapy,

banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan

Inggris dan Eropa. Benda uji Chrapy memiliki luas penampang lintang bujur

sangkar ( 10x10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o,

dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. benda uji diletakkan pada

tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban impak dari

ayunan bandul.

Page 48: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Takik (notch) dalam benda uji standar ditunjukan sebagai suatu konsentrasi

tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi dibagian tersebut. Selain

berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci

(key hole). Pengukuran lain yang bisa dilakukan dalam pengujian impak Chrapy

adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan yang

tejadi. Secara umum perpatahan digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Perpatahan berserat (Fibrous fracture)

Perpatahan berserat adalah perpatahan yang melibatkan mekanisme

pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet

(ductile). Ditadai dengan permukaan perpatahan berserat yang

berbentuk dimple yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.

2. Perpatahan granular/kristalin

Perpatahan granular adalah perpatahan yang dihasilkan oleh

mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan

(logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaanperpatahan

yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang

tinggi (mengkilat).

3. Perpatahan campuran

Perpatahan campuran adalah perpatahan yang merupakan

kombinasi dua jenis perpatahan yaitu perpatahan granular dan

berserat.

Page 49: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Gambar 10. Ilustrasi permukaan patahan (fractografi) benda uji impak Charpy

Selain dengan harga impak yang ditunjukkan oleh alat uji, pengukuran

ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen

patahan berserat dan patahan kristalin yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji

pada temperature tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat

makasemakin tangguh bahan tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan mengamati

permukaan patahan benda uji di bawah mikroskop stereoscan. Informasi lain yang

dapat diasilka oleh pengujian impak adalah temperature transisi. Temperatur

transisi adalah temperature yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan

suatu bahan bila diuji pada temperature yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan

temperature yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa benda akan bersifat ulet

(ductile) pada temperature tinggi sedangkan pada temperature rendah material akan

bersifat rapuh.

Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom pada temperature yang

berbeda dimana pada temperature kamar vibrasi itu berada dalam kondisi

kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikkan

(ingatlah bahwa energy panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan

partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang

(obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi

kejut/impakdari luar.

Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi

relative sulit sehingga dibuthkan energy yang lebih besar untuk mematahkan benda

Page 50: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

uji. Sebaliknya pada temperatur dibawah nol drajat celcius, vibrasi atom relatif

sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih

mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif

lebih rendah.

Informasi mengenai temperature transisi menjadi demikian penting bila

suatu material akan didesain utuk aplikasi yang melibatkan rentang temperature

yang besar, dari temperature di bawah nol derajat celcius hingga temperature tinggi

di atas 100 derajat celcius misalnya. Hampir semua logam berkekuatan rendah

dengan struktur Kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada

semua temperature sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat

rapuh.

Bahan keramik, polimer dan logam-loga BCC dengan kekuatan luluh

rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperature dinaikkan. Hampir

semua baja karbon yang dipakai pada jembatan kapal, jarigan pipa, dan sebagainya

bersifat rapuh pada temperature rendah.

Page 51: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

III. Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Metalurgi Fisik

Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan

melakukan pengujian impak. Dari pengujian impak akan didapat respon atau

ketahanan dari bahan terhadap pembebanan yang tiba – tiba.

1. Alat dan Bahan

1. Impact testing machine (metode Charpy) kapasitas 30 joule.

2. Caliper atau Micrometer

3. Stereoscan macroscape

4. Termometer

5. Furnace

6. Sampel uji impak baja ST 42 dan Cu-Zn (3 buah)

7. Dry ice

Page 52: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

III.2. Flow Chart Proses Pengujian

Mengukur (luas area dibawah takik) dengan caliper. Masukan

pada lembar data.

Mempersiapkan sampel uji untuk temperatur rendah dan

temperatur tinggi, memasukkan masing-masing ke dalam wadah

berisi campuran dry ice + alkohol 70% dan furnace

Menguji satu demi satu sampel, dengan mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut :

Memastikan jarum skala berwarna merah sebagai petunjuk harga

impak material berada pada posisi nol.

Memutar handel untuk menaikkan pendulum hingga jarum petunjuk

beban hingga berwarna hitam mencapai batas merah.

Meletakkan benda uji pada tempatnya dengan takik

membelakanig arah datangnya pendulum.

Menarik centre setting ke posisi semula.

Bersiap melakukan pengujian pada posisi samping benda uji

Melakukan pengereman dengan menarik tuas rem sehingga ayunan

pendulum dapat dikurangi

Membaca nilai yang ditunjukkan oleh jarum merah pada skala yang sesuai (300 Joule) dan menghitung

harga impak material dengan rumus dasar

Mengambil benda uji dan mengamati permukaan

patahannya di bawah stereoscan macroscope dan buat sketsa patahannya, nyatakan dalam

persenta sterhadap luas area total di bawah takik

Mengulangi pengujian sampel-sampel lain. tingkat kehati-hatian

lebih tinggi diperlukan dalam menangani sampel bertemperatur

tinggi

Page 53: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

IV. Pengolahan Data

III.1 Data

III.1.1 Tabel

Bahan

a

(mm)

b

(mm)

A

(mm2)

T

(0C)

E

(Joule

)

HI

(Joule/

mm2)

Bentuk

Patahan

Deskripsi

Patahan

Fe (Suhu

Panas)

9.4

10 94 105

49 0.52 Berserat Patahan

Lebar

Fe (Suhu

Ruangan)

9 10 90 20.3 177 1.97 Berserat -

Fe (Suhu

Dingin)

9 10 90 -18.9 65 0.72 Berserat Patahan

Sempit

Al (Suhu

Panas)

9 10 90 170 36 0.4 Berserat Patahan

Lebar

Al (Suhu

Ruangan)

9.05 10 90.5 20.3 56 0.62 Berserat Patahan

Sempit

Al (Suhu

Dingin)

9.6 10 96 -0.2 59 0.61 Berserat -

III.1.2 Sketsa perpatahan

III.2 Contoh Perhitungan

- Fe (Suhu Ruang)

HI = EI/A

= 177 / 94

= 1.97 Joule/mm2

- Alumunium (Suhu Ruang)

HI = EI/A

= 56 / 90.5

= 0.62 Joule/mm2

Page 54: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

III.3 Grafik HI vs T

IV.3.1 Grafik HI vs T (Fe)

IV.3.2 Grafik HI vs T (Al)

0

0,5

1

1,5

2

2,5

-18,9 20,3 105

Fe

Fe

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

-0,2 20,3 170

Al

Al

Page 55: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

IV.3.3 Grafik HI vs T

IV. Analisis

IV.1 Prinsip Pengujian

Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan dari pendulum energi

potensial beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda

uji sehingga benda uji mengalami deformasi maksimum hingga mengakibatkan

perpatahan. pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan

untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan

bahan tersebut. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemempuan

menyerap beban kejut yang kasar tanpa mengalami retak atau deformasi dengan

mudah.

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya

dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk

yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu

bahan yang diuji dengan metode charpy diberikan oleh :

𝐻𝐼 =𝐸

𝐴

Dimana E adalah energi yang diserap dan A luas penampang dibawah takik.

0

0,5

1

1,5

2

2,5

-20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110120130140150160170

Fe

Al

Page 56: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

IV.2 Analisis Grafik HI vs T (Sifat Mekanis hub dg T)

IV.2.1 Analisis Grafik HI vs T (Fe)

Pada grafik menunjukan pada suhu ruangan besi memiliki harga impak yang

tinggi tetapi bila suhu diubah menjadi suhu panas atau suhu dingin material uji

tersebut mengalami penurunan harga impak.

IV.2.2 Analisis Grafik HI vs T (Al)

Pada grafik menunjukan Aluminium cenderung stabil pada semua suhu

dikarenakan pada suhu ruangan maupun panas atau dingin harga impak cenderung

hampir sama.

IV.2.3 Analisis Grafik HI vs T Perbandingan Kedua Sampel

Dari kedua material sampel yang telah diuji,pada Aluminium suhu tidak

berpengaruh sedangkan pada Besi suhu berpengaruh pada harga impak material uji

tersebut.

IV.3 Analisa Temperatur Transisi

Pada pengujian impak nilai HI pada Fe dapat dipengaruhi oleh penerimaan

temperatur yang berbeda pada keadaan yang sama dapat disebut sebagai temperatur

transisi.

IV.4 Analisa Hasil Perpatahan Sampel pada tiap T

IV.4.1 Analisa Hasil Perpatahan Sampel Fe

Dari semua pengujian terhadap Fe dapat disimpulkan bahwa Fe cenderung

brittle dibanding Al.

IV.4.2 Analisa Hasil Perpatahan Sampel Al

Dari semua pengujian terhadap Al dapat disimpulkan bahwa Al cenderung

ductile dibanding Fe.

V. Kesimpulan

Perbedaan yang signifikan dari percobaan impak terhadap material Besi (Fe)

dan Aluminium (Al) menunjukan bahwa Aluminium bersifat ulet dan sukar parah

dan stabil disemua suhu, sedangkan material besi bersifat tangguh karena

penyerapan energy lebih tinggi dibanding Aluminium namun material besi bersifat

brittle.

Page 57: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Fe dan Al pada suhu tinggi.

Fe dan Al pada suhu ruangan.

Page 58: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Fe dan Al pada Suhu dingin.

Page 59: Laporan Akhir Pengujian Material pdf

Daftar Pustaka

______Lawrence H. Van Vlack. 1989. Ilmu dan Teknologi Bahan. Terj.Sriati

Djeprie. Erlangga

______George E. Dieter. Metalurgi Mekanik. Terj. Sriati Djeprie

______ http://www.wikipedia.org

_______Tata surdia. Pengetahuan bahan teknik. Pradnya-\ Paramita.Jakarta.1999

_______Introduction of Material Science, Chapter 6 Mechanical Properties of

Material,

University of Virginia dan Manufacturing Engineering and Technology Third

edision, Serope Kalpakjian.

_______Metalurgi mekanik. George E.Dieter