laporan akhir koordinasi perencanaan rkp tahun 2017...
TRANSCRIPT
COVER
i
KATA PENGANTAR
Laporan Akhir Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang
Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, Kawasan Strategis Nasional, dan
Kawasan Rawan Bencana disusun dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban atas pelaksanaan Program/Kegiatan Koordinasi
Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan
Perbatasan, Kawasan Strategis Nasional, dan Kawasan Rawan Bencana Tahun
2016, sesuai dengan Peraturan Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional No. 05 tahun 2016 tentang Perencanaan, Pelaksanaan,
Pelaporan, Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan dan Anggaran. Di samping itu,
diharapkan dapat menjadi lesson learned untuk perbaikan mekanisme
perencanaan RKP pada tahun berikutnya.
Maksud dan tujuan dilaksanakannya Koordinasi Perencanaan RKP Tahun
2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, Kawasan Strategis
Nasional, dan Kawasan Rawan Bencana tahun 2016 ini adalah untuk
mengidentifikasi dan mensinkronisasikan isu strategis dan permasalahan pada
bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, Kawasan Strategis Nasional,
dan Kawasan Rawan Bencana, untuk kemudian dikoordinasikan dengan
kementerian/lembaga mitra yaitu Kementerian Desa PDTT, BNPP, BNPB, BP-
Sabang, dan BP-Batam, K/L teknis lainnya, dan pemerintah daerah, sehingga
terdapat kesepakatan arah kebijakan, bentuk dan alokasi program/kegiatan,
dalam RKP tahun 2017.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal,
Kawasan Perbatasan, Kawasan Strategis Nasional, dan Kawasan Rawan
Bencana tahun 2016 ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan saran dan kritiknya sebagai penyempurnaan pelaksanaan
koordinasi perencanaan RKP yang dilakukan setiap tahun.
Jakarta, Desember 2016
Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan
Drs. Sumedi Andono Mulyo, M.A, Ph.D
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................... II
DAFTAR TABEL .................................................................................... III
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. IV
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................................... 1
1.2 TUJUAN DAN SASARAN .............................................................................................. 3
BAB II RUANG LINGKUP KEGIATAN ......................................................4
2.1RUANG LINGKUP KEGIATAN KOORDINASI .................................................................... 4
2.2METODE PELAKSANAAN .............................................................................................. 4
2.3KELUARAN ................................................................................................................. 5
2.4ORGANISASI PELAKSANA KEGIATAN ............................................................................ 6
BAB III HASIL PELAKSANAAN KOORDINASI .........................................8
3.1 KOORDINASI PERENCANAAN RKP, RENJA K/L, DAN RKA K/L TAHUN 2017 DALAM
MENDUKUNG PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ..................................................... 9
3.1.1. Isu Strategis dan Permasalahan Pembangunan Daerah Tertinggal
dalam RKP Tahun 2017 ................................................................................ 9
3.1.2.Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RKP Tahun 2017 12
3.1.3.Hasil Koordinasi Penyusunan Renja K/L dan RKA K/L Tahun 2017
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
dalam Mendukung Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2017 ..... 16
3.1.4.Penelaahan RKA K/L Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi ...................................................................... 23
3.2 KOORDINASI PERENCANAAN RKP, RENJA K/L, DAN RKA K/L TAHUN 2017 DALAM
MENDUKUNG PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN ................................................ 26
3.2.1.Isu Strategis dan Permasalahan Pembangunan Kawasan Perbatasan
dalam RKP Tahun 2017 .............................................................................. 26
3.2.2. Kebijakan Pembangunan Kawasan Perbatasan dalam RKP Tahun 2017 ........................................................................................................................ 27
3.2.3.Hasil Koordinasi Penyusunan Renja K/L dan RKA K/L Tahun 2017
Badan Nasional Pengelola Perbatasan dalam Mendukung
Pembangunan Kawasan Perbatasan Tahun 2017 .................................. 30
3.2.4.Penelaahan RKA K/L Badan Nasional Pengelola Perbatasan ............... 40
3.3 KOORDINASI PERENCANAAN RKP, RENJA K/L, DAN RKA K/L TAHUN 2017 DALAM
MENDUKUNG PEMBANGUNAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL (KAWASAN EKONOMI
KHUSUS/KEK DAN KAWASAN INDUSTRI/KI) ............................................................. 43
iii
3.3.1.Isu Strategis dan Permasalahan Pembangunan Kawasan Strategis
Nasional dalam RKP Tahun 2017 .............................................................. 43
3.3.2.Kebijakan Pembangunan Kawasan Strategis Nasional (KEK dan KI)
dalam RKP Tahun 2017 .............................................................................. 44
3.3.3 Koordinasi Penyusunan Renja K/L dan RKA K/L Tahun 2017 BP-Batam
dan BP-Sabang dalam Mendukung Pembangunan Kawasan Strategis
Nasional Tahun 2017 .................................................................................. 57
3.3.4 Penelaahan RKA K/L BP Batam dan BP Sabang ..................................... 65
3.4 KOORDINASI PERENCANAAN RKP, RENJA K/L, DAN RKA K/L TAHUN 2017 DALAM
MENDUKUNG KAWASAN RAWAN BENCANA ................................................................. 67
3.4.1. . Isu Strategis dan Permasalahan Kawasan Rawan Bencana dalam RKP
Tahun 2017................................................................................................... 67
3.4.2. . Kebijakan Pembangunan Kawasan Rawan Bencana dalam RKP Tahun
2017 ............................................................................................................... 68
3.4.3.Hasil Koordinasi Penyusunan Renja K/L dan RKA K/L Tahun 2017
Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam Mendukung Kawasan
Rawan Bencana Tahun 2017 ..................................................................... 69
3.4.4 Penelaahan RKA Badan Nasional Penanggulangan Bencana ................ 74
3.5 KOORDINASI PERENCANAAN RKP TAHUN 2017 DENGAN PEMERINTAH DAERAH ........ 76
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ......................................... 80
4.1KESIMPULAN ............................................................................................................ 80
4.2REKOMENDASI ......................................................................................................... 81
DAFTAR TABEL
TABEL 1. TARGET PENGENTASAN DAERAH TERTINGGAL ..............................10
TABEL 2. HASIL BILATERAL MEETING PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN
DAERAH TERTINGGAL DALAM RKP 2017 ......................................................16
TABEL 3. REKAP KESEPAKATAN MUSRENBANGNAS PRIORITAS NASIONAL
DAERAH TERTINGGAL .................................................................................17
TABEL 4. JUMLAH USULAN PER WILAYAH PULAU .........................................18
TABEL 5. PROGRAM/KEGIATAN YANG DISETUJUI KEMENTERIAN/LEMBAGA ...19
TABEL 6. REKAP USULAN DI PRIORITAS NASIONAL PEMBANGUNAN DAERAH
TERTINGGAL MENURUT KEMENTERIAN LEMBAGA ........................................19
TABEL 7. URUTAN PROGRAM KEGIATAN PRIORITAS .....................................21
TABEL 8. REKAPITULASI JUMLAH PROGRAM/KEGIATAN K/L DALAM PROGRAM
PRIORITAS NASIONAL PEMBANGUNAN DAERAH PERBATASAN ......................31
TABEL 9. TARGET STRATEGIS RENCANA KERJA 2017 BP-BATAM ...................61
iv
TABEL 11. KEGIATAN PRIORITAS RKP TAHUN 2017 YANG MENDUKUNG
PENANGGULANGAN BENCANA .....................................................................72
TABEL 11. LAMPIRAN PAGU INDIKATIF BNPB HASIL KESEPAKATAN
TRILATERAL MEETING ................................................................................73
TABEL 12. REKAPITULASI USULAN KEGIATAN SEMUA PN DI KABUPATEN
SAMPANG ...................................................................................................77
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1. PETA PERSEBARAN KABUPATEN TERTINGGAL ............................12
GAMBAR 2. PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
DALAM RKP TAHUN 2017.............................................................................14
GAMBAR 2. SKEMA PRIORITAS PEMBAHASAN PROGRAM KEGIATAN ..............20
GAMBAR 3. PROGRAM PRIORITAS PEMBANGUNAN PERBATASAN NEGARA
TAHUN 2017 ...............................................................................................29
GAMBAR 4. HASIL PEMBAHASAN PROGRAM PRIORITAS 3 .............................35
GAMBAR 5. HASIL PEMBAHASAN PROGRAM PRIORITAS 4 .............................36
GAMBAR 6. HASIL PEMBAHASAN PROGRAM PRIORITAS 5 .............................36
GAMBAR 7. HASIL PEMBAHASAN PROGRAM PRIORITAS 6 .............................37
GAMBAR 8. KOORDINASI LINTAS KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM
PENGEMBANGAN KEK ..................................................................................45
GAMBAR 9. KOORDINASI LINTAS KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM
PENGEMBANGAN KI ....................................................................................52
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perencanaan menjadi salah satu tahap rasional untuk menentukan
pembangunan sebuah bangsa dan negara. Pada prosesnya, perencanaan
pembangunan dilakukan dengan menguji berbagai arah pencapaian, mengkaji
berbagai ketidak pastian yang ada, serta mengukur kemampuan (kapasitas)
stakeholders pembangunan untuk kemudian memilih arah terbaik dan langkah-
langkah untuk mencapaianya. Untuk mendukung keberhasilan implementasi
perencanaan pembangunan, diperlukan koordinasi perencanaan sebagai sebuah
proses sinkronisasi dan penyamaan persepsi terkait isu-isu strategis dan
permasalahannya, sehingga dapat dirumuskan upaya-upaya terencana dengan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Koordinasi perencanaan
pembangunan penting dilakukan untuk menentukan prioritas pembangunan
serta merumuskan strategi yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
masing-masing daerah/wilayah.
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017 sebagai penjabaran tahun
ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-
2019 merupakan integrasi upaya pembangunan yang terencana dan sistematis
oleh stakeholders pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya
pembangunan yang tersedia secara optimal, efisien, efektif dan akuntabel
dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat
secara berkelanjutan.
Undang-undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa tujuan dari perencanaan
pembangunan nasional yaitu: (1) untuk mendukung koordinasi antar pelaku;
(2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah,
antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan
Daerah; (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (4) mengoptimalkan partisipasi
masyarakat; dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara
efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Dengan demikian, diharapkan
program dan kegiatan yang akan dilakukan akan lebih tepat sasaran, tepat
target, dan memberikan dampak kemanfaatan yang lebih besar. Koordinasi dan
perencanaan yang baik juga diharapkan dapat melahirkan kebijakan publik
yang tepat, sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan anggaran yang
terbatas.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
2
Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan memiliki peran
strategis dalam mendesain dan mengawal pembangunan di daerah teringgal,
kawasan perbatasan, kawasan strategis, dan penanggulangan bencana.
Berdasarkan hal tersebut, maka komitmen dan dukungan
kementerian/lembaga terkait khususnya Badan Koordinasi Penanggulangan
Bencana (BNPB), Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BP
KPBPB Sabang), Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam (BP KPBPB Batam) dan Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa PDTT)
serta instansi terkait lainnya dalam rangka peningkatan koordinasi dan
sinkronisasi pelaksanaan program/kegiatan pembangunan di kawasan-kawasan
tersebut secara efektif sangat diharapkan.
Permasalahan pokok yang masih dihadapi dalam koordinasi dan sikronisasi
perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan kawasan khusus dan
daerah tertinggal adalah (1) masih tingginya kesenjangan antar sektor dan
antarwilayah; (2) masih dominannya ego sektoral dalam pelaksanaan
pembangunan nasional; (3) masih adanya ketidaksesuaian antara Rencana
Kerja Pemerintah dengan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga;
serta (4) masih banyaknya perencanaan dan pelaksanaan program/proyek yang
overlaping/tumpang tindih baik antar daerah, dan antara pusat dengan daerah.
Oleh karena itu diperlukan adanya penguatan pemahaman dan komitmen
seluruh stakeholders terkait, dalam perencanaan dan pelaksanaan
program/kegiatan pembangunan agar selalu berpegang kepada kerjasama dan
koordinasi untuk keterpaduan sebagai upaya sinkronisasi antar sektor, antara
kegiatan pusat dan daerah dan antar daerah. Pemerintah harus mampu
menjawab tantangan upaya peningkatan efektivitas pelaksanaan koordinasi dan
sinkronisasi berbagai program-program dan kegiatan kementerian/lembaga di
pusat yang bersifat lintas pelaku, lintas sektor, dan lintas wilayah sebagai usaha
percepatan pengembangan perekonomian daerah. Di samping itu, perencanaan
dan koordinasi harus dapat menjawab tantangan dinamika kebutuhan dan
permasalahan antar wilayah yang beraneka ragam, dengan memperhatikan
kemampuan dan keterbatasan daerah. Dengan demikian, permasalahan
kesenjangan antar wilayah secara bertahap dapat terselesaikan.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
3
1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari Koordinasi Perencanaan RKP tahun 2017 dalam Bidang
Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, Kawasan Strategis Nasional, dan
Kawasan Rawan Bencana, adalah tersusunnya Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
tahun 2017 pada bidang daerah tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan
strategis nasional, dan Kawasan Rawan Bencana secara holistik, integratif,
tematik, dan spasial.
Sasaran dari pelaksanaan Koordinasi Perencanaan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Tahun 2017 bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan,
Kawasan Strategis Nasional, dan Kawasan Rawan Bencana sebagai berikut:
(1) Melakukan identifikasi data dan informasi terkait permasalahan dan isu
strategis pada bidang pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis
nasional, kawasan perbatasan, dan kawasan rawan bencana, sebagai
masukan rancangan RKP tahun 2017;
(2) Menyusun konsep arah kebijakan, program dan kegiatan prioritas yang
akan dilakukan tahun 2017 untuk mendukung pembangunan daerah
tertinggal, kawasan strategis nasional, kawasan perbatasan, dan kawasan
rawan bencana;
(3) Melakukan rapat-rapat koordinasi dan diskusi terfokus dengan
kementerian/lembaga mitra kerja yaitu Kementerian Desa PDTT, BNPP,
BNPB, kementerian/lembaga sektor terkait dan pemerintah daerah untuk
membahas isu strategis, program, dan kegiatan yang mendukung
pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis nasional, kawasan
perbatasan, dan kawasan rawan bencana dalam RKP tahun 2017.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
4
BAB II RUANG LINGKUP KEGIATAN
2.1 Ruang Lingkup Kegiatan Koordinasi
Kegiatan Koordinasi Perencanaan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun
2017 bidang daerah tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan strategis
nasional, dan Kawasan Rawan Bencana antara lain:
(1) Koordinasi perencanaan dan perumusan Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2017 terkait isu, permasalahan, target, dan sasaran bidang Daerah
Tertinggal, Kawasan Perbatasan; Kawasan Strategis Nasional (Kawasan
Industri/KI dan Kawasan Ekonomi Khusus/KEK); dan Kawasan Rawan
Bencana;
(2) Koordinasi penyusunan Renja K/L untuk mendukung pembangunan Daerah
Tertinggal, Kawasan Perbatasan; Kawasan Strategis Nasional; dan Kawasan
Rawan Bencana Tahun 2017;
(3) Koordinasi penyusunan Renja K/L dan RKA K/L Tahun 2017 dengan
kementerian/lembaga mitra kerja yaitu Kementerian Desa PDTT, Badan
Nasional Pembangunan Perbatasan (BNPP), Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Pengelola Kawasan Perdagangan
Bebas Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, dan Badan Pengelola KPBPB
Sabang dalam mendukung pembangunan Daerah Tertinggal, Kawasan
Perbatasan; Kawasan Strategis Nasional; dan Kawasan Rawan Bencana
Tahun 2017.
2.2 Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan Koordinasi Penyususunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Tahun 2017 bidang daerah tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan strategis
nasional, dan Kawasan Rawan Bencana akan dilaksanakan dengan menggunakan
dua pendekatan sekaligus, yaitu pendekatan top-down dan bottom-up.
Pendekatan top-down dipergunakan dalam penetapan prioritas pembangunan
nasional. Sedangkan pendekatan bottom-up lebih dipergunakan sewaktu
menyusun program/kegiatan berdasarkan usulan dari daerah. Penyusunan RKP
dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip Holistik, Integratif, Tematik, dan
Spasial.
1) Untuk mempertemukan antara dua pendekatan tersebut dilakukan melalui
pertemuan dan rapat-rapat koordinasi. Di tingkat pusat, koordinasi dilakukan
melalui Rapat Koordinasi Pusat yang ditindaklanjuti dengan pertemuan
pertemuan trilateral. Sesuai dengan namanya, pertemuan trilateral ini
melibatkan tiga pihak yaitu kementerian/lembaga terkait (BNPB, BNPP,
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
5
KDPDTT, BP KPBPB Sabang dan Batam selaku mitra kerja Dit. DTTP, dan
kementerian/lembaga terkait dalam koordinasi dan sinkronisasi program
pengembangan kawasan), dan Kementerian Keuangan dan Bappenas.
Pertemuan trilateral ini bertujuan untuk melakukan sinkronisasi antara
prioritas program/kegiatan nasional, bidang maupun prioritas pembangunan
kementerian/lembaga dan dengan mempertimbangkan ketersediaan
anggaran.
2) Untuk mensinkronkan antara prioritas program/kegiatan pembangunan
nasional dengan usulan daerah dilakukan melalui musyawarah perencanaan
pembangunan (musrenbang). Musrenbang ini melibatkan tiga pihak yaitu
pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, kementerian/lembaga dan
Bappenas.
3) Sebelum melaksanakan Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting), akan
dilakukan 3 (tiga) kali rapat koordinasi di dalam kota dengan melibatkan
seluruh unit Eselon II Kementerian/Lembaga mitra kerja dan Kementerian
Keuangan untuk melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan tahun 2015 dan
membahas program, kegiatan serta sasaran pembangunan tahun 2016. Yang
akan menjadi Narasumber yang dalam rapat koordinasi adalah Kepala Biro
Perencanaan Kementerian/Lembaga Mitra Kerja serta Direktur Anggaran,
Kementerian Keuangan yang terkait dengan Kementerian/ Lembaga Mitra
Kerja.
2.3 Keluaran
Adapun keluaran dari kegiatan Koordinasi Perencanaan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Tahun 2017 bidang daerah tertinggal, kawasan perbatasan,
kawasan strategis nasional, dan Kawasan rawan bencana ini yaitu sebagai
berikut.
(1) Data dan informasi terkait permasalahan dalam perencanaan dan
pelaksanaan program/kegiatan pembangunan kawasan strategis, daerah
tertinggal, kawasan perbatasan, dan Kawasan rawan bencana sebagai
masukan RKP 2017;
(2) Inventaris isu strategis dan permasalahan yang dihadapi dan upaya
alternatif pemecahan melalui kebijakan dan program/kegiatan tahun
berikutnya;
(3) Rumusan arah kebijakan dan rencana program/kegiatan pembangunan
kawasan strategis, daerah tertinggal, kawasan perbatasan, dan kawasan
rawan bencana dalam RKP 2017 yang tertuang dalam Renja K/L Tahun
2017, dan RKA K/L mitra kerja Tahun 2017 seperti Kementerian Desa
PDTT, BNPP, BNPB, BP Batam, dan BP Sabang.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
6
(4) Laporan akhir koordinasi penyusunan RKP Tahun 2017 bidang daerah
tertinggal, kawasan strategis, kawasan perbatasan, dan kawasan rawan
bencana.
2.4 Organisasi Pelaksana Kegiatan
Organisasi pelaksana kegiatan ini mengacu kepada Peraturan Menteri
Keuangan NO.65/PMK.02/2015 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2016 yang
mengacu pada 5 (lima) ketentuan sebagai berikut:
a) Mempunyai keluaran (output) jelas dan terukur;
b) Bersifat koordinatif yang mengharuskan untuk mengiikutsertakan satuan
kerja/eselon I lainnya;
c) Bersifat temporer, pelaksanaannya perlu diprioritaskan atau di luar jam
kerja;
d) Merupakan perangkapan fungsi atau tugas tertentu kepada pegawai negeri
disamping tugas pokok sehari-hari;
e) Dilakukan secara selektif, efektif dan efisien.
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan cara semi-swakelola, dengan susunan
keanggotaan sebagai berikut:
1) 1 Orang Penanggung Jawab
2) 1 Orang Ketua Tim Pelaksana
3) 1 Orang Wakil Ketua I Tim Pelaksana
4) 1 Orang Wakil Ketua II Tim Pelaksana
5) 1 Orang Sekretaris Tim Pelaksana
6) 10 Orang Anggota Tim Pelaksana
7) 1 Orang Anggota Tim Pendukung
Pelaksanaan kegiatan Koordinasi Perencanaan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) Tahun 2017 bidang daerah tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan strategis
nasional, dan Kawasan Rawan Bencana, tahun 2016 adalah Deputi Bidang
Pengembangan Regional sebagai Penanggungjawab, sementara Ketua Tim
Pelaksana adalah Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan.
Penanggung Jawab bertugas memberikan arahan kebijakan, mengawasi,
membimbing, dan memantau kemajuan dan memberikan saran pemecahan atas
permasalahan pelaksanaan kegiatan. Ketua Tim Pelaksana bertanggungjawab atas
terlaksanakannya kegiatan dan penyusunan laporan hasil koordinasi, baik secara
substansi maupun dari segi keuangannya sebagaimana berikut ini:
a. Melakukan persiapan melaiui identifikasi dan informasi permasalahan dalam
perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan yang terkait dengan kawasan
khusus (rawan bencana, strategis, perbatasan dan daerah tertinggal) sebagai
bahan masukan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun
2017;
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
7
b. Melakukan rapat-rapat koordinasi dan diskusi terfokus dengan
kementerian/lembaga terkait dan daerah untuk membahas berbagai isu
strategis dan permasalahan dihadapi dan upaya alternatif pemecahan melaiui
kebijakan dan program/kegiatan pembangunan tahun berikutnya;
c. Menyusun rencana dan memberikan arahan kebijakan program/kegiatan
pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan strategis
nasional, dan kawasan rawan bencana;
d. Menyusun draft Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2017 dan melakukan
koordinasi bersama dengan kementerian/lembaga terkait langsung seperti
KDPDTT, BNPP, BNPB dan kementerian/lembaga terkait lainnya;
e. Melaksanakan sinkronisasi dan fasilitasi dalam rangka pembangunan daerah
tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan strategis nasional, dan kawasan
rawan bencana di pusat dan daerah;
f. Melakukan konsinyering tentang penyusunan perencanaan koordinasi rencana
kerja, sebagai bahan masukan dalam perencanaan tahun berikutnya;
g. Melakukan penyusunan laporan akhir berkaitan dengan hasil-hasil
pemantauan pelaksanaan program/kegiatan.
Sekretaris Tim Pelaksana bertanggungjawab untuk membantu pelaksanaan
tugas Ketua Tim Pelaksana dan mengkoordinasikan pihak-pihak yang terkait
dengan pelaksanaan kegiatan. Anggota Tim Pelaksana kegiatan koordinasi
bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan koordinasi dan penyusunan
laporan akhir/final atas pelaksanaan koordinasi Program/kegiatan Pembangunan
dan Pengembangan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan strategis
nasional, dan Kawasan Rawan Bencana yang dilaksanakan K/L mitra kerja.
Sedangkan Anggota Tim Pendukung bertanggungjawab untuk membantu
pelaksanaan tugas Tim Pelaksana dan melaksanakan tugas-tugas lain yang
ditugaskan oleh Tim Pelaksana.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
8
BAB III HASIL PELAKSANAAN KOORDINASI
Pendekatan pembangunan yang digunakan dalam penyusunan RKP 2017
mengalami penyempurnaan untuk mewujudkan kualitas perencanaan yang
mampu menjawab tantangan pembangunan antar wilayah, yaitu dengan
menerapkan prinsip-prinsip:
1. Holistik-tematik untuk pencapaian prioritas nasional melalui koordinasi
berbagai K/L serta pemerintah daerah.
2. Integratif antar berbagai program/kegiatan untuk mencapai prioritas
nasional.
3. Pertimbangan spasial agar rencana kegiatan mempertimbangkan lokasi
berbagai kegiatan lain yang saling mendukung untuk mencapai sasaran
prioritas nasional.
Prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dalam rangkaian Penyusunan RKP 2017
melalui berbagai tahapan penting, antara lain: Sidang Kabinet, Multilateral
Meeting (MM) internal Bappenas; MM antar K/L; Bilateral Meeting (BM) antara
K/L dan Bappenas; Rakorbangpus dan Musrenbangnas. Adapun tahapan
penting dalam pembahasan Prioritas Nasional Pembangunan Kawasan
Perbatasan yaitu:
1) Multilateral Meeting I, dilaksanakan dengan Melibatkan multistakeholder K/L,
BUMN, dan Pemda dalam merumuskan rencana pembangunan tahun 2017,
yang bertujuan untuk Mengintegrasikan berbagai upaya K/L ke dalam satu
tujuan (goal) yang jelas dan terukur; Menginformasikan mengenai Prioritas
Nasional Tahun 2017 serta hasil Identifikasi awal Sasaran Prioritas Nasional,
Arah Kebijakan Prioritas Nasional, Program Prioritas dan Kegiatan Prioritas
Tahun 2017 kepada K/L terkait; Menginformasikan mengenai Kerangka
Regulasi dalam pelaksanaan program dan kegiatan prioritas; dan
Memperoleh masukan dari K/L terkait sasaran prioritas, program prioritas
dan kegiatan prioritas.
2) Bilateral Meeting I, dilaksanakan dengan melibatkan K/L, BUMN, dan Pemda
dalam merumuskan rencana pembangunan tahun 2017 bidang
pembangunan Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan
Rawan Bencana. Tujuan utama kegiatan ini yaitu untuk Pengintegrasian
berbagai upaya K/L ke dalam satu tujuan (goal) yang jelas dan terukur
(dinyatakan dalam Prioritas Nasional, Program Prioritas dan Kegiatan
Prioritas). Hasil yang diharapkan yaitu Pencapaian kesepakatan antar
stakeholders terhadap sasaran prioritas, program K/L, kegiatan K/L, indikator
sasaran (Form B), kerangka pendanaan (Form C), kerangka regulasi (Form
D), kerangka kelembagaan (Form D), lokasi (Form E).
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
9
3) Multilateral Meeting II, dengan agenda penyepakatan rencana kegiatan dan
anggaran yang mendukung Pembangunan Kawasan Perbatasan, finalisasi
program/kegiatan prioritas serta dukungan program/kegiatan K/L dalam
Rancangan Akhir RKP 2017, konfirmasi dan verifikasi usulan Pemerintah
Daerah oleh Koordinator PN terkait pembangunan Daerah Tertinggal,
Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana.
4) Bilateral Meeting II, dengan agenda integrasi hasil MM II ke dalam SIMU
Form A-E dengan mempertimbangkan pagu indikatif. Penelaahan pagu
anggaran untuk yang mendukung pembangunan Daerah Tertinggal,
Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana dalam Rancangan
Akhir RKP 2017; Konfirmasi dan verifikasi usulan Pemerintah Daerah oleh
Bappenas – K/L mitra.
5) Musrenbangnas, dengan agenda Penyepakatan program, kegiatan, lokasi,
target dan anggaran untuk mencapai sasaran PN terkait Pembangunan
Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
antara Kementerian PPN/Bappenas, K/L dan Pemprov dalam bentuk
Multilateral dan disepakati dalam bentuk berita acara.
6) Trilateral Meeting, dengan agenda penyusunan Renja K/L dan RKA K/L mitra
berdasarkan RKP Tahun 2017.
Dalam pelaksanaan Kegiatan Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017
bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, Kawasan Strategis Nasional,
dan Kawasan Rawan Bencana, prinsip-prinsip tersebut terutama digunakan
dalam pengidentifikasian isu/permasalahan, penentuan target dan sasaran,
serta program/kegiatan yang dibutuhkan. Dengan demikian, baik RKP, Renja
K/L, dan RKA K/L tahun 2017 diharapkan dapat memberikan kontribusi
program/kegiatan yang mampu menjawab tantangan, kebutuhan, dan upaya
percepatan pembangunan di daerah tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan
strategis nasional, dan Kawasan Rawan Bencana.
3.1 Koordinasi Perencanaan RKP, Renja K/L, dan RKA K/L Tahun 2017
dalam Mendukung Pembangunan Daerah tertinggal
3.1.1. Isu Strategis dan Permasalahan Pembangunan Daerah Tertinggal dalam
RKP Tahun 2017
Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk
mengubah suatu daerah yang dihuni oleh masyarakat dengan berbagai
permasalahan sosial ekonomi serta keterbatasan fisik untuk menjadi daerah
yang maju dengan masyarakat yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
10
tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Penanganan
daerah tertinggal yang ada di Indonesia dilakukan dalam skala nasional dan
merupakan program jangka panjang yang memiliki target di setiap tahun
pelaksanaannya.
Pembangunan daerah tertinggal merupakan perwujudan dari dimensi
pemerataan dan kewilayahan khususnnya Nawacita ketiga yakni membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
Kerangka Negara Kesatuan. Melalui kebijakan pembangunan daerah tertinggal
diharapkan ada dukungan dan pemihakan yang lebih konkrit dari seluruh sektor
terhadap percepatan pembangunan daerah tertinggal. Penanganan daerah
tertinggal yang ada di Indonesia dilakukan dalam skala nasional dan merupakan
program jangka panjang yang memiliki target di setiap tahun pelaksanaannya.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 pasal 1 ayat 3
tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, yang dimaksud dengan
daerah tertinggal merupakan daerah kabupaten yang wilayah serta
masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam
skala nasional. Ketertinggalan daerah diukur dari 6 kriteria ketertinggalan yaitu
perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
kapasitas keuangan daerah, aksesibilitas serta karakteristik daerah.
Berdasarkan hal tersebut, maka dibentuklah Peraturan Presiden No. 131 Tahun
2015 yang berisikan tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019,
dengan 122 kabupaten yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal.
Tabel 1. Target Pengentasan Daerah Tertinggal
INDIKATOR 2014
(Baseline) 2015 2016 2017 2019
2. PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
a. Jumlah Daerah Tertinggal
122 (termasuk
9 DOB)
n.a * n.a * n.a * 42
b. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal
7,10% 6,96% 7,02% 7,17% 7,24%
c. Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal
16,6% 16,0% 15,4% 14,9% 14,0%
d. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal
68,5 68,1 68,5 68,8 69,6
Berdasarkan capaian sasaran pembangunan daerah tertinggal sesuai PP
78/2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, maka penetapan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
11
daerah tertinggal dilakukan setiap 5 tahun sekali melalui Peraturan Presiden.
Jumlah 42 daerah tertinggal tahun 2019 merupakan hasil dari 80 kabupaten
terentaskan. Menurut arah kebijakan dalam rangka percepatan pembangunan
daerah tertinggal, maka upaya yang dilakukan terdiri atas percepatan
pembangunan infrastruktur/konektivitas, promosi potensi daerah tertinggal
untuk mempercepat pembangunan, pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar
publik, serta pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung SDM
yang berkualitas.
Sampai saat ini, dalam rangka upaya membangun daerah tertinggal di
berbagai wilayah di Indonesia memiliki permasalahan dan kendala di beberapa
hal. Secara ringkas wujud dari permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan
daerah tertinggal tersebut berupa : (1) Belum adanya insentif terhadap sektor
swasta dan pelaku usaha untuk berinvestasi di daerah tertinggal; (2) Belum
optimalnya kebijakan yang afirmatif pada percepatan pembangunan daerah
tertinggal; (3) Terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana publik dasar di
daerah tertinggal; (4) Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan
tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah tertinggal; (5) Kurangnya
aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah; (6)
Belum optimalnya pengelolaan potensi sumberdaya lokal dalam pengembangan
perekonomian di daerah tertinggal; dan (7) Rendahnya produktivitas
masyarakat di daerah tertinggal.
Dengan memperhatikan isu strategis tersebut maka arah kebijakan
pembangunan daerah tertinggal akan difokuskan kepada: (a) promosi potensi
daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan (b) upaya pemenuhan
kebutuhan dasar dan kebutuhan pelayanan dasar publik; (c) pengembangan
perekonomian masyarakat yang didukung oleh sumberdaya manusia yang
berkualitas serta (d) mewujudkan infrastruktur penunjang konektivitas antar
daerah tertinggal sehingga dapat membuka wilayah dan mengurangi
keterisolasian di daerah tertinggal.
Selain itu, isu lain yang penting untuk diperhatikan ialah terkait fungsi
koordinasi antar K/L di tingkat pusat serta integrasi program kegiatan di tingkat
daerah. Agar fungsi korrdinasi dapat berjalan optimal maka diperlukan
peningkatkan serta sinergi program kegiatan antara Kementerian/Lembaga
dalam mendukung pembangunan daerah tertinggal.
Kementerian Desa PDTT dalam hal ini Dirjen PDT dan PDTU masih
memiliki tugas besar untuk menyelesaikan STRANAS PPDT yang akan
digunakan sebagai acuan bagi pelaksanaan intervensi program kegiatan di
Daerah Tertinggal. RAN PPDT Tahunan yang merupakan penjabaran dari
Stranas diharapkan dapat menjadi masukan dalam Rakernis/Ratek/ Konreg
yang dilakukan oleh K/L untuk mengalokasikan kegiatan sesuai dengan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
12
kebutuhan daerah tertinggal. Selain itu Kemendes PDTT diharapkan mampu
mendorong pemerintah daerah untuk menyampaikan usulan kegiatan K/L
terkait dan usulan DAK melalui mekanisme perencanaan yang ada.
3.1.2. Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RKP Tahun 2017
Berdasarkan Perpres No 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah
Tertinggal Tahun 2015-2019, terdapat 122 kabupaten yang termasuk dalam
kategori daerah tertinggal dengan mengacu pada 6 (enam) kriteria
ketertinggalan. Penentuan prioritas penanganan daerah tertinggal per tahun
mempertimbangkan bobot indeks ketertinggalan yang paling parah. Pada tahun
2017, prioritas penanganan daerah tertinggal difokuskan pada 54 kabupaten.
Dalam rangka meningkatkan intergrasi lintas sektor dalam mendukung
pembangunan di daerah tertinggal, terdapat 5 kabupaten tertinggal pada tahun
2017 yang dijadikan lokasi terintergrasi lintas sektor. Penentuan 5 kabupaten
tertinggal tersebut mempertimbangkan keterkaitan antara daerah tertinggal
dengan kawasan strategis, serta memperhatikan karakteristik wilayah, antara
lain merupakan kawasan perbatasan, rawan bencana, rawan konflik, rawan
pangan dan daerah kepulauan. Peta sebaran 122 kabupaten tertinggal, 54
kabupaten tertinggal yang prioritas ditangani tahun 2017, dan 5 kabupaten
tertinggal terintegrasi terdapat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Persebaran Kabupaten Tertinggal
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
13
Pembangunan daerah tertinggal yang merupakan bagian dari agenda
Prioritas Nasional Presiden RI. Di tahun 2017 akan fokus kepada 54 kabupaten
tertinggal dari total 122 Kabupaten yang ada. Intervensi kegiatan yang akan
dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan daerah berdasarkan data Strategi
Nasional (STRANAS) Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) tahun
2015-2019. Dari 54 kabupaten yang akan difokuskan pada tahun 2017 maka
telah ditentukan 5 kabupaten sebagai pilot project pembangunan daerah
tertinggal terintegrasi. Kelima kabupaten pilot project tersebut ialah Kabupaten
Lombok Timur di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Pulau Morotai di
Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Maluku Tenggara Barat di Provinsi Maluku,
Kabupaten Sabu Raijua di Provinsi NTT, serta Kabupaten Sarmi yang terletak di
Provinsi Papua.
Melihat dari kondisi wilayahnya kelima kabupaten daerah tertinggal
terintegrasi 2017 memiliki perbedaan dari aspek ketertinggalannya, sehingga
dalam penentuan program kegiatan maupun arah intervensi pengembangan
akan disesuaikan dengan potensi kawasan yang ada. Sebagai contoh
Kabupaten Lombok Timur yang memiliki keterkaitan dengan Kawasan Strategis
Pariwisata Nasional maupun Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika. Kabupaten
Maluku Tenggara Barat yang lokasinya berdekatan dengan rencana
pengembangan Blok Masela. Kabupaten Pulau Morotai yang wilayahnya
merupakan bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus Morotai, serta Kabupaten
Sarmi yang berdekatan dengan PKN Jayapura. Penentuan intervensi program
kegiatan di 5 daerah tertinggal terintegrasi tersebut menggunakan konsep
gabungan antara development from above dan development from below.
Konsep development from above merupakan konsep yang berbasis pada
akselerasi pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Dasar dari adanya konsep ini
dikarenakan adanya perkembangan wilayah yang tidak terjadi di seluruh bagian
yang ada. Hal tersebut menjadikan perencanaan program akan difokuskan
kepada wilayah yang memiliki sektor dinamis sehingga diharapkan dapat
menjalar ke sektor / wilayah lainnnya. Dengan kata lain, pemilihan wilayah
intervensi akan melihat kepada lokasi yang memiliki pusat pertumbuhan baru.
Adapun konsep development from below merupakan konsep yang berbasis
pada pemerataan, utamanya kebutuhan pokok masyarakat di suatu wilayah.
Konsep ini diwujudkan dengan kegiatan pembangunan yang difokuskan kepada
wilayah yang paling memerlukan pengembangan (dalam hal ini berupa desa-
desa tertinggal). Program pembangunan yang difokuskan di desa tertinggal
dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar/standar pelayanan
minimum di wilayah tersebut. Sehingga gabungan antara konsep development
from above dan development from below diwujudkan dengan intervensi
program kegiatan yang dilakukan secara terfokus pada kawasan tertentu
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
14
(bukan tersebar di seluruh wilayah) yang memiliki sektor dinamis berupa
potensi kawasan agar memberikan hasil yang signifikan dan memberikan
spillover effect kepada wilayah sekitar khususnya desa-desa tertinggal. Dengan
adanya integrasi program kegiatan di utamanya di 5 daerah tertinggal
terintegrasi maka diharapkan dapat mengentaskan desa tertinggal menjadi
desa mandiri atau berkembang.
Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah 2017, Prioritas Nasional
Pembangunan Daerah Tertinggal akan berfokus kepada empat kegiatan
prioritas. Apabila diurutkan maka kegiatan prioritas paling utama ialah kegiatan
pemenuhan pelayanan dasar publik, lalu peningkatan aksesibilitas/ konektifitas
di daerah, pengembangan ekonomi lokal, serta yang terakhir terkait
peningkatan kapasitas SDM maupun IPTEK. Maksud dari penentuan urutan
program prioritas nasional ialah sebagai dasar dalam penentuan proporsi
perencanaan kegiatan yang akan dilakukan. Disebabkan karena adanya
keterbatasan anggaran, maka intervensi kegiatan terhadap lokus lokasi harus
harus ditangani secara bertahap agar memiliki dampak lebih signifikan. Hal
tersebut juga selaras dengan prinsip penganggaran presiden terkait
penyusunan RKP 2017 yaitu money follow program, yang berarti anggaran
negara harus berorientasi manfaat untuk rakyat dan berorientasi pada prioritas
untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Gambar 2. Program Prioritas Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RKP
Tahun 2017
Kegiatan pemenuhan pelayanan dasar publik di prioritas nasional daerah
tertinggal menjadi urutan program prioritas yang pertama disebabkan karena
pelayanan dasar publik merupakan kebutuhan yang paling utama untuk
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
15
menunjang kehidupan masyarakat di suatu wilayah. Seperti yang diketahui
bahwa pada daerah tertinggal hampir sebagian besar masyarakatnya masih
mengalami kesulitan dalam mengakses layanan dasar baik itu berupa listrik, air
bersih dan sanitasi, sarpras pendidikan, sarpras kesehatan, serta permukiman
yang layak huni. Dengan menempatkan kegiatan pemenuhan layanan dasar
publik sebagai program prioritas utama maka diharapkan dapat mengurangi
ketimpangan antar wilayah yang pada akhirnya akan meningkatkan taraf hidup
masyarakat di daerah tertinggal.
Program prioritas kedua dalam prioritas nasional pembangunan daerah
tertinggal adalah peningkatan aksesibilitas/konektifitas. Program ini diwujudkan
dalam bentuk pembangunan jalan & jembatan, pembangunan dermaga,
pengadaan moda transportasi darat, udara, laut dan ASDP serta pelayanan
angkutan keperintisan maupun penyediaan akses telekomunikasi. Peningkatan
aksesibilitas maupun konektifitas juga mutlak diperlukan bagi setiap daerah
tertinggal karena dengan adanya aksesibilitas maupun konektifitas yang
terbangun akan membuka keterisolasian masyarakat serta menghubungkan
antar wilayah satu dengan wilayah lainnya.
Program prioritas ketiga berupa pengembangan ekonomi lokal dalam
bentuk kegiatan yang berbasis pada penyediaan bahan baku & sarana
prasarana produksi, peningkatan kapasitas nelayan/petani/pelaku usaha mikro
& ekonomi kreatif, pengolahan pasca panen & home industry, pemberian
bantuan permodalan & pemberian fasilitas kredit usaha ekonomi
produktif/UMKM, pemberian bantuan dalam hal promosi dan pemasaran serta
pemberian kemudahan dalam hal perijinan usaha maupun penguatan
kelembagaan usaha. Program pengembangan ekonomi lokal diarahkan kepada
masyarakat agar mampu mengolah sumberdaya yang ada di lingkungannya
dengan melihat potensi yang ada, sehingga mampu menumbuhkan kegiatan
perekonomian yang berasal dari potensi masyarakat itu sendiri.
Program prioritas keempat berupa peningkatan SDM dan IPTEK yang
diwujudkan dalam bentuk penyediaan tunjangan tenaga pendidikan maupun
kesehatan. Penyediaan tunjangan bagi tenaga pendidikan maupun kesehatan
dimasukkan dalam program prioritas dikarenakan di daerah tertinggal segala
fasilitas penunjang untuk pelayanan tenaga kependidikan maupun kesehatan
masih sangat terbatas. Selain itu juga dari segi aksesibilitas maupun kondisi
geografis di daerah tertinggal yang sebagian besar masih sulit untuk dijangkau
sehingga dari adanya pemberian tunjangan diharapkan akan mengurangi beban
dalam menjalankan tugas serta mampu mendorong minat bagi para tenaga
pendidikan maupun kesehatan untuk terjun ke daerah tertinggal. Dalam proses
perencanaan kegiatan yang dilakukan pada keempat program prioritas tersebut
tidak akan lepas dari proses koordinasi sehingga ada keterkaitan antara
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
16
program yang satu dengan program lainnya demi mendukung percepatan
pembangunan daerah tertinggal di seluruh Indonesia.
3.1.3. Hasil Koordinasi Penyusunan Renja K/L dan RKA K/L Tahun 2017
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
dalam Mendukung Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2017
a) Pembahasan Bilateral Meeting
Bilateral Meeting merupakan salah satu rangkaian dari penyusunan RKP
dengan fokus kegiatan berupa finalisasi hasil pembahasan Program dan
Kegiatan Prioritas serta dukungan Program dan Kegiatan K/L yang telah
dibahas dalam Multilateral Meeting yang telah dilaksanakan sebelumnya. Selain
itu, dalam forum bilateral meeting juga dilakukan konfirmasi dan verifikasi dari
Koordinator Prioritas Nasional terhadap usulan daerah kepada Program dan
Kegiatan K/L dengan melihat aplikasi Sistem Indormasi Multilateral (SIMU) yang
ada. Sedangkan output dari bilateral meeting berupa hasil penelaahan pagu
untuk Program dan dan Kegiatan K/L yang mendukung dalam Rancangan Akhir
RKP 2017, serta Konfirmasi dan verifikasi hasil persandingan usulan Pemerintah
Daerah oleh Bappenas maupun K/L terkait sehingga dapat menjadi masukan
dalam forum Musrenbangnas dalam bentuk usulan daerah yang telah
dikonfirmasi dan diverifikasi dalam pelaksanaan multilateral meeting tahap II
dan bilateral meeting tahap II. Dari hasil Musrenbangnas akan muncul
kesepakatan antara rencana Pemerintah Pusat (K/L) dan usulan prioritas
program dan kegiatan dari daerah sebagaia masukan Rancangan Akhir RKP
2017.
Tabel 2. Hasil Bilateral Meeting Program Prioritas Pembangunan Daerah
Tertinggal dalam RKP 2017
HASIL BILATERAL MEETING
Program Prioritas
belum
diverifika
si
%
disetujui
dengan
catatan
%
disetujui
sepenuhny
a
% ditol
ak %
Grand Total
%
Pemenuhan Pelayanan Dasar Publik
10 1% 90 70.3%
54 66.7
% 84
57.5%
238 17.8
% Pengembangan Ekonomi Lokal
138 14%
34 26.6%
22 27.2
% 19
13.0%
213 15.9
% Peningkatan Aksesibilitas/Konektivitas
836 85%
2 1.6%
2 2.5%
37 25.3
% 877
65.5%
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
17
Peningkatan SDM dan Iptek
0% 2 1.6%
3 3.7%
6 4.1%
11 0.8%
Grand Total 984 100
% 128
100%
81 100
% 146
100%
1339
100%
Berdasarkan tabel rekapitulasi hasil BM jumlah usulan sama seperti pada
trilateral meeting yaitu 1339 usulan kegiatan yang berasal dari empat program
prioritas di daerah tertinggal. Namun, dari hasil tersebut juga menunjukkan
bahwa sebagian besar usulan masih belum diverifikasi oleh K/L terkait
dikarenakan adanya keterbatasan waktu. Sedikitnya hasil bilateral meeting
dengan status disetujui secara sepenuhnya maupun disetujui dengan catatan
menandakan bahwa pembahasan program prioritas pada bilateral meeting telah
mengerucut kepada kegiatan yang bersifat prioritas.
b) Musrenbangnas
Penetapan status pembahasan yang keluar di hasil Musrenbangnas
berasal dari beberapa kriteria penetapan prioritas pembahasan usulan daerah
yang telah dibahas sebelumnya pada forum trilateral meeting maupun
multilateral meeting. Musyawarah Perencananaan Pembangunan Nasional
(Musrenbangnas) merupakan forum yang dilakukan dalam rangka
penyepakatan program, kegiatan, lokasi, target dan anggaran untuk mencapai
sasaran 3 dimensi pembangunan, 24 prioritas nasional. Musrenbangnas
dilakukan antara Kementerian PPN/Bappenas, K/L dan Pemprov dalam bentuk
Multilateral dan menghasilkan kesepakatan dalam bentuk berita acara
kesepakatan.
Pada prioritas nasional Pembangunan Daerah Tertinggal, terdapat total
4.737 usulan yang berasal dari daerah di seluruh Indonesia. Usulan tersebut
belum terfilter terkait daerah mana yang termasuk ke dalam daerah tertinggal
atau bukan, termasuk ke dalam prioritas daerah tertinggal atau bukan.
Tabel 3. Rekap Kesepakatan Musrenbangnas Prioritas Nasional Daerah
Tertinggal
Program
Prioritas
Disetuju
i dengan
anggara
n K/L
Belum ada
kesepakata
n
Ditola
k
tidak
dibaha
s
Jumla
h
Usula
n
Pemenuhan Pelayanan
Dasar Publik
67 66 30 496 659
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
18
Pengembangan Ekonomi
Lokal
95 44 64 415 618
Peningkatan
Aksesibilitas/Konektivit
as
139 121 203 2.886 3.349
Peningkatan SDM dan
Iptek
21 12 15 63 111
Jumlah Usulan 322 243 312 3.860 4.737
Tabel rekap kesepakatan musrenbangnas menunjukkan jumlah usulan
yang ada di PN daerah tertinggal. Usulan paling banyak sesuai dengan tabel
tersebut terdapat pada program prioritas peningkatan aksesibilitas dengan
jumlah usulan sebanyak 3349 usulan. Melihat dari status kesepakatan yang
ada, maka dapat dikatakan bahwa usulan paling banyak ialah dengan status
tidak dibahas yakni sebanyak 3860 usulan. Hal tersebut dikarenakan
keterbatasan waktu dari tiap sesi pertemuan yang ada.
Tabel 4. Jumlah Usulan per Wilayah Pulau
Menurut jumlah usulan yang ada di tiap pulau, maka dapat dilihat bahwa
usulan paling banyak terdapat pada Kawasan Timur Indonesia yaitu pulau
Sulawesi dengan total 1254 usulan. Adapun usulan dari kawasan Timur
Indonesia lain seperti Maluku sudah cukup banyak walaupun masih dibawah
rata-rata usulan yang ada. Sedangkan yang menjadi perhatian adalah wilayah
Pulau Papua yang relatif luas dan memiliki daerah tertinggal paling banyak
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
19
hanya mengajukan usulan dengan jumlah 219 usulan. Perlu adanya perhatian
yang berlebih terhadap mekanisme usulan yang sudah berjalan karena
keterbatasan akses sarana prasarana komunikasi di daerah tertinggal yang
menghambat akses ke pemerintah pusat sehingga proses pengusulan menjadi
tidak terakomodir.
Tabel 5. Program/Kegiatan yang Disetujui Kementerian/Lembaga
Melihat dari jumlah K/L yang paling banyak menyetujui terhadap usulan
kegiatan pada prioritas nasional pembangunan daerah tertinggal, akan tampak
bahwa Kementerian Desa PDTT dalam hal ini Dirjen PDT dan PDTu memiliki
fungsi yang krusial sebagai koordinator dalam percepatan pembangunan
daerah tertinggal di seluruh Indonesia.
Tabel 6. Rekap Usulan Di Prioritas Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal
Menurut Kementerian Lembaga
Berdasarkan rekap usulan di Prioritas Nasional pembangunan daerah tertinggal
menurut Kementerian Lembaga yang menangani, maka dapat dilihat bahwa
usulan terbanyak dalam pembangunan daerah tertinggal adalah kepada
Kementerian PUPR yaitu sebanyak 1795 atau 37,9%, Kementerian Desa PDTT
sebanyak 1.399 atau 28,3% dan Kementerian Perhubungan sebanyak 563
usulan atau 11,9%. Melihat usulan terbesar ditujukan kepada Kementerian
PUPR, Kementerian Desa PDTT dan Kemenhub mengindikasikan bahwa
konsentrasi dari Pemerintah daerah Tertinggal pada aspek peningkatan
aksesibilitas daerah, tertutama pada bidang transportasi.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
20
c) Pembahasan Trilateral Meeting
Trilateral meeting merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan
penyusunan RKP 2017. Tujuan pelaksanaan TM yaitu melakukan pembahasan
mencakup detail dari rencana kerja program dan kegiatan prioritas yang akan
dilaksanakan oleh K/L meliputi sasaran, target, anggaran beserta lokasinya
yang dilakukan antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan dan
K/L terkait. Adapun pada prioritas nasional Daerah Tertinggal, maka TM
dilakukan dengan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi. Dasar Pelaksanaan dari dilaksanakannya Trilateral Meeting yaitu
pada PP 90 Tahun 2010 terdapat pada Pasal 8 ayat 7 yang berbunyi “dalam
proses penyusunan Renja-K/L dilakukan pertemuan 3 (tiga) pihak antara
Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian
Keuangan”.
Gambar 2. Skema Prioritas Pembahasan Program Kegiatan
Fokus TM ialah pembahasan Program dan Kegiatan Prioritas, pembahasan
tentang kebijakan pengelolaan belanja negara serta pembahasan terkait
program non prioritas yang ada di Kementerian Desa PDTT. Sesuai dengan
tugas dan fungsinya dengan mengacu pada arahan presiden agar perencanaan
program kegiatan dilakukan secara holistik integratif, tematik, dan spasial,
maka peran Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal ialah sebagai
fungsi koordinator dan regulator dalam menjalankan program kegiatan. Adapun
fungsi eksekutor dilaksanakan dalam kerangka percontohan dengan tetap
melalui koordinasi antara Kemendesa PDTT dengan K/L terkait dalam rangka
percepatan pencapaian sasaran nasional terentaskannya 5.000 desa tertinggal
dan 2.000 desa menjadi mandiri dan pengentasan 80 daerah tertinggal dalam
2015 - 2019.
Hasil kesepakatan pada forum TM menunjukkan bahwa Kebutuhan
tambahan mendesak untuk Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
21
Pembangunan Daerah Tertentu difokuskan untuk mengakomodir usulan daerah
dalam musrenbangnas pada 54 kabupaten tertinggal prioritas tahun 2017
yang belum dapat diakomodir dalam RKP 2017 akibat keterbatasan pagu
anggaran, serta mengakomodir usulan daerah dalam Musrenbangnas di luar
54 kabupaten tertingal yang menjadi Stock Program Prioritas pemenuhan
kebutuhan tambahan mendesak sesuai dengan urutan program dan kegiatan
prioritas yang ada. Urutan program kegiatan prioritas tersebut seperti terdapat
pada tabel 2 berikut:
Tabel 7. Urutan Program Kegiatan Prioritas
K EGI ATANBOBOT
P RI ORI TASI ND I K ATOR
URUTAN
P RI ORI TAS
panjang jalan strategis daerah yang ditingkatkan di daerah tertinggal P1
Jumlah Rumah Tangga yang mendapat bantuan sarana air bersih di daerah tertinggal P2
Jumlah PLTS yang dibangun di daerah tertinggal P3
Jumlah pasar kecamatan yang dibangun di daerah tertinggal P4
Jumlah pelabuhan rakyat yang dibangun di Daerah Tertinggal P5
jumlah jembatan penyeberangan yang dibangun di daerah tertinggal P6
jumlah kapal penumpang di daerah Tertinggal P7
pengadaan radio komunikasi terpadu di daerah tertinggal P8
Jumlah asrama siswa dan guru yang dibangun di daerah tertinggal P1
Jumlah puskesmas pembantu/RS kelas D Pratama yang menerima alat kesehatan di Daerah Tertinggal P2
Jumlah ruang kelas SMP yang dibangun di daerah tertinggal P3
Jumlah tenaga terampil yang dilatih dan tenaga kerja yang ditempatkan pada industri-industri dan usaha mandiri P4
Jumlah Bantuan Pengembangan Peternakan Modern P1
Jumlah pembangunan kebun buah P2
Jumlah pengadaan kapal pariwisata P3
Jumlah lokasi terumbu karang yang direhabilitasi dalam mendukung desa wisata bahari P4
Jumlah unit UMKM/koperasi di daerah tertinggal yang mendapat bantuan untuk komoditas kopi/jagung/kakao P1
jenis komoditas unggulan yang dipasarkan melalui e-commerce/outlet P2
jumlah unit UMKM yang diberi bantuan peralatan pengolahan pasca panen P3
jumlah unit UMKM yang diberi bantuan sarpras produksi P4
Pengembangan
Ekonomi Lokal di
Daerah tertinggal
15%
Pengembangan
Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup
di Daerah Tertinggal
20%
Pengembangan
Sumber Daya Manusia
di Daerah Tertinggal
25%
Peningkatan Sarana
dan Prasarana di
Daerah Tertinggal
40%
D it j en P D T
K EGI ATANBOBOT
P RI ORI TASI ND I K ATOR
URUTAN
P RI ORI TAS
Pembangunan Kapal Barang 30 GT P1
Pembangunan Kapal Penumpang Kapasitas 50 Orang P2
jumlah pelabuhan rakyat yang dibangun di Pulau Kecil dan Terluar P3
Jumlah tambatan perahu yang dibangun P4
Jumlah sarana air bersih yang dibangun di pulau kecil terluar di daerah tertinggal P5
Jumlah pembangunan PLTS komunal di pulau kecil dan terluar di daerah tertinggal P6
Jumlah PLTS komunal yang dibangun di daerah perbatasan P1
panjang jalan penghubung yang ditingkatkan di perbatasan daerah tertinggal P2
panjang jalan penghubung yang ditingkatkan di daerah tertinggal perbatasan P3
Jumlah sarana air bersih yang dibangun di daerah perbatasan P4
jumlah embung irigasi dan sumur bor yang dibangun di daerah rawan pangan P1
jumlah kabupaten rawan pangan yang mendapat bantuan input produksi pertanian P2
Jumlah gudang pangan lokal yang dibangun di daerah rawan pangan P3
Jumlah Kabupaten yang melakukan internalisasi conflict sensitive planning and budgeting P1
internalisasi kurikulum bina damai dalam lembaga pendidikan formal dan non formal P2
Penyusunan indeks ketahanan daerah konflik di daerah tertinggal P3
Ditjen PDTu
Pengembangan
Daerah Pulau Kecil
dan Terluar
40%
Pengembangan
Daerah Perbatasan30%
Penanganan Daerah
Rawan Pangan20%
Penanganan Daerah
Pasca Konflik10%
Pembagian menu dan lokasi dalam Stock Program menjadi acuan bagi
Kementerian Desa PDTT untuk mengalokasikan kegiatannya apabila ada
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
22
tambahan kegiatan, yang bertujuan untuk menjaga konsistensi capaian target
pembangunan. Adapun apabila terjadi perubahan lokasi dari kesepakatan hasil
Musrenbangnas maka perubahan tersebut harus disertai dengan penjelasan
teknis dari Bappeda Kabupaten selaku daerah yang melaksanakan kegiatan
dengan mengetahui Bappeda Provinsi. Dalam hal kebijakan belanja operasional
bagi Kementerian Desa PDTT maka perlu memperhatikan hal-hal seperti
kebutuhan belanja operasional yang agar diprioritaskan dan diperhitungkan
secara cermat dan tepat untuk masing-masing Unit Organisasi lingkup
Kemendes PDTT serta terkait alokasi belanja barang operasional agar tetap
memperhatikan efisiensi belanja perjalanan dinas. Hal yang paling penting dari
prinsip pengalokasian anggaran ialah dimana anggaran yang tersedia dalam
Pagu Indikatif TA 2017 harus sudah menampung Prioritas Nasional, Program
Prioritas maupun Kegiatan Prioritas yang sudah tertuang dalam Rencana Kerja
Pemerintah Tahun Anggaran 2017.
Salah satu hal yang penting dan dibahas dalam kegiatan TM ialah perlu
adanya peningkatan fungsi koordinasi maupun integrasi program kegiatan yang
ada di lingkungan Kementerian Desa PDTT, sehingga mampu mengatasi
debottlenecking permasalahan yang ada di daerah tertinggal sesuai kriteria dan
sub kriteria ketertinggalan. Koordinasi kegiatan dilakukan antara pemerintah
daerah dengan pemerintah Pusat, adapun Integrasi kegiatan dilakukan baik itu
antar K/L maupun antar Ditjen di dalam Kemendesa PDTT dengan kegiatan
yang tertuang dalam APBN serta APBD dengan tetap menjaga keberlanjutan
bantuan program kegiatan. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah juga
mutlak diperlukan agar setiap kegiatan yang diusulkan baik itu melalui
mekanisme DAK, musrenbangnas, Rencana Aksi Daerah maupun mekanisme
usulan daerah lainnya sehingga dapat sesuai dengan apa yang dibutuhkan di
masyarakat.
Stranas dan RAN yang menjadi acuan bagi Percepatan Pembangunan
Daerah tertinggal sesuai dengan PP nomor 78 tahun 2014 diharapkan dapat
selesai sehingga dapat digunakan sebagai instrumen dalam mengkoordinasikan
seluruh K/L dan Daerah, serta menjadi pedoman bagi penyusunan Renja K/L di
tingkat pusat. Penyelesaian Stranas dipandang sangat krusial mengingat
sampai saat tahun kedua berjalan stranas belum selesai. RAN merupakan
penjabaran dari Stranas yang disusun pada T-2 sampai saat ini tidak dapat
diwujudkan dikarenakan Stranas yang belum selesai. Sampai dengan akhir
tahun 2016 Stranas masih dalam wujud draft dan RAN yang seharusnya sudah
disusun untuk tahun 2018 belum juga dibahas.
Total usulan menurut program prioritas pada prioritas nasional
pembangunan daerah tertinggal sebanyak 1339 usulan. Dari kempat program
prioritas, usulan paling banyak terdapat pada peningkatan aksesibilitas /
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
23
konektifitas dengan total 877 usulan atau 65% dari total usulan yang ada.
Berdasarkan status terhadap verifikasi program prioritas yang telah dilakukan
pada Trilateral Meeting, maka sebagian besar program prioritas masih belum
diverifikasi, dikarenakan keterbatasan waktu yang ada.
3.1.4. Penelaahan RKA K/L Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi
Pembahasan RKA K/L dalam rangka percepatan pembangunan daerah
tertinggal dituangkan dalam catatan penelaahan yang berasal dari Ditjen PDT
serta ditjen PDTu Kemendesa PDTT. Secara umum pembahasan RKA K/L
berisikan tentang penyesuaian volume target pada program kegiatan yang
mengacu pada money follow program priority dalam RKP 2017 dengan tetap
memperhatikan skala prioritas kegiatan dan lokasi dalam kesepakatan trilateral
meeting. Apabila ada perubahan/penyesuaian volume target dari RKP akan
dibahas melalui pertemuan tiga pihak. Selain itu satuan kegiatan dalam RKA K/L
harus terukur dengan jelas dan tidak lagi mengunakan satuan „‟Paket”,
sehingga output yang dihasilkan akan lebih terukur.
Menyikapi penyesuaian anggaran yang terjadi maka diperlukan
peningkatan fungsi koordinasi pada setiap UKE 2 agar memberikan hasil yang
lebih optimal. Peningkatan kualitas koordinasi diwujudkan dengan penyusunan
peta konsep pengembangan per bidang (tematik) sesuai tupoksi UKE 2 terkait
atau berupa kesepakatan dengan stakeholder terkait dalam rangka mengatasi
permasalahan ketertinggalan per bidang. Pada program kegiatan
pengembangan daerah tertentu agar fokus dilaksanakan untuk mendukung
pencapaian pembangunan daerah tertinggal, utamanya di 5 kabupaten
tertinggal terintegrasi dan 54 kabupaten tertinggal prioritas yang akan ditangani
tahun 2017 yang memiliki karakteristik tertentu. Apabila kebutuhan pada 54
kabupaten tertinggal yang memiliki karakteristik tertentu telah terpenuhi maka
dapat mengintervensi daerah lainnya.
Selain secara umum membahas tentang Rencana Kerja Anggaran K/L
Kemendesa PDTT, maka dilakukan juga pembahasan secara khusus tentang
kegiatan di UKE II. Catatan di ditjen PDT sebagai berikut:
1. Kegiatan Perencanaan dan Identifikasi Daerah Tertinggal agar menghasilkan
output yang berupa rancangan RAD 2019, penetapan RAD 2018,
pemantauan RAD 2017, evaluasi RAD 2016 serta yang paling krusial ialah
penyelesaian Stranas PPDT 2015-2019. Dalam hal proses perencanaan,
penyusunan dokumen perencanaan agar melalui koordinasi dengan
direktorat terkait di lingkup Ditjen PDT sehingga menjadi dasar bagi
direktorat lain dalam melakukan intervensi kegiatan.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
24
2. Kegiatan Pengembangan Ekonomi Lokal di Daerah tertinggal berupa
penyelesaian konsep PRUKAB yang konkret meliputi rencana aksi secara
hulu-hilir, business process (kebutuhan investasi; target terhadap
peningkatan produksi, pendapatan, serapan tenaga kerja, dll); serta
pembagian peran lintas UKE 1 di Kemendes PDTT, lintas K/L dan pemerintah
daerah khususnya untuk Kabupaten Lombok Timur dan Sarmi. Kegiatan
Prukab dapat dikembangkan dari lokasi Prukab atau lokasi potensial lainnya
yang telah ada sehingga tidak berorientasi pada peningkatan produksi
melaikan pada hilirisasi komoditas, dengan demikian dapat mendorong
peningkatan nilai tambah dan daya beli masyarakat.
3. Kegiatan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Daerah Tertinggal dalam
bentuk penguatan kapasitas tenaga kerja/pelatihan keterampilan dilakukan
untuk mendukung pengembangan Produk Unggulan kabupaten (PRUKAB),
sedangkan kegiatan lainnya untuk mendukung pemenuhan pelayanan dasar
dasar khususnya di 5 kabupaten tertinggal prioritas. Sesuai dengan diskusi
dalam Trilateral Meeting, tidak diperlukan pembangunan fisik seperti saung
ketrampilan melainkan lebih baiknya apabila ada pengoptimalan pada balai
atau bangunan lainnya yang telah ada. Fungsi koordinasi dengan K/L lain
dibutuhkan agar PSDM di daerah tertinggal dapat merata dan memiliki
kapasitas maupun skill yang dibutuhkan di masyarakat.
4. Kegiatan Pengembangan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di
Daerah Tertinggal agar memperhatikan fungsi koordinasi ke berbagai K/L
terkait sehingga SDA LH di daerah tertinggal dapat selaras dengan tujuan
RKP dan RPJM yang telah dibangun.
5. Kegiatan Peningkatan Sarana dan Prasarana di Daerah Tertinggal agar
diarahkan untuk mendukung PRUKAB dan memenuhi pelayanan dasar
khususnya di 5 kabupaten tertinggal prioritas serta pembangunan PLTS agar
diarahkan kepada kabupaten yang memiliki rasio elektrifikasi yang rendah
dan tidak mengintervensi kabupaten dengan rasio elektrifikasi yang sudah
relatif tinggi (diatas 75%), sehingga pemenuhan sarana prasarana dasar di
daerah tertinggal yang mendorong Prukab dapat tercapai dan mendorong
pengembangan ekonomi lokal khususnya di daerah tertinggal.
Adapun catatan yang ada pada tiap kegiatan di Dirjen Pengembangan
Daerah Tertentu berupa:
1. Kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan agar mengarahkan kepada
daerah yang memiliki tingkat kerawanan pangan 1 – 2 serta fokus
penanganan daerah rawan pangan pada peningkatan ketahanan pangan
lokal. Tingkat kerawanan pangan yang tinggi agar diintervensi lebih dahulu
sehingga ketahanan pangan di daerah tertinggal dapat diwujudkan.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
25
2. Kegiatan Pengembangan Daerah Perbatasan agar difokuskan pada efisiensi
pendanaan sehingga disarankan agar rapat koordinasi dilakukan di pusat.
Selain itu terdapat perubahan lokasi intervensi sesuai dengan skala
prioritasnya, misal: bantuan peningkatan elektrifikasi dan air bersih dilakukan
pada kabupaten yang memiliki rasio elektrifikasi dan ketersediaan air bersih
yang masih rendah; kegiatan unggulan pengembangan investasi di
perbatasan bukan berupa pengadaan benih dan saprotan, melainkan pada
forum atau rapat koordinasi yang menghasilkan kesepakatan kerjasama
investasi atau kemitraan di daerah perbatasan, khususnya untuk mendukung
pengembangan aquaculture maupun agriculture estate di kawasan
perbatasan.
3. Kegiatan Penanganan Daerah Rawan Bencana agar fokus pada penguatan
kapasitas masyarakat/aparatur pemerintah dalam menghadapi bencana.
Selain itu kegiatan dalam bentuk fisik harus melalui kesepakatan bersama
antara Kemendes (c.q Dit. Penanganan Daerah Rawan Bencana) dengan
BNPB selaku koordinator terkait dengan penanganan bencana di Indonesia
agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan.
4. Kegiatan Pengembangan Daerah Pulau Kecil dan Terluar yang memiliki
program unggulan Aquaculture estate diharapkan dapat fokus pada hilirisasi
komoditas, sehingga dapat mendorong peningkatan nilai tambah dan daya
beli masyarakat. Direktorat. Pengembangan PKT selaku koordinator dalam
kegiatan aquaculture estate perlu membuat rencana pengembangan
aquaculture estate sebagai guidance seluruh pihak yang akan berkontribusi
dalam pengembangan aquaculture estate.
5. Kegiatan Penanganan Daerah Pasca Konflik agar fokus pada kegiatan yang
diarahkan untuk penguatan kapasitas aparatur dan masyarakat dalam
menghadapi isu sensitif konflik. Selain itu juga diperlukan pengumpulan data
dan informasi terkait dengan kebutuhan dalam penanganan konflik yang
terjadi.
Program kegiatan yang dijalankan baik itu oleh Dirjen PDT maupun PDTu
diharapkan agar fokus dilaksanakan demi mendukung pencapaian
pembangunan daerah tertinggal yang utamanya dilaksanakan di 5 kabupaten
tertinggal terintegrasi dan 54 kabupaten tertinggal prioritas yang akan ditangani
tahun 2017. Apabila kebutuhan pada 54 kabupaten tertinggal prioritas 2017
telah terpenuhi maka program kegiatan dapat diintervensikan ke daerah
tertinggal lainnya demi mendukung percepatan pembangunan daerah
tertinggal.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
26
3.2. Koordinasi Perencanaan RKP, Renja K/L, dan RKA K/L Tahun
2017 dalam Mendukung Pembangunan Kawasan Perbatasan
3.2.1. Isu Strategis dan Permasalahan Pembangunan Kawasan Perbatasan
dalam RKP Tahun 2017
Paradigma pembangunan kawasan perbatasan mengalami perubahan
dari inward looking menjadi outward looking, yaitu dengan melihat perspektif
lebih luas terhadap negara tetangga dan tetap memberdayakan potensi dalam
negeri, dari halaman belakang menjadi halaman depan yaitu dengan
menjadikan masyarakat mampu berdiri sama tinggi atau lebih maju dalam
beraktivitas dengan masyarakat negara tetangga, serta dari pendekatan yang
tidak hanya berorietasi keamanan akan tetapi juga berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan.
RKP Tahun 2017 menggunakan pendekatan holistik-tematik, integratif,
dan spasial dalam meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan. Untuk
itu, pendekatan pembangunan holistik-tematik, integratif, dan spasial yang
digunakan dalam pembangunan kawasan perbatasan negara, dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Holistik – Tematik, yaitu untuk mencapai sasaran prioritas nasional sasaran
Isolasi Lokpri/kabupaten perbatasan negara, perlu koordinasi multi
kementerian, yaitu antara lain Settap BNPP, Kemen ATR, dan Kemen KLH,
Kementan PUPR, Kemenhub, Kominfo, Kemen ESDM, Pemerintah Daerah,
dan lain-lain.
2) Integratif, yaitu pencapaian sasaran mengatasi isolasi Lokpri/kabupaten perlu
dilakukan secara terintegrasi melalui peningkatan jalan (strategis nasional,
paralel, non status/strategis daerah); transportasi laut/udara, pengadaan
ketenagalistrikan dan EBT; kuota BBM, pengadaan akses informasi dan
telekomunikasi, dan seterusnya (kombinasi berbagai program/kegiatan).
3) Spasial, yaitu dalam pembangunan akses pembuka isolasi, harus
mempertimbangkan karakteristik lokasi lokpri/kabupaten perbatasan, misal
kepulauan atau daratan, jika daratan kebutuhan dominan adalah jalan yang
fungsional hingga membuka desa; sedangkan jika kepulauan maka
kebutuhan akses adalah transportasi laut dan/atau udara. Pembangunan
Pusat Pertumbuhan/PKSN Perbatasan, harus mempertimbangkan lokasi
PKSN, berdekatan dengan PLBN, terintegrasi dengan
jalan/bandara/pelabuhan, gudang, pasar, kawasan industri pengolahan, dan
lain-lain.
Dalam menyusun rencana RKP pembangunan kawasan perbatasan, isu
strategis yang perlu mendapatkan perhatian yaitu: (1) Keterisolasian kawasan
perbatasan negara merupakan isu utama perbatasan, karena keterbatasan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
27
infrastruktur dasar wilayah, yaitu transportasi, energi, dan telekomunikasi yang
menyebabkan lambatnya pertumbuhan ekonomi; (2) Keterisolasian juga
menyebabkan terhambatnya pelayanan sosial dasar, khususnya pendidikan dan
kesehatan karena kesulitan akses; (3) Minimnya akses transportasi dan
telekomunikasi membuat masyarakat perbatasan tergantung dengan fasilitas
dan barang kebutuhan dari negara tetangga, sehingga menjadikan kedaulatan
negara di perbatasan lemah; (4) Belum efektifnya pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi di perbatasan; dan (5) Gangguan Keamanan dan
Pelanggaran Hukum di Laut dan Wilayah Perbatasan Darat.
3.2.2. Kebijakan Pembangunan Kawasan Perbatasan dalam RKP Tahun 2017
Agenda pembangunan (Nawa Cita) yang tercantum dalam RPJMN 2015-
2019 menegaskan tentang pentingnya kebijakan, program dan kegiatan yang
nyata dan terukur untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.
Pembangunan kawasan perbatasan mendapatkan dukungan dan penegasan
melalui Nawa Cita ke-3 yaitu Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan
Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam kerangka Negara Kesatuan.
Dalam hal ini, pemerintah mulai meletakkan dasar-dasar desentralisasi asimetris
bagi pembangunan perbatasan negara, yang dimaksudkan untuk melindungi
kepentingan nasional Indonesia di kawasan-kawasan perbatasan, memperkuat
daya saing ekonomi Indonesia secara global, serta membantu daerah-daerah
yang kapasitas berpemerintahan belum cukup memadai dalam memberikan
pelayanan publik.
Kebijakan pembangunan kawasan perbatasan dalam RPJMN 2015-2019
diterjemahkan dalam Arah Kebijakan Pembangunan Kawasan Perbatasan
Negara Tahun 2017 yaitu:
1. Pembangunan infrastruktur Kawasan Perbatasan
2. Peningkatan keamanan wilayah perbatasan sebagai halaman depan negara
3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan melalui
peningkatan penyediaan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi
Sedangkan sasaran pembangunan kawasan perbatasan negara tahun 2017
yaitu pengembangan Pusat Ekonomi Perbatasan (Pusat Kegiatan Strategis
Nasional/PKSN) sebanyak 10 PKSN, 150 Lokpri, 7 PLBN (Entikong, Nanga
Badau, Paloh Aruk, Skouw, Wini, Mota‟ain dan Motamasin), dan peningkatan
keamanan dan kesejahteraan masyarakat perbatasan sebanyak 50 pulau kecil
terluar/terdepan. Arah kebijakan tersebut diwujudkan dalam program prioritas
pembangunan perbatasan negara tahun 2017, yaitu: 1) Pembangunan 10 Pusat
Kegiatan Strategis Nasional (Sabang, Ranai, Aruk, Entikong, Nanga Badau,
Nunukan, Tahuna, Saumlaki, Atambua, dan Jayapura) sebagai Pusat
Pengembangan Perbatasan Negara; 2) Membuka isolasi Lokasi Prioritas
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
28
(Lokpri), peningkatan sarpras, peningkatan SDM dan penguatan sosial ekonomi
serta penyediaan air baku; 3) Pembangunan Pos Lintas Batas Nasional (PLBN)
Terpadu; 4) Pengamanan sumber daya dan batas wilayah darat, laut dan
udara; dan 5) Peningkatan kualitas diplomasi, kerja sama sosial - ekonomi.
Setiap program prioritas memiliki kegiatan prioritas sebagai bentuk konkrit
pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan tahun 2017. Program
prioritas-1 yaitu Pembangunan 10 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)
sebagai Pusat Pengembangan Perbatasan Negara, dilakukan melalui kegiatan
(i) pembangunan sarana dan prasarana di kota pusat pertumbuhan; (ii)
pembangunan sarpras kemaritiman penunjang pengelolaan sumber daya laut;
(iii) pembangunan/revitalisasi sarana distribusi perdagangan di kota pusat
pertumbuhan, regulasi perdagangan ekspor dan impor melalui perbatasan
negara; (iv) pembangunan industri hilir dan industri kecil menengah; (v)
peningkatan potensi komoditas unggulan perbatasan; serta (vi) penyusunan
rencana detil tata ruang dan masterplan pengembangan kawasan. Program
prioritas-2 yaitu Membuka isolasi Lokpri, peningkatan sarpras, peningkatan
SDM, penguatan sosial ekonomi, dan penyediaan air baku, dilakukan melalui
kegiatan: (i) pembangunan akses transportasi darat, laut, dan udara pembuka
isolasi; (ii) pembangunan sarana dan prasarana kelistrikan, TIK, dan
penyiaran; (iii) Pembangunan sarana - prasana produksi pemasaran; (iv)
Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, pengembangan dan pelatihan
SDM; (v) Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan; (vi) Pembangunan
perumahan, kawasan permukiman layak huni dan penyediaan air baku; serta
(vii) Pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan. Program prioritas-3
yaitu Pembangunan Pos Lintas Batas Negara Terpadu, dilakukan melalui
kegiatan (i) Pembangunan infrastruktur/Gedung CIQS terpadu; (ii)
Pembangunan jaringan telekomunikasi listrik, dan energi penunjang PLBN; (iii)
Pengadaan fasilitas penunjang kegiatan custom, imigrasi, quarantine and
security; (iv) Pembangunan perumahan dan permukiman pegawai PLBN; dan
(v) Penyediaan jalan lingkungan, air bersih dan sanitasi. Program prioritas-4
yaitu Pengamanan sumber daya dan batas wilayah darat, laut, dan udara,
dilakukan melalui kegiatan: (i) Kerjasama internasional pengamanan kawasan
perbatasan; (ii) Pembangunan pos TNI dengan fasilitas pengamanan
penunjang; (iii) Patroli pengamanan sumber daya dan batas wilayah; dan (iv)
Pembangunan, pengawasan dan pemeliharaan tanda batas wilayah negara.
Program prioritas ke-5 yaitu Peningkatan kualitas diplomasi, kerja sama
sosial – ekonomi, dilakukan melalui kegiatan: (i) Penataan Kelembagaan
Diplomasi Perundingan; (ii) Penguatan Koordinasi Materi Dan Instrumen
Perundingan Antar K/L; (iii) Penyelesaian Segmen Batas Negara; dan (iv)
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
29
Pembuatan Peta Kawasan Perbatasan, Database Regulasi, Dan Dokumen Teknis
Pengelolaan Perbatasan.
Gambar 3. Program Prioritas Pembangunan Perbatasan Negara Tahun 2017
Pengembangan kawasan perbatasan tahun 2017 diorientasikan dalam
rangka menjamin adanya barang/produk komoditas dari daerah perbatasan
Indonesia yang diekspor ke negara tetangga melalui perbatasan. Untuk
mewujudkan hal tersebut, dilakukan melalui: 1) Pengembangan Kawasan
Industri di PKSN, dengan strategi meningkatkan produktivitas pengolahan
bahan baku komoditas unggulan daerah dan meningkatkan ekspor komoditas
bernilai tambah; 2) Pengembangan Produktivitas Kawasan Lokpri dan
Kecamatan sekitar, dengan strategi meningkatkan kuantitas dan kualitas
produksi komoditas unggulan daerah sebagai bagian dari proses di hulu dan
meningkatkan konektivitas menuju pusat pertumbuhan (KI, KEK, kota) sebagai
bagian dari proses di hilir; dan 3) Pengembangan Outlet Pasar, Factory Outlet,
Kawasan Pariwisata, dengan strategi mengembangkan kawasan perdagangan,
meningkatkan kualitas infrastuktur, serta meningkatkan kualitas sumber daya
manusia di bidang perdagangan dan pariwisata.
Terkait dengan pembangunan PKSN, pada tahun 2017 difokuskan pada
pembangunan infrastruktur pembuka konektivitas lokpri, dan pada tahun 2018
PKSN diarahkan pada orientasi ekspor komoditas unggulan kawasan perbatasan
sehingga perlu untuk ditentukan komoditas yang akan dikembangkan pada
setiap PKSN. Untuk itu, arah pengembangan PKSN tahun 2017 yaitu: 1)
Mewujudkan PKSN sebagai pintu gerbang eskpor ke negara tetangga baik row
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
30
material/olahan; 2) Meningkatkan produktivitas komoditas dengan terlebih
dahulu menetapkan prioritas komoditas yang akan dikembangkan; 3)
Menetapkan fokus komoditas unggulan yang akan dikembangkan untuk setiap
cluster PKSN – Lokpri; 4) Menyiapkan regulasi ekspor khusus kawasan
perbatasan; dan 5) Menyiapkan PLBN sebagai pusat kepabeanan. Sedangkan
arah pengembangan Lokpri difokuskan pada: 1) Pembangunan konektivitas
menuju dan dari lokpri untuk memudahkan mobilitas wilayah baik berupa uang,
manusia, barang, maupun inovasi; 2) Pembangunan infrastruktur pelayanan
dasar yang memudahkan masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial dan
ekonomi; 3) Pemberdayaan masyarakat dalam pengolahan komoditas lokal
untuk memperkuat daya jual komoditas khas kawasan perbatasan; dan 4)
Penguatan kelembagaan seluruh stakeholder di daerah yang berperan dalam
membangun lokpri.
3.2.3. Hasil Koordinasi Penyusunan Renja K/L dan RKA K/L Tahun 2017 Badan
Nasional Pengelola Perbatasan dalam Mendukung Pembangunan
Kawasan Perbatasan Tahun 2017
a) Pembahasan Multilateral Meeting
Multilateral Meeting I dilakukan melalui pengintegrasian berbagai upaya
K/L ke dalam satu tujuan (goal) yang jelas dan terukur untuk mendukung
pembangunan Kawasan Perbatasan. Output dari forum ini pengisian Form A
yaitu Sasaran Prioritas Pembangunan, Arah Kebijakan, Program Prioritas (Level
1), dan Kegiatan Prioritas (Level 2), sehingga mencapai kesepakatan
program/kegiatan lintas sektor yang terintegrasi dan berkontribusi untuk
mencapai sasaran pembangunan Kawasan Perbatasan Negara.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
31
Tabel 8. Rekapitulasi Jumlah Program/Kegiatan K/L dalam Program Prioritas
Nasional Pembangunan Daerah Perbatasan
Prioritas Nasional
Program Prioritas
Kegiatan Prioritas
Daerah Perbatasan
Pembangunan 10 PKSN sebagai Pusat Pengembangan Perbatasan Negara (Urutan 2)
1. Pembangunan sarana dan prasarana di kota pusat pertumbuhan (9)
2. Pembangunan sarpras kemaritiman penunjang pengelolaan sumber daya laut (2)
3. Pembangunan/ revitalisasi sarana distribusi perdagangan di kota pusat pertumbuhan (3)
4. Regulasi perdagangan ekspor dan impor melalui perbatasan negara (2)
5. Pembangunan industri hilir dan Industri Kecil Menengah (5)
6. Peningkatan potensi komoditas unggulan perbatasan (16)
7. Penyusunan Rencana Detil Tata Ruang dan Masterplan Pengembangan Kawasan (10)
Membuka Isolasi Lokpri, Peningkatan Sarpras Peningkatan SDM, dan Ekonomi Perbatasan (Urutan 3)
1. Membangun akses transportasi darat, laut, dan udara pembuka isolasi (117)
2. Pembangunan sarana dan prasarana kelistrikan, TIK, dan penyiaran (7)
3. Pembangunan sarana - prasana produksi pemasaran (0)
4. Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, pengembangan dan pelatihan SDM (16)
5. Pembangunan Sarana dan Prasarana Kesehatan (3)
6. Pembangunan perumahan, kawasan permukiman layak huni dan penyediaan air baku (17)
7. Pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan (3)
Daerah Perbatasan
Pembangunan Infrastruktur/ Gedung CIQS Terpadu (Urutan 1)
1. Pembangunan Infrastruktur/ Gedung CIQS Terpadu (5)
2. Pembangunan jaringan telekomunikasi listrik, dan energi penunjang PLBN (0)
3. Pengadaan Fasilitas Penunjang Kegiatan Custom, Imigrasi, Quarantine and Security (2)
4. Pembangunan Perumahan Dan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
32
Permukiman Pegawai PLBN (1) 5. Penyediaan jalan lingkungan, air bersih
dan sanitasi (0)
Pengamanan Sumber Daya dan Batas wilayah Darat, Laut, dan Udara (Urutan 4)
1. Kerjasama internasional pengamanan kawasan perbatasan (2)
2. Pembangunan Pos TNI dengan fasilitas pengamanan penunjang (12)
3. Patroli pengamanan batas wilayah (7) 4. Pembangunan, pengawasan dan
pemeliharaan tanda batas wilayah negara (4)
Peningkatan Kualitas Diplomasi, Kerja Sama Lintas Batas Negara (Urutan 5)
1. Penataan kelembagaan diplomasi perundingan (3)
2. Penguatan koordinasi materi dan instrumen perundingan antar K/L (1)
3. Penyelesaian segmen batas negara (2) 4. Pembuatan peta kawasan perbatasan,
database regulasi, dan dokumen teknis pengelolaan perbatasan (10)
Dukungan program/kegiatan dalam prioritas nasional pembangunan Daerah
Perbatasan yaitu para program prioritas pembangunan PKSN dan pembukaan
keterisolasian di lokpri (kecamatan terluar). Sehingga dalam hal ini perlu
menjadi perhatian untuk memetakan komoditas yang menjadi potensi unggulan
daerah, serta mekanisme hilirisasinya yang meliputi strategi pengembangan
ekonomi, distribusi hasil produksi, hingga penyiapan akses pasar. Hal tersebut
sejalan dengan dukungan infrastruktur yang cukup massif sehingga dapat
mendistribusikan komoditas unggulan yang ada di lokpri ke pusat-pusat
pertumbuhan di sekitarnya.
b) Pembahasan Bilateral Meeting
Pelaksanaan Bilateral Meeting (BM) dalam rangka penyusunan RKP tahun
2017 bidang pembangunan kawasan perbatasan negara bertujuan dari BM
yaitu menajamkan hasil Multilateral Meeting terkait Prioritas Nasional Kawasan
Perbatasan yang akan menjadi program/kegiatan K/L. Mekanisme pembahasan
BM yaitu pembahasan setiap program prioritas dan di luar program prioritas,
dengan mempertimbangkan norma dan standar yang telah ditentukan. Tindak
lanjut dari pelaksanaan BM yaitu pemutakhiran Form B-E dan pemberian
catatan pembahasan.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
33
Dalam proses pembahasan, dilakukan beberapa identifikasi/klarifikasi
terkait: (1) kesuaian dengan norma dan standar; (2) kegiatan yang mendesak
(termasuk 100 prioritas Presiden) yang belum tercakup dalam pembahasan
Multilateral Meeting (agar disampaikan target dan kebutuhan pendanaan 2017
dan target dan pendanaan yang telah ada di tahun 2016); (3) dukungan
sumber pendanaan lainnya (jika diperlukan), antara lain: DAK (menu), Non K/L
(Subsidi Non Energi dan Hibah), Dana Desa, Pembiayaan BUMN dan Dukungan
Pembiayaan Infrastruktur; (4) hal-hal lainnya yang perlu diperhatikan, antara
lain: Potensi efisiensi, Kesiapan pelaksanaan, Duplikasi serta rencana
pengalihan ke DAK; (5) Usulan kegiatan Kerjasama Selatan – Selatan dan
Triangular (KSST) dan Reformasi Birokrasi; dan lain sebagainya.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: (i) Penyerhanaan
nomenklatur, dimana program/kegiatan K/L hanya sebagai “rumah”, sehingga
program/kegiatan lebih konkret dan tajam dengan indikator yang tidak hanya
diukur dari kuantitas akan tetapi kualitas; (ii) indikator “Koordinasi” menjadi
indikator utama peran Settap BNPP dalam mendukung BNPP dalam
mengoordinasikan K/L, nomenklatur-nya dipertajam agar menunjukkan
“kualitas koordinasi”, bukan “sekedar kuantitas koordinasi”; dan (iii) indikator
“Pelaksanaan kebijakan xxx” harus dipertajam sehingga benar-benar menjadi
konkret sesuai output utama yang dihasilkan.
Terkait dengan pelaksanaan teknis, Kegiatan Sekretariat Tetap (Settap)
BNPP agar mengisi kebutuhan pembangunan LOKPRI sesuai dengan kriteria
yang ditentukan. Orientasi kegiatan dilakukan sebagai instrumen koordinasi
untuk menggerakkan kegiatan K/L sehingga terjalin pembangunan Lokpri yang
holistik dan terintegrasi, contoh: membangun agroindustri di lokpri,
menyelenggarakan koordinasi penyiapan/pasca perundingan. Bentuk kegiatan
yang urgent dibutuhkan tetapi tidak dilakukan oleh K/L Teknis baik karena
keterbatasan kewenangan K/L atau merupakan inovasi kegiatan baru.
Contohnya: Kemen Perhubungan tidak mengintervensi kapal angkutan orang
berbobot 50 penumpang jalur Sebatik-Tawao; Jalan Non Status.
Regulasi menjadi hal yang diperlukan, namun jangan sampai bersifat
overregulated sehingga justru menghambat pembangunan. Usulan regulasi
perlu mempertimbangkan apakah regulasi tersebut mudah atau sulit untuk
diimplementasikan. Target pengurangan regulasi tahun 2016 ini yaitu sebesar
50%, karena ada yang overregulasi, kontradiktif, kontraproduktif, dan lain
sebagainya. Program Prioritas Nasional Pembangunan Kawasan Perbatasan
yang telah disepakati yaitu: (1) Pembangunan 10 PKSN sebagai Pusat
Pengembangan Perbatasan Negara; (2) Membuka isolasi Lokpri, peningkatan
sarpras, peningkatan SDM dan penguatan sosial ekonomi serta penyediaan air
baku; (3) . Pembangunan PLBN Terpadu; (4) Pengamanan sumber daya dan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
34
0
5
10
15
20
25
ProvinsiAceh
ProvinsiSumatera
Utara
ProvinsiKalimantan
Barat
ProvinsiKalimantan
Timur
ProvinsiKalimantan
Utara
ProvinsiKepulauan
Riau
ProvinsiMaluku
ProvinsiMalukuUtara
ProvinsiNusa
TenggaraTimur
ProvinsiPapua
ProvinsiRiau
ProvinsiSulawesi
Utara
ProvinsiPapua Barat
Pembangunan 10 PKSN sebagai Pusat Pengembangan Perbatasan Negara
Belum Ada Kesepakatan Belum Dibahas Disetujui Ditolak
batas wilayah darat, laut dan udara; (5) Pengamanan sumber daya dan batas
wilayah darat, laut dan udara. Kegiatan-kegiatan untuk mendukung program
prioritas tersebut diharapkan lebih fokus dan konkrit. Dalam hal ini banyak dari
hasil refocusing yang masih perlu disesuaikan.
Kepala Biroren BNPP menyebutkan bahwa ada beberapa kegiatan prioritas
yang sulit untuk dikonkritkan, susah untuk diukur, sehingga masih bersifat abu-
abu. Saat ini BNPP sedang berusaha menuangkan program yang lebih konrit
sesuai tusi settap BNPP, di samping juga melakukan filling the gap. Hal ini
dilakukan untuk menghindari overlap dan duplikasi dengan program K/L. Di sisi
lain, ada kekhawatiran jika semua prioritas (bulatan) menjadi tanggung jawab
settap akan sulit ditangani karena terlalu banyak program yang dilakukan.
c) Musrenbangnas
Pada proses Musrenbangnas untuk prioritas nasional pembangunan
kawasan perbatasan negara, dilakukan dengan melibatkan BNPP,
kementerian/lembaga terkait (terutama anggota Settap BNPP), direktorat sektor
Bappenas, dan pemerintah daerah perbatasan negara.
Pada Program Prioritas Nasional Pembangunan 10 PKSN terdapat dua
Provinsi yang tidak mengusulkan program di dalamnya, yaitu Sumatera Utara
dan Papua Barat. Provinsi Kepulauan Riau memiliki usulan program yang paling
banyak disetujui, dan beberapa ditolak karena Provinsi tersebut memiliki usulan
paling banyak. Usulan yang ditolak terkait usulan kegiatan yang tidak sesuai
Gambar 3. Hasil Pembahasan Program Prioritas 1
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
35
0
50
100
150
200
250
Provinsi Aceh ProvinsiKalimantan
Barat
ProvinsiKalimantan
Timur
ProvinsiKalimantan
Utara
ProvinsiKepulauan
Riau
ProvinsiMaluku
ProvinsiMalukuUtara
ProvinsiNusa
TenggaraTimur
ProvinsiPapua
Provinsi Riau ProvinsiSulawesi
Utara
ProvinsiSumatera
Utara
ProvinsiPapua Barat
Membuka Isolasi Lokpri, Peningkatan Sarpras Peningkatan SDM, dan Ekonomi Perbatasan
Belum Ada Kesepakatan Belum Dibahas Disetujui Ditolak
0
5
10
15
20
25
ProvinsiAceh
ProvinsiKalimantan
Barat
ProvinsiKalimantan
Timur
ProvinsiKalimantan
Utara
ProvinsiKepulauan
Riau
ProvinsiMaluku
ProvinsiMalukuUtara
ProvinsiNusa
TenggaraTimur
ProvinsiPapua
ProvinsiRiau
ProvinsiSulawesi
Utara
ProvinsiSumatera
Utara
ProvinsiPapuaBarat
Pengembangan PLBN Terpadu
Belum Ada Kesepakatan Belum Dibahas Disetujui Ditolak
dengan kegiatan prioritas Kementerian untuk tahun 2017. Provinsi Kalimantan
Barat, NTT dan Papua mendapatkan prioritas pelaksanaan Inpres no. 6/2015.
Pada Program Prioritas Nasional ke -2 banyak usulan yang belum dibahas.
Usulan kegiatan yang belum dibahas diantaranya adalah usulan pembangunan
jalan. Usulan jalan per satuan ruas sangat banyak di Program Prioritas ke dua
sehingga menyulitkan untuk dibahas. Selain itu beberapa usulan sudah
disepakati di dalam Prioritas Nasional lain.
Pada Program Prioritas Nasional (PPN) ke - 3 tidak banyak usulan yang dibahas
karena prioritas ini berkaitan erat dengan pelaksanaan Inpres No. 6/2015
tentang Percepatan Pembangunan 7 PLBN. Hal tersebut dikarenakan
Gambar 4. Hasil Pembahasan Program Prioritas 2
Gambar 4. Hasil Pembahasan Program Prioritas 3
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
36
0
1
2
3
4
5
6
ProvinsiAceh
ProvinsiKalimantan
Barat
ProvinsiKalimantan
Timur
ProvinsiKalimantan
Utara
ProvinsiKepulauan
Riau
ProvinsiMaluku
ProvinsiMalukuUtara
ProvinsiNusa
TenggaraTimur
ProvinsiPapua
ProvinsiRiau
ProvinsiSulawesi
Utara
ProvinsiSumatera
Utara
ProvinsiPapua Barat
Pengamanan Sumber Daya dan Batas wilayah Darat, Laut, dan Udara
Belum Ada Kesepakatan Belum Dibahas Disetujui Ditolak
0
1
2
3
4
5
6
7
ProvinsiAceh
ProvinsiKalimantan
Barat
ProvinsiKalimantan
Timur
ProvinsiKalimantan
Utara
ProvinsiKepulauan
Riau
ProvinsiMaluku
ProvinsiMalukuUtara
ProvinsiNusa
TenggaraTimur
ProvinsiPapua
ProvinsiRiau
ProvinsiSulawesi
Utara
ProvinsiSumatera
Utara
ProvinsiPapua Barat
Peningkatan Kualitas Diplomasi, Kerja Sama Lintas Batas Negara
Belum Ada Kesepakatan Belum Dibahas Disetujui Ditolak
Pembangunan PLBN Terpadu merupakan kewenangan pusat. Selain itu
pembahasan lebih difokuskan untuk PPN 1 dan 2.
Pada Program Prioritas Nasional ke- 4 tidak banyak usulan yang dibahas karena
merupakan kegiatan Pemerintah Pusat. Hal tersebut dikarenakan
Program/Kegiatan K/L seputar Pengamanan Sumber Daya dan Batas wilayah
Darat, Laut, dan Udara merupakan kewenangan pusat. Selain itu pembahasan
lebih difokuskan untuk PPN 1 dan 2.
Gambar 5. Hasil Pembahasan Program Prioritas 4
Gambar 6. Hasil Pembahasan Program Prioritas 5
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
37
300 144.369 1.500 34.900470.876
990.105
25.900 50.769478.470
158.333594.171
21.447 1.587
17.322.044
3.264 139.840
4.511.796
27.300 37.500127.50892.050 3.500
2.263.715
0
2.000.000
4.000.000
6.000.000
8.000.000
10.000.000
12.000.000
14.000.000
16.000.000
18.000.000
20.000.000
JUMLAH DANA DIAJUKAN DALAM USULAN PER K/L (DALAM JUTA RUPIAH)
Pada Program Prioritas Nasional (PPN) ke-5 tidak banyak usulan yang dibahas
karena merupakan kegiatan Pemerintah Pusat. Hal tersebut dikarenakan
Program/Kegiatan K/L seputar Peningkatan Kualitas Diplomasi, Kerja Sama
Lintas Batas Negara merupakan kewenangan pusat. Selain itu pembahasan
lebih difokuskan untuk PPN 1 dan 2.
Pelaksanaan Musrenbangnas belum efektif dalam mengarahkan
program/kegiatan Kementerian/Lembaga untuk membangun kawasan
perbatasan negara. Afirmasi terhadap pembangunan kawasan perbatasan
masih sangat minim, terutama bagi pembangunan lokasi prioritas. Lokus
pembangunan mayoritas masih berada di provinsi dan kabupaten perbatasan,
belum menyentuh kecamatan-kecamatan terluar.
d) Pembahasan Trilateral Meeting
Pada Pembahasan Trilateral Meeting II BNPP (Badan Nasional Pengelola
Perbatasan), berdasarkan SB alokasi BNPP/Settap BNPP TA 2017 total jumlah
sebesar Rp 186.384.626.000, yang terdiri dari alokasi Program Pengelolaan
Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan (Program Teknis) sebesar Rp
151.619.400.000 dan alokasi Prog. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan
Tugas Teknis Lainnya BNPP (Program Generik) sebesar Rp 34.729.226.000.
Dari total jumlah alokasi tersebut dalam pembahasan Trilateral Meeting, telah
diidentifikasi adanya kekurangan anggaran dan membutuhkan tambahan
alokasi anggaran sebesar Rp 65,6 miliar.
Gambar 7. Hasil Pembahasan Program Prioritas 6
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
38
Kekurangan dimaksud dipergunakan untuk penambahan Program
Dukungan Manajemen (Program Generik) terutama non operasional Biro
Perencanaan, Kerjasama dan Hukum/PKH dan Biro Administrasi Umum/ADUM,
sebesar Rp 40,6 miliar dan Program Teknis sebesar Rp 25 miliar (Rp 5 miliar
per PLBN) untuk alokasi anggaran Operation and Maintenance (OM) di 5 (lima)
PLBN. Untuk memenuhi kekurangan dimaksud, Settap BNPP telah melakukan
exercise dan hanya mampu melakukan re-alokasi anggaran (pergeseran) dari
Program Teknis sebesar Rp 28,6 miliar di realokasikan untuk Program
Dukungan Manajemen (Biaya Non operasional). Realokasi sebesar Rp 28,6
miliar diperoleh dari pengurangan anggaran Program Teknis yaitu (a) Alokasi
Non PN sebesar Rp 21,58 miliar, dan (b) Alokasi PN sebesar Rp 7 miliar untuk
pembangunan jalan non status 7 km dengan alasan akan diakomodir oleh KL
terkait melalui alokasi Dana DAK yang lebih memadai. Sedangkan untuk
Program Teknis terkait anggaran Operation and Maintenance (OM) untuk 5
(lima) PLBN sebesar Rp 25 miliar (Rp 5 miliar per PLBN) dan kegiatan
Rakorbangtas sebesar Rp 12 miliar (Nasional sebesar Rp 2 miliar dan Regional
sebesar Rp 10 miliar, tidak dapat dilakukan exercise realokasi karena anggaran
tidak cukup tersedia.
Bappenas menanggapi bahwa secara umum total pagu definitif dalam
lampiran SB tidak berbeda dengan hasil pagu infikatif yang telah di exercise.
Namun belum ada anggaran biaya non operasional pada Program Dukungan
dan Manajemen Teknis Lainnya. Biaya non operasional harus dialokasikan
untuk melaksanakan kegiatan Rapat Koordinasi Pembangunan Perbatasan yang
akan dilaksanakan mulai level kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan
Nasional.
Terkait kebutuhan sementara dan mendesak, Kementerian Keuangan
menjelaskan bahwa Untuk sementara anggaran dikunci, tetapi kekurangan
anggaran dapat diusulkan dalam catatan kesepakatan. Usulan tambahan
kegiatan yang disampaikan dapat secara rinci diberikan penjelasan mengenai
detil kegiatan dan kebutuhan anggaran yang ada. Kebutuhan tambahan
anggaran Operation and Maintenance (OM) untuk 5 PLBN memerlukan
justifikasi yang kuat terkait besaran target dan kebutuhan anggaran, apabila
terdapat tambahan anggaran untuk OM 5 PLBN maka kegiatan tersebut tidak
harus masuk ke dalam Program Kegiatan dalam Prioritas Nasional (reguler).
Dalam hal ini, BNPP menyampaikan Kebutuhan tambahan mendesak
sebagai berikut:
1. Untuk Program Dukungan Manajemen yaitu Kegiatan Rakorbangtas Nasional
sebesar Rp 2 miliar dan Rakorbangtas di Regional/Daerah sebesar Rp 10
miliar belum tersedia alokasi anggarannya; Hal ini perlu pembahasan lebih
lanjut guna mendukung efektivitas koordinasi perencanaan dan penguatan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
39
kelembagaan dengan melibatkan peran serta KL dan Pemda (Badan
Pengelola Perbatasan Daerah Prov./Kab/Kota yang telah terbentuk)
2. Untuk Program Teknis masih terdapat kekurangan/ membutuhkan alokasi
anggaran sebesar Rp 25 miliar (Rp 5 milyar per PLBN) untuk kegiatan
Operation and Maintenance (OM) 5 Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Hal ini
perlu pembahasan lebih lanjut dikarenakan sangat mempengaruhi
operasional 5 PLBN yang ada;
3. Berdasarkan penjelasan diatas maka Settap BNPP telah melakukan exercise
alternative I dan II dengan kemampuan realokasi anggaran hanya sebesar
Rp 28,6 miliar sedangkan kebutuhan anggaran sebesar Rp 12 miliar dan Rp
25 miliar belum mendapatkan alokasi anggaran sehingga dibutuhkan total
tambahan anggaran sebesar Rp 37 miliar;
4. Sehingga posisi sementara exercise perubahan SB alokasi anggaran Settap
BNPP TA.2017 sebagai berikut:
a) Alokasi Program Dukungan Manajemen semula sebesar Rp
34.729.226.000, berubah menjadi Rp 63.329.226.000 (karena tambahan
Rp 28.600.000.000) dan alokasi Program Pengelolaan Batas Wilayah
Negara dan Kawasan Perbatasan (Program Teknis) semula sebesar Rp
151.619.400.000,- berubah menjadi Rp 123.019.400.000 (pengurangan
sebesar Rp Rp 28.600.000.000). Total jumlah alokasi anggaran Settap
BNPP tidak berubah/tetap sebesar Rp 186.348.626.000,
b) Dibutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp 37.000.000.000,- untuk
penyelenggaraan Rakorbangtas dan 5 OM PLBN.
Dari pagu yang ada di dalam SB, ternyata untuk kegiatan non operasional
di dalam Program Dukungan Manajemen belum teralokasikan. Bappenas
membutuhkan detail perhitungan kebutuhan anggaran tambahan dari Settap
BNPP untuk kegiatan Rakorbangtas Nasional senilai Rp 2 milyar dan
Rakorbangtas Regional senilai Rp 10 milyar serta dukungan kegiatan Operation
and Maintenance (OM) untuk 5 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) senilai Rp 25
milyar (alokasi masing-masing Rp 5 milyar per PLBN). Usulan tambahan
anggaran senilai Rp 37 milyar agar dikawal pembahasannya di DPR dan
disiapkan landasan hukumnya untuk pelaksanaan OM di 7 PLBN arahan Inpres
No. 6 tahun 2015. Untuk mengakomodir kekurangan alokasi dimaksud
diupayakan terlebih dahulu melalui exercise alokasi yang telah ada dengan
beberapa alternatif sebagai berikut:
1) Alternatif I untuk mengatasi kekurangan anggaran untuk kegiatan
Dukungan dan Manajemen Teknis Lainnya dapat dialokasikan dari kegiatan
non prioritas nasional.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
40
2) Alternatif II dilakukan dengan juga mengurangi anggaran di dalam kegiatan
PN yang berupa kegiatan Tugas pembantuan (TP) dan kemudian di
realokasikan ke Dukungan dan Manajemen Teknis Lainnya.
3.2.4. Penelaahan RKA K/L Badan Nasional Pengelola Perbatasan
Penelaahan secara online dilakukan antara DJA, BNPP, dan Bappenas,
sesuai Undangan Direktur Anggaran Bidang Polhukhankam a.n Dirjen Anggaran
Nomor Und-714/AG/2016 tanggal 4 November 2016. RKA-KL yang telah
ditelaah telah disetujui oleh DPR Komisi terkait serta mitra kerja BNPP.
Penelaahan dilakukan dengan melihat dokumen dari segi administratif dan
substantif dengan melihat kesesuaian data dalam RKA-KL dengan Pagu
Anggaran KL, kesesuaian antara kegiatan, keluaran dan anggarannya, relevansi
komponen dengan keluaran, keluaran, konsistensi pencantuman sasaran kinerja
KL dengan RKP dan konsistensi pencantuman prakiraan maju konsistensi
pencantuman sasaran kinerja KL dengan RKP dan konsistensi pencantuman
prakiraan maju untuk 3 (tiga) tahun ke depan.
Penilaian secara detail dilakukan oleh Biro Perencanaan dan Aparat
Pengawas Internal BNPP. Penetapan SP RKA-KL TA 2017 serta lampirannya
merupakan dokumen perencanaaan anggaran sebagai dasar penyusunan dan
pengesahan DIPA TA 2017. Pelaksanaan anggaran yang ditetapkan dalam RKA-
KL TA 2017 sepenuhnya menjadi tanggungjawab Pengguna Anggaran / Kuasa
Pengguna Anggaran. Kegiatan telah sejalan dengan Renja dan RKP. Pagu per
Program pada RKA-K/L telah sesuai dengan Surat Menteri Keuangan Nomor S-
907/MK.02/2016 tanggal 31 Oktober 2016. Dalam hal Penyampaian Pagu
Alokasi Anggaran Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2017 Pagu Alokasi
Anggaran pada BNPP sebesar Rp183.348.626.000,00.
Berdasar surat Menteri Keuangan Nomor S-907/MK. 02/2016 Pagu Belanja
Pegawai Operasional adalah sebesar Rp20.839.226.000,00, sedangkan pagu
Belanja Barang Operasional adalah sebesar Rp13.890.000.000,00. Setelah
dilakukan penelaahan RKAKL BNPP oleh Dirjen Anggaran pagu belanja
operasional masih dibawah surat Menteri Keuangan. Oleh sebab itu DJA
menghimbau agar pagu belanja operasional diperbaiki minimal sesuai surat
Menteri Keuangan Nomor S-709. Pagu Anggaran mengalami pergeseran alokasi
anggaran di sebabkan oleh kebijakan pimpinan dalam pengelolaan
pegawai/tenaga suporting staff di lingkungan settap BNPP yang tadinya
dibebankan pada kegiatan masing-masing unit eselon II menjadi
terpusat/dikelola oleh Biro Administrasi Umum (Layanan Perkantoran) sejumlah
95 Orang dengan alokasi pergeseran anggaran sebesar Rp. 962.000.000.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
41
Hasil penelaahan menunjukkan bahwa RKA settap BNPP TA. 2017 telah
sesuai dengan renja dan hasil trilateral meeting II, akan tetapi terdapat
pergeseran alokasi anggaran dengan tidak mengurangi/merubah besar pagu
per program yaitu program Dukungan Manajemen dan Tugas Teknis Lainnya
sebesar Rp. 63.329.226.000,- dan Pogram Pengelolaan Batas Wilayah Negara
dan Kawasan Perbatasan sebesar Rp. 123.019.400.000,-. Pergeseran pagu
alokasi tersebut merupakan perwujudan tindak lanjut dari instruksi presiden
nomor 6 Tahun 2015 tentang Percepatan Pembangunan 7 Pos Lintas Batas
Negara Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan dan
hasil kunjungan Bapak Presiden RI ke PLBN Entikong dan Motaain, dimana
alokasi pagu pengelolaan PLBN terpadu di Settap BNPP khususnya Program
Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan baru tersedia
untuk 2 PLBN sehingga belum menampung kebutuhan pengelolaan 5 PLBN.
Secara umum terdapat banyak perubahan dari kesepakatan Trilateral
Meeting 2 (TM 2) dengan membagi alokasi sama rata ke seluruh keasdepan
sebanyak 9.7 Milyar kecuali untuk keasdepan Pengelolaan Lintas Batas Negara
dengan alokasi sebanyak 45 M. Tentunya diperlukan penjelasan terkait dasar
pembagian alokasi yang sama rata ke 8 keasdepan.
Diketahui bahwa pengalokasian ke keasdepan Tasbara sebanyak 45 M
didasarkan pada kebutuhan terkait dengan pengelolaan PLBN terpadu. Hal
tersebut kurang sesuai dengan hasil TM 2 dimana pengelolaan PLBN fokus pada
2 PLBN terlebih dahulu (PLBN Motaain dan Entikong). Perlu dasar (terutama
dasar hukum) yang kuat untuk dapat membagi sebagian besar alokasi
anggaran BNPP ke keasdepan Tasbara terutama kaitannya dengan dukungan
pengelolaan 7 PLBN. Hal tersebut tentunya untuk menjaga konsistensi
perencanaan dan target pembangunan kawasan perbatasan. Penjelasan secara
detil diperlukan untuk pengalokasian tersebut dan dampaknya terhadap
kegiatan keasdepan lainnya. Apabila memang diperlukan pengalokasian
sebagaimana RKA yang telah disusun, diharapkan BNPP dapat memberikan
detil perubahan target di dalam RKA tersebut dengan juga memberikan
penjelasan urgensi pengalokasian. Detil terkait catatan penelaahan RKA dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Keasdepan Pengelolaan Batas Darat
Pada Kegiatan Keasdepan Pengelolaan Batas Darat terdapat
sasaran/indikator dari hasil TM yang belum memiliki pendetilan di dalam
komponen/sub komponen (tidak ada dalam RKA).
Terdapat komponen dan subkomponen yang merupakan penambahan
atau kurang sesuai dengan sasaran/indikator hasil TM 2
Terdapat perbedaan alokasi dan target dari hasil TM 2 dengan alokasi
pada RKA BNPP. Diharapkan dapat menjelaskan detil target sesuai dengan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
42
hasil TM 2.
2. Keasdepan Pengelolaan Batas laut dan Udara
Terdapat perbedaan alokasi dan target dari hasil TM 2 dengan alokasi
pada RKA BNPP. Diharapkan dapat menjelaskan detil target sesuai dengan
hasil TM 2. Contohnya pada subkomponen pembangunan tambatan
perahu, kurang dijelaskan mengenai target pembangunan sehingga tidak
diketahui kesesuaiannya dengan TM 2.
3. Keasdepan Lintas Batas Negara
Terdapat perbedaan yang sangat signifikan dari alokasi dan target hasil
TM 2 dengan alokasi pada RKA BNPP.
Hasil TM 2 disepakati bahwa hanya akan dianggarkan untuk pengelolaan 2
PLBN sebagai bahan percontohan pengelolaan PLBN, tetapi pada RKA
BNPP yang diunggah pengelolaan PLBN menjadi 7 PLBN dengan satuan
biaya setiap PLBN yang melebihi hasil kesepakatan di TM 2. Perlu ditinjau
lagi terkait kebutuhan untuk operasionalisasi 7 PLBN apakah akan
dilakukan serempak pada tahun 2016, Apakah perlu dilakukan pengadaan
meubleair mengingat pernyataan K/L dan pemerintah daerah pada Rapat
Pembahasan Rencana Operasionalisasi PLBN terpadu pada tanggal 1
November 2016 yang menyatakan bahwa Kementerian PUPR sudah
menyediakan meubleair untuk seluruh gedung PLBN dan kebutuhan yang
diajukan sebagian besar sudah dipenuhi dan dalam proses pemenuhan.
Terdapat komponen dan subkomponen yang merupakan penambahan dari
hasil TM 2. Terkait dengan komponen/subkomponen Penyusunan
Kebijakan Pembangunan 9 PLBN Terpadu, perlu ditinjau lagi terkait
kebutuhan pembangunan PLBN dengan kondisi arus lintas batas di
wilayah tersebut.
Secara umum dari keasdepan lainnya menunjukkan bahwa masih terdapat
perbedaan alokasi dan target hasil TM 2 dengan alokasi pada RKA BNPP, serta
terdapat komponen dan subkomponen yang merupakan penambahan/kurang
sesuai dengan hasil TM 2. Dari hasil penelaahan diharapkan agar RKA KL BNPP
sesuai dengan Renja dan Hasil Trilateral Meeting 2 untuk menjaga konsistensi
kesesuaian sasaran target nasional di Bappenas dan K/L kecuali ada kebutuhan
mendesak yang sangat strategis di kawasan perbatasan. Hal tersebut
ditekankan dalam rangka upaya bersama antara Bappenas, BNPP, dan K/L
dalam mendukung percepatan pembangunan kawasan perbatasan negara yang
sesuai target.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
43
3.3. Koordinasi Perencanaan RKP, Renja K/L, dan RKA K/L Tahun
2017 dalam Mendukung Pembangunan Kawasan Strategis
Nasional (Kawasan Ekonomi Khusus/KEK dan Kawasan
Industri/KI)
3.3.1. Isu Strategis dan Permasalahan Pembangunan Kawasan Strategis
Nasional dalam RKP Tahun 2017
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 telah menetapkan usulan 7
(tujuh) lokasi KEK baru yang tersebar di kawasan Timur Indonesia. Persebaran
ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan ekonomi
di luar Pulau Jawa. Dalam mengembangkan KEK, perlu melihat kembali pada
UU No 30 tahun 2009, tujuan dari pembangunan KEK adalah untuk mendorong
investasi dan meningkatkan daya saing internasional, pertumbuhan, penciptaan
lapangan kerja dan penerimaan devisa. Terdapat 8 KEK yang ditetapkan, yaitu:
(1) KEK Sei Mangke; (2) KEK MBTK; (3) KEK Palu; (4) KEK Tanjung Api-Api; (5)
KEK Tanjung Lesung; (6) KEK Mandalika; (7) KEK Bitung; dan (8) KEK Morotai.
Di samping itu terdapat 7 calon KEK yang ditargetkan dapat ditetapkan dalam
jangka waktu 2015-2019.
Masing-masing KEK memiliki karakteristik cukup beragam, namun perlu
dilihat kembali spesifikasi masing-masing KEK, sehingga tidak terjadi kompetisi
yang berdampak pada perebutan sumber daya. Terdapat beberapa kriteria
dalam pembentukan dan pengusulan KEK, yaitu: (i) sesuai dengan RTRW dan
tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung, (ii) Pemerintah
Provinsi/Kab/Kota yang bersangkutan mendukung KEK, (iii) terletak pada jalur
strategis internasional atau pada wilayah dengan potensi sumber daya
unggulan, dan (iv) mempunyai batas yang jelas.
Terdapat beberapa isu strategis dalam pengembangan Kawasan Ekonomi
Khusus di Indonesia, antara lain:
1) Potensi sumber daya alam baik di Kawasan Barat Indonesia maupun
Kawasan Timur Indonesia melimpah, namun pengelolaannya belum
memberikan nilai tambah
2) Kawasan KEK yang diusulkan umumnya masih terdapat keterbatasan
sarana dan prasarana pendukung pengembangan kawasan
3) Tenaga kerja sekitar kawasan masih didominasi oleh penduduk bekerja
berpendidikan rendah
4) Masih terdapat peraturan perundangan yang tumpang tindih serta perda-
perda yang bermasalah terutama terkait regulasi pertanahan dan perijinan
5) Belum optimalnya sistem pelimpahan kewenangangan perijinan kepada
administrator pengelola kawasan.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
44
Sedangkan isu strategis dalam pengembangan Kawasan Industri, antara
lain:
1) Share industri dalam PDB terus menurun dari 27,7% (2001) menjadi 23,7%
(2014). Share industri dalam PDB Indonesia lebih rendah dibandingkan
Malaysia (24%) dan China (31%). Hal ini menunjukkan adanya gejala
deindustrialisasi.
2) Sebaran industri tidak merata antar wilayah pulau, pulau Jawa dan
Sumatera sangat mendominasi keberadaan kawasan industri.
3) Jumlah industri mikro dan kecil berkontribusi 99% dari total. Namun,
kontribusi ke dalam total nilai tambah nasional hanya 8%. Padahal Industri
mikro dan kecil sangat penting sebagai asal mula industri sedang dan
besar. Terkait kapasitas SDM, kapasitas dari usaha mikro dan kecil untuk
menyerap pengetahuan dan mengimplementasikan, membangun bisnis
sangat terbatas.
4) Harga lahan industri yang fluktuatif, sehingga berpotensi sebagai alat
spekulasi.
3.3.2. Kebijakan Pembangunan Kawasan Strategis Nasional (KEK dan KI)
dalam RKP Tahun 2017
Arah Kebijakan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tahun 2017 yaitu
mempercepat pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah di
Luar Pulau Jawa yang diorientasikan untuk pengembangan industri manufaktur,
industri pangan, industri maritim, dan pariwisata. Arah kebijakan tersebut
diwujudkan dalam strategi yaitu:
1. Penciptaan nilai tambah potensi ekonomi wilayah dan membuka lapangan
pekerjaan;
2. Percepatan Pembangunan konektivitas;
3. Penyiapan kemampuan SDM dan pemanfaatan Iptek;
4. Percepatan Penyelesaian Regulasi dan Kebijakan;
5. Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha.
Kebijakan tersebut diarahkan untuk mencapai beberapa sasaran
pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tahun 2017, yaitu: (i) meningkatnya
investasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dan KEK Tanjung
Lesung; (ii) pembangunan sarana dan prasarana pendukung KEK MBTK, KEK
Palu, KEK Bitung, KEK Morotai, KEK Mandalika dan KEK Tanjung Api Api; serta
(iii) evaluasi dan penilaian pembentukan 7 KEK baru di Provinsi Kalimantan
Barat, Kalimantan Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua
Barat.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
45
Gambar 8. Koordinasi Lintas Kementerian/Lembaga dalam Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
Dalam rangka mewujudkan prioritas nasional pengembangan 15 KEK,
dilakukan melalui empat program prioritas, yaitu: 1) Pengembangan Potensi
Ekonomi Wilayah, 2) Peningkatan SDM dan Iptek, 3) Peningkatan Infrastruktur,
4) Penguatan Regulasi dan Kebijakan, dan 5) Peningkatan Iklim Investasi.
Program prioritas ke-1 yaitu pengembangan potensi ekonomi wilayah
dilaksanakan melalui 4 kegiatan prioritas, yaitu mendorong tumbuhnya industri
pengolahan komoditas unggulan, pemanfaatan SDA (energi dan migas),
pengembangan potensi pariwisata, dan pengembangan produktivitas potensi
pertanian dan kelautan. Program prioritas ke-2 yaitu peningkatan SDM dan
Iptek dilaksanakan melalui 6 kegiatan prioritas, yaitu pembangunan politeknik
dan SMK, pembangunan science park dan techno park, peningkatan kapasitas
tenaga kerja, peningkatan akses informasi dan telekomunikasi, penguatan
kapasitas kelembagaan koperasi, UKM, dan administrator pengelola, serta
penguatan kapasitas petani/nelayan. Program prioritas ke-3 peningkatan
infrastruktur, dilakukan melalui 5 kegiatan prioritas, yaitu pembangunan akses
jalan menuju kawasan; penyediaan sarana telekomunikasi; pemenuhan energi
penunjang kawasan; pembangunan sarana dan prasrana pelabuhan, bandara,
kereta api; serta penyediaan perumahan, air bersih, dan persampahan.
Program prioritas ke-4 penguatan regulasi dan kebijakan dilakukan melalui 4
kegiatan prioritas, yaitu kebijakan fiskal; merevisi atau menerbitkan peraturan
fasilitas dan kemudahan KEK; kebijakan ketenagakerjaan; serta evaluasi perda
bermasalah. Program prioritas ke-5 peningkatan iklim investasi kawasan,
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
46
PROVINSI SUMATERA UTARA
dilakukan melalui 5 kegiatan prioritas, yaitu penguatan PTSP; penyediaan
tenaga kerja; penyederhanaan perijinan; penyediaan lahan; dan promosi
investasi kawasan.
Adapun rencana terintegrasi pengembangan masing-masing KEK
dijelaskan sebagai berikut.
1. Rencana Terintegrasi Pengembangan KEK Sei Mangkei
Dalam pengembangan KEK Sei Mangkei dilakukan pembangunan
infrastruktur yang terintegrasi baik dalam rangka peningkatan sarana prasarana
fisik maupun kesiapan sumber
daya manusia, yaitu
pembangunan rel kereta api;
pembangunan pembangkit listrik
dan jaringan transmisi;
pembangunan pelabuhan; dan
revitalisasi Balai Latihan Kerja.
Pembangunan Rel KA dilakukan
dengan penyelesaian jaringan KA
Bandar Tinggi – Kuala Tanjung
yang memiliki target 21,5 km. Progress capaian saat ini yaitu rel sepanjang
14,25 km telah dibangun. Sisanya sepanjang 7,25 km dalam proses pengadaan
lahan yang ditargetkan beroperasi pada awal 2017. Pembangunan PLTG
dengan target 250 MVA yang dilaksanakan pada tahun 2016-2018, sumber
pendanaan dari PTPN III, PT Pertamina, dan Posco. Progress saat ini yaitu
menunggu pelaksanaan tender IPP PLN. Pengembangan Jaringan Transmisi dan
Gardu Induk dengan target 8 MVA yang akan dilaksanakan tahun 2018.
Pembangunan Pelabuhan Petikemas Kuala Tanjung yang dilaksanakan oleh
Kemen Perhubungan / Pelindo I, dengan target penyelesaian tahun 2020. Saat
ini sudah mulai proses pelaksanaan. Untuk meningkatkan kapasitas SDM,
dilakukan Pembangunan/ Pengembangan BLK Simalungun/Pematang Siantar.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
47
PROPINSI SULAWESI TENGAH
2. Rencana Terintegrasi Pengembangan KEK Tanjung Lesung
Rencana terintegrasi pembangunan KEK Tanjung Lesung dilakukan melalui
pembangunan infrastruktur dasar dan transportasi, seperti pembangunan
jaringan kereta api, jalan tol,
pembangkit listrik, bandara, dan
penyediaan air bersih.
Pembangunan jaringan kereta api
dilakukan melalui Reaktivasi Jalur
Kereta Api Rangkasbitung-
Labuhan sepanjang 56 km oleh
Kementerian Perhubungan, yang
akan dilaksanakan pada tahun
2017.
Pembangunan Jalan Tol Serang
Panimbang dilaksanakan tahun
2016-2018 dengan target 84 km oleh Kementerian PUPR dan Swasta, saat ini
sedang Studi FS dan LARAP. Pengembangan Jaringan Transmisi dan Gardu
Induk ditargetkan 100 MVA, pelaksanaan pada tahun 2017-2018, dengan
sumber pendanaan dari PT PLN. Pembangunan Bandara Baru di Pandeglang
oleh Kemen Perhubungan / PT BGD. Penyediaan air bersih dilakukan melalui
Pembangunan Jaringan Transmisi, Instalasi Pengolahan, dan Distribusi Air
Bersih oleh Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah.
3. Rencana Terintegrasi Pengembangan KEK Palu
Rencana terintegrasi
pengembangan KEK Palu
dilakukan dengan meng
integrasikan pem bangunan
infrastruktur dasar,
transportasi, dan penunjang
SDM. Penyediaan Air
Bersih/Minum ditargetkan
terbangunnya Jaringan
Transmisi Air Baku, IPA, dan
jaringan transmisi menuju lokasi KEK, yang akan dilakukan oleh Pemerintah
Kota Palu. Progress saat ini yaitu penyelesaian kajian FS. Pembangunan Jalan
Layang/Simpang susun di jalan nasional dilakukan Kementerian PUPR dengan
target 855 m yang akan diselesaikan pada tahun 2017. Telah selesai
dilaksanakan Kajian Perencanaan Teknis Flyover pada bulan Oktober 2015.
Pembangunan jalan lingkar luar Kota Palu oleh Kementerian PUPR. Dalam hal
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
48
ini, telah dilaksanakan Kajian Perencanaan Jalan Lingkar Luar Kota Palu pada
bulan Oktober 2015. Pengembangan pelabuhan dilakukan melalui perpanjangan
dermaga Pelabuhan Pantoloan yang ditargetkan 130 m diselesaikan pada tahun
2019, dengan sumber pendanaan dari Kementerian Perhubungan, Pemprov
Sulawesi Tengah, dan Pemkot Palu. Di samping itu, dilakukan pembangunan
Terminal Peti Kemas Internasional Pantoloan dengan target pelaksanaan tahun
2018 oleh Kementerian Perhubungan. Dalam hal ini telah dikeluarkan izin untuk
pembangunan terminal peti kemas oleh Kemenhub pada tahun 2014. Untuk
penyiapan SDM di KEK, dilakukan pembangunan/pengembangan BLK
Simalungun/Pematang Siantar.
4. Rencana Terintegrasi Pengembangan KEK Bitung
Dalam mewujudkan
infrastruktur terintegrasi,
dilakukan pembangunan
Jalan Tol Manado Bitung
dengan target 7,3 km melalui
skema kerjasama
pemerintah-swasta. Progress
saat ini pembebasan lahan
mencapai 97% dan
Groundbreaking untuk Seksi I
(porsi pemerintah) telah
dilaksanakan sejak bulan
Oktober 2014. Di samping itu, juga direncanakan pengembangan Bandara Sam
Ratulangi Manado, namun belum jelas progress saat ini. Pembangunan
pembangkit listrik dan jaringan transmisi melalui peningkatan Kapasitas Gardu
Induk Tanjung Merah dengan target 60 MV yang akan dikerjakan mulai tahun
2019, serta pembangunan PLTU yang dilaksanakan dengan skema kerjasama
antara BUMD dengan pihak swasta. Pembangunan/rehabilitasi pelabuhan
dilakukan melalui pengembangan Pelabuhan Bitung (TPB) dengan sumber
pendanaan dari BUMN yaitu PT Pelindo. Terkait dengan penyediaan jaringan
air, dilakukan dengan pembangunan Bendungan Kuwil. Sedangkan untuk
meningkatkan kapasitas SDM, dilakukan melalui pembangunan/pengembangan
BLK Bitung dan pengembangan Teaching Factory/Technopark di SMK (1 unit di
Sulawesi Utara).
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
49
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
5. Rencana Terintegrasi Pengembangan KEK Mandalika
Rencana terintegrasi pengembangan KEK Mandalika dilakukan dengan
mengintegrasikan pembangunan infrastruktur transportasi, dasar, dan
pengembangan SDM. Pembangunan transportasi dilakukan melalui peningkatan
Kapasitas Pelabuhan Lembar, dan perpanjangan Runway Bandara Internasional
Lombok dengan target 350 m yang akan dilakukan oleh Kementerian
Perhubungan dan PT Angkasa Pura I. Terkait penyediaan air dilakukan
pembangunan Bendungan
Mujur dengan target 1,3 km.
sedangkan untuk mendukung
penyiapan SDM, dilakukan
pembangunan Sekolah Tinggi
Pariwisata di dalam KEK. Untuk
pembangunan pembangkit
listrik, dilakukan pembangunan
Jaringan Distribusi ke KEK
Mandalika dan pembangunan
PLTS.
6. Rencana Terintegrasi Pengembangan KEK Morotai
Dalam mendukung pembangunan transportasi, dilakukan pembangunan
Jalan lingkar Morotai yaitu ruas wayabula – Sopi dengan target 34 km dan
pemeliharan berkala, peningkatan
struktur/ kapasitas ruas jalan
Daruba – Wayabula – Sofi – Bere-
Bere yang dilakukan dengan
sumber pendanaan dari APBN.
Progress saat ini yaitu jalan
telah dibuka namun belum
dilakukan pengaspalan.
Pengembangan bandara
dilakukan melalui peningkatan
intensitas penerbangan perintis
Bandar Udara Pitu dengan target intensitas penerbangan
setiap hari dalam seminggu. Sedangkan untuk perhubungan laut, dilakukan
pengembangan Pelabuhan Wayabula. Untuk menyediakan infrastruktur
ketenagalistrikan dilakukan melalui pembangunan Pembangkit Listrik di Pulau
Morotai dengan target 50 MV. Dalam penyiapan SDM, dilakukan pembangunan/
Pengembangan BLK Pulau Morotai, pembangunan akademi komunitas/sekolah
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
50
tinggi Perikanan dan Pertanian, dan pembangunan/rehabilitasi ruang
belajar/perpustakaan/ruang praktik siswa/ laboratorium beserta perabotnya di
SMK Pariwisata Morotai. Untuk mendukung kegiatan perdagangan dan industri,
dilakukan pembangunan Pasar Rakyat dan pembangunan/ Revitalisasi Sentra
IKM (Industri Kecil & Menengah) melalui skema Dana Alokasi Khusus (DAK).
7. Rencana Terintegrasi Pengembangan KEK Tanjung Api-Api
Peningkatan infrastruktur transportasi dilakukan melalui pelebaran dan
perbaikan jalan ruas
Palembang – Tanjung Api-
Api dengan target 62,8 km,
dan pembangunan jalan tol
Palembang – Tanjung Api-
Api, yang dilaksanakan
melalui Perpres No 117
Tahun 2015, dengan
penunjukkan pembangun
adalah PT Hutama Karya.
Penyediaan pembangkit
listrik dilakukan melalui pembangunan Gardu Induk Tanjung Api-Api Ext. 2LB
dengan target 51 MV. Untuk perhubungan laut, dilakukan pembangunan upper
structure dermaga Pelabuhan Tanjung Api-Api dengan target 5.000 DWT dan
pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat dengan target 77.000 DWT yang
dilaksanakan oleh PT Pelindo II. PT Pelindo II telah menyusun FS dan
dipresentasikan kepada Gubernur pada tanggal 5 Desember 2015. Untuk
mendukung penyiapan SDM, dilakukan pembangunan/pengembangan BLK
Kabupaten Banyuasin yang akan dilaksanakan tahun 2018, dan pembangunan
akademi komunitas/sekolah tinggi kelapa sawit dan karet.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
51
8. Rencana Terintegrasi Pengembangan KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan
(MBTK)
Pembangunan infrastruktur transportasi
dilakukan melalui pemeliharaan jalan akses
menuju kawasan yang dilakukan setiap tahun
oleh Kementerian PUPR dan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur, sesuai dengan
pembagian kewenangannya. Penyediaan listrik
dilakukan melalui pembangunan PLTU dengan
target 20 MVA yang dilaksanakan oleh Pemprov
Kaltim, progress saat ini sedang menunggu
sertifikasi HPL, dan pembangunan Gardu Induk
dan jaringan transmisi dengan target 30 MVA
dan 150 KV oleh PT PLN yang sudah tercantum
dalam RUPTL. Sedangkan untuk mendukung
infrastruktur perhubungan, dilakukan pembangunan pelabuhan curah cair oleh
Kementerian Perhubungan, dimana saat ini sedang dalam proses
pembangunan, pada tahun 2015, telah dibangun trestle dan causeway. Selain
itu, dilakukan pembangunan pelabuhan petikemas oleh PT Pelindo IV. Terkait
penyediaan air, dilakukan pembangunan jaringan pipa distribusi air dan instalasi
pengolahan air bersih dengan target 20 km (pipa) dan 200 l/d (instalasi) oleh
Pemprov Kaltim, yang telah disetujui menggunakan kontrak multi years. Untuk
peningkatan kualitas SDM dilakukan Pembangunan/ pengembangan BLK Kutai
Timur dan Kalimantan Timur.
Dalam RPJMN 2015-2019, selain Kawasan Ekonomi Khusus, yang
termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional yaitu Kawasan Industri. Arah
kebijakan pembangunan industri tahun 2017 yaitu akselerasi pertumbuhan
industri, melalui:
1) Pengembangan Perwilayahan Industri, meliputi: Wilayah Pengembangan
Industri, Kawasan Peruntukan Industri, 14 Kawasan Industri di luar Pulau
Jawa, dan 22 Sentra Industri Kecil dan Menengah.
2) Penumbuhan Populasi Industri, melalui: Hilirisasi bahan tambang, hasil
pertanian, hasil hutan, dan hasil laut; Industri bahan baku, industri barang
modal, industri padat karya; Penumbuhan IKM; dan Partisipasi dalam Global
Production Network.
3) Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing, melalui: Industri bernilai tambah
tinggi, seperti industri kreatif dan industri hijau; pembaharuan mesin dan
proses produksi; peningkatan kemampuan disain produk; dan peningkatan
keterampilan tenaga kerja.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
52
Akselerasi pertumbuhan industri memiliki target pertumbuhan industri di
Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 7% dengan share industri dalam PDB
tahun 2019 yaitu 21,2%. Untuk mewujudkan hal tersebut, dilakukan melalui
beberapa kegiatan prioritas, antara lain: mendorong penanaman modal;
pembiayaan dengan akses dan biaya yg kompetitif; SDM industri yang
kompeten dan disiplin; hubungan industrial yang bersahabat; pemberian
insentif fiskal yang harmonis; peningkatan akses ke pasar global (ekspor);
ketersediaan energi dan infrastruktur; serta ketersediaan dan kualitas bahan
baku.
Gambar 9. Koordinasi Lintas Kementerian/Lembaga dalam Pengembangan
Kawasan Industri
Program prioritas penumbuhan populasi industri memiliki target
berkembangnya industry baru baik sedang maupun besar sebanyak 9.000
industri selama tahun 2015-2019. Target tersebut pada RKP 2017 dicapai
melalui kegiatan prioritas sebagai berikut: hilirisasi, industri bahan baku melalui
pendalaman struktur, dan jaringan produksi global; promosi investasi;
penyediaan insentif fiskal melalui tax holiday atau tax allowance; kemudahan
memulai usaha; inkubasi wirausaha baru di technopark; dan penumbuhan IKM.
Dalam hal ini, penumbuhan IKM yang sehat dan berdaya saing, dilakukan
melalui 5 kegiatan prioritas, yaitu: peningkatan Sentra Industri Kecil Menengah
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
53
(SIKM), Revitalisasi LIK, peningkatan peran Pusat Layanan UKM Terpadu,
pelatihan keterampilan, dan pelatihan manajerial. Sedangkan untuk
meningkatkan produktivitas dan daya saing, dilakukan melalui 6 kegiatan
prioritas yaitu: pengembangan industri kreatif, pengembangan industri hijau,
pembangunan infrastruktur mutu, pembaruan permesinan industri, peningkatan
kemampuan disain produk, dan peningkatan SDM yang kompetitif.
Adapun rencana kebutuhan pengembangan Kawasan Industri Tahun 2017
dijelaskan sebagai berikut.
1. Kebutuhan Pengembangan KI Morowali
KI Morowali memiliki luas 1200 ha yang mengembangkan produk
Ferronikkel dengan investor
Swasta (Tiongkok). Kebutuhan
tahun 2017 yaitu: Fasum
Dalam Kawasan, Jalan
(Pelebaran dan peningkatan
jalan dari Pelabuhan Bungku
ke lokasi Kawasan Industri
sepanjang 40 Km tahun 2016-
2017 dan Pelebaran dan
peningkatan jalan dari Bandara ke lokasi Kawasan Industri sepanjang 5 Km
tahun 2016-2017), Pembangkit Listrik (PLTB 250-300 MW), Air Baku,
Perumahan Buruh, Politeknik, Balai Latihan Kerja, Fasilitas Standardisasi,
Sekolah Dasar – SMK, Fasilitas Kesehatan, dan Fasilitas Sosial.
2. Kebutuhan Pengembangan KI Sei Mangkei
KI Sei Mangkei merupakan Industri
Pengolahan CPO dengan luas 2,002 Ha.
Adapun kebutuhan pengembangan
tahun 2017, yaitu: Pengembangan Jalan
Poros dan Jalan Lingkungan,
Pembangunan Waste & Water
Treatment Plant, Pembangunan
Politeknik, Pembangunan Jalan Luar
Kawasan (Peningkatan kapasitas jalan
Simpang Kawat-Perdagangan dan
Peningkatan kapasitas jalan Pematang
Siantar - Perdagangan), Pembangunan
Pembangkit Listrik Luar Kawasan,
Pembangunan Rel Kereta Api (Jalur KA
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
54
KEK Sei Mangkei - Sepur Simpang sepanjang 2,9 Km dan Peningkatan rel KA
Gunung Bayu Perlanaan sepanjan 4,15 km), dan Promosi Investasi (Promosi
Investasi untuk industri pengolahan CPO dan turunannya).
3. Kebutuhan Pengembangan KI Kuala Tanjung Sumatera Utara
KI Kuala Tanjung merupakan Industri
Alumina dengan luas 1,000 Ha. Adapun
kebutuhan pengembangan untuk tahun
2017 yaitu: Pembangunan jalan poros dan
jalan lingkungan dan fasilitas dalam
kawasan (melalui Pembentukan BLUK
Pengelola), Penyelesaian Pembebasan dan
Pematangan Lahan, Pembangunan
pelabuhan (Pelabuhan hub Internasional
Kuala Tanjung), Pembangunan rel kereta
api dan sarana perhubungan lain
(Pembangunan jalur KA Bandar Tinggi Pantibalan - Kuala Tanjung 22,15 km;
Pembangunan underpass Bandar Tinggi - Kuala Tanjung, persinyalan dan
telekomunikasi; Pengembangan terminal multi-purpose di Kuala Tanjung
Lanjutan), Pembangunan perumahan buruh, Rumah Sakit, BLK, dan Pendirian
PTSP.
4. Kebutuhan Pengembangan KI Bintuni
KI Bintuni merupakan Industri
Pupuk dan Petrokimia yang memiliki
luas 2.112 Ha. Kebutuhan
pengembangan kawasan tahun 2017,
yaitu: Pembangunan Jalan Poros dan
Jalan Lingkungan, Pembebasan dan
Pematangan Lahan, Pembangunan
Water Treatment Plant dan Gedung
Pengelola (Water Treatment Plant dengan kapasitas 2000 L/detik), Akses Jalan
Luar Kawasan (Akses jalan 30km dari jalan lintas propinsi ke KI), Pembangunan
Pelabuhan Luar Kawasan (Pelabuhan Trestle sepanjang 5 km dengan Kapasitas
50rb DWT oleh PT. Pupuk), dan Pembangkit Listrik (Jaringan listrik Power Plant
200 MW oleh PT. Pupuk).
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
55
5. Kebutuhan Pengembangan KI Bitung
KI Bitung memiliki produk Kelapa, Perikanan & Logisti, dengan luas 534
Ha. Kebutuhan pengembangan kawasan tahun 2017, yaitu: Pembangunan
Jalan Poros & Jalan Lingkungan, Pembebasan dan Pematangan Lahan,
Pembangunan Jalan Luar Kawasan (Peningkatan Fisik Jalan Ruas Nasional
Girian-Kema 5 km;
Pembangunan Jalan Akses ke Tol
Manado Bitung 5 km; Peningkatan Jalan Tol
Menado Minut Bitung 43 km), Pembangunan
Pembangkit Listrik Luar Kawasan,
(Pembangunan PLT Panas Bumi Lahendong
V 1x20MW; Pembangunan PLT Uap Kema
2x25MW; Pembangunan PLT Gas Likupang
3x25MW; Pembangunan Gardu Induk Paniki
150 KV dan Tanjung Merah 150 KV),
Pembangunan Rel Kereta Api Luar Kawasan,
pembangunan Gudang Logistik, BLK dan
PTSP Luar Kawasan.
6. Kebutuhan Pengembangan KI Palu
KI Palu merupakan kawasan industri
yang memiliki basis Industri Rotan,
Rumput laut, kakao dan Mineral, dengan
luas area 1500 Ha. Adapun kebutuhan
pengembangan kawasan tahun 2017,
yaitu: Pembangunan Jalan Poros & Jalan
Lingkungan, Pembebasan dan
Pematangan Lahan, Pembangunan Jalan
Luar Kawasan, Pembangunan Pembangkit
Listrik Luar Kawasan, Pembangunan Rel
Kereta Api Luar Kawasan, pembangunan Gudang Logistik, BLK dan PTSP Luar
Kawasan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
56
7. Kebutuhan Pengembangan KI Buli Halmahera Timur
KI Buli memiliki fokus industri produk Ferronickel dan Stainless Steel,
dengan kawasan yang memiliki luas 300 Ha. Adapun kebutuhan pengembangan
kawasan taun 2017 yaitu:
Pembangunan Jalan Poros & Jalan
Lingkungan, Pembebasan dan
Pematangan Lahan, Pembangunan
Waste & Water Treatment Plant
(Pembangunan Water Treatment Plant
kapasitas 1,000 L/detik), Pembangunan
Jalan Luar Kawasan (Peningkatan
kualitas jalan dari Maba ke Buli sebagai
Alternatif Jalan Provinsi sepanjang 8
km), Pembangunan Pembangkit Listrik Luar Kawasan (Pembangunan PLTU
2x110 MW oleh PT Antam), Pembangunan Pelabuhan Luar Kawasan
(Pembangunan Pelabuhan 2 jetty kapasitas 14,000 DWT dan 35,000 DWT 2.5
km o/ PT Antam), pembangunan Perumahan Buruh, Rumah Sakit dan PTSP
Luar Kawasan.
8. Kebutuhan Pengembangan KI Demak Jawa Tengah
KI Demak merupakan kawasan
industri dengan fokus pada bidang
Tekstil, yang memiliki luas kawasan
seluas 300 Ha, dikembangkan oleh
investor PT. Jateng Land. Adapun
kebutuhan pembangunan kawasan
tahun 2017, yaitu: Pembebasan dan
Pematangan Lahan, Pembangunan
Kawasan Komersial dan Perkantoran,
Pembangunan Infrastruktur Pndukung
Logistik, Pembangunan Waste & Water
Treatment Plant (Pembangunan Water Treatment Plant kapasitas 169 L/detik),
dan Pembangunan Pembangkit Listrik (Pembangunan PLTU dan PLTP).
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
57
9. Kebutuhan Pengembangan KI Gresik Jawa Timur
KI Gresik merupakan Java Integrated
Industrial & Port Estate, dengan fokus
industri CPO, Alat Berat dan Otomotif
Terintegrasi dengan Pelabuhan, yang
memiliki luas kawasan 1,500 Ha. Investor
KI Gresik yaitu Pelindo II dan AKR. Adapun
kebutuhan pengembangan kawasan tahun
2017, yaitu: Pembebasan dan Pematangan
Lahan, Pembangunan Kawasan Komersial
dan Perkantoran, Pembangunan Pelabuhan,
dan Pembangunan Waste & Water Treatment Plant (kapasitas 844 L/detik).
10. Kebutuhan Pengembangan KI Kendal Jawa Tengah
KI Kendal merupakan Java
Integrated Industrial Park dengan fokus
pada Industri Kayu, Tekstil, Food
Processing, Elektronik, Heavy Industries
yang memiliki luas kawasan sebesar
2,700 Ha. Investor yaitu PT Jababeka
dan Sembcorp Dev. Adapun kebutuhan
pengembangan kawasan tahun 2017,
yaitu: Pembebasan dan Pematangan
Lahan, Pembangunan Sarana Komersial dan Non-Komersial Pendukung di Luar
Kawasan, Pembangunan Pelabuhan dan Infrastruktur Pendukung Logistik,
Pelayanan perizinan dan administrasi satu pintu.
3.3.3 Koordinasi Penyusunan Renja K/L dan RKA K/L Tahun 2017 BP-Batam
dan BP-Sabang dalam Mendukung Pembangunan Kawasan Strategis
Nasional Tahun 2017
a) Pembahasan Multilateral Meeting
Pada pembahasan Multilateral Meeting Bidang Pembangunan KI dan KEK,
disampaikan bahwa Industri mikro dan kecil menjadi kontribusi terbesar dalam
statistik perkembangan industri, namun penyerapan tenaganya kecil hanya 5-
20 orang, sementara jumlah industri besar yang mampu menyerap tenaga kerja
di atas 100 justru lebih sedikit. Hal ini menjadi dasar perlunya menumbuhkan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
58
industri di Indonesia. Targetnya Jokowi 14 KI, tapi pelaksanaannya disesuaikan
ketersediaan anggaran. Terdapat revisi pada Arah kebijakan, terkait jumlah
industri, yaitu 9.000 untuk industri besar dan sedang, dan 12.000 untuk industri
kecil.
Kepala Biro Perencanaan Kementerian Perindustrian menyampaikan
bahwa pembangunan industri perlu memperhatikan aspek-aspek berikut.
Aspek-aspek yang Pembangunan sumber daya industri yaitu aspek SDM,
Ketersediaan bahan baku/ SDA, Inovasi dan kreativitas, serta Pembiayaan.
Aspek sarana prasarana industri yang dibutuhkan yaitu aspek Infrastruktur,
Sarpras industri, dan Sistem informasi jaringan nasional. Di samping itu,
terdapat beberapa aspek lain yang perlu dimasukkan dalam program prioritas
pembangunan kawasan industri, yaitu aspek pengamanan dan kemananan
industri, aspek kewilayahan, dan aspek afirmatif yang terkait dengan IKM.
Terkait pemberian insentif fiskal bagi investor, perlu ditambahkan Kemenkeu
sebagai salah satu kementerian penanggung jawab.
BKPM juga melaksanakan fasilitasi. Peraturan memang dari Kemenkeu,
BKPM juga memfasilitasi industri baru dan existing. Insentif terdapat dua jenis
yaitu, pada saat mendirikan industri baru dan untuk industri existing. Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam forum ini juga menyampaikan
bahwa dalam pembangunan industri, perlu dimasukkan faktor kesiapsiagaan
dalam menghadapi bencana, misalnya dengan pemasangan early warning
system, maupun bentuk-bentuk sistem peringatan bencana yang lainnya. Biro
Perencanaan Kementerian Perhubungan menyampaikan bahwa untuk
mendukung percepatan pembangunan konektivitas di kawasan industri/KEK,
perlu ditambahkan peran kementerian BUMN dalam mengkoordinasikan BUMN
bidang infrastruktur konektivitas untuk mendukung hal tersebut. Kementerian
Komunikasi dan Informatika meminta untuk dilibatkan dalam mendukung
konektivitas dan aksesibilitas di kawasan industry dan KEK, sedangkan untuk
penyediaan tenaga terampil dapat melibatkan peran Kementerian Koperasi dan
UKM, melalui paket-paket kegiatan pelatihan.
Dalam pembangunan KI Sei Mangke, terdapat tambahan buletan terkait
bahan baku (untuk KEK). Tidak ada penambahan lahan di Tahun 2017, untuk
2017 dilakukan kegiatan penataan ruang terkait RDTR (di luar Kawasan
Industri) yang secara teknis dilakukan oleh ATR. Dalam hal ini juga dilibatkan
Pemda Simalungun dan Sekdenas KEK. Penyediaan energi listrik, ditambahkan
Kementerian BUMN (PT PLN). Di KI Sei Mangke sudah ada pusat riset kelapa
sawit tapi masih terkendala operasionalisasi. Tambahan bulatan untuk R and D
center pengembangan olahan kelapa sawit. Ditangani oleh Kemenperin. Baru
ada 1 pengelola, yaitu Unilever. Diisukan akan keluar, apabila belum terpenuhi
kebutuhan yang harus disediakan oleh pemerintah. Pembangunan jalur Kereta
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
59
Api dibutukan untuk luar kawasan, sedangkan pembangunan rel kereta api di
dalam kawasan sudah selesai. Terkait energi, 1 gardu induk sudah dibangun.
Permasalahan ada pada reliabilitas, sehingga gardu induk tersebut diharapkan
dapat meningkatkan daya. Bulan Maret 2016 akan diselesaikan. Peningkatan
investasi PTSP diganti menjadi peningkatan industri di bidang industri
manufaktur. Kominfo dimasukkan dalam konektivitas. Pembangunan pusat
layanan KI diganti menjadi penyelenggaraan riset pengembangan produk
turunan kelapa sawit. Pembangunan WTP tidak dilakukan pada 2017. Untuk
2017 pembangunan WWTP. Infrastruktur dalam kawasan sudah dibangun oleh
pengelola. Peran pengelola perlu diperjelas, supaya tidak semuanya menjadi
tanggung jawab kemenperin. Pembangunan gedung administrator seharusnya
dilakukan oleh pengelola. Kemen PUPR akan membangun fasilitas rusun untuk
Guru. Sudah disediakan 2 unit pada tahun 2017.
Pada pembangunan KI Kuala Tanjung, pada dasarnya kebutuhan
infrastruktur eksternalnya sama dengan KI Sei Mangkei. Ada kebutuhan
pembebasan lahan di Tahun 2017. Perlu disiapkan Masterplannya, sehingga
bisa dilakukan penyediaan lahan. Kesiapan dokumen perencanaan baru akan
dilakukan pada tahun 2017. Ada persoalan pelepasan kewenangan dari Badan
Otoritas Asahan ke PT Inalum. Tahun 2017, dilakukan preservasi jalan.
Perbaikan Geometri di Simpang Inalum dan rencana pembangunan fly over
(DED di tahun 2017). Dilakukan Kemen PUPR. Peningkatan kapasitas jalan dari
Simpang Kawat-Perdagangan dan Pematang Siantar-Perdagangan diusulkan
melalui DAK. Terkait kelistrikan, perlu suplai dari PLN. Pelabuhan hub
Internasional Kuala Tanjung menjadi prioritas untuk mengurangi kemahalan
biaya.
b) Pembahasan Bilateral Meeting
Dalam forum pembahasan Bilateral Meeting dengan BP Sabang, dibahas
tiga kegiatan utama dalam mendukung pengembangan KPBPB Sabang, yaitu:
1) Revitalisasi Pelabuhan Balohan. BP Sabang telah mengalokasikan dana
sebesar 100 M di tahun 2016 untuk revitalisasi Pelabuhan Balohan. Aset
pelabuhan telah menjadi kewenangan Pemerintah Kota. Sehingga apabila
akan dikembangkan perlu berkoordinasi kembali dengan Pemerintah Kota.
Tahun 2016 dialokasikan dana sebesar 9 Miliar untuk perbaikan dermaga
kapal cepat.
2) Peningkatan Kapasitas Bandara Maimun Saleh. Termasuk bandara
internasional namun persyaratan masih kurang. Kemenhub akan mereviu
masterplan. Masih kewenangan Kemenhub.
3) Pelimpahan Kewenangan Ijin Tangkap Ikan. Perlu ada kepastian apakah
lanjut/tidak kewenangan ini. Karena sudah ada investor yang tertarik dalam
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
60
pengelolaan perikanan. Ada kebijakan KKP untuk membatasi investor asing
dalam penangkapan ikan. Draft akan dibahas kembali dengan
memperhatikan kepentingan dan kewenangan saat ini.
Sedangkan dalam pembahasan Bilateral Meeting dengan BP Batam, terdapat 5
kegiatan utama yang mendukung pengembangan KPBPB Batam, yaitu:
1) Pembangunan Pelabuhan Transhipment Tanjung Sauh. Kemenko
Perekonomian diharapkan dapat memasukan Tj. Sauh dalam FTZ.
2) Pembangunan Jalan Tol hanya penugasan dari HK. BP Batam dalam hal ini
perlu berkoordinasi dengan BPJT. Pembangunan jalan tol ini merupakan
pembangunan dengan penugasan.
3) Pembangunan Kereta dan LRT. Penetapan trase di tahun 2016, dan harus
ada rekomendasi dari Pemko. Dukungan kerangka anggaran di tahun 2017.
Sehingga dapat dibayarkan tepat waktu.
4) Pengembangan terminal 2 Hang Nadim. Terdapat kendala terkait BUBU,
sehingga perlu pembahasan lebih lanjut.
5) Pengembangan Data center.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
61
Tabel 9. Target Strategis Rencana Kerja 2017 BP-Batam
Program Kegiatan
Outcome/Output Usulan Indikator Usulan Target 2017
Unit penanggung Jawab
Program Dukungan
Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BP-
Batam
Terwujudnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya sebagai
upaya pengelolaan pengembangan KPBPB Batam
Pencapaian target performance kinerja aparatur di lingkungan BP-Batam
70 Biro SDM, Biro Pengembangan Manajemen Kinerja
Percapaian kesesuaian pelaksanaan kegiatan program terhadap rencana kerja BP Batam
75% Biro Perencanaan Program dan Litbang, Biro Perencanaan Teknik, Satuan Pemeriksa Internal
Percapaian akuntabilitas laporan
WTP Biro Keuangan, Satuan Pemeriksa Internal
Program
pengelolaan dan penyelenggaraan
KPBPB Batam
Terwujudnya nilai ekonomis tinggi bagi masyarakat dan dunia usaha di Barelang
Pendaftaran nilai investasi PMA
$ 888,888,000
Direktorat Pembangunan Sarana Prasarana, Direktorat Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Direktorat Promosi dan Humas, Direktorat Lalu Lintas Barang Kantor, Pengelolaan Lahan, Biro Perencanaan Pengembangan Usaha Pelayanan dan Pentarifan
Realisasi nilai investasi PMA
$ 558,001,149
PDRB berdasarkan realisasi PMA
$ 139,500,287
Penyerapan tenaga kerja 134.000 Direktorat Pemanfaatan Aset, Direktorat Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Pencapaian kepuasan stakeholder terhadap penyelenggaraan pelayanan publik
80% Biro Perencanaan Program dan Litbang, Satuan Pemeriksa Internal, Kantor Bandar Udara HN, Kantor Pelabuhan Laut, RSBP, Pusat PDS I, Kantor Perwakilan, Direktorat Pengamanan, Kantor Pengelolaan Lahan
Tabel 10. Pagu Indikatif yang Diterima BP-Batam
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
62
PROGRAM RUPIAH MURNI PHLN RM-PHLN BLU JUMLAH Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan
Tugas Teknis Lainnya
761,811.00
761,811.00
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Kawasan PBPB-Batam
283,617.60
286,240.00
22,750.00
396,386.80
988,994.40
TOTAL
283,617.60
286,240.00
22,750.00
1,158,197.80
1,750,805.40
dalam juta Rp
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
63
c) Pembahasan Trilateral Meeting
Pada pembahasan Trilateral Meeting BP Batam, terdapat pergeseran Pagu
Indikatif (SB) dari sumber pendanaan BLU dari Program Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Kawasan PBPB-Batam (06) ke Program Dukungan Manajemen
dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BP-Batam (01) sebesar Rp 85.670,9
juta. Pergeseran ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
asuransi sebesar Rp 165.510,0 juta dan pembayaran remunerasi sebesar Rp
154.086,4 juta. Sehingga Pagu Indikatif (SB) sumber pendanaan BLU untuk
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BP-
Batam (01) menjadi Rp 780.589,6 juta dan Program Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Kawasan PBPB-Batam (06) sebesar Rp 377.608,2 juta.
Dalam memenuhi kebutuhan tambahan mendesak, alokasi yang
tercantum di dalam lampiran SB Pagu Indikatif sebesar Rp 53.617,6 juta.
Alokasi ini masih belum cukup untuk melanjutkan pembangunan Gedung RSBP.
Kebutuhan anggaran untuk melanjutan pembangunan Gedung RSBP tahap ke-
2 sebesar Rp 106.560,0 juta. Masih terdapat kekurangan sebesar Rp 52.942,4
juta. Jika alokasi ini tidak terpenuhi maka akan berdampak pada penjadwalan
ulang jangka waktu pelaksanaan kontrak pekerjaan pembangunan.
Di samping itu, terdapat beberapa hal yaitu: 1) Pinjaman Hibah Luar
Negeri (PHLN) masih sesuai dengan rencana penarikan yaitu Rp 286.240,0 juta
dengan target tahun 2016 sudah mulai konstruksi; 2) Jumlah alokasi yang
tercantum di dalam lampiran SB Pagu Indikatif sudah sesuai dengan kebutuhan
tahun 2017 sebesar Rp 130.000,0 juta. Kegiatan ini merupakan pembangunan
terminal curah Kabil lanjutan (tahap II); 3) Nomenklatur kegiatan untuk
pembangunan LRT Batam disesuaikan dengan nomenklatur kegiatan pada
Renja yaitu Pengelolaan dan Pengendalian Mutu Prasarana dan Sarana (5127);
4) Pembangunan LRT Batam dilakukan melalui skema KPBU dengan
pembiayaan pemerintah dukungan sebagian konstruksi. Akan didiskusikan
kembali terkait dengan penjaminan penganggaran; dan 5) Disepakati dalam
penekanan pembahasan pertemuan Tiga Pihak bahwa Bappenas fokus pada
pengalokasian anggaran Belanja Non-Operasional sedangkan Kementerian
Keuangan/DJA fokus pada pengalokasian anggaran Belanja Operasional.
BP Batam mengusulkan tambahan pendanaan di luar pemenuhan
Multiyears Contract sebesar Rp 382.300,0 juta yaitu: 1) Pengadaan Peralatan
Medis RSBP; 2) Penyiapan dan Pematangan Lahan Pengembangan Areal Cargo
Bandara Hang Nadim – Batam; 3) Pembangunan Infrastruktur Jalan Akses
Terminal Container Batu Ampar -Dermaga Utara; 4) Pengadaan Peralatan
Keselamatan Pelayaran; 5) Pengadaan Peralatan Keselamatan Penerbangan; 6)
Overlay Runway Bandar Udara Hang Nadim – Batam; dan 7) Pembangunan
Rumah Susun dan Fasilitas Umum di Sekitar Kawasan Industri Batam.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
64
Pada Pembahasan Trilateral Meeting BP Sabang, dalam penyusunan
kegiatan dan anggaran BP Sabang yaitu Pagu Indikatif untuk BP Sabang TA
2017 sebagaimana Surat Bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri
Keuangan Nomor 0163/M.PPN/05/2016 – S-378/MK.02/2016 tanggal 13 Mei
2016 adalah sebesar Rp 251.195,2 juta yang terdiri dari: (i) belanja non
operasional sebesar Rp 208.693,0 termasuk di dalamnya penggunaan BLU Rp
9.240,0 juta dan (ii) belanja operasional sebesar Rp 42.502,2 juta. Di samping
itu, setiap rincian kegiatan yang akan dituangkan di dalam Renja BP Sabang
Tahun 2017 perlu disesuaikan dengan format ADIK.
Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan yaitu Kegiatan Prioritas BP
Sabang tahun 2017 diarahkan untuk dapat memberikan hasil pada penerimaan
BP Sabang. Adapun kegitan prioritas BP Sabang antara lain (i) Pembangunan
pelabuhan Balohan, (ii) Kegiatan Pariwisata, dan (iii) Kegiatan Perikanan.
Kegiatan Prioritas BP Sabang yang diusulkan adalah kegiatan yang sudah
memiliki dokumen-dokumen pendukung seperti DED, FS, Amdal, dan status
Aset sehingga kegiatan prioritas ini sudah siap untuk dibangun pada tahun
berjalan dan tidak menimbulkan perubahan/revisi kegiatan ditengah tahun
angggaran berjalan. Alokasi BLU sebesar Rp 9.240,0 juta pengunaannya akan
difokuskan untuk kegiatan yang mendukung Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Disepakati dalam penekanan pertemuan Tiga Pihak bahwa Bappenas fokus
pada pengalokasian anggaran Belanja Non Operasional, sedangkan
Kementerian Keuangan/DJA fokus pada pengalokasian Belanja Operasional.
Semua kegiatan yang diusulkan oleh BP Sabang tahun 2017 adalah kegiatan
prioritas dan sudah siap untuk dilaksanakan.
d) Musrenbangnas
Dalam forum Musrenbangnas, pengembangan kawasan industri dan KEK
menjadi salah satu program prioritas dalam Prioritas Nasional Percepatan
Pembambangunan Industri/KEK. Pada proses pembahasan, dukungan kegiatan
prioritas terbesar dalam pengembangan kawasan industri dan KEK yaitu pada
kegiatan konektivitas/aksesibilitas, ketersediaan infrastruktur dasar, dan
penyediaan tenaga terampil. Namun, secara keseluruhan, forum
Musrenbangnas hanya membahas sekitar 30% kegiatan prioritas, dengan hasil
kesepakatan yang disetujui menggunakan alokasi K/L yaitu sebesar 8,2 %.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
65
Tabel 12. List Kegiatan Prioritas dalam Mendukung PP Pengembangan Kawasan Industri/KEK
Kegiatan Prioritas belum ada kesepakat
an
belum dibaha
s
disetujui
dengan dana K/L
ditolak
Grand
Total
Pengembangan Kawasan Industri/KEK 95 456 52 32 635
Iklim Investasi PTSP (Penghapusan Perda Bermasalah) 3 3
Insentif Fiskal dan Non Fiskal 2 2 4
Ketersediaan Infrastruktur Dasar 5 23 9 5 42
Konektivitas / Aksesibilitas 84 409 34 21 548
Penyediaan Lahan Kawasan Industri 4 4 3 4 15 Penyediaan Tenaga Terampil dan Ahli(BLK,SMK,Akademi Komunitas,Politeknik) Mensosialisasikan mental Kewirausahaan 2 15 4 2 23 Grand Total 95 456 52 32 635
3.3.4 Penelaahan RKA K/L BP Batam dan BP Sabang
Penelaahan Pagu Alokasi TA 2017 BP Batam telah memenuhi persyaratan
secara substantif dan administratif sesuai dengan PMK No. 163/PMK.02/2016
tentang Juksunlah RKA K/L dan Pengesahan DIPA. Kriteria administratif meliputi
Surat Pengantar RKA K/L, RKA K/L, daftar rincian anggaran pagu per satker,
RKA Satker, ADK RKA K/L, dan persetujuan Komisi di DPR. Semua kriteria
administratif sudah lengkap, kecuali persetujuan komisi di DPR yang belum
lengkap ditandatangani oleh unsur pimpinan komisi di DPR. Sedangkan kriteria
substantif meliputi: kesesuaian data dalam RKA K/L dengan Pagu Alokasi K/L;
kesesuaian antara kegiatan, keluaran, dan anggarannya; komponen/tahapan
dan keluaran disusun berdasarkan konsep berpikir logis melalui Aplikasi ADIK;
konsistensi pencantuman angka perkiraan maju yang telah disusun melalui
aplikasi KPJM. Berdasarkan hasil penelaahan, RKA K/L BP Batam telah sesuai
dengan kriteria substantif tersebut. Alokasi yang diterima oleh BP Batam yaitu
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
66
sebesar Rp 1.615.351.465.000. Pada proses penelaahan, Bappenas
menyampaikan bahwa BP Batam memiliki 3 kegiatan Prioritas Nasional yaitu
pembangunan dermaga curah kabil, pembangunan dan supervisi Gedung Rawat
Inap (Gedung B-RSBP), dan pembangunan sarana transportasi massal (LRT).
Ketiga proyek prioritas tersebut sudah terpenuhi dalam RKA K/L BP Batam TA
2017. Namun, dalam hal ini, BP Batam juga memberikan masukan bahwa
alokasi yang tertuang dalam Aplikasi KJPM agar dikaji kembali, karena bukan
merupakan usulan dari BP Batam.
Penelaahan Pagu Alokasi TA 2017 BP Sabang telah memenuhi persyaratan
secara substantif dan administratif sesuai dengan PMK No. 163/PMK.02/2016
tentang Juksunlah RKA K/L dan Pengesahan DIPA. Kriteria administratif meliputi
Surat Pengantar RKA K/L, RKA K/L, daftar rincian anggaran pagu per satker,
RKA Satker, ADK RKA K/L, dan persetujuan Komisi di DPR. Semua kriteria
administratif sudah lengkap, kecuali persetujuan komisi di DPR yang belum
lengkap ditandatangani oleh unsur pimpinan komisi di DPR. Sedangkan kriteria
substantif meliputi: kesesuaian data dalam RKA K/L dengan Pagu Alokasi K/L;
kesesuaian antara kegiatan, keluaran, dan anggarannya; komponen/tahapan
dan keluaran disusun berdasarkan konsep berpikir logis melalui Aplikasi ADIK;
dan Konsistensi pencantuman angka perkiraan maju telah disusun melalui
aplikasi KPJM. Berdasarkan hasil penelaahan, RKA K/L BP Sabang telah sesuai
dengan kriteria substantif tersebut. Namun untuk konsistensi pencantuman
sasaran kinerja K/L dengan RKP saat ini menjadi fokus reviu Bappenas. Alokasi
yang diterima oleh BP Batam yaitu sebesar Rp 207.153.000.000. Dalam
penelaahan, Bappenas menyampaikan bahwa BP Sabang memiliki 9 kegiatan
Prioritas Nasional, yaitu pembangunan ecotourism track, pembangunan TPA,
pembangunan sub marine tourism, pembangunan jaringan air bersih,
revitalisasi kawasan mercusuar Provinsi Aceh dan peningkatan sarana
prasarana infrastruktur CT-3 dan CT-1. Dari 9 kegiatan Prioritas Nasional BP
Sabang, 2 kegiatan Prioritas Nasional BP Sabang tidak dapat dilaksanakan pada
tahun 2017, yaitu: (1) Pembangunan Sub Marine Tourism, dikarenakan
permasalahan lahan untuk pembangunannya bukan aset milik BPKS, dan (2)
pembangunan revitalisasi kawasan mercusuar Provinsi Aceh dikarenakan
merupakan kewenangan Kemenhub.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
67
3.4. Koordinasi Perencanaan RKP, Renja K/L, dan RKA K/L Tahun
2017 dalam Mendukung Kawasan Rawan Bencana
3.4.1. Isu Strategis dan Permasalahan Kawasan Rawan Bencana dalam RKP
Tahun 2017
Permasalahan penanggulangan bencana di bidang regulasi belum jelasnya
kebijakan untuk desentralisasi PRB ke daerah; Peranan BPBD belum optimal
dalam mengkoordinasikan penanggulangan bencana di daerah. Terkadang
koordinasinya diambil alih oleh SKPD lain. Dokumen perencanaan
pembangunan belum berorientasi pada pengurangan risiko bencana. Belum
tersedianya tools atau indikator yang dapat mengukur kemajuan
penanggulangan bencana di suatu daerah. Keterbatasan dana penanggulangan
bencana, sehingga sulit untuk merespon kejadian bencana. Di sisi pendanaan,
peranan pemerintah pusat dalam penanggulangan bencana sangat dominan
akan tetapi dampak yang dihasilkan belum optimal. Dalam hal ini, dukungan
dari pemerintah daerah sangat diperlukan untuk dapat mengoptimalkan
(leverage outcome) dari upaya pemerintah pusat. Kapasitas penanggulangan
bencana di dalam masyarakat belum sepenuhnya digali. BNPB/BPBD dapat
mengisi celah kapasitas dalam masyarakat. Perlu dilakukan identifikasi potensi
di masyarakat sebelum dilakukan intervensi oleh BNPB/BPBD/ pihak lain. Dalm
hal ini, peta risiko bencana belum seutuhnya menggambarkan potensi risiko
bencana suatu kawasan (daerah yang tidak berpotensi bencana, ternyata
terjadi bencana). Masih banyak daerah yang belum memiliki analisa risiko dan
peta risiko. Praktik-praktik pengurangan risiko bencana di tingkat masyarakat
juga belum dimanfaatkan dengan optimal. Di samping itu, desentralisasi
penanggulangan bencana belum sepenuhnya terlaksana, akan tetapi peranan
pemerintah daerah dalam penanggulangan juga masih belum optimal.
Pendelegasian peran kepada daerah.
Secara umum, solusi dalam menguatkan peran BNPB dibagi menjadi tiga
bidang utama. Dalam bidang koordinasi perencanaan, Kementerian Desa, PDT
dan Transmigrasi dan BNPB agar mengoptimalkan peran koordinasi
perencanaan program/kegiatan dalam pembangunan daerah tertinggal dan
kawasan rawan bencana. Pada bidang koordinasi pelaksanaan, Kementerian
Desa, PDT dan Transmigrasi, dan BNPB, agar mengoptimalkan peran
koordinasi pelaksanaan program/kegiatan dalam pembangunan daerah
tertinggal dan kawasan rawan bencana. Di samping itu, BNPB melakukan
pemantauan intensif untuk memastikan program/kegiatan on track dalam
mendukung pencapain target dan sasaran nasional terkait pembangunan
daerah tertinggal dan kawasan rawan bencana.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
68
3.4.2. Kebijakan Pembangunan Kawasan Rawan Bencana dalam RKP Tahun
2017
Dalam prioritas pembangunan nasional 2017, penanggulangan bencana
bukan menjadi prioritas nasional namun beberapa Prioritas Nasional diarahkan
untuk mendukung penanggulangan bencana yaitu Pelayanan Kesehatan,
Perumahan dan Permukiman, Daerah Perbatasan, Daerah Tertinggal, Desa dan
Kawasan Perbatasan, dan Pembangunan Pariwisata. Arah kebijakan
penanggulangan bencana dalam RKP 2017 yaitu mengurangi risiko bencana
dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat dalam menghadapi bencana. Dalam melaksanakan arah kebijakan
tersebut, terdapat tiga strategi yang dilakukan, yaitu 1) Internalisasi
pengurangan risiko bencana di kabupaten/kota yang berisiko tinggi; 2)
Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana di kabupaten/kota yang
berisiko tinggi; dan 3) Peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah
dan masyarakat dalam penanggulangan bencana. Sasaran yang harus dicapai
dalam penanggulangan bencana yaitu menurunnya indeks risiko bencana serta
meningkatnya ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
terhadap ancaman bencana di kabupaten/kota yang merupakan pusat-pusat
pertumbuhan yang berisiko tinggi terhadap bencana; dan terlaksananya
pemulihan daerah pasca bencana alam di Sinabung, Manado, Kelud serta
daerah pasca bencana alam lainnya.
Sasaran lokasi penurunan Indeks Risiko Bencana pada pusat-pusat
pertumbuhan berisiko tinggi yaitu sebanyak 120 kabupaten/kota berisiko tinggi
dan 16 kabupaten/kota berisiko sedang. Program prioritas penanggulangan
bencana yaitu: 1) internalisasi PRB dalam kerangka pembangunan; 2)
penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana; dan peningkatan kapasitas
dalam penanggulangan bencana.
Gambar 4. Program Prioritas Penanggulangan Bencana dalam RKP 2017
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
69
Program prioritas ke-1 Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan di Pusat dan daerah memiliki beberapa
kegiatan prioritas yaitu Pengarusutama-an PRB dalam perencanaan
pembangunan, Kajian risiko bencana untuk penyusunan RPJMD; Integrasi
Kajian Risiko bencana dalam RTRWP/K/K; Harmonisasi kebijakan dan peraturan
Pusat dan Daerah; dan Penyusunan rencana kontingensi. Program prioritas
ke-2 Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana; memiliki beberapa
kegiatan prioritas yaitu Menumbuh-kan kesadaran dan pengetahuan bencana;
Sosialisasi PB melalui media; Penyebarluas-an informasi kebencanaan;
Kerjasama Pemerintah dengan lembaga non pemerintah; Percepatan
penyelesaian pemulihan pascabencana; Penataan dan pemeliharaan lingkungan
rawan bencana; dan Menumbuh-kan kearifan lokal. Program prioritas ke-3
Peningkatan kapasitas dalam penanggulangan bencana, memiliki kegiatan
prioritas yaitu Kapasitas kelembagaan dan aparatur; Penguatan tata kelola PB;
Pengembang-an sistem peringatan dini; Pengembang-an dan pemanfaatan
IPTEK; Simulasi dan gladi PB; Infrastruktur mitigasi dan kesiapsiagaan;
Perlindungan dan layanan pada saat darurat bencana; Desa tangguh bencana
untuk desa hebat; dan Pusat logistik kewilayahan.
3.4.3. Hasil Koordinasi Penyusunan Renja K/L dan RKA K/L Tahun 2017 Badan
Nasional Penanggulangan Bencana dalam Mendukung Kawasan Rawan
Bencana Tahun 2017
a) Pembahasan Bilateral Meeting
Menurunkan Indeks Risiko Bencana pada pusat-pusat pertumbuhan berisiko tinggi
KAWASAN :120 kab/kota berisiko tinggi
16 kab/kota berisiko sedang
GEMPA BUMI
TSUNAMI
LETUSAN GUNUNG
API
GELOMBANG EKSTRIM & ABRASI
CUACA EKSTRIM
KEGAGALAN TEKNOLOGI
EPIDEMI & WABAH
PENYAKIT
BANJIR
KARHUTLA
KEKERINGAN
LONGSOR
BANJIR BANDANG
Internalisasi PRB dalam kerangka
pembangunan
Peningkatan kapasitas
dalam penanggulang
an bencana
Penurunan tingkat
kerentanan terhadap bencana
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
70
Perlu ditetapkan bersama mengenai target penurunan risiko bencana pada
136 kab/kota untuk tahun 2017 – 2019. Perencanaan penurunan risiko bencana
harus disepakati bersama pada pemerintah pusat agar anggaran di daerah
dapat dialokasikan dengan baik sinkron dengan pusat. Perlu diperhatikan
kegiatan prioritas dimana BNPB menjadi koordinator atau BNPB sebagai
eksekutor. Terkait pendanaan pada RKP 2017 adalah money follow program
maka alokasi pendanaan hanya untuk alokasi dana kegiatan prioritas. Kegiatan
diluar prioritas masuk dalam NSPK. Tanggal 8 Maret 2016 akan dikoordinasikan
dengan K/L bahwa tugas penanggulangan bencana tidak hanya BNPB, akan
tetapi tangguung jawab semua K/L. Tanggal 8 K/L lain juga harus kontribusi
alokasi untuk penurunan indeks risiko bencana. BNPB sebagai fungsi
koordinator penanggulangan bencana harus menentukan K/L mana saja yang
terlibat pada masing-masing sektor.
IRBI 2013 sama dengan sensus penduduk 10 tahunan, memiliki periode
perhitungan tertentu. Telah disepakati untuk RPJMN 2015 menggunakan IRBI
2013. Indeks bencana sama dengan indeks kemiskinan. Di pusat pertumbuhan
indeks kemiskinan selalu naik sehingga kapasitas masyarakat pada daerah
pusat pertumbuhan tidak meningkat signifikan. Kesimpulan: Semua unit kerja
BNPB akan menyusun kegiatan prioritas hingga alokasi anggaran berdasarkan
kegiatan prioritas dari hasil Multilateral Meeting dan indikator kegiatan kerja
BNPB.
b) Pembahasan Trilateral Meeting
Pada pelaksanaan Trilateral Meeting, disampaikan bahwa kondisi
keuangan Pagu pada tahun ini memiliki perbedaan dengan tahun sebelumnya.
Perlu diadakan pembahasan lebih lanjut mengendai kondisi keuangan dari tiap-
tiap KL. Apa yang berkembang di dalam diskusi Trilateral Meeting akan
digunakan untuk penyempurnaan pagu. Perlu diadakan penekanan tentang
arahan presiden terkait penyusunan RKP 2017. Kepala menteri/lembaga perlu
mencermati kegiatan yang akan dilakukan dan benar-benar bermanfaat untuk
rakyat dengan mengadopsi Money follow Programme. Perlu dicermati lagi
tentang pengertian Money follow Programme, apakah sesuai dengan Tusi dari
K/L. Nomenklatur diharapkan dapat dipertajam agar lebih konkrit, tidak lagi
menggunakan kata-kata yang multitafsir. Perlu diadakan penajaman dan
pengkajian kegiatan karena adanya keterbatasan dana.
Kegiatan yang ada diharapkan tetap berjalan, tetapi tidak menciptakan
ketimpangan, dan ketergantungan terhadap pemerintah. Kegiatan harus
integrated, disamping itu juga harus dapat dispasialkan. Penanggulangan
bencana lebih kepada mainstreaming, tidak hanya dilakukan oleh BNPB tetapi
K/L lain diharapkan dapat memberikan support, dari sini diperlukan fungsi BNPB
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
71
sebagai Koordinator K/L terkait Penanggulangan Bencana. Lokasi kegiatan
penanggulangan bencana, telah disesuaikan dengan kawasan-kawasan
perbatasan, daerah tertinggal, kawasan ekonomi, dan PKSN. Kegiatan belanja
K/L BNPB diharapkan dapat disesuaikan, seperti dana on call yang masuk
kepada dana non-operasional. Terdapat perbedaan/penurunan dana belanja
K/L setelah sidang kabinet.
Hasil yang diharapkan dari Trilateral Meeting ini adalah pemutakhiran
Pagu yang telah disesuaikan berdasarkan hasil diskusi. Kegiatan yang akan
dialokasikan adalah kegiatan yang mendesak dan kegiatan yang sifatnya
multiyears atau bersifat telah dikontrak. Kegiatan yang akan diusulkan harus
sesuai dengan arahan menteri Bappenas, dengan pertimbangan sesuai dengan
prioritas, tepat lokasi dan sasaran, serta sesuai dengan kemampuan keuangan
negara.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
72
Tabel 11. Kegiatan Prioritas RKP Tahun 2017 yang Mendukung Penanggulangan Bencana
PROGRAM PRIORITAS
KEGIATAN PRIORITAS
PROGRAM KEGIATAN SASARAN INDIKATOR
Konektivitas (tol) laut dan industri maritim
Penguatan Industri Perkapalan dan Rancang Bangun Kelautan
Program Penanggulangan Bencana
Penyiapan peralatan di kawasan rawan bencana
Pengadaan Speedboat Manta Jumlah Speedboat Manta
Program Penanggulangan Bencana
Penyiapan peralatan di kawasan rawan bencana
Pengadaan Speedboat Polyethelyne
Jumlah Speedboat Polyethelyne
Tata Ruang Laut, Konservasi dan Rehabilitasi Pesisir dan Laut serta Wisata Bahari
Penataan Ruang Laut dan zonasi pesisir
Program Penanggulangan Bencana
Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana
Tersusunnya kajian dan peta risiko bencana di kabupaten/ kota pesisir untuk mendukung kegiatan rehabilitasi pesisir oleh KKP ataupun pembangunan/pengembangan pelabuhan (tol laut)
Jumlah kajian dan peta risiko bencana di kabupaten/kota pesisir
Penetapan Batas Laut, Penamaan Pulau, dan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil
Pengelolaan pulau-pulau kecil
Program Penanggulangan Bencana
Pengembangan aplikasi teknologi informasi, komunikasi dan kehumasan
Tersedianya Data dan Informasi kebencanaan digunakan untuk kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana (Tersusunnya data dan informasi kebencanaan untuk pengelolaan pulau-pulau kecil terluar)
Jumlah Data dan Informasi Kebencanaan digunakan untuk pengelolaan pulau-pulau kecil (Jumlah pulau-pulau kecil terluar yang rawan bencana yang memiliki indeks risiko tinggi)
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
73
Tabel 11. Lampiran Pagu Indikatif BNPB Hasil Kesepakatan Trilateral Meeting
KODE PROGRAM
SUMBER PENDANAAN
K/L UNIT PROG RUPIAH PLN RMP PLN
HLN RMP HLN
PDN SBSN PNBP BLU JUMLAH1)
103 01 01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BNPB
259.447,00 -
-
-
-
-
-
-
-
259.447,00
103 01 03 Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur BNPB
14.000,00 -
-
-
-
-
-
-
-
14.000,00
103 01 06 Program Penanggulangan Bencana 566.299,90 -
-
-
-
-
-
-
-
566.299,90
JUMLAH 839.746,90 -
-
-
-
-
-
-
-
839.746,90
PENJELASAN:
Angka pada Kolom Jumlah SUDAH memperhitungkan alokasi Belanja Operasional :
a. Belanja Pegawai Operasional Rp 47,647.1 Juta
b. Belanja Barang Operasional
Rp 65,200.0 Juta
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
74
3.4.4 Penelaahan RKA Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Perencanaan dan arah kebijakan penanggulangan bencana secara umum
telah tertuang di dalam RPJMN 2015-2019. Rencana dan kebijakan ini juga
telah dirincikan ke dalam RKP setiap tahunnya. BNPB selaku K/L bertugas untuk
menyusun Renja-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan
mengacu kepada RKP dan Renstra BNPB. Renja dan RKP kemudian dirincikan
melalui RKA-KL yang merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran
yang berisi program dan kegiatan BNPB. Untuk mencapai sasaran
pembangunan bidang penanggulangan bencana yang tercantum di dalam RKP,
maka diperlukan sinkronisasi antara RKP 2017, Renja BNPB 2017, dan RKA-KL
BNPB 2017.
Berdasarkan hasil penelaahan RKA-KL BNPB yang dilakukan pada Tahun
2016, masih terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian lebih lanjut,
antara lain:
1) Substansi RKA-KL untuk tahun 2017 agar lebih memperhatikan konsistensi
nomenklatur, target/sasaran, outcome, output, indikator, dan besaran
alokasi program dan kegiatan dalam RKP 2017 dan Renja KL 2017
2) Secara umum masih terdapat perbedaan output, rincian alokasi dan volume
target kegiatan pada RKA-KL yang tidak sesuai dengan Renja KL, hal ini
perlu untuk disampaikan melalui surat resmi kepada Bappenas dan
Kemenkeu.
3) BNPB perlu menjaga program dan kegiatan yang mendukung Prioritas
Nasional tahun 2017 untuk tidak berubah, dengan harapan dapat
tercapainya Prioritas Nasional yang berkaitan dengan Penanggulangan
Bencana. Naik di Prioritas Nasional Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan,
dan Prioritas Nasional lainnya.
BNPB telah melaksanakan rapat koordinasi pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan program/kegiatan Penanggulangan Bencana Nasional untuk
melakukan pengintegrasian kegiatan Penanggulangan Bencana multisektor.
Penanggulangan Bencana tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan
pembangunan nasional, dimana setiap aspek pembangunan yang
diselenggarakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan mengintegrasikan
upaya-upaya pengurangan risiko bencana.
Upaya pengintegrasian kebijakan penanggulangan bencana ini telah
dilaksanakan dengan memasukkan kebijakan penanggulangan bencana
kedalam agenda pembangunan nasional dalam RPJMN 2015-2019 melalui fokus
pelestarian sumberdaya alam, lingkungan hidup, dan pengelolaan bencana. Hal
ini dimasukkan melalui fokus pelestarian sumberdaya alam, lingkungan hidup,
dan pengelolaan bencana diarahkan untuk mendukung agenda pembangunan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
75
nasional, yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-
sektor strategis ekonomi domestik. Keberhasilan pelaksanaan kebijakan di
bidang penanggulangan bencana nasional sesuai arahan RPJMN 2015-2019,
serta sejalan dengan peran BNPB dalam mengkoordinasikan kebijakan dan
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Hal tersebut, dapat digambarkan
melalui kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program dan
kegiatan penanggulangan bencana pada tingkat kementerian/lembaga.
Kualitas koordinasi lintas sektor dalam penanggulangan bencana,
merupakan hal yang penting untuk mencapai keberhasilan dalam upaya
penanggulangan bencana. Kegiatan penanggulangan bencana merupakan
urusan bersama, baik antara pemerintah-masyarakat maupun pemerintah-
pemerintah. Perlu peran penting dari BNPB selaku koordinator program dan
kegiatan penanggulangan bencana, untuk mengkoordinir K/L terkait hal
penanggulangan bencana. Sejauh ini beberapa K/L telah menerapkan kegiatan
terkait penanggulangan bencana, namun masih dilakukan secara terpisah dan
tidak terkoordinasi secara baik. Selain itu, K/L masih terpaku pada kegiatan
respon/tanggap darurat adn pasca bencana, belum mengaitkan aspek
pengurangan risiko bencana, seperti:
1. Beberapa kementerian/lembaga masih belum membuat kebijakan khusus
yang mempertimbangkan permasalahan kebencanaan;
2. Masih terdapat beberapa kegiatan yang sama di antara kementerian
lembaga (seperti desa tangguh bencana, desa siaga, desa pesisir, dan lain
sebagainya)
3. Masih banyaknya pemerintah daerah yang belum mengalokasikan anggaran
khusus untuk penanggulangan bencana, beberapa daerah yang telah
mengalokasikan dana untuk penanggulangan bencana masih terbatas oleh
kondisi keuangan daerah, sehingga ketergantungan pendanaan kepada
pemerintah pusat sangat besar;
4. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dalam penanggulangan
bencana sudah sesuai dengan kebutuhan daerah, tetapi karena kegiatan
BNPB seluruhnya masih merupakan kegiatan pusat, BNPB hanya melakukan
fasilitasi kepada daerah.
Kegiatan penanggulangan bencana di tingkat pusat masih memerlukan
banyak peningkatan, terutama dalam hal koordinasi. BNPB selaku koordinator
kegiatan kebencanaan di tingkat pusat, perlu mendorong seluruh K/L yang
terlibat dalam kegiatan penanggulangan bencana agar lebih memberikan
perhatian terhadap bidang kebencanaan. Hal ini dapat diterapkan dengan
menciptakan perencanaan dan pembangunan yang berbasis pengurangan risiko
bencana. Selain itu, anggaran untuk kegiatan penanggulangan bencana
maupun pengurangan risiko bencana juga perlu diberi alokasi khusus.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
76
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan kesinambungan dari
kegiatan penanggulangan bencana pada fase pasca bencana. Kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi ini lebih menekankan pada pemulihan masyarakat,
baik melalui aspek fisik maupun sosial. Untuk melakukan kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi, diperlukan sinkronisasi dan koordinasi kegiatan lintas sektor
untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. BNPB selaku
koordinator dalam hal penanggulangan bencana menginstruksikan
kementerian/lembaga terkait untuk melakukan pembahasan terhadap
komitmen setiap K/L dalam melakukan pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
pasca bencana. Kegiatan ini memerlukan komitmen tinggi dari setiap K/L serta
memprioritaskan pendanaan untuk melakukan kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana.
Program/kegiatan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh setiap
K/L di tiap tahun akan selalu dipantau dan dievaluasi oleh BNPB selaku
koordinator kegiatan penanggulangan bencana di pusat. Seluruh K/L
diharapkan dapat berperan dalam program/kegiatan penanggulangan bencana
baik dalam tahap prabencana, tanggap darurat, maupun pascabencana.
Pemantauan dan Evaluasi kegiatan ini bertujuan untuk mensinergikan peranan
setiap K/L terkait kegiatan penanggulangan bencana. Kegiatan ini diinisiasi oleh
BNPB dalam bentuk rapat koordinasi yang dilaksanakan di Graha BNPB dengan
mengundang seluruh K/L terkait.
3.5. Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 dengan Pemerintah
Daerah
Salah satu kegiatan koordinasi yang dilakukan dengan pemerintah daerah
dalam rangka perencanaan RKP yaitu koordinasi perencanaan RKP tahun 2017
bidang pembangunan daerah tertinggal yang dilakukan di Kabupaten Sampang,
Provinsi Jawa Timur pada tanggal 2-4 Juni 2016, dimana yang menjadi focus
informasi yang didalami adalah terkait dengan sektor unggulan kabupaten dan
SDM di Kabupaten Sampang yang menjadi indikator ketertinggalan utama
daerah. Usulan kegiatan yang disetujui dengan dana K/L di Kabupaten
Sampang dalam Prioritas Nasional Daerah Tertinggal yaitu.
1. Untuk program prioritas pelayanan dasar publik, pada kegiatan prioritas
pembangunan ketenagalistrikan, akan dilakukan pengadaan PLTS dan tenaga
lainnya oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasu. Daerah mengusulkan kebutuhan PLTS Terpusat, yang
kemudian akan disesuaikan dengan ketersediaan anggaran Kementerian
Desa, PDT, dan Transmigrasi. Diharapkan pembangunan PLTS Terpusat
diarahkan kepada pemenuhan elektrifikasi untuk menunjang perekonomian
dan kegiatan belajar dan mengajar.
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
77
2. Untuk program prioritas Peningkatan Aksesibilitas, Konektivitas, pada
kegiatan prioritas Pembangunan, Peningkatan Kapasitas, dan Pemeliharaan
Jalan dan Jembatan, akan dilakukan rehabilitasi/pemeliharaan Jalan Nasional
oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kegiatan
pembangunan akan disesuaikan dengan ketersediaan anggaran Kementerian
PU-PR dan kondisi ruas jalan yang diusulkan. Adapun ruas jalan yang
diusulkan yaitu:
a) Jalan Jaksa Agung Suprapto (Sampang) (No Ruas 110.13)
b) Jalan Wahid Hasyim (Sampang) (No Ruas 110.12)
c) Jalan Panglima Sudirman (Sampang) (No Ruas 110.11)
d) Jalan KH Hasyim Ashari (Sampang) (No Ruas 111.11)
e) Jalan P Diponegoro (Sampang) (No Ruas 111.13)
f) Jalan Trunojoyo (Sampang) (No Ruas 111.12)
3. Untuk program prioritas Pengembangan Ekonomi Lokal, pada kegiatan
prioritas Pengembangan Ekonomi Lokal, akan dilakukan Pembibitan dan
Perawatan Ternak oleh Kementerian Desa, PDTT. Dalam hal ini, belum ada
kesepakatan, sehingga Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi akan
membahas lebih lanjut terkait kelanjutan pembangunan peternakan modern
yang telah dilaksanakan Tahun 2015.
4. Untuk program prioritas Peningkatan Aksesibilitas/ Konektivitas, pada
kegiatan prioritas, Pembangunan, Peningkatan Kapasitas, dan Pemeliharaan
Jalan dan Jembatan, terdapat kegiatan Pembangunan Jalan Sreseh-
Pangarengan, namun belum ada kesepakatan. Ruas jalan ini merupakan
jalan non status yang bersifat strategis. diharapkan dapat dialokasikan
melalui DAK. Pemerintah Provinsi akan menyiapkan lahan dan desain.
Tabel 12. Rekapitulasi Usulan Kegiatan Semua PN di Kabupaten Sampang
REKAP USULAN SEMUA PN DI KABUPATEN SAMPANG
No Status Kesepakatan Jumlah
1 Belum ada kesepakatan 3
2 Belum dibahas 12
3 Disetujui dengan dana k/l 4
4 Ditolak 5
Grand Total 24
KEMENTERIAN DAN USULAN KEGIATAN DI MUSRENBANGNAS: DISETUJUI
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI
Peningkatan Sarana dan Prasarana di Daerah Tertinggal 1
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
78
KEMENTERIAN KESEHATAN Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung 2
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional 1
Grand Total 4
KEMENTERIAN DAN USULAN KEGIATAN DI MUSRENBANGNAS: BELUM ADA KESEPAKATAN
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI
Pengembangan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di Daerah Tertinggal 1
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional 1
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Penyediaan Layanan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan 1
Grand Total 3
KEMENTERIAN DAN USULAN KEGIATAN DI MUSRENBANGNAS: BELUM DIBAHAS KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Penataan dan Pemanfaatan Jasa Kelautan 1 Pengelolaan Kawasan Perikanan Budidaya 5 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, Rehabilitasi Lahan, Perencanaan DAS, serta Pengendalian Kerusakan Perairan Darat
1
Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial 2 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional 1 Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sumber Pembiayaan dan Pola Investasi, serta Pengelolaan Pengembangan Infrastruktur Sanitasi dan Persampahan
1
KEMENTERIAN PERTANIAN Peningkatan Produksi Pakan Ternak 1 Grand Total 12
KEMENTERIAN DAN USULAN KEGIATAN DI MUSRENBANGNAS: DITOLAK KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI
Pengembangan Ekonomi Lokal di Daerah tertinggal 1
Peningkatan Sarana dan Prasarana di Daerah Tertinggal 1
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
79
DAN KEBUDAYAAN
Koordinasi kebijakan Pendidikan Menengah dan Keterampilan Bekerja 1
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
Peningkatan Kerjasama Pembiayaan KUMKM 1
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional 1
Grand Total 5
Tingkat kemikinan di Kabupaten Sampang dan daerah tertinggal yang
berada di provinsi Jawa Timur relatif masih tinggi, untuk itu dalam rangka
mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal yang ada di Provinsi
Jawa Timur diperlukan kegiatan – kegiatan dalam rangka penurunan tingkat
kemiskinan dan harus secara holistik diterapkan tidak secara parsial karena
akan mengurangi manfaat dalam menyentuh akar masalah kemiskinan di
daerah.
Untuk mendorong penurunan tingkat kemiskinan di daerah diperlukan
kegiatan yang mendorong masyarakat untuk lebih produktif, tidak lagi dengan
cara konsumtif (seperti bantuan langsung tunai). Kegiatan produktif tersebut
seperti dengan melakukan pengembangan ekonomi lokal yang merupakan
sektor unggulan masing – masing daerah yang memiliki daya ungkit dalam
penurunan kemiskinan.
Tabel 3.2 Sektor unggulan daerah tertinggal di Jawa Timur
Provinsi/
Kabupaten Sekto
r
Pert
ania
n
Sekto
r
Pert
am
bangan
& P
enggalia
n
Sekto
r In
dust
ri
Pengola
han
Sekto
r Lis
trik
,
Gas
& A
ir
Bers
ih
Sekto
r
Bangunan
Se
kto
r
Pe
rda
ga
ng
an
,
Ho
tel
&
Resto
ran
Sekto
r
Pengangkuta
n
& K
om
unik
asi
Sekto
r
Keuangan,
Pers
ew
aan, &
Jasa
Peru
sahaan
Sekto
r Ja
sa-
jasa
PD
RB (R
p.
Mily
ar)
Jawa Timur
163.293 29.548 279.42
3 16.542 40.629
368.333
67.822 53.039 92.575 1.094.377
Bondowoso
2,816 0,260 0,635 0,352 0,409 0,817 0,236 0,506 0,899 9.991
Situbondo 1,972 0,751 0,367 0,522 1,009 1,108 0,933 0,641 1,002 11.749
Bangkalan 1,890 0,561 0,161 0,757 2,656 0,837 1,147 0,893 1,886 10.664
Sampang 2,705 3,356 0,039 0,266 0,745 0,835 0,429 0,757 1,419 8.038
Sumber : Bappeda Jawa Timur, 2016
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
80
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sektor pertanian menjadi tulang
punggung utama penggerak perekonomian dari kabupaten – kabupaten
tertinggal di Jawa timur. Dalam hal ini, produk unggulan dari Kabupaten
Sampang sendiri adalah Garam dan Jagung. Untuk menunjang pengembangan
sektor unggulan di atas, diperlukan pengembangan ekonomi wilayah secara
terintegrasi dari aspek hulu dan hilir (keterkaitan sektor) dengan meningkatkan
konektivitas antara daerah pinggiran, seperti daerah tertinggal ke pusat
pertumbuhan/kawasan strategis.
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, kesimpulan yang dapat
dirumuskan berdasarkan hasil pelaksanaan koordinasi perencanaan RKP 2017,
yaitu sebagai berikut.
1. Kementerian PPN/Bappenas dalam hal ini yaitu Direktorat Daerah Tertinggal,
Transmigrasi, dan Perdesaan bersama dengan Kementerian Keuangan,
Kementerian/Lembaga Mitra Kerja (Kementerian Desa PDTT, Badan Nasional
Pengelola Perbatasan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan BP
Sabang dan BP Batam), dan Kementerian/Lembaga terkait lainnya
melakukan koordinasi perencanaan pembangunan dalam rangka penyusunan
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2017. Koordinasi diarahkan untuk
menghasilkan program dan kegiatan sebagai kebijakan pemerintah dalam
mendukung pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan
strategis nasional, dan kawasan rawan bencana.
2. Koordinasi perencanaan yang dilakukan dalam bentuk Multilateral Meeting,
Bilateral Meeting, Trilateral Meeting, dan Musrenbangnas menghasilkan
kesepakatan arah kebijakan, strategi, program, dan kegiatan stategis dalam
bidang pembangunan daerah tertinggal, perbatasan, kawasan strategis
nasional dan kawasan rawan bencana Tahun 2017, yang diikuti dengan
target, sasaran, beberapa lokasi yang sudah dapat ditentukan, dan usulan
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
81
pendanaan yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelaahan RKA K/L
khususnya terkait anggaran K/L mitra.
3. Kegiatan koordinasi perencanaan RKP menghasilkan pagu indikatif tahun
2017 bagi Kementerian Desa PDTT, Badan Nasional Pengelola Perbatasan,
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan BP Sabang dan BP Batam
sebagai kementerian/lembaga mitra kerja Direktorat Daerah Tertinggal,
Transmigrasi, dan Perdesaan, yang disusun berdasarkan program prioritas
dan kegiatan prioritas dalam rancangan RKP 2017.
4.2 Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan
untuk meningkatkan kualitas kegiatan perencanaan RKP 2017 yaitu:
1. Penguatan penghitungan data dasar di bidang infrastruktur transportasi,
pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ekonomi
masyarakat di daerah tertinggal dan perbatasan, sehingga diketahui jumlah
kebutuhan investasi yang harus dilakukan pemerintah untuk mempercepat
pembangunan di daerah tertinggal dan perbatasan. Dalam sisi perencanaan,
penguatan data diperlukan untuk merumuskan kejelasan target dan sasaran
sehingga dapat lebih memfokuskan arah pembangunan.
2. Melihat usulan program/kegiatan dari pemerintah daerah yang kurang tepat
sasaran, maka perlu technical assistance dalam mekanisme pengisian sistem
aplikasi musrenbang. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu
melakukan treatment khusus bagi daerah-daerah terisolir dalam mekanisme
pengusulan untuk memastikan proses dari sisi bottom up berjalan secara
adil.
3. Koordinasi yang baik antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian
Keuangan, dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal serta BNPP,
BNPB, maupun Kementerian/Lembaga perlu ditingkatkan baik dalam rangka
penyusunan rencana maupun dalam pelaksanaan pembangunan dengan
implementing partner. Selain itu keterpaduan antara RPJMN, RKP, Renja-KL,
maupun RKA-K.L harus dapat tergambar dengan jelas dan terpadu. Perlu
Koordinasi Perencanaan RKP Tahun 2017 untuk Bidang Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana
82
peningkatan kualitas dokumen perencanaan K/L Mitra dengan menekankan
pada kebutuhan prioritas dan urgensi kebutuhan (bukan sekedar indikasi
kebutuhan shoping list) setiap daerah/kawasan.
4. Peran K/L mitra kerja perlu ditingkatkan supaya tidak hanya
mengkoordinasikan K/L namun juga mengarahkan K/L sektoral sehingga
dapat bersinergi dalam menangani percepatan pembangunan daerah
tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan strategis nasional, dan kawasan
rawan bencana yang membutuhkan penanganan lintas sektor. Hal ini
dilakukan dalam rangka proses pencapaian tujuan dan sasaran pada akhir
periode RPJM 2015-2019.