laporan akhir ekpd 2010 - papua barat - unp

109

Upload: ekpd

Post on 04-Dec-2014

737 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Laporan Akhir EKPD 2010 Provinsi Papua Barat oleh Tim Universitas Negeri Papua

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Page 2: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

i  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  

KATA PENGANTAR

Pujian, syukur, dan terima kasih kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas

berkat dan rahmatNya tulisan dengan judul LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA

PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT 2010 dapat diselesaikan dengan

baik. Kegiatan Evaluasi ini telah diikuti oleh Universitas Papua selama 2 tahun berturut-

turut yaitu 2008, 2009, dan tahun 2010 merupakan keikutsertaan Universitas Papua yang

ketiga. Pengalaman yang dimiliki dalam melaksanakan EKPD dan tersedianya data yang

memadai diharapkan akan diperoleh hasil yang lebih baik dari tahun sebelumnya.

Kegiatan EKPD tahun 2010 ini memiliki nuansa yang sedikit berbeda dengan kegiatan-

kegiatan EKPD tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena EKPD 2010 bertepatan

dengan peralihan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 ke

RPJM 2010 – 2014. Oleh karenanya, EKPD 2010 akan diarahkan mencakup dua

kegiatan yaitu, pertama, mengevaluasi pelaksanaan PRJM 2004-2009 di Provinsi Papua

Barat dengan analisis sebagaimana evaluasi tahun lalu. Hasil evaluasi EKPD akan

memberikan gambaran yang utuh mengenai pelaksanaan RPJMN di daerah, baik

pencapaian maupun permasalahan dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mencapai target-target yang telah

ditetapkan tersebut. Kedua,d alam RPJMN 2010 – 2014 yang telah mulai dilaksanakan,

terjadi perubahan yang cukup besar dengan RPJMN sebelumnya. Untuk itu perlu

dilakukan evaluasi ex-ante tentang relevansi untuk membandingkan dan menilai RPJMD

di masing-masing provinsi dengan RPJMN yang baru.

Dengan memiliki data keterkaitan antara RPJMD di provinsi dan RPJMN, maka akan

diperoleh gambaran/masukan bagi pemerintah dalam menyusun kegiatan di daerah.

Hasil evaluasi ini juga dapat bermanfaat bagi daerah untuk menyesuaikan dokumen

perencanaan daerah terhadap RPJMN apabila diperlukan.

Laporan Akhir EKPD Provinsi Papua Barat ini dibuat sebagai salah satu

pertanggungjawaban Tim Narasumber Provinsi Papua Barat kepada Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(BAPPENAS) sebagai mitra kerja.

Terselesainya tulisan ini sudah barang tentu tidak terlepas dari kerjasama yang baik

antara BAPPENAS dan Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat, oleh karenanya pada

kesempatan ini patut disampaikan terima kasih yang tulus kepada Tim BAPPENAS yang

Page 3: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

ii  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  

telah berbagi pengalaman, meluangkan waktu dan tenaga yang dimiliki demi perbaikan

kerja Tim Evaluasi Provinsi Papua Barat.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada sesama Tim Evaluasi Provinsi yang telah

memberikan banyak masukan dan berbagi pengalaman dalam diskusi yang telah

memperkaya wawasan dalam melaksanakan pekerjaan ini. Kepada Kepala BP3D

Provinsi Papua Barat, Kepala BPS Provinsi Papua Barat dan berbagai instansi di

lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat yang telah membantu Tim Evaluasi Provinsi

Papua Barat pada kesempatan ini kami juga menghaturkan banyak terima kasih atas

kerjasamanya.

Disadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, masukan yang berupa saran

yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan penulisan laporan EKPD di masa

yang akan datang.

Manokwari, Desember 2010

Universitas Negeri Papua

Rektor,

Ir. Yan Pieter Karafir, MEc

Page 4: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

iii  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  

DAFTAR ISI

Kata Pengantar . ………………………………………………………………………………….. i

Daftar Isi …………………………………………………………………………………………… iii

Daftar Tabel ……………..……………………………………………………………………… v

Daftar Gambar…………………………………………………………………………………… . vi

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………… 1 A. Latar Belakang…………………………………………………………………. ....... 1 B. Tujuan dan Sasaran ………………………………………………………………… 2 C. Keluaran……………………………………………………….………………………. 3

BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009 ……………………….. 4

A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI .............. 4 1. Indikator ………………………………………………………………………… 4 2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………………………. 4 3. Rekomendasi Kebijakan………………………………………………………… 6

B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS .... 7 1. Indikator ……………………………………………………………………….… 7 2. Analisis Pencapaian Indikator ………………………………….…………… 7 3. Rekomendasi Kebijakan ……………………………………..………………… 15

C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT .............................. 16 1. Indikator ………………………………..………………………………………. 16 2. Analisis Pencapaian Indikator ……………..………………………………..... 17 3. Rekomendsi Kebijakan …………………………………………………………. 55

D. KESIMPULAN .................................................................................................. 62

BAB III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI

1. Pengantar …………………………………………………….. ............................. 66 2. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional . …………..……………… 67 3. Rekomendasi ……………………………………………… ............. …………….. 64 a. Rekomendasi terhadap RPJMD Provinsi …………………………………… ..... 87 b. Rekomendasi terhadap RPJMN ………………………………………… …….. 89

BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................... 90

1. Kesimpulan ............................ …….................................................................... 90 2. Rekomendasi ......... ………………………………………………………………… 92

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 94

LAMPIRAN ……………………………………………………………………………………. 96

Page 5: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

iv  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Opini LKPD Papua Barat Berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK RI ................. 11

Tabel 2 Target Pendidikan SMP di Papua Barat Tahun 2005-2009 …………………. 17

Tabel 3 Angka Partisipasi Kasar menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang Pendidikan Tahun 2007-2008 ………………..……………………………………………….… 18 Tabel 4 Angka Partisipasi Murni menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dan 2008 ………………………………………..…………………….. 20

Tabel 5 Jumlah dan Persentase Siswa Putus Sekolah menurut jenjang pendidikan Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008 ………………………………………….. 21

Tabel 6 .... Angka Melek Aksara dan rata-rata lama sekolah penduduk berumur 15 Tahun atau lebih di Papua Barat Tahun 2007 dan 2008 .............................................. 23

Tabel 7 Persentase Fasilitas Perpustakaan Terhadap Jumlah SLTP/SLTA Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008 ……………………………………….. 25 Tabel 8 Persentase Fasilitas Laboratorium Terhadap Jumlah SLTP dan SLTA Di Provinsi Papua Barat 2006-2008 ………………………………………………. 25

Tabel 9 Persentase jalan nasional dan jalan provinsi di Papua Barat Tahun 2004-2009 40

Tabel 10 Produk Domestik Regional Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha 2005-2009 (Juta Rupiah) …………………..…………………………...... 44 Tabel 11 Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dan 2008 ........ 50

Page 6: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

v  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Angka Kriminilitas di Papua Barat ................................................................. 4

Gambar 2 Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional di Papua Barat .. 5

Gambar 3 Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional di Papua Barat .. 6

Gambar 4. Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan............................................................................................... 8

Gambar 5. Gender Development Index Papua Barat ...................................................... 12

Gambar 6. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan Gender di Papua Barat ................................................................................. 13 Gambar 7 Gender Empaowerment Measurement di Papua Barat ................................ 14

Gambar 8 Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi kasar SD dan SMP di Provinsi Papua Barat 2004-2009 18

Gambar 9 Angka melek huruf Provinsi Papua Barat 2004-2009................................. 22

Gambar 10 Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup dan persentase Gizi buruk di Papua Barat Tahun 2004-2009................................................. 27

Gambar 11 Laju pertumbuhan penduduk dan total fertility rate di Papua Barat Tahun 2004-2009........................................................................................... 28

Gambar 12 Contaceprive prevalence rate, pertumbuhan pendapatan per kapita Dan akngka melek huruf di Papua Barat Tahun 2004-2009.......................... 29

Gambar 13 Persentase laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009................................................................................................... .. 27

Gambar 14 Indikator Pendukung Pertumbuhan Ekonomi Barat tahun 2004-2009.......... 32

Gambar 15 PDRB Per Kapita Berdasarkan Harga Belaku di Papua Barat Tahun 2004-2009 ......................................................................................... 33

Gambar 16 Indikator Pendukung PDRB Per Kapita Papua Barat, 2004-2009............. ... 30

Gambar 17 Laju Inflasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009. ................................ 35

Gambar 18 Perkembangan nilai Rencana dan Realisasi PMA di Papua Barat Tahun 2004-2009. ........................................................................................ 36

Gambar 19 Perkembangan nilai realisasi PMA di Papua Barat Tahun 2004-2009 .......... 38

Gambar 20 Perkembangan Nilai Tukar Petani di Papua Barat 2006-2009...................... 43

Gambar 21 Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan di Papua Barat ............. ... 45

Gambar 22 Jumlah Tindak Pidana Kelautan di Papua Barat ........................................... 47

Gambar 23 Luas Lahan Konservasi di Papua Barat ........................................................ 49

Gambar 24 Penduduk Miskin di Papua Barat ................................................................. 51

Gambar 25 Indikator Pendukung Kemiskinan di Papua Barat ......................................... 52

Gambar 26 Tingkat Penggangguran Terbuka di Papua Barat ......................................... 54

Page 7: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

vi  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  

Page 8: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat

tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan, penetapan,

pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu

tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dengan

mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk menilai sejauh mana

pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan.

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan. Sesuai

dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian

dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah (Bappenas)

berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana pelaksanan RPJMN

tersebut.

Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014. Siklus

pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak selalu sama dengan

siklus pembangunan 5 tahun di daerah. Sehingga penetapan RPJMN 2010-2014 ini tidak

bersamaan waktunya dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Provinsi. Hal ini menyebabkan prioritas-prioritas dalam RPJMD tidak selalu

mengacu pada prioritas-prioritas RPJMN 2010-2014. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi

relevansi prioritas/program antara RPJMN dengan RPJMD Provinsi.

Di dalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang berkaitan dengan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Yang pertama adalah

evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dan yang kedua penilaian keterkaitan

antara RPJMD dengan RPJMN 2010-2014.

Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 adalah Evaluasi

ex-post untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran) dengan mengacu

pada tiga agenda RPJMN 2004 - 2009 yaitu agenda Aman dan Damai; Adil dan

Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Untuk mengukur kinerja yang

telah dicapai pemerintah atas pelaksanaan ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi

dan analisis indikator pencapaian. Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi

Page 9: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  2

relevansi RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan

keterkaitan 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu

juga mengidentifikasi potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN

2010-2014. Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1) Reformasi

Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4) Penanggulangan

Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim Investasi dan Iklim

Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, 10) Daerah

Tertinggal, Terdepan, Terluar, & Pasca-konflik, 11) Kebudayaan, Kreativitas dan

Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1) Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2)

Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3) Perekonomian lainnya.

Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada perencanaan

pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di daerah. Selain itu, hasil

evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan

pembangunan daerah.

Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan yang lebih

independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal tersebut,

Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan kegiatan Evaluasi

Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi

selaku evaluator eksternal dan dibantu oleh stakeholders daerah.

Pelaksanaan EKPD 2010 akan dilaksanakan dengan mengacu pada panduan yang

terdiri dari Pendahuluan, Kerangka Kerja Evaluasi, Pelaksanaan Evaluasi, Organisasi

dan Rencana Kerja EKPD 2010, Administrasi dan Keuangan serta Penutup.

B. Tujuan dan Sasaran

Tujuan kegiatan ini adalah:

1. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat memberikan

kontribusi pada pembangunan di daerah;

2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome) dalam

RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi.

Sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini meliputi:

1. Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di daerah;

2. Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi dengan

RPJMN 2010-2014.

Page 10: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  3

C. Hasil yang diharapkan

Hasil yang diharapkan dari EKPD 2010 adalah:

1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 untuk

setiap provinsi;

2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010 -

2014.

Page 11: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  4

BAB II. HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009

A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

1. Indikator

Indikator untuk menilai hasil pelaksanaan RPJMN 2004-2009 tentang pembangunan

Indonesia yang aman dan damai adalah a) indeks kriminalitas, b) persentase

penyelesaian kasus kejahatan konvensional, dan c) persentase penyelesaian kasus

kejahatan transnasional.

2. Analisis Pencapaian Indikator

Angka Kriminilitas

Angka kriminiltas di Papua Barat di wakili oleh angka kriminilitas pada Kepolisian

Resort Manokwari. Angka kriminilitas yang digunakan adalah seluruh kasus

kriminilitas yang diterima oleh Kepolisian resort Manokwari, baik kasus kriminilitas

yang diselesaikan secara kekeluargaan maupun yang diteruskan ke pengadilan.

Adapun jumlah kasus kriminilitas 5 tahun terakhir yaitu Tahun 2005 hingga Tahun

2009, seperti pada Gambar 1.

Gambar 1.

Angka Kriminilitas di Papua Barat

Sumber: Kepolisian Resort Manokwari, 2010

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

2005 2006 2007 2008 2009

Angka Kriminilitas

Angka Kriminilitas

Page 12: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  5

Jumlah kasus kriminilitas di Papua Barat cenderung meningkat hingga tahun 2008

dan menurun pada tahun 2009. Provinsi Papua Barat merupakan provinsi termuda

di Indonesia sehingga pertumbuhan penduduk terutama migrasi penduduk dari luar

Papua Barat yang masuk Papua Barat cenderung meningkat sehingga tingkat

kriminilitas terus bertambah. Pada tahun 2009 angka kriminilitas cenderung

menurun karena Peraturan Daerah tentang larangan penjualan bebas minuman

keras dan pemasukan minuman keras ke Kabupaten Manokwari diefektifkan.

Kasus kriminilitas tertinggi adalah kasus penganiayaan (15,20%), kasus pencurian

(13,83), kasus narkotika dan obat-obatab terlarang (11,70%), kasus pelanggaran lalu

lintas (7,45%) dan kasus pembunuhan (5,32%).

Kasus penganiayaan, kasus pelanggaran lalu lintas dan kasus pembunuhan

sebagian sebagian besar disebabkan oleh pengaruh minuman keras/

Sebagian besar kasus penganiayaan terjadi karena pelaku dalam keadaan tidak

sadar oleh minuman keras.

Kasus Kejahatan Konvensional

Persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional dua tahun terakhir di Papua

Barat ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2

Persentase Penyelesaian Kasus kejahatan Konvensional di Papua Barat

Sumber: Pengadilan Negeri Manokwari, 2010

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

2008 2009

Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional

Page 13: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  6

Jumlah kasus kejahatan konvensional tahun 2008 adalah 92 kasus dan Tahun 2009

adalah 94 kasus. Seluruh kasus kejahatan konvensional tahun 2008 dan tahun

2009 diselesaikan pada tahun tersebut.

Kasus Kejahatan Transnasional

Kasus kejahatan transnasional adalah pengedaran narkotika dan obat-obat terlarang

(narkoba). Kasus narkoba pada Tahun 2008 sebanyak 11 kasus dan tahun 2009

sebanyak 2 kasus. Seluruh kasus narkoba dapat diselesaikan pada tahun tersebut

(Gambar 3).

Gambar 3

Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional di Papua Barat

Sumber: Pengadilan Negeri Manokwari, 2010

3. Rekomendasi Kebijakan

a. Mengingat angka kriminilitas tertinggi di Papua Barat adalah kasus

penganiayaan karena minuman keras maka peraturan daerah yang melarang

memperdagangkan minuman keras perlu dipertegas. Pemerintah harus

mengambil tindakan tegas bagi pemasok dan pendistribusi minuman keras di

Papua barat.

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

2008 2009

Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional

Page 14: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  7

b. Mengingat Provinsi Papua Barat terdiri dari 9 kabupaten/kabupaten kota, dan

untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik antar kabupaten maka

sepatutnya Provinsi Papua Barat memiliki KAPOLDA, Kejaksaan Negeri Provinsi

dan Pengadilan Tinggi Provinsi.

B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS

1. Indikator

Indikator untuk menilai hasil evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 tentang

pembangunan Indonesia yang adil dan demokratis adalah Pelayanan Publik yang

meliputi indikator: a) persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan

dengan yang dilaporkan, b) persentase kabupaten kota yang memiliki peraturan

daerah pelayanan satu atap, c) persentase instansi (SKPD) provinsi yang memiliki

pelaporan wajar tanpa pengecualian (WTP); dan Indikator Demokrasi yang

meliputi a) Gender Development Index (GDI), b) Gender Enpowerment

Measurement (GEM), dan c) Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

2. Capaian Pelayanan Publik

Persentase Kasus Korupsi yang Tertangani

Wacana pemberantasan korupsi belakangan ini menjadi bahasa populer yang

diperbincangkan oleh semua kalangan. Perbincangannya dimulai dari perbincangan

formal di tingkatan elit sampai obrolan santai di warung kopi. Hal ini wajar,

mengingat orang Indonesia adalah orang yang kenyang jeratan korupsi, dan

korupsi meliputi hampir seluruh ranah kehidupan orang Indonesia pada umumnya,

dan Papua Barat pada khususnya. Akibat yang ditimbulkan dari praktek korupsi

adalah hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik, dan ketimpangan

sosial. Kemudian, agar hal-hal ini tidak menghilangkan norma dan tatanan yang ada

maka oleh pemerintah agenda pemberantasan korupsi mau tidak mau harus

menjadi pilihan. Persentasi kasus korupsi yang tertangani di Papua Barat dapat

dilihat pada Gambar 4.

Page 15: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  8

Gambar 4.

Persentase Kasus Korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang Dilaporkan di Papua barat

Sumber: Pengadilan Negeri Kabupaten Manokwari (meliputi tiga kabupten: Kab. Manokwari, Kab.

Teluk Bintuni dan Kab. Teluk Wondama), 2010.

Berdasarkan data dan informasi tersebut diatas, tercatat bahwa periode 2004 hingga

2007 tidak ada kasus korupsi yang dilaporkan untuk selanjutnya diproses.

Fenomena ini secara tidak langsung memcerminkan masih kurangnya komitmen

pemerintah daerah (Papua Barat) memberantas praktek-praktek korupsi.

Korupsi merupakan potret yang menurunkan tingkat pelayanan publik. Praktek

korupsi marak terjadi dimana-mana dan dilakukan secara terang-terangan, namun

belum nampak ada upaya pencegahan dan pemberantasan dugaan-dugaan korupsi.

Jumlah dugaan kasus korupsi yang tidak dilaporkan ke pihak berwajib relatif

menyebabkan kasus-kasus tersebut juga tidak bisa terungkap. Masing lemahnya

pemberantasan kasus–kasus korupsi di provinsi Papua Barat tahun 2004 hingga

2007 lebih disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: 1). Indonesia memiliki

wilayah sangat luas dari Sabang sampai Merauke sehingga keadaan tersebut turut

mempengaruhi lemahnya kontrol pemerintah terhadap praktek-praktek korupsi di

daerah termasuk di Papua Barat. Aparat Pemerintah Pusat yang ada di daerah

seperti kejaksaan , kehakiman dan pihak kepolisian sebagai institusi penegak hukum

seolah-olah tidak berdaya menghadapi praktek korupsi yang marak terjadi dan

bahkan ada kesan institusi penegak hukum tersebut melindungi para pelaku agar

terhindar dari proses penyidikan dan penyelidikan.

0

20

40

60

80

100

2008 2009

KASUS KORUPSI YANG TERTANGANI

% Kasus korupsi yang tertangani di bandingkan dengan yang dilaporkan

Page 16: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  9

Praktek korupsi yang dilakukan di Papua Barat sangat sistemik secara internal

institusi, antara institusi, individu dan kelompok sehingga menjadi sangat sulit untuk

mengungkapkan berbagai sinyalemen tindak pidana korupsi tersebut. Dokumen-

dokumen publik seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menjadi buku

suci yang sulit di akses publik; 2). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang

dibentuk oleh Undang-Undang cukup berhasil di tingkat pusat, namun belum efektif

bekerja di daerah karena hingga saat ini belum ada KPK di tingkat Daerah.

Kebaradaan KPK bukan terbatas tugasnya memberantas dan menuntas kasus-

kasus dugaan korupsi, tetapi dapat menjadi alat kontrol yang efektf terhadap

penyelenggaran pemerintahan di daerah. Masyarakat dapat menyampaikan laporan

dugaan korupsi langsung ke KPK tanpa melaluli instutusi penegak hukum lainnya;

3). Hambatan lainnya terkait dengan kewenangan untuk mengeluarkan surat

perintah pemeriksaan terhadap pejabat setingkat kepala daerah yang diatur oleh

Undang-Undang yaitu berada di tangan Presiden. Kasus-kasus dugaan korupsi yang

dilakukan oleh kepala daerah hingga kini masih berlarut-larut proses

penyelesaiannya karena disebabkan oleh hambatan legalitas

Selanjutnya, tahun 2008 hingga 2009 tercatat pula bahwa jumlah kasus korupsi yang

dilaporkan justru mampu diselesaikan secara keseluruhan. Artinya, pada periode

2008 hingga 2009 sejumlah kasus korupsi yang diagendakan hingga pada proses

pengadilan dapat diselesaikan secara hukum oleh institusi terkait (Pengadilan

Negeri). Praktek korupsi di daerah yang banyak menyeret petinggi daerah lebih

disebabkan oleh penyalagunaan wewenang sebagai akibat dari kekurangtahuan

para pejabat tentang perkembangan peraturan. Peraturan-peraturan yang dimaksud

diantaranya PP 29 Tahun 2000 tentang Jasa Konstruksi, Keppres 80 Tahun 2003

tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, serta Keppres 42 Tahun 2002

tentang Pedoman Pelaksanaan APBN/APBD

Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki PERDA Pelayanan Satu Atap

Pada dasarnya, inisiasi pembentukan peraturan pelayanan satu atap lebih diarahkan

oleh pemerintah pusat/daerah guna menghindari birokrasi yang berbelit-belit.

Hingga 2009, tercatat di Kementerian Dalam Negeri ada 14 provinsi dan 250

kabupaten/kota yang baru menerapkan sistem pelayanan terpadu (SPT). Meskipun

hingga 2009 belum tergolong dalam kelompok daerah yang sudah menerapkan

sistem pelayanan terpadu, Papua Barat telah berkomitmen mempelajari dan mulai

mengatur atau mendesain sistem pelayanan satu atap, yang diharapkan nantinya

dapat menjadi jaminan daya tarik investor. Upaya ini telah ditunjukkan dengan studi

Page 17: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  10

banding yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah Papua Barat ke beberapa

wilayah di tanah air (Kabupaten Sidoarjo) yang telah sukses dengan sistem

pelayanan terpadu.

Beberapa hal yang menyebabkan mengapa sistem pelayanan satu atap di Papua

Barat hingga sekarang belum juga optimal di desain, yaitu : 1) sumberdaya manusia

bidang perencanaan dan pengembangan investasi di daerah masih sangat minim; 2)

butuh waktu untuk perubahan paradigma pimpinan di daerah dari dilayani menjadi

melayani; dan 3) belum terkolaborasinya data dan informasi tentang potensi yang

akurat/potensial di daerah.

Persentase Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

Salah satu upaya untuk mewujudkan good governance adalah dengan meningkatkan

transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Tujuan umum

pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi berkaitan dengan posisi

keuangan, kinerja dan arus kas entitas yang berguna bagi pengguna dalam

membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara

khusus, tujuan umum dari pelaporan keuangan di sektor publik adalah menyediakan

informasi yang berguna bagi proses pengambilan keputusan dan menunjukkan

akuntabilitas entitas mengenai sumberdaya yang dipercayakan.

Tujuan umum lainnya bagi pelaporan keuangan juga dapat memiliki peranan

prospektif dan prediktif, menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi

tingkat sumber daya yang dibutuhkan untuk kelangsungan operasi, dan risiko yang

menyertai serta ketidakpastiannya. Kemudian sesuai dengan peraturan perundangan

yang berlaku, investigasi terhadap pertanggungjawaban keuangan di daerah oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI hanya pada Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah (LKPD) yang disusun oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) di

daerah. Perkembangan hasil pemeriksaan terhadap LKPD Papua Barat tahun 2004

- 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 18: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  11

Tabel 1. Opini LKPD Papua Barat Berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK RI

TAHUN OPINI

2004 WDP

2005 WDP

2006 TMP 2007 TMP 2008 TMP

2009 TMP

Sumber: BPK RI, 2009

Hasil pemeriksanaan BPK RI terhadap LKPD Papua Barat tahun 2004 hingga 2009,

cukup jelas memberikan informasi tentang masih lemahnya aspek pengelolaan

keungan di daerah yang pada akhirnya diberi opini tidak memberikan pendapat

(TMP). Aspek pengelolaan keuangan di daerah yang dimaksud disini bermula dari

perencanaan, penatausahaan, sampai pada aspek pelaporan dan

pertanggungjawaban. Masih lemahnya managemen pengelolaan keuangan di

daerah (Papua Barat) lebih di sebabkan oleh Pertama adalah masih lemahnya

sumber daya manusia pengelola keuangan di daerah. Sehebat apapun sistem dan

mekanisme yang dibangun, tetapi tidak didukung dengan SDM yang handal maka

sistem atau mekanisme tersebut tidak akan efektif. Harus diakui bahwa sampai saat

ini, ahli akuntansi sektor publik di Indonesia masih sangat amat sedikit, ketimbang

ahli akuntansi bisnis. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika kita membaca hasil

audit BPK terhadap prestasi LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah). Kedua,

tumpang-tindih peraturan/ regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat tentang

pengelolaan keuangan daerah, yang justru terkadang menjadi persoalan bagi

pemerintah daerah dalam penyusunan neraca. Yang lebih parah lagi tidak hanya

sebatas tumpang-tindih aturan, tetapi perubahan terhadap aturan tersebut juga

sering terjadi dengan durasi waktu yang relatif singkat.

3. Kinerja Indikator Demokrasi

Pada dasarnya hakekat pembangunan ditujukan untuk kesejahteraan seluruh

penduduk dengan tidak membedakan suku, agama, asal maupun jenis kelamin.

Meski demikian, pembangunan yang dilaksanakan disinyalir masih bermuatan

diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Ditengarai, pembangunan yang

dilaksanakan di segala bidang lebih banyak menguntungkan laki-laki. Tentunya

untuk menjawab hal itu tidak mudah, perlu kajian mendalam terhadap keseluruhan

aspek pembangunan. Salah satu cara untuk mengetahui adanya diskriminasi antara

Page 19: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  12

laki-laki dan perempuan, yaitu menilai Indeks Pembangunan Gender (IPG) dengan

mempertimbangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Gender Development Index (GDI)

Dalam perkembangan bangsa, peran jender perlu diperhatikan tidak hanya dari

keberadaannya, tetapi juga kwalitas perannya. Pemberdayaan perempuan diarahkan

untuk mengembangkan dan memantapkan berbagai potensi yang ada pada dirinya

yang memungkinkan dirinya dapat memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama

dengan laki-laki terhadap proses pembangunan. Pencapaian pembangunan gender

yang diukur dengan indeks pembangunan gender (IPG) di Papua Barat dapat dilihat

pada Gambar 5.

Gambar 5

Gender Development Index Papua Barat

Sumber : BPS RI, 2009

Pencapaian pembangunan gender yang diukur dengan IPG selama kurun waktu

2004 - 2007 pada Gambar 5 di atas menunjukkan pencapaian pembangunan gender

terus mengalami peningkatan sejak tahun 2004. Pada tahun 2004 pencapaian

pembangunan gender mencapai 51,40 kemudian meningkat menjadi 56,80 pada

tahun 2007. Dengan demikian selama kurun waktu 2004-2007 kapabilitas dasar

perempuan terus mengalami peningkatan. Sejak tahun 2004 nilai IPG Papua Barat

terlihat terus bergerak naik hingga mencapai 56,80 pada tahun 2007. Namun

48,00

50,00

52,00

54,00

56,00

58,00

60,00

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Gender Development Index

Gender Development Index

Page 20: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  13

demikian, capaian IPG pada periode tersebut masih tergolong rendah, jika

dibandingkan prestasi IPG daerah lainnya di Indonesia.

Kemudian, pada periode 2008-2009 IPG Papua Barat juga terlihat terus meningkat

dari 57,36 pada tahun 2008 menjadi 57,80 pada tahun 2009. Artinya, meskipun

peningkatan tersebut masih relatif kecil namun peningkatan tersebut justru

memberikan indikasi bahwa komitmen pemerintah terhadap kesetaraan jender di

Papua Barat cukup baik dari sisi kuantitas.

Gender Empowerment Measurement (GEM) dan Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia yang tercermin dalam nilai IPM Papua Barat sejak tahun

2004 hingga 2009 meningkat baik di tingkat kabupaten/kota di Papua Barat hingga

tingkat provinsi. Namun, demikian terlihat jelas bahwa peningkatan tersebut masih

belum mampu mengurangi kesenjangan gender. Hal ini dapat diketahui dari nilai IPG

yang lebih kecil dari nilai IPM, yang berarti masih terjadi ketaksetaraan gender yang

hampir ditemui di seluruh kabupaten/kota di Papua Barat. ketidasetaraan gender

tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan Gender di Papua Barat

Sumber : BPS RI, 2009

0

10

20

30

40

50

60

70

80

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Gender Development Index dan Indeks Pembangunan Manusia

GDI IPM

Page 21: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  14

Selanjutnya dalam konteks diatas, ketaksetaraan gender bukan hanya merujuk pada

persoalan persamaan status dan kedudukan saja tetapi bisa bermakna pada

persoalan persamaan peranan dalam hal partisipasi terhadap proses pengambilan

keputusan di bidang politik maupun penyelenggaraan pemerintahan; kehidupan

ekonomi dan sosial khususnya kontribusi perempuan dalam pendapatan rumah

tangga. Kemudlian, dari unsur-unsur persamaan peranan tersebut merupakan

komponen yang tercakup dalam penghitungan indeks pemberdayaan gender (IDG).

Jadi, IDG merupakan ukuran komposit yang dapat digunakan untuk mengkaji sejauh

mana persamaan peranan perempuan dalam proses pengambilan keputusan serta

kontribusi dalam aspek ekonomi maupun sosial.

Berdasarkan ukuran IPM dan IPG, pembangunan manusia di Papua Barat telah

menunjukkan kemajuan. Meski kesenjangan gender masih terlihat, tetapi dari waktu

ke waktu kesenjangan tersebut memperlihatkan kecenderungan semakin menurun.

Demikian juga dengan Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment

Measurement) yang mencerminkan tingkat partisipasi perempuan dalam

pengambilan keputusan terus menunjukkan perkembangan yang semakin

meningkat. Perkembangan GEM di Papua Barat dapat lihat pada Gambar 7.

Gambar 7

Gender Empowerment Measurement di Papua Barat

Sumber : BPS RI, 2009

Pada tahun 2004 nilai GEM (Indeks Pemberdayaan Gender) mencapai 41,0

kemudian meningkat menjadi 55,50 pada tahun 2007. Hal ini berarti bahwa pada

0

10

20

30

40

50

60

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Gender Empowerement Measurement Papua Barat, 2004­2009

Perkembangan GEM

Page 22: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  15

tahun 2004 peranan perempuan dalam proses pengambilan keputusan baru

mencapai 41,0 persen dari peranan yang dijalankan oleh laki-laki dan meningkat

menjadi 55,50 persen pada tahun 2007 (lihat Gambar 7).

Kemudian tahun 2008 hingga 2009 terlihat jelas juga bahwa nilai GEM (Gender

Empowerment Measurement) terus mengalami peningkatan dari 55,89 menjadi

56,10. Artinya, peranan perempuan di Papua Barat dalam proses pengambilan

keputusan serta memberikan atau berkontribusi dalam aspek ekonomi maupun

sosial terus mengalami peningkatan.

Semakin menurunnya kesenjangan gender dan meningkatnya partisipasi perempuan

dalam pengambilan keputusan mengindikasikan bahwa, pembangunan berorientasi

gender yang dilaksanakan di Papua Barat sudah sesuai dengan harapan.

Meningkatnya peranan perempuan seperti yang ditunjukkan Gambar 7 tidak terlepas

dari meningkatnya pencapaian pembangunan gender. Secara teoritis bahwa

semakin tinggi pencapaian pembangunan gender akan berdampak pada

peningkatan peranan perempuan khususnya partisipasi perempuan dalam proses

pengambilan keputusan.

4. Rekomendasi Kebijakan

Aspek Pelayan Publik

Pencapaian agenda pelayanan publik yang dipantau melalui persentase kasus

korupsi yang ditangani, kemudian jumlah kabupaten/kota di Papua Barat yang

memiliki PERDA pelayanan satu atap, dan persentase laporan keuangan pemerintah

daerah (LKPD) yang memiliki opini wajar tanpa pengecualian (WTP) ternyata belum

banyak memberikan perubahan yang signifikan berkaitan dengan agenda tersebut.

Oleh sebab itu, beberapa agenda yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah

(Papua Barat) untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik diantaranya, Perlu

dibentuk perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Daerah untuk

mengefektifkan tugas-tugas KPK di daerah. Selain itu, kewenangan pemeriksaaan

pejabat setingkat kepala daerah sebaiknya diserahkan kepada pejabat setingkat

Menteri atau KPK, kemudian, pembinaan secara intensif perlu terus dilakukan

berkenaan dengan tantangan tugas di era otonomi daerah dan semangat demokrasi

yang menuntut perubahan sikap, perilaku dan cara pandang dalam melaksanakan

tugas dan tanggungjawab sebagai aparatur di daerah. selanjutnya, memperbanyak

frekuensi pelatihan dan pendampingan bagi SDM aparatur di daerah. Terutama pada

Page 23: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  16

bidang atau aspek perencanaan sampai pada penatausahaan dan pelaporan yang

selama ini selalu menjadi penghambat prestasi kerja aparatur daerah..

Capaian Demokrasi

Pencapaian kinerja demokrasi yang terpantaupula melalui indeks pembangunan

gender dan indeks pemberdayaan gender di Papua Barat, cukup memperlihatkan

prestasi yang meningkat setiap tahun. Namun, prestasi yang diraih tersebut ternyata

tidak merata. Artinya, masih terjadi ketimpangan dalam hal peran antar laki-laki dan

perempuan dalam pembangunan. Selanjutnya, agenda yang perlu diperhatikan dan

dilakukan oleh pemerintah daerah (Papua Barat) untuk dapat bisa meminimalisir

ketimpangan tersebut adalah perlu membuka ruang partisipasi bagi wanita dalam

pembangunan. Kemudian, ruang partisipasi tersebut dapat diakomodir melalui

affirmative action dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi. Selanjutnya, Porsi lebih

besar perlu diberikan kepada kaum perempuan dalam setiap perumusan kebijakan

pembangunan agar perempuan memiliki ruang partisipasi dengan tingkat legitimasi

kuat dalam berbagai aspek kehidupan di ranah publik. Selain itu, progam pendidikan

penyadaran tentang penyetaraan gender baik kaum lelaki maupun perempuan agar

terjai perubahan pola pikir, sikap, perilaku secara bertahap saling beradaptasi

C. MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

1. Indikator

Indikator yang digunakan untuk menilai hasil evaluasi RPJMN 2004-2009 tentan

agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah indikator pendidikan meliputi

indikator angka partisipasi murni (APM) SD/MI, angka partisipasi kasar (APK)

SD/MI, rata-rata nilai akhir SMP/MTS, angka melek aksara , rata-rata nilai akhir

SMA/SMK/MA, angka putus sekolah SD, angka putus sekolah SMP, angka putus

sekolah menengah, persentase jumlah guru yang mengajar SMP, persentase julah

guru yang layak mengajar sekolah menengah, sedangkan indikator kesehatan

meliputi umur harapan hidup (UHH), angka kematian bayi, persentase prevalensi

gizi buruk, prevalensi gisi kurang, persentase tenaga kesehatan per penduduk;

indikator keluarga berencana meliputi persentase penduduk ber KB, laju

pertumbuhan penduduk, total fertility rate (TFR): Indikator ekonomi makro meliputi

laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap PDRB, persentase output

manufacture terhadap PDRB, laju inflasi; Indikator Investasi meliputi nilai rencana

PMA yang disetujui, nilai realisasi investasi PMA, nilai rencana PMDN yang

disetujui, nilai realisasi investasi PMDN, realisasi penyerapan tenaga kerja PMA;

Page 24: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  17

indikator infrakstruktur meliputi panjang jalan nasional dalam keadaan baik,

sedang dan rusak, panjang jalan provinsi dalam keadaan baik, sedang dan rusak;

indikator pertanian meliputi rata-rata nilai tukar petani per tahun, PDRB sektor

pertanian; indikator kehutanan meliputi persentase luas lahan rehabilitasi dalam

hutan terhadap lahan kritis; indikator kelautan meliputi jumlah tindak pidana

perikanan, luas lahan konservasi laut dan indikator kesejahteraan meliputi

persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka.

2. Analisis Pencapaian Indikator

Pendidikan

Berbagai upaya telah dilakukan bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf

pendidikan masyarakat Indonesia termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan

Dasar Sembilan Tahun yang diharapkan tuntas pada tahun 2008. Alat ukur yang

digunakan, salah satunya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang pendidikan

sekolah menengah pertama dan yang sederajat menjadi 95 persen (Tabel 2).

Tabel 2. Target Pendidikan SMP di Papua Barat Tahun 2005-2009

Komponen Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

Jlh Penduduk usia SMP

12.975.988 12.969.815 12.890.341 13.326.562 13.419.559

Jumlah siswa 11.058.136 11.501.634 11.926.443 12.375.952 12.670.563

APK 85,22 88,68 92,52 95,00 98,00

APM 62,79 64,65 71,60 67,62 68,74

Sumber: DEPDIKNAS 2009

Prestasi Provinsi Papua Barat dalam pembangunan bidang pendidikan selama

pelaksanaan RPJMD 2004-2009 disajikan secara rinci dalam Gambar 8 dan capaian

yang berhasil diraih selama pelaksanaan RPJMD 2004-2009 diuraikan sebagai

berikut.

Page 25: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  18

Gambar 8

Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi Kasar SD dan SMP Provinsi Papua Barat Periode 2004-2009

Sumber : Depdiknas, 2009

Gambar 8 menunjukan telah terjadi peningkatan APK sejak tahun 2008 pada

jenjang pendidikan SLTP dan SMU, kecuali pada jenjang SD. APK pada sekolah

dasar lebih tinggi, dari data tersedia pada tahun 2009 mencapai 117,50 namun ironis

dengan nilai Angka Partisipasi Murni (APM) yang lebih rendah. Hal ini berarti

sebenarnya lebih banyak anak di Provinsi Papua Barat bersekolah di SD, tidak tepat

umur. APK SD tahun 2009 mengalami peningkatan, yaitu 117,50 padahal pada

tahun 2008 mengalami penurunan (114,18) dibanding dengan tahun 2007, yaitu

116,05 persen. APK SD Kabupaten Sorong Selatan adalah tertinggi di antara

kabupaten/kota lainnya di Provinsi Papua Barat, yakni 123,91 persen. APK SD

terendah berada pada Kabupaten Manokwari sebesar 100,45 persen.

Tabel 3. Angka Partisipasi Kasar menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang Pendidikan Tahun 2007-2008

Kabupaten/Kota Jenjang Pendidikan

SD SLTP SMU

Fakfak 114,18 72,59 91,12

Kaimana 112,18 56,19 72,81

Teluk Wondama 117,16 58,25 45,18

Teluk Bintuni 104,78 62,07 40,69

Manokwari 100,45 61,19 83,84

Sorong Selatan 123,91 54,95 86,10

Sorong 119,13 71,84 22,14

Raja Ampat 122,85 24,55 47,49

0

100

200

300

400

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Indikator Pembangunan Pendidikan Provinsi Papua Barat

APM SMP

APK SMP

APK SD

APM SD

Page 26: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  19

Kota Sorong 104,58 103,24 90,71

Papua Barat (2007) 116,05 70,10 60,78

Papua Barat (2008) 114,18 72,59 91,12 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2008

APK SLTP Papua Barat tahun 2007 sebesar 70,10 persen mengalami peningkatan

menjadi 72,59 persen dibandingkan dengan tahun 2008. Pada tahun 2009, APK

SLTP meningkat mencapai 80,70 persen yang berarti banyaknya penduduk Papua

Barat yang sedang bersekolah di SLTP di antara penduduk berumur 13-15 tahun

hanya sebesar 80,70 persen. Kabupaten Raja Ampat merupakan daerah dengan

APK terendah yaitu sebesar 24,55 persen. Diduga rendahnya APK SLTP di

sebabkan karena tidak semua kecamatan memiliki SLTP, sehingga diperkirakan

penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan tersebut bersekolah ke Kota

Sorong.

Disamping itu pada kenyataannya banyak orang tua yang tinggal di perkotaan

menginginkan anaknya yang sudah mampu membaca, menulis segera dapat masuk

SD, walaupun umur sekolah belum memenuhi syarat. Sedangkan yang berada di

pedesaan terhambat di jenjang SD karena keterbatasan dalam membaca, menulis

dan berhitung, sehingga pada usia lebih dari dua belas tahun masih duduk di bangku

SD. Secara umum, APK di jenjang SD lebih besar daripada SMP. Hasil penelitian

Erari (2009), menyatakan angka putus sekolah di daerah pedesaan Papua Barat

lebih besar, mengakibatkan Angka Partisipasi Sekolah (APS) pedesaan yang selalu

lebih kecil dari APS perkotaan, untuk jenjang SD dan SMP. Sehingga dapat

disimpulkan akses dan pemerataan pemerolehan pendidikan di perkotaan lebih

besar dari pedesaan.

Angka Partisipasi Murni mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu yang

dibagi kedalam umur jenjang kelompok pendidikan yaitu SD (7-12 tahun), SMP (13-

15 tahun) dan SMA (16-18 tahun). Pada saat ini pemerintah telah melaksanakan

program wajib belajar 9 tahun yaitu mulai SD sampai SMP (7-15 tahun).

Page 27: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  20

Tabel 4. Angka Partisipasi Murni menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dan 2008

Kabupaten/Kota

Angka Partisipasi Murni

SD SLTP SMU

2007 2008 2007 2008 2007 2008

Kaimana 96,13 95,01 58,00 52,99 59,88 51,75

Wondama 87,03 86,98 28,92 31,63 24,66 32,85

Teluk Bintuni 86,26 84,91 45,33 41,32 23,03 14,25

Manokwari 83,99 87,32 45,26 48,69 36,92 45,44

Sorong Selatan 97,14 96,95 49,82 49,62 60,25 55,78

Sorong 91,80 94,68 43,24 53,86 22,73 18,46

Raja Ampat 88,10 89,23 15,22 15,77 6,25 23,82

Kota Sorong 91,12 92,77 72,37 77,53 68,84 64,38

Provinsi Papua Barat 89,97 90,71 52,32 48,92 44,80 43,61 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2007 dan 2008

Selama periode 2004-2009 menampilkan Angka Partisipasi Murni SD di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2004 adalah 85,95 persen dan mengalami peningkatan

yang signifikan setiap tahun, pada tahun 2009 mencapai 91,25 persen. APM ini

mempunyai makna diantara 100 orang yang berumur 7-12 tahun, 92 orang

diantaranya sedang menjalani pendidikan SD dan berumur 7-12 tahun. Hal ini juga

menunjukkan efektifnya program peningkatan akses dan pemerataan SD melalui

nilai APM. Data lengkap dari Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat untuk tahun

2007-2008 disajikan pada Tabel 4.

Untuk jenjang pendidikan SMP tahun 2008, kota Sorong menempati urutan teratas

dengan APM tertinggi yaitu 77,53 persen, sedangkan urutan terbawah adalah

Kabupaten Raja Ampat (15,77 persen). APM SMP Provinsi Papua Barat mengalami

penurunan menjadi 48,92 persen di tahun 2008 setelah pada tahun sebelumnya

sebesar 52,32 persen. Tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 62 persen.

Rata-rata nilai akhir tingkat SMP, cukup rendah yaitu 3,89 sejak 2005-2007. namun

ada peningkatan yang signifikan pada tahun 2008, yaitu 6,37 Bila dibandingkan

dengan rata-rata nasional, sangat jauh dari harapan karena sejak tahun 2005, nilai

tidak menembus angka empat. Nilai rata-rata nasional, menembus lebih dari nilai

enam. Rata-rata nilai akhir Sekolah Menengah, sejak tahun 2005, ada peningkatan.

Tahun 2007 rata-rata nilai menembus angka enam, berarti ada peningkatan mutu

pendidikan sekolah menengah yang cukup berarti di Provinsi Papua Barat. Angka

putus sekolah mencerminkan anak-anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah

Page 28: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  21

lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu dan sering pula

digunakan sebagai indikator berhasil atau tidaknya pembangunan di bidang

pendidikan.

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Siswa Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008

Tahun

SD SLTP SLTA

Siswa putus sekolah

Jumlah siswa

% Siswa putus sekolah

Jumlah siswa

% Siswa putus sekolah

Jumlah siswa

%

2006 5.292 99.518 5,32 78 21.749 0,36 1.990 21.737 9,15

2007 5.254 103.272 5,09 873 24.268 3,60 906 23.813 3,80

2008 3.815 109.246 3,49 463 26.658 1,74 760 27.114 2,80

2009 - - - - - 7,95 - - -

Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2008

Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan angka putus sekolah

mengalami penurunan. Pada jenjang pendidikan SD, baik secara absolut maupun

persentase siswa yang putus sekolah mengalami penurunan. Pada awal persentase

siswa putus sekolah di tahun 2006 sebesar 5,32 persen, kemudian pada tahun 2008

persentase siswa putus sekolah menjadi 3,49 persen. Sejalan dengan penurunan

persentase siswa putus sekolah, secara absolut jumlah siswa yang putus sekolah

juga mengalami penurunan.

Pada jenjang pendidikan SLTP pada tahun 2007 justru siswa putus sekolah

mengalami peningkatan. Semula di tahun 2006 jumlah siswa putus sekolah hanya

berjumlah 78 siswa (0,36 persen), kemudian jumlah siswa putus sekolah meningkat

secara signifikan di tahun 2007 menjadi 873 siswa (3,60 persen). Jumlah siswa

putus sekolah kembali mengalami penurunan menjadi 463 siswa (1,74 persen) pada

tahun 2008. Data tahun 2009 yang di peroleh dari kantor BPS Papua Barat,

menunjukkan ada kenaikan yang sangat berarti menjadi 7,95.

Seperti halnya dengan angka putus sekolah SD, pada jenjang pendidikan SLTA

jumlah siswa maupun persentase siswa putus sekolah mengalami penurunan. Pada

tahun 2006, jumlah siswa putus sekolah sebesar 1990 siswa (9,15 persen) dan

mengalami penurunan 58,47 persen pada tahun 2007 menjadi 3,80 persen.

Kemudian diikuti pada tahun 2008, jumlah siswa putus sekolah hanya 760 siswa

(2,80 persen). Penyebab utama putus sekolah di Provinsi Papua Barat, karena

kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak, kondisi ekonomi

orang tua yang tidak mampu dan keadaan geografis yang kurang menguntungkan.

Page 29: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  22

Disamping itu angka putus sekolah justru lebih tinggi di daerah pedesaan, daripada

di perkotaan. Untuk jenjang SD/SMP, angka putus sekolah lebih kecil di jenjang SD.

Angka melek aksara 15 tahun, merupakan salah satu indikator penting dalam

mengukur tingkat pendidikan. Angka melek aksara mengindikasi kemampuan

penduduk untuk membaca dan menulis. Dilihat dari perbaikan angka melek aksara,

Provinsi Papua Barat telah menunjukan perbaikan yang berarti. Angka melek huruf

Provinsi Papua Barat secara rinci disajikan dalam Gambar 9.

Gambar 9.

Angka Melek Huruf Provinsi Papua Barat Periode 2004-2009

Sumber : BPS RI, 2009

80

82

84

86

88

90

92

94

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Angka Melek Huruf Provinsi Papua Barat  

Angka Melek Huruf (%)

Page 30: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  23

Tabel 6. Angka Melek Aksara dan Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Berumur 15 Tahun atau lebih di Papua Barat Menurut abupaten/Kota Tahun 2007 Dan 2008.

Kabupaten/Kota Angka Melek Huruf

Rata-rata lama sekolah

2007 2008 2007 2008

Kab. Fakfak 97,17 97,17 8,93 8,93

Kab. Kaimana 95,48 95,48 7,10 7,10

KabTeluk Wondama 81,02 82,85 5,99 6,39

Kab. Teluk Bintuni 80,84 82,67 6,44 6,85

Kab. Manokwari 83,54 85,37 7,19 7,59

Kab. Sorong Selatan 87,90 88,07 7,90 7,90

Kab. Sorong 91,39 91,39 8,00 8,00

Kab. Raja Ampat 89,93 92,69 7,00 7,00

Kota. Sorong 99,10 99,10 10,10 10,52

Prov.Papua Barat 90,32 92,15 7,65 7,67

Sumber: BPS Papua Barat, 2007 dan 2008

Angka melek aksara Provinsi Papua Barat tahun 2009 adalah sebesar 92,24 persen,

mengalami peningkatan, dibandingkan selama periode 2004-2008. Pada tahun 2004

angka melek aksara hanya 85,10 persen, tahun 2005 ada peningkatan menjadi

85,40 persen, tahun 2006 juga mengalami peningkatan mencapai 88,50 persen,

tahun 2007 yaitu 90,32 persen, tahun 2008 meningkat menjadi 92,15 persen dan

pada tahun 2009 menjadi 92,24 persen. Semakin tinggi angka melek aksara maka

kenaikan persentase angka melek aksara ini akan cenderung semakin lambat.

Berdasarkan data dari Kabupaten/Kota 2007 dan 2008, beberapa Kabupaten

mengalami peningkatan persentase angka melek aksara yaitu Teluk Wondama,

Teluk Bintuni, Sorong Selatan, dan Raja Ampat. Bagaimanapun juga kemampuan

dasar pertama kali yang dimiliki seseorang untuk dapat menambah dan mengasah

ilmu pengetahuan adalah dengan membaca dan menulis. Hal ini menunjukkan

bahwa pemerataan pembangunan pendidikan sudah mulai dilakukan pemerintah

sampai di tingkat Kabupaten. Meskipun demikian, jika dilihat dari tingkat rata-rata

lama sekolah di Provinsi Papua Barat, belum terjadi peningkatan yang signifikan

(7,65 tahun 2007 menjadi 7,67 tahun 2008), artinya rata-rata penduduk Provinsi

Papua Barat menempuh pendidikan hanya sampai kelas 2 SMP.

Persentase guru layak mengajar terhadap guru seluruhnya untuk tingkat SMP, pada

tahun 2004-2009, ada peningkatan yang cukup berarti mencapai lebih dari 70

Page 31: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  24

persen. Dalam kaitannya dengan kualifikasi guru, tampak lebih banyak guru yang

belum layak mengajar pada jenjang SMP, walaupun ada peningkatan, karena yang

diharapkan 90 persen guru layak mengajar. Hal ini perlu menjadi perhatian

pemerintah provinsi Papua Barat. Pada saat ini program peningkatan guru SMP

belum efektif karena capaiannya hanya tidak lebih dari 75 persen. Pada jenjang

SMP untuk Provinsi Papua Barat, mutu pendidik sekitar 58 persen guru dengan

kualifikasi S1 atau S2. Guru SMP dengan golongan paling rendah golongan III ada

87 persen, Sedangkan yang mempunyai masa kerja lebih dari sepuluh tahun hanya

64 persen. Pendidikan guru SMP perlu mendapat perhatian serius, mengingat

tuntutan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tentang persyaratan guru yang

diatur dalam Bab IV PP.19/2005 tentang standarisasi Nasional Pendidikan, bahwa

guru harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D IV)

atau sarjana/strata I.

Persentase guru layak mengajar terhadap guru seluruhnya untuk tingkat SMA, sejak

tahun 2006 -2007 ada 81,0 persen dan meningkat menjadi 91,63 persen pada tahun

2009. Mutu Tenaga Kependidikan, berdasarkan hasil penelitian Erary (2009), pada

jenjang SD, semua sekolah di Provinsi Papua Barat belum mempunyai tenaga

kependidikan, seperti tata usaha dan bendahara. Pekerjaan administrasi dan

keuangan dirangkap oleh guru yang ditunjuk. Pada jenjang SMP di tahun 2009, rata-

rata satu sekolah mempunyai dua sampai tiga tenaga kependidikan, dimana 63

persen berpendidikan SMTA, 33 persen berpendidikan S1, sisanya Diploma. Dilihat

dari masa kerja dan golongan, terdapat sekitar 88 persen mempunyai masa kerja

lebih dari 10 tahun dan 47 persen bergolongan III.

Fasilitas Pendidikan, keberhasilan dalam kegiatan pendidikan tidak semata-mata

hanya pola transfer ilmu pengetahuan satu arah yang dilakukan oleh seorang guru

dengan hanya menerangkan mata pelajaran dan menuliskannya di papan tulis. Era

moderen saat ini sekolah-sekolah mulai menata diri dengan melengkapi fasilitas

sekolah dengan perpustakaan dan laboratorium- laboratorium . Perpustaan adalah

gudang ilmu yang dalamnya tersimpan buku-buku yang bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan para siswa.

Page 32: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  25

Tabel 7 Persentase Fasilitas Perpustakaan Terhadap Jumlah Sekolah SLTP SLTA Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2008

Tahun SLTP SLTA

Sekolah Perpustakaa % Sekolah Perpustakaan %

2006 132 42 31,82 63 30 47,62

2007 128 49 38,28 67 36 53,37

2008 133 54 40,6 71 37 52,11

Meskipun mengalami perkembangan jumlah, fasilitas perpustakaan untuk jenjang

pendidikan SLTP hanya dimiliki oleh kurang dari setengah total sekolah yang ada.

Pada awalnya jumlah perpustakaan pada tahun 2006 hanya berjumlah 42 buah

(31,82 persen), tetapi pada tahun 2007 terjadi penambahan fasilitas perpustakaan

menjadi 49 buah (38,28 persen). Pada tahun 2008 fasilitas perpustakaan kembali

bertambah menjadi 54 buah (40,60 persen).

Secara proporsional fasilitas perpustakaan di jenjang pendidikan SLTA dapat

dikatakan lebih baik dari pada di SLTP. Pada tahun 2006 jumlah perpustakaan di

tingkat SLTA hanya 47,62 persen. Meningkat jumlahnya pada tahun 2007 menjadi

53,73 persen, pada tahun 2008 mengalami penurunan dalam persentase menjadi

52,11 persen. Hal ini disebabkan terjadi penambahan jumlah SLTA menjadi 71 buah

bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 67 buah. Penambahan

jumlah SLTA, tidak diikuti dengan penambahan perpustakaan. Walaupun jumlah

fasilitas perpustakaan tersedia tetapi belum diketahui apakah fasilitas tersebut

memadai dari sisi tempat, jumlah buku, jumlah judul buku dan kualitas buku yang

dikoleksi.

Tabel 8. Persentase Fasilitas Laboratorium Terhadap Jumlah Sekolah SLTP dan SLTA di Provinsi Papua Barat 2006-2008

Tahun SLTP SLTA

Sekolah Laboratorium % Sekolah laboratorium %

2006 132 68 51,52 63 57 90,48

2007 128 21 16,41 67 82 122,39

2008 133 30 22,56 71 91 128,17

Sumber: Departemen Pendidikan Nasional, 2008

Fasilitas lain yang juga penting adalah laboratorium, dapat dipakai untuk praktikum

dan penelitian. Untuk menambah kemampuan berbahasa diperlukan laboratorium

bahasa. Sedangkan untuk menambah kemampuan pengoperasian komputer dengan

Page 33: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  26

software tertentu dan internet diperlukan fasilitas komputer yang memadai.

Berdasarkan data dari Tabel 8, nampak suatu keadaan yang memprihatinkan dari

sisi kondisi fasilitas laboratorium yang dimiliki sekolah-sekolah. Fasilitas tersedia dari

tahun 2006-2008 jumlahnya semakin menurun. Semula dari 132 sekolah dengan 68

diantaranya memiliki laboratorium , namun pada tahun 2007 jumlahnya berkurang

hingga tinggal 21 buah laboratoriumatau 16,41 persen. Pada tahun 2008, jumlah

fasilitas laboratorium mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan tahun

2007 menjadi 22,56 persen.

Keadaan yang berbeda terjadi pada jumlah fasilitas laboratorium di jenjang

pendidikan SLTA, jumlah laboratorium di SLTA mengalami peningkatan menjadi 91

unit (128,17 persen) setelah sebelumnya di tahun 2006 dan 2007 masing-masing

berjumlah 57 unit dan 82 unit atau sebesar 90,48 persen dan 122,39 persen.

Proporsi laboratorium yang mencapai lebih dari 100 persen diduga karena terdapat

sekolah yang memiliki fasilitas laboratorium lebih dari satu buah. Namun tidak

menutup kemungkinan masih terdapat sekolah yang belum memiliki laboratorium.

Dari beberapa ulasan di atas, dapat dilihat bahwa pendidikan di Povinsi Papua Barat

masih harus ditingkatkan. Berbagai macam faktor yang mengakibatkan rendahnya

pendidikan penduduk Papua Barat harus segera diatasi, karena melalui

pendidikanlah kemajuan peradaban masyarakat dapat ditingkatkan. Program

penyuluhan pendidikan perlu di aktifkan, penyebaran guru berkualitas yang bersedia

menetap di daerah terpencil, peningkatan mutu pendidikan beserta para

pendidiknya. Bahkan pemerintah daerah perlu merespon kebijakan otonomi khusus

bidang pendidikan dengan membuat peraturan daerah bidang pendidikan, yang

mengikat semua , agar anak usia sekolah wajib duduk dibangku sekolah. Kasus–

kasus pemalangan sekolah jangan terjadi lagi, pemerintah daerah menjamin proses

belajar mengajar tidak terganggu oleh masalah tuntutan tanah ulayat yang di atasnya

berdiri gedung sekolah dan sarana pendidikan lain.

Kesehatan

Perkembangan angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup dan persentase gizi

buruk di Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009 ditampilkan pada Gambar 10.

Page 34: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  27

Gambar 10.

Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup dan Persentase Gizi Buruk di Papua Barat Tahun 2004-2008

Sumber: Bappenas Ri, 2007 Berdasarkan data pada Gambar 10 di atas, pada tahun 2007 terjadi peningkatan

angka kematian bayi di Provinsi Papua Barat menjadi 36 bayi per 1000 kelahiran

hidup. Peningkatan angka kematian bayi di Provinsi Papua Barat pada tahun 2007

diduga oleh terjadinya peningkatan persentase bayi dengan gizi buruk di daerah ini.

Pada tahun 2007 persentase bayi dengan gizi buruk meningkat menjadi 6.80 persen.

Tahun 2008 menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dengan penurunan

persentase angka kematian bayi dari 36 menjadi 31.60 bayi per 1000 kelahiran

hidup. Turunnya angka kematian bayi ini diduga disebabkan semakin fokusnya

pemerintah dalam upaya peningkatan pelayanan baik kepada Ibu maupun bayi

melalui program-program seperti posyandu, dan lain-lain. Peningkatan program

perbaikan gizi balita dan Ibu hamil menjadi salah satu program yang dilakukan oleh

pemerintah daerah dalam hal ini pada instansi terkait. Sangat disayangkan bahwa

data mengenai persentase bayi dengan gizi buruk tidak tersedia untuk tahun 2008

dan 2009, sehingga keterkaitan antara kedua indikator ini tidak dapat dibahas lebih

mendalam.

Keluarga Berencana

Persentase pertumbuhan penduduk di Papua Barat Tahun 2004-2009 ditampilkan

pada Gambar 11.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Angka Kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup % Gizi Buruk

Page 35: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  28

Gambar 11.

Laju Pertumbuhan Penduduk dan Total Fertility Rate di Papua Barat Tahun 2004-2009

Sumber: BPS ( 2010), SKDI (2007), BKKBN.go.id

Berdasarkan data pada Gambar 11 terlihat bahwa persentase pertumbuhan

penduduk selama kurun waktu 2004-2009 terus mengalami penurunan di Provinsi

Papua Barat. Penurunan persentase pertumbuhan penduduk secara signifikan

terjadi yaitu dari 6.80 persen (pada tahun 2005) menjadi 4.55 (pada tahun 2006) dan

4.07 (pada tahun 2007) menjadi 1.96 (pada tahun 2008).

Di sisi yang lain, persentase Total Fertilily Rate (TFR) juga mengalami penurunan,

akan tetapi penurunan persentase TFR tidak terjadi secara signifikan selama tahun

2005 sampai tahun 2007. Walaupun data persentase TFR tidak tersedia untuk tahun

2004, 2008, dan 2009, diduga perubahan nilai persentase TFR tidak akan terjadi

secara signifikan. Oleh karena itu penurunan persentase laju pertumbuhan

penduduk di Provinsi Papua Barat diduga lebih disebabkan oleh laju migrasi

penduduk ke dalam provinsi ini. Tingginya laju imigrasi ke daerah ini, terutama pada

awal tahun 2000-an, disebabkan oleh karena status daerah ini sebagai provinsi baru.

2,00 

4,00 

6,00 

8,00 

2004 2005 2006 2007 2008 2009

PERSENTASE PERTUMBUHAN PENDUDUK

% Pertumbuhan Penduduk % Total Fertility Rate

Page 36: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  29

Gambar 12.

Contraceptive Prevalence Rate, Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita dan Angka Melek Huruf di Papua Barat Tahun 2004-2009

Sumber: BPS (2010), BKKBN.org.id

Berdasarkan data pada Gambar 12, terlihat bahwa persentase contraceptive

prevalence rate (CPR) menurun pada tahun 2005 dan tahun 2006. Persentase

contraceptive prevalence rate (CPR) pada tahun 2005 turun menjadi 44.18 dari tahun

2004 sebesar 46.41. Sedangkan persentase CPR tahun 2006 kembali turun menjadi

41.94. Salah satu faktor yang diduga menyebabkan penurunan persentase CPR

selama tahun 2005 dan 2006 adalah faktor pendapatan perkapita penduduk. Laju

perkembangan pendapatan perkapita penduduk Provinsi Papua Barat selama tahun

2005, 2006, dan 2007 menunjukkan penurunan. Oleh karena itu diduga bahwa

apabila untuk menjadi peserta Keluarga Berencana (KB) dibutuhkan biaya, maka

penurunan pendapatan berakibat pada penurunan daya beli masyarakat. Data

persentase laju pertumbuhan pendapatan perkapita di Provinsi Papua Barat

menunjukkan bahwa persentase laju pertumbuhan pendapatan perkapita menurun

menjadi 3.75 dari laju pertumbuhan 5.25 pada tahun 2005. Persentase laju

pertumbuhan ini terus menurun hingga tahun 2008.

Namun persentase CPR menunjukkan perkembangan yang baik dengan

meningkatnya CPR pada tahun 2007 dan 2008. Peningkatan ini diduga disebabkan

oleh semakin gencarnya sosialisasinya program KB di daerah ini semakin gencar.

10,00 

20,00 

30,00 

40,00 

50,00 

60,00 

70,00 

80,00 

90,00 

100,00 

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Persentase  Contraceptive Prevalence Rate

% Contraceptive Prevalence Rate % Pertumbuhan Pendapatan Perkapita

% Angka Melek Aksara

Page 37: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  30

Gencarnya sosialisasi ini didukung oleh semakin meningkatnya persentase angka

melek huruf di Provinsi Papua Barat. Peningkatan persentase angka melek huruf

meningkatkan kemampuan masyarakat menerima diseminasi informasi mengenai

program keluarga berencana.

Capaian Ekonomi Makro

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang terintegrasi antarsektor dengan

baik akan mampu memberikan pedoman bagi arah pembangunan daerah. Karena

pencapaian hasil pembangunan daerah merupakan isu utama bagi masyarakat.

Perubahan keadaan yang lebih baik, karena adanya pembangunan daerah akan

meningkatkan apresiasi masyarakat pada pemerintah daerah, yang selanjutnya akan

mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah.

Dari sisi pembangunan ekonomi makro daerah, terdapat empat indikator yang sering

dijadikan tolak ukur keberhasilan pembangunan di daerah, yaitu: pertumbuhan

ekonomi (economic growth), pendapatan perkapita, inflasi (inflation), dan investasi.

Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat Tahun 2004-2009

Pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan indikator utama perekonomian di Provinsi

Papua Barat, karena kemampuannya dalam memberikan implikasi pada kinerja

perekonomian makro yang lain di Papua Barat. Atau dapat dikatakan bahwa,

pertumbuhan ekonomi merefleksikan perkembangan aktivitas perekonomian suatu

daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah, dapat menunjukkan

semakin berkembangnya aktivitas perekonomian baik aktivitas produksi, konsumsi,

investasi maupun perdagangan di Provinsi Papua Barat yang kemudian berdampak

pada penyerapan pasar tenaga kerja, iklim investasi, hingga mengurangi angka

kemiskinan. Kinerja pertumbuhan ekonomi sektoral Provinsi Papua Barat periode

2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 13.

Page 38: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  31

Gambar 13.

Persentase Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2004- 2009

Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2010

Terlihat jelas pada Gambar 13, bahwa prestasi pertumbuhan ekonomi yang diraih

oleh Papua Barat tahun 2004 sebesar 7,39 persen, ternyata tidak bisa

dipertahankan karena terlihat jelas bahwa pertumbuhan tersebut justru melambat

hingga tahun 2006 yang hanya mencapai 4,55 persen. Melambatnya pertumbuhan

ekonomi Papua Barat pada periode 2004-2006 dikarenakan status wilayah Provinsi

Papua Barat masih berstatus definitif, sehingga agenda pembangunan daerahpun

belum fokus. Artinya, belum ada agenda prioritas pembangunan di daerah yang

harus menjadi fokus pemerintah Provinsi Papua Barat. Kemudian, pada periode

tersebut (2004-2006) pemerintah daerah definitive masih lebih banyak melakukan

identifikasi sumberdaya daerah yang dilakukan dalam bentuk road show.

Selanjutnya, hasil road show tersebutlah yang diharapkan nantinya digunakan

sebagai agenda pembangunan daerah.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Laju Pertumbuhan Ekonomi

Laju Pertumbuhan Ekonomi ( % )

Page 39: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  32

Gambar 14

Indikator Pendukung Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat, 2004-2011

Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2009

Setelah tahun 2006, pertumbuhan ekonomi Papua Barat terlihat jelas mulai

menunjukkan peningkatan sebesar 6,95 persen pada tahun 2007 dan tahun 2008

menjadi 7,33 persen. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Papua Barat yang terjadi

pada tahun 2007 hingga 2008 (lihat gambar 14) lebih disebabkan karena

meningkatnya kegiatan di sektor industri manufaktur (sektor sekunder) yang naik

sebesar 13,13 persen. Meningkatnya peran sektor industri manufaktur belakangan

ini di Papua Barat, memberikan gambaran bahwa telah terjadi pergeseran struktur

ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan sektor tersier. Artinya, kinerja

sektor primer yang selama ini mendominasi peta perekonomian di Papua Barat

justru mulai bergeser dan diganti posisinya oleh sektor sekunder dan sektor tersier.

Pergeseran tersebut lebih disebabkan karena pendapatan yang diperoleh dari sektor

primer tidak banyak merubah status ekonomi masyarakat, sehingga alternatif pilihan

yang dianggap potensial yaitu sektor sekunder dan tersier.

Tahun 2009, kinerja pertumbuhan ekonomi di Papua Barat justru melambat menjadi

6,26 persen atau bergeser sekitar 1,07 persen dari tahun 2008. Melambatnya

pertumbuhan ekonomi Papua Barat pada periode 2009, lebih disebabkan oleh

karena kinerja ekspor yang menurun 4 (empat) tahun terakhir. Terutama kegiatan

ekspor luar negeri untuk komoditi-komoditi vital yang selama ini menjadi primadona

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Laju Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat

% Pertumbuhan Ekonomi % Manufaktur % Ekspor

Page 40: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  33

daerah justru mulai melambat. Tentunya hal ini disebabkan karena semakin ketatnya

regulasi yang diterapkan, guna pemanfaatan lingkungan hidup secara berkelanjutan.

Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator ekonomi yang dapat

digunakan untuk membandingkan tingkat kemakmuran suatu daerah dengan daerah

lainnya. Pendapatan per kapita diperoleh dengan membagi besaran nilai PDRB atas

dasar harga konstan dengan jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan. Oleh

karena itu, besaran pendapatan per kapita sangatlah bergantung pada besaran

PDRB yang terbentuk dan jumlah penduduk pada tahun bersangkutan atau periode

pengamatan. Perkembangan PDRB per kapita Papua Barat Tahun 2004 hingga

2009 dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. PDRB Per Kapita Berdasarkan Harga Berlaku di Papua Barat

Tahun 2004-2009

Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2010

Terlihat jelas pada Gambar 15, diatas bahwa, pendapatan per kapita yang diprediksi

melalui PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku terus mengalami peningkatan 5

tahun terakhir (2004-2009). Rata-rata peningkatan PDRB per kapita Papua Barat

lima tahun terakhir yaitu sebesar 13,94 persen. Kemudian, meningkatnya PDRB per

kapita di wilayah Papua Barat lebih disebabkan oleh karena peningkatan pada total

PDRB Papua Barat yang dihasilkan dari 9 (Sembilan) sektor pada periode

pengamatan (2004-2009). Selanjutnya, perkembangan PDRB per kapita dengan

PDRB sektoral dapat dilihat pada Gambar 16.

0,00

5.000.000,00

10.000.000,00

15.000.000,00

20.000.000,00

25.000.000,00

2004 2005 2006 2007 2008 2009

PDRB Per Kapita 

Pendapatan Per Kapita 

Page 41: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  34

Gambar 16

Indikator Pendukung PDRB Per Kapita Papua Barat, 2004-2009

Sumber: Papua Barat Dalam Angka (BPS Papua Barat), 2009

Prestasi PDRB per kapita yang diraih oleh Papua Barat tentunya tidak secara

langsung dapat mencerminkan aspek kesejahteraan masyarakat di wilayah Papua

Barat. Mengapa demikian? Karena pendekatan PDRB per kapita hanya melihat rata-

rata pendapatan masyarakat secara keseluruhan, dan belum tentu dapat

mencerminkan pendapatan riil masyarakat. Karena fakta dan data dari penelitian-

penelitian terdahulu sudah banyak memberikan informasi, bahwa kepemilikan

terhadap faktor-faktor produksi di masyarakat yang dicirikan oleh aktivitas ekonomi

dan konsentrasi industri di Papua Barat masih cukup timpang, maka besarnya

pendapatan per kapita tahun 2009 sebesar Rp19.560.000,- belum sepenuhnya

memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan di

Provinsi Papua Barat.

Perkembangan Inflasi

Tujuan penyusunan inflasi Provinsi Papua Barat tentunya adalah untuk memperoleh

indikator yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan

harga. Tujuan tersebut penting dicapai karena indikator tersebut dapat dipakai

sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan baik di tingkat ekonomi mikro

atau makro, baik fiskal maupun moneter. Perkembangan laju inflasi di Provinsi

Papua Barat dapat dilihat pada Gambar 17.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

2004 2005 2006 2007 2008 2009

PDRB Per Kapita

PDRB Per Kapita (juta‐Rp) PDRB (milyar‐Rp)

Page 42: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  35

Gambar 17.

Laju inflasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2004-2009

Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2010 dan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah BPK Perwakilan Papua Barat

Dalam kurun waktu 2004-2009, tingkat inflasi di Provinsi Papua Barat mengalami

pasang surut yang tidak terlalu menggembirakan jika dibandingkan dengan daerah

lain di Tanah Air. Dalam kurun waktu tersebut rata-rata laju inflasi di Papua Barat

mencapai 13,69 persen. Tercatat pada periode pengamatan, bahwa kenaikan inflasi

tahun 2008 adalah yang tertinggi yaitu sebesar 20,04 persen. Meskipun pemerintah

mampu menekan laju inflasi tahun berikutnya (tahun 2009) hingga mencapai 5.07

persen. Selanjutnya dilihat dari kelompok pengeluaran, rata-rata kontributor terbesar

inflasi tahun 2008 adalah kelompok sektor bangunan, diikuti berturut-turut oleh

sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor industri pengolahan, dan sektor

pertanian.

Penyebab inflasi di Provinsi Papua Barat terjadi dari dua sisi yaitu dari sisi

permintaan (demand pull inflation), dan dari sisi penawaran (cost push inflation). Sisi

permintaan agregat, inflasi di Papua Barat lebih diakibatkan oleh adanya ekspansi

jumlah uang beredar di masyarakat yang meningkat (terutama menjelang moment-

moment akbar di daerah), meningkatnya pengeluaran konsumsi, meningkatnya

pengeluaran investasi, dan meningkatnya pengeluaran pemerintah sebagai renspon

terhadap euforia pemekaran wilayah yang belakangan menjadi primadona di daerah.

0

5

10

15

20

25

2004 2005 2006 2007 2008 2009

LAJU INFLASI

% Laju Inflasi

Page 43: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  36

Dari sisi penawaran agregat, inflasi di Papua Barat diakibatkan oleh terbatasnya

kapasitas produksi, naiknya bahan baku impor, naiknya harga produk impor,

kenaikan tingkat upah, kelangkaan faktor produksi (teknologi), terhambatnya

distribusi barang, bias harga akibat kebijakan pemerintah (administered price and

income policy) seperti upah minimum, kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil serta

rigiditas struktural yang cukup populer di daerah. Kemudian, yang perlu diperhatikan

juga bahwa, Papua Barat sebagai wilayah dengan perekonomian terbuka (floating

exchange rate) akan sangat rentan terhadap inflasi yang berasal dari perdagangan

antar pulau.

Perkembangan Investasi

Sebagai salah satu provinsi target investor, Papua Barat tentunya juga telah

melakukan beberapa upaya di antaranya tetap menjaga kestabilan pertumbuhan

ekonomi yang menjadi barometer perekonomian daerah. Selain upaya menjaga

kestabilan pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Daerah Papua Barat juga telah

melakukan berbagai upaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Tercatat hingga tahun 2009, perkembangan investasi di Papua Barat sedikit

mengalami keterlambatan jika dibandingkan dengan perkembangan investasi tahun

2005. Perkembangan rencana dan realisasi investasi (PMDN) di Papua Barat dapat

dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18.

Perkembangan Nilai Rencana dan Realisasi PDMN di Papua Barat Tahun 2005-2009 (Rp. Milyar)

Sumber: Biro Perekonomian dan Investasi Papua Barat, 2010

3,04 0,95 0,95 0,97 0,98

9,12

169,79 169,79

7,62 10,13

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

2005 2006 2007 2008 2009

RENCANA DAN REALISASI PMDN

Realisasi PMDN Rencana PMDN

Page 44: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  37

Gambar 18 menunjukkan bahwa nilai rencana investasi dalam negeri (PMDN) cukup

meningkat tajam pada tahun 2006 hingga 2007. Namun apresiasi nilai rencana

investasi justru berbanding terbalik dengan nilai realisasi dari PMDN pada periode

tersebut. Artinya, meski nilai rencana PMDN meningkat hingga mencapai Rp169,79

milyar namun nilai realisasi justru menurun menjadi Rp0,95 milyar, jika dibandingkan

dengan nilai realisasi PMDN yang diperoleh pada tahun 2005 yaitu sebesar Rp3,04

milyar dengan jumlah proyek 65 unit. Secara substansial terdapat dua aspek yang

paling mendasar dan oleh beberapa stakeholders di daerah dianggap sebagai faktor

penyebab melambatnya kegiatan iklim investasi di Papua Barat adalah faktor

kewilayaan (geografis) dan faktor adat serta struktur sosial yang beragam

dikalangan masyarakat.

Tahun 2008, nilai rencana investasi (PMDN) menurun cukup drastis dari Rp169,79

milyar (2007) menjadi Rp7,62 milyar pada tahun 2008, namun tercatat bahwa nilai

realisasi investasi justru meningkat menjadi Rp0,97 milyar. Artinya, telah terjadi

peningkatan dari nilai realisasi investasi PMDN di Papua Barat sebesar Rp0,02

milyar. Prestasi yang sama juga terjadi pada tahun 2009, yang mana nilai realisasi

PMDN juga meningkat menjadi Rp0,98 milyar atau naik sebesar Rp0,01 milyar.

Meningkatnya, nilai realisasi investasi lebih disebabkan oleh karena terjadi

peningkatan nilai rencana investasi yang kemudian dioptimalkan oleh pemerintah

daerah. Selain itu, meskipun masih relatif lambat jika dibandingkan dengan kinerja

investasi daerah lain di Indonesia, prestasi ini justru tidak terlepas dari komitmen

pemerintah daerah Papua Barat terhadap perkembangan investasi yang telah

dituangkan sebagai bidang prioritas dalam RPJMD 2006-2011.

Selanjutnya, bagaimana dengan investasi asing yang masuk lewat PMA

(penanaman modal asing)? Berbeda dengan perkembangan PMDN, PMA justru

tampil cukup menggembirakan. Tercatat nilai realisasi PMA tahun 2005 sebesar US$

0,78 juta dengan jumlah proyek 28 unit, naik pada tahun 2009 menjadi US$ 0,98 juta

dengan jumlah proyek sebanyak 49 unit. Investasi asing yang masuk melalui PMA

paling dominan di Provinsi Papua Barat adalah pada bidang pertambangan,

kehutanan, kemudian diikuti industri perkebunan, perikanan, dan peternakan.

Selanjutnya, nilai realisasi PMA di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Gambar

19.

Page 45: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  38

Gambar 19.

Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Papua Barat Tahun 2004-2009 (US$ Ribu)

Sumber: Biro Perekonomian dan Investasi Papua Barat, 2010

Baik PMDN maupun PMA di Papua Barat memiliki pola yang sama. Artinya,

investasi asing yang masuk lewat PMA dan investasi domestik (PMDN) mempunyai

ekspektasi yang sama. Justru yang menarik adalah bahwa PMDN meskipun

perkembangan terkesan lambat, namun masih terus berlanjut. Dan yang lebih

manarik lagi adalah bahwa kehadiran PMDN pada tahun 2009 mampu menciptakan

lapangan kerja bagi 496.907 pencari kerja, dibandingkan tahun 2005 yang hanya

mampu menciptakan lapangan kerja bagi 20.151 pencari kerja.

Pengembangan investasi PMDN dan PMA di Papua Barat terbilang unik. Meski kaya

SDA terutama kekayaan tambang, investasi di Papua Barat menghadapi sejumlah

tantangan. Tantang atau lebih disebut sebagai persoalan mendasar yang masih

menjadi faktor penghambat melambatnya kinerja investasi di Papua Barat adalah

sebagai berikut :

Θ Kawasan pengembangan dan pusat-pusat pertumbuhan baru berhasil

diidentifikasi namun RTRW nya belum dilakukan.

Θ Potensi komoditi di setiap kawasan pengembangan baru berhasil diidentifikasi,

namun identifikasi kelayakan ekonomi maupun finansialnya belum diketahui..

Θ Rendahnya kepastian hukum.

Θ Lemahnya insentif investasi

0,20 

0,40 

0,60 

0,80 

1,00 

1,20 

1,40 

1,60 

1,80 

2005 2006 2007 2008 2009

NILAI RENCANA DAN REALISASI PMA

Realisasi PMA Rencana PMA

Page 46: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  39

Θ Rendahnya kualitas Investor Skala Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta

Koperasi

Θ Terbatasnya infrastruktur

Θ Kesenjangan antar pelaku ekonomi

Θ Tingkat kemahalan

Θ Lemahnya sistem jaringan koleksi dan distribusi

Infrakstruktur

Salah satu bagian yang cukup penting dalam proses pembangunan adalah

infrastruktur. Mengapa? karena infrastruktur sangat menunjang kelancaran dari

proses pembangunan di suatu daerah. Yang dimaksudkan dengan Infrastruktur

disini adalah jalan. Jalan merupakan sarana penghubung antara satu tempat dengan

tempat yang lain, satu kota dengan kota yang lain. Tipe pengerasan jalan pun

bermacam-macam yakni berbahan kerikil, tanah, diaspal, rigid, hutan.

Jalan terdiri dari jalan Nasional, jalan Provinsi dan jalan Kabupaten, yang dimaksud

dengan jalan Nasional adalah jalan yang dibuat oleh pemerintah pusat, jalan

Provinsi yaitu jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah provinsi

pada suatu daerah tertentu misalnya pada Provinsi Papua Barat, sedangkan jalan

Kabupaten yaitu jalan yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten. Bila dilihat dari

pentingnya sarana Jalan ini sudah sepatutnya pemerintah harus selalu

memperhatikan kondisi jalan yang merupakan sarana penting bagi kelancaran

beraktivitas baik dikota maupun di daerah pedesaan dimana pada daerah pedesaan

terdapat jalan antar kabupaten. Misalnya jalan trans Manokwari-Sorong sepanjang

70 km, ditingkatnya kwalitas jalan kerikil dan jalan tanah pada ruas wilayah kaimana

serta pembangunan ruas sisanya sepanjang 50% dari target 120 km (RPJMD 2006-

2011).

Papua Barat sebagai salah satu provinsi yang sangat luas memerlukan akses jalan

untuk memperlancar aktivitas dalam dan luar kota oleh karena itu pemerintah melalui

dinas terkait membuat Jalan Non Trans Papua Barat yang telah dibangun jalan

kampung paling tidak 75% dari semua kampung Untuk provinsi Provinsi Papua Barat

sejak tahun 2003-2009 selalu mengalami peningkatan, baik dalam hal perbaikan

mutu maupun kuantitas jalan. Persentase kondisi jalan Nasional dan jalan Provinsi

tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 di Papua Barat dapat dilihat pada Tabel 9.

Page 47: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  40

Tabel 9. Persentase Jalan Nasional dan Jalan Provinsi di Papua Barat Tahun 2004-2009.

NO Keterangan Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009

1 Jalan Nasional Kondisi Baik 39,27

2 Jalan Nasional Kondisi sedang 40,20

3 Jalan Nasional Kondisi Rusak 20,52

4 Jalan Provinsi Kondisi Baik 42,66 22,00 22,28 19.26

5 Jalan Provinsi Kondisi sedang 13,95 3,48 43,08 45,39 13.49

6 Jalan Provinsi Kondisi Rusak 86,05 23,85 34,90 32,31 18.21

Sumber: Papua Barat dalam Angka (2009)

Berdasarkan data yang ada bahwa BPS Papua Barat mengkategorikan jalan

menurut kondisi permukaan jalan yakni aspal, kerikil, tanah dan hutan, sehingga

untuk mempermudah analisis maka jalan beraspal dikategorikan dalam kondisi baik,

jalan kerikil dikategorikan sedang, sedangkan tanah dan hutan dikategorikan jalan

dalam kondisi rusak.

Dari data yang ada pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun

kondisi jalan rusak baik jalan Nasional maupun jalan Provinsi mengalami perbaikan

yang sangat signifikan. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 kondisi jalan Provinsi

dalam kondisi rusak sebesar 86,05% sedangkan pada tahun 2009 kondisi jalan

rusak Provinsi berkurang menjadi 18,21%. Hal ini menandakan bahwa pemerintah

sudah semakin peduli terhadap kondisi jalan yang ada, selain itu juga bahwa

semakin tingginya tingkat kepedulian pemerintah terhadap fasilitas jalan yang

digunakan bukan hanya oleh pemerintah itu sendiri tetapi juga semua lapisan

masyarakat. Untuk data Jalan Nasional tidak dapat diperoleh data yang dibutuhkan

baik melalui BPS Papua Barat maupun dinas terkait yakni PU Provinsi Papua Barat.

Pertanian

Dalam rangka mengembangkan Perekonomian Rakyat, maka pemerintah provinsi

Papua Barat memprioritaskan pada bidang pertanian. Sektor Pertanian di Papua

Barat mencakup subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman

perkebunan, subsektor peternakan dan hasilnya, subsektor kehutanan, dan

subsektor perikanan. Subsektor dengan mengembangkan komoditi sebagai berikut.

Page 48: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  41

Tanaman Pangan

Produksi padi sawah dan padi ladang pada tahun 2005 adalah sebesar 24.702 ton

dan mengalami peningkatan di tahun 2007 menjadi sebesar 28.204 ton juga pada

tahun 2008 menjadi 39.537 ton dengan produksi per ton tertinggi pada tahun 2007

adalah Kabupaten Manokwari yaitu sebesar 16.322 ton dan mengalami peningkatan

signifikan pada tahun 2008 yaitu 25.309 ton. Produksi terendah pada tahun 2007

sebesar 64 ton di Kabupaten Sorong Selatan, tetapi ada peningkatan pada tahun

2008 menjadi 216 ton.

Tanaman Jagung mengalami penurunan produksi dari 3.317 ton pada tahun 2005

menjadi 1.711 ton pada tahun 2008, Penurunan produksi Jagung ini disebabkan

karena penurunan luas panen jagung dari 2.080 Ha pada tahun 2005 menjadi

sebesar 1.070 Ha pada tahun 2008.

Penurunan produksi juga terjadi untuk tanaman pangan ubi kayu dan ubi jalar.

Produksi ubi kayu dan ubi jalar pada tahun 2005 masing-masing adalah sebesar

25.897 ton dan 19.543 ton menurun menjadi masing-masing sebesar 23.071 ton dan

15. 341 ton pada tahun 2008. Penurunan produksi ubi jalar dan ubi kayu ini

disebabkan karena penurunan luas panen ubi kayu dari 2.336 Ha pada tahun 2005

menjadi 2.052 Ha pada tahun 2008. dan penurunan luas panen ubi jalar dari 1.991

Ha pada tahun 2005 menjadi 1.524 Ha pada tahun 2008.

Tanaman kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang hijau dan kedele juga

mengalami penurunan produksi sebagai akibat menurunnya luas panenan. Produksi

kacang tanah, kacang hijau dan kedele berturut-turut pada tahun 2005 adalah

sebesar 2.131 ton, 871 ton dan 2.279 ton menurun menjadi masing-masing sebesar

979 ton, 557 ton dan 1.740 ton pada tahun 2008. Luas panen tanaman kacang-

kacangan mengalami penurunan berturut-turut kacang tanah dari 2.093 ha pada

tahun 2005 menjadi 958 ha pada tahun 2008, kacang hijau dari 855 ha pada tahun

2005 menjadi 560 ha pada tahun 2008 dan kedelai dari 2.137 ha pada tahun 2005

menjadi 1.624 ha pada tahun 2008.

Tanaman sayur-sayuran yang diusahakan yaitu : Bawang merah, bawang putih,

bawang daun, kentang, kubis, kembang kol, kacang-kacangan, cabe, petsai, wortel,

tomat, terung, buncis, ketimun, labusiam, kangkung dan bayam. Keadaan pada

tahun 2008, ternyata baik dari sisi luas panen maupun produksi menunjukkan

terjadinya sedikit kenaikan. Komoditi kangkung merupakan komoditi dengan luas

Page 49: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  42

panen terluas yaitu 896 ha, sedangkan komoditi kacang merah merupakan komoditi

dengan luas panen terkecil yaitu 5 ha.

Buah-buahan terdiri dari alpokat, belimbing, duku/langsat, durian, jambu biji, jambu

air, jeruk siam/keprok, jeruk besar/pamelo, mangga, manggis, nangka/ cempedak,

nenas, pepaya, pisang, rambutan, salak, sawo, sirsak, markisa, sukun, melinjo dan

petai. Buah-buahan yang mempunyai jumlah tanaman terbanyak yaitu pisang

dengan jumlah pohon sebanyak 61.044 pohon atau 24,79 persen dari total tanaman

buah-buahan se Provinsi Papua Barat. Untuk produksi terbanyak komoditi buah-

buahan, didominasi juga oleh pisang, yaitu 4.500 ton atau 35,38 persen dari total

produksi komoditi buah-buahan.

Tanaman Perkebunan

Perkebunan di Provinsi Papua Barat berdasarkan ruang lingkup usahanya dapat

digolongkan menjadi perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Perkebunan besar

dikelola oleh investor atau pemerintah bekerja sama dengan perusahaan besar.

Sedangkan perkebunan rakyat adalah perkebunan yang dikelola oleh rakyat.

Tanaman perkebunan besar yang diusahakan di Provinsi Papua Barat adalah

tanaman kakao dengan luas areal perkebunan sebesar 1.668 ha.

Tanaman perkebunan rakyat yang diusahakan meliputi kelapa, kelapa sawit, kopi,

cengkeh, kakao, pala dan jamu mete. Produksi tanaman perkebunan rakyat di

Provinsi Papua Barat dalam periode 2005 – 2007 tidak mengalami peningkatan

produksi yang signifikan. Seperti halnya tanaman kelapa, luas areal perkebunan

kelapa rakyat adalah sebesar 10.942 Ha, dengan jumlah produksi pada tahun 2005

sebesar 5.965 ton dan jumlah produksi kelapa di tahun 2007 sebesar 5.965 ton.

Luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat seluas 16.540 Ha, dengan produksi

kelapa sawit pada tahun 2005 adalah 17.326 ton dan di tahun 2007 adalah sebesar

17. 326 ton. Luas areal perkebunan kopi rakyat seluas 708 ha, dengan produksi

pada tahun 2005 sebesar 218 ton dan produksi pada tahun 2007 adalah sebesar

218 ton. Luas areal perkebunan cengkeh rakyat adalah seluas 750 Ha, dengan

jumlah produksi cengkeh pada tahun 2005 adalah sebesar 60 ton dan produksi pada

tahun 2007 adalah 60 ton.

Luas areal perkebunan kakao rakyat adalah seluas 8.463 ha, dengan produksi coklat

pada tahun 2005 adalah sebesar 8.962 ton dan jumlah produksi kakao pada tahun

2007 sebesar 8.962 ton. Luas areal perkebunan pala rakyat adalah seluas 5.911

Ha, dengan produksi pala pada tahun 2005 sebesar 1.749 ton dan jumlah produksi

Page 50: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  43

pada tahun 2007 adalah sebesar 1.749 ton. Luas lahan kebun jambu mete rakyat

seluas 305 Ha, dengan produksi jambu mete pada tahun 2005 adalah sebesar 2 ton

dan jumlah produksi jambu mete pada tahun 2007 sebesar 2 ton.

Nilai Tukar Petani merupakan nilai tukar antara barang/produk pertanian dengan

barang-barang konsumsi dan faktor produksi yang dibutuhkan petani yang

dinyatakan dalam persen.

Gambar 20

Perkembangan Nilai Tukar Petani di Papua Barat, 2005-2009

Sumber : BPS Papua Barat, 2010

Berdasarkan data rata-rata NTP Papua Barat pada tahun 2005 yaitu 95,50 % dan

tahun 2006 laju pertumbuhannya menunjukkan perlambatan, yaitu hanya 0,5%. Laju

pertumbuhan meningkat 5,3% pada tahun 2007, dan 4,6% pada tahun 2008 dan

hanya 1,5% pada tahun 2009, NTP tercatat 106,12. Kecenderungan adanya

peningkatan walaupun sangat kecil NTP selama tahun 2006-2009, menunjukkan

bahwa telah terjadinya peningkatan indeks harga hasil produksi pertanian dan

indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk

keperluan produksi pertanian. Fakta ini menunjukkan bahwa kebijakan pertanian

telah berkontribusi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani melalui

peningkatan NTP. Kendatipun demikian, pembentukan NTP juga dipengaruhi oleh

kebijakan-kebijakan sektor lainnya dalam menjaga stabilitas harga output, input

maupun harga-harga barang konsumsi.

889092949698

100102104106108

2005 2006 2007 2008 2009

Nilai Tukar Petani 

Nilai Tukar Petani

Page 51: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  44

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian Papua Barat. Dalam

kurun waktu tahun 2004-2009 kondisi perekonomian Papua Barat dapat dikatakan

relatif stabil, walaupun pada tahun 2005-2007 laju pertumbuhannya cenderung

lambat. Meningkat sangat pesat pada tahun 2008-2009, dalam rentang lima tahun

terakhir sektor utama yang mendominasi penciptaan PDRB di Papua Barat adalah

sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor pertambangan dan

penggalian. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi lebih dari 60 persen dari

PDRB Papua Barat. Sektor pertanian merupakan sektor dengan share terbesar

terhadap penciptaan PDRB Papua Barat, dalam lima tahun terakhir share sektor ini

berada pada kisaran 24-29 persen (PDRB Papua Barat, 2008).

Tabel 10. Produk Domestik Regional Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2008 (juta Rupiah)

Lapangan usaha 2005 2006 2007 2008

Tan. Bahan Makanan 331 843,83 372 367,74 412 310,02 503 368,83

Tan.Perkebunan 219 413,11 256 034,39 289 952,22 330 023,04

Peternakan&hasil 108 500,19 131 463,39 156 858,74 177 195,01

Kehutanan 662 079,97 708 070,18 802 546,18 930 239,16

Perikanan 830 486,14 960 874,87 1 100 757,39 1 166 293,09

PERTANIAN 2 152 323,24 2 428 810,57 2 762 424,54 3 107 119,13

Sumber : PDRB Prov. Papua Barat 2008

Nilai PDRB sektor pertanian berdasarkan harga berlaku pada tahun 2008 berjumlah

RP 3,107.12 miliar, dibanding data tahun 2005-2006 mengalami peningkatan 12,8

persen, kemudian tahun 2006-2007 meningkat 13,7 persen dan 2007 dengan PDRB

RP 2,762.4 miliar. Maka PDRB sektor pertanian tumbuh sebesar 12,5 persen pada

tahun 2008.

Pengembangan Peternakan

Jumlah ternak khususnya Sapi, babi dan kambing pada tahun 2005 masing-masing

berjumlah 31.536 ekor, 27.019 ekor dan 12.923 ekor dan mengalami pertambahan

jumlahnya di tahun 2007 di mana untuk ternak sapi, babi dan kambing berjumlah

masing-masing 34.429 ekor, 33.427 ekor dan 13.223 ekor. Hal ini menunjukkan

Page 52: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  45

bahwa telah terjadi peningkatan dalam pengembangan populasi ternak masing-

masing 2.893 ekor sapi, 6.408 ekor babi dan 300 kambing.

Kehutanan

Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan di Provinsi Papua Barat Tahun 2004-

2009 di tampilkan pada Gambar 21.

Gambar 21. Persentase Luas Lahan Rehabilitasi di dalam Hutan di Papua Barat

Sumber: Balai Penelitian DAS Remu Ransiki, 2009

Pembangunan sumberdaya alam sektor kehutanan melalui capaian indikator hasil

persentase luas rehabilitasi lahan kritis dalam kawasan hutan rata-rata tahunan

selama periode 2004 – 2009 terjadi fluktuasi. Pada tahun 2004, pada awal program

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL), persentase luas lahah

kritis yang direhabilitasi terhadap luas lahan kritis seluruhnya hanya mencapai 0,21

%, pada tahun 2005 meningkat dengan capaian hasil 0,51%. Namun pada tahun

2006 terdjadi penurunan drastis dengan capaian hanya 0,05%. Kemudian

meningkat lagi pada tahun 2007, 2008 dan 2009, masing-masing dengan capaian

0,33%, 0,34 % dan 1,27 %. Fluktuasi capaian indikator hasil tersebut diduga

sebagai akibat dari jumlah anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan reboisasi

lahan kritis dalam kawasan hutan setiap tahun berbeda yang bersumber dari dana

reboisasi. Faktor lain adalah bahwa kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL)

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan

Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan

Page 53: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  46

dengan skema GN-RHL dan dilaksanakan dalam bentuk proyek dengan pelaksana

pihak ke tiga (kontraktor). Keberhasilan realisasi tahunan proyek GN-RHL ini

sangat bergantung pada birokrasi penganggaran, kapasitas pelaksana proyek dan

kapasitas penanggung jawab proyek GN-RHL. Sebelum tahun 2006, penanggung

jawab GN-RHL berada pada Balai Pengelolaan DAS Mamberamo yang

berkedudukan di Jayapura. Baru pada Tahun 2006 penanggung jawab kegiatan

RHL di berada di Balai Pengelolaan DAS Remu Ransiki Manokwari. Perubahan

penanggung jawab RHL ini diduga turut mempengaruhi fluktuasi capaian kegiatan

rehabilitasi lahan kritis di Provinsi Papua Barat. Meningkatnya persentase luas lahan

rehabilitasi hutan dan lahan melalui kegiatan rehabilitasi di Papua Barat Tahun 2007,

2008 dan 2009 dimungkinkan karena adanya alokasi dana dari Pemerintah

Kabupaten (APBD) sejak Tahun 2007, disamping dana dari pemerintah pusat

(APBN) melalui anggaran BPDAS Remu-Ransiki. Dengan adanya tambahan

anggaran ini, pada beberapa kabupaten di Provinsi Papua Barat, sehingga terjadi

peningkatan tajam persentase rehabilitasi luas lahan kritis dalam kawasan hutan di

Provinsi Papua Barat pada Tahun 2009. Faktor lain yang berpengaruh terhadap

peningkatan persentase rehabilitasi luas lahan kritis dalam kawasan hutan di

Provinsi Papua Barat sejak Tahun 2007 adalah setelah BPDAS Remu-Ransiki resmi

dibentuk di Provinsi Papua Barat sebagai Unit Pelaksana Teknis Departemen

Kehutanan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan RHL di wilayah ini.

Kegiatan-kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis dalam kawasan hutan melalui investasi

Pembangunan Hutan Tanaman di Provinsi Papua Barat belum berjalan. Hal ini

dimungkinkan karena terkait dengan kendala tingginya biaya perolehan hak guna

usaha lahan sebagai akibat tingginya tuntutan masyarakat adat atas kompensasi

hak adat. Demikian pula halnya capaian indikator hasil dari segi luas rehabilitasi

lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan penghijauan. Kegiatan ini

dilaksanakan dalam bentuk padat karya dengan tujuan utama meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam proyek penghijauan. Pada tahun 2004, luas lahan

kritis di luar kawasan hutan mencapai 80 ha, dan menurun pada tahun 2005 (25 ha),

tahun 2006 (25 ha), bahkan pada tahun 2007 (0 ha). Pada tahun 2008 luas lahan

kritis yang direhabilitasi hanya mencapai 10 ha dan pada tahun 2007 meningkat

pesat menjadi 157 ha. Peningkatan ini terkait dengan program penanaman sejuta

pohon yang dicanangkan pemerintah guna mengatasi perubahan iklim global.

Sekalipun demikian, khusus untuk Provinsi Papua Barat keberhasilan dari

rehabilitasi lahan kritis di luar kawasan hutan ini terkendala oleh tuntutan ganti rugi

Page 54: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  47

oleh masyarakat pemilik tanah adat terhadap lahan-lahan sasaran kegiatan

penghijauan. Sasaran kegiatan penghijauan adalah lahan-lahan kritis yang

sebagian adalah lahan masyarakat adat. Namun karena masyarakat adat

menganggap bahwa kegiatan rehabilitasi dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk

proyek dan melibatkan masyarakat pemilik lahan, namun masyarakat tetap menuntut

pemerintah harus memberikan ganti rugi. Tidak jarang, karena tuntutannya tidak

dipenuhi, tanaman reboisasi banyak dicabut dan dirusak oleh masyarakat

Kelautan

Jumlah Tindak Pidana Kelautan

Pembangunan sumberdaya alam di sektor kelautan melalui capaian indikator hasil

jumlah tindak pidana kelautan seperti pada Gambar 22.

Gambar 22.

Jumlah Tindak Pidana Kelautan di Provinsi Papua Barat

Pada Gambar 22 menunjukkan bahwa antara tahun 2004 , 2005 dan 2006 terjadi

penurunan jumlah kasus, masing-masing 8 kasus, 7 kasus dan 2 kasus., kemudian

pada tahun 2007, 2008 dan 2009 terjadi peningkatan masing-masing 12 kasus, 79

kasus dan 84 kasus. Kasus-kasus tindak pidana perikanan yang terjadi umumnya

terkait dengan pencurian penangkapan ikan (illegal Fishing) yang dilakukan oleh

nelayan asing dan pelanggaran terhadap pelarangan penggunaan alat tangkap

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah Tindak Pidana Kelautan

Jumlah Kasus Tindak Pidana kelautan

Page 55: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  48

(pukat harimau/troll). Sedangkan tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan

tradisionil adalah penggunaan alat peledak (bom) dalam penangkapan ikan.

Peningkatan capaian hasil tindak pidana perikanan tersebut terkait pula dengan

tingkat kerusakan terhadap terumbu karang. Persentase tutupan terumbu karang

yang baik (hidup) di perairan laut Papua barat sekalipun terjadi fluktuasi, namun

fluktuasi yang terjadi relatif kacil. Hal ini tentunya terkait pula dengan tingkat

kerusakan yang disebabkan oleh penggunaan alat tangkap dan bahan peledak

dengan kemampuan pertumbuhan karang itu sendiri yang lambat. Namun dari

angka tutupan karang tersebut masih tergolong baik kisarannya antara 42,94 –

71,46 %, tentunya angka ini sangat bergantung pada lokasi dilakukannya kegiatan

monitoring terumbu karang. Hasil identifikasi terumbu karang yang dilakukan oleh

Bapedalda Provinsi Papua Barat Tahun 2009 diketahui bahwa luas sebaran terumbu

karang di perairan laut Papua Barat 329.085,01 ha, terdiri atas terumbu karang

cincin seluas 35.790,01, ha, karang penghalang 18.047,58 ha, karang tepi

236.198,50 ha dan rataan terumbu/asosiasi lamu 39.049,08 ha. Dalam laporan

tersebut dirincikan persentase tutupan terumbu karang yang tergolong baik ataupun

tergolong terumbu karang mati/rusak. Data ini sangat diperlukan guna mengetahui

bagaimana intensitas kegiatan dan penggunaan alat penangkapan yang digunakan

oleh nelayan dalam kaitannya dengan dampaknya terhadap pelestarian terumbu

karang.

Kawasan Konservasi Laut

Ditinjau dari indikator luas kawasan konservasi laut, hingga Tahun 2004, luas

kawasan konservasi laut di Provinsi Papua Barat seluas 22.705, 69 km2. Luasan

konservasi laut ini sudah termasuk dengan kawasan pulau-pulau dan perairan laut

yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dan yang direkomendasikan oleh

Pemerintah kabupaten sebagai kawasan konservasi dengan berbagai tipe status

kawasan konservasi. Pada Tahun 2005 terjadi perubahan luas kawasan konservasi

laut ini sebagai akibat adanya penetapan areal Kawasan Konservasi Laut Daerah

(KKLD) oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong. Hingga Tahun 2007, luasan

kawasan konservasi laut diprovinsi papua Barat tetap, tidak ada penambahan. Pada

Tahun 2008 terjadi perubahan luas kawasan konsrvasi menjadi 30.374,74 km2

karena adanya penetapan KKLD oleh Pemerintah Kabupaten Kaimana. Pada

Tahun 2009 terjadi perubahan luas kawasan konservasi laut lebih nyata (29.054,88

km2) karena adanya penetapan beberapa lokasi KKLD di perairan laut Kabupaten

Raja Ampat melalui peraturan Bupati. Fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah

Page 56: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  49

daerah kabupaten di Provinsi Papua Barat memiliki kepedulian dan perhatian

terhadap pelestarian sumberdaya perairan laut. Apalagi Provinsi Papua Barat

memiliki perairan laut yang kaya akan keaneragaman biota perairan kaut dan

terumbu karang yang relatif masih utuh. Hal ini dibuktikan dengan dikenalnya

daerah perairan laur Raja Ampat merupakan kawasan perairan laut perwakilan

ekosistem perairan dunia karena memiliki kekayaan biota perairan laut dengan

tingkat keanekaragaman tinggi dan gugusan kepulauan yang indah. Fakta ini

ditunjang pula oleh data bahwa KKLD terluas yang adanya di Provinsi Papua Barat

adalah di Kabuapten Raja Ampat dengan luas 9.593,14 km2 yang menetapannya

melalui peraturan Bupati pada Tahun 2009. Namun demikian pengelolaan KKLD

belum optimal. Aktivitas pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah masih

terbatas pada perlindungan dan pengawasan terhadap kawasan. Perkembangan

luas kawasan konservasi laut di Papua Barat disajikan pada Gambar 23.

Gambar 23 Luas Lahan Konservasi Laut di Papua Barat

Sumber : Kementerian Kehutanan, 2009.

Indikator Kesejahteraan Sosial.

Tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, dengan

berpatokan kepada tingkat kesejahteraan masyarakat. Indikator penting dalam

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

2004 2005 2006 2007 2008 2009

PerkembanganLuas Lahan Konservasi Laut (Km2)

Luas Lahan Konservasi Laut (Km2)

Page 57: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  50

menentukan apakah penduduk itu miskin atau tidak dapat dilihat dari apakah

masyarakat itu mampu atau tidak memenuhi kebutuhan dasar minimumnya (basic

needs), apabila dia tidak mampu maka dikategorikan sebagai masyarakat miskin.

Dan bukan saja yang berpenghasilan rendah yang dapat dikategorikan sebagai

penduduk miskin tetapi yang belum mampu dalam hal kesehatan, pendidikan dan

aspek lainnya sebagai manusia dapat dikateorikan sebagai penduduk miskin.

Menurut Chambers (1996), ada 5 ketidakberuntungan yang melingkari kehidupan

orang atau keluarga miskin yaitu;(1) Kemiskinan, (2) Fisik yang lemah, (3)

Kerentanan, (4) Keterisolasian (5).Ketidakberdayaan. Kelima hal ini merupakan

akibat dari ketidakmampuan keluarga miskin, segala sesuatu menjadi tidak mungkin

untuk diperoleh. Indonesia sebagai sebuah negara yang sedang berkembang dapat

dikatakan bahwa masyarakatnya sedang berusaha untuk menuju kepada situasi

ekonomi yang lebih makmur. Sampai saat ini segala upaya sedang dan sudah

dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat

tersebut, dengan berbagai macam program salah satunya adalah dengan Bantuan

Langsung Tunai (BLT) yang diberikan tiap 3 (tiga) bulan sebesar Rp.150.000,-.

Program ini dianggap cukup berhasil mengurangi tingkat kemiskinan, akan tetapi

pada kenyataannya banyak terjadi penyelewengan pada penerapannya sehingga

program ini dianggap oleh banyak kalangan tidak tepat sasaran.

Tabel 11. Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2007 dan 2008.

Kabupaten/Kota

Jumlah Penduduk

Miskin (000)

Persentase Penduduk Miskin

Garis Kemiskinan

(Rp.)

2007 2008 2007 2008 2007 2008

Kab.Fak-fak 24.71 24.47 39.57 37.55 270 365 245 342

Kab. Kaimana 13.73 10.61 35.22 23.25 211 324 216 657

Kab. Teluk Wondama 11.46 11.98 53.34 47.36 186 128 227 686

Kab. Teluk Bintuni 25.92 30.06 51.37 50.39 247 951 274 014

Kab. Manokwari 76.35 82.62 47.34 43.57 278 175 289 442

Kab. Sorong Selatan 16.00 16.37 28.05 26.66 165 792 204 720

Kab. Sorong 31.01 32.55 33.84 33.95 160 706 213 899

Kab. Raja Ampat 11.44 10.45 30.07 23.76 217 042 220 837

Kota Sorong 56.19 18.19 35.71 14.93 392 698 387 984

Sumber : BPS, Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat, 2008

Page 58: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  51

Untuk Provinsi Papua Barat, Jumlah penduduk miskin hingga tahun 2008 adalah

sebanyak 237,30 atau sebesar 33,49% dibandingkan dengan tahun sebelumnya

yaitu 2007 sebesar 266,80 atau 39,31%, dari data tersebut terlihat bahwa ada

pengurangan jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat. Berdasarkan laporan

BPS Provinsi Papua Barat, jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat sejak

Januari sampai Maret 2010 mencapai 256,250 jiwa atau 34,88% dari total jumlah

penduduk, dari jumlah tersebut maka pada tahun 2010 mengalami penurunan

dibandingkan dengan tahun 2009 sebanyak 256,840 jiwa, sehingga selama periode

2009-2010, jumlah penduduk miskin turun sebesar 0,23% dan persentase penduduk

miskin turun menjadi 0,83%. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Papua Barat

tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24.

Penduduk Miskin di Papua Barat Tahun 2005 - 2009

Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2009 ** Data Persentase Kemiskinan Papua Barat 2004 tidak tersedia.

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Gambar 24 diatas bahwa persentase

penduduk miskin di Papua Barat terus mengalami menurunan dari tahun 2005 yaitu

sebesar 41,79 persen menjadi 33,49 persen pada tahun 2008. Namun, kondisi ini

justru tidak bisa dipertahankan pada tahun berikutnya. Terbukti bahwa pada tahun

2009, persentase angka kemiskinan di Papua Barat meningkat dari 33,49 persen

menjadi 35,71 persen tahun 2009. Beberapa indikator pendukung yang turut

mempengaruhi tren perjalanan persentase angka kemiskinan di Papua Barat dapat

dilihat pada Gambar 25.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

2005 2006 2007 2008 2009

Persentase Penduduk Miskin Papua Barat, 2005­2009

Persentase Penduduk Miskin

Page 59: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  52

Gambar 25

Indikator Pendukung Kemiskinan di Papua Barat, 2005-2009

Sumber : BPS Papua Barat, 2009

Mengacu pada Gambar 25 diatas bahwa menurunnya persentase angka kemiskinan

di Papua Barat dari tahun 2005 hingga 2008 lebih disebabkan karena pertumbuhan

ekonomi di wilayah Papua Barat terus meningkat dari 6,80 persen (2005) menjadi

7,33 persen tahun 2008, meskipun pertumbuhan tersebut agak melambat pada

tahun 2006 yaitu sebesar 4,55 persen. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi yang

selalu memperlihatkan prestasi kearah peningkatan tentunya, akan berimplikasi

pada penciptaan lapangan kerja yang dapat diamati melalui penurunan tingkat

pengangguran terbuka (lihat gambar 19). Artinya, pertumbuhan ekonomi yang terjadi

di Papua Barat mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja,

sehingga terjadi distribusi pendapatan yang kemudian mampu mengangkat sebagian

masyarakat di Papua Barat terlepas dari kubangan kemiskinan.

Tahun 2009, persentase penduduk miskin di Papua Barat mengalami peningkatan

dari 33,49 persen (2008) menjadi 35,71 persen tahun 2009. Meningkatnya,

persentase angka kemiskinan di Papua Barat pada tahun 2009 lebih diakibatkan

melambatnya kegiatan ekonomi yang dicerminkan oleh melambatnya pertumbuhan

ekonomi pada tahun 2009. Kemudian, melambatnya pertumbuhan ekonomi

berakibat pada meningkatnya persentase pengangguran terbuka di Papua Barat

yang kemudian berimplikasi pada ketidakmerataan pendapatan yang pada akhirnya

menyeret masyarakat di Papua Barat yang tadinya berada pada tidak miskin,

menjadi miskin. Selain itu, peningkatan persentase kemiskinan di Papua Barat juga

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

2005 2006 2007 2008 2009

Persentase Penduduk Miskin

Pertumbuhan Ekonomi Pengangguran Terbuka

Persentase Kemiskinan

Page 60: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  53

disebabkan oleh semakin banyaknya pendatang dari luar kota yang tinggal dan

sebagian besar dari mereka tidak memiliki pekerjaan tetap dan mengganggur.

Indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).

Pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja

atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama

sekali maupun ygng sudah pernah bekerja), atau sedang mempersiapkan suatu

usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan kerena merasa tidak mungkin untuk

mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum

mulai bekerja.

Adapun kegunaan dari mengetahui proporsi ataupun jumlah pengangguran terbuka

dari angkatan kerja yaitu sebagai suatu acuan untuk pemerintah dalam pembukaan

lapangan kerja baru, dan indikator ini dapat dihitung dengan cara membandingkan

antara jumlah penduduk berusia 15 tahun keatas atau lebih yang sedang mencari

pekerjaan, dengan jumlah penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja.

Bila dilihat pada data IPM Provinsi Papua Barat 2008, pertumbuhan ekonomi di

Provinsi Papua barat 2008 mencapai 7,33 persen atau lebih tinggi dari capaian

pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 6,06 persen. Dengan demikian tingginya

capaian pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat dinilai belum efisien karena di

sisi lain persentase penduduk miskin dan tingat pengangguran terbuka masih

tergolong tinggi (IPM, Provinsi Papua Barat 2008). Berikut ini adalah data Tingkat

Pengangguran Terbuka Provinsi Papua Barat Tahun 2004 sampai dengan 2009:

Page 61: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  54

Gambar 26.

Tingkat Pengangguran Terbuka Di Papua Barat Tahun 2005 – 2009

Sumber : Papua Barat Dalam Angka tahun 2009.

Dari Gambar 26 terlihat bahwa tingkat pengangguran terbuka dari tahun 2006

sampai dengan 2008 selalu mengalami penurunan walau pada tahun 2009

mengalami sedikit peningkatan yakni 7,73 % atau sekitar 0,01%, Hal ini

menandakan semakin stabilnya kondisi sosial dalam masyarakat, sehingga sangat

tepat jika pemerintah sering menggunakan indikator ini sebagai tolak ukur

keberhasilan dalam pembangunan, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa

tingkat kemiskinan pun semakin rendah karena dengan bekerja seseorang sudah

mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Dengan menurunnya

presentase penduduk miskin maka tingkat kriminalitas dengan sendirinya dapat

menurun karena orang sudah memperoleh pekerjaan yang pendapatannya dapat

digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Pada Gambar 26 diatas, data tahun

2004 tidak dapat diperoleh karena merupakan masa transisi dari Provinsi Papua ke

Provinsi Papua Barat.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) adalah sebuah indikator yang digunakan untuk

mengukur angka pengangguran pemuda sehingga untuk menghitung besarnya TPT

harus juga diperhatikan persentase tingkat kelulusan siswa. Pada tahun 2008 TPT

mengalami penurunan dari tahun sebelumnya tetapi pada tahun 2009 mengalami

peningkatan kembali sebesar 7.73% hal ini diindikasikan disebabkan oleh angka

0

2

4

6

8

10

12

2005 2006 2007 2008 2009

Persentase Pengangguran Terbuka di Papua Barat  Tahun 2005 ­ 2009

Persentase Pengangguran Terbuka

Page 62: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  55

pengangguran pemuda (15-55 tahun) yang semakin bertambah akibat meningkatnya

tingkat kelulusan baik SMU maupun Perguruan Tinggi yang tidak disertai dengan

penyediaan lapangan pekerjaan. Indikasi kedua yaitu kurangnya minat siswa

terhadap sekolah kejuruan sehingga pada saat lulus sekolah siswa tidak memiliki

keahlian tertentu untuk langsung dapat bekerja. Berikut ini adalah gambar grafik

Kesejahteraan Sosial Provinsi Papua Barat tahun 2004-2009:

3. Rekomendasi Kebijakan

Pendidikan

Angka APS, APK dan APM perkotaan untuk semua jenjang pendidikan dasar lebih

besar dari indikator pedesaan. Disamping itu angka putus sekolah di daerah

perkotaan lebih kecil dari daerah pedesaan untuk jenjang SD dan SMP. Oleh karena

itu perlu pendidikan berpola asrama di kampung dan daerah terpencil, serta program

beasiswa khusus bagi anak-anak sekolah yang memiliki potensi dan kemampuan.

Perlu adanya peraturan daerah agar program wajib belajar pendidikan dasar

sembilan tahun dapat berjalan sesuai kebijakan. Berdasarkan data yang ada,

indikator akses pemerataan pendidikan di daerah pedesaan belum relevan,

sehingga pembangunan pendidikan Papua Barat perlu difokuskan di daerah

pedesaan. Tersedianya sarana pendidikan secara memadai terutama di kampung

dan daerah terpencil serta terlaksananya proses pendidikan di wilayah tersebut.

Terbebasnya anak sekolah dari beban biaya pendidikan baik ditingkat pendidikan

dasar maupun di tingkat lanjutan. Adanya kerjasama yang efektif diantara

kabupaten/kota serta Provinsi Papua Barat dalam pengelolaan pendidikan.

Berkembangnya budaya baca dan tersedianya perpustakaan yang memadai di

semua kabupaten/kota se Papua Barat.

Kesehatan

Tujuan pembangunan kesehatan yang ditargetkan pemerintah Provinsi Papua Barat

pada akhir tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui

peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang merata, murah

atau terjangkau, berkualitas, dan berkesinambungan. Peningkatan ini ditandai oleh

meningkatnya angka harapan hidup, meningkatnya angka harapan hidup waktu

lahir, menurunnya angka kematian kasar, menurunnya angka kematian bayi,

menurunnya angka kematian ibu, menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak

Page 63: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  56

balita dan ibu hamil (Rencana Induk (Master Plan) Pembangunan Kesehatan

Provinsi Papua Barat 2008-2025).

Evaluasi terhadap beberapa indikator yang menjadi pengukur tingkat keberhasilan

pembangunan kesehatan di Provinsi Papua Barat selama tahun 2004-2009

memperlihatkan bahwa pemerintah Provinsi Papua Barat harus bekerja keras untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan seperti yang disebutkan di atas. Sebagai

contoh indikator angka harapan hidup, data yang ada menunjukkan bahwa

perkembangan angka harapan hidup per tahun di Provinsi Papua Barat tercatat rata-

rata satu sampai dua tahun dalam satu periode jangka waktu satu tahun. Hal ini

berarti bahwa kondisi angka kematian bayi di provinsi ini termasuk dalam kategori

Hard Rock, artInya dalam satu tahun penurunan angka kematian bayi yang tajam

sulit terjadi. Sehingga implikasinya adalah angka harapan hidup waktu lahir menjadi

lambat untuk mengalami kemajuan. Hal ini secara jelas terlihat dari perkembangan

angka harapan hidup yang sebagian besar tidak melebihi satu digit dalam kurun

waktu satu tahun. Kondisi tersebut juga terjadi untuk kondisi nasional, penurunan

angka kematian bayi terjadi secara gradual bahkan mengarah melambat. Angka

kematian bayi yang relatif stagnan di kisaran 30 menjadi tantangan khusus bagi

Dinas Kesehatan, terutama dalam mencapai target tujuan pembangunan millennium

(MGDs) pada tahun 2015 yaitu angka kematian bayi adalah 19 dari 1000 kelahiran.

Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam Rencana Induk (Master Plan)

Pembangunan Kesehatan Provinsi Papua Barat 2008-2025 telah menggambarkan

pokok-pokok kebijakan pembangunan kesehatan yang apabila dilaksanakan secara

efektif dan efisien maka diharapkan dapat mempercepat pencapaian tujuan

pembangunan kesehatan di daerah ini. Selain pencapaian tujuan pembangunan

kesehatan tingkat provinsi, pelaksanaan pembangunan kesehatan di daerah ini

dapat diupayakan untuk mencapai target-target yang ditetapkan baik secara

nasional maupun internasional (contoh MGD’s). Pokok-pokok kebijakan

pembangunan kesehatan di Provinsi Papua Barat selama 2008 – 2025, adalah

sebagai berikut:

1. Peningkatan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan, terutama bagi

penduduk miskin di kampung-kampung di daerah terpencil, pegunungan, dataran

rendah, pesisir dan pulau-pulau kecil;

2. Peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas sarana dan prasarana kesehatan di

kawasan perkampungan dan perkotaan yang efektif untuk memperbaiki derajat

kesehatan masyarakat, seperti Rumah Sakit, Pusat Kesehatan Masyarakat

Page 64: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  57

(Puskesmas) dan jaringannya, pos pelayanan terpadu (posyandu), rumah bersalin

serta fasilitas kesehatan lainnya;

3. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan;

4. Pengembangan sistem jaminan kesehatan, terutama bagi penduduk miskin;

5. Peningkatan penyuluhan kesehatan lingkungan, pola hidup sehat, dan status

gizi masyarakat;

6. Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat sejak usia dini;

7. Pemberantasan dan pencegahan atas berbagai jenis penyakit menular serta

jenis penyakit lain yang dapat mengancam kesehatan masyarakat;

8. Pengembangan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mendukung

pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu;

9. Peningkatan peran serta masyarakat, dunia usaha, dan organisasi profesi;

10. Peningkatan manajemen usaha kesehatan;

11. Peningkatan pembiayaan pembangunan kesehatan.

Program-program yang disusun untuk mencapai ke -11 pokok kebijakan di atas

disusun secara lebih terperinci dalam bentuk program pokok dan kegiatan-kegiatan

yang akan dilakukan untuk setiap program pokok. Program-program pokok yang

dijabarkan dalam rencana pokok pembangunan kesehatan terdiri dari 12 program

sebagai berikut:

1. Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat

2. Program Pelayanan Kesehatan Perorangan

3. Program Perbaikan Gizi Masyarakat

4. Program Pengembangan Sumberdaya Kesehatan

5. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

6. Program Obat dan Perbekalan Kesehatan

7. Program Pengawasan Obat dan Makanan

8. Program Lingkungan Sehat

9. Program Penyuluhan (Promosi) Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

10. Program Pengembangan Obat Tradisional (Obat Asli Indonesia)

11. Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan

12. Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Program-program yang telah disusun di dalam Rencana Induk Pembangunan

Kesehatan Provinsi Papua Barat ini harus dilaksanakan secara sinergis dengan

memberdayakan seluruh sumberdaya yang ada mulai dari tingkat provinsi sampai di

tingkat kampung. Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan di Provinsi Papua

Page 65: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  58

Barat maka Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Provinsi Papua Barat ini perlu

dijabarkan oleh oleh BP3D Provinsi Papua Barat, Bappeda Kabupaten/Kota se-

Papua Barat, Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait, baik di tingkat

provinsi dan kabupaten/kota, dan pihak-pihak lain yang terkait, ke dalam sasaran

dan indikator yang lebih rinci dan terukur, terutama dalam jangka waktu pendek

(tahunan) dan jangka menengah (lima tahunan).

Evaluasi mengenai capaian indikator pembangunan kesehatan dapat dilakukan

dengan baik dan akurat bila ditunjang dengan data yang baik. Sampai saat ini data

base pembangunan kesehatan di Provinsi Papua Barat masih jauh dari keadaan

yang diharapkan. Keadaan ini mempersulit penghitungan indikator kinerja

kesehatan, dengan demikian evaluasi kemajuan yang telah dicapai menjadi sukar

untuk dilakukan. Untuk keperluan pembangunan data base yang baik maka

diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari setiap pihak yang terlibat dalam

sistem kesehatan di daerah ini. Upaya ini perlu dilakukan dengan membangun

sistem pendataan yang mudah dilakukan oleh semua stakeholder dalam sistem

kesehatan di daerah ini. Selain itu, upaya untuk peningkatan kapasitas sumberdaya

manusia dalam pembangunan data base ini juga perlu dilakukan untuk menjamin

proses pencatatan data, input data, sampai dengan analisis data menjadi lebih baik.

Upaya tersebut di atas perlu didukung oleh pendanaan khusus untuk keperluan

pembangunan data base tersebut. Data base yang baik tentu saja akan menjadi

modal yang sangat berharga untuk mendukung penetapan kebijakan-kebijakan

kesehatan di daerah ini.

Keluarga Berencana

Dalam proses pembangunan, penduduk merupakan faktor penting yang harus

diperhatikan karena sumberdaya alam yang tersedia tidak akan mungkin dapat

dimanfaatkan tanpa adanya peranan dari manusia. Dengan adanya manusia,

sumberdaya alam tersebut dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi diri

dan keluarga secara berkelanjutan. Besarnya peran penduduk tersebut maka

pemerintah dalam menangani masalah kependudukan tidak memperhatikan pada

upaya pengendalian jumlah dan pertumbuhan penduduk saja, tetapi lebih

menekankan kearah perbaikan kualitas sumberdaya manusia.

Beberapa issue strategis yang dihadapi dalam bidang pengendalian pertumbuhan

penduduk adalah tingginya pertumbuhan penduduk yang tergolong cepat dan

Page 66: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  59

sebaran penduduk yang tidak merata. Pertumbuhan penduduk yang tinggi di daerah

ini masih disebabkan oleh faktor migrasi penduduk. Namun pertumbuhan penduduk

tidak hanya dipengaruhi oleh faktor migrasi tetapi juga faktor fertilitas dan mortilitas.

Saat ini fakta penting yang perlu mendapat perhatian adalah Contraceptive

Prevalence Rate (CPR) dan Total Fertility Rate (TFR) yang cenderung stagnan.

Oleh karena itu beberapa kebijakan seperti peningkatan kapasitas untuk penyediaan

jasa kesehatan/pelayanan keluarga yang berkualitas tinggi perlu di pacu di daerah

ini. Selain itu kebijakan yang berkaitan dengan proses desentralisasi kebijakan perlu

mendapat perhatian. Kebijakan pengaturan mengenai peran dan tanggungjawab di

berbagi level (pusat, provinsi, kabupaten, distrik, dan kampung) yang bersifat praktis

di lapangan perlu mendapat perhatian. Komitmen pemerintah daerah untuk

mendukung pembangunan keluarga berencana sangat penting. Oleh karena itu

sinergi antara berbagai lembaga untuk mendukung kesuksesan pelaksanaan setiap

program keluarga berencana sangat diperlukan. Kebijakan untuk meningkatkan

manajemen pengadaan logistik di tingkat lokal, sistem distribusi alat kontrasepsi, dan

penjaminan kekontinuan suplai berbagai alat kontrasepsi perlu mendapat perhatian

besar.

Disamping itu, kebijakan mengenai pembangunan data base keluarga, termasuk di

dalamnya keluarga berencana, perlu mendapat prioritas di Provinsi Papua Barat

mengingat ketersediaan data yang masih sangat terbatas di Provinsi Papua Barat.

Data yang akurat dapat menunjang penetapan kebijakan yang tepat sasaran, serta

merupakan alat evaluasi yang sangat penting untuk pembangunan keluarga

berencana di provinsi ini

Ekonomi Makro dan Investasi

Terlihat jelas bahwa laju pertumbuhan ekonomi Papua Barat pada periode

pengamatan (2004-2009) masih didominasi oleh sektor pertanian dan

pertambangan. Diharapkan pemerintah juga perlu mengoptimalkan sektor-sektor

(diluar pertanian dan pertambangan) sebagai buffer stock untuk mengurangi

ketergantungan terhadap sektor pertanian dan pertambangan yang potensi

kepunahannya cukup potensial.

Pendapatan per kapita masyarakat Provinsi Papua Barat tercatat mengalami

peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2004 hingga tahun 2009, namun

pendapatan per kapita ini belum sepenuhnya mencerminkan tingkat kesejahteraan

Page 67: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  60

masyarakat Papua Barat yang riil. Hal ini lebih disebabkan masih terdapat

ketimpangan terhadap kepemilikan faktor-faktor produksi yang kemudian akan

berdampak langsung terhadap pendapatan keluarga. Oleh sebab itu, perlu didesain

kebijakan berbasis masyarakat yang diarahkan untuk pemarataan distribusi

pendapatan di tingkat masyarakat.

Melihat cacatan perkembangan Inflasi di Papua Barat dari tahun 2004 hingga tahun

2009 menampilkan tren yang sangat fluktuatif. Hal ini lebih disebabkan oleh

lambatnya distribusi barang dan jasa, kemudian ulah para tengkulat yang

memanfaatkan kondisi geografis, dan kurang efektifnya fungsi kontrol yang diharus

dilakukan oleh pemerintah terhadap dinamika perubahan harga. Oleh sebab itu,

upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam jangka pendek adalah

mengefektifkan kembali Operasi Pasar (OP). Sedangkan untuk jangka panjang

pemerintah perlu mendesain mekanisme pemantauan terhadap distribusi barang

dan jasa hingga ke tingkat konsumen (masyarakat) di Papua Barat.

Perkembangan investasi yang pantau melalui PMDN dan arus modal masuk melalui

PMA di Papua Barat, dari tahun 2004 hingga 2009 masih kurang manarik jika

dibandingkann dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki. Tentunya

ketidaktarikan atau tidak lancarnya arus modal masuk (PMDN dan PMA) dipengaruhi

oleh banyak aspek. Salah satu aspek yang paling dominan dan menonjol sebagai

penghambat arus modal masuk yaitu ketersediaan infrastruktur mendasar disamping

faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, ada beberapa upaya yang perlu diperhatikan

oleh daerah untuk menarik investasi. Upaya tersebut dapat dilakukan dalam bentuk

kemudahan perizinan usaha, PEMDA juga harus intensif dalam melakukan interaksi

dengan pelaku usaha, penyiapkan infrastruktur fisik daerah, jaminan keamanan bagi

pelaku usaha, mendesain perda-perda yang rama investasi dengan tidak

mengabaikan aspek lokal.

Infrastruktur

Mengingat kegiatan ekonomi suatu wilayah sangatlah didukung oleh ketersedian

sarana dan pra sarana (infrastruktur) daerah, dan Papua Barat merupakan salah

satu wilayah di kawasan timur Indonesia (Katimin) yang masih berhadapan dengan

persoalan infrastruktur. Yang kemudian berakibat pada lesuhnya iklim atau kegiatan

ekonomi di wilayah Papua Barat. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang tentunya

dapat dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pengembangan infrastruktur.

Pertama, pemerintah harus lebih kreatif melakukan mitra kerja sama dengan pihak

swasta untuk membangun infrastruktur dasar di daerah. Kedua, pemerintah daerah

Page 68: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  61

juga seharusnya berkomitmen dengan agenda pembangunan di daerah. Artinya,

sektor infrastruktur merupakan salah satu dari enam agenda prioritas pembangunan

daerah 5 (lima) tahun (RPJMD) Papua Barat, oleh sebab itu mobilisasi anggaran dan

focus pemerintah daerah seharusnya diarahakan untuk memenuhi capaian target.

Pertanian

Sektor pertanian yang dulunya menjadi sektor primadona bagi struktur perekonomian

Papua Barat, lambat laut mulai digeser oleh sektor sekunder (industry perdagangan,

dll). Hal ini dikarenakan sektor pertanian ternyata tidak banyak meruba status para

pekerja, bahkan kontributor terbesar angka kemiskinan di Papua Barat justru

diperoleh dari sektor pertanian. Oleh sebab itu ada beberapa upaya yang dapat

dilakukan oleh pemerintah Papua Barat agar sektor ini mampu bersaing dengan

sektor sekunder dan sektor tersier yaitu pemerintah perlu melakukan intervensi guna

meningkatkan nilai tukar petani, kemudian pembagian lahan yang merata bagi

masyarakat petani, meningkatkan pendidikan petani yang diharapkan suatu saat

nanti dengan berbekal pendidikan mereka mampu meningkatkan pendapatan, dan

memfasilitasi para petani untuk mendapatkan akses modal guna kelancaran usaha.

Kehutanan

Kegiatan-kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis dalam kawasan hutan melalui investasi

Pembanguna Hutan Tanaman di Provinsi Papua Barat belum berjalan dengan

efektif. Hal ini lebih disebabkan tingginya biaya perolehan hak guna usaha lahan

sebagai akibat tingginya tuntutan masyarakat adat atas kompensasi hak adat. Oleh

sebab itu, pemerintah dan pihak terkait perlu mendesain regulasi tentang pengakuan

dan kompensasi terhadap hak adat, agar masyarakat adat dilibatkan dan memahami

fungsi rehabilitasi lahan kritis. Kemudian, untuk lahan kritis di luar kawasan hutan

melalui kegiatan penghijauan. Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk padat karya

dengan tujuan utama meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proyek

penghijauan.

Kelautan

Dengan melihat atau mengamati jumlah tinda pidana perikanan yang terus

meningkat setiap tahun (2004 hingga 2009), maka pemerintah melalui instansi

terkait (Dinas Kelautan dan Perikanan) perlu mengoptimalkan kembali sistem

pengawasan dan pemantauan terhadap kawasan laut dan pesisir. Kemudian,

pemerintah juga harus tegas dalam memberikan sanksi terhadap para pelaku tindak

pidana perikanan, dan menambah sarana dan pra sarana (fasilitas) patrol laut.

Page 69: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  62

Kesejahteraan Sosial

Prestasi indikator yang mencerminkan kinerja kesejahteraan sosial di Papua Barat

cukup menggembirakan, meskipun prestasi kedua indikator tersebut mengalami

kemunduran pada tahun 2009. Agar konsistensi kinerja indicator kesejahteraan

sosial tetap dipertahankan maka mau tidak mau-suka tidak suka pemerintah harus

mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Karena efek pertumbuhan ekonomi

terhadap pengurangan kemiskinan terlihat jelas sekali berpengaruh. Kemudian,

pemerintah juga perlu mengarahkan perhatian pada sektor-sektor UMK (usaha mikro

kecil) yang tumbuh subur di daerah, dan biasanya sektor inilah yang kemudian

menjadi solusi bagi masyarakat yang belum memperoleh pekerjaan tetap dalam

jangka pendek.

D. KESIMPULAN

AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

1. Angka kriminilitas di Papua Barat meningkat hingga tahun 2008, dan menurun

pada tahun 2009 karena pemerintah daerah melakukan pengawasan yang ketat

terhadap pemasukan minuman keras dari daerah lain ke dalam Manokwari.

2. Kasus kriminilitas tertinggi di Papua Barat adalah kasus penganiayaan (15,20%),

kasus pencurian (13,83), kasus narkotika dan obat-obatan terlarang (11,70%),

kasus pelanggaran lalu lintas (7,45%) dan kasus pembunuhan (5,32%). Kasus

penganiayaan, pelanggaran lalu lintas dan kasus pembunuhan sebagian besar

disebabkan oleh konsumsi minuman keras.

3. Kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat dalam penyelesaian kasus

kejahatan konvensional dan kasus kejahatan transnasional sangat baik karena

seluruh kasus yang masuk ke pengadilan dapat diselesaikan pada tahun itu juga.

AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS

1. Kinerja pemerintah daerah Papua Barat dalam penyelesaian kasus korupsi sangat

baik karena seluruh kasus yang masuk di pengadilan negeri dapat diselesaikan

pada tahun tersebut.

2. Sampai saat ini belum ada kabupaten dan kabupaten kota yang memiliki perda

pelayanan satu atap, namun wacana untuk membentuk kabupaten atau

kabupaten kota yang memiliki pelayanan satu atap dalam waktu dekat.

Page 70: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  63

3. Sampai saat ini belum ada SKPD di Papua Barat yang memiliki laporan keuangan

Wajib Tanpa Pengecualian (WTP) karena masih lemah manajemen pengelolaan

keuangan di Papua Barat yang disebabkan oleh masih rendahnya sumber daya

manusia dalam pengelolaan keuangan di Papua Barat.

4. Gender Development Index (GDI), Gender Empowerment Measurement (GEM)

dan Indeks Pembagunan Manusia (IPM) di Papua Barat meningkat setiap tahun

namun IPG dan GEM masih rendah daripada IPM.

AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

1. Kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat cukup baik dalam bidang

pendidikan namun beberapa indikator pendidikan perlu mendapat perhatian

khusus dari pemerintah daerah.

2. Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK), angka putus

sekolah baik Sekolah Dasar (SD) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP) di

Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun namun APM

SD dan SMP masih sangat rendah dibandingkan dengan APK SD dan SMP,

yang artinya bahwa anak-anak di Papua Barat bersekolah tidak tepat dengan

umur kelas.

3. Angka putus sekolah di SD, SMP dan SLTA mengalami penurunan selama tiga

tahun terakhir. Angka putus sekolah tertinggi terjadi pada SD kemudian diikuti

oleh SLTA dan SLTP. Faktor yang menyebabkan putus sekolah adalah

kurangnya kesadaran orangtua tentang penting pendidikan, kondisi ekonomi

orangtua dan kondisi geografis Papua Barat,

4. Angka melek huruf di Papua Barat mengalami peningkatan pada dua tahun

terakhir yaitu 90,35 persen pada tahun 2008 dan 92,15 persen pada tahun 2009,

namun rata-rata lama sekolah di SD adalah 7,65 - 7,67 tahun.

5. Persentase guru layak mengajar di tingkat SMP di Papua Barat mengalami

peningkatan selama lima tahun terakhir hingga mencapai 70 persen namun

masih rendah dari yang diharapkan yaitu 90%.

6. Guru SMP di Papua Barat yang berkualifikasi S1 atau lebih hanya 58 persen,

sedangkan undang-undang sistem pendidikan di Indonesia mensyaratkan guru

minimal berkualifikasi akta IV atau sarjana.

Page 71: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  64

Kesehatan

1. Kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat dalam bidang kesehatan perlu

mendapatkan perhatian khusus karena indikator-indikator kesehatan tidak

mengalami kemajuan yang berarti dan terdapat beberapa indikator kesehatan

yang mengalami penurunan.

2. Angka kematian bayi dari tahun 2005 hingga 2007 mengalami kenaikan dan

pada tahun 2008 mengalami penurunan. Sedangkan persentase gizi buruk dari

tahun 2004 hingga tahun 2007 terus meningkat.

3. Laju pertumbuhan penduduk di Papua Barat selama 5 tahun terakhir mengalami

penurunan hingga pada tahun 2009 laju pertumbuhan pendudukan adalah1,96

persen, sedangkan total fertility rate dari tahun 2005 hingga 2007 tidak

mengalami perubahan. Laju migrasi ke Papua Barat tertinggi pada awal tahun

2000-an dan terus menurun hingga tahun 2009.

4. Laju penggunaan kontrasepsi di Papua Barat sejak tahun 2004 hingga 2009

mengalami fluktuasi berkisar pada kisaran 40 hingga 50 persen. Perlu usaha-

usaha untuk meningkatkan penggunaan konstrasepsi di masyarakat.

Ekonomi Makro

1. Kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat dalam bidang ekonomi belum

stabil sejak Provinsi Papua Barat didirikan hingga sekarang ini.

2. Persentase laju pertumbuhan ekonomi Papua Barat tahun 2004 hingga 2009

berfluktusi karena pemerintah daerah belum mengindentifikasi sumberdaya-

sumberdaya yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

3. Indikator pengdukung perekonomi Papua Barat yaitu Manufaktur mengalami

peningkatan selama 5 tahun terakhir namun indikator eksport menurun pada tiga

tahun terakhir. Peningkatan indikator manufaktur disebabkan adanya

pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tertier,

sedangkan penurunan sektor eksport disebabkan karena adanya penurunan

eksport komiditi utama di Papua Barat akibat adanya regulasi pemerintah yang

berhubungan lingkungan.

4. Pendapatan per kapita Provinsi Papua Barat terus mengalami peningkatan

selama lima tahun terakhir, yang disebabkan oleh peningkatan pada total PDRB

Papua Barat.

5. Laju inflasi di Papua Barat mengalami fluktuasi 5 tahun terakhir. Pada tahun

2005 hingga 2008 terjadi kenaikan inflasi yang tajam namun tahun 2009

Page 72: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  65

mengalami penurunan yang tajam hingga mencapai angka 5,07 dari angka inflasi

20,04 pada tahun 2008.

6. Rencana dan realisasi investasi PMDN di Papua Barat tidak sejalan. Rencana

investasi di Papua pada tahun 2006 dan 2007 sangat tinggi namun realisasinya

sangat rendah. Realisasi investasi PMDN selama 5 tahun terakhir tidak

mengalami perubahan. Sedangkan rencana dan realiasasi PMA tahun dua

tahun terakhir berbanding terbalik, dimana rencana menurun namun realisasi

meningkat. Investasi PMA di Papua Barat meliputi bidang pertambangan dan

kehutanan.

Pertanian

1. Nilai Tukar Petani selama 5 tahun terakhir terus mengalami peningkatan, yaitu

pada tahun 2005 sebesar 95,5 persen menjadi 106,12 persen yang menunjukan

bahwa laju pertumbuhan harga produk pertanian lebih besar dari laju

pertumbuhan harga bahan konsumsi selain pertanian.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Papua Barat selama 5 tahun terakhir

terus mengalami peningkatan dan sektor pertanian penyumbang terbesar PDRB

di Papua Barat.

Kehutanan

1. Persentase luas lahan kritis dalam hutan di Provinsi Papua Barat mengalami

peningkatan pada 4 tahun terakhir, dari 0,21 persen pada tahun 2006 menjadi

1,27 persen pada tahun 2009. Peningkatan ini terjadi setelah pemerintah daerah

mendirikan BP-DAS Remu-Ransiki pada tahun 2006, yang khusus menangani

lahan kritis di Papua Barat.

Kelautan

1. Jumlah tindak pidana perikanan di Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan

pada 4 tahun terakhir. Jumlah tindak pidana perikanan pada tahun 2009

mencapai 84 kasus yang terdiri dari pencurian ikan oleh nelayan asing dan

pelangaran terhadap pelarangan penggunaan alat tangkap seperti pukat

harimau, sedang tindak pidana perikanan yang dilakukan nelayan tradisional

adalah penangkapan dengan menggunakan bahan peledak.

2. Luas lahan konservasi laut di Papua Barat meningkat terus sejak tahun 2004.

Pada tahun 2004 luas lahan konservasi laut sebesar 22.705 km2 menjadi 39.054

km2 pada tahun 2009. Peningkatan luas lahan konservasi laut disebabkan oleh

Page 73: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  66

adanya peraturan daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk

menambah luasan lahan konservasi laut.

Indikator Kesejahteraan Sosial

1. Kinerja pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan social

masyarakat cukup baik karena dua indicator kesejahteraan sosial yaitu

persentase penduduk miskin dan tingkat penggangguran terbuka mengalami

penurunan yang nyata. Penurunan kedua indikator tersebut disebabkan oleh

meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Kenaikan angka kemiskinan terjadi pada

tahun 2009 karena pada awal tahun 2008 terjadi bencana gempa tektonik yang

merusak banyak rumah warga.

BAB III. RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI PAPUA

BARAT 2006-2009

1. Pengantar

Evaluasi relevansi RPJMD Papua Barat 2006-2011 dengan RPJMN 2010-2014,

merupakan salah satu upaya penyandingan atau mensinergisasikan agenda-agenda

pembangunan nasional. Proses evaluasi relevansi RPJMD Papua Barat 2006-2011

dengan RPJMN 2010-2014 yang dilakukan oleh tim EKPD Papua Barat dihadapkan

pada dilematis, karena terlihat jelas bahwa terdapat banyak agenda prioritas

pembangunan di daerah yang tidak relevan dengan agenda prioritas pembangunan

nasional. Hal ini lebih disebabkan oleh karena dokumen yang disandingkan justru

memiliki momen yang berbeda, yang kemudian berimplikasi pada agenda

pembangunan yang berbeda pula.

Page 74: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

67

Tabel 12. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional

No. RPJMN 2010 – 2014

RPJMD PROVINSI PAPUA BARAT(TAHUN 2006 - 2011) Analisis

Kualitatif Penjelasan Terhadap

Analisis Kualitatif Prioritas Pembangunan

Program Aksi Prioritas

Pembangunan Program

1. PRIORITAS 1. REFORMASI BIROKRASI DAN TATA KELOLA

Tidak ada Tidak ada Tidak mendukung

nasional

Otonomi Daerah; Penataan otonomi daerah melaui:

-

-

Penghentian/Pembatasan pemekaran wilayah

Peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangn daerah

Penyempurnaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah

Tidak ada Tidak ada Tidak mendukung Nasional

Regulasi:

Percepatan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah peraturan daerah selambat-lambatnya 2011;

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Sinergi Antara Pusat dan Daerah:

Penetapan dan penerapan system Indikator Kinerja Utama Pelayanan Publik yang selaras antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

Tidak ada Tidak ada Tidak mendukung Nasional

Penegakan Hukum:

Page 75: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

68

Peningkatan integrasi dan inegritas penerapan dan penegakan hokum oleh seluruh lembaga dan aparat hokum

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Data Kependudukan:

Penetapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan pengembangan System Informasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) dengan aplikasi pertama pada Kartu Tanda Penduduk selambat-lambatnya pada tahun 2011

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

2. PRIORITAS 2. PENDIDIKAN Prioritas Pembangunan

Program Analisis Penjelasan

Peningkatan Angka

Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Dasar

Bidang Pendidikan 1. Wajib belajar Pendidikan Dasar 9 tahun

2. Program Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidikan

Mendukung Nasional

Butuh PERDA agar anak usia sekolah duduk di bangku sekolah

APM pendidikan Setingkat

SMP Bidang Pendidikan 1. Wajib belajar

Pendidikan Dasar 9 tahun

2. Pendidikan menengah dan kejuruan

Mendukung Nasional

Butuh PERDA agar anak usia sekolah duduk di bangku sekolah

Angka Partisipasi Kasar

(APK) pendidikan setingkat Bidang Pendidikan 1. Pendidikan

menengah dan Mendukung

nasional 1. Peningkatan pemerataan

akses pelayanan

Page 76: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

69

SMA kejuruan 2. Peningkatan mutu sekolah 3. Peningkatan sarana dan

prasarana 4. Pengadaan guru dan

tenaga pendidikan

Pemantapan/rasionalisasi implementasi BOS

1. Peningkatan

mutu pendidikan Mendukung

nasional Pemerataan BOS

Penurunan harga buku

standar di tingkat sekolah dasar dan menengah sebesar 30-50% selambat-lambatnya 2012 dan

1. Pengembangan

budaya baca dan perpustakaan

TA Perlu aturan penurunan harga buku dan subsidi buku

Penyediaan sambungan internet berkonten pendidikan ke sekolah tingkat menengah selambat-lambatnya 2012 dan terus diperluas ke tingkat sekolah dasar

1. Peningkatan

mutu dan manajemen Pendidikan

Mendukung nasional

1. Pengadaan sarana dan prasarana

2. Pembangunan laboratorium

Akses Pendidikan Tinggi

Peningkatan APK

pendidikan tinggi

1. Peningkatan

kemampuan outpour pendidikan formal untuk memenuhi kebutuhan pasar

Mendukung nasional

Perlu beasiswa

Metodologi:

Penerapan metodologi

pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran demi kelulusan ujian (teaching to the test)

1. Peningkatan

Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidikan

Mendukung nasional

Peningkatan system pengajaran melalui pelatihan-pelatihan metodologi pendidikan yang berkualitas

Page 77: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

70

Pengelolaan:

Pemberdayaan peran

kepala sekolah sebagai manajer system pendidikan yang unggul

2. Peningkatan mutu manajemen pendidikan

Mendukung nasional

Peningkatan mutu kepsek

Revitalisasi peran pengawas

sekolah sebagai entitas quality assurance

1. Program Peningkatan Mutu Managemen Pendidikan

Mendukung nasional

Secara eksplisit program daerah mendukung program nasional

Mendorong aktivasi peran

Komite Sekolah untuk menjamin keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses pembelajaran dan dewan pendidikan di tingkat kabupaten

Tidak ada di ansional

Tidak menunjang program nasional

Kurikulum:

Penataan ulang kurikulum

sekolah Bidang Pendidikan 1. Peningkatan

Mutu Pendidikan dan tenaga pendidikan

Mendukung nasional

Perlu pelatihan penyusunan kurikulum

Kualitas:

Peningkatan kualtas guru,

pengelolaan dan layanan sekolah.

2. Peningkatan

Mutu Pendidikan dan tenaga pendidikan

Ada 1. Peningkatan jumlah guru bersertifikat

2. Kualifikasi guru

3. PRIORITAS 3. KESEHATAN

Kesehatan Masyarakat:

Page 78: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

71

Pelaksanaan program

kesehatan preventif terpadu Bidang Kesehatan 1. Program

pencegahan dan penanggulan penyakit menular

Mendukung Nasional

KB:

Peningkatan kualitas dan

jangkauan layanan KB melalui 23.500 klinik pemerintah dan swasta selama 2010 – 2014

Pendidikan 1. Program pelayanan kesehatan penduduk miskin

2. Program peningkatn kesehatan Ibu dan anak

Obat:

Pemberlakuan Daftar Obat

Esensial nasional sebagai dasar pengadaan obat di seluruh Indonesia dan pembatasan harga obat generic bermerek pada 2010

Pendidikan Program Pengawasan obat dan makanan

Asuransi Kesehatan Nasional:

Penerapan Asuransi

Kesehatan Nasional untuk seluruh keluarga miskin dengan cakupan 100% pada 2011 dan diperluas secara bertahap untuk keluarga Indonesia lainnya antara 2012-2014

Pendidikan Program Pengembangan Upaya kesehatan masyarakat

4. PERIORITAS 4. PENANGULANGAN KEMISKINAN

Page 79: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

72

Bantuan Sosial Terpadu:

Integrasi program

perlindungan sosial berbasis keluarga yang mencakup program BLT

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung

Nasional

Bantuan pangan, jaminan

sosial, beasiswa bidang kesehatan, beasiswa bagi anak keluarga berpendapatan rendah, pendidikan Anak Usia Dinai (PAUD) dan parenting education mulai 2010 dan program keluarga harapan diperluas menjadi program nasional mulai 2011-2012;

-Program Pendidikan Anak Usia Dini.

Mendukung nasional

.Perlu adanya capaian program

PNPM Mandiri:

Penambahan anggaran

PNPM Mandiri Tidak ada Tidak ada Tidak

Mendukung Nasional

Perlu dimasukan sebagai program daerah

Kredit Usaha Rakyat (KUR):

Pelaksanaan

penyempurnaan mekanisme penyaluran KUR mulai 2010 dan perluasan cakupan KUR mulai 2011

Bidang Perekonomian Rakyat

-Program Pengembangan Koperasi UKM. -Prog. Pembentukan Lembaga Keuangan Mikro.

-prog,Pengembangan ekonomi Masyarakat pesisir dan Pulau-pulau kecil

Mendukung nasional

Belum efektif dilakukan di daerah.

Tim Penanggulangan

Page 80: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

73

Kemiskinan

Revitalisasi Komite nasional Penanggulanan Kemiskinan di bawah koordinasi Wakil Presiden

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung

Nasional

-

5. PRIORITAS 5. PROGRAM AKSI DI BIDANG PANGAN

Lahan, Pengembangan kawasan dan Tata Ruang Pertanian:

Penataan regulasi untuk

menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian

Bidang Pengembangan Wilayah dan Investasi

Program Penyiapan kawasan

Mendukung Nasional

Belum efektif dilakukan karena terbentuk persoalan hak ulayat

Pengembangan areal

pertanian baru seluas 2 Juta hektar, penerbitan serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar

Bidang perekonomian rakyat

Program Pengembangan produksi tanaman pangan

Mendukung Nasional

Belum efektif dilakukan karena tata ruang yang sudah ada terkadang tidak dijadikan sebagai acuan.

Infrastruktur:

Pembangunan dan

pemeliharaan sarana transportasi dan angkutan, pengairan, jaringan lisrik serta teknologi komunikasi dan system informasi nasional yang melalyani daerah-daerah senra produksi pertanian demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi

1. Bidang infrastruktur

1. Program jaringan transportasi antara daerah produsen dan daerah pemasaran

2. Program pengembangan Bandar Udara dan Keselamatan penerbangan

3. Program pengembangan pelabuhan laut

Mendukung Nasional

Dengan dukungan dana pemerintah pusat, jelas terlihat berbagai upaya sudah dilakukan namun belum optimal karena terbentur kondisi geografis serta kultur social budaya masyarakat lokal.

Page 81: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

74

serta kemampuan pemasarannya.

4. Program pengembangan Sarana dan prasarana sungai, danau, dan penyebrangan

5. Program pembangunan sarana perekonomian masyarakat

Penelitian dan Pengembangan:

Peningkatan upaya

penelitain dan pengembangan bidang pertanian yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil penelitian lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil pertanian nasional yang tinggi

Bidang Perekonomian Rakyat

- Pengembangan Produksi Tanaman Pangan

- Pengembangan Tanaman Perkebunan

Mendukung Nasional

Belum optimal dilakukan di daerah karena keterbatasan SDM riset bidang pertanian, serta kurangnya komitmen pemerintah terhadap peningkatan dan pengembangan sektor pertanian.

Investasi, Pembiayaan dan Subsidi:

Dorongan untuk

investasi pengan, pertanian dan industry pedesaan berbasis produk local oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau.

Perekonomian Rakyat 1. Program pengembangan agribisnis pedesaan

2. Program peningkatan usaha masyarakat di dalam dan di

Mendukung Nasional

Belum optimal dilakukan di daerah, hal ini lebih dikarenakan belum efektifnya sinergisasi antara tiga pilar pembangunan di daerah yaitu pemerintah, swasta (lembaga keuangan) , dan pelaku usaha.

Page 82: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

75

sekitar hutan 3. Program

pengembangan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil

4. Program insentive investasi

5. Program pembentukan lembaga keuangan mikro

Pangan dan Gizi:

Peningkatan kualitas

gizi dan keanekaragaman pangan melelaui peningkatan pola pangan harapan

Tidak ada Tidak ada Tidak mendukung Nasional

Adaptasi Perubahan Iklim:

Pengambilan langkah-

langkah kongkrit terkait adaptasi dan antisipasi system pangan dan pertanian terhadap perubahan iklim

Tidak ada Tidak ada Tidak mendukung Nasional

6. PRIORITAS 6. INFRASTRUKTUR

Tanah dan Tata Ruang:

Page 83: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

76

Konsolidasi kebijakan

penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum secara menyeluruh di bawah satu atap dan pengelolaan tata ruang secara terpadu

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Perhubungan

Pembangunan jaringan

prasarana dan penyediaan sarana transportasi antar moda dan antar pulau yang terintegrasi sesuai dengan Sistem Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi Multimoda dan penurunan tingkat kecelakaan transportasi sehingga pada 2014 lebih kecil dari 50 % keadaan saat ini

Bidang Infrastruktur 1. Prog.Pengembangan Bandar Udara dan Keselamatan.

2. Prog.Pengembangan Bandar Udara dan KeselamatanPenumpang.

3. Prog.Pengembangan Pelabuhan Laut.

4. Prog.Pengembangan sarana dan prasarana sungai, danau dan Penyeberangan.

Mendukung Nasional

Prioritas dalam RPJMD Papua Barat 2006-2011 sehingga berbagai upaya sudah dilakukan, namun capaian target yang diharapkan belum optimal kerena alokasi anggaran tidak efektif dengan kondisi geografis di Papua Barat.

Pengendalian Banjir

Penyelesaian pembangunan prasarana pengendalian banjir

Bidang Infrastruktur -Program Pengembangan Irigasi. -Prog.Pengendalian Banjir serta Kelembagan Pemerintaan.

Mendukung Nasional

Karena merupakan salah satu prioritas program, maka sudah dilakukan oleh instansi terkait.

Page 84: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

77

Transportasi Perkotaan

Perbaikan system dan jaringan transportasi di 4 kota besar (Jakarta, Bandung Surabaya, dan Medan)

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

-

7. PRIORITAS 7. IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA

Kepastian Hukum. Bidang Pengembangan

Wilayah dan Investasi Penyiapan

Kawasan Penyiapan Sarana

dan Prasarana Dasar Kawasan Investasi

kerjasama investasi di kalangan dunia usaha

Mendukung Nasional

Belum optimal dilakukan karena terbentur dengan persoalan hak ulayat dan social budaya masyarakat local.

Reformasi regulasi

secara bertahap di tingkat nasional dan daerah

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Kebijakan Ketenagakerjaan

Sinkronisasi kebijakan

ketenagaaan dan iklim usaha dalam rangka memperluas penciptaan lapangan pekerjaan

1. Bidang Pengembangan Wilayah dan Investasi

2. Bidang Ekonomi Kerakyatan

- Penyiapan Masyarakat

- Program penciptaan lapangan kerja untuk masyarakat

Mendukung Nasional

Program sudah ada, namun sinergisasi program antar SKPD (dinas terkait) masih lemah).

8. PRIORITAS 8. ENERGI

Energi Alternatif

Page 85: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

78

Peningkatan

pemanfaatan energy terbarukan termasuk energy alternative geothermal sehingga mencapai 2.000 MW pada 2012 dan 5.000 MW pada 2014

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Hasil Ikutan dan Turunan Minyak Bumi/Gas.

Revitalisasi industry

pengolah hasil ikutan/turunan minyak bumi dan gas sebagai bahan baku industry tekstil, pupuk dan industry hilir lainnya

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Konversi Menuju Penggunaan Gas

Perluasan program

konversi minyak tanah ke gas sehingga mencakup 42 juta Kepala Keluarga pada 2010

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Penggunaan gas alam

sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan di Palembang, Surabaya dan Denpasar

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

9. PRIORITAS 9. LINGKUNGAN HIDUP DAN PENGELOLAAN BENCANA

Page 86: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

79

Perubahan Iklim

Peningkatan

keberdayaan pengelolaan lahan gambut

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Peningkatan hasil

rehabilitasi seluas 500.000 Ha per tahun

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Penekanan laju

deforestasi secara sungguh-sungguh

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Pengendalian Kerusakan Lingkungan

Penurunan beban

pencemaran lingkungan melalui pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran air limbah dan emisi di 680 kegiatan industry dan jasa pada tahun 2010 dan terus berlanjut

Tidak ada

Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Sistem Peringatan Dini

Penjaminan berjalannya

fungsi Sistem Peringatan Dini Tsunam (TEWS) dan system Peringatan Dini Cuaca (MEWS) mulai 2010 dan seterusnya, serta Sistem Peringatan Dini

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Page 87: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

80

Iklim (CEWS) pada tahun 2013

Penanggulangan Bencana

Peningkatan

kemampuan penanggulangan bencana

Bidang Infrastruktur Program Pengendalian Banjir dan Pemulihan Bencana Alam

Mendukung Nasional

Belum efektif dilakukan karena dukungan dan komitmen stakeholders ldi daerah masih lemah/kurang peduli.

10. PRIORITAS 10. DAERAH TERDEPAN, TERLUAR, TERTINGGAL DAN PASCA KONFLIK

Kebijakan

Pelaksanaan kebijakan

khusus dalam bidang infrastruktur dan pendukung kesejahteraan lainnya

Bidang Infrastruktur 1. Program pembangunan jaringan jalan tras Sorong – Manokwari.

2. Program pembangunan pemukiman masyarakat

3. Program penyehatan pemukiman masyarakat. Program pengembangan sarana dan pra sarana sungai, danau, dan penyeberangan.

Mendukung Nasional

Belum optimal dilakukan karena kurangnya komitmen pemerintah, serta alokasi anggaran yang tidak seimbang dengan kondisi geografif.

Keutuhan Wilayah

Penyelesaian pemetaan

wilayah perbatasan RI Tidak ada Tidak ada Tidak

mendukung

Page 88: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

81

dengan Malaysia, Papua New Guinea, Timor Leste dan Filipina pada tahun 2010

nasional

Daerah Tertinggal

Pengentasan paling

lambat 2014 Tidak ada Tidak ada Tidak

mendukung nasional

11. PRIORITAS 11. KEBUDAYAAN, KREATIVITAS DAN INOVASI TEKNOLOGI

I Perawatan

Penetapan dan

pembentkan pengelolaan terpadu untuk pengeloaan cagar budaya

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Revitalisasi museum

dan perpustakaan di seluruh Indonesia ditargetkan sebelum Oktober 2011

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Sarana

Penyediaan saran yang

memadai bagi pengembangan, pendalaman dan pagelaran seni budaya di Kota Besar dan Ibukota Kabupaten selambat-lambatnya Oktober 2012

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Page 89: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

82

Kebijakan

Peningkatan perhatian

dan kesertaan pemerintah dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan budaya

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Inovasi Teknologi

Peningkatan

keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif yang mencakup pengelolaan sumberdaya maritime menuju ketahanan energy, pangan dan antisipasi perubahan iklim dan pengembangan penguasaan teknologi dan kreativitas pemuda.

Tidak ada Tidak ada Tidak Mendukung Nasional

Prioritas Daerah yang tidak ada di prioritas nasional

Bidang

Pendidikan 1. Program

pendidikan luar biasa

2. Program peningkatan mutuh kependidikan dan

Kurang Mendukung Nasional

Program-program ini menjadi prioritas pembangunan di daerah, namun bukan menjadi prioritas nasional.

Page 90: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

83

tenaga kependidikan

3. Program pengembangan budaya baca dan keperpustakaan

4. Program peningkatan kemampuan output pendidikan formal untuk memenuhi pasar kerja

Bidang Kesehatan 1. Program Promosi

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam mengelola kesehatan.

2. Program penyediaan lingkungan sehat

3. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular

4. Program perbaikan gizi

5. Program pemberdayaan tenaga tenaga kesehatan

6. Program Pembangunan Sarana dan Pengembangan Kemampuan Rumah Sakit

7. Program Pengawasan Obat dan Makanan

Kurang Mendukung Nasional

Program-program ini menjadi prioritas pembangunan di daerah, namun bukan menjadi prioritas nasional.

Page 91: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

84

8. Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin

9. Program Peningkatan Kesehatan Ibu & Anak

10. Program Peningkatan Kemampuan Pelayanan Sarana Kesehatan, Puskesmas, Pustu dan Jaringan Pelayanannya

Bidang Perekonomian Rakyat

1. Program Pengembangan Ternak

2. Program Pengembangan Koperasi dan UKM

3. Program Pembangunan Sarana Perekonomian Masyarakat

4. Program Peningkatan Kapasitas Masyarakat dalam Produksi dan Pemasaran

5. Program Pengembangan Agribisnis Pedesaan

Kurang Mendukung Nasional

Program-program ini menjadi prioritas pembangunan di daerah, namun bukan menjadi prioritas nasional.

Bidang Infrastruktur 1. Program

Penyehatan Kurang Mendukung

Program-program ini menjadi prioritas pembangunan di

Page 92: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

85

Pemukiman Masyarakat

2. Program Pembangunan Jaringan Transportasi antara Daerah Produsen dan Daerah Pemasaran

3. Program Penyediaan Air Bersih

4. Program Pembangunan Sarana Kelembagaan Pemerintahan

Nasional daerah, namun bukan menjadi prioritas nasional.

Bidang Pengembangan Wilayah dan Investasi

1. Program Penyiapan Sarana dan Prasarana Dasar Kawasan Investasi

2. Program Penyusunan Kelembagaan dan Kemitraan Investasi

3. Program Pemetaan dan Digitasi Kawasan Investasi

4. Program Pengembangan Kemitraan dengan Lembaga Keuangan

5. Program Insentif Investasi

6. Program Pengembangan Kerjasama Lintas

Kurang Mendukung Nasional

Program-program ini menjadi prioritas pembangunan di daerah, namun bukan menjadi prioritas nasional.

Page 93: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

86

Kabupaten/Kota untuk Pengembangan Kawasan Investasi

7. Program Penyediaan Informasi Investasi dan Penyiapan Studi Kelayakan

8. Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah dalam Investasi.

9. Program Kerjasama Investasi di kalangan Dunia Usaha.

Page 94: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  87 

2. Rekomendasi

RPJM Daerah Provinsi Papua Barat

A. Ada beberapa hal yang dapat agendakan sebagai bahan pertimbangan

penyusunan RPJM Daerah Papua Barat 2012-2016 mendatang, diantaranya:

1. Meskipun RPJMD lebih banyak berisikan visi-misi pimpinan daerah terpilih,

beserta program dan kegiatannya, namun dalam penyusunan RPJM Daerah

jangan lupa mengacuh pada RPJM Nasional sehingga memudahkan dalam

proses analisis dan evaluasi;

2. Program-program yang nantinya diagendakan dalam bidang prioritas pada

RPJM Daerah Papua Barat periode yang akan datang, haruspula diikuti oleh

tolak ukur dan capaian target yang akan dihasilkan oleh masing-masing

program pada akhir periode.

3. Program-program yang nantinya diagendakan dalam bidang prioritas untuk

penyusunan RPJM Daerah Papua Barat periode 2012-2016, haruslah benar-

benar merupakan hasil dari suatu proses kajian sehingga dapat mencerminkan

persoalan mendasar yang harus diprioritaskan.

4. Karena program-program yang nantinya diagendakan dalam RPJM Daerah

Papua Barat merupakan prioritas bidang yang juga merupakan prioritas daerah.

Oleh sebab itu, mobilisasi anggaran (APBD) harusnya lebih diarahkan pada

bidang-bidang prioritas dalam RPJM Daerah namun juga tidak mengabaikan

program-program lain yang sangat menunjang. Hal ini dimaksudkan agar

capaian target yang diharapkan pada akhir periode minimal dapat tercapai.

5. Membangun kapasistas kelembagaan secara umum

6. Meningkatkan mutu sumberdaya manusia Papua Barat

7. Mengembangkan dan memperkuat basis ekonomi Papua Barat

8. Menanggulangi kemiskinan

9. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan

masyarakat Papua Barat yang menjamin kelestariannya.

10. Peningkatan akses pelayanan dan mutu pendidikan dari dasar sampai

pendidikan tinggi.

11. Peningkatan akses pelayanan dan mutu kesehatan

Page 95: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  88 

12. Peningkatan perekonomian daerah yang berbasis kerakyatan

13. Peningkatan pembangunan infrakstruktur terutama pada sektor-sektor strategis.

14. Pengembangan wilayah yang berorientasi pada investasi yang berorientasi

pada lingkungan hidup

15. RPJMD Provinsi Papua Barat harus diuraikan secara terinci yang mencakup

sasaran dan target dari setiap substansi inti atau kegiatan prioritas.

16. Perlu ditetapkan bidang prioritas penelitian peningkatan keunggulan komparatif

menjadi keunggulan kompetitif yang mencakup pengelolaan sumber daya alam

menuju ketahanan energi, pangan, dan antisipasi perubahan iklim; dan

pengembangan penguasaan teknologi dan kreativitas pemuda.

17. Penjaminan berjalannya fungsi Sistem Peringatan Dini Tsunami (TEWS) dan

Sistem Peringatan Dini Cuaca (MEWS) serta Sistem Peringatan Dini Iklim

(CEWS) pada 2011

B. Mengingat RPJM Daerah Papua Barat 2006-2011 sebentar lagi akan berakhir

pada tahun 2011, oleh sebab itu penyempurnaan RPJM Daerah Papua Barat yang

masih berlaku (on going) akan tidak banyak yang bisa dilakukan, meskipun capain

target yang diharapkan pada akhir periode sangat sulit terealisasi. Namun

barangkali ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh daerah diantaranya :

1. Melakulan revisi target terhadap program-program dalam kelompok bidang

pengembangan wilayah dan investasi, serta melakukan koordinasi dengan

BAPPENAS/PPN sebelum evaluasi RPJM Daerah dilakukan secara

komprehensif.

2. Agar capain target bidang pengembangan wilayah dan investasi dari sisa

periode RPJM Daerah Papua Barat 2006-2011 tidak terlalu mengecewakan,

maka BP3D/BAPPEDA sebagai salah satu komponen tim anggaran pemerintah

daerah (TAPD) harus pro aktif untuk memobilisasi anggaran (APBD) ke bidang

pengembangan wilayah dan investasi.

Page 96: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  89 

Rekomendasi Terhadap RPJM Nasional

Mengingat evaluasi relenvansi atau proses penyandingan yang dilakukan antara

RPJM Nasional periode 2010-2014 dengan RPJM Daerah Papua Barat 2006-2011

yang secara substansi berada pada dua kondisi yang berbeda, oleh sebab itu hal-

hal yang nantinya direkomendasikan sebagai bahan pertimbangan akan tidak

terlalu substansial. Rekomendasi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Pemerintah yang bersifat tahunan

sebaiknya juga dapat mengakomodir kebutuhan daerah yang sangat

substansial, karena akan sangat berpengaruh juga pada kebijakan dan alokasi

anggaran.

2. BAPPENAS juga harus proaktif memainkan perannya sebagai koordinator

perencanaan, untuk mensinergisasikan perencanaan-perencanaan tingkat

daerah dengan perencanaan pada tingkat nasional. Hal ini dilakukan karena

terkadang daerah (BP3D) lalui dalam melakukan koordinasi untuk

mensinergisasikan perencanaan tingkat daerah dengan nasional.

3. Adanya peraturan yang melindungi hak-hak dasar masyarakat adat terhadap

pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam.

4. Agenda pembangunan nasional harus memperhatikan aspek kewilayahan.

Page 97: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  90 

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Evaluasi sasaran-sasaran dari Agenda Pembangunan Mewujudkan Indonesia

Aman dan Damai belum dapat dilaksanakan untuk tahun 2004 – 2009 di Papua

Barat karena belum terbentuknya Kepala Kepolisian Daerah (KAPOLDA) Papua

Barat, Kejaksanaan Negeri Provinsi Papua Barat, dan Pengadilan Negeri Papua

Barat. Hal ini menyebabkan data tentang kriminalitas dan kejahatan nasional dan

transnasional tidak dapat dihimpun dalam waktu dekat, mengingat data-data

tersebut masih terdapat di setiap kabupaten di Provinsi Papua Barat, sehingga

analisis mengenai agenda pembangunan Indonesia yang aman dan damai tidak

dapat dilakukan.

Berkaitan dengan pencapaian sasaran dari Agenda Pembangunan Indonesia

yang Adil dan Demokratis, kemajuan pencapaian sasaran terlihat masih kurang

efektif di daera. Untuk aspek pelayanan publik terkait penyelesaian kasus

korupsi yang ditangani dua tahun terakhir di berbagai pengadilan negeri

kabupaten seperti di Kabupaten Manokwari, Teluk Bintuni, dan Teluk Wondama

mampu diselesaikan dengan baik. Kemudian agenda pelayanan publik dalam hal

sistem pelayanan satu atap hingga sekarang memang terlihat belum dapat

dilakukan di daerah, namun inisiatif kearah penyusunan peraturan pelayanan

satu atap sudah dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melakukan studi

banding ke beberapa wilayah di tanah air yang sukses dengan penerapan sistem

pelayanan satu atap. Sedangkan pemerintah Provinsi Papua Barat masih harus

bekerja keras untuk meningkatkan sistem pelaporan keuangan daerah ini karena

sampai tahun 2009 LKPD Papua Barat masih berstatus TMP (tidak memberikan

pendapat). Selanjutnya, pembangunan yang dilakukan di provinsi ini sudah

semakin memperhatikan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki yang

tercermin dari semakin tingginya GDI dan GEI. Walaupun peningkatan GDI dan

GEI ini masih diwarnai oleh faktor meningkatnya jumlah perempuan yang terlibat

pada partai-partai politik dan bukan pada peningkatan peran perempuan di

sektor-sektor lainnya.

Page 98: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  91 

Pencapaian Agenda Pembangunan Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat di

Papua Barat menunjukkan peningkatan, walaupun peningkatannya pada

beberapa indikator sasaran pembangunan masih relative melambat.

Pembangunan pendidikan manusia di Papua Barat cenderung meningkat dengan

meningkatnya APM (SD/MI), Rata-rata Nilai Akhir SMP dan SMA, Angka Melek

Aksara, dan persentase guru Layak mengajar, serta menurunnya Angka Putus

Sekolah SD. Pembangunan Kesehatan relatif stagnan selama kurun waktu 2004-

2009, hal ini tercermin dari misalnya peningkatan umur harapan hidup di Provinsi

Papua Barat yang tidak melebihi satu digit. Meningkatnya persentase balita

dengan angka gizi buruk dan kurang menjadi tantangan bagi pemerintah Papua

Barat untuk membangun sumberdaya manusia yang lebih baik di masa yang

akan datang. Jumlah penduduk semakin meningkat walaupun dengan laju

pertumbuhan yang semakin menurun.

Menurunnya laju pertumbuhan penduduk di Papua Barat lebih disebabkan oleh

menurunnya laju pertumbuhan migrasi penduduk ke provinsi ini. Proses

pengendalian pertumbuhan penduduk cenderung konstan yang tercermin dari

persentase CPR dan TFR yang tidak terlalu berbeda selama beberapa tahun.

Pertumbuhan ekonomi makro di Papua Barat cenderung fluktuatif. Beberapa

indikator ekonomi makro mengalami perubahan yang signifikan pada tahun

tertentu akibat perubahan iklim politik (PDRB) dan lambatnya distribusi barang

yang berimplikasi pada inflasi. Walaupun demikian pendapatan perkapita di

Provinsi Papua Barat semakin meningkat setiap tahunnya.Iklim investasi semakin

membaik setelah tahun 2006.

Peningkatan iklim investasi ini diduga karena semakin meningkatnya upaya

pemerintah daerah untuk membuka peluang investasi di daerah ini. Untuk

mendorong meningkatnya investasi di daerah ini pemerintah daerah

meningkatkan upaya pembangunan berbagai infrastruktur di daerah ini.

Keberhasilan pembangunan kesejahteraan rakyat di Provinsi Papua Barat

tercermin dari menurunnya persentase penduduk miskin di daerah ini selama

kurun waktu 2005-2008. Walaupun terjadi kemunduran dengan peningkatan

persentase penduduk miskin pada tahun 2009. Kesejahteraan masyarakat juga

semakin meningkat yang tercermin dari semakin menurunnya jumlah

pengangguran terbuka.

Page 99: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  92 

Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksaan RPJMN

2004-2009 di Provinsi Papua Barat telah dilaksanakan dengan baik, meskipun

ada beberapa indikator pengamatan yang belum berjalan dengan efektif.

Berbagai kemajuan dicapai dalam berbagai indikator capaian, namun banyak hal

yang perlu diperhatikan terutama pada indikator-indikator yang tidak mengalami

peningkatan dan juga yang cenderung stagnan. Upaya pencapaian sasaran

pembangunan di masa datang perlu dilakukan secara lintas sektoral, dengan

demikian kerjasama seluruh pihak yang terkait menjadi sangat penting.

Keterbatasan data pada level provinsi di Papua Barat mengakibatkan proses

evaluasi menjadi sangat sulit dilakukan, oleh karena itu perbaikan proses

pendataan menjadi kunci keberhasilan proses evaluasi RPJM di masa

mendatang.

Hasil analisis relevansi menunjukkan bahwa sebagian besar kebijakan dan

program pada RPJMD Provinsi Papua Barat 2006-2011 tidak relevan dengan

RPJMN 2010-2014. Hal ini disebabkan karena RPJMD Provinsi Papua Barat

2006-2011 disusun berdasarkan RPJMN 2004-2009 yang memiliki agenda

pembangunan yang berbeda.

2. Rekomendasi

Pelaksanaan proses evaluasi pembangunan akan berlangsung dengan efisien

dan efektif apabila didukung oleh sistem pendataan yang baik. Provinsi Papua

Barat sebagai salah satu provinsi termuda di Indonesia masih memiliki tantangan

yang besar dalam penyediaan data di berbagai sektor. Oleh karena itu dalam

proses penyusunan RPJMD 2012-2016 Provinsi Papua Barat, perlu dimasukkan

suatu kebijakan mengenai pemantapan data dasar di semua sektor

pembangunan.

Kemudian, berbagai indikator nasional yang seringkali digunakan untuk

mengevaluasi kinerja pembangunan di daerah sudah saatnya diterjemahkan

sesuai dengan kondisi daerah. Mengapa aspek ini perlu diperhatikan, karena

hasil evaluasi pada level nasional yang dilakukan di daerah seringkali menjadi

ajang perdebatan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kondisi

ini lebih dikarenakan harmonisasi data dan informasi antara institusi terkait di

Page 100: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  93 

daerah masih sangat minim dilakukan, terutama terkait dengan metodologi yang

digunakan. Implikasi dari masih minimnya kegiatan harmonisasi data dan

informasi di daerah adalah perbedaan data dan informasi antar institusi dengan

objek yang sama.

Analisis relevansi antara RPJMN dan RPJMD sebaiknya dilakukan pada periode

yang sama agar target capaian yang diinginkan oleh RPJMN bisa dipantau

melalui RPJMD di daerah. Oleh sebab itu, pemerintah d.h.i Bappenas perlu

mendesain strategi yang barangkali dari aspek waktu pelaksanaan mampu

disingkronkan dengan RPJMD di daerah.

Page 101: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  94 

DAFTAR PUSTAKA

……………………2010. ‘ Laporan Keterangan Pertanggungjawaban APBD Gubernur Papua Barat 2009”. Manokwari. Pemerintah Provinsi Papua Barat.

……………………2010. “Laporan Perkembangan Investasi di Papua Barat Tahun 2009”. Manokwari. Biro Perekonomian dan Investasi Papua Barat.

…………………. 2009. “ Laporan Hasil Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Papua Barat Tahun 2008. Manokwari. BPK Perwakilan Papua Barat

Badan Pusat Statistik, 2009. “Papua Barat Dalam Angka 2009”. Manokwari. BPS Provinsi Papua Barat.

Badan Pusat Statistik, 2008. “Papua Barat Dalam Angka 2009”. Manokwari. BPS Provinsi Papua Barat.

Badan Pusat Statistik, 2007. “Papua Barat Dalam Angka 2009”. Manokwari. BPS Provinsi Papua Barat.

Badan Pusat Statistik, 2006. “Papua Barat Dalam Angka 2009”. Manokwari. BPS Papua Barat

Badan Pusat Statistik, 2005. “Papua Barat Dalam Angka 2009”. Manokwari. BPS Provinsi Papua Barat.

Badan Pusat Statistik, 2008. “Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat”. Manokwari. BPS Provinsi Papua Barat.

Badan Pusat Statistik, 2008. “Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat”. Manokwari. BPS Provinsi Papua Barat

Badan Pusat Statistik, 2009. “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha”. Manokwhari. BPS Provinsi Papua Barat.

Badan Pusat Statistik, 2008. “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha”. Manokwhari. BPS Provinsi Papua Barat.

Badan Pusat Statistik, 2007. “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha”. Manokwhari. BPS Provinsi Papua Barat.

Badan Pusat Statistik, 2006. “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha”. Manokwhari. BPS Provinsi Papua Barat.

Badan Pusat Statistik, 2005. “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Papua Barat Menurut Lapangan Usaha”. Manokwhari. BPS Provinsi Papua Barat

Dinas Pendidikan, 2009. ”Rencana Induk Pembangunan Pendidikan Provinsi Papua Barat 2010-2014”. Manokwari. Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua Barat.

Page 102: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  95 

.Badan Pusat Statistik, 2007. “Survey Kesehatan dan Domografi Indonesia”. Jakarta. BPS Indonesia.

BKKBN. 2009. Survey Keluarga Indonesia. Tersedia pada : http://www.bkkbn.org.id. Diakses pada tanggal Juli 2010.

Page 103: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  96 

K E S I M P U L A N

Page 104: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA  97 

Lampiran 1.  Indikator Papua Barat

Page 105: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

98 

 

Provinsi  Papua Barat     

   

Agenda Pembangunan Indikator  2004 2005 2006  2007 2008 2009 Sumber

1. Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai 

Indeks Kriminalitas  99.00 232.00  223.00 268.00 248.00 Polres manokwari 

Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional (%) 

   100.00 100.00 Pengadilan Negeri Manokwari, 2010 

Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Trans Nasional (%) 

   100.00 100.00 Pengadilan Negeri Manokwari, 2010 

2. Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis 

Pelayanan Publik    

Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan (%) 

   100.00 100.00 Pengadilan Negeri Manokwari, 2010 

Persentase kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap (%) 

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Dispenda  Papua Barat 

Persentase instansi (SKPD) provinsi yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) [%] 

0.00 0.00 0.00  0.00 0.00 0.00 BPK Perwakilan Papua Barat 

Demokrasi    

Gender Development Index 51.40 52.60 56.10  56.80 57.36 57.80 BPS, kecuali tahun 2008 (UNDP) 

Gender Empowerment Measurement 41.00 50.50 55.00  55.50 55.89 56.10 BPS, kecuali tahun 2008 (UNDP) 

3. Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat 

Indeks Pembangunan Manusia 63.70 64.80 66.10  67.28 68.63 69.82 BPS

Pendidikan    

Angka Partisipasi Murni Tingkat SD 85,95 86,70 87,45  91,09 91,20 91,25 depdiknas.go.id 

Angka Partisipasi Kasar Tingkat SD 0.00 112,50 114.44  116,05 114,18 117,50 depdiknas.go.id 

Rata‐Rata Nilai Akhir Tingkat SMP 3,89 3,89 3,89  3,89 6,37 6,40 depdiknas.go.id 

Rata‐Rata Nilai Akhir Tingkat Sekolah Menengah 

5,61 5.37 5.88  6.15 6,55 6,82 depdiknas.go.id 

Angka Putus Sekolah Tingkat SD (%) 5,61 5.39 5,32  5,09 3,49 ? depdiknas.go.id 

Page 106: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

99 

Angka Putus Sekolah Tingkat SMP (%) 18,30 17,20 15,20  11,80 8,27 7,95 depdiknas.go.id 

Angka Putus Sekolah Tingkat Sekolah Menengah (%) 

5.50 9.32 9,15  3,80 2,80 ? depdiknas.go.id 

Angka Melek Huruf (%) 85.10 85.40 88,55  90.32 92,15 92,24 BPS

Persentase Guru Layak Mengajar Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat SMP (%) 

71.01 70.69 71,00  72,22 73,94 ? depdiknas.go.id 

Persentase Guru Layak Mengajar Terhadap Guru Seluruhnya Tingkat Sekolah Menengah (%) 

81,49 81.49  81.48 85,00 91,63 depdiknas.go.id 

Kesehatan    

Umur Harapan Hidup (tahun) 66.80 66.90 67.30  67.60 69.30 69.80 BPS

Angka Kematian Bayi (per 1.000 kelahiran hidup) 

33.90  35.00 31.60 Bappenas 2007, Laporan Perkembangan Pencapaian Millennium Development Goals Indonesia 2007 (2005),  

Gizi Buruk (%)  3.58 4.08 8.53  6.80 BPS (2005), , Riskesdas (2007) 

Gizi Kurang (%)  16.65 17.31    16.40 BPS (2005), , Riskesdas (2007) 

Persentase Tenaga Kesehatan per Penduduk (%) 

   0.46 0.41

Keluarga Berencana    

Contraceptive Prevalence Rate (%) 46.41 44.18 41.94  49.00 49.33 43.99 BPS & BKKBN 

Pertumbuhan Penduduk (%) 7.39 6.80 4.55  4.07 1.96 1.90 BPS, diolah

Total Fertility Rate (%)    2.722 BPS, SDKI 2007 

Ekonomi Makro    

Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 7.39 6.80 4.55  6.95 7.33 6.26 BPS

Persentase Ekspor terhadap PDRB (%) 57.80 66.55 88.95  76.18 54,43 35,54 BPS

Persentase Output Manufaktur Terhadap PDRB (%) 

18.90 19.97 19.47  20.10 22,74 24,39 BPS

Pendapatan Perkapita (Rupiah) 10,236,301.00 12,307,355.00 12,994,588.00 14,483,032.00 17,008,000.00 19,560,000.00 BPS

Page 107: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

100 

Laju Inflasi (%) :  10.23 12.67 8.07  14.06 20.04 5.07 BPS dan Laporan BPK 

Manokwari     20.51 BPS

Sorong     19.56 BPS

Investasi    

Nilai Realisasi Investasi PMDN (Rp. Milyar) 303.97 94.54  94.54 96.75 97.65 BPS & Biro Perekonomian PB 

Nilai Persetujuan Rencana Investasi PMDN (Rp.Milyar) 

0.00  0.00 BPS & Biro Perekonomian PB 

Nilai Realisasi Investasi PMA (US$ Juta) 0.78 0.78  0.78 0.98 0.98 BPS & Biro Perekonomian PB 

Nilai Persetujuan Rencana Investasi PMA (US$ Juta) 

0.92 0.92  0.91 0.30 0.55 BPS & Biro Perekonomian PB 

Realisasi penyerapan tenaga kerja PMA 41.00 41.00  41.00 142.00 131.00 BPS & Biro Perekonomian PB 

Infrastruktur    

Persentase Jalan Nasional dalam Kondisi Baik (%) 

39.27    0.00 28.23 PU

Persentase Jalan Nasional dalam Kondisi Sedang (%) 

40.20    47.20 35.90 PU

Persentase Jalan Nasional dalam Kondisi Rusak (%) 

20.53    52.80 35.87 PU

Persentase Jalan Provinsi dalam Kondisi Baik (%) 

42,66    22,00 22,28 21.79 BPS&PU Papua Barat 

Persentase Jalan Provinsi dalam Kondisi Sedang (%) 

13.92 33,48    43,08 45,39 27.85 BPS&PU Papua Barat 

Persentase Jalan Provinsi dalam Kondisi Rusak (%) 

86.08 23,85    34,90 32,31 50.36 BPS&PU Papua Barat 

Pertanian    

Nilai Tukar Petani  94,50 94,96  100.00 104,55 106,12

PDRB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Rp. Juta) 

1,936,919.74 2,152,323.24 2,428,810.57 2,762,424.54 3,107,119.13 3,567,520.00 BPS dalam bi.go.id 

Kehutanan    

Persentase Luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis (%) 

3.16 3.16 3.47  3.40 3.40 3.42 Balai Penelitian DAS Remu‐Ransiki 

Page 108: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP

  EKPD Papua Barat 2010 – TIM UNIPA 

101 

Kelautan    

Jumlah Tindak Pidana Perikanan 8 7 2

12 79 84.00 Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih 

Luas Kawasan Konservasi Laut (km2) 22,705.69 24,397.27 24,397.27 24,397.27 30,374.74 39,054.88 Kementerian Kehutanan 

Kesejahteraan Sosial   

Persentase Penduduk Miskin (%) 11.14 41.34  39.31 33.49 35.71 BPS

Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 10.17  9.46 7.65 7.73 BPS

   

Ket:   Indikator berwarna merah adalah indikator yang akan digrafikkan dan dianalisis 

 

Page 109: Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP