laporan akhir 2014 bptp sumsel.2

35
1 2.3.3. Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari (m-AP2RL2) Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari (m- AP2RL2) Mendukung Peningkatan Produksi Padi di Sumatera Selatan telah dilakukan di Desa Purwosari, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin. Tujuan dari kegiatan ini, yaitu: 1). menganalisis data dan informasi untuk penyusunan program percepatan pencapaian peningkatan produksi padi secara ramah lingkungan dan berkelanjutan di Sumatera Selatan dan 2). menyusun program percepatan peningkatan produksi padi di Sumatera Selatan menggunakan sistem dinamik. Keluaran dari kegiatan ini, yaitu: 1). konsep model sistem dinamik dari program percepatan pencapaian peningkatan produksi padi secara ramah lingkungan dan berkelanjutan di Sumatera Selatan dan 2). konsep program percepatan peningkatan produksi padi di Sumatera Selatan. Kegiatan ini mendiseminasikan pengurangan penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia. Demplot m-AP2RL2 yang dilaksanakan dalam kegiatan ini seluas 2 ha. Paket teknologi yang didiseminasikan, yaitu: penggunaan pagar plastik. penggunaan pupuk kandang (dosis 2 ton/ha), pupuk cair dan pestisida hayati, serta cara tanaman jajar legowo. Varietas yang digunakan pada MK Inpari 10, sedangkan pada MH Situbagendit. Produksi pada MK 2 ton GKP/ha, sedangkan untuk MH 7,6 ton GKP/ha. Pagar plastik digunakan untuk mencegah serangan hama tikus, terutama pada MK. Penggunaan pupuk kandang bertujuan memperbaiki strutur tanah dan sekaligus dapat mengurangi pupuk anorganik. Pengamatan jumlah anakan Pengamatan tinggi tanaman 2.3.4. Kajian Penguatan Kelembagaan Lokal Melalui Pendekatan Modal Sosial Dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Hortikultura

Upload: bptpsumsel

Post on 14-Jan-2017

359 views

Category:

Technology


1 download

TRANSCRIPT

1

2.3.3. Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari (m-AP2RL2)

Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari (m-

AP2RL2) Mendukung Peningkatan Produksi Padi di Sumatera Selatan telah dilakukan di

Desa Purwosari, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin. Tujuan dari

kegiatan ini, yaitu: 1). menganalisis data dan informasi untuk penyusunan program

percepatan pencapaian peningkatan produksi padi secara ramah lingkungan dan

berkelanjutan di Sumatera Selatan dan 2). menyusun program percepatan

peningkatan produksi padi di Sumatera Selatan menggunakan sistem dinamik.

Keluaran dari kegiatan ini, yaitu: 1). konsep model sistem dinamik dari program

percepatan pencapaian peningkatan produksi padi secara ramah lingkungan dan

berkelanjutan di Sumatera Selatan dan 2). konsep program percepatan peningkatan

produksi padi di Sumatera Selatan. Kegiatan ini mendiseminasikan pengurangan

penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia. Demplot m-AP2RL2 yang

dilaksanakan dalam kegiatan ini seluas 2 ha. Paket teknologi yang didiseminasikan,

yaitu: penggunaan pagar plastik. penggunaan pupuk kandang (dosis 2 ton/ha), pupuk

cair dan pestisida hayati, serta cara tanaman jajar legowo. Varietas yang digunakan

pada MK Inpari 10, sedangkan pada MH Situbagendit. Produksi pada MK 2 ton

GKP/ha, sedangkan untuk MH 7,6 ton GKP/ha. Pagar plastik digunakan untuk

mencegah serangan hama tikus, terutama pada MK. Penggunaan pupuk kandang

bertujuan memperbaiki strutur tanah dan sekaligus dapat mengurangi pupuk

anorganik.

Pengamatan jumlah anakan Pengamatan tinggi tanaman

2.3.4. Kajian Penguatan Kelembagaan Lokal Melalui Pendekatan Modal Sosial Dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Hortikultura

2

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam usaha pengembangan

hortikultura, diantaranya rendahnya produktivitas, lokasi yang terpencar, skala usaha

sempit dan belum efisien, kebijakan dan regulasi di bidang perbankan dan

transportasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui modal sosial dan memperoleh

model penguatan kelembagaan lokal dalam mendukung pengembangan kawasan

hortikultura serta mendapatkan rumusan kebijakan untuk memperkuat kelembagaan

lokal berbasis modal sosial yang mendukung pengembangan kawasan hortikultura.

Metode pengambilan data secara random sampling dilakukan dengan cara wawancara

dengan petani, tokoh masyarakat, gapoktan, kelompok tani di lokasi pengembangan

kawasan hortikultura. Lokasi Kajian: Kecamatan Sosoh Buay Rayap (Desa Tungku

Jaya, Desa Lubuk Leban dan Desa Penantian) Kabupaten Ogan Komering Ulu,

Sumatra Selatan.

Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Sosoh Buay Rayap Bercorak Rural–

Pertanian/perkebunan, Penduduk pada perkampungan dusun padat dan homogen

sedang, untuk pinggir jalan lintas heterogen, satu desa lagi desa transmigrasi yang

homogen. Hubungan sosial cukup erat, meski praktik tolong-menolong dan gotong

royong dilakukan terutama bila terkait dengan fasilitas yang bisa digunakan bersama.

Akses terhadap fasilitas pelayanan publik relatif mudah. Partisipasi masyarakat dalam

kegiatan bersama cukup tinggi tapi masih tergantung pada ajakan dari tokoh yang

disegani.

Pemetaan karakeristik modal Sosial Kecamatan Sosoh Buay Rayap ada tiga

indikator karakteristik diantaranya: Pertama, Adanya Kelompok dan Jejaring Kerja

yaitu kelompok tani Tunas Harapan, Sukamaju, Maju Bersama, Gapokatan Omiba

Raya, kelompok warga, parpol, kelompok kesenian Rebana, kelompok arisan warga,

karang taruna, kelompok olahraga, komite sekolah, LSM Kamera, Ormas keagamaan

Muhammadiyah, toko sarana pertanian. Kedua, Kepercayaan dan solidaritas yaitu

sebagian besar responden (74,76%) menilai sebagian besar orang-orang di sekitarnya

dapat dipercaya. Sementara yang menilai sebaliknya hanya 3,47%. Ini menunjukkan

bahwa deposit kepercayaan di kalangan masyarakat sebenarnya masih cukup tinggi.

Dalam pergaulan sehari-hari tingkat kepercayaan ini masih menunjukkan tingkat yang

positif, kecuali dalam hal yang menyangkut keuangan. ada temuan yang cukup

menarik, bahwa sebagian besar responden cenderung tidak percaya pada orang lain

dalam hal pinjam-meminjam uang. Ketiga, Aksi Kolektif dan Kerjasama yaitu

Sebanyak 79,32% responden menyatakan ikut serta dalam kegiatan yang bermanfaat

bagi pengembangan kawasan hortikultura selama 1 tahun terakhir. Dan sebanyak

3

72,47% mengikutinya dengan sukarela. Umumnya, kegiatan kolektif lainnya yang

dilakukan terkait dengan pelaksanaan kegiatan agama seperti tahlilan, pernikahan,

penguburan, pengajian, juga kegiatan bersih desa/lingkungan, membangun sarana

umum, siskamling, posyandu, dan lain lain yang bersifat sosial.

Konsep modal sosial untuk Penguatan Kelembagaan lokal dirumuskan dalam

bentuk: Pertama, Pendekatan modal sosial diarahkan untuk mengembangkan

kapasitas berorganisasi, membangun jejaring kerjasama dan partisipasi dalam

pengembangan kawasan hortikultura. Kedua, Kelompok masyarakat yang relatif

mampu secara ekonomi dapat didorong untuk berpartisipasi dengan mengembangkan

skema kemitraan sosial, untuk membantu penyediaan modal yang dapat digunakan

bersama di bawah unit usaha milik kelembagaan local. Ketiga, Keberadaan institusi

mediasi, seperti kelembagaan lokal dengan kualitas sumber daya manusia yang relatif

terdidik dapat diberdayakan untuk menjembatani aspirasi masyarakat dengan

pemerintah dalam pembuatan kebijakan lokal.

Pengumpulan informasi Kebun hortikultura 2.3.5. Kajian Peningkatan Produktivitas Jamur Tiram dengan Pemberian Nutrisi Tambahan pada Media Tanam Jamur Tiram

Peningkatan produktivitas jamur di provinsi Sumatera Selatan cukup besar.

Pengembangan jamur dalam tahun terakhir terdapat gejala penurunan baik produk

maupun nilainya sehingga perlu upaya untuk mengatasinya. Rendahnya produksi

jamur di Indonesia terutama karena kurangnya tenaga terampil dan kurangnya

pengetahuan petani tentang budidaya jamur tiram. Selain itu pertumbuhan jamur

tiram juga dipengaruhi oleh jenis nutrisi yang diberikan, diantaranya vitamin B

kompleks, mikroelemen (misalnya elemen Fe dan Mg) yang dicampur dengan bahan

4

baku media. Untuk mengatasi rendahnya produksi jamur tiram khususnya di Sumatera

Selatan perlu penerapan teknologi budidaya jamur tiram dengan memberikan nutrisi

tambahan ke media jamur tiram yang bahannya mudah didapat oleh petani

diantaranya Molase (black strap) merupakan limbah cair yang berasal dari sisa

pengolahan tebu menjadi gula. Air gula pasir, Air kelapa dan Air Leri (air cucian beras)

Kegiatan ini bertujuan : 1). Untuk menerapkan paket teknologi budidaya

tanaman jamur tiram, 2). Untuk memperoleh/mencari pengaruh nutrisi tambahan

yang terbaik untuk pertumbuhan dan produksi jamur tiram. Tahapan pelaksanaan

kegiatan : 1). Persiapan, 2) Koordinasi, 3). Pertemuan kelompok, 4). Pelatihan petani,

5). Pendampingan teknologi, 6). demplot, 7). Pelaporan. Hasil dari kegiatan

pendampingan ini menunjukkan bahwa : 1). pendampingan dan pengawalan teknologi

pada kegiatan ini melalui demplot budidaya jamur dengan kumbung 4 x 6 m², 2).

Percepatan dan perluasan inovasi teknologi kegiatan pertemuan, 3). peningkatan

pengetahuan dan ketrampilan petani dilakukan melalui kegiatan pelatihan budidaya

jamur tiram melalui pemberian nutrisi tambahan pada media jamur tiram.

Praktek pembuatan media tanam Jamur Tiram 2.3.6. Pengelolaan Sumber Daya Genetik Lokal Di Sumatera Selatan

Informasi keanekaragaman serta status sumber daya genetik (SDG) tanaman

di Sumatera Selatan sangat diperlukan sebagai dasar penyusunan kebijakan

pemerintah dan pemanfaatan SDG pertanian untuk mewujudkan kesejahteraan

masyarakat. Potensi sumberdaya genetik tersebut perlu dieksplorasi, dikarakterisasi

serta dievaluasi agar pemanfaatannya sebagai sumber pangan dapat dioptimalkan.

BPTP Sumatera Selatan pada T.A. 2014 telah melakukan kegiatan Pengelolaan Sumber

Daya Genetik Lokal Spesifik Sumatera Selatan. Tujuan kegiatan ini adalah : 1)

Menginventarisasi dan mengkarakterisasi SDG tanaman pangan dan hortikultura

5

spesifik Sumatera Selatan sebagai bahan pangan, 2) Melakukan koleksi dan

memelihara SDG tanaman pangan dan hortikultura spesifik Sumatera Selatan (in situ

dan eks situ), 3) Memelihara kebun koleksi SDG tanaman spesifik yang telah dibangun

pada tahun 2013 di Kebun Percobaan BPTP Sumsel, dan 4) Melaksanakan penguatan

kelembagaan SDG di Provinsi Sumatera Selatan melalui Koordinasi, Rapat/Pertemuan,

Sosialisasi/ Penyampaian hasil pengelolaan SDG. Kegiatan inventarisasi, eksplorasi,

dan karakterisasi SDG tanaman pangan dan hortikultura dilaksanakan di 5 (lima)

kabupaten yang terpilih di Sumatera Selatan, yaitu 1) Kabupaten Empat Lawang, 2)

Kota Pagar Alam, 3). Lahat, 4). Muara Enim dan 5).Kota Prabumulih. Metode yang

digunakan adalah metode survey yaitu dengan melakukan inventarisasi, eksplorasi,

dan karakterisasi. Sampel petani yang dipilih berada dalam satu agroekosistem

diambil minimal 30 petani. Pemilihan sampel lahan/kebun petani dilakukan secara

stratifikasi.

Hasil inventarisasi SDG tanaman di Kabupaten Empat Lawang menunjukkan

keragaman tanaman pangan, sayuran, buah-buahan, perkebunan, dan biofarmaka di

kabupaten tersebut. Dari hasil inventarisasi diketahui ada 51 jenis tanaman dari

22.843 jumlah tanaman yang terdapat dalam lahan kebun milik 30 sampel petani yang

dipilih. Terdapat 3 jenis tanaman yang tergolong tanaman pangan yang banyak

diusahakan oleh petani di Kabupaten Empat Lawang, yaitu tanaman padi, jagung dan

ubi kayu serta ubi jalar. Dari kelompok tanaman sayuran ternyata hanya dua jenis

tanaman sayuran yang diusahakan oleh petani di lahan mereka, yaitu tanaman cabai

dan terong. Hasil inventarisasi SDG tanaman dari kelompok tanaman buah-buahan di

Kabupaten Empat Lawang ini ternyata cukup banyak jenis tanaman buah-buahan yang

ditemukan, yaitu terdapat 28 jenis tanaman buah-buahan. Memang wilayah

kabupaten ini dikenal cukup banyak aneka jenis tanaman buah-buahan, terutama

yang termasuk tanaman buah unggulan Sumatera Selatan, antara lain yaitu, durian

dan manggis. Hasil inventarisasi SDG tanaman perkebunan/kayu di Kabupaten Empat

Lawang terdapat 8 jenis tanaman perkebunan/kayu dari kebun petani sampel yang

diinventarisasi lahan kebunnya. Dari sejumlah jenis tanaman perkebunan tersebut,

ternyata tanaman kakao yang paling banyak diusahakan oleh petani, tetapi hanya satu

aksesi tanaman kakao lokal yang ditemukan karena kebun kakao tersebut merupakan

kebun usaha budidaya yang ditanam secara monokultur, bukan kebun koleksi.

Berdasarkan hasil inventarisasi SDG tanaman biofarmaka di Kabupaten Empat

Lawang, ditemukan terdapat 7 jenis tanaman biofarmaka, namun seluruhnya hanya

satu aksesi, kecuali jahe terdapat 3 jenis, yaitu: jahe gajah, jahe merah dan jahe

6

kuning dengan jumlah tanaman keseluruhan mencapai 1.050 rumpun jahe. Hasil

inventarisasi SDG tanaman buah unggulan di Kabupaten Muara Enim ditemukan SDG

tanaman Sawo Dangku (Manilkara zapota L.) dan Durian Bakul (Durio zibethinus L.).

Hasil inventarisasi SDG tanaman buah unggulan di wilayah Kota Prabumulih ditemukan

SDG tanaman nanas (Ananas comosus L.). Hasil inventarisasi SDG tanaman buah

unggul dan langka di wilayah Kota Pagar Alam ditemukan SDG 4 jenis tanaman buah-

buahan, 4 jenis tanaman kayu/hutan, dan 5 jenis tanaman industry. Dilaporkan juga

bahwa telah dipeliharanya kebun koleksi SDG tanaman spesifik lokasi di Kebun

Percobaan Karang Agung dan Kayuagung, masing-masing-masing ± setengah (0,5

Ha). Selanjutnya telah dilakukan koordinasi dan sinkronisasi program dalam bentuk

pertemuan/rapat sosialisasi dan penyusunan program untuk memperkuat

kelembagaan Komisi Daerah (KOMDA) Provinsi Sumatera Selatan.

2.3. 7. Inventarisasi dan Kajian Perbaikan Produktivitas Itik Pegagan dalam upaya Pelestarian Plasma Nutfah Lokal

Itik pegagan merupakan plasma nutfah Sumatera Selatan (Sumsel). Populasi

itik Pegagan saat ini diperkirakan sekitar 10% dari populasi itik di Sumsel (1.118.000

ekor) sehingga perlu dilestarikan keberadaannya. Itik Pegagan, berkembang di

daerah rawa lebak khususnya di pemukiman suku Pegagan di kabupaten Ogan Ilir.

Biasanya dipelihara diintegrasikan dengan tanaman padi rawa lebak, potensi bahan

pakan yang tersedia adalah sisa panen padi, ratun, dedak padi (bahan pakan utama)

serta keong mas, ikan rucah, reamun (ganggang air) dan sirih air (bahan pakan

sumber protein dan hijauan). Rendahnya populasi itik Pegagan diduga karena cara

pemeliharaannya bersifat ekstensif, dan musiman. Sehingga dikhawatirkan akan

terjadi kepunahan apabila tidak ditangani secara serius. Untuk itu BPTP Sumsel tahun

2013 sampai 2014 melakukan kegiatan inventarisasi dan Kajian perbaikan

produktivitas Itik Pegagan dalam upaya pelestarian plasma nutfah lokal.

Kegiatan bertempat di desa Kota Daro II Kecamatan Rantau Panjang

Kabupaten Ogan Ilir. Tujuan kegiatan adalah (a) menginventarisasi dan mengkoleksi

sumber daya genetik (SDG) itik pegagan secara in-situ; (b) melakukan kajian

teknologi manajemen itik pegagan spesifik lokasi; (c) melakukan seleksi bibit untuk

mendapatkan bibit generasi ke tiga (G-3). Inventarisasi SDG dilakukan survei terbatas

sebanyak 30 orang dengan metode wawancara dan pengamatan langsung sedangkan

kegiatan kajian teknologi manajemen pemeliharaan itik pegagan dilakukan di

kelompok tani, teknologi yang dikaji adalah sistem pemeliharaan, pakan, seleksi bibit,

7

data yang diamati produksi telur, berat telur, berat badan, lama periode bertelur, lama

molting dan mortalitas ternak.

Hasil kegiatan : (a) hasil inventarisasi SDG bahwa skala pemeliharaan 10-25

ekor/KK, sistem pemeliharaan semi intensif, ratio jantan:betina=1:9, warna bulu itik

pegagan ada tiga jenis yaitu kelabu tampu; jarak hitam dan jarak coklat, warna kaki

dan paruh hitam kecoklatan, warna telur hijau muda, berat telur 70-80 gram/butir,

produksi telur rata-rata 127/tahun, lama molting 30 hari, lama penetasan telur 28-30

hari, pertama kali bertelur umur 6 bulan, berat badan umur 6 bulan 0,9-1,5 kg, berat

badan dewasa 1,5-2,0 kg, mortalitas mencapai 50%, sikap waktu berdiri condong

45°C; (b). Telah diperoleh koleksi SDG itik pegagan hasil seleksi kajian G-3 di lokasi

kajian (in-situ) melibatkan 20 anggota kelompok tani; (c) hasil kajian teknologi

manajemen pemeliharaan itik pegagan rata-rata dibandingkan dengan petani adalah

untuk lama molting 1 tahun periode produksi 30 hari dengan lama bertelur 11 bulan,

produksi 167 butir/tahun, meningkat 30,5 % ; berat telur 73,8 gram meningkat 0,9%;

berat DOD 47,7 gram meningkat 5% ; berat itik umur 1 bulan 0,67 kg meningkat

86%; berat itik umur 3 bulan 1,45 kg meningkat 42,2%; berat itik umur 6 bulan 1,72

kg meningkat 24,6%; berat itik umur dewasa (>1 tahun) 2,01 kg meningkat 16,2%

serta tingkat mortalitas ternak 5-10% menurun dibandingkan di petani 30-50%.

Itik Pegagan warna bulu kelabu tampu Telur Itik Pegagan 2.3.8. Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zona Agroekologi II (Tingkat semi detil) skala 1:50.000

Penyusunan peta Zona Agro Ekologi skala 1 : 50.000 untuk wilayah

Sumatera Selatan dimulai sejak tahun 2013. Pada tahun 2013 kegiatan tersebut

menghasilkan Peta ZAE skala 1 : 50.000 untuk wilayah Kabupaten OKUT. Pada tahun

2014 dilakukan pemetaan ZAE skala 1 : 50.000 untuk wilayah Kota Prabumulih.

Penilaian kesesuaian lahan sebagai dasar untuk menyusun peta pewilayahan

komoditas pertanian berdasarkan zona agro ekologi merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dalam pemanfaatan secara operasional dari peta ZAE.

Kegiatan ini merupakan kegiatan jaringan penelitian dan pengkajian di bawah

pembinaan Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) dan Pusat Penelitian

8

dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslittanak), Badan Litbang Pertanian.

Tujuan dari kegiatan ini adalah : 1) Menyediakan data dan informasi tentang kondisi

biofisik, iklim, dan sumberdaya pertanian lainnya di Kota Prabumulih, 2) Menyusun

peta wilayah komoditas pertanian berdasarkan Zone Agro Ekologi skala 1:50.000 di

Kota Prabumulih, 3) Mendapatkan data kelayakan usahatani komoditas unggulan dan

karakteristik rumah tangga petani di Kota Prabumulih, dan 4) Mengetahui kesesuaian

lahan untuk pengembangan usahatani komoditas pertanian di Kota Prabumulih.

Pelaksanaan kegiatan dari bulan Februari – Desember 2014 di wilayah Kota

Prabumulih, yang merupakan kegiatan desk study dan survey lapangan.

Hasil penyusunan peta ZAE menunjukkan bahwa wilayah Kota Prabumulih

memiliki 3 zonasi kawasan yaitu : 1) Kawasan Pertanian Tanaman Pangan Lahan

Kering, 2) Kawasan Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Lahan kering, dan 3)

Kawasan Konservasi Lahan Kering.

Pertemuan penentuan lokasi survey Salah satu lokasi survey

9

Penampang profil tanah Pengambilan sampel tanah

2.3.9. Pendampingan Budidaya Kentang Ramah Lingkungan

Kegiatan Pendampingan Budidaya Kentang Ramah Lingkungan bertujuan untuk

: 1). Memberikan pendampingan dan pengawalan teknologi budidaya kentang, 2).

Mensosialisasikan tentang cara pembuatan dan aplikasi pestisida alami yang ramah

lingkungan, 3). Menurunkan penggunaan pestisida kimiawi sintetis, 4). Menurunkan

penggunaan pupuk kimia, 5). Mengetahui pengaruhnya terhadap intensitas serangan

OPT kentang. Kegiatan ini dilaksanakan pada lahan petani secara partisipatif, dengan

melibatkan 4 petani kooperator di Tanjung Keling Kelurahan Burung Dinang

Kecamatan Dempo Utara Kota Pagaralam Sumatera Selatan. Tahapan kegiatan

meliputi ; persiapan, penentuan calon petani dan calon lokasi, pelaksanaan

pendampingan, pelatihan pengumpulan dan analisis data, pelaporan. Bentuk

pendampingan yang dilaksanakan berupa pelatihan, dan demplot varietas Merbabu-

17 dan demplot varietas granola sebagai pembanding. Data yang dikumpulkan

meliputi data primer dan data sekunder, kemudian data yang diperoleh dilapangan

diolah secara tabulasi dan dijelaskan secara deskriptif.

Kegiatan Pelatihan Penyuluh dan Petani dilaksanakan di Kelompok Tani

Tanjung Keling A, Kelurahan Burung Dinang Kecamatan Dempo Utara Kota Pagar

Alam pada hari Selasa tanggal 13 Mei 2014. Pelatihan diikuti oleh seluruh Penyuluh

wilayah Kecamatan Dempo Utara, anggota kelompok Tani Tanjung Keling, dan dihadiri

oleh Ka. Bidang Horti Dinas Pertanian beserta Staff dan Ka. BPP Kecamatan Dempo

Utara, yang semuanya berjumlah 50 0rang. Sebagai Narasumber penyuluh dan

peneliti BPTP Sumatera Selatan. Materi yang disampaikan pada pelatihan ini yaitu;

1)Budidaya Kentang Ramah Lingkungan, 2)PHT Kentang dan 3)Pembuatan Pupuk Cair

Organik juga cara aplikasinya di lapangan. Pelatihan dilanjutkan dengan praktek

penanaman kentang dan pembuatan pupuk cair organik yang dilaksanakan di lahan

petani.

Hasil demplot menunjukkan bahwa dengan pemupukan 50% dari dosis

standar, pertumbuhan dan hasil varietas Merbabu-17 lebih baik dari Granola. Dilihat

10

dari dari rata-rata tinggi tanaman varietas Merbabu-17 (61,5 cm) lebih tinggi dari

Granola (42,3 cm). Rata-rata jumlah umbi (14) dan berat umbi (0,88 kg) per tanaman

untuk varietas Merbabu-17, dan 8 jumlah umbi dan 0,6 kg berat umbi untuk varietas

granola per tanaman. Tingkat ketahanan terhadap serangan hama maupun penyakit

varietas Merbabu-17 lebih tahan dibandingkan dengan varietas Granola. Intensitas

serangan bisa ditekan sampai dibawah 20%.

Panen tanaman kentang

2.3.10. Pendampingan Budidaya Cabai Ramah Lingkungan

Pengembangan cabai selain dihadapkan dengan produktivitas yang rendah

akibat serangan OPT juga tantangan mutu dari produk yang dihasilkan.

Ketergantungan petani pada penggunaan pestisida kimia telah menyebabkan

munculnya masalah baru seperti ledakan serangan hama penyakit serta meningkatnya

kadar residu pada cabai. Selain OPT permasalahan budidaya cabai di lahan pasang

surut Desa Saleh Mukti diantaranya adalah kondisi lahan yang sering tergenang saat

pasang dan hujan, serangan tikus, dan ketersediaan pupuk organik yang kurang.

Untuk itulah perlu dilakukan pendampingan terutama dalam hal budidaya cabai ramah

lingkungan sehingga diharapkan secara bertahap penggunaan pestisida di tingkat

petani menjadi berkurang.

Pendampingan budidaya cabai ramah ini dilakukan pada sebanyak 20 petani

kooperator yang dipilih secara sengaja. Pola pendampingan yang dilakukan yakni

dengan mengenalkan paket teknologi budidaya cabai ramah lingkungan ke petani di

Desa Saleh Mukti Kec. Air Saleh Kabupaten Banyuasin serta mengaplikasikan beberapa

jenis pestisida/pupuk organik ke petani kooperator. Selain itu, juga dibuat demplot

budidaya cabai ramah lingkungan seluas + 1 ha dengan teknologi penggunaan mulsa

plastik, benih sehat, pupuk kandang, dan penggunaan biopestisida berbahan

Trichoderma, Beauveria, dan ekstrak kompos. Pada demplot diujikan 3 paket

teknologi pengendalian OPT di antaranya 1) Cara Petani (pestisida kimia dosis

11

anjuran), 2) Penggunaan Mulsa + Pemanfataan Biopestisida, 3) Penggunaan Mulsa +

Pemanfaatan Biopestisida dan Pestisida Kimiawi.

Hasil pendampingan pada demplot menunjukkan penggunaan biopestisida

yang dikombinasikan dengan pestisida kimia dapat mengurangi intensitas serangan

OPT penting seperti ulat grayak, virus kuning dan mati pucuk walaupun masih lebih

rendah dibanding penggunaan pestisida kimia, dimana intensitas serangan OPT

tersebut berturut-turut 19,4%, 14,2% dan 6,2%. Namun, dalam hal produksi belum

terlalu signifikan dikarenakan masih tingginya intensitas serangan penyakit antraknosa

pada demplot. Serangan penyakit ini masih sulit ditekan dengan hanya menggunakan

biopestisida.

Kondisi Pertanaman di lokasi pengkajian 2.3.11. Peningkatan Kualitas Lahan Suboptimal dengan Pemberian Bahan Pembenah Tanah

Pengembangan lahan sub optimal sebagai penyedia pangan potensi yang

sangat besar namun mempunyai keterbatasan karena kualitas lahannya relatif rendah.

Rendahnya kualitas lahan ini salah satu penyebabnya berkaitan dengan karakteristik

lahan di daerah tropika basah yaitu erosi dan pemiskinan hara. Penurunan kualitas

lahan dicirikan dengan kandungan hara P, K dan bahan organik rendah, KTK dan KB

rendah serta kadar Al tinggi serta struktur tanah tidak stabil.

Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Banyuasin di lahan petani seluas + 2 ha

Kajian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 5

perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali. Perlakuan terdiri dari: A) Cara Petani

(Kontrol), B) Kompos 100%, C) arang sekam 25% + kompos 75%, D) arang sekam

50 % + kompos 50%, E) arang sekam 75% + kompos 25%, dan F) Arang sekam

100%. Bahan formulasi kompos yang digunakan adalah jerami padi. Formulasi

kompos dan arang sekam dihitung berdasarkan persen berat kering dan sebagai

tanaman indikator digunakan jagung. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan

data sekunder, data primer meliputi pengamatan langsung seperti 1) pertumbuhan

12

dan produktivitas tanaman, 2) sifat kimia tanah, dan 3) serapan hara N, P dan K.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan analysis of

variance serta dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan. Sedangkan untuk data sosial

ekonomi meliputi: volume input yang digunakan, harga input dan ouput yang akan

menghasilkan struktur biaya, dan hasil akhir analisis usahatani.

Hasil kegiatan menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah dengan

campuran arang sekam dan kompos jerami memberikan pengaruh yang nyata

terhadap produksi jagung dibandingkan dengan perlakuan petani. Produksi untuk

perlakuan petani adalah 4,12 t/ha dan produksi tertinggi pada komposisi bahan

pembenah tanah diperoleh pada kompos 75% dan arang sekam 25% dengan tingkat

produksi 5,41 t/ha. Untuk mencapai produksi tersebut mampu menekan penggunaan

pupuk anorganik sampai 30%.

Persiapan lahan Pertanaman jagung

2.3.12. Analisis Kebijakan

Kegiatan ini bertujuan menyusun rekomendasi pembangunan pertanian ramah

lingkungan lestari. Keluaran yang diharapkan: rekomendasi pembangunan pertanian

ramah lingkungan lestari. Manfaat: digunakannya rekomendasi untuk perencanaan

pembangunan pertanian.

Kegiatan ini menggunakan metode desk study dan survei. Untuk mendukung

pertanian ramah lingkungan lestari, dianjurkan dalam budidaya padi menggunakan

pupuk kandang, cara tanam jajar legowo, serta pupuk dan pestisida hayati, sedangkan

dalam budidaya sapi menggunakan pakan lengkap fermentasi dan mengolah kotoran

sapi menjadi biogas.

Pupuk kandang berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah dan menambah

unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Keuntungan cara tanam jajar legowo:

pembersihan gulma dan pemupukan menjadi lebih mudah, jumlah anakan menjadi

13

lebih banyak dan produksi padi meningkat. Penggunaan pupuk hayati dapat

mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sekaligus dapat meningkatkan

produksi. Penggunaan pestisida hayati dapat menekan residu dalam produk dan

limbah tanaman padi. Penggunaan pakan lengkap fermentasi dan pengolahan kotoran

sapi menjadi biogas dapat menurunkan volume gas metan yang berasal dari ternak.

2.3.13. Kajian Cemaran Pestisida pada Beberapa Komoditas Hortikultura

Unggulan Sumatera Selatan terhadap Mutu dan Keamanan Pangan

Penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak terkendali dapat memberikan

risiko keracunan bagi petani. Penggunaan pestisida sintetis dapat meninggalkan residu

dalam tanah hingga bertahun-tahun setelah pemakaian, sehingga mengurangi daya

dukung lahan akibat menurunnya populasi mikroorganisme pengurai bahan organik

yang hidup di dalamnya. Selain itu, pestisida juga berdampak buruk yakni

menimbulkan resistensi, resurjensi dan ledakan hama serta dapat memusnahkan

musuh alami hama penyakit. Bahaya pestisida tidak hanya secara langsung bagi

petani saat menyemprot tetapi juga risiko residu yang ditimbulkannya pada tanah,

tanaman dan produk yang dihasilkannya.

Kajian dilaksanakan di Desa Tungku Jaya, Kec. Sodoh Buay Rayap, Kabupaten

OKU (produsen bawang merah), Desa Gunung Agung Pauh dan Tanjung Keling Kec.

Dempo Utara Kota Pagar Alam (produsen kentang) dan Desa Tanjung Baru Kab. Ogan

Ilir (produsen cabai keriting) Sumatera Selatan pada tahun 2014. Metode yang

digunakan yakni metode survei dan wawancara langsung dengan kelompok tani yang

menanam bawang merah, kentang dan cabai keriting serta dilakukan pengambilan

sampel bawang merah, kentang dan cabai keriting untuk dianalisis residunya.

Wawancara dilakukan untuk mengetahui prosedur penggunaan pestisida yang

dilakukan petani. Di Desa Tungku Jaya Kab. OKU, hasil kajian menunjukkan bahwa

sebagian besar petani masih melakukan penyemprotan pestisida dengan dosis dan

frekuensi aplikasi yang tidak tepat. Bahkan, beberapa petani melakukan pencampuran

2-3 jenis pestisida dalam satu kali aplikasi dengan alasan mengurangi tenaga dan

biaya penyemprotan.

Hasil analisis residu pestisida pada umbi bawang merah yang dihasilkan

menunjukkan kandungan pestisida berbahan aktif propineb mencapai 0,026 mg/kg

dan abamektin mencapai 0,024 mg/kg, sedangkan pestisida golongan organofosfat

maupun karbamat tidak terdeteksi. Hasil kajian di Kec. Dempo Utara Kota Pagar

Alam menunjukkan walaupun dengan tingkat pendidikan yang tinggi serta

pengalaman usahatani yang lama ternyata petani di lokasi ini masih melakukan

14

prosedur penggunaan pestisida yang kurang tepat. Sebanyak 69,2% petani biasanya

mencampur 2-3 jenis pestisida dalam satu kali aplikasi tanpa memperhatikan dosis

maupun bahan aktifnya. Ada sebanyak 38,5% petani masih melakukan penyemprotan

berlawanan dengan arah angin. Hasil kajian juga menunjukkan >50% petani masih

belum menggunakan peralatan pelindung dalam menyemprot seperti sarung tangan,

masker, dan pelindung mata. Tingkat penggunaan pestisida alami pada petani juga

sangat rendah, bahkan 92,3% petani, diantaranya tidak pernah menggunakan

pestisida alami. Selain ketersediaannya yang sulit didapat, petani beranggapan bahwa

dalam mengendalikan OPT pestisida alami memiliki efektivitas yang lebih rendah

dibandingkan pestisida kimia (92,3% petani). Pengujian terhadap residu pestisida,

menunjukkan adanya kandungan bahan aktif klorpirifos dan abamektin pada umbi

kentang asal Desa Tanjung Keling yakni berturut-turut sebesar 0,02 mg/Kg (di bawah

BMR) dan 0,015 mg/Kg (di atas BMR). Akan tetapi, tidak terdeteksi kandungan residu

pestisida endosulfan, profenofos, karbofuran dan difenokonazol pada umbi kentang di

Desa Gunung Agung Pauh.

2.3.14. Kegiatan Kajian Pengendalian Penyakit Kresek Padi Melalui Pemanfaatan Bio-Agent untuk Mendukung Budidaya Ramah Lingkungan

Penyakit hawar daun bakteri (kresek) merupakan salah satu penyakit tanaman

padi yang sangat penting di negara-negara penghasil padi di dunia, terutama di Asia

termasuk di Indonesia. Serangan kresek di Indonesa menyebabkan kerugian hasil

panen sebesar 21-36% pada musim hujan dan sebesar 18-28% pada musim kemarau.

Luas penularan penyakit HDB pada tahun 2006 mencapai lebih dari 74.000 ha, 16 ha

diantaranya menyebabkan tanaman puso. Tindakan pengendalian penyakit yang dapat

dilakukan adalah dengan memanfaatkan bakteri antagonis seperti Corynebacterium

sp. Pengkajian dilaksanakan di Desa Srikaton Kec. Buay Madang Timur Kabupaten

OKU Timur pada lahan seluas + 2 ha yang pada musim tanam sebelumnya terindikasi

Pengujian residu pestisida pada kentang

15

terserang penyakit kresek. Bio-agent yang digunakan dalam pengkajian ini yakni

bakteri Corynebacterium sp.

Kajian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5

paket teknologi sebagai perlakuan yakni kombinasi antara varietas dengan cara

pengendalian yang terdiri dari: A) Inpari 4 + Bio-Agent, B) Inpari 4 + Bio-Agent +

pestisida kimia, C) Inpari 6 + Bio-Agent, D) Inpari 6 + Bio-Agent + pestisida kimia, E)

Mekongga + Cara Petani yang diulang sebanyak 3 kali serta dibandingkan dengan

teknologi petani di luar petak pengkajian.

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa Penggunaan bio-agent Corynebacterium

sp. yang dikombinasikan dengan varietas tahan Inpari 4 dan Inpari 6 efektif dalam

mengendalikan penyakit kresek. Selain itu, aplikasi bio-agent Corynebacterium sp.

dengan konsentrasi 5 cc/L pada umur padi 1 hst, 3 dan 6 mst yang dikombinasikan

dengan VUB tahan maupun pestisida kimiawi mampu menekan serangan penyakit

kresek hingga 100% dibandingkan cara petani dengan hanya menggunakan pestisida

kimia. Namun demikian perlu dikaji lanjut mengenai efektifitas tersebut diakibatkan

oleh kombinasi perlakuan atau faktor lainnya yang mempengaruhi penyakit tanaman.

Aplikasi bio-agent Corynebacterium sp. yang dikombinasikan dengan VUB tahan dan

pestisida kimia memberikan hasil tertinggi, dimana produktivitas padi varietas Inpari 4

dan Inpari 6 berturut-turut sebesar 5,97 t/ha dan 6,09 t/ha. Hasil analisis kandungan

pestisida berbahan aktif karbofuran dan difenokonazol pada gabah padi perlakuan bio-

agent maupun cara petani tidak terdeteksi, sehingga dapat disimpulkan gabah/padi

hasil panen dari petak percobaan bebas residu pestisida.

Gejala serangan penyakit kresek

16

2.3.15. Peningkatan Komunikasi Dan Koordinasi Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian

Penyuluh pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan

pertanian, oleh karena itu diperlukan penyuluh yang profesional, mandiri, inovatif,

kreatif , profokator, dinamisator dan berwawasan global yang mampu menjadikan

fasilitator, motivator dan regulator pelaku usaha pertanian serta mampu membangun

sistem agribisnis yang berdaya saing tinggi. Untuk mencapai hal tersebut

diperlukan peningkatan kapasitas SDM dan penguatan kelembagaan penyuluhan.

Kegiatan peningkatan komunikasi dan koordinasi akselerasi inovasi

teknologi pertanian dilaksanakan di BPP Indralaya Kabupaten Ogan Komering

Ilir tahun 2014, tujuan kegiatan ini kelembagaan penyuluh yang ada dapat

berfungsi sebagai wadah konsultasi, informasi, pembelajaran dan pusat

percontohan dalam rangka penyebaran teknologi pada petani dan pengguna

teknologi.

Adapun kegiatan yang dilakukan adalah : 1). Identifikasi kebutuhan

teknologi dan kelembagaan penyuluhan, 2). Pemberdayaan BPP model sebagai

wahana penyuluhan, 3). Pelatihan penyuluh dan Gapoktan/petani, 4). Gelar

Teknologi pertanian dan temu lapang, 5). Pembinaan penyuluhan. Metodologi yang

digunakan adalah secara patisipatif melalui pendekatan teknologi inovasi hasil

kajian, pendekatan kelembagaan melalui BPP dan pembinaan yang dilakukan oleh

penyuluh/peneliti. Pelaksanaan kegiatan gelar teknologi dilakukan dilahan BPP

dengan luas dan tanaman jagung 3000 m2 , sayuran (bayam, kangkung dan

kacang panjang) 1200 m2 dan satu kubung ukuran 4 m x 6 m. Sebelum

pelaksanaan kegiatan penyuluhan, Gapoktan dan petani mengikuti pelatihan

terlebih dahulu. Hasil yang diperoleh jagung 1500 kg, bayam 72 kg, kangkung

44 kg, kacang panjang 39,5 kg, dan jamur 64 kg.

Pemberdayaan BPP Model dilakukan dengan pembentukan klinik teknologi

pertanian. Pembinaan terhadap penyuluh dilakukan dengan cara hadir pada saat

pertemuan penyuluh di BPP/BP3K sudah dilaksanakan pada 10 kabupaten/kota

dengan 15 BPP/BP3K. Dalam pertemuan, penyuluh/peneliti bertindak sebagai

narasumber dan menyampaikan materi sesuai dengan kebutuhan dan spesikasi

wilayah, disamping itu juga membantu penyuluh pertanian lapangan dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi di lapangan. Dengan adanya kegiatan

BPTP ini dapat membantu para penyuluh lapangan dan menjadi salah satu

percontohan BPP/BP3K di Sumatera Selatan.

17

Pertemuan penyuluh di BPP Indralaya Rak vertikultur sayuran

2.3.16. Sosialisasi, Temu Informasi dan Pameran

Diseminasi inovasi juga dilakukan melalui kegiatan Sosialisasi, Pameran dan

HUT ke 40 Balitbangtan. Sepanjang tahun 2014 terdapat 4 (empat) momen penting

yang diikuti BPTP Sumsel yaitu:

1. Pameran dalam rangka Pekan Nasional (PENAS) Kontak Tani Nelayan Andalan XIV

di Kepanjen-Malang-Jawa Timur (7-12 Juni 2014).

Pada pelaksanaan PENAS tersebut BPTP Sumsel membawa contoh pakan

ternak fermentasi, dan beberapa poster.

2. Hari Pangan Sedunia (HPS) XXXIV di Sumsel (8 September 2014) bertempat di

lapangan/halaman kantor Gubernur Sumsel.

Pada HPS tersebut BPTP Sumsel berpartisipasi dalam penyediaan rak

vertikultur yang dilengkapi dengan sayurannya. Tim Dharma Wanita BPTP Sumsel

pada kesempatan tersebut keluar sebagai juara I dalam perlombaan kreasi lomba

cipta menu Beragam Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA)

3. Open House dalam rangka memperingati 40 tahun Balitbangtan, 20 Tahun BPTP

dan 10 Tahun Agroinovasi (16-17 September 2014).

Pada open house tersebut diadakan seminar nasional, lomba karya tulis Ilmiah

tingkat SLTA, Pameran, Display tanaman ternak dan Demo teknologi. Seminar

Nasional bertema” Pertanian Ramah Lingkungan Mendukung Bio-Industri Di lahan

Suboptimal”. Topik yang diseminarkan adalah: Sumberdaya Lahan, Budidaya dan

Farming System, Mekanisasi dan Penanganan Pasca Panen serta Sosial, Budaya dan

Kebijakan.

Lomba Karya Tulis Ilmiah mengambil beberapa topik yaitu: Alat dan Mesin

untuk Menunjang Pertanian, Produk Pertanian sebagai Energi Alternatif, Inovasi

Produk dan Teknologi Pertanian, dan Pertanian Ramah Lingkungan.

18

Materi yang dipamerkan pada open house berupa: olahan pangan lokal,

pestisida nabati, pupuk organik, alsintan, jamu ayam, bibit unggul tanaman buah, VUB

padi dan bibit karet. Selain itu juga ditampilkan informasi cara cepat mengakses

KATAM dan informasi lain yang mendukung pertanian ramah lingkungan.

Pada Display Tanaman dan Ternak, yang diperagakan adalah beberapa jenis

sayuran dataran rendah. Sedangkan ternak yang ditampilkan adalah kelinci, itik, Ayam

Kapas, Merawang dan Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB). Sedangkan pada Demo

Teknologi, diperagakan pembuatan bubu tikus dan atabela legowo, penggunaan

striper harvester, power seeder, reaper, box dryer dan solar bubble dryer.

2.3.17. Pendampingan Pengembangan KRPL di Wilayah Sumsel

Lahan pekarangan mempunyai potensi untuk penyediaan bahan pangan

keluarga dan bermanfaat dalam mengurangi pengeluaran kebutuhan sehari-hari dan

memungkinkan untuk menambah penghasilan keluarga. Kegiatan ini dilaksanakan

pada 20 desa/kelurahan m-KRPL dan 14 desa/kelurahan pendampingan replikasi KRPL

dari BKP di 10 kabupaten/kota wilayah Sumatera Selatan yang dimulai pada bulan

Januari sampai Desember 2014. Adapun tujuan dari kegiatan ini : 1) Melaksanakan

perbaikan (upgrading) m-KRPL, (2) Mendampingi replikasi KRPL dari Badan Ketahanan

Pangan (BKP), (3) Memperkuat kebun bibit induk (KBI). Keluarannya adalah (1) Status

penilaian m-KRPL setelah diperbaiki pada 20 desa/kelurahan di 10 kabupaten, (2)

Terlaksananya pendampingan replikasi KRPL dari Badan Ketahanan Pangan (BKP)

pada 14 desa/kelurahan di 7 kabupaten/kota dengan tiga kegiatan, (3) Penyebaran

benih/bibit dari kebun bibit induk (KBI) ke 20 KBD. Tahapan pelaksanaan kegiatan

yaitu 1)persiapan, 2)koordinasi, 3) sinkronisasi, 4)pelaksanaan kegiatan (pengelolaan

KBD/KBI, pertemuan kelompok tani, pelatihan, sebagai narasumber, pendampingan

teknologi KRPL dan penyebaran informasi berupa bahan cetakan) dan 5)pelaporan.

Salah satu objek kunjungan HPS di Makasar

Display tanaman di halaman kantor

19

Metode yang digunakan adalah observasi lapang. Data yang dikumpulkan

meliputi : kompilasi data m-KRPL, status penilaian m-KRPL dipandu dengan kuisioner,

kegiatan upgrading m-KRPL, masalah/kendala pengelolaan KBD (m-KRPL),

masalah/kendala pendampingan KRPL dari BKP, masalah/kendala dalam pengelolaan

KBI dan status penilaian KBI, data perkembangan RPL pada MKRPl, penghematan

pengeluaran/penambahan pendapatan serta skor PPH. Data yang terkumpul disusun

dalam tabulasi, kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan nilai rata-

rata.

Hasil menunjukkan bahwa pengembangan kegiatan Rumah Pangan Lestari

(RPL) pada seluruh lokasi upgrading status tidak mengalami peningkatan, yaitu tetap

dominan pada status “kuning” bahkan pada satu Kabupaten menjadi “merah”.

Keberlanjutan penerapan RPL oleh masyarakat sangat dipengaruhi oleh kesadaran

oleh masyarakat itu sendiri. Pelatihan dilaksanakan di lokasi M-KRPl 20 desa/kel yang

terdiri dari pelatihan budidaya bawang merah, pembuatan kompos dengan EM4,

pembuatan pestisida nabati, perangkap hama dan pangan olahan. Pelatihan juga

dilaksanakan di desa pendampingan KRPL dari BKP (P2KP) berupa pelatihan

pembuatan media pembibitan, cara penyemaian, pembuatan kompos dengan EM4,

pembuatan pestisida nabati dan perangkap hama serta pembuatan pangan olahan

dari sayur. Kegiatan pendampingan berupa penyebaran materi penyuluhan, sebagai

narasumber bagi penyuluh dan petani serta pertemuan/pelatihan. Kisaran

penghematan pengeluaran keluarga Rp 204.000/KK/bulan, kisaran tambahan

pendapatan sekitar Rp 252.000/KK/bulan, peningkatan pengembangan RPL rata-rata

44 % dan peningkatan PPH sekitar 9,5%.

Kunjungan anggota DPR Pusat di Kunjungan Tim Penggerak PKK Kota salah satu lokasi KRPL Palembang di salah satu lokasi KRPL

20

2.3.18. Pengembangan Kebun Bibit Inti (KBI) Sumatera Selatan

Progam Pengembangan Kebun Bibit Inti (KBI) tahun 2014 dilaksanakan di

Kebun Percobaan Kayuagung, Ogan Komering Ilir, program ini adalah kelanjutan

pengembangan KBI di tahun 2013. Tujuan pengembangan KBI ini adalah: Melayani

kebutuhan benih dan bibit secara tepat varietas, mutu, jumlah dan waktu kepada

kelompok Kebun Bibit Desa (KBD). Menyediakan bibit dan benih untuk keperluan

Rumah Pangan Lestari (KRPL). Dalam membangun Kawasan Rumah Pangan Lestari

(KRPL) bahwa dibutuhkan berbagai jenis benih dan bibit tanaman hortikultura

(sayuran, buah-buahan dan tanaman hias),tanaman bahan pangan non beras (umbi

jalan, ubi kayu, talas, gayong, garut), kacang-kacangan, tanaman biofarmaka/obat

dan tanaman buah. Benih dan bibit tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang banyak

dan tepat waktu tanam, maka Kebun Bibit (KBI dan KDB) menjadi penting dalam

pemenuhan kebutuhan benih dan bibit dalam membangun Kawasan Rumah Pangan

Lestari. Dengan adanya program pengembangan KBI ini diharapkan tersedianya benih

dan bibit secara tepat varietas, mutu, jumlah, dan waktu kepada kelompok Kebun

Bibit Desa (KBD) Rumah tangga kelompok KBD dapat memperoleh benih dan bibit

secara tepat varietas, mutu, jumlah, dan waktu sesuai dengan kebutuhan kelompok

KBD.

Hasil benih dan bibit di distribusikan ke 10 kabupaten/kota dan 18 desa dalam

program pengelolaan KBD. Hasil sayuran seperti: benih kacang panjang 9,5 kg, benih

timun 0,5 kg, benih kangkung 3 kg, benih sawi 0,44 kg, benih cabe 0,27 kg, benih

bayam 0,15 kg dan benih kacang tunggak 0,48 kg. Bibit tanaman buah-buahan

seperti: bibit sirsak 92 batang, bibit pisang 92 batang dan bibit pepaya merah delima

92 batang. Dan ayam KUB sebanyak 205 ekor.

Screen house untuk KBI Barang bekas untuk tempat tanam

21

2.3.19. Pendampingan Kawasan Rumah Pangan Lestari di Sumatera Selatan (Pengelolaan Kebun Bibit Desa)

Lahan pekarangan mempunyai potensi untuk penyediaan bahan pangan

keluarga dan bermanfaat dalam mengurangi pengeluaran kebutuhan sehari-hari dan

memungkinkan untuk menambah penghasilan keluarga. Kegiatan ini dilaksanakan di

20 desa / kelurahan m-KRPL di 10 kabupaten wilayah Sumatera Selatan, dimulai pada

bulan Januari sampai Desember 2014. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah

mengelola kebun bibit desa 20 desa / kelurahan di 10 kabupaten dan melaksankan

perbaikan (upgrading) m-KRPL. Keluarannya adalah (1) status penilaian m-KRPL

setelah diperbaiki pada 20 desa /kelurahan di 10 kabupaten, (2) terlaksananya

pengelolaan kebun bibit desa di 20 desa (20 KWT) .

Tahapan pelaksanaan kegiatan yaitu 1) persiapan, 2) koordinasi, 3)

sinkronisasi, 4) pelaksanaan kegiatan (pengelolaan KBD), pertemuan kelompok tani,

pelatihan pendampingan teknologi dan 5) pelaporan. Metode yang digunakan adalah

observasi lapang. Data yang dikumpulkan meliputi : kompilasi data m-KRPL, status

penilaian m-KRPL dipandu dengan kuesioner, kegiatan upgrading m- m-KRPL,

masalah/kendala pengelolaan KBD (m-KRPL), data perkembangan RPL pada m- m-

KRPL, penghematan pengeluaran/penambahan pendapatan serta skor PPH . Data

yang terkumpul disusun dalam tabulasi, kemudian dianalisis secara deskriptif dengan

menampilkan nilai rata-rata.

Hasil menunjukkan bahwa pengembangan kegiatan Rumah Pangan Lestari

(RPL) pada seluruh lokasi upgrading, tidak mengalami peningkatan, yaitu tetap

dominan pada status “kuning” bahkan pada satu kabupaten menjadi “merah”.

Keberlanjutan penerapan RPL oleh masyarakat sangat dipengaruhi oleh kesadaran

masyrakat itu sendiri. Pelatihan dilaksanakan dilokasi m-KRPL 20 desa/kelurahan yang

terdiri dari pelatihan budidaya bawang merah, pembuatan kompos dengan EM4,

pembuatan pestisida nabati, perangkap hama dan pangan olahan kisaran

penghematan pengeluaran keluarga Rp 204.000/KK/bulan, kisaran tambahan

pendapatan sekitar Rp 252.000/KK/bulan, peningkatan pengembangan RPL rata-rata

44% dan peningkatan PPH sekitar 9,2%.

22

Aktivitas di KBD

2.3.20. Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Peningkatan Indeks Pertanaman Di Wilayah Sumatera Selatan

Pemerintah pada tahun 2011 melakukan pengembangan diseminasi inovatif

yang terintegrasi di satu kawasan pengembangan agribisnis dengan nama “Model

Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI)”. Kegiatan yang

sifatnya partisipatif ini mengintegrasikan berbagai program strategis daerah dengan

berbagai model yang dikembangkan selama ini seperti PUAP, FEATI dan SL-PTT.

Meskipun arahnya menuju jangkauan penggunaan inovasi, akan tetapi fokus kegiatan

M-P3MI tetap pada model percontohan, dan bukan pada pemasalan inovasi.

Pelaksanaan kegiatan M-P3MI di Sumatera Selatan sudah dilakukan sejak tahun 2011

di Desa Mulia Sari dan Telang Sari Kecamatan Tanjung Lago, kabupaten Banyuasin.

Kegiatan tahun 2014 bertujuan untuk : 1). Melakukan pendampingan melalui

implementasi inovasi pertanian (kelembagaan dan teknologi), 2). Pengembangan

implementasi inovasi, 3). Meningkatkan kadar adopsi teknologi inovatif, 4).

Memperoleh umpan balik baik dari petani maupun stakeholder terkait untuk

penyempurnaan model. Keluaran akhir adalah diperolehnya Model Pengembangan

Pertanian terpadu dengan mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian di

perdesaan.

Hasil kegiatan tahun 2014 di Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin

menunjukkan bahwa: 1). Inovasi melalui demfarm pertanaman padi di Desa Muliasari

dan Telangsari dipanen bulan Pebruari 2014 menghasilkan GKP sebesar 6 dan 5,5

t/ha, pertanaman jagung di Desa Telang Sari pada MK 2014 dengan hasil panen

pipilan kering sebanyak 5t/ha, 2). Implementasi IP 200 pola padi-jagung tahun 2014

(Desa Telang Sari dan Mulia sari) seluas 927 ha dengan jumlah adopter 822 orang.

Sedangkan IP padi 200 seluas 12 ha, 3). Pola padi-jagung mampu memberikan nilai

tambah sebesar Rp 13.201.650 dibanding pola petani yang hanya menanam padi satu

kali dalam satu tahun di Desa Telangsari. Di Kecamatan Lempuing Jaya Kabupaten

23

OKI : 1). Produktivitas padi (GKP) pada MH 2013/2014 dan MK 2014 sebesar 7,2 dan

6,2 t/h,. 2). Nilai tambah Pola padi-padi-semangka (MH 2013/2014 dan MK 2014)

dibanding pola petani (padi IP 200 pada MH 2013/2014 dan MK I) sebesar Rp

16.428.000, 3). Pada tahun 2014 perluasan areal IP 300 (demfarm) , terdiri dari 18

ha pada MH, 40 ha pada musim MK I dan 25 ha pada musim MK II (integrasi dengan

Dinas Pertanian Kab. OKI), 4). Jumlah adopter pada tahun 2013 sebanyak 20 orang

sedangkan tahun 2014 sebanyak 85 orang.

Di dua kabupaten tersebut media komunikasi yang paling sering digunakan

petani untuk mendapatkan informasi teknologi berdasarkan peringkat dari yang

tersering sampai yang paling jarang digunakan adalah: media perorangan (penyuluh,

petugas lain, sesama teman), forum pertemuan (ceramah/diskusi, sarasehan,

demonstrasi), media elektronik (TV, radio, film dokumenter) dan yang terakhir adalah

media cetak (folder, koran/tabloid, majalah, leaflet, brosur, poster). Sebagai hasil

akhir sudah diperoleh model Peningkatan Produksi Pertanian Melalui Peningkatan

Indeks Pertanaman di lahan Pasang Surut dan Tadah Hujan.

Pertanaman jagung di MK Pertanaman padi di MH 2.3.21. Pendampingan Program Strategis Kemtan PTT Padi di Wilayah Sumsel

Agroekosistem Irigasi

Pendampingan PTT padi di lahan irigasi dilaksanakan di Desa Karang sari di

Kecamatan Belitang III, seluas 1000 ha dengan 40 kelompok tani. Adapun tujuan dari

pendampingan ini adalah 1).Menyediakan acuan pelaksanaan SL-PTT padi melalui pola

pengembangan dengan pendekatan kawasan skala luas untuk mendukung

peningkatan produksi, 2).Meningkatan koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan SL-

PTT padi melalui pola pengembangan dengan pendekatan kawasan skala luas,

3).Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap petani guna

mempercepat penerapan komponen teknologi PTT dalam usahataninya agar

24

penyebaran luasan teknologi ke petani dan sekitarnya lebih cepat, 4). Meningkatkan

produktivitas, produksi dan pendapatan serta kesejahtaraan petani padi.

Demfarm dibuat seluas 5,0 ha dan 1 unit display varietas seluas 1,0 ha.

Varietas yang digunakan pada demfarm adalah Inpari 1, Inpari 3 dan Inpari 6 dan

varietas yang digunakan pada display adalah Inpari 23, Inpari 29, dan Inpari 30.

Pupuk yang digunakan 150 kg urea/ha, 100 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha dan

pupuk kandang. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pemupukan pertama pada saat

tanaman berumur 3 HST dengan dosis 75 kg urea/ha, 100 kg SP-36/ha dan 100 kg

KCl/ha, kemudian pemupukan ke dua pada saat tanaman berumur 30 HST dengan

dosis 75 kg urea/ha. Jumlah bibit 2-3 batang per rumpun. Sistem tanam tegel 25 cm

x 25 cm dan sistem tanam legowo 2:1, 3:1; 4:1 dan 5:1. Penyulaman dilakukan

terhadap tanaman yang mati atau tidak tumbuh dan penyiangan dilakukan sesuai

dengan kondisi pertumbuhan gulma di lapangan. Pengendalian hama dan penyakit

tanaman menggunakan pestisida.

Hasil menunjukkan bahwa keragaan peningkatan adopter oleh petani untuk

pengolahan tanah sesuai musim, penggunaan bibit 1-3 batang/rumpun, pengaturan

populasi tanaman dan panen tepat waktu dan gabah segera dirontok sudah mencapai

100 persen. Berdasarkan hasil demfarm padi di lahan irigasi, varietas inpari 6

produksinya sebesar 8,8-9,5 t/ha; Inpari 1 sebesar 8,8-9,1 t/ha, Inpari 3 sebesar 8,5

t/ha dan Ciliwung sebagai pembanding 6,9 t/ha gkp. Sedangkan untuk display

produktivitas padi Inpari 23, 29 dan Inpari 30 masing masing sebesar 9,6; 10,3 dan

8,1 t/ha GKP. Pengelolaan Tanaman terpadu yang dilakukan petani meningkatkan

gabah kering panen sebesar 15-20 %. Varietas padi yang disenangi dan

dikembangkan oleh petani antara lain varietas Inpari 1, Inpari 6 dan Inpari 23.

Sistem tanam jarwo di sawah irigasi

25

Agroekosistem Lebak

Kegiatan pendampingan SL-PTT padi di Sumatera Selatan dilaksanakan

agroekosistem rawa lebak di Kabupaten Ogan Ilir dengan pola kawasan

pengembangan dengan total luasan 9000 ha (360 unit) pada 8 kecamatan.

Pendampingan dilaksanakan di Kecamatan Rantau Panjang seluas 500 ha (20 unit).

Dibuat 3 unit demplot, setiap demplot seluas 1 ha dan 3 unit display varietas, setiap

unit display seluas 0,5 ha. Varietas yang digunakan pada demplot adalah Inpago 4,

Inpara 4 dan Situbagendit dan varietas yang digunakan pada display adalah Inpari 1,

Inpari 6, Inpari 4 dan Inpari 13. Pupuk yang digunakan 150 kg urea/ha, 100 kg SP-

36/ha dan 100 kg KCl/ha. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pemupukan pertama

pada saat tanaman berumur 3 HST dengan dosis 75 kg urea/ha, 100 kg SP-36/ha dan

100 kg KCl/ha, kemudian pemupukan ke dua pada saat tanaman berumur 30 HST

dengan dosis 75 kg urea/ha. Jumlah bibit 2-3 batang per rumpun. Jarak tanam tegel

25 cm x 25 cm. Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang mati atau tidak

tumbuh dan penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi pertumbuhan gulma di

lapangan.

Pengendalian hama dan penyakit tanaman menggunakan pestisida. Kegiatan

yang dilaksanakan meliputi : demplot padi, pertemuan kelompok tani, pelatihan,

pendampingan teknologi dan penyebaran informasi berupa bahan cetakan. Data yang

diamati meliputi: 1). Komponen pertumbuhan dan hasil tanaman padi pada demplot

dan display, 2). Data produktivitas LL, SL, dan non SL-PTT, persentasi adopsi

komponen dasar dan pilihan, usahatani, dan respon petani terhadap varietas yang

disosialisasikan. Data yang terkumpul disusun dalam tabulasi, kemudian dianalisis

secara deskriptif dengan menampilkan nilai rata-rata. Hasil menunjukkan bahwa

pendampingan SL-PTT padi di Kabupaten Ogan Ilir dilaksanakan di lahan rawa lebak

di 8 kecamatan yaitu Kecamatan Kandis, Lubuk Keliat, Tanjung Raja, Muara Kuang,

Rantau panjang, Rantau alai, Indralaya, Sungai Pinang seluas 9000 ha dengan 360

unit SL-PTT. Pendampingan dilaksanakan di Kecamatan Rantau Panjang 500 ha (20

unit), pada umumnya varietas padi yang ditanam Ciherang.

Produksi gabah varietas Situbagendit, Inpara 4 dan Inpago 4 di lebak dangkal

berturut –turut 4,1 ton/ha, 3,4 ton/ha dan 5,6 ton/ha. Sedangkan di lebak tengahan

varietas Situbagendit, Inpara 4 dan Inpago 4 berturut-turut 5,3 ton/ha, 6,0 ton/ha dan

6,0 ton/ha. Kemudian produksi varietas Inpari 13, Inpari 4, Inpari 6 dan Inpari 1 pada

lebak dangkal berturut-turut 4,6 ton/ha, 7,2 ton/ha, 7,8 ton/ha dan 6,2 ton/ha.

Sedangkan pada lebak tengahan produksi varietas Inpari 13, Inpari 4, Inpari 6 dan

26

Inpari 1 berturut-turut 5,6 ton/ha, 5,9 ton/ha, 5,4 ton/ha dan 6,3 ton/ha. Varietas

yang disenangi oleh petani yaitu Situbagendit, Inpara 4, Inpari 1, Inpari 6. Materi

pelatihan terdiri dari : Penanaman tandur jajar legowo, pemupukan dan cara

menghitung takaran pupuk serta Hama penyakit penting pada tanaman padi dan cara

pengendaliannya. Penyebaran materi ada 4 judul yaitu, 1). Katam MK 2014, 2) PTT

padi rawa lebak, 3). Sistem tanam legowo, 4). Pengomposan jerami, 5). Deskripsi VUB

padi yang diserahkan ke dinas pertanian tanaman pangan dan hortikultura dan BP4K.

Keuntungan yang diperoleh pada usahatani peserta SL sebesar Rp 10.990.000

sedangkan peserta non SL sebesar Rp 6.200.000.

Padi inpago 4 di lebak dangkal dengan Jarwo 4:1 antisipasi kekurangan air

Agroekosistem Pasang Surut

Untuk mengembangkan PTT secara nasional, pemerintah melalui Kementerian

Pertanian meluncurkan progam Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-

PTT). Program ini diharapkan mampu dimanfaatkan sebagai ajang pembelajaran bagi

petani-petani di lapangan. SL-PTT pada dasarnya bertujuan untuk melatih petani

bekerja sambil belajar dan diharapkan petani yang terlibat pada kegiatan SL-PTT

dapat mengembangkan model pendekatan PTT kepada petani lain diwilayahnya.

Tujuan kegiatan pendampingan tahun 2014 adalah : 1). Memberikan pendampingan

dan pengawalan teknologi pada kegiatan SL-PTT padi pasang surut di Sumatera

Selatan, 2). Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan pendampingan

SL-PTT padi pasang surut di Sumatera Selatan, serta 3). Memperlihatkan dan

memberikan contoh kepada petani/ masyarakat keunggulan dan tata cara penerapan

teknologi budidaya padi pasang surut spesifik yang direkomendasikan dalam bentuk

demplot sosialisasi VUB.

Ruang lingkup kegiatan meliputi: 1). Koordinasi dan sosialisas kegiatan

pengawalan dan pendampingan, 2). Pembuatan demplot padi pasang surut, 3).

Pertemuan kelompok tani, 4). Pelatihan, 5). Pendampingan teknologi dan penyebaran

27

informasi berupa bahan cetakan. Sedangkan secara khusus pendampingan difokuskan

mendukung kegiatan SL-PTT padi pasang surut di Kabupaten Banyuasin. Waktu

pelaksanaan dimulai dari bulan Januari sampai Desember 2014.

Pelaksanaan tanam SL-PTT untuk kawasan pemantapan yang semula

direncanakan pada bulan Oktober mengalami penundaan menjadi Bulan Nopember

akhir dan Desember awal. Hal ini disebabkan musim hujan tahun ini mengalami

kemunduran. Penanaman padi pada musim kemarau di Kabupaten Banyuasin

dilaksanakan di lahan rawa lebak (SL-PTT Padi Inbrida Spesifik Lokasi Kawasan

Pengembangan) yang terdapat di Kecamatan Rantau Bayur. Dari rencana tanam

seluas 3.000 ha yang terealisasi hanya 2.675 ha pada bulan Juni 2014 mengalami

kemunduran tanam yang semula direncanakan pada bulan April 2014. Realisasi panen

100% (2.675 ha) dengan produktivitas mencapai 4,643 t/ha, produksi yang didapat

sebesar 12.420 t. Apabila dibandingkan dengan produktivitas di lokasi LL, sebelum

pelaksanaan SL dan non SL-PTT pada MT yang sama, berturut-turut adalah; 4,675

t/ha, 4,393 dan 4,1 t/ha. Varietas unggul baru yang dikenalkan baik pada demplot PTT

dan display varietas antara lain; Inpari 6, Inpari 20, Inpari 29, Inpari 31 dan Inpari 32.

Sedangkan sebagai pembanding ditanam juga Varietas Ciherang dan Situ Bagendit.

Pintu pengatur keluar masuk air Penanggulangan tikus pada MK 2.3.22. Pendampingan Program Strategis Kemtan PTT Jagung di Wilayah Sumsel

Jagung termasuk komoditi tanaman pangan yang memiliki peranan penting

baik sebagai kebutuhan bahan pangan, pakan ternak dan industri dalam negeri yang

setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan

perkembangan industri pangan dan pakan, sehingga fungsinya menjadi sangat

penting dan strategis dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

28

Pelaksanaan kegiatan SL-PTT Jagung diperlukan pengawalan teknologi yang

dilakukan oleh peneliti, penyuluh dan teknisi untuk mengamati perkembangan dan

pertumbuhan tanaman di lapangan berdasarkan parameter seperti pertumbuhan

tanaman dan produksi masing-masing varietas unggul baru (VUB) yang

dikembangkan.

Ditinjau dari sumberdaya yang dimiliki, Sumatera Selatan masih memiliki

potensi untuk meningkatkan produksi jagung terutama di lahan pasang surut dalam

rangka mendukung program Kementerian Pertanian melalui pendekatan Sekolah

Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Hal ini dapat diwujudkan dengan

pengenalan beberapa VUB jagung hibrida, pengawalan teknologi, pembuatan petak

percontohan (display varietas), pembuatan juknis, narasumber dalam pelatihan

maupun pertemuan-pertemuan kelompok yang didahului dengan koordinasi yang

intensif dengan Dinas/instansi terkait baik di tingkat propinsi/kabupaten dalam

menentukan atau menetapkan lokasi kegiatan.

Kegiatan SL-PTT Jagung hibrida di Propinsi Sumatera Selatan dilaksanakan di

Kabupaten Muara Enim, Kecamatan Gelumbang seluas 100 ha yang tersebar di 4 desa

pada agroekosistem lahan kering yag melibatkan petani dan kelompoknya serta mulai

tanam padi bulan Juni setelah panen tanaman sayuran. Varietas unggul baru (VUB)

yang ditanam adalah Bisi 2 dengan produktivitas 3,1 ton/ha sedang pada display

varietas yang ditanam adalah Bisi 2 produktivitas 3,3 ton/ha, Bima 3 produktivitas 3,4

ton/ha, Bima 5 produktivitas 3,2 ton/ha, Bima 6 produktivitas 3,5 ton/ha, Bima 20

produktivitas 3,2 ton/ha dan Bima 19 URI produktivitas 3,3 ton/ha.

Pertanaman jagung Pembuatan kompos untuk jagung

29

2.3.23. Pendampingan Program Strategis Kemtan PTT Kedelai di Wilayah Sumsel

Salah satu strategi untuk meningkatkan produksi kedelai adalah melalui

pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) kedelai. Tujuan kegiatan

pendampingan tahun 2014 adalah : 1). Memberikan pendampingan dan pengawalan

teknologi pada kegiatan SL-PTT kedelai di Sumatera Selatan, 2). Meningkatkan

koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan pendampingan SL-PTT kedelai di Sumatera

Selatan, 3). Memperlihatkan dan memberikan contoh kepada petani/masyarakat

keunggulan dan tata cara penerapan teknologi budidaya kedelai spesifik yang

direkomendasikan dalam bentuk demplot sosialisasi VUB.

Ruang lingkup kegiatan meliputi: 1). Koordinasi dan sosialisasi kegiatan

pengawalan dan pendampingan, 2). Memberikan informasi PTT kedelai dalam bentuk

bahan cetakan kepada petugas lapang, 3). Pembuatan demplot sosialisasi VUB

kedelai seluas 1 (satu) ha yang dilaksanakan pada lahan petani dibawah bimbingan

BPTP Sumatera Selatan melalui pendekatan PTT, 4). Menjadi narasumber pada saat

pelatihan atau pertemuan kelompok di tingkat kabupaten, BPP serta desa, gelar atau

temu lapang yang diselenggarakan bersama dengan Dinas Kabupaten, 5).

Memberikan supervisi teknologi pada denfarm yang dilaksanakan oleh Dinas

Kabupaten.

Secara umum Kegiatan Pendampingan dilaksanakan untuk mendukung

kegiatan SL-PTT Kedelai di Propinsi Sumatera Selatan, sedangkan secara khusus

pendampingan difokuskan mendukung kegiatan SL-PTT Kedelai di Kabupaten Lahat.

Waktu pelaksanaan dimulai dari bulan Januari sampai Desember 2014. Produktivitas

tertinggi tanaman kedelai dicapai di lokasi demplot di Desa Banjar Sari sebesar 2,4

t/ha menggunakan Varietas Anjasmoro lebih tinggi dari produktivitas pada lokasi LL

yang mencapai 1,799 t/ha serta loksi SL yang hanya mencapai 1,592 t/ha di

Kecamatan Merapi Timur. Pemenuhan paket bantuan saprodi yang lengkap (full

package) dilakukan untuk peningkatan produktivitas selain pembinaan dan

pendampingan teknis.

30

Pelatihan petani Petak percontohan kedelai

2.3.24. Penyusunan Kalender Tanam (Katam) Padi Sawah Propinsi Sumatera Selatan

KATAM disusun secara khusus untuk mendukung Program Peningkatan

Produksi Beras Nasional (P2BN) dan program ketahanan pangan pada umumnya

dalam upaya menghadapi keragaman (variabilitas) dan perubahan iklim yang semakin

tidak menentu dan sulit diprediksi. Analisis data BMKG menghasilkan peta Kalender

Tanam dengan empat kemungkinan (skenario) kondisi dan potensi iklim, yaitu :(1)

kondisi eksisting yang biasa dilakukan oleh petani, (2) potensi pada tahun basah (TB),

(3) potensi pada tahun normal (TN), dan (4) potensi pada tahun kering (TK).

Penentuan kondisi dan potensi iklim suatu kabupaten pada tahun tertentu akan

dilakukan berdasarkan data prakiraan BMKG. Tujuan dari kegiatan ini adalah: a) Satu

set varietas, kebutuhan benih unggul padi, luas dan potensi lahan, rekomendasi

kebutuhan pupuk, data iklim serta organisme pengganggu tanaman (OPT) per

kecamatan di Sumatera Selatan, b)Tersosialisasi kalender tanam terpadu per

kabupaten di Sumsel tahun 2014 dan c). Satu set database kalender tanam terpadu

per kecamatan di Sumsel tahun 2014.

Dari hasil evaluasi KATAM I, II dan III untuk wilayah Sumsel diketahui bahwa

sebaran hujan sepanjang tahun 2014 berada pada kisaran normal sampai atas normal.

Musim tanam padi terluas jatuh pada MT I atau pada musim hujan. Sementara itu

kelemahan dari KATAM yang telah tersusun masih ada kekeliruan penentuan musim

tanam utamanya dikaitkan dengan kondisi agroekosistem setempat. Kabupaten OKI

dan OI yang wilayahnya sebagian besar adalah lahan lebak dan juga lahan kering

untuk OKI, jadwal tanam padi dominan adalah sepanjang tahun, untuk itu maka

KATAM Sumsel masih perlu penyempurnaan untuk aplikatif ke depan.

31

Sosialisasi KATAM

2.3.25. Pendampingan Program Strategis Kemtan PSDSK di Wilayah Sumsel

Kegiatan PSDSK di Sumatera Selatan tahun 2014 telah dilakukan di Sekolah

Peternakan Rakyat (SPR) 1111 OKI, Kecamatan Mesuji Raya, Kabupaten OKI. Desa

Talang Kemang, Kecamatan Rantau Bayur, Kabupaten Banyuasin dan SPR 1111

Banyuasin, Kecamatan Betung, Kabupaten Banyuasin. Jumlah peternak yang terlibat

60 orang dengan jumlah ternak 140 ekor sapi.

Kegiatan yang dilakukan, yaitu pelatihan peternak dan demplot penggemukan

di Desa Suka Sari dan Talang Kemang. Pelatihan yang dilakukan, yaitu, perkawinan,

pembuatan pakan lengkap (complete feed) fermentasi, kesehatan, perkandangan dan

pembuatan kompos. Bahan yang digunakan untuk pembuatan pakan lengkap

fermentasi, yaitu : dedak padi, pelepah dan daun kelapa sawit, batang pisang,

rumput, sabut dan lumpur sawit, serta molase. Cara membuat pakan lengkap

fermentasi, yaitu: pelepah dan daun kelapa sawit, batang pisang, rumput dan sabut

dicacah terlebih dahulu menjadi ukuran yang lebih kecil. Bahan tersebut kemudian

dicampur dengan bahan lain sampai merata. Setelah merata bahan tersebut

dimasukkan ke dalam drum sambil dipadatkan. Setelah penuh ditutup rapat-rapat dan

disimpan di tempat teduh minimal selama 21 hari.

Hasil pembuatan pakan lengkap (complete feed) fermentasi: bau harum, warna

hijau kecoklatan, tidak berjamur. Hasil ini menunjukkan bahwa pembuatan pakan

lengkap fermentasi berhasil dengan baik. Pakan ini dapat disimpan dalam jangka

waktu lama dan penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Sementara itu

bahan untuk pembuatan kompos, yaitu: kotoran sapi dan sisa pakan. Cara pembuatan

kompos: Kotoran sapi kering dan sisa pakan digiling terlebih dahulu dengan

menggunakan appo. Setelah halus bahan tersebut dicampur sambil dipercikan air yang

telah diberi mikroba dekomposer. Setelah campur merata adukan ini kemudian ditutup

dengan terpal dan dibalik setiap satu minggu sekali selama empat minggu. Hasil

32

pembuatan kompos: tidak berbau, warna hitam dan tekstur lembut. Kompos ini dapat

digunakan untuk pupuk tanaman perkebunan, pangan dan hortikultura. Rerata

pertambahan bobot badan harian untuk sapi yang diberi pakan lengkap fermentasi

sebesar 0,3 kg sedangkan untuk sapi dengan pakan sesuai kebiasaan petani sebesar

0,1 kg.

Pakan fermentasi untuk pakan sapi 2.3.26. Pendampingan Percepatan Penerapan Teknologi Tebu Terpadu (P2T3) di Wilayah Sumsel

Sumatera Selatan termasuk dalam wilayah yang telah dinilai kesesuaian

lahannya untuk pengembangan tebu di luar pulau Jawa. Terdapat dua kabupaten di

Sumatera Selatan yang telah digunakan untuk budidaya tebu, yaitu kabupaten Ogan

Ilir dan Ogan Komering Ulu Timur. Produksi tebu rakyat di Sumatera Selatan rata-rata

52,7 ton per hektar dan rendemen rata-rata 7,14 %.

Kegiatan pendampingan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan petani

dalam budidaya tebu, sehingga diharapkan produktivitas tebu rakyat dapat mencapai

90 ton/ha dan rendemen dapat dipertahankan di atas 7 %. Pendampingan dilakukan

dalam bentuk pembuatan demplot bongkar ratoon seluas 2 hektar di kelompok tani

Sugar Jaya, Desa Tanjung Seteko, Kecamatan Inderalaya, Kabupaten Ogan Ilir.

Teknologi yang diintroduksikan adalah tanam juring tunggal dan juring ganda dengan

komponen teknologi sesuai Panduan Pendampingan dan Pengawalan Percepatan

Penerapan Teknologi Tebu Terpadu.

Olah tanah dimulai dengan bajak tanah pada awal bulan Juli 2014. Bajak

dilakukan dua kali dan dilanjutkan dengan kair. Penanaman dilakukan pada akhir

bulan Juli 2014 hingga bulan Desember 2014, kegiatan yang telah dilaksanakan di

lokasi demplot setelah tanam berupa pemupukan (2 kali), pembumbunan (2 kali), dan

pengendalian gulma (1 kali secara kimia dan 1 kali secara mekanis). Sedangkan panen

direncanakan dilakukan pada bulan Agustus 2015.

33

Pertanaman tebu juring ganda Pertanaman tebu juring tunggal 2.3.27. Produksi, Distribusi dan Penguatan Kelembagaan Benih Padi di Sumsel

Varietas unggul merupakan salah satu teknologi yang berperan penting dalam

peningkatan kuantitas dan kualitas produk pertanian. Kontribusi nyata varietas unggul

terhadap peningkatan produksi padi Nasional antara lain tercermin dari pencapaian

swasembada beras pada tahun 1984. Hal ini terkait dengan sifat-sifat yang dimiliki

oleh varietas unggul padi, antara lain berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama dan

penyakit utama, umur genjah sehingga sesuai dikembangkan dalam pola tanam

tertentu, dan rasa nasi enak (pulen) dengan kadar protein relatif tinggi. Adapun tujuan

dari kegiatan ini adalah 1). meningkatkan produksi, mutu dan distribusi benih sumber

(benih pokok, benih sebar) padi agar selalu terjamin ketersediaannya sesuai dengan

kebutuhan pengguna, 2). Mempercepat pengembangan varietas unggul yang mampu

meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu hasil serta mewujudkan

pengembangan sistem perbenihan dan produksi padi, 3). Memantapkan kelembagaan

perbenihan untuk menjamin distribusi benih berjalan dengan cepat dan tepat, 4).

Mendukung upaya penyediaan benih unggul bermutu berbantuan bagi petani.

Kegiatan produksi benih sumber dilaksanakan dari bulan Januari sampai

Desember 2014 di lahan sawah irigasi Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dan di

kabupaten Musi Rawas (Mura). Untuk Sentra Prosesing Unit ditempatkan di Kebun

Percobaan Kayuagung. Secara teknis, waktu pelaksanaan kegiatan lapangan

menyesuaikan dengan kondisi lapangan.

Perbanyakan Benih Sumber Padi Klas FS, SS, dan ES direncanakan

menggunakan varietas Inpago 4; 8; Inpari 15;20; 22; 23; Inpara 6 (klas BS), Inpari 6,

Inpari 22; 26; 27; 28; Inpara 6 (Klas FS), dan Inpari 20, Situbagendit, Mekongga

dengan luas tanam 25 hektar, rencana target produksi benih dari varietas tersebut

adalah 6 ton kelas FS, 15 ton kelas SS dan 30,48 ton kelas ES. Luas tanam untuk

perbanyakan benih sumber padi di lahan irigasi seluas 19 ha di Kabupaten OKUT

34

dengan menggunakan varietas Inpara 6, Inpari 6, Inpari 15; Inpari 20, Inpari 22,

Inpari 26 dan mekongga, sedangkan 6 ha di kabupaten Mura dengan menggunakan

varietas Inpago 4, Inpago 8; Inpari 22, Inpari 27, Inpari 28, dan varietas Situbagendit.

Data yang dikumpulkan meliputi data keragaan pertumbuhan dan hasil, kemudian

ditabulasikan dan dianalisa (kuantitatif). Hasil akhir kegiatan perbanyakan benih yang

ditanam dilahan irigasi menghasilkan gabah kering giling sebesar 27.778 kg gabah

kering giling, yang terdiri dari 22.910 kg dari kabupaten OKUT dari varietas Inpara 6

sebesar 1.000 kg, Inpari 22 (1.600 kg), Inpari 15 (1.350 kg), Inpari 20 (650 kg)

termasuk kelas FS, sedangkan Inpari 6 (10.040 kg), Inpari 22 (2.200 kg), Inpari 26

(830 kg) termasuk kelas SS, selanjutnya Inpari 20 (2.200 kg) dan varietas Mekongga

(3.040 kg) termasuk klas ES. Sedangkan hasil dari kabupaten Mura sebesar 4.868 kg,

yang terdiri Klas FS: dari Inpago 4 (363 kg), Inpago 8 (500 kg), sedangkan Klas SS:

Inpari 22 (2.365 kg), dan Inpari 28 (640 kg), dan klas SS, varietas Situbagendit

(1.000 kg).

Pertanaman Benih sumber Penjemuran gabah

35

III. PENUTUP Pada Tahun 2014 di BPTP Sumsel terdapat 14 kegiatan penelitian/pengkajian,

1 kegiatan analisis kebijakan, 3 kegiatan diseminasi dan 11 kegiatan pendampingan.

Kegiatan-kegiatan tersebut diupayakan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya. Selain itu

juga terdapat kegiatan kerjasama, operasionalisasi penggunaan kebun percobaan,

laboratorium, perpustakaan, pengelolaan benih sumber dan pelaksanaan kegiatan

perkantoran sehari-hari baik dalam melayani kepentingan staf BPTP terlebih lagi untuk

melayani kepentingan pengguna (petani, dan stakeholder terkait).

Pelaksanaan kegiatan juga tidak terlepas dari berbagai kendala seperti cuaca

yang pada bulan-bulan tertentu sangat ekstrim, hama dan penyakit tanaman serta

aspek kelembagaan yang masih terbatas dari segi kualitas, dan realisasi pencairan

dana yang terlambat akibat revisi anggaran juga berdampak pada kelancaran

pelaksanaan kegiatan.

Perencanaan dan perancangan kegiatan yang matang, peningkatan kualitas

SDM secara berkelanjutan yang mampu mengiringi perkembangan zaman,

peningkatan sarana dan prasarana akan menjadikan output kegiatan semakin

bermanfaat dan berdampak luas.