lapkas bone tumor

43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bone Tumor 2.1.1. Etiologi penyebab sebagian besar tumor tulang masih belum diketahui, namun perubahan genetik, seperti pada tumor lain, memiliki peranan. 4 Radiasi, infark tulang, paget disease, inflamasi kronik dihubungkan dengan tumor tulang. Sementara itu penyebab keganasan yang lebih jarang adalah paparan bahan-bahan tertentu (misalnya kromium, nikel, kobalt, aluminium, titanium, methyl- methacrylate dan polietilen), namun belum terbukti secara pasti. Akhir-akhir ini perhatian terfokus pada sedikit kasus mengenai osteosarcoma yang dilaporkan meningkat dalam hubungannya dengan implanted metallic hardware dan prostesis sendi. Tetapi data epidemiologi untuk hubungan causatif masih terbatas maupun disimpulkan. 4,5 2.1.2. Klasifikasi bone tumor Klasifikasi Neoplasm-like Lesion of bone: 6 1. Osteogenic a. Osteoma (ivory exostosis) b. Single osteochondroma (osteocartilaginous exostosis) c. Multiple osteochondromata (multiple hereditary exostose) d. Osteoid osteoma 3

Upload: anjar-nuryanto

Post on 18-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas Bone Tumor

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Bone Tumor

1.1.1.Etiologi

penyebab sebagian besar tumor tulang masih belum diketahui, namun

perubahan genetik, seperti pada tumor lain, memiliki peranan.4 Radiasi, infark

tulang, paget disease, inflamasi kronik dihubungkan dengan tumor tulang.

Sementara itu penyebab keganasan yang lebih jarang adalah paparan bahan-bahan

tertentu (misalnya kromium, nikel, kobalt, aluminium, titanium, methyl-

methacrylate dan polietilen), namun belum terbukti secara pasti. Akhir-akhir ini

perhatian terfokus pada sedikit kasus mengenai osteosarcoma yang dilaporkan

meningkat dalam hubungannya dengan implanted metallic hardware dan prostesis

sendi. Tetapi data epidemiologi untuk hubungan causatif masih terbatas maupun

disimpulkan.4,5

1.1.2.Klasifikasi bone tumor

Klasifikasi Neoplasm-like Lesion of bone:6

1. Osteogenic

a. Osteoma (ivory exostosis)

b. Single osteochondroma (osteocartilaginous exostosis)

c. Multiple osteochondromata (multiple hereditary exostose)

d. Osteoid osteoma

e. Benign osteoblastoma (giant osteoid osteoma)

2. Chondorgenic

a. Enchondroma

b. Multiple enchondromata (Ollier’s dyschondroplasia)

3. Fibrogenic

a. Subperiosteal cortical defect (metaphyseal fibrous defect)

b. Nonosteogenic fibroma (nonossifying fibroma)

c. Monostotic fibrous dysplasia

3

Page 2: Lapkas Bone Tumor

4

d. Polyostotic fibrous dysplasia

e. Osteofibrous dysplasia (Campanacci syndrome)

f. Brown tumor (hyperparathyroidism)

4. Angiogenic

a. Angioma of bone (hemangioma and lymphangioma)

b. Aneurysmal bone cyst (ABC)

5. Uncertain origin

a. Simple bone cyst (unicameral bone cyst/UBC)

Klasifikasi true primary neoplasms of bone:6

1. Osteogenic

a. Osteosarcoma (osteogenic sarcoma)

b. Surface osteosarcoma (parosteal sarcoma; periosteal sarcoma)

2. Chondrogenic

a. Benign chondroblastoma

b. Chondromyxoid fibroma

c. Chondrosarcoma

3. Fibrogenic

a. Fibrosarcoma of bone

b. Malignant fibrosis histiocytoma of bone

4. Angiogenic

a. Angiosarcoma of bone

5. Myelogenic

a. Myeloma of bone (multiple myeloma)

b. Ewing’s sarcoma (Ewing’s tumor)

c. Hodgkin’s lymphoma of bone

d. Non-hodgkin’s lymphoma (reticulum cell sarcoma)

e. Skeletal reticuloses (Langerhan’s cell histiocytoses)

f. Leukemia

6. Uncertain origin

a. Giant cell tumor of bone (osteoclastoma)

Page 3: Lapkas Bone Tumor

5

1.1.3.Manifestasi klinis

Manifestasi tumor tulang tidaklah spesifik, karena lamanya waktu yang

dibutuhkan dari timbul hingga tumor terdiagnosa. Nyeri, bengkak dan general

discomford merupakan gejala kardinal yang mengarah pada diagnosa tumor

tulang. Namun, keterbatasan gerak dan fraktur spontan juga memiliki arti

penting.5

1. Nyeri

Nyeri biasanya merupakan gejala paling umum pada hampir semua

keganasan tulang. Apabila fraktur spontan tidak terjadi, gejala biasanya

timbul lambat. Awalnya pasien merasakan tearing neuralgia-like pain,

yang mungkin diartikan sebagai nyeri reumatik. Meskipun gejala

awalnya terjadi secara intermiten dan hanya saat istirahat, nyeri dapat

menjadi semakin intens, mengganggu tidur saat malam, menyebar ke

sendi terdekat dan sering disalahartikan sebagai artritis atau fenomena

pascatrauma.

Intensitas nyeri yang lebih lanjut dirasakan persisten dan seperti ditusuk.

Selama progresivitas penyakit, nyeri semakin menyiksa dan tidak

tertahankan sehingga membutuhkan terapi opiat.

Pada kasus dimana terjadi penekanan pada nerve trunks atau nerve

plexuses, pasien dapat merasakan nyeri yang menyebar. Nyeri yang

spesifik terjadi bila tumor berlokasi pada tulang belakang dan

menyebabkan gejala kompresi radiks atau spinal dengan paralisis.

2. Bengkak

Gejala terpenting kedua pada tumor tulang adalah bengkak, dimana

sering memiliki durasi yang panjang, terutama neoplasma benigna, dan

tidak memberikan keluhan lain. Deskripsi konsistensi dari bengkak

penting dilakukan, misalnya kasar, kenyal padat atau lembek.

Pengukuran besar bengkak juga diperlukan. Pembengkakan tumor

mungkin dapat menyebabkan perubahan kulit, meliputi kulit yang tegang

mengkilat dengan pelebaran vena, livid, hipertermi, stria pada kulit dan

terkadang ulserasi.

Page 4: Lapkas Bone Tumor

6

Mobilitas tulang, subkutis dan otot di atas tumor juga harus diperiksa.

Semakin rendah mobilitasnya, semakin mengarah kepada suatu

keganasan.

3. Keterbatasan gerak

Mobilitas dapat terbatas pada kasus dimana lesi dekat dengan sendi,

seperti pada osteoblastoma, chondroblastoma, GCT, dan semua tipe

sarcoma. Terkadang, bukan karena tumornya yang menyebabkan

keterbatasan gerak, namun adanya reaksi sinovitis pada sendi seperti

pada chondroblastoma yang dapat menyamarkan diagnosis.

4. Fraktur patologis

Adanya fraktur dapat didiagnosis awal, karena hal tersebut menyebabkan

pasien datang mencari pengobatan segera. Fraktur mungkin terjadi tanpa

adanya gejala yang lebih dulu yang sering terjadi pada kista juvenil dan

beberapa non-ossifying bone fibroma. Pada kasus tumor tulang maligna,

fraktur lebih jarang terjadi awal, karena biasanya terjadi pada stadium

lanjut dari tumor tulang osteolitik dan pasien merasakan nyeri, serta

adanya pertumbuhan tumor sebelumnya.

5. General symptom

Gejala ini meliputi demam, lelah, dan penurunan berat badan. Gejala

tersebut timbul lebih lambat pada tumor ganas dan hampir tidak terjadi

pada tumor jinak.

1.1.4.Diagnosis

Karena primary true neoplasm of bone, terutama yang ganas jarang terjadi.

Dokter harus waspada akan adanya kemungkinan suatu neoplasma sebagai

diagnosis banding jika terdapat keadaan nyeri yang tidak bisa dijelaskan

(unexplained pain), bengkak, benjolan, atau penurunan fungsi. Jadi kecurigaan

awal atau diagnosis sementara dari true neoplasm dapat dilakukan oleh primary

care physician atau secondary care. Pasien yang dicurigai adanya tumor harus

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (termasuk biopsi). Untuk mendiagnosis suatu

lesi yang dicurigai keganasan pada tulang diperlukan anamnesis (umur pasian,

Page 5: Lapkas Bone Tumor

7

riwayat keluarga, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang),

pemeriksaan fisik, pencitraan, pemeriksaan laboratorium, staging neoplasma, dan

biopsi.6-8

1. Anamnesis

a. Umur pasien

Biasanya umur pasien memberikan informasi berharga terhadap

diagnosis tumor tulang karena sebagian besar tumor tulang memiliki

predileksi untuk umur tertentu.5,8

Tabel 2.1. Peak age predilection dari lesi tulang8

b. Riwayat penyakit

Riwayat adanya trauma lokal sering disebutkan oleh pasien dengan

neoplasma muskuloskeletal. Neoplasma yang tumbuh lambat

(slowly growing neoplasm) dan neoplasm-like lesion jarang

menyebabkan gejala kecuali karena lokasinya, adanya neoplasma

tersebut mengganggu fungsi jaringan sekitar, atau terdapat

komplikasi yakni fraktur patologis.

Nyeri merupakan gejala yang signifikan terhadap neoplasma ganas

dengan pertumbuhan cepat (rapidly growing malignant neoplasm).

Awalnya ringan dan intermiten, nyeri kemudian menjadi progresif

Page 6: Lapkas Bone Tumor

8

menjadi berat dan konstan, sampai pada titik menganggu tidur

pasien. Hal ini dapat disebabkan karena tensi atau tekanan pada

periosteum dan endosteum yang sensitif. Riwayat adanya nyeri

yang berat tiba-tiba biasanya mengindikasi adanya fraktur

patologis, dan mungkin merupakan manifestasi pertama pada area

tulang yang lemah karena adanya neoplasma tulang.6

2. Pemeriksaan fisik

Pembengkakan lokal atau benjolan dapat dideteksi dengan inspeksi saat

lesi menonjol keluar melebihi batas tulang yang normal atau dapat

dideteksi dengan palpasi. Pembengkakan lesi benigna biasanya tegas dan

tidak lunak. Pada neoplasma maligna dengan pertumbuhan cepat

bengkak lebih difus dan sering lunak. Pada lesi yang vaskular, vena

superfisial terlihat berdilatasi dan kulit yang melingkupi teraba hangat.

Jika lesi dekat dengan sendi, fungsi sendi tersebut dapat terganggu dan

mungkin juga nyeri keterbatasan gerak sendi.6

Gambar 2.1. Dilatasi vena superfisial

Page 7: Lapkas Bone Tumor

9

3. Pemeriksaan pencitraan dan korelasi dengan patologi

Untuk mendiagnosis suatu neoplasm-like lesion dan true neoplasm of

bone dapat digunakan metode diagnosis dengan pencitraan termasuk foto

polos (plain radiography), tomografi polos (plain tomography) , CT,

MRI, dan scintigraphy (bone scan).

a. Plain radiography

Plain radiography dengan 2 posisi dapat digunakan sebagai metode

pencintraan awal untuk lesi yang dicurigai neoplasm like lesion dan

true neoplasm of bone. Rontgen dapat menentukan lokasi dan ukuran

lesi, resorbsi tulang, batas lesi (baik batas yang jelas atau kabur),

reaksi tulang terhadap lesi, dan efek lesi pada korteks (tidak ada,

ekspansi, penetrasi). Terkadang lesi yang tidak dicurigai, terutama

neoplasm-like lesion atau neoplasma benigna yang asimtomatik

ditemukan kebetulan pada rontgen dengan tujuan lain, misalnya

cedera.6,8

1) Lokasi lesi

Sebagian besar tumor tulang baik jinak maupun ganas sering

timbul pada suatu tempat tertentu, misalnya tulang panjang, tulang

pipih, tulang aksial atau tulang apendikular. Beberapa tumor

memiliki predileksi pada tulang yang cepat tumbuh, biasanya di

daerah metafisis (misalnya osteosarcoma), sementara tumor lain

cenderung mengikuti distribusi sumsum tulang (misalnya ewing’s

sarcoma). Lebih lanjt, suatu lesi di tulang panjang dapat dibedakan

berdasarkan lokasi longitudinal (epifisis, metafisis, diafisis)

maupun tranversal (meduler, kortikal, jukstakortikal). Sebagai

contoh, simple bone cyst dan nonossifying fibroma timbul didaerah

metafisis, namun simple bone cyst cenderung pada medular,

sedangkan nonossifying fibroma pada kortikal. Lebih lanjut, simple

bone cyst biasanya berada di dalam kavitas medular, sedangkan

aneurysmal bone cyst lebih berada di pinggir kavitas medula.

Tetapi, pada tulang pendek maupun tulang tubular tipis, seperti

Page 8: Lapkas Bone Tumor

10

metakarpal, metatarsal, falang, dan fibula, keseluruhan tulang dapat

terkena, sehingga terkadang sulit untuk menentukan bagian tulang

mana lesi tersebut bermula.

Gambar 2.2. Lokasi bone tumor8

2) Batas lesi

Lesi pada tulang ada yang berbatas tegas dan adapula yang

memiliki batas tidak tegas. Batas lesi dan zona transisi atara lesi

dan bagian tulang yang sehat merupakan faktor yang menentukan

apakah lesi tersebut agresif atau tidak. Lesi dengan batas tegas dan

memiliki zona transisi yang sempit secara radiologi dianggap

nonagresif, terutama bila batas lesi memiliki batas sklerotik

(sclerotic border).8

3) Reaksi periosteal

Adanya reaksi periosteal yang terlihat dari pemeriksaan radiologis

penting dalam menentukan karakteristik lesi tulang. Reaksi

periosteal yang solid atau unilamelar merupakan penampakan

untuk lesi yang nonagresif karena mengindikasikan lesi

dibawahnya memiliki pertumbuhan lambat dan memberikan

kesempatan tulang untuk membatasi lesi. Pada lesi dengan

Page 9: Lapkas Bone Tumor

11

pertumbuhan lambat ke dalam tulang, permukaan dalam dari kortek

secara berangsur-angsur terkikis dari dalam. Pada waktu yang

sama, periosteum bereaksi dengan mendeposisi tulang di luar.

Kombinasi ini menghasilkan adanya ekspansi tulang.8

Gambar 2.3. Reaksi periosteal unilamelar8

Ketika periosteum terangkat oleh neoplasma yang telah mengikis

korteks, hal ini menyebabkan pembentukan sudut dimana

periosteum yang terelevasi dan tulang menjadi satu/melekat.

Bentuk segitiga dari tulang reaktif ini sering disebut segitiga

Codman’s.

Gambar 2.4. Segitiga Codman’s

Page 10: Lapkas Bone Tumor

12

Elevasi periosteum pada suatu tingkat menstimulasi pembentukan

lapisan berturut-turut dari reaksi periosteal. Fenomena ini disebut

“onion skin” appearance.

Gambar 2.5. Reaksi periosteal multilamelar

Karena neoplasma maligna tumbuh cepat diatas batas korteks,

pembuluh darah turut mengikuti dan tumbuh dengan pola radial

dari korteks. Baik neoplasma tulang dan reaksi periosteal

membentuk pembuluh yang radial ini, yang disebut sunburst

appearance.

Gambar 2.6. Reaksi periosteal perpendikular

Page 11: Lapkas Bone Tumor

13

4) Opasitas dan mineralisasi

Patologi neoplasm like lesion dan true neoplasm of bone terefleksi

baik dengan perubahan densitas dalam penampakan rontgen tulang

dan jaringan lunak. Tumor dapat berupa litik, sklerotik/blastik

maupun campuran.

Sel neoplastik sendiri tidak dapat merusak tulang, namun

keberadaannya menginisiasi resorbsi tulang oleh osteoklas lokal.

Sel neoplasma tertentu juga menginisiasi deposisi osteoblastik

lokal pada tulang normal, menjadi tulang yang reaktif. Sel

neoplastik pada grup neoplasma osteogenik mampu memproduksi

osteoid dan tulang, dimana dirujuk menjadi tumor tulang. Pada

rontgen terlihat refleksi proporsi bervariasi dari resorbsi tulang

(osteolisis) dan deposisi tulang (osteosklerosis).

Lesi geografik dimasukkan ke dalam tipe 1 dan dapat dibagi lagi

menjadi tipe 1a (batas tegas dengan lingkaran sklerotik/sclerotic

rim), tipe 1b (batas tegas tanpa lingkaran sklerotik) dan tipe 1c (lesi

litik fokal dengan batas tidak tegas). Lesi infiltratif memiliki batas

yang tidak tegas dan zona transisi yang luas. Pola destrukri tulang

dapat “moth-eaten” (tipe 2) atau “permeated” (tipe 3), dimana

terlihat destruksi tulang litik yang kecil, tidak sempurna, dan batas

tidak tegas

Gambar 2.7. Lesi geografik tipe 1a

Page 12: Lapkas Bone Tumor

14

Gambar 2.8. Lesi geografik tipe 1b

Gambar 2.9. Lesi geografik tipe 1c

Page 13: Lapkas Bone Tumor

15

Gambar 2.10. Lesi tipe 2 moth eaten

Gambar 2.11. Lesi tipe 3 permeated

Tulang yang lemah oleh destruksi lokal (resorbsi osteoklas) dari

berbagai sebab lebih gampang fraktur daripada tulang normal.

Komplikasi ini disebut fraktur patologis karena terjadi pada daerah

tulang yang abnormal atau patologis. Jika proses regenerasi dari

penyembuhan fraktur lebih cepat daripada proses destruktif

Page 14: Lapkas Bone Tumor

16

neoplasma, fraktur patologis dapat menyatu. Jika terjadi

sebaliknya, fraktur patologis tidak pernah menyatu.

Pada neoplasma maligna dengan pertumbuhan cepat, mungkin

reaksi periostealnya sedikit atau tidak ada, dimana pada

penampakan radiologis terdapat defek osteolitik. Ini terjadi pada

tipe osteolitik metastasis tulang. Neoplasma primer tertentu,

terutama karsinoma prostat mendorong reaksi osteoblastik cepat

ketika metastasi ke tulang dan memproduksi metastasis tipe

osteoblastik atau osteosklerotik.

True cyst ( kavitas yang mengandung gas atau cairan) pada tulang

hanya simple bone cyst, yang merupakan neoplasm like lesion. Lesi

osteolitik lain mungkin terlihat kistik pada radiologi, tetapi karena

mereka mengandung jaringan tumor, mereka merupakan lesi solid.

Opasitas lesi berdasarkan radiologi juga dipengaruhi oleh

mineralisasi dari matriks. Matriks yang dimaksud adalah jenis-jenis

jaringan dari tumor, seperti osteoid, chondral, fibrous, atau adiposa

dimana kesemuanya memiliki penampakan radiolusen. Mineralisasi

merupakan kalsifikasi dari matriks tersebut.

5) Ukuran dan jumlah

Ukuran lesi dapat menjadi petunjuk untuk menentukan diagnosis

karena beberapa entitas memiliki ukuran tertentu, misalnya osteoid

osteoma dan osteoblastoma secara histologi mirip, namun berbeda

ukurannya. Nidus pada osteoid osteoma memliki diameter kurang

dari 1,5 cm, sedangkan osteoblastoma memiliki diameter lebih dari

1,5 cm.

Jumlah lesi juga dapat menjadi petunjuk. Tumor tulang primer

terjadi soliter, sedangkan abnormalitas lain mungkin dapat

multipel.

6) Keterlibatan cortical

Lesi yang bermula didalam korteks, korteks dapat dipengaruhi oleh

proses yang berasal dari kanal medula atau periosteum atau

Page 15: Lapkas Bone Tumor

17

jaringan lunak sekitar. Sebagai contoh, karena ekspansi proses

dalam medula, dapat menyebabkan erosi pada permukaan dalam

korteks, disebut endosteal scalloping. Jika lesi dalam medula

sanagat agresif sehingga mengikis bagian dalam korteks tanpa

memberikan kesempatan periosteum untuk membentuk tulang

baru, korteks akan hancur. Di lain pihak, jika tulang memiliki

waktu membuat periosteum baru dilapisan luar korteks karena

bagian dalam sudah terkikis, tulang akan nampak membesar.

Tergantung dari agresivitas lesi, kortek yang melebar (balloned

cortex) mungkin memiliki ketebalan normal atau tipis.

Proses yang bermula dari lapisan permukaan luar korteks, baik

pada periosteum maupun jaringan lunak sekitar dapat mengikis

permukaan luar korteks. Proses ini dinamakan saucerization.

7) Komponen jaringan lunak

Adanya komponen jaringan lunak dengan lesi pada tulang memberi

kesan adanya proses keganasan. Tumor mungkin menghancurkan

korteks karena perluasaanya atau mungkin menenmbus kanal

harvest untuk mencapai jaringan lunak sekitar.

Beberapa tanda radiologis ini terkadang merupakan tanda patogmonik

yang diberikan pada jenis-jenis neoplasma tertentu (sunburst

appearance mengindikasi osteosarcoma, onion skin appearance

mengindikasi ewing’s sarcoma) tanda ini tidak berarti spesifik atau

konstan. Sebagai konsekuensi, spot diagnosis pada radiologi tunggal

lebih pintar daripada bijaksana. Semua data harus terkorelasi untuk

mendapatkan ketetapan diagnosis.

b. Tomografi konvensional

Metode pencitraan ini menyediaan gambaran dari seri potongan

jaringan pada kedalaman yang bervariasi dari permukaan kulit.

Potongan sedemikian, setiap potongannya fokus pada level tertentu,

Page 16: Lapkas Bone Tumor

18

yang membantu sekali dalam evaluasi abnormalitas dalam jaringan

dengan kontras tinggi seperti tulang. Meskipun tomografi ini telah

diganti kedudukannya oleh CT atau MRI, masih memiliki tempat di

RS dimana modalitas yang lebih mahal tidak ada.

c. CT

Dengan CT, jaringan dengan densitas yang berbeda lebih jelas

dibedakan dengan radiasi yang lebih kurang daripada tomogragrafi

konvensional. Pada sistem muskuloskeletal, CT lebih disukai untuk

akurasi menggambarkan lokasi dan perluasan lesi, termasuk “skip”

lesion dan ekstensi jaringan lunak dalam tulang. CT juga menyediakan

detail tulang lebih baik pada daerah yang dalam seperti pelvis atau

tulang belakang. Ini lebih berguna dalam mendeteksi area yang

mengalami ossifikasi dan kalsifikasi dan fraktur patologis yang halus.

Sebagai tambahan, CT scan dada memperlihatkan metastase ke paru

yang kecil dimana tidak bisa terlihat pada rontgen.

d. MRI

Keuntungan yang paling signifikan pada MRI dibandingkan CT

adalah menggunakan non-ionizing radiofrequency radiation

dibandingkan radiasi ion. Hal ini memberikan gambaran yang lebih

baik pada jaringan lunak, termasuk sumsum tulang, juga sebagian

besar saraf dan pembuluh darah serta hubungan antara neoplasma

dengan struktur tersebut. Ini juga menyediakan data fiologis dan

anatomis (utamanya jika dikombinasi dengan agen kontras dan

spectroskopi). Lesi sumsum tulang memiliki intensitas sinyal rendah

pada T1-weighted images (terlihat gelap), sementara perluasan

jaringan lunak dan neoplasma jaringan lunak memiliki intesitas sinyal

tinggi (terlihat terang) di T2-weighted images. Sebagai pengecualian

pada generalisasi ini, lemak (termasuk lipoma) memiliki intensitas

sinyal tinggi pada T1 dan T2 weighted images, dan sebagian besar

Page 17: Lapkas Bone Tumor

19

fibrous lesion memiliki intensitas sinyal rendah pada T1 dan T2

weighted images. MRI terutama berguna dalam staging neoplasma

maligna.

e. Scintigraphy (bone scan)

Bone scan menggambarkan perubahan dalam aliran darah lokal dalam

tulang, termasuk derajat aktivitas metabolik lokal. Terutama

peningkatan pembentukan tulang. Daerah yang terjadi peningkatan

ambilan radionuclide disebut hot spots. Scintigraphy sangat berguna

dalam memperlihatkan lesi, baik benigna maupun maligna, yang

sangat vaskular. Bone scan pada seluruh seluruh tubuh telah

mengganti radiographic skeletal surveys dalam deteksi multiple lesion

di tulang lain, juga polystotic fibrous dysplasia dan metastasis ke

tulang.

4. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lanjutan yang relevan dapat membantu dalam

membedakan dengan diagnosis banding lain. Pemeriksaan laboratorium

yang dapat dilakukan antara lain sebagi berikut:

a. Darah rutin, termasuk hitung jenis leukosit

b. LED, sering meningkat pada ewing’s sarcoma

c. Kalsium serum, meningkat pada multiple myeloma dan metastatic

bone disease

d. Fosfor serum, menurun pada hiperparatiroidsm (dengan brown tumor)

e. Serum alkaline phosphatase, meningkat pada osteosarcoma dan

paget’s disease

f. Serum acid phosphatase, meningkat pada karsinoma prostat

(menyebar diatas kapsul)

g. Prostatic spesific antigen (PSA), meningkat pada karsinoma prostat

h. Serum protein electrophoresis, pola abnormal pada multiple myeloma

dan metastatic bone disease

Page 18: Lapkas Bone Tumor

20

i. Protein bence jones pada urin, meningkat pada multiple myeloma

5. Staging dari neoplasma tulang

Enneking membuat suatu sistem untuk staging neoplasma tulang.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan staging

neoplasma meliputi rontgen, CT scan (lokal dan dada), MRI, dan

scintigraphy (bone scan).

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam staging lesi meliputi:

a. Derajat histologi lesi: benign (seperti nonosteogenic fibroma),

potentially malignant (seperti giant cell tumor), low-grade malignancy

(locally agressive but metastasizes late, seperti parosteal sarcoma atau

chondrosarcoma), high-grade malignancy (locally very aggresive and

metastasizes early, seperti osteosarcoma dan fibrosarcoma).

b. Ukuran lesi dan apakah terbatas pada satu kompartemen, seperti

tulang (intrakompartemen) atau telah meluas ke satu atau lebih

kompartemen jaringan lunak (ekstrakompartemen)

c. Apakah lesi sudah metastasis

Untuk neoplasma maligna, staging dapat dikelompokkan menjadi:

a. Low grade malignancy

1) Intracompartemental

2) Extracompartemental

b. High grade malignancy

1) Intracompartemental

2) Extracompartemental

c. Metastasis

Staging pada lesi yang dicurigai neoplasma tulang marupakan bagian

yang penting dalam evaluasi suatu lesi, terutama saat lesi dicurigai ganas.

Tujuan dari sistem staging adalah untuk menentukan prognosis suatu

lesi, baik dengan atau tanpa pengobatan, dan untuk merencanakan

Page 19: Lapkas Bone Tumor

21

metode terapi yang ideal (kemoterapi, radioterapi, atau reseksi bedah).

Lebih lanjut, sistem staging bermanfaat dalam standardisasi outcome

secara nasional dan internasional dari berbagai macam terapi. Staging

lesi sebaiknya lebih dahulu sebelum dilakukan biopsi karen biopsi dapat

merubah diagnostic images yang perlu untuk evaluasi staging.

1. Biopsi

Dalam mendiagnosis neoplasma atau neoplasma like lesion dari jaringan

muskuloskelatal, biopsi penting dilakukan untk menghindari 2 kesalahan

yang serius dalam hubungannya dengan terapi:1) salah menngenali suatu

keganasan (underdiagnosis), yang mana menghasilkan terapi yang tidak

adekuat; 2) mendiagnosis suatu neoplasma non-maligna sebagai suatu

neoplasma maligna (overdiagnosis), yang mana menghasilkan terapi

yang berlebihan.

Sampel biopsi harus adekuat dalam ukuran dan harus representatif

terhadap lesi. Open surgical biopsy lebih akurat daripada biopsi aspirasi.

Meskipun susah pada beberapa kasus seperti vertebra dimana open biopsi

membutuhkan operasi ekstensif.

1.1.1.Terapi

1. Pembedahan

Terapi yang paling efektif pada neoplasma muskuloskeletal adalah

reseksi dengan pembedahan (eksisi, ablasi) baik tunggal maupun

dikombinasikan dengan kemoterapi atau radioterapi pada neoplasma

maligna. Jenis-jenis prosedur pembedahan meliputi: reseksi intrakapsular

(intralesi), seperti kuretase; reseksi marginal (narrow margin beyond the

capsule); dan reseksi radikal (semua atau bagian besar tulang yang

terkena termasuk semua jaringan lunak yang terkena). Defek residu

setelah reseksi intrakapsular atau reseksi marginal mungkin memerlukan

bone grafts, sementara defek setelah reseksi lokal luas selalu

memerlukan graft.

Page 20: Lapkas Bone Tumor

22

Dua tipe utama dari reseksi radikal adalah limb-sparing (limb salvage)

dan amputasi (atau disartikulasi). Selama dekade terakhir, prosedur limb

sparing lebih sering dilakukan daripada amputasi atau disartikulasi.

Harapan hidup sama antara kedua tipe reseksi radikal, namun kriteria

maupun jumlah komplikasi berbeda. Pada prosedur limb-sparing,

kriterianya: tidak ada skip lesion (lesi tambahan di daerah yang lebih

proksimal dari tulang yang terkena); lesi pada tulang dan kompartemen

jaringan lunak yang terkena dapat direseksi (resectable) tanpa

membahayakan anggota tubuh yang lain; dan rekonstruksi defek residu

dapat dikerjakan. Jika kriteria tersebut tidak dapat dipenuhi pilihan yang

ada hanya amputasi atau disartikulasi. Rekonstruksi sebagian besar defek

residu yang terjadi pada prosedur limb-sparing dapat dipenuhi dengan

large bone allograft (dengan atau tanpa supplemental vascularized

autogenous bone grafts), arthrodesis (fusi tulang melewati daerah sendi

sebelumnya) atau endoprostesis yang custom-made (artificial metallic

device). Komplikasi yang terjadi pada allograft masif meliputi derajat

infeksi yang signifikan, delayed union (atau bahkan nonunion) dari graft

bone ke host bone, dan fraktur patologi lambat pada revaskularisasi yang

tidak komplit pada allograft. Pada custom-made endoprosthesis,

komplikasi meliputi late loosening dan mechanical failure. Metode lain

untuk rekonstruksi defek pada prosedur limb sparing dan anggota gerak

bawah pada anak-anak, utamanya laki-laki adalah rotationplasty Van nes

procedure. Meliputi pemendekan tungkai bawah melewati defek.

2. Kemoterapi

Peningkatan yang signifikan pada persentase harapan hidup anak-anak

dan dewasa dengan neoplasma maligna tulang karena penggunaan agen

kemoterapi yang efektif pada sel neoplasma maligna primer dan

mikrometastase klinis. Keberhasilan dari agen kemoterapi tergantung

dari beberapa faktor, meliputi aktivitas agen antineoplasma, mekanisme

kerja, dan biologis neoplasma. Regimen kemoterapi yang dikombinasi

Page 21: Lapkas Bone Tumor

23

dengan mekanisme kerja yang yang berbeda sering lebih efektif dalam

maksimalisasi jumlah sel neoplasma yang dibunuh.

Kemoterapi neoadjuvan diberikan sebelum operasi, sementara

kemoterapi adjuvan diberikan setelah operasi. Persentase sel yang

nekrosis dalam neoplasma yang direseksi setelah penggunaan kemoterapi

neoadjuvan menyediakan data yang berguna baik dalam efektivitas agen

kemoterapeutik dan prognosis untuk pasien tersebut.

Efek toksik baik kemoterapi neoadjuvan dan adjuvan meliuti

neutropenia, trombositopenia, komplikasi pada luka, infeksi, mual,

allopesia, dan keterlambatan penyembuhan (pada bone allograft). Efek-

efek ini reversibel setelah kemoterapi dihentikan.

Neoplasma maligna sangat bermacam-macam dalam sensitivitasnya

maupun responnya terhadap kemoterapi. Yang paling sensitif adalah

osteosarkoma, ewing’s sarcoma, malignant fibrous histiocytoma of bone,

dan childhood rhabdomyosarcoma. Chondrosarcoma, fibrosarcoma of

bone dan soft tissue sarcoma relatif resisten atau tidak responsif terhadap

kemoterapi.

Penggunaan agen terapeutik yang luas digunakan dapat dikategorikan ke

dalam 4 grup tergantung mekanisme kerjanya:

a. Alkylating agents (cyclophosphamide, cisplatin)

b. Antineoplasm antibodies (doxorubicin, actinomycin D)

c. Antagonis folat (methotrexate dengan citrovorum rescue)

d. Antimetabolites (mercaptopurine, 5-flurouracil/5-FU)

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menemukan agen

kemoterapeutik yang ideal, keefektivitasannya harus dilakukan dengan

uji meticulous double-blind, dan investigasi secara random clinical

outcome.

3. Radioterapi

Metode terapi ini sering dikombinasi dengan prosedur pembedahan,

kemoterapi adjuvan atau keduanya.

Page 22: Lapkas Bone Tumor

24

1.1. Aneurysmal Bone Cyst

1.1.1.Etiologi

Aneurysmal bone cyst (ABC) bukan merupakan true neoplasm namun

patogenesisnya belum diketahui.6 Tetapi terdapat teori yang menjelaskan

mekanisme patogenesis aneurysmal bone cyst yakni adanya gangguan pada

sirkulasi lokal yang menyebabkan peningkatan tekanan vena yang menyolok dam

perkembangan vascular bed menjadi berdilatasi dan membesar dalam daerah

tulang yang terkena. Namun, terdapat keikutsertaan abnormalitas kromosom

(translokasi 17p13) yang menyebabkan berhentinya maturasi dari osteoblas

disebabkan oleh ekspresi berlebihan dari USP6 (deubiquitinating enzymes) dan

disregulasi sinyal autokrin BMP(bone morphology protein).4,9

1.1.2.Karakteristik ABC

ABC dapat terjadi pada segala usia namun kebanyakan pasien didiagnosis

pada remaja dan dewasa muda (< 20 tahun).9 Neoplasma ini merupakan vaskular

soliter yang abnormal yang bermulai dari jaringan sumsum tulang kanselus.6 ABC

merupakan lesi benigna, sering terjadi pada metafisis tulang panjang, terutama

distal femur, proksimal tibia dan vertebral posterior bodies.3,6,9

ABC bersifat agresif/desktruktif lokal, cepat mengikis tulang kortikal dari

permukaan dalam. Pada waktu yang sama, reaksi periosteal tulang mendeposisi

permukaan luar yang menyebabkan terjadinya ekspansi, terlihat sebagai dilatasi

aneurisma, sehingga disebut aneurysmal bone cyst. Karena lesi mengandung

jaringan vaskular daripada cairan, sehingga ABC merupakan bukan true cyst. Jika

dibiarkan tidak diterapi ABC dapat mencapai ukuran yang membahayakan dan

mungkin bisa ruptur ke jaringan sekitarnya, memproduksi hematom.

1.1.3.Patologi

ABC mengandung jaringan seperti spon dari kanal vaskular yang besar

(spongelike network of large vascular channels) yang membawa sirkulasi darah

dan mungkin merupakan malformasi arterio-venosa. Secara histopatologi, ABC

terlihat sebagai kista hemoragik dan ruang cavernosa yang dikelilingi oleh septa

Page 23: Lapkas Bone Tumor

25

fibrosa yang terdiri dari spindle cells yang aktif bermitosis secara ringan-sedang

yang bercampur dengan osteoclast-like multinucleated giant cell.4,9,10 Kira-kira

95% ABC memiliki tipe histologi sama, sementara 5% sisanya merupakan solid

variants dimana cavernous channels and spaces tidak dapat diidentifikasi. Dalam

literatur, sekitar sepertiga kasus ABC mengandung unusual cartilage-like matrix

yang disebut blue bone. Nekrosis jarang terjadi jika tidak ada fraktur patologis

sebelumnya.4,9

Gambar 2.12. Histopatologi ABC

1.1.4.Diagnosis

Gejala dan tanda yang umum dikeluhkan adalah nyeri dan bengkak. Karena

ABC dapat meluas cepat, biasanya nyeri, pembengkakan teraba lunak, serta

fraktur patologi dari korteks yang tipis (thinned-out cortex) tidak jarang terjadi.

Apabila ABC terjadi di vertebra, dapat menimbulkan kompresi nervus dan

menyebabkan gejala neurologis. Pemeriksaan radiologi memperlihatkan lesi

besar, eksentrik, ekspansil dengan batas tegas, tipe osteolitik, dan sering

mengandung selubung tipis yang merupakan reaksi tulang pada bagian tepi. Pada

CT dan MRI dapat terlihat internal septa dan karakteristik fluid-fluid levels.

Page 24: Lapkas Bone Tumor

26

Gambar 2.13. Rontgen ABC6

Gambar 2.14. CT pada ABC4

1.1.5.Terapi

Dengan bantuan arteriografi, pembuluh darah pemberi utama (main feeder

vessels) dapat diidentifikasi dan diembolisasi, setelah itu, kuretase dan graft tulang

mungkin diperlukan. Dahulu, radioterapi direkomendasikan sebagai terapi, namun

tidak lagi karena terdapat resiko menjadi sarcoma akibat radiasinya (late

radiation-induced sarcoma). Rekurensi ABC persentasenya rendah dan regresi

spontan dapat terjadi mengikuti pembersihan yang tidak komplit.4,6, 9

Page 25: Lapkas Bone Tumor

27

BAB III

PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Nama lengkap : An. I

2. Jenis Kelamin : Laki-laki

3. Umur : 9 Tahun

4. Suku / Bangsa : Melayu/Indonesia

5. Agama : Islam

6. Pekerjaan : Pelajar SD kelas 2

7. Alamat : Parit Rahmat RT 049 RW 16 Punggur Kecil

8. Status Perkawinan : Belum Kawin

9. Masuk Rumah Sakit : Kamis/20 Juni 2013

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama :

Bengkak pada tungkai bawah sebelah kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan bengkak pada tungkai bawah sebelah kiri

sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Bengkak dirasakan semakin

membesar dari bawah ke atas. Bengkak teraba keras. Bengkak disertai

nyeri. Nyeri mulai dirasakan sejak 1 bulan sebelum masukk rumah sakit.

Nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri tidak timbul setiap hari. Nyeri terutama

saat malam hari. Nyeri terkadang menyebabkan pasien tidak bisa tidur saat

malam hari. Nyeri terasa ditusuk-tusuk pada bagian tungkai yang bengkak.

Nyeri makin lama semakin kuat, semakin sering, dan semakin lama.

Pasien mengaku tidak bisa berjalan karena nyeri.

Page 26: Lapkas Bone Tumor

28

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga pasien memiliki keluhan yang sama

5. Riwayat sosioekonomi

Pasien merupakan seorang pelajar SD kelas 2. Pasien tidak masuk sekolah

sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Kesan umum : tampak sakit

2. Tanda Vital

a. Kesadaran : CM

c. Nadi : 96 x /mnt, irama: regular, isi : cukup

d. Laju Nafas : 20 x /menit, tipe abdominotorakal

e. Suhu : 36,5 °c

3. Pemeriksaan Per Organ

a. Kulit : sianosis (-)

b. Kepala : deformitas (-)

c. Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

d. Telinga : otorea (-)

e. Hidung : rhinorea (-)

f. Mulut : bersih

g. Tenggorok : Hiperemis (-), Tonsil T1-T1

h. Leher : deviasi trakea (-)

i. Dada : simetris, deformitas (-)

j. Paru

Inspeksi : mengembang simetris

Page 27: Lapkas Bone Tumor

29

Palpasi : vocal fremitus simetris kanan dan kiri

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

k. Jantung

Inspeksi : IC tidak terlihat

Palpasi : IC teraba di SIC linea midclavicula sinistra

Perkusi : Kiri jantung di SIC linea midclavicula sinistra,

pinggang jantung di SIC 4 linea parasternalis

sinistra, kanan jantung di SIC 5 linea sternalis

dekstra

Auskultasi : BJ I dan II normal,

l. Abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : BU 4 X/ menit

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), Hepar, lien dan ginjal tidak

teraba

Perkusi : timpani di semua kuadran

m. Anus / Rektum: ampula rekti tidak kolaps, sfingter ani kuat.

n. Alat Kelamin : Tidak ada kelainan.

o. Ekstremitas : tumor pada distal cruris sinistra

p. Limfonodi : Pembesaran (-)

IV. STATUS LOKALIS

Regio distal cruris sinistra:

L : tumor (+), rubor (-), venektasi (+), kulit tegang mengkilat

F : massa padat batas tegas, kalor (+),nyeri tekan (-), pulsasi arteri

dorsalis pedis (+), pulsasi arteri tibialis posterior (+)

M : ROM terbatas

Page 28: Lapkas Bone Tumor

30

V. PROGRAM/PEMERIKSAAN PENUNJANG :

1. Darah rutin

WBC : 7,8

RBC : 3,93

Hb : 10,0 gr/dL

PLT : 312

2. BT : 2’30’’

CT : 7’30’’

3. Kimia darah

Albumin : 3,99 gr/dL

Protein total : 6,97 gr/dL

Natrium : 135 mmol/L

Kalium : 3,32 mmol/L

4. Ro Toraks PA

Cor pulmo tidak ada kelainan

5. Ro cruris sinistra

Gambar 2.15. Rontgen cruris sinistra

6. FNAB

Aneurysmal bone cyst

Page 29: Lapkas Bone Tumor

31

VI. DIAGNOSIS

Aneurysmal Bone Cyst (ABC)

VII. TERAPI/TATALAKSANA :

1. Reseksi/ eksisi tumor tibia

2. Boot cast

3. Terapi post operasi:

a. Ceftriaxone 2x1 gr

b. Kalnex 2 x

c. Ketorolac 2 x 10 mg

d. Ondansetron 2 x 4 mg

e. Tramadol 2 x

VIII. PROGNOSIS :

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam