lapkas anak fahri - edited
DESCRIPTION
Lapkas Anak Fahri - EditedTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
IDENTITAS PASIEN..................................................................................................4I. IDENTITAS..........................................................................................................4II. ANAMNESIS.......................................................................................................5III. PEMERIKSAAN FISIK.................................................................................10
3.1 Pemeriksaan Umum.....................................................................................103.2 Status Generalis...........................................................................................11
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG....................................................................14V. RESUME............................................................................................................14VI. DIAGNOSA BANDING..................................................................................15VII.DIAGNOSA KERJA.......................................................................................15VIII. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG...........................................15IX. PENATALAKSANAAN.................................................................................15X. PROGNOSIS....................................................................................................16
BAB II.........................................................................................................................22
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................22DEFINISI................................................................................................................22EPIDEMIOLOGI...................................................................................................22ETIOLOGI..............................................................................................................23PATOLOGI............................................................................................................24PATOGENESIS......................................................................................................24DIAGNOSIS............................................................................................................28DIAGNOSIS BANDING1.......................................................................................29KOMPLIKASI........................................................................................................29PENATALAKSANAAN........................................................................................31PENCEGAHAN......................................................................................................33PROGNOSIS..........................................................................................................34
BAB III........................................................................................................................35
ANALISA KASUS.....................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................37
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
Campak adalah suatu penyakit infeksi virus akut menular, ditandai oleh tiga
stadium: (1) stadium masa tunas sekitar 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan
gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi
(bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir
dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan
dan kaki.1
1.2 EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih
tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar
biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality
ratetelah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Transmisi campak terjadi melalui
udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada
minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai
hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang
akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak.2
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak
menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan
tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1- 4 tahun (77%).
Menurut kelompok umur kasus campak yang rawat inap di rumah sakit selama kurun
waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan proporsi yang terbesar dalam golongan
umur balita dengan perincian 17,6% berumur < 1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun,
20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun.1
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemik campak di Indonesia timbul secara
tidak teratur.Di daerah perkotaan epidemik campak terjadi setiap 2-4 tahun.Wabah
terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan
populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah.Telah
diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum,
sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai
2
adalah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-
lain (7,9%).1
1.3 ETIOLOGI
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan
genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip
dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring,
darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam
muncul. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi
apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus
kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada
temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam
temperatur 35˚C, beberapa hari pada suhu 0˚C, dan tidak aktif pada pH rendah.3
Measles, virus RNA beruntai tunggal negative yang berenvelope, merupakan
anggota genus Morbilivirus dari family Paramyxoviridae. Hanya ada satu
serotype.Virus ini mengkode enam protein structural, termasuk dua glikoprotein
transmembran, fusi (F), dan hemaglutinin (H), yang memfasilitasi perlekatan ke sel
penjamu dan masuknya virus. Antibodi terhadap F dan H bersifat memberikan
perlindungan.4
Gambar 1. Morbilivirus
Genus Morbilivirus terdiri dari virus campak (rubeola) pada manusia dan virus
canine distemper, virus rindepest pada lembu, dan morbilivirus akuatik yang
menginfeksi mamalia laut. Virus – virus tersebut secara antigen terkait satu sama lain
tetapi tidak dengan anggota genus lain. Protein F banyak terdapat pada morbilivirus,
sedangkan protein H menunjukkan variabilitas yang lebih luas.Virus campak
mempunyai hemaglutinin tapi tidak memiliki aktivitas neuramidase. Virus campak
3
menginduksi pembentukan inklusi intranuklear, sedangkan paramiksovirus yang lain
tidak. 5
1.4 PATOLOGI
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit., membran mukosa nasofaring,
bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat
serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear.
Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel
raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama
dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada
sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel
raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama
terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum
pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan
membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak
menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi
mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.6
1.5 PATOGENESIS
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus
yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama
infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama
pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran
pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya
viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus
campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang
lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit,
konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ
lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus
dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian
jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus
campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag.6
4
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media,
dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat
terjadi pada kasus campak. 3
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring
atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi
pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran
nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang
Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition
1.6 MANIFESTASI KLINIS
Infeksi pada pejamu yang tidak kebal hampir selalu simptomatik. Setelah masa
inkubasi sekitar 8-12 hari, penyakit campak biasanya berlangsung selama 7-11 hari
(dengan fase prodromal 2-4 hari diikuti oleh fase erupsi 5-8 hari).5
5
Gambar 2. Karakteristik campak
Demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari kelima atau
keenam pada puncak timbulnya ruam. Kadang kurva suhu menunjukkan gambaran
bifasik, ruam awal pada 24-48 jam pertama diikuti dengan turunnya suhu tubuh
sampai normal selama periode satu hari, kemudian diikuti dengan kenaikan suhu
tubuh yang cepat mencapai 400C pada waktu ruam sudah timbul diseluruh tubuh.
Pada kasus yang tanpa komplikasi, suhu tubuh turun mencapai suhu normal.7
Fase prodormal ditandai dengan demam, bersin, batuk, hidung berair, amta
merah, bercak Koplik, dan limfopenia.Batuk dan koriza menggambarkan reaksi
inflamasi berat yang mengenai mukosa saluran pernapasan.Demam dan batuk
menetap hingga muncul ruam dan kemudian menghilang dalam 1-2 hari.
Konjungtivitis umumnya disertai fotofobia.5
Dua hari sebelum ruam timbul, gejala Koplik’s spotyang merupakan tanda
patognomonis dari penyakit campak, dapat dideteksi.Lesi ini telah dideskripsikan oleh
Koplik (1896) sebagai suatu bintik berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah
terang, pada pertengahannya didapatkan noda berwarna putih keabuan. Timbulnya
Koplik’s spot hanya berlangsung sebentar kurang lebih 12 jam, sehingga sukar
terdeteksi dan biasanya luput pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis.7
6
Gambar 3. Koplik’s spot
Ruam timbul pertama kali pada hari ketiga sampai keempat dari timbulnya
demam.Ruam dimulai sebagai erupsi makulopapular eritematosa, dan mulai timbul
pada bagian atas samping leher, daerah belakang telinga, perbatasan rambut di kepala
dan meluas ke dahi. Kemudian menyebar ke bawah ke seluruh muka dan leher dalam
waktu 24 jam. Seterusnya menyebar ke ekstremitas atas, dada, daerah perut dan
punggung, mencapai kaki pada hari ketiga.Bagian yang pertama kena mengandung
lebih banyak lesi.Setelah tiga atau empat hari, lesi tersebut berubah menjadi berwarna
kecoklatan.Hal ini kemungkinan sebagai akibat dari perdarahan kapiler, dan tidak
memucat dengan penekanan.Dengan menghilangnya ruam, timbul perubahan warna
dari ruam menjadi berwarna kehitaman atau lebih gelap. Dan kemudian disusul
dengan timbulnya deskuamasi berupa sisik berwarna keputihan.7
Gambar 4. Ruam Makulopapular pada Campak
Campak yang termodifikasi biasanya terjadi pada individu dengan imunitas
yang belum sempurna, misalnya bayi dengan antibody maternal residual. Masa
7
inkubasi memanjang, gejala prodormal menghilang, bercak Koplik biasanya tidak
muncul, dan ruam ringan.5
DIAGNOSIS
Diagnosis campak dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi
dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki cirri khas, yaitu diawali
dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada tubuh, lengan dan kaki
bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami
hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema
di mukosa pipi yang merupakan tanda patonomonis campak (bercak
Koplik).Menentukan diagnosis juga perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak semua
kasus manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang mengidap gizi
kurang, ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien sudah
meninggal sebelum ruam timbul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang
berkelanjutan.1
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara
klinis sedangkan pemeriksaan penunjang hanya membantu, seperti pada pemeriksaan
sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, dan pada
pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang bermanfestasi tidak
khas disebut campak atipikal.1
Campak yang khas dapat didiagnosis berdasarkan latar belakang klinis,
diagnosis laboratorium mungkin diperlukan pada kasus campak atipikal dan
termodifikasi.5
1. Deteksi Antigen
Antigen campak dapat dideteksi langsung pada sel epitel dalam secret repirasi
dan urin. Antibodi terhadap nukleoprotein bermanfaat karena merupakan protein
virus yang paling banyak ditemukan pada sel terinfeksi
2. Isolasi dan Identifikasi virus
Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, secret pernapasan, serta
urin yang diambil dari pasien selama masa demam merupakan sumber yang sesuai
untuk isolasi virus.Virus campak tumbuh lambat, efek sitopatik yang khas (sel
raksasa multinukleus yang mengandung badan inklusi intranuklear dan
8
intrasitoplasmik) terbentuk dalam 7-10 hari.Namun isolasi virus sulit secara
teknik.
3. Serologi
Pemastian infeksi campak secara serologis tergantung pada peningkatan titer
antbodi empat kali lipat antaraserum fase-akut dan fase konvalensi atau terlihatnya
antibody IgM spesifik campak di dalam spesimen serum tunggal yang diambil
antara 1 dan 2 minggu setelah awitan ruam. ELISA, uji HI dan tes Nt semuanya
dapat digunakan untuk mengukur antibodi campak, walaupun ELISA merupakan
metode yang paling praktis.Bagian utama respons imun ditujukan untuk melawan
nucleoprotein virus.Pasien dengan panensefalitis sklerosa subakut menunjukkan
respon antibodi yang berlebihan, dengan titer 10-100 kali lipat lebih tinggi dari
peningkatan titer yang terlihat dalam serum konvalensi yang khas.
DIAGNOSIS BANDING1
1. Rubella
2. Demam skarlatina
3. Ruam akibat obat-obatan
4. Eksantema subitum
5. Infeksi Stafilokokus
KOMPLIKASI
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih
kecil.8 Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri.
Beberapa penyulit campak adalah1 :
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang
bertambah parah saat demam mencapai puncaknya.Ditandai dengan distress
pernapasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan
membaik dan gejala akan menghilang.
2. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri.Ditandai
dengan batuk, meningkatnya frekuensi napas, dan adanya ronkhi basah halus.
Saat suhu turun, jika disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan hilang,
kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari. Apabila suhu
9
tubuh tidak juga turun dan gejala saluran napas masih berlangsung, dapat
diduga adanya pneumonia karena bakteri yang mengadakan invasi pada sel
epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrate pada foto toraks dan
adanya leukositosis dapat meneggakan diagnosis. Di negara sedang
berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia
bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
3. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat
ruam keluar.
4. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologis yang paling sering terjadi, biasanya terjadi
pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam.Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam
1.000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%.Terjadinnya ensefalitis
dapat melalui mekanisme imunologik maupun invasi langsung virus campak
kedalam otak.Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan
iritabel.Keluhan nyeri kepala, frekuensi napas meningkat, twitching,
disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal
menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuclear,
peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
5. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute Sclerosing Panencephalitis merupakan kelainan degeneratif susunan
saraf pusat yang jarang disebabkan oleh virus campak yang persisten.
Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah
menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi
SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7
tahun. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual
yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat
mioklonik.Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antibody terhadap campak dalam serum (CF dan HAI)
meningkat (1:1280).Tidak ada terapi untuk SSPE.Rata-rata jangka waktu
timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
6. Otitis media
Invasi virus kedalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak.Gendang
telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika
10
terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus
akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.
7. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada
fase prodromal.Keadaan ini akibat invasi virus kedalam sel mukosa
usus.Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein
(protein losing enteropathy).
8. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan
adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan
fotofobia.Kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri.Virus campak atau
antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama
sakit.Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan
panoftalmitis hingga menyebabkan kebutaan.Dapat pula timbul ulkus kornea.
9. Sistem kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T,
kontraksi premature aurikel dan perpanjangan interval A-V.perubahan tersebut
bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian
cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder,
anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000
Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 100.000 Unit untuk anak usia >1
tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang
rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG
dan jumlah limfosit total.6
Indikasi rawat inap (di ruang isolasi) bila hiperpireksia (suhu >39,0˚C),
dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya komplikasi.8
1. Tatalaksana campak tanpa komplikasi9
Pada umumnya tidak memerlukan indikasi rawat inap
Terapi vitamin A
11
Berikan 50.000 IU (jika umur anak < 6 bulan), 100.000 IU (usia 6-11
bulan), atau 200.000 IU (usia 12 bulan – 5 tahun) diberikan secara oral
pada semua anak. Jika anak menunjukkan gejala pada mata akibat
kekurangan vitamin A atau dalam keadaan gizi buruk, vitamin A diberikan
3 kali (hari 1, hari 2, dan 2-4 minggu setelah dosis kedua).
Perawatan penunjang
Jika demam beri paracetamol.Berikan dukungan nutrisi dan cairan
sesuai dengan kebutuhan.Sementara itu, untuk konjungtivitis ringan
dengan cairan mata yang jernih, tidak perlu diberikan pengobatan. Jika
mata bernanah, bersihkan mata dengan kain katun yang telah direbus
dalam air mendidih, atau lap bersih yang direndam dalam air bersih.
Oleskan salep mata kloramfenikol atau tetrasiklin, 3 kali sehari selama 7
hari. Jangan menggunakan salep steroid.Kemudian jaga kebersihan mulut,
beri obat kumur antiseptic bila pasien dapat berkumur.
Kunjungan ulang
Minta ibu untuk segera membawa anaknya kembali dalam waktu dua
hari untuk melihat apakah luka pada mulut dan sakit mata anak sembuh,
atau apabila terdapat tanda bahaya.
2. Tatalaksana campak dengan komplikasi1
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu :
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam dosis
intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari
intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat
minum obat peroral. Antibiotik diberikan tiga hari demam reda.Apabila
dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat
kembali (3-4 minggu kemudian) karena uji tuberkulin biasanya negatif
pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed
hypersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.
Enteritis
12
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi.Pemberian
cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis +
dehidrasi.
Otitis media
Seringkali disebabkan oleh infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan
antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis).
Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid.Perlu
dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.
PENCEGAHAN
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulan atau lebih.1
Imunisasi Campak
Tahun 1954, Peenles dan Enders pertama kali berhasil mengembangbiakkan
virus campak pada kultur jaringan. Virus campak tersebut berasal dari darah kasus
campak bernama David Edmoston. Saat ini ada beberapa macam vaksin campak : (1)
monovalen, (2) kombinasi vaksin campak dengan vaksin Rubela (MR), (3) kombinasi
dengan mumps dan rubella (MMR), (4) kombinasi dengan mumps, rubella, dan
varisela (MMRV).7
Di Indonesia, sejak tahun 2004 imunisasi campak juga diberikan 2 kali, yang
pertama pada umur 9 bulan dan yang kedua pada program BIAS pada umur 6-7 tahun.
Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer,
pasien TB yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ, pengobatan
imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang terinfeksi HIV.
Anak yang terinfeksi HIV tanpa imunosupresi dan tanpa bukti kekebalan terhadap
campak, bisa mendapat imunisasi campak. 7
Dosis dan Cara Pemberian7
Dosis vaksin campak sebanyak 0,5 ml
Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan tapi dapat juga
diberikan secara intramuscular
Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk sekolah SD (Program BIAS)
13
PROGNOSIS
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan
penyulit maka prognosisnya baik. Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik,
tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita
penyakit kronis atau bila ada komplikasi.
Pada anak yang sehat, mortalitas jarang terjadi kecuali pada pasien
immunocompromised (HIV) atau pada malnutrisi, terutama defisiensi vitamin A.
mortalitas tertinggi didapat pada anak berusia dibawah 2 tahun.4
14
BAB II
IDENTITAS PASIEN
I. IDENTITAS
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam
Keluhan tambahan : Batuk, flu, nyeri menelan, sariawan, susah untuk makan,
diare, dan timbul bercak kemerahan pada wajah, tubuh,
tangan dan kaki.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien seorang anak perempuan berusia 10 tahun datang dengan keluhan
demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya 4 hari sebelum masuk
rumah sakit pasien merasakan demam sepanjang hari, dan menurut orang tua pasien
panas pasien semakin meningkat, tetapi orang tua pasien tidak mengukur suhu tubuh
pasien. Orang tua pasien sudah pernah membawa pasien ke puskesmas dan diberikan
obat, tetapi demam hanya turun sementara. Demam tidak disertai mengigil dan tidak
disertai nyeri sendi, mimisan, gusi berdarah ataupun tanda perdarahan lainnya.
Keluhan kejang, penurunan kesadaran dan sesak nafas pada pasien juga disangkal
oleh orang tua pasien. Demam disetai dengan gejala batuk dan flu yang dirasakan
bersamaan dengan demam pada hari pertama, Pasien mengakui batuknya tidak
berdahak, dan flu pasien mengeluarkan sekret kental berwarna putih. Orang tua pasien
mengakui adanya nyeri telan pada pasien tetapi orang tua pasien mengeluhkan pasien
susah untuk makan dikarenakan banyak sariawan di dalam mulut pasien..
Pada saat pasien dirawat di bangsal anak, hari ke 5 pasca demam pasien,
pasien mengeluhkan adanya bercak kemerahan yang disertai gatal muncul pertama
kali di di pundak kemudian perlahan lahan menyebar ke daerah wajah, leher, badan,
tangan dan kaki pasien. Pasien menyangkal ada riwayat alergi terhadap makanan
maupun obat-obatan. Riwayat penggunaan obat jangka panjang juga disangkal. Orang
tua pasien mengakui bahwa 7 hari sebelum pasien sakit, kakak pasien juga
mengeluhkan keluhan yang sama dan didiagnosa oleh dokter penyakit campak.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
15
Berdasarkan pernyataan orangtua, pasien tidak pernah mengalami keluhan
serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit demam lama disertai gangguan
pencernaan. Tidak ada riwayat demam berdarah. Tidak ada riwayat minum obat yang
membuat buang air kecil menjadi merah. Tidak ada riwayat penyakit yang diderita
sejak lahir seperti penyakit jantung bawaan, kelainan darah atau keganasan. Tidak ada
riwayat kehilangan darah seperti kecelakaan atau operasi. Tidak ada riwayat alergi
obat ataupun makanan.
Riwayat Penyakit keluarga
Orangtua pasien mengatakan bahwa kakak pasien memiliki keluhan serupa
dengan pasien dan didiagnosa oleh dokter penyakit campak, 7 hari sebelum pasien
timbul demam. Tidak ada riwayat penyakit kronis maupun riwayat penyakit
keganasan pada anggota keluarga lainnya.
Riwayat Kehamilan Ibu
Pasien merupakan anak kedua dari ibu P2G2A0 dengan usia kehamilan 40
minggu.
Ibu pasien mengatakan telah melakukan pemeriksaan kehamilan rutin ke bidan
puskemas dengan jumlah 1 kali saat trimester pertama, 1 kali saat trimester
kedua dan 2 kali saat trimester ketiga.
Selama kehamilan ibu mengaku dalam kondisi sehat, tidak mengonsumsi obat-
obatan, tidak pernah minum minuman beralkohol, dan tidak merokok.
Riwayat abortus dan lahir mati tidak ada
Riwayat kelahiran
Cara persalinan : Spontan
Berat lahir : 3.150 gram
Panjang lahir : 57 cm
Masa gestasi : Cukup bulan
Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis, bergerak aktif, warna
kulit tubuh tampak kemerahan
Nilai APGAR : Orang tua pasien tidak mengingat
Kelainan bawaan : Tidak ada
Kesan: riwayat kelahiran baik.
16
Riwayat Imunisasi
Jenis
ImunisasiI II III IV V VI
BCG 2 bulan
DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan 18 bulan
Polio Saat lahir 2 bulan 4 bulan 6 bulan 18 bulan
Hepatitis B Saat lahir 1 bulan 6 bulan
Campak Pasien belum Pernah vaksin
Kesan: imunisasi dasar lengkap tapi belum ada imunisasi untuk campak dan tidak
ada imunisasi tambahan
Riwayat Perkembangan Dan Pertumbuhan Anak
Perkembangan Psikomotor
o Tengkurap : 5 bulan
o Duduk : 7 bulan
o Berdiri : 9 bulan
o Berjalan : 12 bulan
o Bicara : 12 bulan
o Belajar makan minum sndiri : 16 bulan
Gangguan perkembangan mental/emosi : Tidak ada
Kesimpulan : Perkembangan dan pertumbuhan anak sesuai umur
Riwayat Makanan
Usia
( bulan )ASI / PASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 ASI -/- - -
17
2-4 ASI -/- - -
4-6 ASI -/- - -
6-8ASI + Susu
formulaBiskuit
Bubur
susu-
8-10ASI + Susu
formulaBiskuit
Bubur
susuNasi Tim
10-12ASI + Susu
formulaBiskuit
Bubur
susuNasi Tim
Kesan : asupan makanan cukup.
Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Penyakit Usia Penyakit Usia
Diare - Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang paru - Demam berdarah -
Tuberkulosis - Demam tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Pertusis -
Darah - Varicella -
Difteri - Biduran -
Asma - Kecelakaan -
Penyakit kuning - Operasi -
Batuk berulang - Lain-lain -
18
Riwayat keluarga
No UmurJenis
KelaminHidup
Lahir
MatiAbortus
Mati
(sebab)Keterangan
1 12 tahun Perempuan Ya - - - Sakit
2 10 tahun Perempuan Ya - - - Sakit (pasien)
Anggota keluarga lain yang serumah : Orang tua, satu kakak kandung
Status rumah tinggal : Rumah milik keluarga.
Keadaan rumah : Ventilasi baik, pencahayaan baik,
rumah dibersihkan 1 kali sehari.
Keadaan lingkungan : Perumahan warga padat, tidak
banjir, sanitasi kurang baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
3.1 Pemeriksaan Umum
Dilakukan pada tanggal 17 September 2015, pukul 14.00 WIB.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-Tanda Vital :
o Frekuensi nadi : 120 x/menit, reguler, equal, isi cukup
o Frekuensi nafas : 20 x/menit, regular, tipe pernapasan abdominotorakal
o Suhu tubuh : 38,3 °C
Antropometri:
o Tinggi badan : cm
o Berat badan : 16,6 kg
Berat badan ideal menurut usia : kg
Tinggi badan ideal menurut usia : cm
19
Status Gizi ( menurut grafik NCHS - WHO ) :
BB/U =
TB/U =
BB/TB =
Kesan status gizi : gizi baik.
3.2 Status Generalis
Kelenjar getah bening :
Tidak teraba kelenjar getah bening pada leher, kelenjar oksipital, submandibula,
supraklavikula, ketiak, lipat paha, maupun kelenjar getah bening di daerah lain.
Kepala :
Bentuk kepala normocephal dengan ubun-ubun besar sudah menutup. Rambut
hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
Wajah :
Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies. Kulit wajah pasien
tampak ruam kemerahan makulopapular
Mata :
Mata tampak sembab, kemerahan dan terdapat sekret di kedua mata, palpebra
tidak edem, konjungtiva hiperemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat isokor, reflex
cahaya langsung dan tidak langsung positif pada kedua pupil, lensa jernih, tidak
ada kelainan pada bola mata maupun penglihatan pasien.
Telinga :
Bentuk daun telinga normotia. Liang telinga didapati lapang, tidak nampak
adanya secret maupun serumen.
Hidung :
Bentuk hidung normal, tampak adanya sekret berwarna putih, kental. Tidak
tampak nafas cuping hidung.
Mulut :
Bibir kering, tidak sianosis. Mukosa mulut banyak stomatitis, lidah tidak kotor,
tidak tremor, gusi tenang. Faring hiperemis, tonsil tidak tampak hiperemis dengan
T1-T1. Tampak koplik spot.
Leher :
20
Pada leher tidak terdapat kelainan bentuk, kelenjar tiroid tidak teraba,. Trakea
terdapat di tengah. Pergerakan leher bebas. Terlihat ruam kemerahan
mukopapular pada pundak.
Thoraks :
Bentuk dada normochest. Terlihat ruam kemerahan makulopapular. Tidak
ditemukan adanya krepitasi maupun benjolan. Tulang-tulang iga intak dan sela
iga dalam batas normal.
Paru :
Pada inspeksi tampak gerakan nafas simetris dalam keadaan statis maupun
dinamis, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak tampak retraksi
Pada palpasi didapatkan vocal fremitus kanan dan kiri sama, ICS kanan
dan kiri sama
Pada perkusi didapatkan suara sonor pada seluruh lapang paru
Pada auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler di kedua lapang paru kiri
sama dengan kanan, tidak ditermukan wheezing, tidak ditemukan ronkhi.
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak nampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi :
o Batas jantung kanan : ICS V linea parasternal sinistra
o Batas jantung kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
o Batas pinggang jantung : ICS linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, tidak ada murmur, tidak ada
gallop
Abdomen :
Inspeksi : Tampak datar dan ruam kemerahan mukapapular , tidak
tampak kuning, tidak ada distensi abdomen, tidak ada pelebaran
pembuluh darah, tidak tampak gambaran usus, pergerakan usus maupun
benjolan.
Auskultasi : Bising usus positif normal.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
21
Palpasi : Supel, turgor kulit baik, tidak ada nyeri tekan, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal tidak teraba
Genitalia Eksterna
Tidak ada kelainan
Perkembangan pubertas : rambut pubis belum tumbuh
Ekstremitas :
Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada sianosis, tonus otot baik, kulit tampak
ruam kemerahan makulopapular di keempat ekstremitas, telapak tangan kanan
dan kiri tidak pucat, telapak kaki kanan dan kiri tidak pucat, panjang simetris,
clubbing finger tidak ada.
Kulit
Turgor baik di keempat ektremitas, ikterik tidak tampak, sianosis tidak ada,
eritema palmaris tidak ada, perfusi kurang dari 2 detik, tampak ruam
makulopapular diseluruh tubuh.
Pemeriksaan Neurologis
Refleks Fisiologis
Refleks Biseps : ++/++
Refleks Triseps : ++/++
Refleks Patella : ++/++
Refleks Achilles : ++/++
Refleks Patologis
o Refleks Hoffmann-Trommer : -/-
o Refleks Babinski : -/-
o Refleks Oppenheim : -/-
o Refleks Chaddock : -/-
Tanda Rangsang Meningeal
o Kaku Kuduk : -
o Brudzinski I : -/-
o Brudzinski II : -/-
o Kernig sign : -/-
22
o Laseque sign : -/-
23
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI:
Hemoglobin 12,6 12,0 – 15,5 g/dL
Hematokrit 38 37 – 47 %
Eritrosit 4,5 4,2 – 5,4 106/mm3
Leukosit 5,0 4,5 – 10,5 103/mm3
Trombosit 228 150 – 450 103/mm3
Eosinofil 2 0 – 6 %
Basofil 0 0 – 2 %
Netrofil batang 0 2 – 6 %
Netrofil segmen 64 50 – 70 %
Limfosit 25 20 – 40 %
Monosit 11 2 – 8 %
Anti Dengue IgG/IgM:
Anti Dengue IgM Negatif Negatif
Anti Dengue IgG Negatif Negatif
ELEKTROLIT:
Natrium (Na) 138 135 – 145 mmol/L
Kalium (K) 4,2 3,5 – 4,5 mmol/L
Klorida (Cl) 102 90 – 110 mmol/L
DIABETES:
24
Glukosa Darah Sewaktu 117 < 200 mg/dL
GINJAL-HIPERTENSI:
Ureum 19 13 – 43 mg/dL
Kreatinin 0,47 0,51 – 0,95 mg/dL
V. RESUME
Pasien anak perempuan berumur dengan berat badan kg datang ke RSUDZA
dengan keluhan utama febris sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya 4 hari
sebelum rumah sakit pasien merasakan febris sepanjang hari, dan menurut orang tua
febris semakin tinggi. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk dan flu dimana gejala
dirasakan bersamaan dengan demam pasien. Pasien mengakui flu pasien
mengeluarkan sekret kental berwarna putih. Pasien juga mengeluhkan adanya
odinofagi dan stomatitis pada mulut pasien yang menyebabkan pasien susah untuk
makan. Pada saat pasien dirawat hari ke 5 pasca demam, orang tua pasien
mengeluhkan munculnya ruam yang terlihat awalnya di pundak pasien kemudian
perlahan lahan menyebar ke daerah wajah, leher, badan, dan ekstremitas pasien.
Orang tua pasien telah membawa pasien ke puskesmas dan mendapatkan obat racikan
tetapi obat hanya menurunkan demam pasien sementara. Pasien belum pernah
mengalami keluhan serupa sebelumnya tapi di keluarga kakak pasien mengalami
keluhan serupa 7 hari sebelum keluhan pasien timbul. Riwayat imunisasi dasar pasien
tidak lengkap, tersisa imunisasi campak yang belum didapatkan oleh pasien.
Dari hasil pemeriksaan fisik,ditemukan terdapat peningkatan suhu tubuh
pasien sebesar 39,3°C. Pada wajah, leher, thoraks, abdomen tampak ruam kemerahan
makulopapular. Pada mata pasien tampak kemerahan dan konjungtiva pasien
hiperemis.
VI. DIAGNOSA BANDING
Morbili
Rubella
Eksantema subitum
25
VII.DIAGNOSA KERJA
Morbili
VIII. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diff count
Kadar elektrolit darah
Analisis gas darah
IX. PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi :
Tirah baring
Isolasi
Diet makanan lunak (ML) 1100 kalori kcal, terdiri dari karbohidrat 550 kcal,
protein 385 kcal, lemak 165 kcal
Farmakologi :
IVFD D5 ¼ saline 1050 cc/24 jam
Paracetamol 110 mg syrup 3 x 1 PO
Vitamin A 100.000 IU 1 x 1 PO
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
26
FOLLOW UP HARIAN
Tanggal Follow Up Terapi
S : Orangtua pasien mengatakan bahwa
pasien masih demam tapi sudah mulai
turun dibandingkan kemarin.. Nafsu
makan masih belum membaik. Mual
muntah tidak ada. Nyeri perut tidak
ada. Batuk masih ada, tidak berdahak.
Masih terdapat pilek tapi sudah
berkurang. Mata masih merah. BAB
masih cair berwana kuning kehijauan,
BAK normal
O : KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Frekuensi nadi :91x/mnt
Frekuensi nafas :22x/mnt
Suhu :37,80C
Kepala : normocephal
Mata : palpebra tidak edema,
konjungtiva tampakhiperemis, sklera
tidak ikterik, terdapat secret dikedua
mata
THT : liang telinga lapang, tidak ada
pernafasan cuping hidung, terdapat
sekret hidung berwarna putih dan kental,
faring tampak hiperemis, tonsil T1-T1
Mulut : mukosa bibir kering, lidah
IVFD D5 ¼ saline
1050 cc/24 jam
Paracetamol 110 mg
syrup 3 x 1 PO
Vitamin A 100.000
IU 1 x 1 PO
Diet makanan lunak
kalori 1100 kcal
27
bersih dan tidak terdapat perdarahan
gusi, dalam mulut tampak stomatitis dan
ad koplik spot
Leher : tidak terdapat pembesaran
KGB
Thorak : simetris, tidak ada retraksi
- Jantung : BJ I dan II murni, reguler,
tidak ada murmur dan gallop
- Paru : Suara nafas vesikuler kanan
dan kiri, tidak ada ronchi dan
wheezing
Abdomen: datar, bising usus positif
normal, tidak terdapat ascites, hepar dan
lien tidak teraba dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
detik, tidak ada edema dan sianosis.
Kulit : terdapat ruam makulopapular
A : Morbili
S : Orangtua pasien mengatakan bahwa
pasien masih demam tapi sudah mulai
turun dibandingkan kemarin.. Nafsu
makan masih belum membaik. Mual
muntah tidak ada. Nyeri perut tidak
ada. Batuk masih ada, tidak berdahak.
Masih terdapat pilek tapi sudah
berkurang. Mata masih merah. BAB
masih cair berwana kuning kehijauan,
BAK normal
IVFD D5 ¼ saline
1050 cc/24 jam
Paracetamol 110 mg
syrup 3 x 1 PO
Vitamin A 100.000
IU 1 x 1 PO
Diet makanan lunak
kalori 1100 kcal
28
O : KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Frekuensi nadi :86x/mnt
Frekuensi nafas :26x/mnt
Suhu :37,50C
Kepala : normocephal
Mata : palpebra tidak edema,
konjungtiva tampakhiperemis, sklera
tidak ikterik, terdapat secret dikedua
mata
THT : liang telinga lapang, tidak ada
pernafasan cuping hidung, terdapat
sekret hidung berwarna putih dan kental,
faring tampak hiperemis, tonsil T1-T1
Mulut : mukosa bibir kering, lidah
bersih dan tidak terdapat perdarahan
gusi, dalam mulut tampak stomatitis dan
ad koplik spot
Leher : tidak terdapat pembesaran
KGB
Thorak : simetris, tidak ada retraksi
- Jantung : BJ I dan II murni, reguler,
tidak ada murmur dan gallop
- Paru : Suara nafas vesikuler kanan
dan kiri, tidak ada ronchi dan
wheezing
Abdomen: datar, bising usus positif
29
normal, tidak terdapat ascites, hepar dan
lien tidak teraba dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3
detik, tidak ada edema dan sianosis.
Kulit : terdapat ruam makulopapular
A : Morbili
S : Orangtua pasien mengatakan bahwa
pasien demam sudah tidak ada. Nafsu
makan masih belum membaik. Mual
muntah tidak ada. Nyeri perut tidak
ada. Batuk masih ada, tidak berdahak.
Masih terdapat pilek tapi sudah
berkurang. Mata masih merah. BAB
masih cair berwana kuning kehijauan,
BAK normal
O : KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS=15)
Frekuensi nadi :91x/mnt
Frekuensi nafas :20x/mnt
Suhu :37,30C
Kepala : normocephal
Mata : palpebra tidak edema,
konjungtiva tampakhiperemis, sklera
tidak ikterik, terdapat secret dikedua
mata
THT : liang telinga lapang, tidak ada
pernafasan cuping hidung, terdapat
IVFD D5 ¼ saline
1050 cc/24 jam
Paracetamol 110 mg
syrup 3 x 1 PO
Diet makanan lunak
kalori 1100 kcal
30
sekret hidung berwarna putih dan kental,
faring tampak hiperemis, tonsil T1-T1
Mulut : mukosa bibir kering, lidah
bersih dan tidak terdapat perdarahan
gusi, dalam mulut tampak stomatitis dan
ad koplik spot
Leher : tidak terdapat pembesaran
KGB
Thorak : simetris, tidak ada retraksi
- Jantung : BJ I dan II murni, reguler,
tidak ada murmur dan gallop
- Paru : Suara nafas vesikuler kanan
dan kiri, tidak ada ronchi dan
wheezing
Abdomen: datar, bising usus positif
normal, tidak terdapat ascites, hepar dan
lien tidak teraba dan tidak ada nyeri
tekan.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3
detik, tidak ada edema dan sianosis.
Kulit : terdapat ruam makulopapular
A : Morbili
31
32
BAB III
ANALISA KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis morbili berdasarkan ditemukannya
keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit pada anamnesis. Demam
sepanjang hari dan demam dirasakan terus semakin meningkat . Pada saat dirawat di
rumah sakit pasien mengeluhkan keluhan ruam kemerahan diseluruh tubuh yang
diawali dari wajah dan disertai mata merah. Keluhan demam juga disertai dengan
batuk dan pilek. Hal ini sesuai dengan manifestasi klinis dari morbili yaitu flu dan
mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti
timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian
menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya
suhu tubuh. Berdasarkan anamnesis juga didapatkan faktor risiko penularan dari
kakak pasien yang mengalami keluhan serupa 7 hari sebelum keluhan pasien timbul.
Pada pemeriksaan fisik di temukan peningkatan suhu yaitu 39,30C. Pada
pemeriksaan mata ditemukan mata tampak merah dan konjungtiva tampak hiperemis
dan dari hidung terdapat lendir berwarna kental berwarna putih. Pada pemeriksaan
mulut didapatkan stomatitis dan koplik spot, faring hiperemis dan pada pemeriksaan
kulit ditemukan ruam makulopapular diseluruh tubuh, mulai dari wajah, dada,
abdomen dan keempat ekstremitas.
Sehingga dapat disimpulkan pada pasien ini terdapat kelompok gejala klinis dari
morbili 3C (cough, coryza, conjungtivitis), disertai demam dan timbul ruam
makulopapular yang khas pada morbili. Adanya demam dan ruam ini
mengindikasikan bahwa pasien menderita penyakit eksantema, yaitu suatu penyakit
yang bermanifestasi sebagai erupsi difus pada kulit yang berhubungan dengan
penyakit sistemik yang biasanya disebabkan oleh infeksi. Penyakit eksantema ini
sendiri diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan efloresensinya, yaitu penyakit
eksantema dengan gambaran eritema makulopapular dan penyakit eksantema dengan
erupsi papulovesikular.1,2
Ruam yang terdapat pada pasien merupakan ruam yang berbentuk makula dan
papula, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini menderita penyakit
eksantema dengan gambaran eritema makulopapular. Penyakit eksantema dengan
33
efloresensi eritema makulopapular dibagi menjadi dua, yaitu ruam makulopapular
yang terdistribusi sentral dan ruam makulopapular yang terdistribusi perifer. Penyakit
eksantema makulopapular yang terdisribusi sentral adalah penyakit eksantema dimana
ruam muncul mulai dari daerah kepala, leher, kemudian menyebar ke seluruh tubuh
atau menyebar ke perifer. Sedangakan penyakit eksantema dengan erupsi
makulopapular yang terdistribusi perifer adalah penyakit eksantema dimana ruamnya
ada di telapak tangan, telapak kaki, lutut, dan siku. Ruam pada pasien ini diakui
dimulai dari pipi dan leher, kemudian meluas ke dada dan lengan atas, yang pada
akhirnya saat perawatan di bangsal ruam semakin menjalar ke bagian perifer tubuh
(tangan dan kaki). Dari hal ini, penulis menyimpulkan bahwa pasien menderita
penyakit eksantema dengan ruam makulopapular yang terdistribusi sentral. Penyakit
yang memberikan gambaran eksantema makulopapular dengan distribusi diantaranya
adalah morbili, rubella, dan roseola.7
Ketiga penyakit yang telah disebutkan sebelumnya disebabkan oleh virus yang
ditandai dengan demam yang tiba-tiba tinggi. Untuk membedakan ketiga penyakit
tersebut, penulis menggali lebih dalam mengenai pola klinis ruam. Pada roseola, ruam
dimulai dari punggung kemudian meluas ke leher, ekstremitas atas, dan wajah,
sedangkan pada pasien ini diakui bahwa ruam dimulai dari daerah wajah dan leher
kemudian meluas ke dada dan lengan. Maka dari hal ini penulis dapat menyingkirkan
roseola sebagai diagnosis kerja. Selain itu demam pada pasien juga hanya mencapai
sekitar suhu 38oC, tidak seperti pada roseola dimana suhu dapat mencapai 40oC.
Walaupun pada pasien juga ditemukan tanda-tanda infeksi saluran napas (batuk, pilek,
ronkhi basah halus) seperti yang ditemukan pada roseola.6,7
Selain demam dan ruam, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri tenggorokan,
sariawan, batuk kering, pilek, mata merah, berair, kotor dan silau bila melihat cahaya.
Gejala-gejala penyerta ini cocok dengan gambaran morbili dan rubella. Tetapi pada
pasien ini, ruam tidak hilang dalam tiga hari, tidak seperti pada rubella sehingga
penulis menarik diagnosis morbili sebagai diagnosis kerja. Selain itu, dilihat dari
tampilan klinisnya, pasien tampak lemah, tidak seperti gambaran klinis pada rubella
dimana pasien tidak tampak terlalu lemah.
Jadi manifestasi klinis yang menguatkan penulis untuk menetapkan morbili
sebagai diagnosis kerja pada pasien ini dapat disimpulkan:
34
Demam :tiba-tiba tinggi, semakin lama semakin naik, suhu turun 2-3
hari setelah keluarnya ruam.
Ruam :efloresensi makulopapular, muncul pada hari ke-4 demam,
pada saat demam sedang tinggi, dimulai dari leher bagian
samping dan pipi, meluas ke dada, kemudiang ke punggung,
lengan, dan tungkai (ke perifer), memudar setelah 3 hari
menjadi hiperpigmentasi.
Coryza
Konjungtivitis
Batuk
Stomatitis aphtae yang menunjukkan bahwa mukosa juga diserang oleh virus
morbili
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, penulis juga menemukan bahwa
pasien juga mengalami infeksi saluran napas yang ditandai dengan batuk, pilek, dan
pada auskultasi paru ditemukan ronchi basah halus di basal kedua paru. Dari hal ini
penulis memikirkan adanya kemungkinan infeksi sekunder atau penyulit pada pasien
berupa bronkopneumonia. Menurut dan juga mengingat bahwa dari data
epidemiologi, bronkopneumonia merupakan penyulit yang paling sering terjadi pada
pasien morbili.2,3
Selain itu, temuan dari pemeriksaan laboratorium juga memperkuat adanya
infeksi virus yang ditandai dengan leukopenia dan peningkatan neutrofil batang.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini :3,4,5
1. Tirah baring
2. Pemberian cairan dan kalori
Pemeriksaan Morbili Rubella Roseola Infantum
Lab Darah Leukopenia
Limfositopenia
Serologi/kultur
virus (+)
Leucopenia
Trombositopenia
Limfositopeni
Rubella-specific
immunoglobulin
IgM dan IgG
Leukopenia
Serologi IgM, IgG
35
Pada pasien ini kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan pasien.
Berdasarkan rumus pemberian cairan rumatan diberikan cc/hari untuk pasien
dengan berat badan 16,6 kg. cairan yang diberikan pada pasien ini adalah D5
¼ salin. Sedangkan pemberian makanan pada pasien ini adalah diet lunak
dengan penghitungan kalori sebagai berikut:
RDA kalori =100 kcal x kg = kalori
Pemberian kalori tersebut terdiri dari 50% karbohidrat, 15% lemak dan 35%
protein.
3. Pemberian antipiretik bila diperlukan
Pada pasien ini diberikan paracetamol 110 mg 3 x 1 syrup (PO) jika suhu lebih
dari 37,50C. Paracetamol termasuk golongan antipiretik-analgetik yang
memiliki efek sebagai penurun panas dan penghilang nyeri. Hal ini sesuai
diberikan pada pasien ini karena terdapat peningkatan suhu tubuh.
4. Pemberian vitamin A
Pada pasien ini diberikan vitamin A 100.000 IU 1x1 PO, hal ini sesuai dengan
kepustakaan vitamin A 100.000 IU diberikan secara oral. Vitamin A diberikan
untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan
morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah
limfosit total.4,5
Prognosis quo ad vitam bonam karena penyakit pada pasien saat ini tidak
mengancam nyawa. Pada quo ad functionam bonam karena pada pasien ini, organ-
organ vital masih berfungsi dengan baik. Pada quo ad sanationam bonam karena
menurut kepustakaan pasien yang pernah mengalami morbili sekali akan
mendapatkan kekebalan seumur hidup terhadap morbili.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, Herry Garna, et al. 2012. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri Tropis. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
2. Rampengan, T.H. 2007. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Edisi 2. Jakarta:
EGC
3. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi
& Penyakit Tropis. Edisi I.Jakarta: Balai Penerbit FKUI
4. Gillespie, Stephen, Kathleen Bamford. 2009. At a Glance Mikrobiologi Medis
dan Infeksi. Edisi 3. Erlangga Medical Series
5. Brooks, Geo F, Janet S. Butel, et al. 2008. Jawetz, Melnick, and Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta: EGC
6. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds)
Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia.
Saunders. p.2283 – 2298
7. Soegijanto, Soegeng, Harsono Salimo. 2011. Campak dalam Pedoman
Imunisasi Di Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia
8. Pudjiadi, Antonius H, Badriul Hegar, et al. 2009. Campak dalam Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI
9. World Health Organisation. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
37