lap trauma panas
DESCRIPTION
wfbxTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Semua mahkluk hidup memiliki suhu optimal dimana mereka dapat
berfungsi dengan baik. Manusia sebagai mamalia berdarah panas merupakan salah
satu spesies yang dapat meregulasi suhu tubuhnya di batas yang optimal.
Walaupun suhu lingkungan berubah-berubah tetapi suhu lingkungan yang ekstrim
dapat menimbulkan luka-luka dan cedera pada berbagai organ tubuh kita. Kulit
sebagai barier pertama adalah yang pertama kali rusak. Tubuh mempunyai
mekanisme tertentu untuk selalu mempertahankan suhu tubuh ini. Jika suhu
lingkungan kita terlalu panas maka untuk mencegah kenaikan suhu tubuh. Kita
akan menghasilkan keringat. Keringat ini akan menguap dan dalam proses
menguap ini terbuang panas sehingga suhu tubuh kita akan selalu tetap.
Sebaliknya, jika suhu lingkungan kita terlalu dingin, maka tubuh kita akan
berusaha menghasilkan panas dengan cara melakukan kontraksi otot-otot yang
kita kenal dengan istilah menggigil. Akan tetapi, mekanisme ini ada batasnya. Jika
sudah mencapai batasnya maka tubuh kita tidak mampu lagi mentolerir suhu
lingkungan yang terlalu ekstrim.
Tujuan
1. Mengetahui tentang termoregulasi
2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi hipertermi
3. Mengetahui penanganan hipertermi
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan
hipotalamus bila mekanisme pengeluaran panas terganggu (oleh obat dan
penyakit) atau dipengarhui oleh panas eksternal (lingkungan) atau internal
(metabolik).
Sengatan panas (heat stroke) per definisi adalah penyakit berat dengan cirri
temperatur inti > 40 derajat celcius disertai kulit panas dan kering serta
abnormalitas sistem saraf pusat seperti delirium, kejang, atau koma yang
disebabkan oleh pajanan panas lingkungan (sengatan panas klasik) atau kegiatan
fisik yang berat.
Etiologi Hipertermi
“Hipertermia maligna”
Dapat menyebabkan kematian, akibat defek genetik yang heterogenpada
transport Ca di sarkoplasma, dengan mempengaruhi kanal pelepas Ca
(reseptor rianodin). Beberapa obat anestesi inhalasi (halotan, enfluran,
isofluran) dan pelemas otot depolarisasi (suksametonium klorida)
menimbulkan pelepasan Ca yang tiba-tiba dan berlebihan dari reticulum
sarkoplasma sehingga terjadi konstraksi otot menyeluruh dan tidak
terkoordinasi, dengan pemakaian O2 yang sangat tinggi dan pembentukan
panas yang luar biasa. Akibatnya, terjadi asidosis, hiperkalemia, takikardia,
aritmia dan hipertermia yang meningkat secara cepat. Bila dikenali secara
cepat, hipertermia maligna dapat diobati dengan baik melalui penghentian
obat anestesi dan/atau pelemas otot, dan disertai pemberian “dantrolen”
sehingga menghambat pelepasan Ca pada sel otot lurik, serta mendinginkan
tubuh.
“Heat cramps”
Terjadi bila orang mengerjakan kerja fisik yang berat pada suhu
lingkungan yang sangat tinggi (misalnya, pada pandai besi). Jika hanya air
yang hilang dan bukan garam, masih dapat digantikan.
“Sun Stroke”
Perlu dibedakan dari hipertermia karena terjadi akibat radiasi sinar
matahari yang langsung mengenai kepala dan leher. Keadaan ini
menyebabkan mual, pusing, sakit kepala hebat, hyperemia otak serta
meningitis serosa dan dapat berakhir dengan kematian. Kontak atau radiasi
panas dapat menyebabkan luka bakar derajat 1, 2 dan 3 (secara berurutan
timbul kemerahan, bula, atau nekrosis) pada kulit. Sengatan sinar matahari
yang sering dan hebat juga meningkatkan resiko melanoma.
Patofisiologi
Gradasi termal dapat dibedakan oleh paling sedikit 3 macam reseptor
sensorik, reseptor dingin, reseptor hangat dan resdeptor rasa nyeri. Reseptor rasa
nyeri hanhya di rangsang oleh gradasi panas atau dingin yang ekstrim sehingga
bersana denagn reseptor dingin dan resptor hangat bertanggug jawab terhadap
terjadinya sensasi membeku (freezing cold) dan senss\asi panas menyengat
(burning hot). Reseptor digin dan reseptor hangat terletak tepat di bawah kulit
yakni pada titik titik yang berbeda dan terpisah pisah. Pada sebagian besar daerah
tubuh jumlah titik dingin kira-kira 3 sampai 10 kali titik hangat dan pada berbagai
daerah tubuh jumlah reseptor bervariasi 15-25 titik dingin per cm pada bibir 3-5
titik dingin pada jari-jari dan kurang dari 1 titik dingin per mc2 pada permukaan
badan yang luas.
Pada aktivitas fisik yang berat (pembentukan panas tubuh meningkat)
dan/atau lingkungan yang panas, mekanisme pengaturan suhu pada organisme
menjadi sangat terbebani, terutama bila disertai kekurangan cairan dan
kelembapan udara yang tinggi. Berlawanan dengan keadaan demam, pada
hipertermia suhu inti tubuh tidak dapat lagi dipertahankan pada set level 37
drajatC. Saat berdiri, vasodilatasi (pembuluh darah melebar) menyebabkan
sebagian darah tertimbun di kaki dan volume ekstrasel menjadi berkurang karena
berkeringat. Akibatnya, curah jantung dan tekanan darah menurun, terutama
karena vasodilatasi pada kulit akan mengurangi resistensi (tahanan) pembuluh
darah perifer. Bahkan, pada suhu inti dibawah 39 drajatC dapat terjadi perasaan
lemas, pusing, mual dan kehilangan kesadaran akibat “penurunan tekanan darah”
(heat collapse). Posisi berbaring dan pemberian cairan dapat meningkatkan
kembali tekanan darah.
Keadaan yang lebih berbahaya adalah bila suhu inti tubuh mencapai 40,5
drajatC karena pada suhu tersebut otak sudah tidak dapat lagi menoleransinya.
Sebagai perlindungan dari “heat stroke/hilang kesadaran”, untuk sementara otak
dapat dipertahankan menjadi lebih dingin daripada bagian lain dari tubuh karena
suhu inti yang meningkat menyebabkan pengeluaran keringat yang hebat di
kepala (bahkan dengan dehidrasi), terutama pada wajah. Darah yang mengalami
pendinginan melalui cara ini mencapai sistem vena endokranial dan sinus
kavernosus, yang akan menurunkan suhu pada arteri di sekitarnya. Hal ini
tampaknya merupakan satu-satunya penjelasan terhadap fakta bahwa pada pelari
maraton yang mengalami peningkatan suhu inti samapi 41,9 drajatC dalam waktu
yang singkat tidak terkena “heat stroke”.
Bila terjadi peningkatan suhu inti dalam waktu yang lama antara 40,5 dan
43 drajatC, “pusat pengatur suhu” di otak tengah akan gagal dan pengeluaran
keringat pun terhenti. Akibatnya, terjadi disorientasi, sikap apatis (cuek ngga
sengaja), dan kehilangan kesadaran (heat stroke). “edema otak” yang disertai
dengan kerusakan sistem saraf pusat tanpa pertolongan yang cepat bisa
menimbulkan kematian. Risiko terutama terdapat pada anak-anak karena
perbandingan luas permukaan dengan massa tubuhnya lebih besar dibandingkan
orang dewasa, dan pada anak juga hanya sedikit produksi keringat. “pengobatan
heat stroke” dapat dilakukan dengan membawa pasien ke lingkungan yang lebih
dingin dan/atau berendam di air dingin. Tetapi permukaan tubuh tidak boleh
terlalu dingin karena dapat menyebabkan vasokonstriksi yang memperlambat
penurunan suhu inti. Bahkan, pengobatan “heat stroke” yang berhasil dapat
meninggalkan kerusakan menetap pada pusat pengaturan tubuh. Hal tersebut
membuat toleransi terhadap suhu lingkungan yang ekstrem menjadi terbatas di
masa mendatang.
Fungsi Kelenjar Keringat
Gangguan sistem termoregulasi dengan berkurang atautidaknya keringat
merupakan penyebab terpenting sengatan panas pada lingkungan panas. Respon
berkeringat terhadap stimulus panas dan neurokimia berkurang pada usia lanjut
dibanding pada usia dewasa muda. Juga terdapat ambang batas lebuh tinggi pada
usia lanjut untuk berkeringat. Pada kondisi stres panas, manusia mengaktifkan
kelenjar ekrin (di bawah kontrol kolinergik simpatis) dan kemampuan kelenjar itu
megneluarkan keringat untuk mengatur suhu tubuh. Meskipun terdapat variasi
luas antara individu dalam respon kelenjar keringat terhadap stimulus
farmakologis, terdapat pula stimulus yang berasal dari proses penuaan.
Pengaruh penuaan terhadap menurunnya fungsi kelenjar keringat terlihat jelas di
daerah dahi dan ekstremitas daripada di badan.
Aliran Darah Kulit
Respon aliran darah kulit terhadap pemanasan lokal langsung pada kulit
nonakral berkurang pada usia lanjut. Berkurangnya perfusi kulit pada usia lanjut
berkaitan dengan berkurangnya unit fungsional pleksus kapiler. Pada usia tua,
terjadi transformasi kulit dimana kulit menjadi lebih datar akibat berkurangnya
pembuluh darah mikrosirkuler di papilaris kulit dan pleksus vaskular superfisial.
Manifestasi Klinis
Sengatan panas memiliki ciri khas di mana suhu tubuh inti lebih dari 40,60
C disertai disfungsi sistem saraf pusat yang berat (psikosis, delirium, koma) dan
anhidrosis (kulit yang panas dan kering). Manifestasi dini disebut kelelahan panas
(heat exhaustion), tidak khas dan terdiri dari rasa pusing, kelemahan, sensasi
panas, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala dan sesak napas.
Komplikasi serangan panas mencakup gagal jantung kongestif dan aritmia
jantung, edema serebral dan kejang serta defisit neurologis difus dan fokal,
nekrosis hepatoseluler dan syok.
Penatalaksanaan
Tingkatan yang paling ringan dikenal dengan istilah heat cramps.
Gejalanya adalah kram otot yang amat menyakitkan. Biasanya terjadi pada otot
tangan atau kaki.
Pertolongan pertama yang bisa diberikan antara lain:
Pindahkan korban ke daerah yang lebih sejuk untuk beristirahat
Berikan air minum yang sejuk atau air minum dengan kandungan elektrolit
Regangkan dan pijat dengan lembut otot yang mengalami kram
Setelah kram otot menghilang, korban dapat kembali beraktivitas sambil
diawasi tanda-tanda perburukan menjadi heat exhaustion
Tingkatan berikutnya yang lebih berat dikenal dengan istilah heat
exhaustion. Gejalanya adalah kulit yang dingin, lembab atau memerah, sakit
kepala, mual, pusing, lemas dan lelah. Pertolongan pertama yang dapat diberikan
antara lain:
Pindahkan korban ke daerah yang lebih sejuk untuk beristirahat dengan
posisi yang nyaman baginya untuk beristirahat
Lepaskan pakaian tebal pada korban, jika perlu korban tidak usah
memakai pakaian
Kompres kulit korban dengan kain yang sudah dibasahi dengan air dingin
Jika korban sadar, berikan air minum yang sejuk dengan jumlah banyak
tapi tidak terlalu cepat, kurang lebih sekitar 1 gelas air setiap 15 menit
Awasi tanda-tanda perburukan menjadi heat stroke.
Tidak dianjurkan bagi korban untuk meneruskan aktivitasnya hari itu
Jika heat exhaustion tidak segera ditangani, maka dapat berlanjut ke
tingkatan yang terberat yang dikenal dengan istilah heat stroke. Gejalanya antara
lain kulit yang panas, memerah dan tidak berkeringat (kering), penurunan
kesadaran, denyut nadi yang cepat dan lemah, pernapasan yang cepat dan dalam.
Korban harus segera dibawa ke rumah sakit.
Pertolongan pertama yang bisa diberikan antara lain:
Pindahkan korban ke daerah yang lebih sejuk untuk beristirahat dengan
posisi yang nyaman baginya untuk beristirahat
Lepaskan pakaian tebal pada korban, jika perlu korban tidak usah
memakai pakaian
Kompres kulit korban dengan kain yang sudah dibasahi dengan air dingin
Kompres daerah pergelangan tangan, leher, ketiak dan lipat paha korban
dengan es batu yang dilapisi kain atau plastic
Awasi pernapasan dan denyut nadi korban, bersiaplah untuk melakukan
RJP.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hipertermia adalah peningkatan suhu inti tubuh manusia yang biasanya
terjadi karena infeksi. Hipertermia juga dapat didefinisikan sebagai suhu tubuh
yang terlalu panas atau tinggi. Umumnya, manusia akan mengeluarkan keringat
untuk menurunkan suhu tubuh. Namun, pada keadaan tertentu, suhu dapat
meningkat dengan cepat hingga pengeluaran keringat tidak memberikan pengaruh
yang cukup. Hipertermia cenderung lebih sering terjadi pada bayi dan anak di
bawah usia 4 tahun dan orang tua yang berumur 65 tahun ke atas. Selan itu, orang
yang kelebihan berat badan, sedang sakit, atau berada dalam pengobatan tertentu
juga memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami hipertermia. Suhu tubuh
yang terlalu tinggi dapat merusak otak dan organ vital lainnya. Pada penderita
hipertermia parah, gejala yang akan timbul meliputi kondisi mental kelelahan,
cemas, tubuh kejang, dan dapat mengakibatkan koma.
Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut pemeliharaan suhu
tubuh normal dalam mengatasi lingkungan yang panas. Orang tua biasanya
mengalami sengatan panas yang tidak terkait aktifitas karena gangguan
kehilangan panas dan kegagalan mekanisme homeostatik. Seperti pada
hipotermia, kerentanan usia lanjut terhadap serangan panas berhubungan dengan
penyakit dan perubahan fisiologis.
Kunci mengatasi hipertermia adalah pendinginan. Hal ini dimulai segera di
lapangan dan suhu tubuh inti harus diturunkan mencapai 39 derajat Celsius dalam
jam pertama. Lamanya hipertermia adalah yang paling menentukan hasil akhir.
Berendam dalam es lebih baik dari pada menggunakan alkohol maupun kipas
angin. Komplikasi membutuhkan perawtan di ruang intensif.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall.2006.”Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11”.EGC:Jakarta
R.Samsunghidayat.2004.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jkarta:EGC
http://www.klikdokter.com/healthnewstopics/read/2010/11/01/15031149/suhu-ekstrim--trauma-panas-