lap trauma panas

13
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Semua mahkluk hidup memiliki suhu optimal dimana mereka dapat berfungsi dengan baik. Manusia sebagai mamalia berdarah panas merupakan salah satu spesies yang dapat meregulasi suhu tubuhnya di batas yang optimal. Walaupun suhu lingkungan berubah-berubah tetapi suhu lingkungan yang ekstrim dapat menimbulkan luka-luka dan cedera pada berbagai organ tubuh kita. Kulit sebagai barier pertama adalah yang pertama kali rusak. Tubuh mempunyai mekanisme tertentu untuk selalu mempertahankan suhu tubuh ini. Jika suhu lingkungan kita terlalu panas maka untuk mencegah kenaikan suhu tubuh. Kita akan menghasilkan keringat. Keringat ini akan menguap dan dalam proses menguap ini terbuang panas sehingga suhu tubuh kita akan selalu tetap. Sebaliknya, jika suhu lingkungan kita terlalu dingin, maka tubuh kita akan berusaha menghasilkan panas dengan cara melakukan kontraksi otot-otot yang kita kenal dengan istilah menggigil. Akan tetapi, mekanisme ini ada batasnya. Jika sudah mencapai batasnya maka tubuh kita tidak mampu lagi mentolerir suhu lingkungan yang terlalu ekstrim.

Upload: hera-dwi-p

Post on 12-Jan-2016

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

wfbx

TRANSCRIPT

Page 1: Lap Trauma Panas

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semua mahkluk hidup memiliki suhu optimal dimana mereka dapat

berfungsi dengan baik. Manusia sebagai mamalia berdarah panas merupakan salah

satu spesies yang dapat meregulasi suhu tubuhnya di batas yang optimal.

Walaupun suhu lingkungan berubah-berubah tetapi suhu lingkungan yang ekstrim

dapat menimbulkan luka-luka dan cedera pada berbagai organ tubuh kita. Kulit

sebagai barier pertama adalah yang pertama kali rusak. Tubuh mempunyai

mekanisme tertentu untuk selalu mempertahankan suhu tubuh ini. Jika suhu

lingkungan kita terlalu panas maka untuk mencegah kenaikan suhu tubuh. Kita

akan menghasilkan keringat. Keringat ini akan menguap dan dalam proses

menguap ini terbuang panas sehingga suhu tubuh kita akan selalu tetap.

Sebaliknya, jika suhu lingkungan kita terlalu dingin, maka tubuh kita akan

berusaha menghasilkan panas dengan cara melakukan kontraksi otot-otot yang

kita kenal dengan istilah menggigil. Akan tetapi, mekanisme ini ada batasnya. Jika

sudah mencapai batasnya maka tubuh kita tidak mampu lagi mentolerir suhu

lingkungan yang terlalu ekstrim.

Tujuan

1. Mengetahui tentang termoregulasi

2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi hipertermi

3. Mengetahui penanganan hipertermi

Page 2: Lap Trauma Panas

BAB II

PEMBAHASAN

Definisi

Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan

hipotalamus bila mekanisme pengeluaran panas terganggu (oleh obat dan

penyakit) atau dipengarhui oleh panas eksternal (lingkungan) atau internal

(metabolik).

Sengatan panas (heat stroke) per definisi adalah penyakit berat dengan cirri

temperatur inti > 40 derajat celcius disertai kulit panas dan kering serta

abnormalitas sistem saraf pusat seperti delirium, kejang, atau koma yang

disebabkan oleh pajanan panas lingkungan (sengatan panas klasik) atau kegiatan

fisik yang berat.

Etiologi Hipertermi

“Hipertermia maligna”

Dapat menyebabkan kematian, akibat defek genetik yang heterogenpada

transport Ca di sarkoplasma, dengan mempengaruhi kanal pelepas Ca

(reseptor rianodin). Beberapa obat anestesi inhalasi (halotan, enfluran,

isofluran) dan pelemas otot depolarisasi (suksametonium klorida)

menimbulkan pelepasan Ca yang tiba-tiba dan berlebihan dari reticulum

sarkoplasma sehingga terjadi konstraksi otot menyeluruh dan tidak

terkoordinasi, dengan pemakaian O2 yang sangat tinggi dan pembentukan

panas yang luar biasa. Akibatnya, terjadi asidosis, hiperkalemia, takikardia,

aritmia dan hipertermia yang meningkat secara cepat. Bila dikenali secara

cepat, hipertermia maligna dapat diobati dengan baik melalui penghentian

obat anestesi dan/atau pelemas otot, dan disertai pemberian “dantrolen”

sehingga menghambat pelepasan Ca pada sel otot lurik, serta mendinginkan

tubuh.

Page 3: Lap Trauma Panas

“Heat cramps”

Terjadi bila orang mengerjakan kerja fisik yang berat pada suhu

lingkungan yang sangat tinggi (misalnya, pada pandai besi). Jika hanya air

yang hilang dan bukan garam, masih dapat digantikan.

“Sun Stroke”

Perlu dibedakan dari hipertermia karena terjadi akibat radiasi sinar

matahari yang langsung mengenai kepala dan leher. Keadaan ini

menyebabkan mual, pusing, sakit kepala hebat, hyperemia otak serta

meningitis serosa dan dapat berakhir dengan kematian. Kontak atau radiasi

panas dapat menyebabkan luka bakar derajat 1, 2 dan 3 (secara berurutan

timbul kemerahan, bula, atau nekrosis) pada kulit. Sengatan sinar matahari

yang sering dan hebat juga meningkatkan resiko melanoma.

Patofisiologi

Gradasi termal dapat dibedakan oleh paling sedikit 3 macam reseptor

sensorik, reseptor dingin, reseptor hangat dan resdeptor rasa nyeri. Reseptor rasa

nyeri hanhya di rangsang oleh gradasi panas atau dingin yang ekstrim sehingga

bersana denagn reseptor dingin dan resptor hangat bertanggug jawab terhadap

terjadinya sensasi membeku (freezing cold) dan senss\asi panas menyengat

(burning hot). Reseptor digin dan reseptor hangat terletak tepat di bawah kulit

yakni pada titik titik yang berbeda dan terpisah pisah. Pada sebagian besar daerah

tubuh jumlah titik dingin kira-kira 3 sampai 10 kali titik hangat dan pada berbagai

daerah tubuh jumlah reseptor bervariasi 15-25 titik dingin per cm pada bibir 3-5

titik dingin pada jari-jari dan kurang dari 1 titik dingin per mc2 pada permukaan

badan yang luas.

Pada aktivitas fisik yang berat (pembentukan panas tubuh meningkat)

dan/atau lingkungan yang panas, mekanisme pengaturan suhu pada organisme

menjadi sangat terbebani, terutama bila disertai kekurangan cairan dan

kelembapan udara yang tinggi. Berlawanan dengan keadaan demam, pada

Page 4: Lap Trauma Panas

hipertermia suhu inti tubuh tidak dapat lagi dipertahankan pada set level 37

drajatC. Saat berdiri, vasodilatasi (pembuluh darah melebar) menyebabkan

sebagian darah tertimbun di kaki dan volume ekstrasel menjadi berkurang karena

berkeringat. Akibatnya, curah jantung dan tekanan darah menurun, terutama

karena vasodilatasi pada kulit akan mengurangi resistensi (tahanan) pembuluh

darah perifer. Bahkan, pada suhu inti dibawah 39 drajatC dapat terjadi perasaan

lemas, pusing, mual dan kehilangan kesadaran akibat “penurunan tekanan darah”

(heat collapse). Posisi berbaring dan pemberian cairan dapat meningkatkan

kembali tekanan darah.

Keadaan yang lebih berbahaya adalah bila suhu inti tubuh mencapai 40,5

drajatC karena pada suhu tersebut otak sudah tidak dapat lagi menoleransinya.

Sebagai perlindungan dari “heat stroke/hilang kesadaran”, untuk sementara otak

dapat dipertahankan menjadi lebih dingin daripada bagian lain dari tubuh karena

suhu inti yang meningkat menyebabkan pengeluaran keringat yang hebat di

kepala (bahkan dengan dehidrasi), terutama pada wajah. Darah yang mengalami

pendinginan melalui cara ini mencapai sistem vena endokranial dan sinus

kavernosus, yang akan menurunkan suhu pada arteri di sekitarnya. Hal ini

tampaknya merupakan satu-satunya penjelasan terhadap fakta bahwa pada pelari

maraton yang mengalami peningkatan suhu inti samapi 41,9 drajatC dalam waktu

yang singkat tidak terkena “heat stroke”.

Bila terjadi peningkatan suhu inti dalam waktu yang lama antara 40,5 dan

43 drajatC, “pusat pengatur suhu” di otak tengah akan gagal dan pengeluaran

keringat pun terhenti. Akibatnya, terjadi disorientasi, sikap apatis (cuek ngga

sengaja), dan kehilangan kesadaran (heat stroke). “edema otak” yang disertai

dengan kerusakan sistem saraf pusat tanpa pertolongan yang cepat bisa

menimbulkan kematian. Risiko terutama terdapat pada anak-anak karena

perbandingan luas permukaan dengan massa tubuhnya lebih besar dibandingkan

orang dewasa, dan pada anak juga hanya sedikit produksi keringat. “pengobatan

heat stroke” dapat dilakukan dengan membawa pasien ke lingkungan yang lebih

dingin dan/atau berendam di air dingin. Tetapi permukaan tubuh tidak boleh

terlalu dingin karena dapat menyebabkan vasokonstriksi yang memperlambat

Page 5: Lap Trauma Panas

penurunan suhu inti. Bahkan, pengobatan “heat stroke” yang berhasil dapat

meninggalkan kerusakan menetap pada pusat pengaturan tubuh. Hal tersebut

membuat toleransi terhadap suhu lingkungan yang ekstrem menjadi terbatas di

masa mendatang.

Fungsi Kelenjar Keringat

Gangguan sistem termoregulasi dengan berkurang atautidaknya keringat

merupakan penyebab terpenting sengatan panas pada lingkungan panas. Respon

berkeringat terhadap stimulus panas dan neurokimia berkurang pada usia lanjut

dibanding pada usia dewasa muda. Juga terdapat ambang batas lebuh tinggi pada

usia lanjut untuk berkeringat. Pada kondisi stres panas, manusia mengaktifkan

kelenjar ekrin (di bawah kontrol kolinergik simpatis) dan kemampuan kelenjar itu

megneluarkan keringat untuk mengatur suhu tubuh. Meskipun terdapat variasi

luas antara individu dalam respon kelenjar keringat terhadap stimulus

farmakologis, terdapat pula stimulus yang berasal dari proses penuaan.

Pengaruh penuaan terhadap menurunnya fungsi kelenjar keringat terlihat jelas di

daerah dahi dan ekstremitas daripada di badan.

Aliran Darah Kulit

Respon aliran darah kulit terhadap pemanasan lokal langsung pada kulit

nonakral berkurang pada usia lanjut. Berkurangnya perfusi kulit pada usia lanjut

berkaitan dengan berkurangnya unit fungsional pleksus kapiler. Pada usia tua,

terjadi transformasi kulit dimana kulit menjadi lebih datar akibat berkurangnya

pembuluh darah mikrosirkuler di papilaris kulit dan pleksus vaskular superfisial.

Manifestasi Klinis

Sengatan panas memiliki ciri khas di mana suhu tubuh inti lebih dari 40,60

C disertai disfungsi sistem saraf pusat yang berat (psikosis, delirium, koma) dan

Page 6: Lap Trauma Panas

anhidrosis (kulit yang panas dan kering). Manifestasi dini disebut kelelahan panas

(heat exhaustion), tidak khas dan terdiri dari rasa pusing, kelemahan, sensasi

panas, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala dan sesak napas.

Komplikasi serangan panas mencakup gagal jantung kongestif dan aritmia

jantung, edema serebral dan kejang serta defisit neurologis difus dan fokal,

nekrosis hepatoseluler dan syok.

Penatalaksanaan

Tingkatan yang paling ringan dikenal dengan istilah heat cramps.

Gejalanya adalah kram otot yang amat menyakitkan. Biasanya terjadi pada otot

tangan atau kaki.

Pertolongan pertama yang bisa diberikan antara lain:

Pindahkan korban ke daerah yang lebih sejuk untuk beristirahat

Berikan air minum yang sejuk atau air minum dengan kandungan elektrolit

Regangkan dan pijat dengan lembut otot yang mengalami kram

Setelah kram otot menghilang, korban dapat kembali beraktivitas sambil

diawasi tanda-tanda perburukan menjadi heat exhaustion

Tingkatan berikutnya yang lebih berat dikenal dengan istilah heat

exhaustion. Gejalanya adalah kulit yang dingin, lembab atau memerah, sakit

kepala, mual, pusing, lemas dan lelah. Pertolongan pertama yang dapat diberikan

antara lain:

Pindahkan korban ke daerah yang lebih sejuk untuk beristirahat dengan

posisi yang nyaman baginya untuk beristirahat

Lepaskan pakaian tebal pada korban, jika perlu korban tidak usah

memakai pakaian

Kompres kulit korban dengan kain yang sudah dibasahi dengan air dingin

Jika korban sadar, berikan air minum yang sejuk dengan jumlah banyak

tapi tidak terlalu cepat, kurang lebih sekitar 1 gelas air setiap 15 menit

Awasi tanda-tanda perburukan menjadi heat stroke.

Page 7: Lap Trauma Panas

Tidak dianjurkan bagi korban untuk meneruskan aktivitasnya hari itu

Jika heat exhaustion tidak segera ditangani, maka dapat berlanjut ke

tingkatan yang terberat yang dikenal dengan istilah heat stroke. Gejalanya antara

lain kulit yang panas, memerah dan tidak berkeringat (kering), penurunan

kesadaran, denyut nadi yang cepat dan lemah, pernapasan yang cepat dan dalam.

Korban harus segera dibawa ke rumah sakit.

Pertolongan pertama yang bisa diberikan antara lain:

Pindahkan korban ke daerah yang lebih sejuk untuk beristirahat dengan

posisi yang nyaman baginya untuk beristirahat

Lepaskan pakaian tebal pada korban, jika perlu korban tidak usah

memakai pakaian

Kompres kulit korban dengan kain yang sudah dibasahi dengan air dingin

Kompres daerah pergelangan tangan, leher, ketiak dan lipat paha korban

dengan es batu yang dilapisi kain atau plastic

Awasi pernapasan dan denyut nadi korban, bersiaplah untuk melakukan

RJP.

Page 8: Lap Trauma Panas

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hipertermia adalah peningkatan suhu inti tubuh manusia yang biasanya

terjadi karena infeksi. Hipertermia juga dapat didefinisikan sebagai suhu tubuh

yang terlalu panas atau tinggi. Umumnya, manusia akan mengeluarkan keringat

untuk menurunkan suhu tubuh. Namun, pada keadaan tertentu, suhu dapat

meningkat dengan cepat hingga pengeluaran keringat tidak memberikan pengaruh

yang cukup. Hipertermia cenderung lebih sering terjadi pada bayi dan anak di

bawah usia 4 tahun dan orang tua yang berumur 65 tahun ke atas. Selan itu, orang

yang kelebihan berat badan, sedang sakit, atau berada dalam pengobatan tertentu

juga memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami hipertermia. Suhu tubuh

yang terlalu tinggi dapat merusak otak dan organ vital lainnya. Pada penderita

hipertermia parah, gejala yang akan timbul meliputi kondisi mental kelelahan,

cemas, tubuh kejang, dan dapat mengakibatkan koma.

Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut pemeliharaan suhu

tubuh normal dalam mengatasi lingkungan yang panas. Orang tua biasanya

mengalami sengatan panas yang tidak terkait aktifitas karena gangguan

kehilangan panas dan kegagalan mekanisme homeostatik. Seperti pada

hipotermia, kerentanan usia lanjut terhadap serangan panas berhubungan dengan

penyakit dan perubahan fisiologis.

Kunci mengatasi hipertermia adalah pendinginan. Hal ini dimulai segera di

lapangan dan suhu tubuh inti harus diturunkan mencapai 39 derajat Celsius dalam

jam pertama. Lamanya hipertermia adalah yang paling menentukan hasil akhir.

Berendam dalam es lebih baik dari pada menggunakan alkohol maupun kipas

angin. Komplikasi membutuhkan perawtan di ruang intensif.

Page 9: Lap Trauma Panas

DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall.2006.”Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11”.EGC:Jakarta

R.Samsunghidayat.2004.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jkarta:EGC

http://www.klikdokter.com/healthnewstopics/read/2010/11/01/15031149/suhu-ekstrim--trauma-panas-