lap steril 6

Upload: adel-lisma-rahmawati

Post on 09-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

praktikum steril

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN STERIL

PEMBUATAN SEDIAAN OBAT SUNTIK NATRII THIOSULFAS 10%

LISSA OKKI LESTARI31112091Kelompok 4Farmasi 3B

PRODI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2015

I. Tujuan :a. Untuk mengetahui cara pembuatan sediaan steril obat suntikb. Untuk mengetahui cara menghitung suatu sediaan steril

c. Untuk mengetahui kejernihan suatu sediaan steril obat suntikII. Dasar Teori :Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikan (Ansel, 1989).Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus di larutkan atau di suspensikan lebih dahulu sebelum di gunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. Pembuatan sediaan yang akan di gunakan untuk injeksi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan benda asing. Cara pembuatan obat yang baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir injeksi harus di amati satu per satu secara fisik. Kemudian, kita harus menolak tiap wadah yang menunjukan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual.

Bentuk suatu obat yang di buat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat sendiri yang memperhatikan sifat fisika dan kimia serta pertimbangan terapetik tertentu. Pada umumnya jika obat tidak stabil dalam larutan maka kita harus membuatnya sebagai serbuk kering yang bertujuan di bentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada saat akan di berikan. Cara lainnya adalah membuatnya dengan bentuk suspense partikel obat dalam pembawa yang tidak melarutkan obat. Bila obat tidak stabil dengan adanya air maka pelarut dapat dig anti sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yag tepat utuk obat agar stabil. Bila obat tidak larut dalam air maka obat suntik dapat di buat sebagai suspensi air atau larutan obat dalam pelarut bukan air, seperti minyak nabati. Bila larutan air yang di inginkan maka kita sering memakai garam yang larut dari obat yang tidak larut untuk memenuhi sifat kelarutan yang di isyaratkan. Larutan air atau larutan yang bercampur dengan darah dapat di suntikkan langsung ke dalam aliran darah. Cairan yang tidak bercampur dengan darah, seperti obat suntik berminyak atau suspensi, dapat menghambat aliran darah normal dalam system peredaran darah dan umumnya di gunakan terbatas untuk pemberian bukan intravena. Kita dapat mengatur mulai dan lamanya obat bekerja dengan bentuk kimia obat yang digunakan, keadaan fisik obat suntik (larutan atau suspensi) , dan pembawa yang di gunakan. Obat yang sangat larut dalam cairan tubuh umumnya paling cepat diabsorbsi dan mulai kerjanya paling cepat. Artinya, obat dalam larutan air mempunyai mula kerja yang lebih cepat dari pada obat dalam larutan minyak. Obat suspensi dalam air pun bekerja lebih cepat dari pada obatsuspensi dalam minyak. Alasanya adalah sediaan dalam air lebih mudah bercampur dengan cairan tubuh sesua di suntikan dan kemudian kontak partikel obat dengan cairan tubuh menjadi lebih cepat. Kita seringkali membutuhkan kerja obat yang lebih panjang untuk mengurangi pengulangan pemberian suntikan. Jenis suntikan dengan kerja yang panjang biasa di sebut jenis sediaan depot atau repository. Dalam pembuatan obat suntik, syarat utamanya ialah obat harus streril, tidak terkontaminasi bahan asing, dan di simpan dalam wadah yang menjamin sterilitas.Sterilisasi diperlukan untuk menjamin sterilitas wadah dan obat yang diproduksi. Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Beberapa macam yang masuk kedalam produk steril diantaranya sediaan parentral, tetes mata, hidung, telinga, infus. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.

Natrium tiosulfat merupakan garam berhidrat dengan rumus kimia Na2S2O3, padatan kristal tak berwarna,larut dalam air, dan dapat berfungsi sebagai zat pereduksi, mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33C. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol. Natrium tiosulfat juga berperan sebagai antidot untuk keracunan sianida. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. (Anonim, 1995).III. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan :

a. Kaca arlojib. Timbangan

c. Spatula

d. Gelas kimia

e. Pengaduk

f. Gelas ukur 50 ml

g. Autoklaf h. Vial

i. CorongBahan yang digunakan :

a. Natrii thiosulfasb. NaH2PO4c. Na2HPO4

d. Aqua pro injectionum

IV. ProsedurNoPengolahan

1.Didihkan aqua pro injectionum ( a. p. i. ) dalam beaker glass selama 10 menit

2.Buat pengenceran NaHPO4 dalam a. p. i

3. Larutkan NaHPO4 dalam larutan M1 (M2)

4. Larutkan natrii thiosulfas dalam sebagian a. p. i (M3 )

5.Masukan larutan M2 kedalam larutan M3, aduk sampai homogeny.

6.Larutan ditambahkan a. p. i ad ml

7.Larutan disaring dan filtrate pertama dibuang

8. Larutan kemudian disikan kedalam vial

9. Sterilisasi dalam autoklaf 115- 116 c selama 30 menit.

V. Hasil pengamatan :a. Formula

Natrii Thiosulfas 10%Obat suntik dalam vial 10 ml

b. SpesifikasiZat aktif : Natrii ThiosulfasPemerian : Hablur besar, tidak berwarna atau serbuk hablur kasar. Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33 0. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus.Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air, tidak larut dalam etanol.

Titik leleh/lebur : -Dosis

Dosis lazim: Dosis maks : -

Perhitungan dosis : Daftar obat

Obat keras : Sediaan injeksi (semua obat suntik termasuk obat

keras)Sediaan obat

Pemerian : Larutan beningStabilitas :

OTT

: Garam-garam logam berat, oksidator, asam pH

: 8-9,5Pengawet : -Antioksisdan : -

Stabilisator : Dapar phosphat pH 8 dialiri gas N2Tonisitas : Kelengkapan lihat merk indexDapar fosfat Ph 8 (FI III)5 ml larutan NaH2PO4 0,8% = 5/100 x 800 = 40 mg/100 ml

95 ml larutan Na2HPO4 0,947% = 95/100 x 947 = 900 mg/100 mlZat tbC

NaH2PO4

Na2HPO4

Na2S2O30,202

0,126

0,1810,04

0,9

10

Pehitungan Tonisitas :

W = W =

= - 2,4505 % (hipertonis)VI. Formula LengkapNatrii Thiosulfas

1000 mgNatrii Dihydrogen Phosphas

0,4 mg

Dinatrii Hydrogen Phosphas

90 mg

Aqua pro injectionum

ad 1 ml

VII. PenimbanganBahanSatuan dasarVolume poduksi

Natrii Thiosulfas NaH2PO4Na2HPO4

10 ml1000 mg0,4 mg90 mg

70ml70ml/10 ml x 1000 mg = 7000mg70ml/10 ml x 0,4 mg = 2,8 mg70ml/10 ml x 90 mg = 630 mg

VIII. Evaluasi

No.Jenis evaluasiPenilaian

1.Penampilan fisik wadahTidak bocor

2.Jumlah sediaan6 vial

3.Kejernihaan sediaanJernih

4.Keseragaman volumeSeragam @10,5ml

5.BrosurTersedia

6.KemasanTersedia

7.EtiketTersedia

IX. PembahasanPada pembuatan injeksi dengan metode sterilisasi aseptis kemungkinan sediaan terkontaminasi dengan mokroorganisme harus diperkecil untuk menjaga agar sediaan yang dihasilkan nantinya tetap dalam keadaan steril. Dalam pembuatan injeksi ini perlu diperhatikan pH harus diperhatikan agar tetap dalam rentang kestabilan bahan. Injeksi tidak boleh mengandung partikulat sehingga sebelum dimasukkan ke dalam wadah ampul, sediaan harus terlebih dahulu disaring. Pemilihan metode sterilisasi perlu diperhatikan, harus sesuai untuk mendapatkan produk akhir.

Dalam pembuatan suatu produk parenteral pelarut atau pembawanya harus tepat dan harus mengikuti prosedur aseptik. Pada proses pembuatan larutan parenteral, melarutkan bahan-bahan yang diperlukan sesuai dengan CPOB atau farmakope. Setelah mencampur beberapa zat aktif dengan bahan tambahan menjadi bentuk larutan, kemudian kita menyaringnya sampai jernih dengan menggunakan kertas saring. Sesudah penyaringan, pindahkan larutan secepat mungkin dan sesedikit mungkin terjadi pemaparan mikroba dan partikel ke dalam wadah akhir, lalu tutup dengan rapat. Hasil produk parenteral ini disterilkan kembali dengan menggunakan autoklaf. Persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah kejernihan. Sediaan itu harus jernih berkilauan dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu semua yang bergerak, senyawa yang tidak larut, yang tanpa disengaja ada. Termasuk pengotoran-pengotoran seperti debu, serat-serat baju, serpihan-serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas atau plastik atau tutup atau zat lain yang mungkin ditemui, yang masuk ke dalam produk selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemberian (Ansel,1989). Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam produk parenteral, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan selama pembuatan dan penyimpanan.larutan akhir disaring sebelum dimasukkan ke dalam wadah. Wadah harus dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan yang akan dimasukkan dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam larutan. Telah diakui, kadang-kadang ditemui beberapa zat tertentu dalam produk parenteral yang berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila wadah telah dipilih untuk dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat asing. Selama pengisian wadah, harus diperhatikan dengan sungguhsungguh proses pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran lain ke dalam wadah. Persyaratan penyaringan dan petunjuk aliran udara pada daerah produksi berguna dalam menurunkan kemungkinan pengotoran (Ansel, 1989)Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan - bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.Pada praktikum kali ini sediaan yang dibuat adalah sediaan steril. Pada praktikum sebelumnya salah satu sediaan steril yang telah kami buat yaitu sediaan obat tetes mata, dan salep mata. Dimana pada praktikum kali ini kami melanjutkan membuat sediaan seril lainnya yaitu injeksi obat suntik. Pada praktikum steril kali ini dibuat sediaan obat suntik natrii thiosulfas. Menut farmakope indonesia edisi III, obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan unutk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikkan. Pada formulasi sediaan obat suntik natrii thiosulfas ini, yang digunakan berupa NaH2PO4 dan Na2HPO4. Hal pertama yang dilakukan sebelum proses pembuatan sediaan adalah sterilisasi alat. Dimana kami melakukan sterilisasi alat pada autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan persiapan bahan bahan yang akan digunakan. Kemudian melakukan penimbangan bahan bahan, dimana seluruh bahan yang akan digunakan harus dilebihkan sebanyak 5%. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya hilangnya volume bahan pada saat pembuatan sediaan tersebut. Hal tersebut sama juga dilakukan pada pembuatan sediaan steril obat suntik , dimana bahan yang dibuat adalah 70 ml. Selanjutnya lakukan penimbangan bahan, pada pembuatan sediaan steril ini, kami membuat 6 vial injeksi obat suntik. Dalam pembuatan sediaan harus memenuhi persyratan yang ditetapkan untuk sediaan parenteral seperti syarat isohidris, steril, bebas pirogen dan isotonis. Hal ini dikarenakan pemberiaan sediaan ini langsung diinjeksikan melalui pembuluh darah. Nilai tonisitas sediaan ini yaitu 2,4505 % dan itu termasuk kedalam hipertonis sehingga tidak diperlukan penambahan NaCl. Setelah proses sterilisasi selesai dilakukan, maka dilakukanlah penimbangan bahan. Kemudian larutkan NaH2PO4 dengan sebagian aqua pro injeksi. Larutkan Na2HPO4 kedalam larutan NaH2PO4 yang sudah dilarutkan dengan sebagian aqua pro injeksi. Selanjutnya larutkan larutkan natrii thiosulfas kedalam sebagian aqua pro injeksi. Dan campurkan dengan larutan Na2HPO4 dan NaH2PO4, lalu aduk sampai homogen dan ditambahkan aqua pro injeksi ad sampai 70 ml. penyempurnaan sediaan natrii thiosulfas yaitu sediaan ini dibuat dengan mengatur pH agar mencapai rentang 8-9,5 dengan menggunakan dapar fosfat. Dimana sistem penyangga utama dalam cairan intraselnya yaitu NaH2PO4 dan Na2HPO4 yang dapat bereaksi dengan suatu asam dan basa. Dimana dengan adanya penyangga fosfat ini sangat penting dalam mengatur pH darah. Selain itu penyangga fosfat ini dapat mempertahankan pH darah, yang mana diluar sel hanya sedikit jumlahnya tetapi sangt penting untuk larutan penyangga urin. Setelah di ad dengan aqua pro injeksi, kemudian larutan disaring dan filtrat pertama dibuang. Penyaringan ini bertujuan untuk menghilangkan partikel yang terdapat dalam larutan, karena dalam syarat injeksi bentuk larutan harus jernih. Setelah dilakukan penyaringan larutan segera mungkin pindahkan kedalam tabung vial sebanyak 6 buah menggunakan sebanyak 10,5 ml pervial. Kemudian sediaan disterilkan dengan menggunakan autoklaf. Larutan injeksi ini mengalami sterilisasi akhir dengan autoklaf pada suhu 115-1160C selama 30 menit. Hal ini bertujuan untuk menjamin sterilitas produk maupun karakteristik kualitasnya, termasuk stabilitas produk. Pada saat sterilisasi autoklaf terjadi pemaparan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan pembunuhan mikrorganisme secara irreversibel akibat denaturasi atau koagulasi protein sel.Metode sterilisasi ini merupakan metode yang paling efektif karena uap merupakan pembawa energi termal paling efektif dan semua lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakkan sehingga memungkinkan terjadinya koagulasi, bersifat nontoksik dan relatif mudah di kontrol.

Setelah sterilisasi selesai, dilakukan evaluasi penampilan fisik wadah yang baik, jumlah sediann sebanyak 6 buah, kejernihan sediaan jernih dan keseragaman volume yang seragam. Setelah semua proses evaluasi selesai barulah sediaan tersebut diberi etiket, brosur dan kemasan.X. Kesimpulan Jadi, dari hasil praktikum yang didapat dari 6 buah vial sediaan injeksi obat suntik yang dibuat diperoleh hasil larutan jernih sehingga tidak ada mikroorganisme yang tumbuh dalam sediaan injeksiXI. Daftar Pustaka

Lachman, leon. 1989. Teori dan praktek farmasi industri. Jakarta:Universitas Indonesia(UI-Press)

Lachman, leon. 1989. Teori dan praktek farmasi industri. Jakarta:Universitas Indonesia(UI-Press).

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan

RI. JakartaAnonim. Penuntun praktikum farmasetika I.2011

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Reynolds, James E. F. 1982.Martindale The Extra Pharmacopoiea. Twenty-eighth Edition. Pharmaceutical Press : London.

Rowe, Raymond. C, Sheskey, Paul J, and Owen Sian C. 2006.Handbook of Pharmaceutical Excipient. Fifth edition. Pharmaceutical Press : London.