landasan teori 2.1 lingkungan kerja (nature of worklibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab...

28
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Work) 2.1.1 Suhu Ekstrim Suhu udara yang panas dapat merupakan kombinasi dari panas eksternal dari lingkungan dan panas tubuh internal yang dihasilkan dari proses metabolisme. Dua jenis sumber paparan panas eksternal di tempat kerja diantaranya yang terkait dengan cuaca dan paparan panas buatan manusia (hasil dari metabolisme). Paparan panas terkait cuaca menghadirkan tantangan yang semakin meningkat terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Heat stroke dan heat exhaustion adalah salah satu masalah kesehatan yang sangat serius dan disebabkan oleh pekerjaan di lingkungan yang panas. Heat stroke bisa mematikan dan korban biasanya tidak mengenali gejalanya. Sementara gejala heat stroke dapat bervariasi dari satu individu ke yang lain yang diantaranya adalah kulit panas kering, suhu tubuh yang tinggi, dan akhirnya, hilangnya kesadaran sebagian atau sepenuhnya. Paparan panas akibat pekerjaan dapat menyebabkan cedera, penyakit, kematian, dan penurunan produktivitas. Pekerja mungkin berisiko mengalami stres akibat panas saat terpapar pada lingkungan yang panas. “Paparan terhadap lingkungan yang panas dan panas yang ekstrim dapat menyebabkan penyakit, termasuk heat stroke, heat exhaustion, heat synkop, heat cramps, dan ruam panas pada kulit, atau berujung pada kematian. Panas juga meningkatkan risiko cedera di tempat kerja, seperti yang disebabkan oleh telapak tangan berkeringat, berkabutnya kacamata pelindung keselamatan mata, dan pusing”. (NIOSH, 2016). Suhu tubuh internal pekerja akan dapat naik pada lingkungan panas yang tinggi. Pada kondisi ini tubuh manusia akan beradaptasi sehingga akan mengarah pada upaya pengaturan suhu tubuh yang ekstra dengan peningkatan sirkulasi darah pada tubuh dan ditandai meningkatnya cairan tubuh berupa 7

Upload: others

Post on 28-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

7

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Work)

2.1.1 Suhu Ekstrim

Suhu udara yang panas dapat merupakan kombinasi dari panas

eksternal dari lingkungan dan panas tubuh internal yang dihasilkan dari

proses metabolisme. Dua jenis sumber paparan panas eksternal di tempat

kerja diantaranya yang terkait dengan cuaca dan paparan panas buatan

manusia (hasil dari metabolisme). Paparan panas terkait cuaca menghadirkan

tantangan yang semakin meningkat terhadap kesehatan dan keselamatan

kerja.

Heat stroke dan heat exhaustion adalah salah satu masalah kesehatan

yang sangat serius dan disebabkan oleh pekerjaan di lingkungan yang panas.

Heat stroke bisa mematikan dan korban biasanya tidak mengenali gejalanya.

Sementara gejala heat stroke dapat bervariasi dari satu individu ke yang lain

yang diantaranya adalah kulit panas kering, suhu tubuh yang tinggi, dan

akhirnya, hilangnya kesadaran sebagian atau sepenuhnya.

Paparan panas akibat pekerjaan dapat menyebabkan cedera, penyakit,

kematian, dan penurunan produktivitas. Pekerja mungkin berisiko mengalami

stres akibat panas saat terpapar pada lingkungan yang panas. “Paparan

terhadap lingkungan yang panas dan panas yang ekstrim dapat menyebabkan

penyakit, termasuk heat stroke, heat exhaustion, heat synkop, heat cramps,

dan ruam panas pada kulit, atau berujung pada kematian. Panas juga

meningkatkan risiko cedera di tempat kerja, seperti yang disebabkan oleh

telapak tangan berkeringat, berkabutnya kacamata pelindung keselamatan

mata, dan pusing”. (NIOSH, 2016).

Suhu tubuh internal pekerja akan dapat naik pada lingkungan panas

yang tinggi. Pada kondisi ini tubuh manusia akan beradaptasi sehingga akan

mengarah pada upaya pengaturan suhu tubuh yang ekstra dengan peningkatan

sirkulasi darah pada tubuh dan ditandai meningkatnya cairan tubuh berupa

7

Page 2: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

8

keringat. Tubuh akan mengeluarkan energi saat mencoba untuk

mendinginkan suhu badan, sehingga akan meningkatkan tingkat kelelahan

pada tubuh secara keseluruhan.

Kelembaban (humidity) juga memainkan peran penting dalam

mempengaruhi lingkungan kerja. Tempat kerja dengan kelembaban udara

yang tinggi juga dapat menyebabkan kemungkinan hilangnya produktivitas,

efisiensi, dan ketidaknyamanan. “Suhu yang panas dapat menyebabkan

dehidrasi dan kelelahan otot, terutama ketika dikombinasikan dengan

kelembaban yang tinggi.” (NIOSH, 2016).

2.1.2 Sikap Kerja

Pada perusahaan petrokimia terdapat berbagai macam teknologi yang

terlibat dalamnya berdasarkan stok umpan yang dibutuhkan maupun produk

akhir yang diinginkan, yang juga akan mempengaruhi ukuran dari perusahaan

tersebut yang biasanya adalah sangat besar. Teknologi yang terdapat dalam

pabrik petrokimia membutuhkan peralatan khusus, rekayasa yang canggih

dan staf pekerja yang berketerampilan tinggi. Semakin kompleks struktur

pabrik petrokimia, maka juga akan sebanding dengan meningkatnya risiko

terhadap pekerja di dalamnya.

Tidak semua peralatan yang ada sesuai dengan kondisi operator,

terutama pada perusahaan yang berskala internasional dimana operator

berasal dari seluruh penjuru dunia. Peralatan yang tidak mendukung dan yang

kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan, risiko

kesulitan yang meningkat dan risiko cedera yang berkelanjutan. Hal ini akan

bisa menyebabkan frustasi dan meningkatkan emosi pekerja (dampak

psikologis), kemudian mengakibatkan penggunaan kekuatan yang berlebihan

sehingga tidak hanya risiko cedera, namun kerusakan peralatan juga akan

terjadi. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor

(Sumarningsih et al, 2016) diantaranya:

a. Karakteristik fisik pekerja seperti; umur, jenis kelamin, antropometri,

berat badan, kesegaran jasmani, kemampuan gerakan sendi, sistem

musculoskeletal, ketajaman penglihatan, masalah kegemukan, riwayat

cidera.

Page 3: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

9

b. Jenis tugas pekerja misalnya seperti; memerlukan ketelitian mata,

kekuatan tangan, tugas yang bergiliran, perlengkapan (pendukung)

kerja.

c. Desain tempat kerja misalnya seperti; ukuran tempat duduk,

ketinggian landasan kerja, kondisi permukaan atau bidang kerja, dan

faktor lingkungan kerja.

d. Kondisi lingkungan kerja (environment) misalnya seperti; intensitas

cahaya, suhu lingkungan, kelembaban udara, kecepatan udara,

kebisingan, debu dan getaran.

Untuk mengatasi hal buruk yang terjadi karena faktor sikap kerja,

sebaiknya perlu dilakukan administrative control yang termasuk didalamnya

berisi prosedur atau petunjuk operasional. Kontrol administrasi ini adalah

kebijakan, prosedur, tempat kerja dan praktik, yang akan mengontrol atau

mencegah paparan terhadap efek yang berpotensi membahayakan dengan

menerapkan perubahan secara administrasi seperti rotasi tugas,

pengembangan tugas, pemulihan (waktu istirahat), penyesuaian tugas yang

membutuhkan kecepatan, mendesain ulang metode tugas, dan

pendidikan/pelatihan karyawan.

2.2 Gangguan Otot (Musculoskeletal Disorders)

2.2.1 Musculoskeletal Disorders

Musculoskeletal disorders (MSD/ gangguan muskuloskeletal)

merupakan cedera dan gangguan yang mempengaruhi gerakan tubuh

manusia. Gangguan sistem musculoskeletal seperti fungsi sendi, tendon,

ligament, otot, saraf serta gangguan tulang belakang. Pada umumnya gejala

gangguan MSD ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama dengan

mengakibatkan berkurangnya kemampuan tubuh untuk beraktivitas. Bagian-

bagian tubuh yang mengalami gangguan ini dapat terjadi merata pada semua

tubuh seperti leher, bahu, tangan punggung bahkan pada bagian kaki manusia.

Gangguan musculoskeletal disorders(MSD) adalah masalah kesehatan

umum di seluruh dunia industri dan penyebab utama terjadinya 527 kasus

cacat dalam dunia industri. MSD adalah kondisi saraf, tendon, otot, dan

Page 4: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

10

struktur pendukung sistem musculoskeletal yang dapat menyebabkan

kelelahan, ketidaknyamanan, nyeri, pembengkakan lokal, mati rasa,

kesemutan, kompresi sendi. MSD biasanya berkembang dari gangguan

akumulatif yang dihasilkan kontak yang terlalu lama dengan ketegangan fisik

dan psikososial yang berlebihan di tempat kerja (Samad S. A., dan Shelke R.

D., 2016).

Penyebab gangguan MSD ini bervariatif dengan banyaknya variasi

aktivitas manusia dalam melakukan kegiatan keseharian maupun aktivitas

yang memerlukan kecepatan untuk mengatasi masalah dengan posisi-posisi

yang aneh. Di dalam dunia manufacturing industry, pekerja dengan waktu

kerja 12 jam perhari berpeluang besar terindikasi mendapatkan gejala MSD,

bersamaan dengan tingkat aktivitas tubuh dengan menggunakan otot yang

terlalu berlebihan maupun terlalu lama duduk dalam melakukan operasi

monitoring proses produksi. Pada umumnya gangguan musculoskeletal

disorders terjadi dari akumulasi benturan-benturan atau tekanan-tekanan yang

terjadi secara terus-menerus pada waktu yang relative lama, sehingga

membentuk cedera dari rasa nyeri, kemudian pembengkakan yang selanjutnya

pada tahap trauma dan yang terkahir adalah tidak berfungsinya organ tubuh

yang bersangkutan.

Human factor memberikan kontribusi besar dalam gangguan MSD

mengingat keterlibatan manusia sebagai operator sebuah mesin maupun

peralatan kerja, dan juga dituntut untuk melakukan barbagai macam aktivitas

fisik. Menurut Samad S. A. dan Shelke R. D., (2016) menjelaskan bahwa, ada

beberapa aktifitas operator lapangan pada industri manufacturing yang dapat

menyebabkan terjadinya cumulative trauma disorder, antara lain:

a. Pengulangan (High task repetition): aktifitas pekerjaan yang

melakukan gerakan berulang ulang seperti membuka dan menutup

valve berukuran besar misalnya; valve 20 inci dengan handwheel

berdiameter 40 inci. Oleh karena pengaruh target produksi maka

proses pengoperasian valve terkadang harus dilakukan secepat

mungkin untuk menghindari down-time dan kemudian

dikombinasikan dengan faktor resiko lain seperti dibutuhkan kekuatan

yang besar untuk mengoperasikan valve dan posisi tubuh yang

Page 5: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

11

canggung akan sangat berkontribusi pada masalah musculoskeletal

disorders.

b. Pengerahan kekuatan (Force exertions): aktifitas pekerjaan yang

menggunakan kekuatan fisik untuk melakukan kegiatan seperti

mengangkat, mendorong, menarik maupun membawa barang barang

berukuran besar dan berat. Kondisi peningkatan kekuatan otot untuk

melakukan suatu aktifitas yang memerlukan kekuatan yang tinggi

akan menyebabkan kelelahan yang beresiko pada masalah

musculoskeletal disorders.

c. Postur tubuh yang canggung (Sustained awkward posture): di dalam

melakukan kegiatan operasional sering kali pekerja memerlukan

postur tubuh yang tidak seimbang atau canggung seperti menjinjit,

membungkuk, berjongkok, memutar maupun duduk. Postur tubuh

yang canggung akan menempatkan kekuatan yang berlebih pada sendi

(joints) dan juga akan membebani otot dan tendon disekitar sendi.

Posisi yang paling efisien adalah jika aktifitas berada pada jarak dekat

dengan gerakan sendi (mid-range motion of the joint). Resiko

musculoskeletal disorders akan meningkat ketika sendi yang bekerja

berada di luar rentang tengah (outside of mid-range) untuk periode

waktu yang berkelanjutan tanpa ada waktu untuk recovery yang

cukup.

d. Getaran peralatan: memberikan kontribusi besar pada getaran otot otot

manusia pada saat anggota tubuh seperti tangan dan kaki bersentuhan

dengan peralatan mesin, pneumatic tools maupun benda berputar

seperti cutting device maupun gerinda elektrik.

Ketika pekerja melakukan aktivitas dengan resiko musculoskeletal

disorders, kemudian merasa kelelahan. Selanjutnya kelelahan tidak ter-

recovery yang kemudian akan melewati fase sistem kekebalan tubuh mereka.

Setelah fase melewati sistem kekebalan tubuh, jika aktifitas terus berlanjut

akan berada pada fase ketidak seimbangan system musculoskeletal. Seiring

dengan bertambahnya waktu jika kegiatan terus dilakukan, maka akan

mengakibatkan gangguan musculoskeletal yang lebih parah.

Page 6: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

12

Gambar 2.1 menunjukkan grafik fase kondisi musculoskeletal yang

berlanjut pada keadaan yang fatal.

Gambar 2.1 Grafik Faktor Resiko Musculoskeletal Disorders.

(Middlesworth. M. 2015)

2.2.2 Ergonomi

Ergonomi atau ilmu ergonomi memberikan solusi dari permasalahan

gangguan musculoskeletal. Ilmu ergonomi merupakan bagian dari ilmu

pengetahuan (science) yang mempelajari hubungan antara manusia dengan

pekerjaanya, dan membahas tentang aktivitas pekerjaan yang memiliki tujuan

untuk meningkatkan kualitas produk dari hasil kerja tersebut. Ergonomi

adalah kemampuan untuk menerapkan informasi mengenai karakter manusia,

kapasitas, dan batasan desain tugas manusia, sistem mesin, ruang hidup, dan

lingkungan sehingga orang dapat hidup dan bekerja dengan aman, nyaman

dan efisien (Mittal A., Sharma H. K., and Mittal K., 2013; Shoubi M. V.,

Barough A. S., Rasoulijavaheri, A., 2013).

Ergonomi di adopsi dari Bahasa Latin yaitu Ergos yang berarti kerja

dan Nomos yang berarti hukum alam. Ergonomi dapat di definisikan sebagai

ilmu tentang elemen manusia dalam lingkungan tempat kerjanya yang secara

detail di tinjau berdasarkan ilmu anatomi, fisik, psikologi, engineering,

manajemen dan ilmu perancangan model. Ergonomi adalah studi tentang

bagaimana tempat kerja, peralatan yang digunakan, dan lingkungan kerja itu

Page 7: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

13

sendiri dapat dirancang dengan baik untuk kenyamanan, efisiensi,

keselamatan dan produktivitas. Tujuan dari program ergonomi dalam industri

adalah untuk menyesuaikan tempat kerja dengan pekerja, tergantung pada

deskripsi pekerjaan, tugas yang diperlukan, dan susunan fisik karyawan yang

melakukan tugas tersebut. Pertimbangan ergonomis dalam desain membantu

mencegah bahaya ergonomiyang merupakan faktor fisik dalam lingkungan

yang membahayakan sistem musculoskeletal. Bahaya ergonomi di tempat

kerja meliputi beberapa hal seperti gerakan berulang, penanganan manual,

desain tempat kerja/ pekerjaan/ tugas, workstation yang tidak nyaman dan

positioning tubuh yang buruk (Nancy et al., 2016; NIOSH,2016).

Pada penerapannya, aplikasi ergonomi dilakukan dengan prinsip

pemecahan masalah terhadap kegiatan atau aktivitas yang telah dilakukan.

Hal yang pertama adalah mengidentifikasikan masalah yang sedang terjadi

atau sedang dihadapi dengan mengumpulkan dan mencari segala bentuk

informasi yang ada. Yang kedua adalah menentukan prioritas dari

permasalahan yang ada, dan lebih fokus pada masalah yang mempunyai

prioritas paling tinggi. Yang terakhir adalah melakukan analisis untuk

menentukan dan melakukan intervensi dan juga tindakan-tindakan alternatif.

Menurut Rizani N. C., Bramandita R., Septiani W. (2011), ada

beberapa hal yang menjadi gejala umum pada permasalahan ergonomi di

tempat kerja, diantaranya:

a. Terjadinya cedera dan beberapa kecelakaan kerja.

b. Cumulative Trauma Disorder, repetition, vibration.

c. Keluhan pekerja

d. Adanya perubahan stasiun kerja untuk kebutuhan aktivitas mereka.

e. Manual material handling

2.2.3 Anthropometri

Anthropometri adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukurang

dimensi tubuh manusia secara komparatif. Antropometri adalah ilmu yang

mempelajari pengukuran dimensi tubuh manusia (ukuran, berat, volume, dan

lain-lain) dan karakteristik khusus dari tubuh seperti ruang gerak. Data

antropometri digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan

Page 8: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

14

stasiun kerja, fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran

yang sesuai dan layak dengan dimensi anggota tubuh manusia yang akan

menggunakannya (www.anthropometriindonesia.org, 2018).

Istilah Anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan

“meteri” yang berarti ukuran. Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan

sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh

manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar,

dan sebagainya) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis

dalam menentukan perlunya interaksi manusia (Masniar et al, 2017).

Data anthropometri ini sangat penting dan banyak digunakan pada

bidang perancangan, ergonomi dan arsitektur yang mana bidang-bidang

tersebut sangat memerlukan data-data statistic tentang dimensi tubuh dari

suatu populasi yang akan digunakan untuk membuat suatu produk. Hasil dari

produk akan berperan dengan optimal jika telah sesuai dengan operator yang

mengoperasikannya. Perangkat kerja harusnya dirancang sesuai dengan

masing-masing pekerja, namun karena alasan banyak terjadi perubahan atau

pergantian pekerja dan juga dengan alasan untuk mengurangi anggaran, hal

tersebut menjadikan kesulitan tersendiri bagi pihak perusahaan untuk

memberikan tempat kerja seperti yang diharapkan.

Untuk membantu menetukan berapa jarak yang dibutuhkan dan

mempunyai batasan tertentu, maka sangat penting untuk mengakomodasi

pengguna yang paling besar sementara untuk jangkauan harus selalu

mengakomodasi pengguna yang paling kecil. Dalam pokok pembahasan

antropometri, 95 persentil menunjukan tubuh yang berukuran besar,

sedangkan 5 persentil menunjukan tubuh yang berukuran kecil. Jika

diinginkan dimensi untuk mengakomodasi 95% populasi maka 2,5 dan 97.5

persentil adalah batas ruang yang dapat dipakai (Masniar M., Wijaya R. T.,

2017).

Berikut dibawah ini adalah beberapa contoh desain kerja yang

dirancang dengan baik:

a. Dimensi fisik dapat atau mampu diakomodasi termasuk jarak dan

ketinggian dengan karakteristik setidaknnya 90% dari semua pekerja.

Page 9: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

15

b. Beban paling tinggi berada dalam kapasitas kekuatan setidaknya 90%

dari semua pekerja.

c. Faktor lingkungan masih pada batas resiko yang bisa diterima atau

batas kinerja (performance limits) adalah sebagian besar pekerja

dalam kondisi yang sehat.

d. Tuntutan persepsi, kognitif dan visual masih berada dalam kapasitas

sebagian besar pekerja (termasuk yang lebih tua).

e. Jenis pekerjaan yang memerlukan aktivitas pengulangan dan

kecepatan tidak berlebihan dan para pekerja masih bisa

mengendalikan pola kerja mereka.

Pengukuran anthropometri secara luas digunakan untuk efisiensi yang

maksimum. Desain yang tidak efektif akan menyebabkan banyak masalah

ditempat kerja dan berkontribusi banyak terhadap cedera Musculoskeletal

disorders.

2.2.4 RULA

Metode RULA (Rapid Upper Limb Assesment) adalah metode yang

dikembangkan untuk memperkirakan potensi gangguan ekstremitas

pekerjaan. Metode RULA ini dikembangkan oleh Dr. Lynn McAtamney dan

Profesor E. Nigel Coriett, ergonomis dari University of Nottingham di Inggris

untuk pertama kalinya dalam bentuk jurnal pada tahun 1993, merupakan

penjabaran analisa dengan metode yang cepat dan sistematis untuk

menentukan resiko postural pekerja, analisa ini bisa diselesaikan sebelum dan

sesudah intervensi untuk menetukan keberhasilan dalam menurunkan cedera

para pekerja. (Dzikrillah N., Yuliani E. N. S., 2015).

Penilaian RULA dilakukan berdasarkan pengamatan ekstremitas atas

dan postur tubuh pekerja yang melakukan tugas tertentu. Penilaian

difokuskan pada durasi tugas, sudut sendi ekstrem, gaya yang diberikan pada

ekstremitas tertentu, dan seberapa sering tugas sedang dilakukan. Dengan

analisa ini kemudian digunakan untuk mengidentifikasikan tingkat pemaparan

dan penanggulangan yang diperlukan untuk mengurangi resiko pekerjaan.

Metode RULA juga mengidentifikasi kemampuan otot yang terkait dengan

Page 10: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

16

kondisi postur kerja, pengerahan kekuatan, aktivitas pekerjaan statis maupun

yang berulang-ulang yang dapat menyebabkan kelelahan pada otot.

Analisa RULA menggunakan satu formulir lembar kerja (RULA

worksheet) untuk mengevaluasi postur tubuh, gaya yang diperlukan dan

aktivitas pengulangan. Berdasarkan evaluasi, skor dimasukan untuk setiap

wilayah tubuh. Section A untuk lengan dan pergelangan tangan. Section B

untuk leher dan badan. Selanjutnya data setiap bagian (section A and section

B) dikumpulkan dan di beri skor. Tabel pada formulir kemudian digunakan

untuk mengkompilasi veriabel faktor resiko yang menghasilkan nilai akhir

yang merepresentasikan tingkat resiko musculoskeletal disorders (MSD).

Postur yang akan di evaluasi di dasarkan pada:

a. Postur dan aktivitas kerja yang paling sulit

b. Postur yang bertahan untuk jangka waktu yang lama

c. Postur dimana beban gaya yang lebih besar terjadi

Ergonomic Plus Inc. (www.ergo-plus.com) memberikan penjelasan

tentang langkah-langkah penilaian RULA yang akan dibahas dengan

menggunakan lembar kerja RULA (gambar utuh dapat dilihat pada lampiran

10 dan 11).

Langkah 1:

Gambar 2.2 1 Skor Pada Lengan Atas (Middlesworth, M., 2017)

a. Mengamati posisi lengan atas dan memberikan skor sesuai dengan

kriteria.

Page 11: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

17

b. Posisi lengan atas berada antara sudut 200 mengayun ke depan dan 20

0

mengayun ke belakang bernilai +1.

c. Posisi lengan atas, berada pada sudut antara 20 600 mengayun ke

depan, dan posisi extention dengan sudut lebih dari 200

bernilai +2.

d. Posisi lengan atas, berada pada sudut lebih dari 600 mengayun ke

depan bernilai +3.

e. Ditambah +1, jika bahu terangkat.

f. Ditambah +1, jika lengan atas meregang (abducted) dan gerakan lebih

dari 4x per menit atau lebih.

g. Ditambah +1, jika lengan atas meregang (abducted) dan postur static

atau dengan gerakan lebih dari 4x per menit atau lebih.

h. Nilai -1, jika bahu disangga atau bersandar.

i. Dari semua nilai pada langkah ini kemudian di jumlah dan di masukan

di kotak Upper Arm Score.

Langkah 2:

Gambar 2.3 2 Skor Pada Lengan Bawah (Middlesworth, M., 2017)

a. Mengamati posisi lengan bawah dan membuat skor sesuai dengan

kriteria.

b. Posisi lengan bawah, berada antara sudut 60 1000 bernilai +1.

c. Posisi lengan bawah, berada antara sudut 0 600 atau pada sudut

lebih dari 1000 bernilai +2.

d. Ditambah +1, jika lengan bekerja menyilang titik tengah badan.

e. Ditambah +1, jika lengan bergerak keluar dengan sudut lebih dari 150.

f. Dari semua nilai pada langkah ini kemudian di jumlah dan di masukan

di kotak Lower Arm Score.

Page 12: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

18

Langkah 3:

Gambar 2.4. 3 Skor Pada Pergelangan Tangan (Middlesworth, M.,

2017)

a. Mengamati posisi pergelangan tangan dan membuat skor sesuai

dengan kriteria.

b. Posisi pergelangan tangan, berada pada posisi antara sudut 150 keatas

dan sudut 150 kebawah bernilai +1.

c. Posisi pergelangan tangan, berada pada posisi antara sudut lebih dari

450 keatas dan sudut lebih dari 45

0 kebawah bernilai +2.

d. Posisi pergelangan tangan, berada pada sudut lebih dari 450 keatas

atau pada sudut lebih dari 450 kebawah bernilai +3.

e. Ditambah nilai +1, jika pergelangan tangan membengkok melebihi

garis tengah kesamping kiri atau kanan dengan sudut lebih dari 100.

f. Dari semua nilai pada langkah ini kemudian di jumlah dan di masukan

di kotak Wrist Score.

Langkah 4:

a. Mengamati posisi pergelangan tangan dengan tapak menggengam dan

membuat skor sesuai dengan kriteria.

b. Jika pergelangan tangan dengan tapak menggenggam pada titik tengah

nilai 1.

c. Jika pergelangan tangan dengan tapak menggenggam pada ujung luar

(dekat jari) nilai 2.

d. Nilai dimasukkan pada kotak Wrist Twist Score.

Page 13: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

19

Langkah 5:

Gambar 2.5. 4 Skor Tabel A (Middlesworth, M., 2017)

a. Mendapatkan nilai Posture Score A dengan table A, menggunakan

hasil skor dari langkah 1 sampai dengan langkah 4.

b. Menandai nilai Upper Arm Score 1 s/d 6 pada Table A.

c. Menandai nilai Lower Arm Score 1 s/d 3, di sesuaikan dengan baris

hasil dari Upper Arm Score pada Table A.

d. Menandai nilai Wrist Score 1 s/d 4 pada Table A.

e. Menandai nilai Wrist Twist Score 1 s/d 2, di sesuaikan dengan kolom

hasil dari Wrist Score pada Table A.

f. Posture Score A akan diperoleh dari pertemuan baris dan kolom dari

Table A.

Page 14: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

20

Gambar 2.6 5 Skor Tabel A Untuk Mendapatkan Posture Score

(Middlesworth, M., 2017)

Langkah 6:

Gambar 2.7 6 Muscle use score (Middlesworth, M., 2017)

a. Mengamati penambahan penggunaan otot dan membuat skor sesuai

dengan kriteria.

b. Nilai skor +1, jika postur kondisinya static (kondisi sama lebih dari 10

menit, atau aktivitas dengan pergerakan berulang 4x per menit atau

lebih.

c. Nilai dimasukkan pada kotak Muscle Use Score.

Page 15: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

21

Langkah 7:

Gambar 2.8 7 Kotak isian Force/ load score (Middlesworth, M.,

2017)

a. Mengamati beban kerja dan membuat skor sesuai dengan kriteria.

b. Berat beban kurang dari 2 Kg (berselang) bernilai 0.

c. Berat beban antara 2 - 10 Kg (berselang) bernilai +1.

d. Berat beban antara 2 - 10 Kg (statik atau berulang-ulang) bernilai +2.

e. Berat beban lebih dari 10 Kg atau berulang-ulang atau

hentakan(shock) bernilai +3.

f. Ditambah +1, jika terjadi shock atau pengulangan.

g. Nilai pada langkah ini kemudian di masukan di kotak Force/Load

Score.

Page 16: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

22

Langkah 8:

Gambar 2.9 8 Skor yang akan digunakan pada Tabel C

(Middlesworth, M., 2017)

a. Menentukan nilai pada baris Table C.

b. Untuk mendapatkan nilai pada Wrist & Arms Score, jumlahkan

langkah 5 sampai dengan langkah 7.

c. Hasil dimasukan pada kotak Wrist & Arms Score.

Langkah 9:

Gambar 2.10 9 Skor Pada Posisi Leher (Middlesworth, M., 2017)

Page 17: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

23

a. Mengamati posisi leher dan memberikan skor sesuai dengan kriteria.

b. Posisi leher dengan sudut 0 100 kedepan bernilai +1.

c. Posisi leher dengan sudut 10 200 kedepan bernilai +2.

d. Posisi leher dengan sudut lebih dari 200 kedepan bernilai +3.

e. Posisi leher dengan posisi extention (kebelakang) bernilai +4.

f. Ditambah +1, jika leher pada posisi berputar.

g. Ditambah +1, jika leher pada posisi bengkok ke samping.

h. Dari semua nilai pada langkah ini kemudian di jumlah dan di masukan

di kotak Neck Score.

Langkah 10:

Gambar 2.11 10 Skor Pada Posisi Badan (Middlesworth, M., 2017)

a. Mengamati posisi badan dan membuat skor sesuai dengan kriteria.

b. Posisi badan dengan sudut 00 bernilai +1.

c. Posisi badan menunduk atau extention, dengan sudut 0 200 bernilai

+2.

d. Posisi badan menunduk dengan sudut 20 600 bernilai +3.

e. Posisi badan menunduk dengan sudut lebih dari 600 bernilai +4.

f. Ditambah +1, jika badan pada posisi berputar.

g. Ditambah +1, jika badan pada posisi bengkok kesamping.

h. Dari semua nilai pada langkah ini kemudian di jumlah dan di masukan

di kotak Trunk Score.

Page 18: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

24

Langkah 11:

Gambar 2.12 11 Tabel C (Middlesworth, M., 2017)

Gambar 2.12 11 menunjukkan cara pengisian skor pada tabel B sebagai

berikut:

a. Mengamati posisi kaki dan membuat skor sesuai dengan kriteria.

b. Nilai skor +1, jika kaki bertumpu dan posisi seimbang.

c. Nilai skor +2, jika kaki tidak bertumpu dan posisi tidak seimbang.

d. Nilai dimasukkan pada kotak Leg Score.

e. Hasil nilai langkah 9 (Neck Score) di tandai pada Table B.

f. Hasil nilai langkah 10 (Trunk Score) di tandai pada Table B.

Page 19: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

25

g. Hasil nilai langkah 11 (Leg Score) di tandai pada Table B tepat pada

kolom hasil nilai langkah 10 (Trunk Score).

Langkah 12:

Gambar 2.13. 12 Skor Leher, Badan Dan Posisi Kaki

(Middlesworth, M., 2017)

Nilai Posture B Score, diperoleh dari pertemuan titik Neck Posture Score

dan Trunk Posture Score (pada Table B).

Page 20: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

26

Langkah 13:

Gambar 2.14. 13 Kotak isian penggunaan tenaga dalam kegiatan

(Middlesworth, M., 2017)

a. Mengamati penambahan penggunaan otot dan membuat skor sesuai

dengan kriteria.

b. Nilai skor 0, jika postur tidak memenuhi kondisinya statik (kondisi

sama kurang dari 10 menit, atau aktivitas dengan pergerakan berulang

kurang dari 4x per menit.

c. Nilai skor +1, jika postur kondisinya statik (kondisi sama lebih dari 10

menit, atau aktivitas dengan pergerakan berulang 4x per menit atau

lebih.

d. Nilai dimasukkan pada kotak Muscle Use Score.

Langkah 14:

Gambar 2.15 14 Kotak isian berat objek yang dioperasikan

(Middlesworth, M., 2017)

a. Mengamati beban kerja dan membuat skor sesuai dengan kriteria.

b. Berat beban kurang dari 2 Kg (berselang) bernilai 0.

c. Berat beban antara 2 - 10 Kg (berselang) bernilai +1.

d. Berat beban antara 2 - 10 Kg (static atau berulang-ulang) bernilai +2.

e. Berat beban lebih dari 10 Kg atau berulang-ulang atau

hentakan(shock) bernilai +3.

f. Ditambah +1, jika terjadi shock atau pengulangan.

Page 21: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

27

g. Nilai pada langkah ini kemudian di masukan di kotak Force/Load

Score.

Langkah 15:

a. Menentukan nilai pada kolom Table C.

b. Untuk mendapatkan nilai pada Neck, Trunk, Leg Score, jumlahkan

langkah 12 sampai dengan langkah 14.

c. Hasil dimasukan pada kotak Neck, Trunk, Leg Score.

Gambar 2.16. 15 Kotak isian leher, badan dan kaki untuk digunakan

pada tabel C (Middlesworth, M., 2017)

d. Nilai pada Table C diperoleh dari pertemuan titik dari baris Wrist/Arm

Score, dan kolom Neck, Trunk, Leg Score.

e. Nilai pada Table C merupakan hasil final pada evaluasi metode RULA.

Gambar 2.17 16 Penggunaan tabel C (Middlesworth, M., 2017)

Page 22: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

28

f. Setelah di ketahui final REBA Score, kemudian dari nilai tersebut akan

di intrepretasikan dan diketahui kondisi tingkat resiko dan tindakan

yang perlu dilakukan.

Gambar 2.18 17 Kriteria RULA score (Middlesworth, M., 2017)

2.2.5 REBA

Metode REBA (Rapid Entire Body Assesment) dikembangkan oleh

Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn McAtamney pada tahun 1993. “REBA is an

analysis tool for rapid and easy observation of postural whole-body

activities. Provide a score system for muscle activities by deviding the body

into segments coded separately with respect of movement plane.”

(Lakhwinder. P.S, 2016).

Menurut pengembangnya Dr. Hignett dan Dr. Lynn Mc Atamney,

REBA adalah ini bertujuan untuk:

a. Mengembangkan system analis postural yang sensitif terhadap resiko

Musculoskeletal disorders pada setiap pekerjaan.

b. Membagi tubuh menjadi beberapa segmen yang di berikan kode

secara individual, dengan mengacu pada bidang pergerakan.

c. Menyediakan system penilaian untuk aktivitas otot yang di sebabkan

oleh postur yang statis, dinamis, perubahan pergerakan pergerakan

yang cepat, atau kondisi postur yang tidak stabil.

d. Merefleksikan bahwa pegangan (coupling) merupakan bagaian yang

sangat penting saat penanganan sebuah beban, yang mana tidak selalu

menggunakan tangan.

e. Memberikan tingkat tindakan dengan indikasi urgensi.

Page 23: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

29

Sebagai alat untuk menilai postur tubuh terhadap resiko

musculoskeletal disorders (MSD). Metode ini di rancang khusus untuk

menganalisis postur kerja yang tidak dapat di prediksi pada bidang perawatan

dan kesehatan maupun pada bidang layanan servis dalam industri. Evaluasi

faktor resiko ini di dasarkan pada paparan diagram postur tubuh pada tiga

table yang telah disediakan. Di dalam metode ini menilai posisi saat kerja

postur leher, postur punggung, postur lengan dan postur kaki. Faktor-faktor

yang mempengaruhi juga akan dihitung di antaranya adalah factor kopling,

beban eksternal yang berhubungan dengan pekerja.

Pada prosedur penilaian dengan metode REBA, perlu juga dilakukan

observasi jenis pekerjaan termasuk desain tempat kerja dan lingkungan kerja,

penggunaan peralatan, bahkan perilaku pekerja yang mengabaikan resiko

kerja. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan formula yang tepat untuk

dilakukannya suatu perubahan atau modifikasi pada factor ergonomi yang

lebih baik.

Gambar dibawah ini sebagai bahan rujukan untuk mendapatkan hasil

dari lembar penilaian REBA.

Gambar 2.19 1 Simplified Skor pada REBA

(http://www.ijpret.com/publishedarticle/2014/4/IJPRET - MECH 158.pdf)

Page 24: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

30

Dari gambar diatas analis bisa memperoleh skor untuk postur dari

grup A yang terdiri dari; badan (trunk), leher (neck) dan kaki (leg). Postur

dari grup B terdiri dari; lengan atas (upper arms), lengan bawah (lower arms)

dan pergelangan tangan (wrists). Langkah – langkah pada proses penilaian

REBA hampir memiliki kemiripan dengan lembar kerja pada pengukuran

RULA.

2.3 Nasa-TLX

NASA – TLX (NASA Task Load Indeks) adalah merupakan alat atau metode

yang memungkinkan pengguna untuk melakukan penilaian terhadap beban kerja

mental subyektif pada operator yang bekerja dan berhubungan dengan berbagai

sistem antarmuka manusia-mesin (human-machine interface system). Metode ini

digunakan secara luas terutama pada bidang industri manufaktur dan jasa. Khususnya

dalam produksi pabrik EDC, keperluan untuk mengevaluasi beban mental operator

lapangan sangat penting. Hal ini untuk memastikan keselamatan dan kesehatan

operator lapangan, terutama agar selalu menggunakan alat-alat keselamatan atau alat

pelindung diri (PPE-Personal Protective Equipment), melakukan setiap pekerjaan

dengan hati-hati dan waspada untuk menghindari berbagai kesalahan yang bisa

menyebabkan kecelakaan kerja maupun kerusakan peralatan pabrik. Dari

pengalaman penulis, peningkatan beban kerja yang berat dapat sering terjadi karena

di picu oleh jenis pekerjaan yang kompleks, kondisi yang ekstrem dan juga gesekan

antar pekerja.

Metode NASA-TLX ini menganalisis beban kerja mental yang dihadapi

pekerja yang harus melakukan berbagai macam aktivitas untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan. Metode ini awalnya dikembangkan oleh Sandra G. Hart dan Lowell E.

Staveland dari San Jose State University pada 1981 (Ericson W., Frans C. S., Ryan

P. dan Sugianto, 2016). Pengembangan dilakukan di Human Performance Group

pada perusahaan NASA Ames Research Center pada awal tahun 80-an selama tiga

tahun dan melibatkan lebih dari 40 laboratorium. Salah satu metode yang terbagus

selain SWAT (Subjective Workload Assesment Technique), NASA-TLX ini berupa

kuesioner untuk mengukur beban kerja mental dari jenis pekerjaan, bukan beban

kerja mental dari para pekerja (Muhammad A. dan Arfan B., 2016). Pada metode ini

Page 25: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

31

terdapat 6 dimensi kinerja yang dinilai untuk menentukan peringkat beban kerja

secara keseluruhan:

1. Mental Demand; Permintaan untuk berpikir, memutuskan ataupun

perhitungan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.

2. Physical Demand; Permintaan menentukan jumlah aktivitas fisik yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas.

3. Temporal Demand; Permintaan menentukan jumlah tekanan waktu yang

diperlukan untuk menyelesaikan tugas.

4. Effort: Upaya untuk mengevaluasi seberapa keras usaha pekerja untuk

mempertahankan kinerja mereka dalam menyelesaikan tugas.

5. Performance; Mengukur tingkat keberhasilan dalam menyelesaikan

tugas.

6. Frustation Level; Mengatasi tingkat frustrasi yang dirasakan selama

melakukan tugas.

Langkah-langkah dalam pengukuran beban kerja mental dengan

menggunakan metode NASA-TLX adalah:

1. Mendapat penjelasan dari indikator beban mental yang di ukur. Metode

NASA-TLX mengukur beban kerja mental dengan 6 indikator yang di

antaranya adalah seperti pada tabel 2.6.1 di bawah.

Tabel 2.1 Definisi Skala NASA-TLX

Scale Rating Discription

Mental Demand

(Kebutuhan Mental)

MD

Low/High

Seberapa besar aktivitas mental

dan persepsual yang di butuh kan

untuk melihat, mengingat dan

mencari.

Apakah pekerjaan tersebut mudah

atau sulit, Sederhana atau

kompleks, longgar atau ketat.

Physical Demand

(Kebutuhan fisik)

PD

Low/High Jumlah aktivitas fisik yang

dibutuhkan, misalnya;

mendorong, menarik, memutar,

dll.

Page 26: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

32

Scale Rating Discription

Temporal Demand

(kebutuhan waktu)

TD

Low/High Jumlah tekanan yang berkaitan

dengan waktu yang dirasakan

selama elemen pekerjaan

berlangsung.

Apakah pekerjaan perlahan atau

santai atau cepat dan melelahkan.

Performance

OP

Good/Poor Seberapa besar keberhasilan

seseorang di dalam pekerjaannya

dan seberapa puas dengan hasil

kerjanya.

Effort

(Tingkat Usaha)

EF

Low/High Seberapa keras kerja mental dan

fisik yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan pekerjaan.

Frustation Level

(Tingkat Frustrasi)

FR

Low/High Seberapa tidak aman, putus asa,

tersinggung, terganggu,

dibandingkan dengan perasaan

aman, puas, nyaman, dan

kepuasan diri yang dirasakan.

2. Pembobotan; Meminta responden untuk memilih salah satu dari 2

indikator yang dirasakan lebih dominan, yang menimbulkan beban kerja

mental terhadap pekerjaan tersebut. Kuesioner NASA-TLX diberikan

dalam bentuk perbandingan yang terdiri dari 15 perbandingan

berpasangan. Kemudian dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang

dirasakan paling berpengaruh. Setelah itu, jumlah tally ini kemudian akan

menjadi bobot untuk tiap indikator beban mental. Tally ini menunjukkan

frekuensi item penilaian dalam NASA TLX yang kemudian dijadikan

bobot antar item penilaian yang menunjukkan tingkat kepentingan

masing-masing item penilaian.

3. Pemberian penilaian beban mental (Rating); Meminta responden untuk

memberi penilaian terhadap 6 indikator beban mental dengan skala 1-100

pada setiap indikator yang subjektif dan tergantung pada beban mental

yang dirasakan oleh responden tersebut.

Page 27: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

33

4. Menghitung Nilai produk; Nilai produk diperoleh dengan mengalikan

rating dengan bobot faktor untuk masing-masing descriptor.

………………………………….(1)

5. Menghitung beban pekerjaan (Weight Workload – WWL); Hasilnya

diperoleh dengan menjumlah keenam nilai produk.

∑ …………………………………………………..(2)

6. Menghitung Rata-rata WWL; Hasilnya diperoleh dengan membagi WWL

dengan jumlah bobot total.

……………………………………………….(3)

7. Interpretasi Nilai Hasil Skor; Nilai skor beban pekerjaan dapat di

interpretasikan sebagai berikut (Sri at al, 2018) pada Tabel 2.2 di bawah;

Tabel 2.2 Interpretasi Nilai Hasil Skor

Workload Value

Low 0 - 9

Medium 10 - 29

Somewhat High 30 - 49

High 50 - 79

Very High 80 - 100

Hasil dari pengukuran ini, nantinya akan dijadikan pertimbangan untuk

dilakukan perbaikan lebih lanjut yang diharapkan bisa mengurangi nilai skor yang di

atas 80.

Page 28: LANDASAN TEORI 2.1 Lingkungan Kerja (Nature of Worklibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2... · 2019. 10. 4. · kurang ergonomis akan menyebabkan bertambahnya waktu pengerjaan,

34