debt for nature swap(2)

25
Debt For Nature Swap Salah satu permasalahan yang di hadapi usaha Mikro dan kecil (UKM) dalam pengelolaan lingkungan adalah tidak tersedianya dana untuk pengadaan peralatan pencegahan dan pengendalian pencemaran. Pemerintah Indonesia menyediakan pinjaman lunak untuk membantu usaha skala mikro dan kecil dalam : Investasi di bidang pencegahan dan pengendalian pencemaran; Meningkatkan efesiensi produksi; Bantuan teknis; Sertifikasi Sistem manajemen lingkungan; Modal kerja sebanyak-banyaknya 40% Dana pinjaman ini bersifat bergulir (Revolving Fund), sehingga akan diteruspinjamkan kembali kepada nasabah yang menerapkan upaya pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan. Dana ini berasal dari program Debt For Nature Swap, (DNS) yang merupakan kerjasama antara pemerintah jerman dengan pemerintah Inldonesia untuk investasi lingkungan. Dalam hal ini di sebut program DNS untuk investasi lingkungan bagi Usaha Mikro dan kecil. Berita dan InformasiKementerian LH Bantu Rp2,3 M SLAWI(SINDO)– Pemkab Tegal segera membangun dua instalasi pengolahan air limbah (IPAL) terpadu untuk menangani pencemaran akibat banyaknya industri tahu. Proyek fisik pembuatan IPAL bantuan dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup (LH) itu mencapai Rp2,3 miliar. Bupati Tegal Agus Riyanto mengungkapkan, pembangunan IPAL di Dukuh Pesalakan, Desa/Kec Adiwerna itu untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan yang memengaruhi kualitas air tanah masyarakat setempat. Ampas Tahu Jadi Biogas Nyonya Budi (35) memasak menggunakan kompor biogas di Dukuh Kanoman, Desa Gagaksipat, Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (26/2). Energi biogas dialirkan dari bak yang berisi limbah cair sisa pembuatan tahu. BSM Kelola Utang dari Jerman Rp 22 Miliar

Upload: ratika-benita-nareswari

Post on 25-Jun-2015

307 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Debt for Nature Swap(2)

Debt For Nature Swap Salah satu permasalahan yang di hadapi usaha Mikro dan kecil (UKM) dalam pengelolaan lingkungan adalah tidak tersedianya dana untuk pengadaan peralatan pencegahan dan pengendalian pencemaran.Pemerintah Indonesia menyediakan pinjaman lunak untuk membantu usaha skala mikro dan kecil dalam :

Investasi di bidang pencegahan dan pengendalian pencemaran; Meningkatkan efesiensi produksi; Bantuan teknis; Sertifikasi Sistem manajemen lingkungan; Modal kerja sebanyak-banyaknya 40%

Dana pinjaman ini bersifat bergulir (Revolving Fund), sehingga akan diteruspinjamkan kembali kepada nasabah yang menerapkan upaya pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan. Dana ini berasal dari program Debt For Nature Swap, (DNS) yang merupakan kerjasama antara pemerintah jerman dengan pemerintah Inldonesia untuk investasi lingkungan. Dalam hal ini di sebut program DNS untuk investasi lingkungan bagi Usaha Mikro dan kecil.

Berita dan InformasiKementerian LH Bantu Rp2,3 M

SLAWI(SINDO)– Pemkab Tegal segera membangun dua instalasi pengolahan air limbah (IPAL) terpadu untuk menangani pencemaran akibat banyaknya industri tahu.

Proyek fisik pembuatan IPAL bantuan dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup (LH) itu mencapai Rp2,3 miliar. Bupati Tegal Agus Riyanto mengungkapkan, pembangunan IPAL di Dukuh Pesalakan, Desa/Kec Adiwerna itu untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan yang memengaruhi kualitas air tanah masyarakat setempat.

Ampas Tahu Jadi BiogasNyonya Budi (35) memasak menggunakan kompor biogas di Dukuh Kanoman, Desa Gagaksipat, Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (26/2). Energi biogas dialirkan dari bak yang berisi limbah cair sisa pembuatan tahu. BSM Kelola Utang dari Jerman Rp 22 MiliarJAKARTA -- Bank Syariah Mandiri (BSM) sedang mengelola dana utang pemerintah Indonesia dari pemerintah Jerman sebesar Rp 22 miliar. Dana tersebut dikelola BSM sebagai dana pembiayaan bagi sektor mikro ramah lingkungan. ''Ini dana kerja sama BSM yang bersumber utang pemerintah dari pemerintah Jerman sebesar Rp 22 miliar,'' kata Direktur BSM, Hanawijaya kepada Republika, Kamis, (13/12).

DEBT FOR NATURE SWAPS (DNS)kemungkinan penerapannya di Indonesia

A. Pendahuluan

Indonesia pernah ternasuk salah satu negara yang tergolong dalam "The East Asia Miracle". Selama bertahun-tahun hingga pertengahan 1997, tidak seorangpun (kecuali

Page 2: Debt for Nature Swap(2)

beberapa ahli ekonomi yang punya indera keenam) atau satu lembaga pun (termasuk World Bank) yang meramalkan bahwa Indonesia akan terseret ke dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan. Situasi ekonomi yang kurang menguntungkan saat ini sebagai akibat krisis moneter telah membahayakan pembangunan ekonomi di Indonesia. Pendapatan Pemerintah berkurang secara drastis karena kemacetan sektor produksi yang menyebabkan kesulitan bagi Pemerintah dalam melaksanakan program pembangunannya.

Pemerintah harus mencari sumber dana untuk melanjutkan program pembangunan maupun untuk meringankan beban utang negara kita. Ada suatu pengertian global bahwa upaya-upaya internasional untuk melestarikan sumber daya alam harus dilanjutkan. Di lain pihak, ada kemungkinan bahwa negara-negara yang mempunyai utang besar mulai memikirkan akan meningkatkan eksploitasi sumber daya alamnya sebagai suatu cara untuk meringankan beban utangnya.

Oleh karena itu harus ada tanggung jawab negara-negara maju untuk membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi termasuk Indonesia. Salah satu kemungkinannya adalah dengan memanfaatkan dana yang disebut DNS (Debt for Nature Swaps). DNS dapat diartikan sebagai "pembatalan utang luar negeri dengan cara menukarkannya dengan suatu komitmen dari negara pengutang (debitur) untuk memobilisasi sumber keuangan domestik untuk kegiatan konservasi".

B. Prospek DNS

Konversi utang seperti halnya DNS mengandung beberapa manfaat, antara lain :

Untuk investor : konversi meningkatkan dukungan pada kegiatan pelestarian. Untuk debitor (pengutang) : konversi menghasilkan pembayaran uang ekstern dalam mata uang keras dengan diskon dalam mata uang lokal dan mendorong investasi dalam kegiatan hutan. Untuk kreditur (pemberi uang) : konversi menghasilkan pembayaran secara langsung sebagian utang dalam mata uang keras dan dapat digunakan untuk dana sumbangan, hubungan masyarakat (public relation) dan keuntungan pajak.

Terdapat dua jenis pendanaan untuk konservasi alam yaitu :

1. Melibatkan tiga pihak (Triparties) :

investor, kreditur, debitur pemerintah investor, kreditur, debitur swasta

1. ilateral

kreditur pemerintah dan debitur pemerintah

Proses utang tiga pihak :

Utang komersial atau kredit ekspor (dengan jaminan umum) dikonversi

Page 3: Debt for Nature Swap(2)

Investor organisasi pelestarian, lembaga akademis atau instansi PBB menawarkan sumbangan atau membeli utang dengan diskon dari nilai aslinya dari kreditur Bernegosiasi dengan debitur (pemerintah atau sektor swasta) untuk pembatalan utangnya dan diganti dengan sejumlah dana lokal yang disepakati untuk pelestarian atau suatu riset yang lain

Contoh 1 : Three party Public Debt Swap di Filipina

Contoh 2 : Three Private Debt Swap di Ghana

Page 4: Debt for Nature Swap(2)

Asumsi : Debt price=25% of face value

Proses konversi utang bilateral :

Suatu kreditur pemerintahan membatalkan utang yang dimiliki oleh debitur pemerintahan dengan jalan debitur tersebut menyisihkan sejumlah dana lokal yang disepakati atau dengan mengubah kebijakan demi keuntungan pelestarian. Mengkonversi utang bilateral resmi :

Bantuan Pembangunan Resmi (ODA)

Kredit ekspor yang dijamin secara umum (membeli kembali utang)   Dukungan pelestarian yang dihasilkan dapat ditangani (dikelola) oleh lembaga akademis, organisasi pelestarian, dana perwalian pelestarian dan/atau pemerintah berdasarkan konversinya.

Contoh bilateral Public Debt Swap di Peru

Beberapa program konversi utang bilateral yang sudah dilaksanakan saat ini :

1. Belgia : Debt for aid, Debt buy-backs2. Kanada : Debt for Conversion Initiative for the Environment in Latin America3. Jerman : Debt for Environment4. Belanda : Debt for Development and Environment5. Swiss : Debt Reduction Facility6. Amerika Serikat : Tropical Forest Conservation

Walaupun tersedia beberapa sumber dana untuk konversi utang, namun ada juga beberapa hambatan dalam konversi utang, yaitu:

ketersediaan utang dengan diskon sumber-sumber dana

Page 5: Debt for Nature Swap(2)

rintangan politik di negara debitur risiko : devaluasi, inflasi dan tidak membayar biaya transaksi yang tinggi untuk mengatur transaksinya kemampuan penyerapan proyek pelestarian potensi korupsi

C. Penutup

Peran sektor kehutanan pernah dominan dalam pembangunan sosio-ekonomi negara kita, dalam mendorong industrialisasi, dalam memerangi kemiskinan dan dalam menciptakan pendapatan, devisa dan pembangunan, yaitu suatu pertanda bahwa hutan adalah wahana maupun penerima manfaat dari pembangunan. Saat ini kita perlu menunjukkan peran hutan melalui kegiatan pelestarian dalam penukaran utang.

Debt-for-nature swap transaksi keuangan di mana sebagian negara berkembang utang luar negeri dalam pertukaran diampuni investasi lokal dalam upaya konservasi.

Latar Belakang Salah satu permasalahan yang di hadapi usaha Mikro dan kecil (UKM) dalam pengelolaan lingkungan adalah tidak tersedianya dana untuk pengadaan peralatan pencegahan dan pengendalian pencemaran.Pemerintah Indonesia menyediakan pinjaman lunak untuk membantu usaha skala mikro dan kecil dalam :

Investasi di bidang pencegahan dan pengendalian pencemaran; Meningkatkan efesiensi produksi; Bantuan teknis; Sertifikasi Sistem manajemen lingkungan; Modal kerja sebanyak-banyaknya 40%

Dana pinjaman ini bersifat bergulir (Revolving Fund), sehingga akan diteruspinjamkan kembali kepada nasabah yang menerapkan upaya pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan. Dana ini berasal dari program Debt For Nature Swap, (DNS) yang merupakan kerjasama antara pemerintah jerman dengan pemerintah Inldonesia untuk investasi lingkungan. Dalam hal ini di sebut program DNS untuk investasi lingkungan bagi Usaha Mikro dan kecil.  Ketentuan Pinjaman Dana pinjaman ditujukan bagi : 

Usaha Mikro dan kecil UMK sentra dan/atau individu yang berbadan hokum (CV, PT, Koperasi, dll) Potensial mencemari lingkungan.

Page 6: Debt for Nature Swap(2)

Dana ini dapat diberikan apabila UMK tersebut telah memenuhi kelayakan teknis yang di tentukan berdasarkan penilaian KLH dan kelayakan financial yang ditentukn berdasarkan penilaian Bank pelaksana.Maksimum pinjaman adalah 500 juta dengan system bagi hasil. Masa pengembalian pinjaman sekitar 3-7 tahun dengan masa tenggang waktu pembayaran pokok sekitar 0-1 tahun. Ketentuan pembagian bagi hasil dan pengembalian pokok sesuai dengan ketentuan intern Bank pelaksana.  Mekanisme Pengajuan Pinjaman

Keterangan:1. Pengajuan permohonan pinjaman dari UKM kepada Bank pelaksana.2. Penilaian aspek financial oleh Bank pelaksana.3. Permohonan penilaian aspek teknis dari Bank pelaksana kepada KLH.4. Penilaian aspek teknis oleh KLH.5. Penyampaian hasil penilaian teknis KLH kepada Bank pelaksana.6. Pencairan dana dari Bank pe;aksana kepada perusahaan pemohon.  Komponen Biaya Komponen investasi yang dapat dibiayai :

Peralatan pencegahan pencemaran (Mesin produksi yang ramah lingkungan); Instalasi pengolahan Air limbah (IPAL), instalasi pengendalian pencemaran (IPPU),

instalasi pengolahan limbah padat (IPLP), instalasi Daur Ulang Limbah (IDUL). Jasa konsultasi desain system dan konstruksi sipil, pencegahan dan pengendalian

pencemran, serta daur ulang Lahan tapak IPAL/IPPU/IPLP/IDUL; Modal kerja yang berkaitan dengan investasi lingkungan Sertifikasi Sistem Manajemen Llingkungan Pengganti bahan yang lebih ramah lingkungan.

Komponen investasi yang tidak dapat di biayai :

Page 7: Debt for Nature Swap(2)

Biaya administrasi Pajak Modal kerja yang tidak terkait dengan investasi lingkungan Bangunan pabrik, gudang, kantor, kantin Kompensasi dan pembebasan lahan pabrik Biaya operasi dan pemeliharaan Alat transportasi Power plan, genset Segala peralatan yang tidak ada kaitannya dengan masalah lingkungan.

Amerika Serikat telah menandatangani kesepakatan untuk memaafkan hampir $ 30 juta dalam utang Indonesia sebagai imbalan besar negara Asia Tenggara menyetujui untuk melindungi hutan di Pulau Sumatera. Kesepakatan adalah hutang terbesar-untuk-sifat swap pemerintah AS telah diatur sehingga jauh di bawah US Tropical Forest Conservation Act. Ini adalah pertama kesepakatan tersebut dengan Indonesia - yang memiliki salah satu tingkat deforestasi tercepat di dunia.

Lain pohon tumbang di hutan-hutan di Indonesia - sebuah negara yang kehilangan wilayah ukuran Swiss setiap tahun untuk penebangan kayu. Indonesia yang besar membuat laju deforestasi di dunia emitor terbesar ketiga karbon dioksida di belakang Amerika Serikat dan Cina.

Deforestasi juga mempengaruhi negara satwa liar. Hutan adalah rumah bagi beberapa dunia yang paling terancam punah spesies termasuk harimau, gajah, badak dan orangutan. Dalam kontrak baru, AS telah setuju untuk perdagangan $ 30 juta dalam pembayaran utang untuk meningkatkan konservasi habitat mereka.

Jennifer Morris adalah Senior Vice President untuk divisi keuangan ekosistem Conservation International, kelompok yang diperantarai kesepakatan antara Amerika Serikat dan Indonesia.

"Pada dasarnya, alih-alih membayar kembali utang itu, untuk memasukkan uang itu bahwa mereka akan dibayar kembali, ke pemerintah AS [uang akan dimasukkan] ke dalam konservasi. [Susunan ini] membuat kesepakatan ini, yang, sangat bersejarah [yang terbesar yang pernah utang disebut utang-swap, yang pernah terjadi] dan secara khusus untuk negara Indonesia, "kata Morris.

Perjanjian yang ditandatangani oleh Departemen Keuangan AS mengijinkan Indonesia untuk memasukkan uang ke dalam kepercayaan untuk melindungi hutan 13 daerah di pulau Sumatera.

Walter Lohman dari Heritage Foundation mengatakan, dia sangat memperhatikan masalah uang sampai ke tempat yang tepat, tapi dia melihat banyak hal positif.

"Itu hanya cara lain untuk memberikan bantuan. Anda bisa menanyakan pertanyaan yang sama tentang mengapa kita memberikan dunia $ 20 miliar dalam bantuan setiap tahun? Ini tentang membangun hubungan," katanya. "Kami sedang membangun hubungan dengan Indonesia."

Page 8: Debt for Nature Swap(2)

Itu adalah titik kunci digarisbawahi dalam pertemuan antara pejabat Amerika dan Indonesia.

"Saya berharap untuk melanjutkan bekerja dengan menteri luar negeri dan pemerintah Indonesia pada semua masalah ini, dan saya yakin bahwa hubungan kita akan tumbuh lebih kuat dan lebih dalam di masa depan," Menteri Luar Negeri Hilary Clinton mengatakan.

Conservation International mengatakan kesepakatan adalah cara inovatif untuk membantu kedua orang-orang dan spesies dari Indonesia.

Amerika Serikat telah menandatangani sama, perjanjian dengan negara-negara kecil seperti Filipina, Guatemala dan Peru.

"Itu salah satu mekanisme terbaik kita yang kita miliki untuk bantuan pembangunan dari negara-negara maju di mana uang itu dapat digunakan dengan cara yang berbeda," tambah Morris. "Daripada uang itu akan kembali secara langsung atau sebagai pengganti diampuni, pemerintah Indonesia telah membuat komitmen ini sangat penting untuk berinvestasi dalam konservasi bagi masyarakat setempat dan untuk spesies kritis ini."

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang baru saja memenangkan masa jabatan kedua, dalam pemilihan presiden bulan Juli, telah membuat menindak pembalakan liar sebagai prioritas.

SIARAN PERSKEDUBES AMERIKA SERIKAT

  PUBLIC AFFAIRS SECTION

30 Juni 2009

Kesepakatan Pengalihan Utang untuk Konservasi Alam antara AS-Indonesia untuk Selamatkan Hutan di Sumatra

English 

Jakarta – Pemerintah AS dan Indonesia hari ini menandatangani sebuah kesepakatan pengalihan utang untuk konservasi alam (debt-for-nature) di bawah Undang-Undang Konservasi Hutan Tropis (Tropical Forest Conservation Act/TFCA) yang akan mengurangi utang Indonesia pada AS sebesar hampir 30 juta dolar untuk jangka waktu delapan tahun. Sebagai gantinya, pemerintah Indonesia akan mengalokasikan dana ini untuk mendukung hibah untuk melindungi dan mengembalikan hutan tropis di Indonesia. Kesepakatan ini, yang dilakukan atas kerjasama dengan Conservation International dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), akan menjadi yang pertama di Indonesia dan merupakan  program pengalihan utang untuk konservasi alam yang terbesar sejauh ini. 

Page 9: Debt for Nature Swap(2)

“Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki keragaman biologi sangat banyak,” kata Duta Besar A.S. Cameron R. Hume. “Dana yang berasal dari program utang untuk alam (debt-for-nature program) akan membantu Indonesia melindungi habitat hutan yang terancam di Sumatra.” 

Perjanjian tersebut dapat terlaksana melalui bantuan senilai 20 juta dolar oleh Pemerintah AS berdasarkan Undang-Undang Konservasi Hutan Tropis 1998 (Tropical Forest Conservation Act of 1998) dan bantuan bersama senilai 2 juta dolar dari yayasan Conservation International dan KEHATI. 

Sumatra merupakan tempat tinggal bagi ratusan jenis mamalia, berbagai spesies burung, dan tumbuhan yang langka dan terancam punah, di antaranya harimau Sumatra, gajah, badak, dan orangutan. Hibah tersebut dirancang untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan upaya-upaya pelestarian, serta mengembangkan mata pencaharian yang berkelanjutan bagi rakyat dan masyarakat setempat yang bergantung pada hutan. 

Perjanjian dengan Indonesia ini adalah perjanjian Tropical Forest Conservation Act ke-15, setelah dengan Bangladesh, Belize, Botswana, Colombia, Costa Rica, El Salvador, Guatemala, Jamaica, Panama (dua perjanjian), Paraguay, Peru (dua perjanjian) dan Filipina. Untuk selanjutnya, program-program ‘debt-for-nature-swap’ ini ditargetkan akan menghasilkan 218 juta dolar untuk melindungi hutan-hutan tropis. KEHATI dibentuk pada tahun 1995 untuk mendukung dan memfasilitasi perlindungan keanekaragaman biologis di Indonesia. Organisasi ini adalah LSM pertama yang tercipta lewat bantuan Pemerintahan AS untuk berpartisipasi dalam program ‘debt-for-nature-swap’ lewat Tropical Forest Conservation Act.  

Undang-Undang Perlindungan Hutan TropisLembar Fakta (Fact Sheet)

Undang-Undang Perlindungan Hutan Tropis (The Tropical Forest Conservation Act-- TFCA),  yang disahkan pada 1998, memberi peluang bagi Negara berkembang yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan keringanan hutang dari  pemerintah Amerika Serikat dan pada saat yang sama mampu mengumpulkan dana lokal untuk mendukung upaya perlindungan hutan tropis. Program ini juga menawarkan peluang bagi kerjasama lembaga publik dan swasta, selain itu mayoritas kesepakatan dalam TFCA juga melibatkan penggalangan dana dari LSM yang berbasis di Amerika. 

TFCA diimplementasikan melalui kesepakatan bilateral dengan Negara-negara yang memenuhi persyaratan. Indonesia merupakan Negara ke 15 yang menandatangi Pakta UU PHT, setelah Bangladesh, Belize, Botswana, Colombia, Costa Rica, El Salvador, Guatemala, Jamaica, Panama (dua kesepakatan), Paraguay, Peru (dua kesepakatan) dan Filipina. Program hutang-demi-alam (debt-for-nature) ini  diproyeksikan dapat mengumpulkan dana $218 juta untuk perlindungan hutan tropis. 

Cara Kerja Debt-for-Nature SwapPembayaran dan bunga pokok utang yang dimaksud dialihkan menjadi dana kehutanan tropis lokal. Pengalihan ini melibatkan LSM yang memberikan dana untuk mengurangi atau

Page 10: Debt for Nature Swap(2)

menghapus sejumlah utang negara debitur yang layak. Opsi debt-for-nature swap yang disubsidi ini dilakukan melalui tiga kesepakatan hukum: (1) kesepakatan pengurangan utang antara Pemerintah AS dan negara debitur; (2) kesepakatan pengalihan biaya antara Pemerintah AS dan LSM donatur untuk mengalihkan dana swasta kepada Pemerintah AS; dan (3) kesepakatan pelestarian hutan antara negara debitur dan LSM donatur dengan penjelasan singkat mengenai penyaluran dana dan membentuk komite pengawasan dan cara-cara pelaksanaannya. 

Kesepakatan ini akan membentuk sebuah dewan lokal (atau dewan pengawasan) untuk mengawasi pendanaan dan memberikan sejumlah hibah kecil kepada penerima yang layak terutama LSM lokal yang berkecimpung di bidang lingkungan hidup, kehutanan, atau kelompok komunitas atau masyarakat asli. Dewan ini terdiri atas perwakilan dari Pemerintah AS dan negara debitur, serta perwakilan dari LSM yang disetujui oleh kedua pemerintah. Sesuai ketentuan TFCA, LSM tersebut harus terdiri dari mayoritas anggota dewan. 

Manfaat Perlindungan Hutan Tropis Hutan tropis yang kaya akan keberagaman hayati merupakan habitat bagi sekitar 10 sampai 30 juta spesies tumbuhan dan hewan, termasuk sejumlah spesies yang sangat penting bagi penelitian medis dan kelangsungan produktivitas pertanian baik di tanah air maupun di seluruh dunia. Hutan juga memberikan layanan penting bagi ekosistem, seperti menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air jernih dan pengikatan karbon. Penggundulan hutan – dengan membakar pohon dan lahan gambut – menyumbang sekitar 80 persen dari total emisi karbon Indonesia. Indonesia memiliki tingkat emisi karbon terbesar ketiga di dunia.

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tropis menggantungkan mata pencaharian dan kehidupan mereka padanya. Kesepakatan ini akan membantu menjamin kelangsungan hutan tropis untuk generasi yang akan datang. Hibah TFCA membangun kapasitas masyarakat dan LSM untuk melengkapi kegiatan-kegiatan perlindungan hutan yang disponsori pemerintah. 

Manfaat Pelestarian Hutan Tropis bagi SumatraDana ini akan digunakan untuk mendukung berbagai hibah yang akan melestariklan dan memulihkan hutan tropis penting di Sumtra Utara, Tengah, dan Selatan, termasuk daerah yang menjadi prioritas seperi Taman Nasional Batang Gadis, Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Taman Nasional Way Kambas, dan Kepulauan Siberut, yang dikenal sebagai “Galapagos Asia” karena keunikan serta keragaman hayatinya yang sangat kaya. 

Taman nasional, hutan, suaka margasatwa, dan batas air yang memenuhi syarat mencapai luas 7.358.785 hektar, hampir dua pertiganya berada di wilayah Sumatra Utara.  Ekosistem yang dicakup oleh perjanjian tersebut meliputi hutan hujan tropis, hutan lumut, alpine meadows, rawa gambut, dan  hutan di bantaran sungai.  Sumatra memiliki 210 spesies mamalia dan 582 spesies burung, sebagian besar adalah satwa langka atau menghadapi kepunahan, dan setidaknya 688 spesies tumbuhan, termasuk bunga tertinggi didunia. Hutan-hutan ini adalah tempat tinggal bagi berbagai macam spesies yang hanya terdapat di Sumatra, termasuk   harimau Sumatra yang terancam punah (tinggal 400 ekor), gajah (tinggal 2500 ekor), badak (kurang dari 300 ekor), dan orangutan (tinggal sekitar 6500 ekor). 

Page 11: Debt for Nature Swap(2)

Kegiatan-kegiatan yang tercakup: Kegiatan-kegiatan yang dapat didanai oleh TFCA, mencakup:Pendirian, pemulihan, perlindungan dan perawatan taman-taman nasional, kawasan-kawasan perlindungan dan suaka-suaka alam. 

  Pengembangan dan penggunaan sistem-sistem manajemen sumber daya alam yang teruji secara ilmiah, termasuk praktek-praktek manajemen lahan dan ekosistem.

  Program-program latihan untuk meningkatkan kapasitas ilmiah, teknis dan manajemen dari para individu dan organisasi yang terlibat dalam kegiatan perlindungan alam.

  Pemulihan, perlindungan dan pengelolaan berkelanjutan dari berbagai spesies flora dan fauna.

  Penelitian dan pengidentifikasian kegunaan jenis-jenis tanaman hutan tropis dalam mengobati berbagai macam penyakit dan masalah-masalah kesehatan lainnya bagi manusia.

  Mengembangkan dan mendukung mata pencarian para individu yang hidup di atau di dekat hutan-hutan tropis yang konsisten dengan usaha-usaha perlindungan hutan-hutan tersebut.

###

AS dan Indonesia Tandatangani Kesepakatan Pengalihan Utang untuk Konservasi Alam Senilai 30 Juta Dolar AS

Jakarta – Duta Besar AS Cameron R. Hume (tengah kiri) dan Rahmat Waluyanto, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Departemen Keuangan (kanan) menandatangani kesepakatan

Page 12: Debt for Nature Swap(2)

pengalihan utang untuk konservasi alam (debt-for-nature swap) di bawah Undang-Undang Konservasi Hutan Tropis (Tropical Forest Conservation Act/TFCA) yang akan mengurangi nilai utang Indonesia kepada AS sebesar 30 juta dolar AS untuk jangka waktu delapan tahun. Pemerintah Indonesia akan mengalokasikan dana ini untuk mendukung pemberian hibah dengan tujuan perlindungan dan pelestarian hutan tropis di Sumatra. Informasi lebih lanjut mengenai Kedutaan Besar Amerika Serikat, silakan mengunjungi http://jakarta.usembassy.gov/

###

SIARAN PERSKEDUBES AMERIKA SERIKAT

PUBLIC AFFAIRS SECTION

Jumat, 15 Januari 2010

AS dan Indonesia Mulai Membahas Perjanjian Debt-for-Nature Kedua untuk Selamatkan Hutan

English 

JAKARTA – Pemerintah AS mengumumkan dimulainya pembahasan mengenai isi kesepakatan perjanjian ke-dua pengalihan utang untuk pelestarian alam (debt-for-nature) di bawah Undang-Undang Perlindungan Hutan Tropis (The Tropical Forest Conservation Act/TFCA) AS untuk pelestarian hutan tropis. TFCA memungkinkan dikuranginya dan dialihkannnya sejumlah utang untuk mendukung pelestarian hutan tropis di negara berkembang yang layak.   

Departemen Keuangan AS untuk sementara telah menyisihkan lebih dari 19 juta dollar untuk mengelola jumlah utang yang layak dialihkan. Pembahasan awal mengenai kesepakatan ini telah dimulai minggu ini di Jakarta antara perwakilan Pemerintah AS dan Indonesia.  

"Ini adalah sebuah simbol penting kemitraan kami dengan Indonesia mengenai isu-isu perubahan iklim dan lingkungan hidup,” kata Duta Besar AS Cameron R. Hume. "Ini merupakan cara yang praktis bagi kita untuk bekerjasama melindungi hutan-hutan yang kritis dan mengurangi dampak perubahan iklim.”  

Perjanjian TFCA pertama, yang ditandatangani pada tanggal 30 Juni 2009, akan mengurangi jumlah pembayaran utang Indonesia ke AS sekitar 30 juta dollar selama masa delapan tahun. Sebagai gantinya, Pemerintah Indonesia akan menggunakan dana tersebut untuk mendukung perlindungan dan restorasi hutan-hutan di Sumatra. Perjanjian ini merupakan debt-for-nature swap terbesar dalam sejarah TCFA dan terwujud berkat kontribusi sebesar 20 juta dollar dari

Page 13: Debt for Nature Swap(2)

Pemerintah AS dan gabungan donasi sebesar 2 juta dollar dari Conservation International dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI).    

Hingga saat ini, ada 13 negara yang telah ikut dalam kesepakatan debt-for-nature di bawah TFCA. Dengan berjalannya waktu, program-progam debt-for-nature akan menghasilkan lebih dari 218 juta dollar untuk melindungi hutan-hutan tropis.

RI, AS, negosiasi utang kedua-untuk-sifat kesepakatan

Adianto P. Simamora, THE JAKARTA POST, JAKARTA | Sabtu, 01/16/2010 12:47 PM | Nasional

Indonesia dan AS sedang menegosiasikan kesepakatan kedua dalam utang-untuk-sifat skema untuk membantu mengkonservasi hutan memburuk di negara itu dan mitigasi perubahan iklim.

Duta Besar AS untuk Indonesia Cameron R. Hume mengatakan, utang-untuk-sifat perjanjian sebagaimana ditetapkan di bawah US Tropical Forest Conservation Act (TFCA), adalah cara praktis untuk mengurangi perubahan iklim.

"Ini merupakan simbol penting kerjasama kami dengan Indonesia mengenai isu perubahan iklim dan lingkungan," kata Cameron dalam sebuah pernyataan hari Jumat.

"Ini adalah cara praktis kita dapat bekerja sama untuk melindungi hutan kritis dan mitigasi perubahan iklim."

Kedua negara menandatangani utang pertama-untuk-sifat kesepakatan pada Juni 2009, bertukar hutang Indonesia dengan US $ 30 juta, yang pertama kali TFCA terbesar di bawah.

Pengurangan utang itu akan digunakan untuk melestarikan sekitar 7 juta hektar hutan rusak di Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara, Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Sumatra Tengah, dan Taman Nasional Way Kambas di Lampung, dalam delapan tahun.

Direktur kehutanan dan konservasi sumber daya air di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Basah Hernowo mengatakan bahwa perundingan tentang kesepakatan terfokus pada jumlah utang yang harus bertukar dan lokasi hutan konservasi.

"Akan ada pertemuan lagi untuk menentukan daerah hutan yang akan dilestarikan di bawah skema," katanya kepada The Jakarta Post pada hari Jumat.

Basah mengatakan bahwa pelaksanaan kesepakatan swap utang pertama akan dikerahkan tahun ini.

"LSM lokal akan memimpin dalam melaksanakan program-program konservasi hutan," katanya.

Page 14: Debt for Nature Swap(2)

Basah menambahkan bahwa Indonesia juga telah menandatangani utang-untuk-alam berurusan dengan pemerintah Jerman, termasuk melindungi hutan di negeri ini.

Debt-for-nature swap transaksi keuangan di mana sebagian dari negara-negara berkembang 'swap utang luar negeri sebagai imbalan atas investasi lokal dalam upaya konservasi.

Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh WWF pada tahun 1984 sebagai sebuah kesempatan untuk menangani masalah utang negara berkembang dan akibatnya efek merugikan pada lingkungan.

Yang TFCA dimulai pada tahun 1998 untuk menawarkan pilihan negara-negara berkembang berhak untuk meringankan utang resmi tertentu kepada pemerintah AS, sementara pada saat yang sama menghasilkan dana dalam mata uang lokal untuk mendukung konservasi hutan tropis.

Cameron mengatakan lebih jauh bahwa Departemen Keuangan AS telah sementara menyisihkan lebih dari US $ 19 juta untuk pengobatan yang layak utang.

Dikatakan bahwa sampai saat ini, 13 negara telah masuk ke dalam utang-untuk-sifat TFCA perjanjian di bawah, yang diharapkan akan menghasilkan $ 218 juta untuk melindungi hutan tropis. Yang TCFA dilaksanakan melalui perjanjian bilateral dengan negara-negara yang memenuhi syarat.

Indonesia merupakan terbesar ketiga di dunia hutan negara dengan 120 juta hektar hutan tropis.

Tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia telah dipersalahkan sebagai kontributor utama negara emisi gas rumah kaca.

Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) mengatakan bahwa hutan menyumbang sekitar 20 persen emisi karbon global yang menyebabkan pemanasan global.

Sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, Jerman dan Australia telah menyediakan dolar besar bagi Indonesia untuk membantu melindungi hutan.

Pemerintah Australia misalnya, telah menyalurkan A $ 70 juta untuk mengembangkan proyek-proyek pengurangan emisi memotong, mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD) di Kalimantan.

Australia diharapkan untuk memulai proyek REDD kedua di Jambi bulan ini.

Untung atau Buntung: Debt for Nature Swap

Celoteh pada 2 July 2009 dalam topik urai [ ] - 885 views    

Sekitar US$21,6 juta utang Indonesia kepada AS disepakati dialihkan untuk program konservasi atau debt for nature swap (DNS) yang meliputi sekitar 7 juta hektar kawasan hutan di Sumatra.

Page 15: Debt for Nature Swap(2)

Lokasi program di Sumatra bagian utara dipusatkan di Taman Nasional Batang Gadis, di Sumatra bagian tengah di TN Bukit Tigapuluh dan Sumatra bagian selatan di TN Way Kamas. Pemerintah AS sepakat mengalihkan piutangnya untuk kegiatan konservasi yang diperhitungkan dari utang pokok sebesar US$21,6 juta atau US$30 juta termasuk bunga hingga 8 tahun ke depan. Conservation International (CI) Foundation-lembaga swadaya masyarakat asal AS-dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) menyumbang masing-masing US$1 juta dan mereka disebut swap partner. (Erwin Tambunan, Bisnis Indonesia, 1 Juli 2009)

Perjalanan DNS

Debt for Nature Swap merupakan sebuah gagasan yang dilontarkan oleh Thomas Lovejoy, Wakil Ketua WWF Amerika Serikat pada tahun 1984. Gagasan tersebut melahirkan sebuah mekanisme finansial yang dikenal dengan Debt for Nature Swap. DNS merupakan salah satu peralatan finansial untuk memobilisasi pendanaan domestik demi mendukung kegiatan konservasi atau dapat dikatakan sebagai penghapusan utang luar negeri dengan cara menukarnya dengan komitmen untuk memobilisasi sumberdaya keuangan domestik untuk mendukung kegiatan pelestarian alam.

Aktor-aktor yang selama ini menjadi “pembeli” DNS adalah Conservation International, WWF, The Nature Conservancy dan USAID. Pada periode 1987 hingga 1994, tidak kurang dari US$ US$ 177,5 juta utang luar negeri berbagai Negara dunia ketiga dibeli seharga US$ 46,3 juta, dengan penyediaan dana untuk lingkungan hidup sebesar US$ 128,77 juta. Dalam berbagai pengalaman tersebut, dana yang diperoleh juga disediakan sebagai dana abadi (endowment atau trust fund). Dana konservasi yang dihasilkan dari pengalihan utang (swaps) di Kosta Rika, Filipina, Guatemala, Panama dan Madagaskar, mencapai 95% dari seluruh total DNS. Dana tersebut dipergunakan untuk mengelola taman nasional, perluasan taman nasional, kegiatan riset atau penelitian habitat dan spesies, serta pendidikan dan pelatihan.

Pelaksanaan DNS yang telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia merupakan model DNS Tripartit, dimana melibatkan kreditor, debitor dan investor konservasi. Di Filipina pada tahun 1993, dengan dana sebesar US$ 13 juta dari USAID, WWF membeli utang komersial pemerintah Filipina sebesar US$ 19 juta atau setara dengan 68% dari nilai utang. Sebagai gantinya, pemerintah Filipina setuju untuk membayarnya dalam Peso senilai $ 17 juta (90% dari nilai utang). Kemudian dana pemerintah tersebut digunakan untuk pendanaan jangka panjang melalui Foundation for Philippine Environment.

Siapa yang diuntungkan dari DNS?

Dari pengalaman Bolivia, pada tahun 1988 Bolivia membeli kembali utangnya. Donor memberikan sekitar 46% dari utangnya. Sebelum membeli kembali, bank komersial Bolivia berutang sebesar $ 670 juta. Harga utang di pasar sekunder adalah 6 sen per dollar, yang berarti bahwa bank mengharapkan Bolivia membayar kembali sebesar $ 40,2 juta (670 juta dikali 6 sen). Selanjutnya Bolivia hanya memiliki sisa utang dari bank komersial sebesar 362 juta, namun pasar sekunder menghargai utang Bolivia sebesar 11 sen, yang berarti setelah pengalihan (swaps), bank tetap mengharapkan Bolivia membayar $ 39,8 juta (362 juta dikali 11 sen). Keuntungan Bolivia dari pembayaran tersebut hanyalah pengurangan sebesar $ 0,4 juta dari yang

Page 16: Debt for Nature Swap(2)

harus dibayarkan. Artinya Bolivia tetap melakukan pembayaran utang dengan diskon yang sangat kecil.

Skema ini juga berlaku bila dilakukan oleh organisasi lingkungan hidup. Selama ini, uang-uang DNS hanya mengalir kepada lembaga keuangan besar, yang merupakan bank-bank kaya di Negara–negara utara. Yang juga terjadi adalah kelompok-kelompok lingkungan hidup Negara utara memberi uang kepada bank-bank komersial Negara utara, ketika Negara selatan berjanji memberikan uang kepada kelompok lingkungan hidupnya. Sebenarnya tidak pernah terjadi transfer dari utara ke selatan.

Kritik terhadap DNS

Dalam seminar yang dilaksanakan oleh Brasilian Institute for Economic and Social Analysis pada bulan September 1991, disimpulkan bahwa:

Mekanisme konversi utang luar negeri untuk lingkungan hidup tidak berpengaruh terhadap pengembangan kebijakan lingkungan yang sesuai dengan manajemen pengelolaan sumberdaya alam yang demokratis, dan tidak menjawab masalah kualitas hidup masyarakat local. DNS hanya bentuk kekuatan politik kreditor dan dominasi ekonomi terhadap Negara debitor termasuk pengembangan model komersialisasi seluruh aspek kehidupan;

DNS mengharuskan Negara debitor mengalokasikan sumberdaya keuangan ke dalam proyek-proyek konservasi tanpa partisipasi masyarakat. Kedaulatan masyarakat local atau keadaan social di dalam “kawasan konservasi” tidak menjadi pertimbangan. Proyek-proyek didisain hanya untuk riest dan eksploitasi sumberdaya alam ketimbang konservasi yang sebenarnya;

DNS tidak mengambarkan masuknya uang baru ke dalam negeri, namun hanya semata-mata ilusi pengurangan utang luar negeri dan penanggulangan krisis lingkungan hidup;

DNS tidak mempertimbangkan kedaulatan Negara debitor dalam memutuskan proyek mana yang akan didanai. Tidak demokratis dan membuat partisipasi local menjadi sulit;

Keterlibatan dalam DNS telah membawa ornop terlibat dalam skema konversi dan meyakini bahwa mereka mampu menyediakan sumberdaya keuangan dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.

DNS Mencoba Menyelesaikan Masalah dengan Masalah Baru

Dalam beragam pengalaman, DNS juga telah gagal menjawab permasalahan konservasi dunia, karena masalah utama konservasi bukan pendanaan, melainkan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Permasalahan konservasi di Indonesia tak lepas dari buurknya kapasitas, komitmen dan politik pengelolaan kekayaan alam oleh pemerintah. Hilangnya pemahaman tentang system kelola alam dalam konstitusi Indonesia, telah menjadikan hilangnya akses dan kontrol komunitas lokal, serta meningkatnya ekstraksi kekayaan alam. Bahkan dalam beragam kawasan konservasi di Indonesia, telah terjadi kekerasan terhadap komunitas lokal dan penghilangan hak-hak dasar komunitas local, baik hak sipil-politik maupun hak ekonomi, sosial dan budayanya.

Page 17: Debt for Nature Swap(2)

DNS hanya akan memfasilitasi organisasi lingkungan raksana dengan proyek-proyek konservasi raksasa, yang sebagian besar didisain dari Washington, London, New York atau Jakara, dan jauh dari komunitas lokal. Proyek-proyek konservasi di Indonesia juga semakin menunjukan patron bisnisnya, dimana terjadi penghilangan identitas lokal dan sistem tradisional, terindikasi melakukan biopiracy, dan memfasilitasi bisnis wisata, yang hanya akan memenuhi kebutuhan ‘penjajah’.

Pengelolaan Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Lore Lindu, merupakan potret buram proyek konservasi yang dilakukan oleh lembaga konservasi internasional, diantaranya dengan meminggirkan komunitas lokal. Termasuk di Taman Nasional Batang Gadis, dimana lembaga konservasi internasional melakukan program konservasi, telah meniadakan inisiatif-inisiatif lokal dalam pengelolaan kawasan hutan di wilayah mereka. Secara perlahan, terjadi penghancuran sistem budaya lokal dalam berbagai desa yang selama ini menjadi wilayah proyek konservasi.

Dengan adanya perjanjian DNS dengan AS, maka anggaran pemerintah, yang harusnya dialokasikan pada program penguatan komunitas lokal dan peningkatan kualitas hidup warga negara, akan dialihkan untuk diberikan kepada Conservation Internasional dan Yayasan Kehati. Dalam banyak pengalaman, proyek-proyek yang dilaksanakan oleh lembaga konservasi internasional, hanya meninggalkan daftar permasalahan.

Pilihan Indonesia Terhadap Utang Luar Negeri

Telah begitu banyak proses ekstraksi kekayaan alam yang terjadi di Indonesia, yang dilakukan oleh negara-negara utara. Sejak awal, Indonesia terus diperas dan dikuras habis, baik kekayaan alamnya, maupun warga negaranya. Pemerintah Indonesia harusnya mendudukan diri pada penegakan mandat-mandat konstitusi, untuk melakukan pengakuan terhadap sistem kelola lokal atas kekayaan alam, serta melakukan proteksi terhadap sistem kelola lokal dari intrusi berbagai inisiatif global yang memiskinkan rakyatnya.

Terhadap utang luar negeri, Indonesia harus segera menagih utang-utang ekologis dari negara-negara industri, dimana selama ini Indonesia telah memberikan kehidupan bagi negara-negara utara. Dan juga Indonesia harus berposisi untuk menggugat penghapusan utang luar negeri dari negara-negara utara, serta menghentikan pengambilan utang baru.

Terhadap peraturan perundang-undangan yang ada saat ini, maka pemerintah sudah wajib untuk melakukan revisi terhadap UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, melakukan pembahasan dan pengesahan RUU Pengelolaan Sumberdaya Alam, serta melakukan evaluasi terhadap beragam peraturan perundang-undangan terkait Pengelolaan Sumberdaya Alam, termasuk Agraria, sesuai dengan mandat Tap MPR No IX/2001.–

Diadopsi dari Kertas Posisi WALHI tahun 2001 yang ditulis oleh Longgena Ginting dengan beberapa tambahan oleh penulis

[Translate] 2 vjul 09

Page 18: Debt for Nature Swap(2)

Hutang dibayar Hutan(g)

Posted Juli 7, 2009 by Indo Hijau. Filed under Kabar Utama.

Utang luar negeri (LN) Indonesia kepada Amerika Serikat sebesar US$29,91 juta dialihkan untuk konservasi keanekaragaman hayati di hutan-hutan Sumatra.“Total utang sebenarnya US$21,6 juta ditambah dengan bunga selama delapan tahun jadi US$29,91 juta,” kata Direktur Eksekutif Kehati, Damayanti Buchori, usai penandatanganan program Debt for Nature Swap (DNS) di Jakarta, Selasa (30/6).Seluruh utang luar negeri tersebut akan dialihkan untuk memfasilitasi upaya konservasi, proteksi, restorasi, dan pemanfaatan berkelanjutan hutan tropis di Sumatra, tepatnya di sekitar Taman Nasional Batang Gadis Sumatera Utara, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Sumatera bagian tengah, dan Taman Nasional Way Kambas Sumatera bagian selatan.Dalam hal ini, ia mengatakan dua LSM lingkungan yang menjadi swap partner yakni Conservation International (CI) dan Kehati dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia membeli utang luar negeri Indonesia dari AS masing-masing US$1 juta guna mendukung program konservasi tersebut.“Pemerintah AS sendiri menambahkan 400.000 dolar AS untuk program ini,” ungkapnya. Karena dana utang tersebut berasal dari dana masyarakat AS maka pengalihan dana akan langsung diberikan pada LSM melalui rekening Trust Fund yang dalam hal ini dipegang oleh HSBC, bukan melalui APBN atau pemerintah.Kepercayaan luar negeri kepada Indonesai sebenarnya sangat tinggi, cuma komitmen pemerintah dan lembaga yang menerima donor ini yang seringkali menimbulkan masalah.  Dana yang diterima seringkali tidak dimanfaatkan seperti tujuan awalnya, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi.

Sumber : MEDIA INDONESIA.

Debt-for-Nature SwapDari Wikipedia, ensiklopedia bebasLangsung ke: navigasi, cari

Debt-for-nature swap transaksi keuangan di mana sebagian negara berkembang utang luar negeri dalam pertukaran diampuni investasi lokal dalam upaya konservasi. Konsep utang-untuk-sifat swap pertama kali disusun oleh Thomas Lovejoy dari World Wildlife Fund pada tahun 1984 sebagai sebuah kesempatan untuk menangani masalah utang negara berkembang dan akibatnya efek merugikan pada lingkungan. [1] Di bangun dari krisis utang Amerika Latin yang mengakibatkan pengurangan curam untuk kemampuan konservasi lingkungan yang sangat-negara terhutang, Lovejoy mengusulkan agar utang dan mempromosikan ameliorating konservasi dapat dilakukan pada waktu yang sama.

Sebuah utang komersial-untuk-alam swap melibatkan organisasi non-pemerintah yang utang pembelian judul dari bank-bank komersial di pasar sekunder. Transfer LSM judul utang kepada negara pengutang, dan sebagai imbalan negara setuju untuk juga memberlakukan kebijakan lingkungan tertentu atau memberkati obligasi pemerintah dalam nama sebuah organisasi konservasi, dengan tujuan untuk pendanaan program konservasi. Bilateral utang-untuk-alam terjadi pertukaran antara dua pemerintah ketika satu negara mengampuni sebagian utang bilateral publik dari negara debitur dengan imbalan

Page 19: Debt for Nature Swap(2)

komitmen lingkungan dari negara itu. [2] Contoh bilateral swap swap akan mencakup dilaksanakan oleh Amerika Serikat di bawah Enterprise Initiative Amerika dan Undang-Undang Konservasi Hutan Tropis. Di bawah Enterprise Initiative Amerika, Pemerintah Amerika Serikat memaafkan sebagian dari PL 480 utang dan USAID dan membiarkan utang pada neraca pembayaran untuk masuk ke dana nasional yang dibiayai konservasi lingkungan. Yayasan Lingkungan Jamaika dana pertama yang didirikan di bawah EAI.