lakip kemenko bidang perekonomian tahun 2011 1
DESCRIPTION
Lakip Kemenko Bidang Perekonomian Tahun 2011TRANSCRIPT
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA
TAHUN 2011
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
i
Pengantar
P uji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat Nya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dapat menyelesaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2011.
Laporan ini merupakan pertanggungjawaban Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya dalam menyelenggarakan Pemerintahan di bidang perekonomian, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian dan Lembaga. Melalui kerja keras serta dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, secara bertahap telah dilaksanakan berbagai kegiatan sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2010 – 2014. Untuk masing-masing kegiatan telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicator) sehingga evaluasi terhadap capaian kinerja menjadi jelas, terukur dan akuntabel. Didalam laporan ini disajikan Target dan Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2011 yang terdiri : (1) Indeks Ketahanan Pangan, (2) Indeks Ketahanan Energi, (3) Indeks Percepatan Pembangunan Infrastruktur, dan (4) Indeks Perbaikan Iklim Investasi dan Iklim Usaha. Melalui laporan ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berharap dapat memberikan gambaran objektif tentang kinerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada tahun 2011, walaupun tentunya kita sadari bersama bahwa masih banyak kinerja yang telah kita capai selain IKU tersebut, terutama yang non kwantitatives yang sampai saat ini hal tersebut belum sepenuhnya dapat terfasilitasi dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah kita. Kepada semua Pihak yang telah terlibat dalam proses penyusunan buku ini, kami ucapkan terimakasih.
Jakarta, Maret 2012 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian M. HATTA RAJASA
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
ii
Ringkasan Eksekutif
Dalam rangka memenuhi amanat Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian telah menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Tahun 2011.
Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: PER-
03/M.EKON/07/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian tanggal 4 Juli 2007 Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian mempunyai tugas membantu presiden dalam
mensinkronkan dan mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan,
dan pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut di atas, Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian mempunyai rencana stratejik yang berorientasi pada hasil
yang ingin dicapai selama kurun waktu 5 tahun yaitu Tahun 2010-2014, yang
antara lain mencakup Visi, Misi, Tujuan, serta sasaran yang ingin dicapai
berdasarkan pada outcome.
Untuk mengukur keberhasilan dari implementasi Rencana Stratejik tahun 2011,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menetapkan target untuk masing-
masing sasaran yang akan dicapai sesuai dengan Instruksi Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Nomor. 1 Tahun 2008 tentang Sistem Manajemen
Kinerja Berbasis Strategi Kemenko Bidang Perekonomian, Permenko nomor Per-
02/M.EKON/02/2010 tentang IKU di lingkungan Kemenko Bidang Perekonomian,
dan Surat Edaran nomor SE-07/SESM.EKON/06/2011 tentang pengukuran
capaian IKU Kemenko Bidang Perekonomian, dan evaluasi terhadap
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
iii
capaian target Key Performance Indicators (KPIs) Tematik, Quick
Win.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara
transparan, baik kepada Pimpinan di Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian maupun kepada seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sehingga dapat memberikan
umpan balik guna peningkatan kinerja pada tahun-tahun yang akan datang.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ………………………………………………………………………….… i
Ikhtisar ksekutif ……………………………………………………………..……………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang …………………………………………………………… 1
B. Tugas Pokok dan Fungsi ……………………………………….…… 1
C. Struktur Organisasi ………………………………………...………. 2
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. Visi …………………………………………….………..………..… 4
B. Misi ……………………………………………………………………….. 4
C. Tujuan ……………………………………………………………………… 4
D. Sasaran Strategis ……………………………………………………….. 5
E. Rencana dan Perjanjian Kinerja Tahun 2011 ……………….. 8
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Pengukuran Capaian Kinerja …………………………………… 11
B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja … ……………………….. 13
BAB IV PENUTUP
LAMPIRAN :
Lampiran 1. Form Rencana Kinerja Tahun 2011 (RKT)
Lampiran 2. Form Pengukuran Kinerja 2011
Lampiran 3. Laporan Capaian Target IKU Tahun 2011
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai salah satu unsur
pelaksana pemerintah, mempunyai peranan yang strategis dalam mengkoordinasikan
perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta mensinkronkan pelaksanaan kebijakan di
bidang perekonomian.
Sebagai organisasi yang menangani masalah koordinasi di bidang perekonomian,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memerlukan pembenahan sistem
koordinasi dan sinkronisasi yang baik dengan didukung oleh aparatur birokrat yang
profesional. Sejalan dengan itu maka pembangunan aparatur negara dilakukan melalui
reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
B. Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir melalui Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi
Kementerian/Lembaga bahwa Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
mempunyai tugas membantu presiden dalam mensinkronkan dan
mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan
di bidang perekonomian.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian menyelenggarakan fungsi:
a) Koordinasi perencanaan dan peyusunan kebijakan di bidang perekonomian;
b) Sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian;
c) Pengendalian penyelenggaraan kebijakan, sebagaimana dimaksud pada huruf
a dan huruf b;
d) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 2
e) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
f) Pelaksanaan tugas tertentu yang diberikan oleh presiden;
g) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas
dan fungsinya kepada presiden.
Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi, Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian mengkoordinasikan:
1. Kementerian Keuangan;
2. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
3. Kementerian Perindustrian;
4. Kementerian Perdagangan;
5. Kementerian Pertanian;
6. Kementerian Kehutanan;
7. Kementerian Perhubungan;
8. Kementerian Kelautan dan Perikanan;
9. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
10. Kementerian Pekerjaan Umum;
11. Komunikasi dan Informasi;
12. Kementerian Riset dan Teknologi;
13. Kementerian Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah;
14. Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal;
15. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara.
Kemudian dalam Peraturan Presiden RI Nomor 10 tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana
terakhir diubah dengan Peraturan Presiden RI Nomor 17 Tahun 2007, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian terdiri dari:
1. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan;
2. Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan;
3. Deputi Bidang Koordinasi Energi, Sumber Daya Mineral dan Kehutanan;
4. Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan;
5. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 3
6. Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembiayaan
Internasional;
7. Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;
8. Staf Ahli Bidang Hukum dan Kelembagaan;
9. Staf Ahli Bidang Persaingan Usaha;
10. Staf Ahli Bidang Penanggulangan Kemiskinan;
11. Staf Ahli Bidang Investasi dan Kemitraan Pemerintah-Swasta;
12. Staf Ahli Bidang Ketenagakerjaan;
13. Staf Ahli Bidang Inovasi Teknologi dan Lingkungan Hidup;
14. Inspektorat.
Seiring dengan perkembangan kebutuhan organisasi, sekaligus untuk
meningkatkan kinerja pelaksanaan tugas koordinasi di bidang perekonomian, maka
sesuai dengan persetujuan dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara melalui
surat Nomor: S-1575/M.PAN/6/2007, telah ditetapkan Peraturan Menteri Koordiansi
Bidang Perekonomian Nomor: PER-03/M.EKON/07/2007 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Koordiantor Bidang Perekonomian sebagai pengganti Peraturan
Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian sebelumnya.
C. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, tertuang
dalam bagan struktur organisasi sebagai berikut;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 4
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
2010-2014 merupakan proses yang berkelanjutan dan sistematis dalam rangka
melaksanakan kebijakan di bidang perekonomian untuk mewujudkan tercapainya
sasaran strategis yang telah ditetapkan. Renstra Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian mencakup visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis sebagai berikut:
A. Renstra 2010-2014
1. Visi
“Terwujudnya lembaga koordinasi dan sinkronisasi pembangunan
ekonomi yang efektif dan berkelanjutan”.
Visi ini menunjukkan bahwa Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
mempunyaia tugas untuk mengkoordinasikan program/kegiatan dan kebijakan bagi
pengembangan perekonomian Indonesia sehingga dapat menjadi suatu
perekonomian nasional yang mandiri untuk memperkokoh kondisi dalam negeri,
sehingga tangguh dalam menghadapi era globalisasi.
2. Misi
“Meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, penyusunan,
dan pelaksanaan kebijakan di bidang perekonomian”.
Misi tersebut disusun dengan mempertimbangkan adanya reformasi di bidang
ekonomi, perkembangan perekonomian dalam negeri maupun internasional, kondisi
era globalisasi yang semakin kompetitif, serta kebutuhan atau tuntutan dari
masyarakat akan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan
bertanggung jawab.
3. Tujuan
Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan Misi yang akan
dicapai atau dihasilkan dalamwaktu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun. Dengan
formulasi tujuan strategis ini, maka Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dapat secara tepat mengetahui apa yang harus dilaksanakan oleh
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 5
organisasi dalam memenuhi visi dan misinya dengan mempertimbangkan sumber
daya dan kemampuan yang dimiliki. Tujuan yang ingin dicapai dalam koordinasi
pembangunan perekonomian adalah :
“Sinkronisasi dan Koordinasi perencanaan, penyusunan, dan
pelaksanaan kebijakan bidang perekonomian yang efektif dalam
meningkatkan daya saing perekonomian”.
4. Sasaran Strategis
Sasaran strategis yang ingin dicapai dalam sinkronisasi dan koordinasi adalah
sebagai berikut :
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja
1. Ketersediaan pasokan dan
keterjangkauan bahan pangan pokok
untuk seluruh lapisan masyarakat
- Persentase rekomendasi sinkronisasi
kebijakan bidang pertanian,
perkebunan, dan perikanan yang
diimplementasikan
2. Kelanjutan revitalisasi pertanian,
perikanan dan kehutanan
- Persentase rekomendasi hasil
koordinasi kebijakan pengembangan
urusan perikanan dan peternakan
yang diimplementasikan
3. Pertumbuhan ekonomi perdesaan
dalam rangka ketahanan pangan
- Persentase rekomendasi terhadap
penyelesaian masalah implementasi
kebijakan kehutanan
- Persentase penanganan masalah
ketahanan pangan yang dapat
diselesaikan
- Persentase rekomendasi hasil
koordinasi kebijakan ketahanan
pangan yang diimplementasikan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 6
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja
4. Peningkatan koordinasi percepatan
kebijakan dan sinkronisasi
implementasi kebijakan sektor
energi, sumber daya mineral dan
kehutanan guna mengoptimalkan
pertumbuhan ekonomi.
- Persentase hari stock BBM PSO
(bersubsidi) nasional
- Persentase wilayah mengalami padam
bergilir ( beban puncak ≥ 10 MW)
- Persentase pemenuhan batubara
dalam negeri
- Persentase deforestasi dan degradasi
hutan
5. Peningkatan koordinasi perencanaan
kebijakan dan sinkronisasi
implementasi kebijakan percepatan
penggunaan energi alternatif dalam
rangka mendukung ketahanan energi
- Persentase pengurangan BBM yang
tersubsitusi oleh energi alternative
- Persentase rekomendasi terhadap
penyelesaian masalah implementasi
di bidang energi alternative
6. Penguatan tata kelola dan
akuntabilitas implementasi
pengelolaan industri ekstraktif
(Extractive Industries Transparancy
Initiative/EITI).
- Persentase partisipasi stakeholder
terhadap kebijakan EITI
- Persentase rekomendasi terhadap
penyelesaian masalah implementasi
di bidang EITI
7. Percepatan pertumbuhan industri
nasional, peningkatan ekspor non
migas yang memiliki nilai tambah
tinggi dan nilai inovasi, meningkat
dan meratanya pertumbuhan
investasi langsung, meningkatnya
peran UMKM dan industri jasa
termasuk pariwisata
- Persentase rekomendasi kebijakan di
bidang industri dan perdagangan
yang terimplementasikan
- Indeks efektifitas pelaksanaan
kebijakan di bidang industri dan
perdagangan
- Persentase rekomendasi kebijakan
logistiknasional, peningkatan ekspor,
investasi dan pemberdayaan UMKM
yang terimplementasikan
8. Pengurangan ketimpangan
pembangunan antar wilayah
- Persentase kasus infrastruktur dan
pengembangan wilayah yang
terselesaikan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 7
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja
9. Peningkatan dukungan infrastruktur
dan pembangunan transportasi
untuk pertumbuhan perekonomian
- Persentase rekomendasi kebijakan
urusan penataan ruang dan
pengembangan wilayah yang
terimplementasi
- Persentase hasil rekomendasi kajian
yang diimplementasikan sebagai
kebijakan bidang penataan ruang dan
pengembangan wilayah
- Persentase keberlanjutan pelayanan
infrastruktur
- Persentase rekomendasi kebijakan
urusan infrastruktur transportasi
yang terimplementasi
- Persentase hasil rekomendasi kajian
yang diimplementasikan sebagai
kebijakan bidang infrastruktur
transportasi.
10. Peningkatan kerjasama ekonomi
bilateral, multilateral, dan regional
yang mendukung dan mendorong
pertumbuhan ekonomi
- Persentase penyelesaian kesepakatan
bilateral, regional dan multilateral di
bidang perdagangan, investasi dan
pembiayaan internasional yang
disepakati
- Jumlah kesepakatan baru bilateral,
regional dan multilateral di bidang
perdagangan, investasi dan
pembiayaan internasional.
11. Peningkatan budaya organisasi
berbasis kinerja dan Kompetensi
- Indeks Iklim organisasi yang baik
- Persentase pemanfaatan ICT dalam
proses bisnis
12. Penguatan tata kelola organisasi
yang baik
- Laporan Keuangan Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian
dengan predikat WTP
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 8
Sasaran strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merupakan
bagian integral dalam proses perencanaan strategis dan merupakan dasar yang kuat
untuk mengendalikan dan memantau pencapaian kinerja organisasi. Lebih jauh sasaran
strategis ini diharapkan menjamin suksesnya pencapaian kinerja jangka panjang yang
sifatnya menyeluruh bagi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan kinerja
nasional yang ditetapkan Presiden dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional periode 2010-2014.
Sedangkan untuk Indikator kinerja monitoring sasaran pembangunan nasional
khususnya untuk Pertumbuhan ekonomi, Penurunan tingkat pengangguran dan
Penurunan tingkat kemiskinan, serta Stabilitas harga dicapai melalui lintas sektor.
Kegiatan monitoring lintas sektor meliputi :
No. Key Monitoring Indikator (KMI)
Target
1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 7% pada akhir tahun 2014
2. Tingkat Penurunan Pengangguran 5-6% pada akhir tahun 2014
3. Tingkat Penurunan Kemiskinan 8-10% pada akhir tahun 2014
4. Stabilitas Harga ( Tingkat Inflasi) 5-6 % pertahun
B. Rencana Kinerja Tahunan 2011
Berdasarkan Sasaran Strategis dalam Renstra 2010-2014 dan Instruksi Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2008 tentang Sistem Manajemen
Kinerja berbasis Strategi dan Permenko Per-02/M.EKON/02/2010 tentang IKU
dilingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Surat Edaran No. SE-
07/SESM.EKON/06/2011 tentang pengukuran Capaian IKU, maka telah ditetapkan
Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun
2011 yang terdiri : (1) Indeks Ketahanan Pangan, (2) Indeks Ketahanan Energi, (3)
Indeks Percepatan Pembangunan Infrastruktur, dan (4) Indeks Perbaikan Iklim
Investasi dan Iklim Usaha sebagai berikut:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 9
Tabel : Rencana Kinerja Kemenko Bidang Perekonomian 2011
Sasaran yang ingin dicapai (outcome) Indikator Kinerja (IK) Target IK 2011
(1) (2) (3)
Stabilitas Harga Beras Volatilitas Harga Beras < 25%
Peningkatan Produksi Beras
Laju Kenaikan Produksi Beras 3,2%
Ketersediaan Stok Beras Volume Stok Beras 1,5 Juta Ton
Pemenuhan Pasokan Energi
Jumlah hari Stok Premium 17
Jumlah hari Stok Minyak Tanah 1) 25
Jumlah hari Stok Solar 2) 20
Jumlah wilayah mengalami padam listrik bergilir (beban
puncak ≥ 10 MW) 3
Pemenuhan Kebutuhan Energi
Rasio Elektrifikasi 68
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Premium 3)
0
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Minyak Tanah 4) 1,28
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Solar 5) 0
Rasio Pemenuhan Gas DN-Industri 30
Rasio Pemenuhan Gas DN-Listrik 45
Rasio pemenuhan batu bara dalam negeri 100
Ketersediaan anggaran untuk percepatan pembangunan infrastruktur
Kenaikan rata-rata anggaran APBN Pusat tahunan untuk sektor infrastruktur
50%
Efektifitas pelaksanaan pembangunan sektor infrastruktur
Tingkat penyerapan anggaran APBN Pusat tahunan pembangunan infrastruktur
85%
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 10
Sasaran yang ingin dicapai (outcome)
Indikator Kinerja (IK) Target IK 2011
(1) (2) (3)
Peningkatan aksesibilitas dan konektivitas
Pembangunan fisik baru dan peningkatan kapasitas jalan Nasional (termasuk jalan tol dan jalan strategis nasional)
3717 Km
Pembangunan fisik baru panjang jalur kereta api termasuk jalur ganda
85 Km
Persentase rumah tangga yang terlayani broadband (internet berkecepatan tinggi)
7%
Peningkatan Pelayanan Investasi
Jumlah daerah yang telah membentuk lembaga pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) sesuai dengan target yang telah ditentukan
22 Propinsi dan 428 Kab/Kota
Jumlah PTSP di Daerah yang mengoperasionalkan sistem pelayanan informasi dan pelayanan investasi secara elektronik (SPIPISE) dalam rangka mendukung percepatan pelayanan perizinan investasi memulai usaha/starting businesssecara terintegrasi dan terpadu
33 Propinsi dan 90 Kab/Kota
Peningkatan Peringkat Doing Business
Jumlah daerah yang telah ditentukan untuk dilakukan penilaian dalam melakukan percepatan pelayanan perizinan memulai usaha (starting business) sesuai waktu yang telah ditentukan (17 hari kerja) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
1 Propinsi dan 1 Kab/Kota
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 11
Sasaran yang ingin dicapai (outcome)
Indikator Kinerja (IK) Target IK 2011
(1) (2) (3)
Realisasi Investasi Langsung
Jumlah realisasi investasi per tahun yang dapat dicapai dalam rangka perbaikan iklim investasi di Indonesia
320 Triliun
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 12
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
Pengukuran dan analisis capaian kinerja di berbagai unit kerja dilakukan dengan
mengacu pada dokumen Renstra 2010-2014 Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, melalui penetapan Indikator Kinerja Utama di lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Nomor :PER-02/M.EKON/06/2010, dan pelaksanaannya didasarkan
pada Surat Edaran Sesmenko Nomor :SE-07/SES.M.EKON/06/2011 tentang
Pengukuran Capaian Indikator Kinerja Utama yang meliputi :
A. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA
1) Indeks Ketahanan Pangan dalam rangka terlaksananya sinkronisasi dan
koordinasi kebijakan di bidang ketahanan pangan secara optimal, adalah 4 (baik),
dengan unsur perhitungan sebagai berikut :
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
(1) (2) (3) (4) (5)
Stabilitas Harga Beras Volatilitas Harga Beras < 25% 16,13% 165%
Peningkatan Produksi Beras Laju Kenaikan Produksi Beras 3,2% -1,63% 0%
Ketersediaan Stok Beras Volume Stok Beras 1,5 Juta
Ton 1,12 jt ton 75%
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 13
2) Indeks Ketahanan Energi dalam rangka terlaksananya sinkronisasi dan
koordinasi kebijakan di bidang energi secara optimal, adalah 4 (baik), dengan unsur
perhitungan sebagai berikut :
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
(1) (2) (3) (4) (5)
Pemenuhan Pasokan Energi
Jumlah hari Stok Premium 17 17,18 101%
Jumlah hari Stok Minyak Tanah 1) 25 60,17 241%
Jumlah hari Stok Solar 2) 20 19,98 100%
Jumlah wilayah mengalami padam listrik bergilir (beban puncak ≥ 10 MW)
3 0 100%
Pemenuhan Kebutuhan Energi
Rasio Elektrifikasi 68 70 103%
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Premium 3) 0 0 100%
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Minyak Tanah 4)
1,28 1,52 119%
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Solar 5) 0 0 100%
Rasio Pemenuhan Gas DN-Industri 30 27 90%
Rasio Pemenuhan Gas DN-Listrik 45 42 93%
Rasio pemenuhan batu bara dalam negeri 100 100 100%
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 14
3) Indeks Percepatan Pembangunan Infrastruktur dalam rangka terlaksananya
sinkronisasi dan koordinasi kebijakan di bidang Infrastruktur secara optimal, adalah
4 (baik), dengan unsur perhitungan sebagai berikut :
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
(1) (2) (3) (4) (5) Ketersediaan anggaran untuk percepatan pembangunan infrastruktur
Kenaikan rata-rata anggaran APBN Pusat tahunan untuk sektor infrastruktur
50% 49% 98%
Efektifitas pelaksanaan pembangunan sektor infrastruktur
Tingkat penyerapan anggaran APBN Pusat tahunan pembangunan infrastruktur
85% 87% 102%
Peningkatan aksesibilitas dan konektivitas
Pembangunan fisik baru dan peningkatan kapasitas jalan Nasional (termasuk jalan tol dan jalan strategis nasional)
3717 Km 3345 KM 90%
Pembangunan fisik baru panjang jalur kereta api termasuk jalur ganda
85 Km 85 KM 100%
Persentase rumah tangga yang terlayani broadband (internet berkecepatan tinggi)
7% 8,2% 117%
4) Indeks Perbaikan Iklim Investasi dan Ikilim Usaha dalam rangka terlaksananya
sinkronisasi dan koordinasi kebijakan di bidang iklim investasi dan iklim usaha
secara optimal, adalah 4 (baik), dengan unsur perhitungan sebagai berikut :
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
(1) (2) (3) (4) (5)
Peningkatan Pelayanan Investasi
Jumlah daerah yang telah membentuk lembaga pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) sesuai dengan target yang telah ditentukan
22 Propinsi dan 428 Kab/Kota
16 Propinsi dan 434
Kab/Kota 87%
Jumlah PTSP di Daerah yang mengoperasionalkan sistem pelayanan informasi dan pelayanan investasi secara elektronik (SPIPISE) dalam rangka mendukung percepatan
33 Propinsi dan 90 Kab/Kota
33 Propinsi dan 90
Kab/Kota 100%
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 15
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
(1) (2) (3) (4) (5) pelayanan perizinan investasi memulai usaha/starting businesssecara terintegrasi dan terpadu
Peningkatan Peringkat Doing Business
Jumlah daerah yang telah ditentukan untuk dilakukan penilaian dalam melakukan percepatan pelayanan perizinan memulai usaha (starting business) sesuai waktu yang telah ditentukan (17 hari kerja) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
1 Propinsi dan 1 Kab/Kota
1 Propinsi dan 1
Kab/Kota 100%
Realisasi Investasi Langsung
Jumlah realisasi investasi per tahun yang dapat dicapai dalam rangka perbaikan iklim investasi di Indonesia
320 Triliun 240 triliun 75%
B. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA
1. INDEKS KETAHANAN PANGAN
Ketahanan Pangan, Kebijakan Perberasan
Outcome/Sasaran strategis yang dicapai dari quick win ini adalah :
a. Stabilisasi harga produk pangan (beras)
b. Peningkatan produk pangan (beras)
c. Jaminan ketersediaan stock (beras)
Langkah-langkah yang dilakukan, yaitu meningkatkan sinkronisasi dan
koordinasi guna :
a. Meningkatkan pemenuhan sarana produksi
b. Mengoptimalkan pemenuhan lahan dan infrastruktur
c. Meningkatkan investasi di bidang pangan
d. Meningkatkan efektivitas pengadaan pemerintah di bidang pangan
e. Meningkatkan kelancaran distribusi pangan
f. Mengelola ekspor dan impor dengan optimal
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 16
g. Menciptakan diversifikasi pangan
h. Mengembangkan tenaga penyuluh yang handal
Sebagaimana diketahui bahwa beberapa negara produsen saat ini cenderung
lebih mengamankan produksinya untuk kebutuhan dalam negeri, yaitu membatasi
ekspor pangannya, sedangkan beberapa negara lainnya mulai meningkatkan impor
pangan guna mengamankan stoknya dalam upaya menjaga stabilisasi pasokan dan
harga. Beberapa negara termasuk Indonesia berupaya meningkatkan produksi,
termasuk pencapaian swasembada pangan beras, jagung secara berkelanjutan, serta
kedelai, gula, dan daging. Untuk itu perlu dukungan seluruh pemangku kepentingan,
baik pemerintah, masyarakat/petani dan dunia usaha untuk memperkuat ketahanan
pangan nasional.
Aspek ketersediaan pangan merupakan salah satu pilar ketahanan pangan. Dalam
hal ini beras masih menjadi komoditi yang cukup penting dalam struktur pangan
masyarakat Indonesia. Sekitar 95% masyarakat masih menjadikan beras sebagai
makanan pokok. Dari sisi pengeluaran golongan masyarakat berpendapatan rendah,
65,4% pendapatannya digunakan untuk kebutuhan pangan dan 24,3% di dalamnya
ditujukan untuk pembelian beras. Untuk itulah kebijakan Pemerintah yang pro-
kemiskinan, yaitu dengan menyalurkan beras bersubsidi kepada masyarakat
tersebut, dimaksudkan untuk membantu mereka menghadapi gejolak harga yang
terjadi.
Telah dilakukan koordinasi dalam rangka peningkatan produksi pangan pokok
terutama beras, untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh lapisan masyarakat
termasuk meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah seperti pemberian
bantuan beras bersubsidi (Rasdi/Raskin).
Melalui kebijakan perberasan, terakhir dengan Inpres No. 7 Tahun 2009, telah
dilakukan koordinasi dengan berbagai instansi, lembaga terkait dan pemerintah
daerah untuk lebih berperan mendukung peningkatan produksi dan produktivitas
gabah, pengamanan harga dan stok, serta penyaluran Rasdi.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 17
Koordinasi ini dilaksanakan melalui Rakornis tingkat Eselon I dan Rakortas yang
dipimpin langsung oleh Menko Perekonomian. Sementara untuk daerah telah
dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan mengundang pemerintah daerah dari
beberapa Provinsi masing-masing; wilayah barat di Bandung – Jawa Barat dan
wilayah timur di Makassar – Sulawesi Selatan. Kemudian dilanjutkan dengan
pertemuan para Pakar Perberasan di Bogor – Jawa Barat. Sementara khusus untuk
daerah tertentu dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu di Pekanbaru – Riau dan
Lampung. Di samping itu, dalam rangka mendorong percepatan pelaksanaan
diversifikasi pangan pokok; peningkatan gizi masyarakat dan mencari solusi sistemik
terhadap masalah ketahanan pangan telah dilakukan pula rapat koordinasi/FGD di
daerah, masing-masing di Pontianak, Yogyakarta, Banjarmasin, dan Medan.
Sebagai bahan pangan pokok, perkiraan produksi padi secara nasional pada
tahun 2011 berdasarkan Angka Ramalan III BPS mencapai 65,39 juta ton GKG atau
menurun 1,63% dibandingkan tahun 2010. Jumlah ini lebih rendah 4,95% dari
sasaran RKP Kementan 2011 sebesar 68,80 juta ton. Hal ini disebabkan penurunan
baik luas panen seluas 29,07 ha (0,22%) maupun produktivitas sebesar 0,71
kuintal/ha (1,42%). Penurunan ARAM III ini disebabkan oleh 2 (dua) hal utama,
yaitu: a) Keadaan iklim kering ekstrim pada pertanaman Juni – Agustus 2011; b)
Luas tanaman terkena OPT dan puso akibat OPT 2011 (masing-masing 620.807 ha
dan 38.067 ha); c) Terserang kekeringan 2011 seluas 169.904 ha lebih tinggi
dibanding 2010 seluas 94.480 ha. Kondisi iklim ekstrim di atas kurang
menguntungkan dibanding dengan kondisi iklim kering basah pada periode yang
sama. Disamping itu telah terjadi pergeseran musim tanam di beberapa daerah
surplus beras dari bulan Oktober ke bulan Nopember 2011.
Grafik: Harga Beras Umum Grafik: Harga Beras Termurah
S
P
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 18
Des'09 Des'10 Des'11 Des'10 vs Des'09 Des'11 vs Des'10
Beras Umum 6.938 9.082 10.100 30,90 11,21
Beras Termurah 5.604 7.292 8.103 30,12 11,12
Minyak Goreng 9.995 11.386 11.575 13,92 1,66
Terigu 7.615 7.523 7.514 -1,21 -0,12
Gula 9.515 10.402 10.100 9,32 -2,90
Daging Sapi 60.957 64.884 69.924 6,44 7,77
Daging Ayam 22.074 23.737 24.258 7,53 2,19
Telur Ayam 13.021 14.517 15.798 11,48 8,83
Tempe/Tahu 7.675 8.065 8.244 5,07 2,22
Cabe Rawit/Merah 17.803 39.222 30.051 120,31 -23,38
Bawang Merah 13.058 21.407 13.611 63,94 -36,42
Rata-rata Harga PerubahanKomoditas
ada periode Puasa/Lebaran dicapai stabilitas harga bahan pangan melalui langkah,
antara lain: i) pemantauan dan evaluasi perkembangan harga pangan pokok secara
intensif, baik harian maupun mingguan; ii) melaksanakan Rakortas Tingkat
Menteri hampir setiap minggu selama periode tersebut; iii) melakukan Safari
Ramadhan di berbagai daerah; iv) menetapkan kebijakan OP beras BULOG secara
intensif di daerah-daerah yang harganya naik; v) memutuskan kebijakan Pasar
Murah Bahan Pangan Pokok selama Ramadhan.
Secara umum untuk stabilisasi harga bahan pangan pokok yaitu: beras, gula,
minyak goreng, kedelai, terigu, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam dimonitor
dan dievaluasi secara intensif melalui Tim Stabilisasi Pangan, yang pada tahun 2011
telah melakukan Rakortas Tingkat Menteri dan Rapat Koordinasi Teknis tingkat
Eselon I yang dilaksanakan di Jakarta maupun didaerah lainnya.
Tabel : Perkembangan Harga Pangan Pokok
Data : BPS
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 19
Stabilisasi harga pangan pokok merupakan salah satu prioritas yang dilakukan
oleh Pemerintah untuk mendukung stabilisasi ekonomi nasional, meningkatkan
pendapatan petani, dan peningkatan ketahanan pangan. Secara umum untuk
stabilisasi harga bahan pangan pokok yaitu beras, gula, minyak goreng, kedelai,
terigu, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam dimonitor dan dievaluasi secara
intensif melalui Tim Stabilisasi Pangan. Berdasarkan BPS, stabilitas harga tahun 2011
lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Rata-rata kenaikan harga beras (Beras
Umum dan Termurah) bulan Desember tahun 2011 sebesar 10,2 persen dibanding
kenaikan harga tahun sebelumnya pada periode yang sama (y-o-y) sebesar 30,5
persen. Kenaikan harga rata-rata Desember 2011 vs Desember 2010 (y-o-y) untuk
minyak goreng 1,6% sebelumnya 15,7%, gula (3%) sebelumnya 9,3%, kedelai (2,11% )
sebelumnya 0,2%, daging ayam (0,16%) sebelumnya 7,5%, telur ayam 7,9%
sebelumnya 11,5%, sedang daging sapi dan terigu tidak terlalu berbeda.
Harga di tingkat produsen GKP periode Januari – Desember 2011 berada di
atas HPP. Harga eceran beras 2011 cenderung naik, dimulai sejak awal Mei sejalan
dengan mulai berakhirnya panen. Realisasi Pengadaan beras dalam negeri sampai
dengan 30 Desember 2011 (PSO): 1.730.153 ton atau 69,21 % dari target pengadaan
sebesar 2,5 juta ton dan Stok per 30 Desember 2011 sebesar 1,122 juta ton (termasuk
389.187 ton CBP), sehingga ketahanan stok untuk 4,12 bulan. Terkait dengan
pelaksanaan impor beras telah ditugaskan kepada Perum Bulog untuk melaksanakan
impor beras dalam rangka memperkuat cadangan beras pemerintah. Kontrak Bulog I
(Nov 2010 s/d Maret 2011) sebesar 1,998 juta ton, terealisasi 1,848 juta ton (92,51%)
sedangkan kontrak Bulog II (Agt 2011 s/d Nov 2011) sebesar 1,750 juta ton,
terealisasi 0,977 juta ton (55,81% per 28 Des 2011). Sehingga kontrak total
impor/Pengadaan Luar Negeri sebesar 3,748 juta ton, dengan total realisasi sebesar
2,825 juta ton (75,37%). Mengingat pelaksanaan revisi HPP gabah/beras selama
beberapa tahun terakhir ini cenderung mendorong peningkatan inflasi sehingga
pemerintah memutuskan untuk tidak melakukan revisi terhadap HPP sebagaimana
termuat dalam Inpres Nomor 7 tahun 2009. Guna memperkuat cadangan beras yang
dikelola oleh pemerintah, Perum BULOG dapat melakukan pengadaan gabah/beras
di atas HPP sebagaimana tertuang dalam Inpres Nomor 8 tahun 2011 tanggal 15 April
2011.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 20
Untuk mengantisipasi perubahan iklim ekstrim telah diterbitkan Inpres Nomor
5 tahun 2011 tanggal 2 Maret 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional
Dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim. Instruksi ini ditujukan kepada 11 Menteri,
Kepala Kepolisian Negara RI, Panglima TNI, 3 Kepala Badan, Para Gubernur dan
Bupati/Walikota. Secara garis besarnya, Inpres tersebut lebih diarahkan pada aspek
non price policy yang lebih jelas/terinci, khususnya dalam mendorong peningkatan
produksi dan produktivitas serta menjadi pelengkap Inpres Perberasan Nomor 7
tahun 2009 yang lebih bersifat price policy.
Beberapa hal kebijakan non harga tersebut antara lain: a) antisipasi dan respon
cepat menghadapi kondisi iklim ekstrim; b) meningkatkan luas lahan, pemanfaatan
lahan terlantar, dan pengelolaan air irigasi; c) meningkatkan ketersediaan benih,
pupuk, dan pestisida; d) meningkatkan tata kelola usaha tani dan kinerja petugas
lapangan; e) menyalurkan bantuan bagi daerah yang mengalami puso; f)
meningkatkan fungsi Badan Usaha Milik Negara dalam penyediaan lahan; g)
meningkatkan sarana alsintan dan pasca panen. Hal ini diharapkan sebagai
kebijakan untuk mendukung upaya pencapaian surplus beras 10 juta ton pada tahun
2014.
Di samping itu, guna mendorong efektifitas dan efisiensi percepatan penyaluran
bantuan benih dan pupuk kepada petani telah ditetapkan Perpres Nomor 14 tahun
2011 tanggal 2 Maret 2011 tentang Bantuan Langsung Benih Unggul dan Pupuk
melalui mekanisme PSO.
Demikian juga dalam aspek perlindungan bagi petani, telah dilakukan
pergantian tanaman padi yang mengalami puso. Upaya perluasan lahan untuk
meningkatkan produksi pangan khususnya beras dihadapkan pada kendala alih
fungsi lahan cukup tinggi dan penetapan RTRW yang belum rampung di beberapa
daerah. Untuk itu perlu upaya segera merealisir penerapan PP No. 1/2011 tentang
Penetapan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yaitu pada daerah-
daerah yang RTRW-nya telah rampung.
Demikian juga program pemanfaatan tanah terlantar yang masih dalam taraf
identifikasi yang dicapai baru sekitar 850 ribu ha, sehingga saat ini sedang dan akan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 21
dilakukan sosialisasi terkait tanah terlantar yang telah teridentifikasi kepada
stakeholders untuk menghindari penuntutan di kemudian hari.
Terkait penyediaan dan penyaluran BLBU dan BLP melalui PSO yang mengalami
keterlambatan, maka pelaksanaannya melalui mekanisme tender sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, dengan telah terbitnya DIPA
2012 maka Kementan telah dapat melaksanakan pengadaannya. Selain itu terdapat
kendala pengadaan beras BULOG dari dalam negeri yang belum optimal, meskipun
telah diterapkan kebijakan HPP yang fleksibel, namun harga pasar terus cenderung
naik melebihi tingkat HPP. Sehingga besaran HPP akan dievaluasi kembali
berdasarkan tingkat kualitas, termasuk upaya pengamanan stok beras melalui
tambahan pengadaan dari luar negeri. Bahwa penyerapan yang belum optimal atau
tersisa 35% atas cadangan anggaran untuk menjaga stabilitas harga pangan dan
mendorong peningkatan produksi sebesar Rp 2,6 triliun rupiah akibat K/L terkait
yang terlambat mengajukan usulannya.
Untuk itu pemanfaatan dana kontijensi 2012 sebesar Rp 2 triliun ke depan
perlu dihindari kendala keterlambatan pengajuan usulan dari K/L tersebut. Langkah
ke depan lainnya untuk meningkatkan produksi gabah/padi, sedang disusun road-
map Pencapaian Surplus Beras 10 Juta Ton pada 2014 sebagai bagian dari Kluster 4.
2. INDEKS KETAHANAN ENERGI
Outcome/Sasaran strategis yang dicapai dari program ini adalah pemenuhan
pasokan energi dan pemenuhan kebutuhan energi.
Untuk tercapainya sasaran strategis ini, dilakukan langkah-langkah
sinkronisasi dan koordinasi agar tercipta sinergi dari masing-masing
Kementerian/Lembaga, termasuk antara pemerintah pusat dan daerah, dalam
rangka:
a. Meningkatkan penghematan pemakaian energi
b. Mengoptimalkan konservasi energi
c. Meningkatkan diversifikasi energi
d. Meningkatkan kerjasama internasional di bidang energi
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 22
e. Meningkatkan produksi
f. Meningkatkan cadangan
g. Meningkatkan investasi sarana dan prasarana energi
Permasalahan utama terkait gas bumi adalah pasokan gas bumi untuk
domestik tidak mencukupi real demand yang ada disebabkan kontrak gas banyak
yang sudah terikat kontrak jangka panjang. Sementara itu ketiadaan infrastruktur
gas juga membuat cadangan gas yang ada di Kalimantan dan Papua belum dapat
dipergunakan untuk memenuhi pusat-pusat industri yang terletak di pulau Jawa
dan Sumatra.
Shortage pasokan gas untuk PLTGU milik PLN belum dapat diatasi, dimana
total kebutuhan gas tahun 2011 sebesar 2.060 bbtud hanya dipenuhi 832 bbtud,
bahkan pengurangan PLTGU Muara tawar pada tahun 2010 sebesar 100 bbtud
belum sepenuhnya berhasil tergantikan. Hal yang sama terjadi pada industri di
Jawa Barat, Jawa Tengah/Timur serta Sumatera Utara dimana real demand gas
yang mencapai 1.529 bbtud hanya dapat dipenuhi sebesar 494 bbtud .
Kebutuhan gas untuk industri pupuk sebesar 760 bbtud secara umum dapat
terpenuhi namun ketersediaan bersifat jangka pendek dan belum tersedia
komitment jangka panjang. Keseluruhan masalah tersebut berakibat pada
terjadinya shortage pasokan gas dalam negeri yang dapat mengganggu ketahanan
energi maupun ketahanan pangan. Akibat langsung dari shortage gas adalah
terus membengkaknya besaran subsidi yang dipikul Pemerintah karena
pembangkit PLN harus tetap menggunakan BBM solar yang jauh lebih mahal dari
gas dan industri tidak dapat mengembangkan kapasitasnya.
Diperlukan langkah terobosan agar shortage gas yang terjadi jangan sampai
menghilangkan kesempatan derasnya investasi asing (FDI) yang masuk saat ini
ke Indonesia. Pembenahan kerangka kebijakan yang dilakukan adalah melalui
serangkaian pengaturan baik disisi pasokan maupun distribusi serta kebijakan
harga.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 23
Dibidang harga telah ditetapkan harga gas untuk transportasi sedangkan
harga gas untuk industri diarahkan menuju keekonomian agar supaya sektor
migas Indonesia tetap menarik bagi investor untuk tetap menanamkan
modalnya. Sementara harga gas untuk listrik telah mengikuti sepenuhnya harga
keekonomian /business to business.
Upaya mencari alternatif sumber gas baru untuk memenuhi kebutuhan
domestik terus dilakukan melalui berbagai cara seperti evaluasi ulang kontrak
jangka panjang, peningkatan produksi sumur gas marginal, pengalihan
kontrak/diversion ataupun mekanisme swap gas. Sementara kebijakan untuk
memecahkan bottleneck infrastruktur harus cepat diselesaikan melalui
penyediaan prasarana penerima gas (LNG receiving terminal) serta
pembangunan prasarana pipa transmisi serta pipa distribusi.
Pembangunan fasilitas penerima gas yang dapat menampung LNG
Bontang, Tangguh ataupun import LNG, ditetapkan pada lokasi utama terjadinya
shortage gas yaitu Teluk Jakarta, Belawan dan Jawa Tengah dalam bentuk
Floating Storage Receiving Unit (FSRU). Bersamaan dengan itu juga dipercepat
rencana pembangunan jaringan transmisi pipa Cirebon-Semarang-Gresik serta
jaringan distribusi gas kota sehingga diharapkan dapat segera mengakhiri konflik
ketersediaan gas domestik.
Pemenuhan gas untuk industri pupuk merupakan ketetapan yang telah
diamanatkan dalam Inpres no 2 tahun 2010 dan telah ditetapkan Menko
Perekonomian mengkoordinasikan kebijakan harga gas atas dasar kesepakatan
instansi terkait. Alokasi gas untuk industri pupuk tahun 2011 untuk PT Pusri, PT
PKG, PT PIM, PT PKC dan PT Pupuk Kaltim telah dapat diselesaikan namun
kesepakatan harga terus dicari mendekati harga keekonomian.
Upaya mencari alternatif tambahan sumber pasokan gas domestik dicari
melalui serangkaian koordinasi seperti pengkajian ekspor LNG jangka panjang
termasuk evaluasi expor gas alam ke Singapura serta kemungkinan pengalihan
gas Conoco Philip untuk lifting minyak Chevron Duri memakai batubara.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 24
Untuk memperluas mekanisme swap yang sudah berjalan sebagaimana
pola pemenuhan gas PT Pupuk Iskandar Muda juga dijalankan untuk mekanisme
swap lainnya termasuk pengalihan kontrak Sempra LNG Tangguh serta swap gas
untuk listrik dari Jambi Merang. Pertimbangan pemilihan pembangunan FSRU
di Teluk Jakarta, Belawan dan Jawa Tengah adalah diperlukan solusi segera
penyelesaian masalah ketersediaan pasokan gas untuk domestik yang berlarut-
larut.
Pembangunan FSRU Teluk Jakarta akan menjadi receiving terminal
pertama dengan kapasitas 3 MTPA yang diharapkan selesai konstruksi akhir
tahun 2011 dengan sumber gas dari Bontang sebesar 200 bbtud. Beroperasinya
FSRU Teluk Jakarta akan mengakhiri kebuntuan pemanfaatan LNG di Jakarta,
Banten dan Jabar karena kendala infrastruktur.
Sementara pembangunan FSRU Belawan dijadwalkan beroperasi
pertengahan 2013 dan FSRU Jawa Tengah akhir tahun 2013. Kendala yang
dihadapi untuk FSRU Teluk Jakarta dari PT Nusantara Regas meliputi perijinan,
penerapan azas cabotage, jaminan pemerintah serta adanya proyek reklamasi
dari Pemda Jakarta melibatkan banyak institusi terkait yang harus
dikoordinasikan pada akhirnya dapat diselesaikan ditingkat Rakor Menko
Perekonomian sehingga jadwal yang sudah ditargetkan dapat tetap dilaksanakan.
Perluasan jaringan pipa transmisi dan distribusi dilakukan bertahap,
dimana jalur pipa transmisi Semarang –Tambak Lorok- Blora sebagai bagian
jaringan Cirebon–Semarang–Gresik dan jaringan Kalimantan- Jawa
diprioritaskan untuk memasok kebutuhan listrik PLTGU Tambak Lorok dan
industri di Jawa Tengah yang berasal dari sumber gas Petronas lapangan
Kepodang serta Pertamina lapangan Gundih.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 25
Gambar: Kilang Minyak Chevron Pacific Indonesia
Jaringan pipa distribusi juga menjadi perhatian dan telah dilakukan
perluasan jaringan gas kota di Bekasi, Jakarta, Depok, Tarakan, Sengkang dan
Sidoarjo. Seluruh upaya pembenahan sistem dengan pemenuhan infrastruktur
gas secara komprehensif ditahun 2011 diharapkan menjadi dasar solusi
penyelesaian pasokan gas domestik dalam jangka panjang.
Upaya debotlenecking gas nasional melalui pembenahan kerangka
kebijakan serta pembangunan FSRU dan jaringan pipa merupakan solusi antara
disamping upaya peningkatan lifting minyak dan gas yang secara pararel berjalan
berdampingan.
Dalam hal upaya peningkatan produksi terhambat maka FSRU merupakan
solusi yang ampuh dalam mengatasi kelangkaan gas domestik karena sekaligus
menghilangkan ketergantungan pada sumber gas domestik yang telah terikat
kontrak jangka panjang. Perubahan akan segera terlihat dengan telah
beroperasinya FSRU teluk Jakarta dengan dampak mengurangi ketergantungan
pada BBM solar yang jauh lebih mahal, berdampak penghematan subsidi yang
dikeluarkan pemerintah.
Dampak perubahan ditahun 2011 adalah ketersediaan pasokan gas untuk
domestik yang meliputi pupuk, listrik dan industri terus meningkat dari tahun
sebelumnya dengan kriteria berkurangnya konsumsi solar HSD untuk
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 26
pembangkit sebesar 10 % serta terus meningkatnya porsi domestik hingga
mencapai 52 % dibanding ekspor.
Secara makro pendapatan negara yang didapat dari export gas dapat
tergantikan dengan peningkatan nilai tambah yang didapat seandainya gas
tesebut dipakai untuk industri dalam negeri berupa peningkatan lapangan kerja,
peningkatan output produk manufaktur, peningkatan pajak dari produk yang
dihasilkan yang secara keseluruhan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi
yang lebih tinggi dari target konvensional sebesar 6.5-7 %.
3. INDEKS PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
Sasaran strategis yang dicapai dari program ini adalah Peningkatan Daya
Saing Wilayah, Peningkatan Aksesibilitas dan Konektivitas, dan Ketersediaan
Infrastruktur yang Menunjang Investasi.
Tercapainya sasaran strategis di atas, dilakukan melalui sinkronisasi dan
koordinasi yang terkait dengan :
a. Alokasi pendanaan
b. Memastikan ketersediaan lahan
c. Mengembangan kawasan ekonomi
d. Dukungan regulasi (debotlenecking, masterplan)
e. Meningkatan peran pemda dan swasta (PPP)
f. Penyediaan infrastruktur secara merata (PSO, Perintis, USO)
Penyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) 2011-2025 merupakan langkah awal untuk mengangkat
Indonesia menjadi Negara maju dan menjadi kekuatan 10 besar di dunia pada
tahun 2025, dan 6 besar dunia pada tahun 2050 melalui pertumbuhan ekonomi
tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan.
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia menetapkan
sejumlah program utama dan kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus
pengembangan strategi dan kebijakan. Berdasarkan kesepakatan tersebut, fokus
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 27
dari pengembangan MP3EI ini diletakkan pada 8 program utama, yaitu pertanian,
pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, dan telematika, serta
pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program utama tersebut terdiri dari
22 kegiatan ekonomi utama.
Untuk mendukung pengembangan kegiatan ekonomi utama, telah
diindikasikan investasi yang dilaksanakan pada periode 2011 - 2014 di keenam
koridor ekonomi tersebut dengan nilai sekitar Rp. 4.000 Triliun. Dari jumlah
tersebut, Pemerintah akan berkontribusi sekitar 10% dalam bentuk pembangunan
infrastruktur dasar, seperti: jalan, pelabuhan laut, pelabuhan udara, serta rel kereta
dan pembangkit tenaga listrik, sedangkan sisanya diupayakan akan dipenuhi dari
swasta, BUMN dan kerjasama pemerintah-BUMN-swasta.
Dalam rangka menunjang keberhasilan pelaksanaan MP3EI, diperlukan
pembangunan infrastruktur yang baik. Sebagai salah satu dari tiga pilarnya, MP3EI
sudah mengidentifikasi beberapa proyek pembangunan infrastruktur. Proyek
pembangunan infrasturktur yang dilakukan terbagi dalam beberapa kelompok
seperti pembangunan infrasturktur transportasi, telamatika, perumahan, sumber
daya air dan pembenahan tata ruang Jabodetabek.
Pembenahan tata ruang menjadi salah isu krusial saat ini. Hal ini berkaitan
dengan efektifitas dalam proses pembangunan, baik dalam kaitannya dengan
menarik minat investasi dan keselarasan dalam pelaksanaan pembangunannya
dengan tujuan terciptanya integrasi konsep pengembangan wilayah dan penataan
ruang yang adil dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, kebijakan penataan ruang dan pengembangan wilayah harus
tetap menjadi perhatian untuk dikoordinasikan khususnya berkaitan dengan
pemantauan dalam rangka penyusunan, pelaksanaan serta evaluasinya.
Terkait dengan pengembangan mega urban dalam rangka mendukung
pelaksanaan MP3EI di Koridor Ekonomi Jawa diinisiasi pula konsep
pengembangan “Jabodetabek Area” yang berpegang pada prinsip pembangunan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 28
kota masa depan yang berkelanjutan. Implementasi Jabodetabek Area
mengintegrasikan penataan perkotaan berwawasan lingkungan yang
mengutamakan inovasi dalam penyediaan infrastruktur dan perumahan dan
permukiman yakni melalui pembangunan hunian vertikal yang mantap, menata
dan mengantisipasi munculnya hunian kumuh atau liar di sekitar kawasan industri
melalui pembangunan hunian pekerja serta mendorong pembangunan kawasan
permukiman mandiri.
Desain Jabodetabek Area mengedepankan pembangunan kota yang
seimbang guna meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas masayarakat
perkotaan. Untuk itu, kunci utama pelaksanaan konsep pengembangan
Jabodetabek Area ini ialah revisi penataan ruang kawasan Jabodetabek sebagai
penunjang Housing and Urban Development di wilayah tersebut.
Salah satu fast track project di Jabodetabek Area, yaitu pembenahan sistem
transportasi Jabodetabek. Upaya dan rencana pembangunan moda transportasi
massal yang telah dilakukan antara lain adalah pembangunan sarana dan
prasarana kereta api menuju Bandara Soekarno–Hatta via Tangerang, serta
pembangunan MRT South-North dan East-West. Selain sistem transportasi massal
yang mulai dikembangkan, disusun Perpres Master Plan Transportasi yang
terintegrasi untuk wilayah Jabodetabek serta pembentukan Otorita Transportasi
Jabodetabek, yang berfungsi sebagai sebuah lembaga khusus yang dibentuk untuk
menjalankan Master Plan Transportasi Jabodetabek yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden.
Pembangunan infrastruktur transportasi juga menjadi isu penting dalam
MP3EI. Ada beberpa proyek besar dalam pembangunan infrastruktur transportasi.
Pertama penetapan Makassar sebagai hub internasional wilayah Indonesia Timur,
yang diluncurkan pada tanggal 31 Mei 2011 dengan membuka 13 rute baru ke
wilayah Indonesia Timur. Kedua, pembangunan Bandara Internasional Lombok
(BIL), yang telah mulai beroperasi pada bulan awal Oktober 2011 dan diresmikan
oleh Presiden RI pada tanggal 20 Oktober 2011. Ketiga, pengembangan dermaga di
Belawan sepanjang 350 m yang akan dimulai pada tahun 2012. Keempat,
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 29
pembangunan bandara Kualanamu direncanakan akan selesai pada tahun 2012.
Kelima, pembangunan Kalibaru direncanakan akan dilaksanakan ground breaking
pada September 2012. Keenam, pemantauan terhadap persiapan penetapan
Pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung sebagai Hub Internasional. Ketujuh,
persiapan pembangunan Jembatan Selat Sunda, yang salah satu persiapan tersebut
dilakukan dengan menerbitkan Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan
Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Selain itu, dalam rangka
meningkatkan keselamatan transportasi, telah disusun Raperpres Komite Nasional
Keselamatan Transportasi yang tinggal menunggu disahkan oleh Presiden.
Pembangunan meta infrastruktur seperti telematika juga perlu terus
dipercepat guna meningkatkan daya saing bangsa dan mewujudkan ekonomi
berbasis pengetahuan. Telematika telah mampu menyediakan jangkauan dan
pilihan layanan yang semakin memudahkan berbagai lapisan masyarakat untuk
mendapatkan akses komunikasi baik suara, gambar maupun data.
Saat ini, kecuali Maluku dan Papua, seluruh kota besar di pulau Jawa dan pulau-
pulau utama lainnya telah dijangkau oleh backbone jaringan serat optik. Sementara
itu, pasar produk telematika juga semakin membesar setiap tahunnya. Namun
demikian untuk mendukung percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi di
masa depan, pengembangan infrastruktur telematika perlu disesuaikan dengan
kecenderungan internasional dan perkembangan teknologi baru yang tersedia.
Untuk itu pemerintah Indonesia telah menargetkan pembangunan National
Broadband Network (NBN) dalam kurun waktu 2010-2015.
Sebagai penunjang, pembangunan infrastruktur sumber daya air juga sangat
penting untuk dipercepat guna mendukung sustainbility ketersediaan air, salah
satunya adalah pembangunan Waduk Pandanduri di Lombok Timur NTB dengan
investasi senilai Rp. 728 Miliyar. Manfaat dari proyek ini adalah untuk penyediaan
air untuk lahan irigasi total 10.350 Hektar dari lahan non teknis menjadi teknis
dari produksi semula 3,5 ton per hektar menjadi 6 ton per hektar, serta dapat
mengurangi debit banjir, dan mendukung pengembangan sektor wisata di Koridor
Ekonomi Bali – Nusa Tenggara.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 30
Selain itu proyek Bendungan Titab akan dibangun di Desa Ularan, Buleleng,
Bali yang dibiayai oleh APBN dengan perkiraan investasi sebesar Rp. 481 Miliar.
Pembangunan ini diharapkan akan bermanfaat bagi keperluan masyarakat petani,
mencegah banjir, dan lebih lanjut dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik.
Peningkatan potensi ekonomi yang telah disebutkan, peningkatan
kemampuan SDM dan IPTEK Nasional menjadi salah satu dari 3 (tiga) strategi
utama pelaksanaan MP3EI. Hal ini dikarenakan pada era ekonomi berbasis
pengetahuan, mesin pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada kapitalisasi
hasil penemuan menjadi produk inovasi.
Dalam konteks ini, peran sumber daya manusia yang berpendidikan menjadi
kunci utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
Oleh karena itu, tujuan utama di dalam sistem pendidikan dan pelatihan untuk
mendukung hal tersebut diatas haruslah bisa menciptakan sumber daya manusia
yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perkembangan sains dan
teknologi.
Agar MP3EI ini memiliki arah yang jelas, strategi yang tepat, fokus dan
terukur ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
Untuk mensosialisasikan proyek-proyek yang tertuang dalam MP3EI ini diadakan
Roadshow ke sejumlah daerah-daerah di Indonesia dan di luar negeri. Negara-
Negara yang sudah dikunjungi adalah Amerika dan Cina sedangkan daerah-daerah
di Indonesia yang direncanakan akan dikunjungi adalah Makasar, Bali, dan Medan.
Pembahasan bottlenecking tentang regulasi yang menghambat proyek fast
track masih terus dilakukan dengan sejumlah Kementerian terkait. Pembahasan
telah dilakukan sebayak 2 kali dari bulan Juni 2011.
Sebagai langkah pembentukan Komite P3EI telah diadakan Sidang Rakor
Terbatas tentang MP3EI dan KP3EI pada tanggal 6 Juli 2011 di Kantor Sekretaris
Kabinet yang dipimpin oleh Bapak Presiden RI dan dihadiri semua Menteri yang
terkait P3EI.
Dalam mewujudkan studi Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia yang
telah dilakukan sebelumnya, maka disusunlah suatu Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI sendiri berdiri
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 31
dengan 3 (tiga) pilar, yaitu pengembangan Koridor Ekonomi, Konektivitas
Nasional, dan SDM – IPTEK.
Pengembangan MP3EI dilakukan dengan pendekatan terobosan
(breakthrough) dan bukan Business as Usual. MP3EI dimaksudkan untuk
mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berimbang,
berkeadilan, dan berkelanjutan.
Masterplan ini memiliki dua kata kunci, yaitu percepatan dan perluasan.
Dengan adanya MP3EI diharapkan Indonesia mampu mempercepat pegembangan
berbagai program pembangunan yang ada, terutama dalam mendorong
peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan
infrastruktur dan energi, serta pembangunan SDM dan IPTEK.
Untuk mendapatkan manfaat yang konkret serta dampak yang terukur,
langkah-langkah percepatan dan perluasan dirumuskan secara terfokus,
berdasarkan kesepakatan dengan semua pemangku kepentingan terkait. Telah
ditetapkan 8 program utama dan 22 kegiatan ekonomi utama. Selain itu juga telah
ditetapkan 6 (enam) Koridor Ekonomi sebagai pusat-pusat pertumbuhan yang
diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi di seluruh wilayah
Nusantara. Dengan demikian, para pelaku ekonomi dapat memilih bidang
usahanya secara jelas sesuai dengan minat maupun keunggulan potensi
wilayahnya.
Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan
pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai
total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 – 4,5 Triliun. Untuk
mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen
pada periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025.
Pembangunan Koridor Ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan
keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Telah
ditetapkan 6 Koridor Ekonomi seperti yang tergambar dalam gambar berikut.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 32
Gambar: Peta 6 Koridor Ekonomi Indonesia
Tema pembangunan masing-masing Koridor Ekonomi dalam
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut:
1. Koridor Ekonomi Sumatera memiliki tema pembangunan sebagai “Sentra
Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional”;
2. Koridor Ekonomi Jawa memiliki tema pembangunan sebagai “Pendorong
Industri dan Jasa Nasional”;
3. Koridor Ekonomi Kalimantan memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat
Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional”;
4. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi
dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas, dan
Pertambangan Nasional”;
5. Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara memiliki tema pembangunan sebagai
“Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional”;
6. Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku memiliki tema pembangunan
sebagai “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan
Nasional”.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 33
Pengembangan MP3EI berfokus pada 8 program utama, yaitu: pertanian,
pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telematika, dan pengembangan
kawasan strategis. Delapan program utama tersebut terdiri dari 22 kegiatan ekonomi
utama yang disesuaikan dengan potensi dan nilai strategisnya masing-masing di
koridor yang bersangkutan. Dalam Peluncuran MP3EI, Presiden RI melakukan
pencanangan groundbreaking di empat lokasi di Indonesia, yaitu: Sei Mangkei
(Sumatera Utara), Cilegon (Banten), Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat), dan
Timika (Papua), dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Sei Mangkei (Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara)
Di lokasi ground breaking ini akan dibangun Proyek Pengembangan
Kawasan Industri Kelapa Sawit Sei Mangke yang akan dilaksanakan oleh PT.
Perkebunan Negara III (PTPN III) dengan perkiraan investasi mencapai Rp
1,8 Triliun sampai tahun 2014 dan akan menyerap lebih kurang 3.000 tenaga
kerja. Di samping itu, di lokasi ini juga ikut diluncurkan Proyek
Pembangunan Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan 1 dan 2 dengan
total kapasitas 88 Mega Watt, di Provinsi Aceh. Proyek ini terletak di dekat
kota Takengon, Ibukota Kabupaten Aceh Tengah di Daratan Tinggi Gayo,
yang akan didanai dari pinjaman lunak JICA (Japan International
Cooperation Agency) dengan perkiraan biaya Rp 3,5 Triliun, proyek ini
diharapkan selesai akhir tahun 2015.
Proyek lain yang siap mendukung kelancaran semuanya itu adalah
pembangunan “Telkom True Broadband Access National”, yaitu di Koridor
Ekonomi Sumatera, dan siap dibangun 2.423.000 homepass dengan
investasi sebesar Rp. 4,1 Triliun dari 2011-2015 dengan menggunakan
anggaran internal Telkom.
2. Cilegon (Banten)
Di lokasi ini dilaksanakan Proyek Pembangunan Pabrik Baja Modern yang
merupakan joint operation antara PT. Krakatau Steel dengan POSCO Korea
Selatan. Investasi yang ditanamkan nantinya berjumlah Rp. 60 triliun yang
terdiri dari dua tahap. Tahap pertama investasinya akan berjumlah Rp. 30
triliun. Pabrik baru ini memiliki kapasitas produksi, pada tahap pertama,
sekitar 2,5 juta ton baja industri per tahun. Pada saat full operation
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 34
nantinya, kapasitas produksinya mencapai sekitar 5 juta ton baja industri per
tahun.
Disamping itu, dilakukan pula pencanangan proyek proyek FSRU (Floating
Storage & Regasification Unit) Jawa Barat yang bertujuan untuk
dimungkinkannya penghematan pemerintah dari pemanfaatan LNG untuk
pembangkit Muara Karang dan Tanjung Priok. Nilai proyek sekitar Rp 59
Triliun yang terdiri dari nilai penjualan gas ke PLN (pada tingkat harga
minyak mentah US$ 70/bbl) selama periode 2012 s.d 2022 (11 tahun) dan
kontrak sewa FSRU serta investasi pembangunan pipa dan onshore receiving
facilities (asumsi kurs USD1 =Rp 9.000).
Selain kedua proyek di atas, hari ini juga ikut diluncurkan Proyek Perluasan
Pabrik Stamping, Engine, Casting, dan Assembling Kendaraan Bermotor
oleh PT. Astra Daihatsu Motor berlokasi di Kawasan Industri Surya Cipta
km. 54, Jakarta – Karawang dengan investasi mencapai Rp. 2,4 Triliun dan
produksi pertamanya akan dimulai operasi pada tahun 2014 dan
pengembangan kapasitas penuh berupa produksi mobil 100.000/thn akan
selesai pada tahun 2016. Pabrik mobil ini akan menyerap 5000 orang tenaga
kerja.
Proyek Ground Breaking lainnya adalah Proyek Jalan Bebas Hambatan
Tanjung Priok seksi E2 dan NS yang berlokasi di Jakarta. Proyek ini dibiayai
oleh JBIC, Pemerintah Pusat, Pemda, PT. Angkasa Pura dan Jasa Marga
dengan investasi mencapai Rp. 1,6 Triliun dan akan dimulai pada tahun
2011.
Sebagai rangkaian terakhir, dari lokasi ini pun ikut diluncurkan Proyek
Chemical Grad Alumunium (CGA) berlokasi di Tayan, Kabupaten Sanggau,
Kalimantan Barat. Pelaksana proyek ini adalah PT. Antam yang diharapkan
akan selesai pembangunannya pada tahun 2013 dengan perkiraan investasi
mencapai Rp. 4,3 Triliun.
Proyek lain yang siap mendukung kelancaran semuanya itu adalah
pembangunan “Telkom True Broadband Access National” yaitu di Koridor
Ekonomi Jawa, dan siap dibangun 8.735.800 homepass dengan investasi
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 35
sebesar 13,745 Triliun dari tahun 2011-2015 dengan menggunakan anggaran
internal Telkom.
3. Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat)
Proyek-proyek yang akan diluncurkan dari lokasi Ground Breaking Lombok
Timur, Nusa Tenggara Barat meliputi Proyek Waduk Pandan Duri,
Bendungan Titab, Perluasan Bandara Ngurah Rai, dan Penerbangan Jalur
Baru Garuda Indonesia, dan Proyek True Broadband Access National.
Proyek Waduk Pandan Duri berlokasi di Kabupaten Lombok Timur, NTB.
Investor pelaksana melibatkan Pemerintah Pusat dan Pemda dengan
perkiraan investasi Rp. 728 Miliar yang direncanakan selesai pada tahun
2014. Manfaat dari proyek ini adalah untuk penyediaan air untuk lahan
irigasi total 10.350 Hektar dari lahan non teknis menjadi teknis dari produksi
semula 3,5 ton per hektar menjadi 6 ton per hektar, serta dapat mengurangi
debit banjir, dan mendukung pengembangan sektor wisata di Koridor
Ekonomi Bali-Nusa Tenggara.
Dalam rangka mempercepat pelaksanaan pembangunan bendungan
Pandanduri, Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Lombok
Timur sejak tahun 2005 secara bersama-sama melaksanakan pembebasan
lahan untuk areal genangan seluas 306,5 hektar dengan dana sebesar Rp.
81,02 Miliar rupiah dari rencana total areal seluas 442 hektar.
Selain itu, untuk mendukung pengembangan Koridor Ekonomi Bali-Nusa
Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata maka direalisasikan proyek
rencana Pembangunan Bandara Internasional Ngurah Rai dengan berbagai
kegiatan proyek dengan nilai proyek Rp.2,05 triliun, dengan sumber dana
dari BUMN.
Sementara itu proyek Bendungan Titab akan dibangun di Desa
Ularan,Buleleng, Bali dilaksanakan oleh pemerintah pusat,dengan sumber
dana dibiayai oleh APBN dengan perkiraan investasi Rp.481 miliar dan akan
dimulai pada tahun 2011.
Disamping itu, di lokasi ini juga ikut diluncurkan Proyek Penerbangan Jalur
Baru Garuda Indonesia dengan investor pelaksana PT. Garuda Indonesia.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 36
Jalur ini akan melayani penerbangan dari Makasar ke 13 kota besar di
Indonesia Bagian Timur dan Luar Negeri, yaitu: Manado, Ternate, Ambon,
Biak, Jayapura, Denpasar, Surabaya, Jakarta, Balikpapan,Timika, Palu,
Gorontalo dan Singapura. Pembukaan hub di Makasar ini selain
dilaksanakan sebagai salah satu program pengembangan network, juga
dalam rangka mendukung MP3EI.
Proyek lain yang siap mendukung kelancaran semuanya itu adalah
pembangunan “Telkom True Broadband Access National”, yaitu di Koridor
Ekonomi Bali dan NusaTenggara, dan siap dibangun 475.600 homepass
dengan investasi sebesar Rp.787 Miliar dari 2011-2015 dengan menggunakan
anggaran internal Telkom.
4. Timika (Papua)
Di lokasi Groundbreaking Timika, Papua, yang terletak di Koridor Ekonomi
Papua-Kepulauan Maluku, akan dibangun Proyek Jalan Raya Timika -
Enarotali sepanjang 269 km dengan investasi sebesar Rp. 900 Miliar yang
akan dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah
Kabupaten Merauke. Lalu Proyek Jalan Raya dari Merauke – Waropko
sepanjang 511 km yang akan membutuhkan dana sebesar Rp. 2,2 Triliun,
sebagai tahap kedua, sebelum akhirnya menembus ke Jayapura.
Selain itu di Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, Koridor
Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku akan dibangun Proyek Pertambangan
dan Pabrik Pengolahan Nikel dan Kobal dengan Teknologi Hidrometallurgi.
Proyek ini didanai oleh PT. Weda Bay Nickel sebesar Rp. 50 Triliun yang
akan dilaksanakan dalam dua tahapdengan penyerapan tenaga kerja
sebanyak 2.500-3.000 orang pada saat operasi.
Selain kedua proyek tersebut, juga ikut diluncurkan akan dibangun Proyek
PLTS Miangas di Sulawesi Utara, di Koridor Ekonomi Sulawesi dan Proyek
PLTS Sebatik Kalimantan Timur, di KE Kalimantan dengan kapasitas
masing-masing adalah 150 kwh dan 200 kwh yang akan dimulai tahun 2011
oleh PT. PLN. Kedua PLTS ini merupakan bagian dari proyek pembangunan
dari proyek PLTS 100 Pulau. Tujuan dari pembangunan proyek PLTS 100
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 37
pulau adalah untuk memberi fasilitas kelistrikan di 100 pulau terluar
Indonesia tanpa tergantung pada bahan bakar energi konvensional.
Proyek lain yang siap mendukung kelancaran semuanya ini adalah
pembangunan “Telkom True Broadband Access National” di Koridor
Ekonomi Papua dan Kep.Maluku, dan siap dibangun 129.600 homepass
dengan investasi sebesar Rp. 281 Miliar dengan anggaran internal Telkom.
Nota Kerjasama Kerjasama (Memorandum of Cooperation) untuk
membangun Jabodetabek Metropolitan Priority Areas for Investment and
Industry telah ditandatangani antara Menteri Perekonomian Indonesia dan
Menteri Perekonomian Jepang di Bali, Indonesia pada 10 Desember 2010.
Dalam MoC tersebut kedua belah pihak menyadari kebutuhan untuk
konsultasi reguler antaraperwakilan tingkat tinggi dari pemerintah dan
sektor swastaJepang dan lembaga-lembaga terkait di Indonesia (selanjutnya
disebut sebagai "Konsultasi TingkatTinggi untuk Promosi Investasi "atau"
Konsultasi") dalam rangka menciptakan peningkatan iklim investasi di
daerah.Kedua belah pihak jugaberbagi pandangan bahwa Konsultasi pertama
akan diselenggarakan pada kuartal pertamatahun 2011.Tujuan Konsultasi ini
adalah untuk mengeksplorasi, dengan semangat timbal balik, cara-cara
untuk mempromosikan investasi langsung di Indonesia dengan
memperhatikan peraturan yang terkait, peraturan dan praktik yang lebih
kondusif untuk investasi langsung.Dalam rangka mencapaihasil yang nyata,
Konsultasi akan terdiri dari serangkaianputaran. Pada setiap putaran,
Konsultasiakan fokus pada isu-isuyang mendesakdan menarik kesimpulan
yang konkrit dalam waktukurang lebih satu tahun.
Berikut adalah gambaran mengenai integrasi dari berbagai peraturan yang
berlaku dalam penyusunan Master Plan MPA:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 38
Integrasi Rencana Penataan Ruang dengan Master Plan MPA
Studi Master Plan di Jabodetabek Metropolitan Area ini direncanakan
selesai pada April 2012, yang mencakup pembangunan infrastruktur fisik
dari sudut pandangperbaikan ikliminvestasi di wilayah MPA. Infrastruktur
fisikmeliputi: pelabuhan internasional, bandara internasional,
jaringantransportasi massal, jaringan jalan, kawasan industri, pembangunan
kota baru, pasokan air dan sistem pembuangan kotoran, sistem manajemen
limbah,sistem manajemen banjir dan infrastruktur tenaga listrik. Adapun
Master Plan MPA ini akan mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Review dan analisis kondisi eksisting di Jabodetabek MPA, yang
mencakup:
1. Kondisi sosial ekonomi Indonesia dan MPA saat ini, danprediksi
untuk tahun 2030;
2. Kondisi/kinerja saat ini (termasuk daya saing internasional) dari
target sektor di MPA,dan kemungkinan tantangan masa depan;
3. Kerangka administratif dan legislatif saat ini;
4. Rencana Pemerintah (MP3EI), rencana pembangunan nasional,
rencana pembangunan daerah, sector rencana pembangunan, dll
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 39
dan kemajuan mereka termasuk proyeknya serta pelaksanaan atau
operasi;
5. Penelitian terakhir (masterplan, studi kelayakan, studi terkait) dari
JICA,
lembaga donor lainnya dan lembaga penelitian (ERIA, dll), dan
kemajuan/pemanfaatannya;
6. Rencana investasi dan kegiatan bisnis oleh sektor swasta.
4. INDEKS PERBAIKAN IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA
Sasaran strategis yang dicapai dari program ini adalah peningkatan
pelayanan investasi, peningkatan peringkat doing business, dan realisasi investasi
langsung.
Sasaran strategis di atas dicapai melalui langkah-langkah sinkronisasi dan
koordinasi untuk :
a. Meningkatkan kepastian hukum melalui keharmonisasn peraturan
perundang-undangan
b. Meningkatkan kualitas pelayanan penanaman modal melalui
penyederhanaan prosedur
c. Meningkatkan kelancaran arus barang dan mengurangi ekonomi biaya tinggi
d. Meningkatkan pernanan sektor perdagangan di kawasan ekonomi khusus
e. Membangun kelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Untuk mendukung percepatan pelayanan perizinan dan non perizinan
memulai usaha (starting business) di bidang investasi perlu didukung oleh para
pegawai yang menguasai tugas pelayanan perizinan dan non perizinan di PTSP.
Oleh karena itu BKPM melalui Pusdiklat, telah melakukan pendidikan kepada
para pegawai di PTSP DKI Jakarta dan dan Kota Batam dalam rangka
memberikan pembekalan pengetahuan tentang proses perizinan dan non
perizinan yang perlu dilakukan.
Agar para pegawai PTSP dalam pelaksanaan tugas dapat bekerja sesuai
dengan mutu pelayanan berkualitas sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 40
dengan peraturan perundang-undangan, maka melalui Surat Edaran Menteri
Dalam Negeri, Menteri PAN dan Kepala BKPM kepada semua Kepala Daerah
diminta agar membuat SOP pelayanan perizinan dan non perizinan untuk
pelaksanaan tugas pelayanan di setiap PTSP.
Untuk mengontrol para pegawai yang melakukan pelayanan perizinan dan
non perizinan telah melakukan pelayanan sesuai dengan yang telah ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan, sesuai dengan Perpres No. 27 Tahun 2009
di PTSP diperintahkan untuk membuat layanan pengaduan (help desk).
Untuk terbentuknya layanan pengaduan tersebut melalui rapat-rapat intensif
dengan PTSP DKI dan kunjungan ke PTSP Batam diminta agar segera dibuat
layanan pengaduan (help desk) tersebut. Melalui layanan pengaduan tersebut para
pengguna layanan (investor) dapat mengadukan pelayanan yang kurang baik oleh
para pegawai PTSP ke Kepala Daerah setempat atau ke Tim Pertimbangan PTSP
yang di Ketuai oleh Menko Perekonomian dan Menteri dalam Negeri selaku Ketua
Harian PTSP.
Terwujudnya percepatan proses penyelesaian perizinan dan non perizinan,
kepada semua PTSP di daerah dilengkapi dengan pengoperasian sistem
pelayanan informasi dan pelayanan investasi secara elektronik yang terintegrasi
kedalam dan terkoneksi dengan PTSP di Pusat/BKPM.
Melalui pengoperasian optimalisasi sistem SPIPISE, proses perizinan dan
non perizinan di PTSP-PTSP Daerah dapat lebih dipercepat, sehingga lama waktu
proses pelayanan perizinan dan non perizinan memulai usaha dapat dilakukan
sebagaimana target yang ditentukan yaitu 17 hari kerja.
Optimalisasi penggunaan sistem SPIPISE, BKPM telah melakukan
pendidikan/pelatian kepada para pegawai PTSP sesuai dengan sistem yang telah
dibangun melalui Portal SPIPISE di BKPM.
Untuk mendorong PTSP-PTSP di daerah dapat melakukan pelayanan
perizinan dan non perizinan dalam jangka waktu 17 hari kerja. Instansi
Pemerintah terkait (BKPM, Kementerian PAN & RB, dan Kementerian Dalam
Negeri) telah melakukan beberapa kali kegiatan workshop/seminar/rapat-rapat
untuk mensosialisasikan kesepakatan yang ada dalam SKB 4 Menteri dan Kepala
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 41
BKPM, serta SEB Menteri Dalam Negeri, Menteri PAN dan RB, serta Kepala
BKPM berkenaan dengan percepatan pelaksanaan perizinan dan non perizinan
memulai usaha selama 17 hari kerja.
Untuk dapat dilakukan pelayanan perizinan dan non perizinan secara
terpadu satu pintu, diperlukan adanya pelimpahan kewenangan dari SKPD-SKPD
ke Badan PTSP yang akan melaksanakan pelayanan perizinan dan perizinan.
Untuk mendorong terjadinya percepatan proses pendelegasian kewenangan
tersebut instansi Pemerintah secara bersama-sama telah beberapa kali
melakukan monitoring dan rapat-rapat yang melibatkan para pejabat PTSP
terkait guna diketahui telah banyak kewenangan yang telah dilimpahkan untuk
selanjutnya dimintakan kepada Kepala Daerah setempat untuk segera melakukan
proses pendelegasian secepatnya. Telah dapat berjalan pelayanan perizinan dan
non perizinan di PTSP sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, dapat
diukur melalui IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) berkenaan dengan telah
dapat berjalanan layanan perizinan dan non perizinan yang dilakukan secara
mudah, murah, cepat dan transparan.
Untuk mengetahui IKM ini BKPM dan instansi Pemerintah terkait, telah
melakukan survey dan monitoring kepada layanan pengaduan (help desk) yang
ada atau meminta komentar dari para pengguna jasa layanan.
Penyelesaian hambatan/kendala dalam kepengurusan perizinan dan
perizinan, kendala waktu penyelesaian maupun kendala sulitnya memperoleh
perizinan dan non perizinan dilakukan melalui wadah Tim Pertimbangan PTSP.
Permasalahan yang dihadapi oleh para investor dalam mengurus perizinan
dan non perizinan yang disampaikan melalui help desk ataupun langsung ke Tim
Pertimbangan diselesaikan melalui rapat-rapat dengan melibatkan para pejabat
instansi Pemerintah terkait.
Pengajuan permohonan perizinan dan non perizinan secara online sistem :
1. PTSP DKI dan PTSP Batam telah dioperasikan SPIPISE yang terkoneksi
dengan SPIPISE Pusat/BKPM. Dengan telah adanya sistem SPIPISE yang
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 42
terkoneksi hambatan waktu perizinan yang perlu diselesaikan oleh PTSP
Pusat/BKPM dapat dilakukan melalui layanan sistem ini.
2. Sudah ada beberapa investor yang melakukan permohonan melalui
layanan SPIPISE online ini, namun dalam prakteknya belum dapat
berjalan dengan baik dan lancar. Hal ini disebabkan karena belum
terbiasanya para pengguna jasa ini melakukan permohonan secara online
sistem.
3. Direncanakan layanan perizinan sistem online ini akan dipublikasikan
pada akhir bulan Desember 2011 pada acara investor gathering di NTT
yang akan dilaksanakan oleh BKPM bekerjasama dengan Kemenko
Perekonomian dan Pemerintah Provinsi NTT.
Dalam hal Mengukur Dampak Perubahan dilakukan monitoring terhadap
Peraturan Gubernur dan Peraturan Daerah (Perda) yang disesuaikan dengan
Perpres No.27 Tahun 2009 dan SKB 4 Menteri dan Kepala BKPM, serta SEB
Menteri Dalam Negeri, Menteri PAN dan RB dan Kepala BKPM. Dengan semakin
banyaknya pendelegasian kewenangan dari SKPD ke PTSP, dan Proses
penyelesaian perizinan dan non perizinan memulai usaha dilakukan secara terpadu
satu pintu di PTSP di DKI Jakarta dan Kota Batam.
Proses pelayanan perizinan dan non perizinan dilakukan semakin cepat,
mudah, efisien dan transparan dari lama proses sebelumnya yang terus didorong
untuk mencapa proses dalam jangka waktu 17 hari.
Berfungsinya layanan pengaduan/help desk di PTSP DKI dan PTSP Batam
yang diharapkan dapat digunakan untuk penyelesaian hambatan perizinan dan non
perizinan di PTSP DKI Jakarta dan Kota Batam dapat dicarikan solusinya.
Indikasi telah terintegrasikannya proses perizinan dan non perizinan di DKI
Jakarta dan Kota Batam dengan Pemerintah Pusat/BKPM, apabila beberapa
investor dapat mengajukan permohonan perizinan secara online.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 43
5. KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)
Sebagai implementasi Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Menko Bidang Perekonomian ditunjuk menjadi
Ketua Dewan Nasional KEK dengan tugas mengkoordinasikan pengembangan
KEK sebagaimana ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 8 Tahun 2010
tentang Dewan Nasional KEK. Tugas Dewan Nasional KEK diatur dalam
Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2010 tentang Dewan Nasional KEK dan Dewan
Kawasan KEK.
Tugas Kemenko Perekonomian yang harus dicapai dalam pengembangan
KEK sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2011 adalah:
1. Selesainya 70% peraturan pelaksanaan UU KEK, dan
2. Penetapan 2 lokasi KEK.
Sesuai dengan tugas tersebut, Kemenko Perekonomian bertugas
melakukan koordinasi kebijakan serta sinkronisasi dalam penyusunan peraturan
pelaksanaan UU No. 39 Tahun 2009 yang dilaksanakan oleh BKPM, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta sosialisasinya ke daerah.
Beberapa hal yang telah dicapai selama tahun 2011 adalah:
1. Dua Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penetapan Kawasan Ekonomi
Khusus, yaitu KEK Sei Mangke di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera
Utara dan KEK Tanjung Lesung di Kabupaten Pandegelang, Provinsi Banten;
2. Dua Rencana Aksi untuk kedua lokasi Kawasan Ekonomi Khusus tersebut;
3. 3 (tiga) Rancangan Pengaturan terkait ketenagakerjaan, meliputi: Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Lembaga Kerjasama Tripartiet khusus di
KEK; Rancangan Peraturan Presiden tentang Dewan Pengupahan di Kawasan
Ekonomi Khusus; dan Rancangan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi tentang Forum Serikat Pekerja/Buruh di Kawasan Ekonomi
Khusus;
4. Pengaturan pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di KEK
melalui Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
5. 2 (dua) pedoman evaluasi usulan pembentukan KEK. Dua pedoman tersebut
telah dituangkan dalam 2 (dua) Peraturan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian selaku Ketua Dewan Nasional KEK, yaitu Pedoman
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 44
Pengusulan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus dan Pedoman Evaluasi
Usulan Kawasan Ekonomi Khusus;
6. Konsep Rencana Induk Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang
substansinya merupakan strategi nasional pengembangan KEK di Indonesia,
potensi sektor yang potensial dikembangkan pada kawasan tertentu, dan road
map dalam penyelenggaraan KEK di Indonesia.
Target dan Pencapaian Kegiatan Penyelenggaraan KEK Pada Tahun 2011
No Target
Pencapaian
1. Dua Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penetapan lokasi KEK
Telah diselesaikan dua Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penetapan KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung. Saat ini menunggu pengesahan presiden.
2. Dua Rencana Aksi Penyelenggaraan KEK
Telah diselesaikan 2 (dua) Rencana Aksi penyelenggaraan KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung.
3. Rancangan Pengaturan terkait ketenagakerjaan di KEK
Telah diselesaikan 1. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
Lembaga Kerjasama Tripatriet di Kawasan Ekonomi Khusus
2. Rancangan Peraturan Presiden tentang Dewan Pengupahan di KEK
3. Rancangan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang tentang Forum serikat pekerja/ buruh di Kawasan Ekomomi Khusus
4. Pengaturan tentang Pelaksanaan PTSP di KEK
Telah diselesaikan pengaturan tentang pelaksanaan PTSP di KEK melalui Peraturan Kepala BKPM 6 Tahun 2011
5. Pedoman pengusulan pembentukan, evaluasi KEK, dan Standar Pelayanan Infrastruktur
Telah diselesaikan dan ditetapkan: 1. Pedoman Pengusulan Pembentukan KEK
melalui Peraturan Menko Perekonomian selaku Ketua Dewan Nasional Kawasan Ekonom Khusus No. 7 Tahun 2011
2. Pedoman Evaluasi Usulan Pembentukan KEK melalui Peraturan Menko Perekonomian selaku Ketua Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus No. 8 Tahun 2011
3. Standar Pelayanan Infrastruktur Minimal. 6. Rencana Induk Nasional
KEK
Telah diselesaikan konsep Rencana Induk Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional KEK, 2011
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 45
Dengan pencapaian tersebut, maka seluruh sasaran pengembangan KEK
yang menjadi tugas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah dapat
dicapai. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu menjadi prioritas di
tahun 2012 agar tidak menjadi hambatan dalam penyelenggaraan Kawasan
Ekonomi Khusus, yaitu:
1. Penyelesaian pengaturan terkait dengan fasilitas perpajakan, kepabeanan dan
cukai di Kawasan Ekonomi Khusus;
2. Penyelesaian pengaturan terkait dengan fasilitas non fiskal di Kawasan
Ekonomi Khusus, seperti pertanahan dan keimigrasian;
3. Penyempurnaan pengaturan terkait dengan persyaratan usulan serta
pengaturan skema kerjasama pemerintah dan swasta pasca operasi KEK.
BAB IV
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2011
MENKO BIDANG PEREKONOMIAN 46
PENUTUP
Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian Tahun 2011 merupakan perwujudan pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas pokok dang fungsi, kebijakan, program dan kegiatan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian kepada semua elemen masyarakat
yang menjadi stakeholders.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian telah dapat merealisasikan Program dan Kegiatan Tahun 2011, hal
ini dapat dilihat dengan Capaian kinerja Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian Tahun 2011.
Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam pelaksanaanya telah dikeluarkan
Surat Edaran Sesmenko nomor 7 tahun 2011, tentang pengukuran Capaian
Indikator Kinerja Utama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang
meliputi : Indeks Ketahanan Pangan, Indeks Ketahanan Energi, Indeks Percepatan
Pembangunan Infrastruktur dan Indeks Perbaikan Iklim Investasi dan Iklim
Usaha.
Tantangan ataupun kendala yang dihadapi pada tahun 2011, misalnya
masalah infrastruktur, masih banyak hambatan untuk merealisasikan Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), serta
lambatnya pembahasan RUU Pengadaan Lahan/tanah.
Keberhasilan pelaksanaan capaian kinerja tersebut diatas tidak terlepas dari
dukungan, kerjasama dan partisipasi semua pihak. Reformasi birokrasi yang telah
dan sedang dilaksanakan pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
merupakan hal yang tidak terpisahkan bagi tercapaianya kinerja. Perubahan yang
berlangsung terus menerus dalam berbagai aspek diharapkan dapat meningktakan
kinerja pada masa yang akan datang.
RENCANA KINERJA TAHUNAN
KEMENTERIAN : KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN TAHUN : 2011
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET
(1) (2) (3)
Stabilitas Harga Beras Volatilitas Harga Beras < 25%
Peningkatan Produksi Beras Laju Kenaikan Produksi Beras 3,2%
Ketersediaan Stok Beras Volume Stok Beras 1,5 Juta Ton
Pemenuhan Pasokan Energi
Jumlah hari Stok Premium 17
Jumlah hari Stok Minyak Tanah 1) 25
Jumlah hari Stok Solar 2) 20
Jumlah wilayah mengalami padam listrik bergilir (beban puncak ≥ 10 MW) 3
Pemenuhan Kebutuhan Energi Rasio Elektrifikasi 68
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET
(1) (2) (3)
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Premium 3) 0
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Minyak Tanah 4)
1,28
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Solar 5) 0
Rasio Pemenuhan Gas DN-Industri 30
Rasio Pemenuhan Gas DN-Listrik 45
Rasio pemenuhan batu bara dalam negeri 100
Ketersediaan anggaran untuk percepatan pembangunan infrastruktur
Kenaikan rata-rata anggaran APBN Pusat tahunan untuk sektor infrastruktur
50%
Efektifitas pelaksanaan pembangunan sektor infrastruktur
Tingkat penyerapan anggaran APBN Pusat tahunan pembangunan infrastruktur 85%
Peningkatan aksesibilitas dan konektivitas
Pembangunan fisik baru dan peningkatan kapasitas jalan Nasional (termasuk jalan tol dan jalan strategis nasional)
3717 Km
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET
(1) (2) (3)
Pembangunan fisik baru panjang jalur kereta api termasuk jalur ganda
85 Km
Persentase rumah tangga yang terlayani broadband (internet berkecepatan tinggi)
7%
Peningkatan Pelayanan Investasi
Jumlah daerah yang telah membentuk lembaga pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) sesuai dengan target yang telah ditentukan
22 Propinsi dan 428 Kab/Kota
Jumlah PTSP di Daerah yang mengoperasionalkan sistem pelayanan informasi dan pelayanan investasi secara elektronik (SPIPISE) dalam rangka mendukung percepatan pelayanan perizinan investasi memulai usaha/starting businesssecara terintegrasi dan terpadu
33 Propinsi dan 90 Kab/Kota
Peningkatan Peringkat Doing Business
Jumlah daerah yang telah ditentukan untuk dilakukan penilaian dalam melakukan percepatan pelayanan perizinan memulai usaha (starting business) sesuai waktu yang telah ditentukan (17 hari kerja) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
1 Propinsi dan 1 Kab/Kota
Realisasi Investasi Langsung Jumlah realisasi investasi per tahun yang dapat dicapai dalam rangka perbaikan iklim investasi di Indonesia
320 Triliun
PENGUKURAN KINERJA
Kementerian : Koordinator Bidang Perekonomian Tahun : 2011
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
PROGRAM
ANGGARAN
PAGU REALISASI %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Stabilitas Harga Beras
Volatilitas Harga Beras < 25% 16,13% 165%
Koordinasi Pengembangan Urusan Pangan
3.300.000 3.159.553 95,74
Peningkatan Produksi Beras
Laju Kenaikan Produksi Beras 3,2% -1,63% 0%
Ketersediaan Stok Beras Volume Stok Beras
1,5 Juta Ton 1,12 jt ton 75%
Pemenuhan Pasokan Energi
Jumlah hari Stok Premium 17 17,18 101%
Koordinasi dan Sinkronisasi
Kebijakan Bidang Energi dan
Ketenagalistrikan
1.000.000 762.767 76,28
Jumlah hari Stok Minyak Tanah 1) 25 60,17 241%
Jumlah hari Stok Solar 2)
20 19,98 100%
Jumlah wilayah mengalami padam listrik bergilir (beban puncak ≥ 10 MW)
3 0 100%
Pemenuhan Kebutuhan Energi
Rasio Elektrifikasi 68 70 103% Koordinasi dan Sinkronisasi
Kebijakan Bidang Pertambangan
Umum
1.000.000 901.007 90,10
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Premium 3)
0 0 100%
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
PROGRAM
ANGGARAN
PAGU REALISASI %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Minyak Tanah 4)
1,28 1,52 119%
Penurunan Kuota BBM Bersubsidi-Solar 5)
0 0 10 0%
Rasio Pemenuhan Gas DN-Industri 30 27 90%
Rasio Pemenuhan Gas DN-Listrik 45 42 93%
Rasio pemenuhan batu bara dalam negeri
100 100 100%
Ketersediaan anggaran untuk percepatan pembangunan infrastruktur
Kenaikan rata-rata anggaran APBN Pusat tahunan untuk sektor infrastruktur
50% 49% 98%
Koordinasi Pengembangan
Urusan Penataan Ruang dan
Pengembangan Wilayah
32.420.531 21.070.766 64,99
Efektifitas pelaksanaan pembangunan sektor infrastruktur
Tingkat penyerapan anggaran APBN Pusat tahunan pembangunan infrastruktur
85% 87% 102%
Peningkatan aksesibilitas dan konektivitas
Pembangunan fisik baru dan peningkatan kapasitas jalan Nasional (termasuk jalan tol dan jalan strategis nasional)
3717 Km 3345 KM 90%
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
PROGRAM
ANGGARAN
PAGU REALISASI %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Pembangunan fisik baru panjang jalur kereta api termasuk jalur ganda
85 Km 85 KM 100%
Persentase rumah tangga yang terlayani broadband (internet berkecepatan tinggi)
7% 8,2% 117%
Peningkatan Pelayanan Investasi
Jumlah daerah yang telah membentuk lembaga pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) sesuai dengan target yang telah ditentukan
22 Propinsi dan 428 Kab/Kota
16 Propinsi dan 434
Kab/Kota 87%
Koordinasi Kebijakan Perbaikan Iklim
Usaha
1.300.000 1.248.366 96,03
Jumlah PTSP di Daerah yang mengoperasionalkan sistem pelayanan informasi dan pelayanan investasi secara elektronik (SPIPISE) dalam rangka mendukung percepatan pelayanan perizinan investasi memulai usaha/starting businesssecara terintegrasi dan terpadu
33 Propinsi dan 90 Kab/Kota
33 Propinsi dan 90
Kab/Kota 100%
Peningkatan Peringkat Doing Business
Jumlah daerah yang telah ditentukan untuk dilakukan penilaian dalam
1 Propinsi dan 1 Kab/Kota
1 Propinsi dan 1
Kab/Kota 100%
Koordinasi Pengembangan dan Penerapan Sistem
Nasional Single
3.800.000 3.275.819 86,21
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET REALISASI %
PROGRAM
ANGGARAN
PAGU REALISASI %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
melakukan percepatan pelayanan perizinan memulai usaha (starting business) sesuai waktu yang telah ditentukan (17 hari kerja) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Windows dan Integrasi kedalam
system ASW.
Realisasi Investasi Langsung
Jumlah realisasi investasi per tahun yang dapat dicapai dalam rangka perbaikan iklim investasi di Indonesia
320 Triliun 240 triliun 75%
Koordinasi Peningkatan Ekspor
dan Peningkatan Investasi (PEPI).
3.000.000 2.428.925 80,96
Jumlah Anggaran : 46.820.531.000,- Jumlah Realisasi Anggaran : 33.567.974.000 (71,69%) Program : Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian.