laba dan konsep berkaitan

98
BAB II PEMBAHASAN 2.1.PENGANTAR Salah satu fungsi akuntansi adalah melakukan pengukuran termasuk pengukuran prestasi, hasil usaha, laba maupun posisi keuangan. Salah satu isu berat dalam pengukuran itu adalah pengukuran laba. Pengukuran laba ini bukan saja penting untuk menentukan prestasi perusahaan, tetapi juga penting sebagai informasi bagi pembagian laba, penentuan kebijkan investasi, pembayaran zakat, pajak, bonus, dan pembagian hasil. Penyediaan ukuran laba sebagai indikator kinerja perusahaan merupakan fokus utama dari pelaporan keuangan modern. Banyak pandangan dan praktik di masyarakat dalam pengukuran laba, namun yang menjadi pembahasan adalah laba menurut ilmu ekonomi, laba menurut fiskus (petugas pajak), laba menurut akuntansi, dan laba menurut perhitungan zakat. Perbedaan itu disebabkan berbagai alasan antara lain karena: (1) benda atau produk dan jasa yang akan dinilai (biaya historis, biaya ganti, biaya realisasi, present value); (2) unit ukur (bisa unit ukur uang atau ukuran kemampuan tenaga beli). 4

Upload: nurul-hafizah

Post on 07-Nov-2015

284 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

teori akuntansi kelompok 6

TRANSCRIPT

Laba dan Konsep Yang Berkaitan | 59

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. PENGANTARSalah satu fungsi akuntansi adalah melakukan pengukuran termasuk pengukuran prestasi, hasil usaha, laba maupun posisi keuangan. Salah satu isu berat dalam pengukuran itu adalah pengukuran laba. Pengukuran laba ini bukan saja penting untuk menentukan prestasi perusahaan, tetapi juga penting sebagai informasi bagi pembagian laba, penentuan kebijkan investasi, pembayaran zakat, pajak, bonus, dan pembagian hasil. Penyediaan ukuran laba sebagai indikator kinerja perusahaan merupakan fokus utama dari pelaporan keuangan modern. Banyak pandangan dan praktik di masyarakat dalam pengukuran laba, namun yang menjadi pembahasan adalah laba menurut ilmu ekonomi, laba menurut fiskus (petugas pajak), laba menurut akuntansi, dan laba menurut perhitungan zakat. Perbedaan itu disebabkan berbagai alasan antara lain karena: (1) benda atau produk dan jasa yang akan dinilai (biaya historis, biaya ganti, biaya realisasi, present value); (2) unit ukur (bisa unit ukur uang atau ukuran kemampuan tenaga beli). IAI memadankan income dengan penghasilan yang meliputi pendapatan dan untung. Income dalam buku-buku teks asing pada umumnya dimaknai sebagai laba. Makalah ini menggunakan referensi buku dengan istilah laba untuk menunjuk income dalam buku teks asing sesuai yang didefinisi oleh FASB. Laba digunakan pula sebagai padan kata earnings.

2.2. DEFINISI LABALaba merupakan suatu konsep akuntansi yang memiliki berbagai sudut pandang, tergantung dari siapa yang menilai dan bagaimana tujuan penilaiannya tersebut. Oleh karena itu, para ahli dan organisasi akuntansi memberikan definisi berbeda tentang konsep laba yaitu sebagai berikut :Laba merupakan suatu pos dasar dan penting dari ikhtisar keuangan yang merniliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, determinan pada kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, dan pengambilan keputusan, dan unsur prediksi.(Belkaoui : 1993)

Laba sebagai jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain dan kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi. (Commite On Terminology, Sofyan Syafri H : 2004)

Laba adalah pengambilan atas investasi kepada pemilik. Hal ini mengukur nilai yang dapat diberikan oleh entitas kepada investor dan entitas masih memiliki kekayaan yang sama dengan posisi awalnya. (Stice, Skousen : 2009)

Laba merupakan jumlah residual yang tertinggal setelah semua beban (termasuk penyesuaian pemeliharaan modal, kalau ada) dikurangkan pada penghasilan. Kalau beban melebihi penghasilan, maka jumlah residualnya merupakan kerugian bersih.(Ikatan Akuntan Indonesia : 2007)

2.3. TUJUAN PELAPORAN LABAPengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini adalah laba yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya secara akrual. Pengertian semacam ini akan memudahkan pengukuran dan pelaporan laba secara objektif. Perekayasa akuntansi mengharapkan bahwa laba semacam itu bermanfaat bagi para pemakai statemen keuangan khususnya investor dan kreditor. Pendefinisian laba seperti ini jelas akan lebih bermakna sebagai pengukur kembalian atas investasi (return on investment) daripada sekedar perubahan kas. Hal ini ditegaskan oleh FASB dalam SFAC No. 1 (prg. 44, dalam Suwardjono, 2006; 456) sebagai berikut:Information about enterprise earnings and its components measured by accrual accounting generally provides a better indication of enterprise performance than information about current cash receipts and payments. Dalam kenyataannya, para pemakai mempunyai konsep laba dan model pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Apapun pengertian dan cara pengukurannya, laba akuntansi dengan berbagai interpretasinya diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai:a. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of return on invested capital). b. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen. c. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak.d. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara.e. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan publik.f. Alat pengendali terhadap debitor dalam kontrak utang.g. Dasar kompensasi dan pembagian bonus.h. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.i. Dasar pembagian dividen. Teori akuntansi tentang laba akan melibatkan pengukuran dan penyajian laba yang dapat memenuhi berbagai tujuan di atas. Untuk melayani berbagai kebutuhan di atas, ada dua pendekatan yang harus dipertimbangkan dalam akuntansi laba yaitu suatu laba untuk berbagai tujuan (single income for different purposes) atau beda tujuan beda laba (different income for different purposes). Pendekatan pertama berusaha untuk memenuhi tujuan secara umum. Inilah pendekatan yang ingin dicapai dalam merekayasa pelaporan keuangan umum (general purpose financial reporting). Walaupun teori tentang konsep laba lebih berkaitan dengan pendekatan ini, akuntansi juga berusaha untuk menyediakan informasi agar tujuan khusus dapat dipenuhi dengan menyediakan informasi yang memungkinkan pemakai untuk menentukan konsep laba sesuai dengan kebutuhan spesifiknya. Pendekatan kedua menggunakan berbagai konsep laba dan menjanjikannya secara jelas berbagai konsep laba tersebut secara khusus. Kebutuhan khusus ini dapat dilayani dengan menyertai statemen keuangan umum (khususnya statemen laba-rugi) dengan berbagai laporan pelengkap.2.4. KONSEP LABA KONVENSIONALTeori tentang laba masih harus dikembangkan dan dimantapkan agar dicapai interpretasi yang tepat secara intuitif maupun ekonomik sehingga angka laba akuntansi mempunyai manfaat yang tinggi khususnya bagi investor dan kreditor. Hendriksen dan van Breda (1992, dalam Suwardjono, 2006; 457) mengemukakan bahwa laba akuntansi yang sekarang berjalan (konvensional) masih problematik secara teoritis. Laba akuntansi mempunyai beberapa kelemahan berikut:a. Laba akuntansi belum didefinisi secara semantik dan jelas sehingga laba tersebut secara intuitif dan ekonomik bermakna. b. Penyajian dan pengukuran laba masih difokuskan pada pemegang saham biasa atau residual.c. Prinsip akuntansi berterima umum (PABU) sebagai pedoman pengukuran laba masih memberi peluang untuk terjadinya ketaktaatasasan (inkonsistensi) antar perusahaan. d. Karena didasarkan pada konsep kos historis, laba akuntansi secara umum belum memperhitungkan pengaruh perubahan daya beli dan harga.e. Dalam menilai kinerja perusahaan secara keseluruhan, investor dan kreditor memandang informasi selain laba akuntansi juga bermanfaat atau bahkan lebih bermanfaat sehingga ketepatan laba akuntansi belum jadi tuntutan yang mendesak. Atas dasar tujuan dan kelemahan laba akuntansi di atas, ada dua aspek pokok teori laba yaitu (1) interpretasi laba dan implikasinya dalam tiap tataran teori dan (2) lingkup laba atas dasar kegiatan operasi dan teori entitas.

2.5. KONSEP LABA DALAM TATARAN SEMANTIKKonsep laba dalam tataran semantik berkaitan dengan masalah makna apa yang harus dilekatkan oleh perekayasa pelaporan pada simbol atau elemen laba sehingga laba bermanfaat (useful) dan bermakna (meaningful) sebagai informasi. Laba pada tataran semantik harus menggambarkan hubungan pada realitas ekonomi yang mendasari. Pada tataran ini, teori berusaha untuk menjawab pertanyaan apakah yang harus direpresentasi oleh laba. Seperti teori tentang aset, realitas atau kegiatan entitas apa yang harus diinterpretasi oleh angka laba. Makna yang dikandung dalam laba akhirnya harus diinterpretasi oleh pemakai. Pemaknaan laba secara semantik akhirnya akan menentukan pemaknaan laba secara sintatik yaitu pengukuran dan penyajiannya.2.5.1 Pengukuran KinerjaKarena investor dan kreditor merupakan pihak yang dituju dalam pelaporan keuangan, dianggap bahwa mereka berkepentingan dengan informasi masa lalu untuk mengevaluasi prospek perusahaan di masa datang. FASB, misalnya, menetapkan salah satu tujuan pelaporan keuangan sebagai berikut:

Fiancial reporting should provide information about an enterprises financial performance during a period. ... The primary focus of financial reporting is information about an enterprises performance provided by measures of earnings and its components. ... Financial reporting should provide information about how management of an enterprise has discharged its stewardship responsibility to owners (stockholders) for the use of enterprise resources entrusted to it.

Tujuan di atas menyiratkan bahwa laba periode (earnings) dimaknai sebagai informasi tentang kinerja masa lalu yang meliputi daya melaba (earning power), akuntabilitas, dan efisiensi. Daya melaba dan efisiensi merupakan konsep yang saling berkaitan. Kinerja perusahaan merupakan manifestasi dari kinerja manajemen sehingga laba dapat pula diinterpretasi sebagai pengukur keefektifan dan keefisienan manajemen dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Hal ini dikemukakan oleh Paton dan Littleton (1967 dalam Suwardjono, 2006; 458) sebagai berikut:Accounting exists primarily as a means of computing a residuum, a balance, the difference between cost (as efforts) and revenues ( as accomplishment) for individual enterprises. The difference reflects managerial effectiveness and is of particular significance to those who furnish the capital and take the ultimate responsibility (hlm. 16).

Pelaporan keuangan berkepentingan dengan informasi tentang kemampuan atau daya melaba suatu kesatuan uasha dengan sumber daya (aset) yang dikuasainya dalam suatu periode. Daya melaba merupakan informasi semantik yang diharapkan bibawa oleh informasi akuntansi melalui statemen keuangan yaitu objek (element), ukuran (size), dan hubungan (relationship). Daya melaba akan mempunyai makna kalau laba dikaitkan dengan periode dan sumber daya yang digunakan. Jadi, untuk menentukan daya melaba, tiga komponen harus diketahui yaitu laba, periode, dan tingkat sumber daya (investasi). Laba dapat diinterpretasi sebagai pengukur keefisiensinan (efisiensi) bila dihubungkan dengan tingkat investasi karena efisiensi secara konseptual merupakan suatu hubungan atau indeks. Secara umum, efisiensi adalah kemampuan menciptakan keluaran (output) tertinggi dengan sumber daya tertentu sebagai masukan (input). Bila keluaran atau sasaran tertentu telah ditentukan, efisiensi adalah kemampuan mencapai keluaran tersebut dengan sumber daya terendah (minimum) yang dimungkinkana. Dalam akuntansi, laba dimaknai dan diinterpretasi sebagai pengukur efisiensi oleh investor dalam bentuk kembalian atas investasi (return on investment atau ROI). Bagi manajemen, efisiensi dapat diinterpretasi sebagai pengukur efisiensi penggunaan sumber daya dalam bentuk kembalian atas aset ( return on assets atau ROA). Bagi kreditor, efisiensi dapat ditunjukkan dengan tingkat bunga (return on loan atau ROL). Jadi, angka laba itu sendiri tidak termakna kalau tidak dihubungkan dengan tingkat investasi atau tolak ukur atau patok duga (benchmark) tertentu misalnya pendapatan/penjualan. Efisiensi perusahaan akan bermakna kalau dihubungkan dengan tolak ukur di luar perusahaan misalnya efisiensi perusahaan lain yang sejenis atau standar industri. Jadi, laba dapat mempresentasi kinerja efisiensi karena laba menentukan ROI, ROA, dan ROL sebagai pengukur efisiensi. Karena kegiatan usaha sangat kompleks, laba dipandang cukup kaya (komprehensif) untuk merepresentasi pengukur efisiensi. Namun, validitas pengukur efisiensi tersebut bergantung pada bagaimana laba dan tingkat investasi diukur serta dari sudut pandang siapa informasi efisiensi ditujukan. Sebagai analogi, indeks prestasi atau IP mahasiswa dipandang cukup kaya untuk merepresentasi kinerja belajar mahasiswa. Akan tetapi, validitas indeks tersebut sangat bergantung pada bagaimana IP tersebut diperoleh dan diukur.2.5.2 Konfirmasi Harapan InvestorPerekayasa pelaporan juga berusaha menyediakan informasi untuk meyakinkan bahwa harapan-harapan investor atau pemakai lainnya di masa lalu tentang kinerja perusahaan memang terealisasi. Dengan demikian, laba dapat diinterpretasi sebagai sarana untuk mengkonfirmasi harapan-harapan terssebut. Asumsinya adalah para investor telah menggunakan segala informasi yang tersedia secara publik sebagai basis keputusan investasinya melalui prediksi laba. Bila diasumsi bahwa pasar cukup efisien, laba yang diprediksi investor harus mendekati atau sama dengan laba yang dilaporkan. Bila hal ini terjadi, laba merupakan sarana untuk mengkonfirmasi harapan investor dan investor diharapkan tidak bereaksi terhadap pengumuman laba. Bila pasar tidak cukup efisien, angka laba justru ditunggu-tunggu oleh para investor sebagai basis umtuk mengambil atau mengubah keputusan. Dengan kata lain, laba diinterpretasi sebagai sarana untuk menyampaikan informasi privat perusahaan sehingga laba harus mempunyai kandungan informasi (information content) baru lebih dari apa yang telah ditangkap oleh pasar. Dengan demikian, pasar diteorikan akan bereaksi terhadap pengumuman laba.

2.5.3 Estimator Laba EkonomikAkuntansi menganut asas akrual untuk mendapatkan suatu angka yang lebih bermakna secara ekonomik daripada sekadar kenaikan atau penurunan kas dalam suatu perioda. Angka laba akan bermakna kalau tidak merepresentasi perubahan kemakmuran (wealth) atau penciptaan nilai (value creation) sebagai hasil kinerja ekonomik suatu kesatuan usaha. Secara teknis, perubahan kemakmuran atau nilai diwujudkan dalam kegiatan produktif (menghasilkan barang dan jasa).Dengan asas akrual, pengukuran (accuring) dan penangguhan (deferring) atas dasar konsep upaya dan hasil serta konsep kos historis merupakan proses yang sangat lekat dengan penentuan laba akuntansi. Perekayasa akuntansi mengharapkan bahwa laba akuntansi akan mendekati laba ekonomik atau paling tidak merupakan estimator yang baik untuk laba ekonomik. Artinya, perubahan laba akuntansi diharapkan merefleksi pula perubahan ekonomik perusahaan. Dengan demikian, laba akuntansi masih tetap bermanfaat bagi investor yang mungkin lebih berkepentingan dengan laba ekonomik. Laba akuntansi adalah laba dari kaca mata perekayasa akuntansi atau kesatuan usaha karena keperluan untuk menyajikan informasi secara objektif dan terandalkan. Oleh karena itu, laba akuntansi didasarkan pada data yang telah terjadi bukannya data hipotesis yang dapat berupa kos kesempatan (opportunity cost). Pengertian ekonomik dari segi akuntansi adalah kelayakan ekonomik (economic reasonableness) jangka panjang dan bukan penilaian ekonomik (economic valuetion) jangka pendek. Oleh karena itu, depresiasi dalam akuntansi merupakan proses alokasi dan bukan proses penilaian. Sementara itu, laba ekonomik adalah laba dari kaca mata investor karena keperluan untuk menilai investasi dalam saham yang dalam banyak hal bersifat subjektif bergantung pada karakteristik investor. Dalam menilai investasinya, investor selalu mendsarkan diri pada kos kesempatan yang diwujudkan dalam bentuk tingkat kembalian pasar (market rate of return). Dengan demikian, laba di mata investor adalah tingkat kembalian internal (internal rate of return) aliran-aliran kas masa datang yang dapat dihasilkan seandainya investor menanamkan asetnya di tempat lain (kos kesempatan). Di mata investor, penilaian aset lebih banyak didasarkan pada informasi pasar yang berubah-ubah setiap saat dan depresiasi dipandang sebagai proses penilaian aset (penurunan nilai). Perbedaan sudut pandang di atas menjadikan laba akuntansi berbeda dengan laba ekonomik. Hendriksen dan van Breda (1992, hlm. 316) menyederhanakan perbedaan laba akuntansi dan ekonomik atas dasar konsep depresiasi. Laba akuntansi dihitung atas dasar depresiasi akuntansi (alokasi) dan laba ekonomik dihitung atas dasar depresiasi ekonomik (penurunan nilai). Selain perbedaan di atas, laba ekonomik berbeda dengan laba akuntansi karena pada umumnya laba ekonomik memperhitungkan perubahan daya beli uang (perubahan harga umum) dan perubahan harga spesifik aset. Daya beli uang diperhitungkan karena investor lebih berkepentingan dengan kos kesempatan untuk menilai secara ekonomik investasinya. Dalam hal ini, akuntansi juga berusaha untuk meningkatkan relevansi informasi dengan cara melengkapi seperangkat statemen pokok (kos historis) dengan laporan pelengkap untuk menunjukkan pengaruh perubahan harga dan daya beli. Hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam bab lain berikut nanti. Schroeder dan Clark (1998) menunjukkan perbedaan laba oleh Bedford atas dasar sifatnya menjadi laba psikik, real, dan uang. Laba psikik (psychic income) adalah laba yang berupa kenaikan dalam pemuasan keinginan manusia. Laba ini dapat dirasakan maknanya tetapi sulit dikuantifikasi secara umum karena kepuasan manusia bergantung pada tingkat kemakmuran dan status sosial yang telah dicapai. Artinya, angka rupiah laba yang sama tidak memberi kepuasan yang sama antara orang satu dan lainnya. Laba real (real income) adalah laba yang berupa kenaikan kemakmuran ekonomik (economic wealth) dan menjadi fokus pengukuran laba ekonomik. Laba uang (money income) adalah laba yang berupa kenaikan satuan uang dalam suatu perioda tanpa memperhatian pengaruh perbedaan daya beli dan menjadi fokus pengukuran laba akuntansi. Jadi, laba akuntansi berkepentingan dengan laba uang sedangkan laba ekonomik berkepentingan dengan laba real. Laba akuntansi juga berbeda dengan laba ekonomik karena konsep dasar yang dianut. Laba akuntansi dilandasi oleh konsep kontinuitas usaha yang memandang aset sebagai sisa potensi jasa sehingga kos historis menjadi basis pengukurannya. Sementara itu, laba ekonomik dilandasi oleh konsep likuidasi yang meliht aset sebagai simpanan atau desiaan nilai (store of value) setiap saat sehingga nilai sekarang menjadi basis pengukurannya. Dengan demikian, laba dipandang sebagai perubahan nilai dalam satu perioda hingga nilai sekarang menjadi basis pengukurannya. Dengan demikian, laba dipandang sebagai perubahan nilai dalam suatu periode. Jadi, dari beberapa aspek, laba akuntansi memang dan harus berbeda dengan laba ekonomik. Namun, laba akuntansi diharapkan dapat menjadi estimator atau indicator laba ekonomik. Gambar 1. di bawah ini meringkas perbedaan antara laba akuntansi dan laba ekonomik.

Gambar 1. Perbandingan Laba Akuntansi dan Ekonomik

Pertanyaannya teoretis selanjutnya adalah apakah akuntansi juga harus menyajikan laba ekonomi? Karena reliabilitas menjadi sasaran akuntansi, akuntansi tidak harus menentukan laba ekonomik yang subjektif. Akan tetapi, akuntansi harus berusaha untuk menyajikan dan memformulasikan laba akuntansi yang dapat membantu investor dalam menentukan laba ekonomik sesuai dengan persepsi para investor. Jadi, akuntansi cukup menyajikan informasi laba dan aliran kas yang layak dan menyerahkan semua analisis dan perhitungan laba ekonomik kepada investor atau pemakai lainnya. Hal ini sesuai dengan gagasan FASB dalam merekayasa pelaporan keuangan sebagai berikut (SFAC No. 1, prg.41):

Indirect measures of cash flow potential are widely considered necessary or desirable, both for particular resources and for enterprises as a whole. That information may help those who desire to estimate the value of a business enterprise, but financial accouting is not designed to measure directly the value of an enterprise. Investor, melalui analisis sekuritas , pada umumnya lebih mendasarkan diri pada laba ekonomik untuk memprediksi aliran kas atau return saham perusahaan di masa datang. Analisis memandang bahwa laba akuntansi mengandung gangguan (noise) akibat penerapan PABU yang dalam banyak hal tidak merefleksi realitas ekonomik (misalnya pengguanaan kos historis) atau akibat manajemen laba (earnings management). Oleh karena itu, kalau laba akuntansi bebas dari gangguan dan mendekati laba ekonomik, laba akuntansi akan menjadi predictor yang andal juga. Dengan demikian, kedekatan atau korelasi antara laba akuntansi dan laba ekonomik akan menentukan kualitas laba akuntansi (earnings quality).

2.6. MAKNA LABAPembahasan dalam bagian ini masih merupakan bagian dari konsep laba pada tataran semantik. Pemaknaan laba sebagai pengukur efisiensi, konfrimasi harapan investor, dan estimator laba ekonomik merupakan gagasan-gagasan untuk menemukan definisi (konsep atau makna) laba yang tepat untuk tujuan akuntansi. Secara semantik, belum terdapat kesepakatan tentang makna laba yang mantap yang menjadi basis akuntansi dalam jangka panjang. Hendriksen dan van Breda (1992 dalam Suwardjono, 2006; 463) mengemukakan kritik terhadap laba akuntansi sebagai berikut:

There is no long-run theoretical basis for the computation and presentation of accounting income (hlm.309) Kritik di atas didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat banyak definisi atau makna yang dilekatkan pada simbol laba oleh berbagai sumber. Akan tetapi, masih belum dapat diidentifikasi secara mantap makna manakah yang sebenarnya dianut atau harus dianut akuntansi. Sebagai basis pembahasan dan pencarian konsep laba, beberapa gagasan atau sumber dibahas berikut ini. FASB menetapkan laba (disebut laba komprehensif) sebagai elemen statemen keuangan dan mendefinisinya sebagai berikut (SFAC No. 6, prg.70):

Comprehensif income is the change in equity of a business enterprise during a period from transaction and other events and circumstances from nonowner sources. It includes all change in equity during a period except those resulting from investment by owners and distributions to owners. Sejalan dengan definisi di atas adalah apa yang dikemukakan Barton sebagaimana dikutip oleh Goddfrey, Hodgson, dan Holmes (1997 dalam Suwardjono, 2006; 463) sebagai berikut:

After removing the effects of any additional capital contributions or withdrawals by owners from the initial capital investment, the increase in net wealth is the income of the periode (hlm.475). Dua definisi di atas membatasi laba dari sudut pandang pemegang saham residual sehingga laba didefinisi sebagai perubahan/kenaikan ekuitas atau asset bersih atau kemakmuran bersih pemilik (pemegang saham) dalam suatu periode yang berasal dari transaksi operasi dan bukan transaksi modal (setoran dari dan distribusi ke pemilik). Dari sudut pandang perusahaan sabagai entitas, Goddfrey, Hodgson, dan Holmes (1997 dalam Suwardjono, 2006; 464) juga mengutip makna laba dari Bedford sebagai berikut:

It is the reward paid by the individuals to business entities for their productivity which represents business income and therefore it is the reward which acts as the motivating force in a free market economy (hlm. 475).

Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan pendapatan di atas biaya (kos total yang melekat kegiatan produksi dan penyerahan barang/jasa). Pengertian ini sejalan dengan konsep kesatuan usaha yang dikemukakan Paton dan Littleton (1967 dalam Suwardjono, 2006; 464) yang memandang laba sebagai kenaikan asset perusahaan seperti berikut:

The figure of income, in turn, expresses the amount of resources which may be drawn upon (if in disposable form) to meet the interest charges, income taxes, and dividen appropriations without impairment of capital and surplus as of the beginning of the period (hlm. 48).

Laba adalah kenaikan asset dalam suatu periode akibat kegiatan produktif yang dapat dibagi atau didistribusi kepada kreditor , pemerintah, pemegang saham (dalam bentuk bunga, pajak, dan dividen) tanpa mempengaruhi keutuhan ekuitas pemegang saham semula. Sejalan dengan pengertian yang diberikan Barton, ini berarti bahwa pengaruh perubahan ekuitas akibat transaksi modal (the effects of any additional capital contributions or withdrawals by owners) harus dikeluarkan dari perhitungan laba. Dengan nada yang sama, Schroeder dan Clark (1998 dalam Suwardjono, 2006; 464) mengutip pengertian laba dari sudut pandand perorangan / individu yang dikarakterisasi (diiberi karakter) oleh Hiks sebagai berikut :The purpose of income calculation in practical affairs is to give people an indication of the amount they can comsume without improverishing themselves. Following out this idea it would seem that we ought to define a mans income as the maximum value which he can consume during a week, and still expect to be as well off at the end of the week as he was at the beginning (hlm.90). Karena sudut pandang individual, pengertian mengkonsumsi (to consume) di sini adalah menggunakan kenaikan kemakmuran untuk keperluan pribadi atau noninvestasi seperti membeli baju, membelanjai istri, atau membayar sekolah anak-anak. Pengertian di sini akan sama dengan pengertian dari sudut pandang badan usaha (perusahaan) yang dikemukakan Paton dan Littleton kalau kata mengkonsumsi diganti dengan mendistribusi (to distribute) atau ditarik darinya (to be drawn upon) untuk didistribusi ked an digunakan / dibelanjakan / dikonsumsi untuk keperluan apapun oleh pihak pemegang pancang (kreditor, pemerintah, dan pemegang saham). Dari berbagai pengertian laba di atas, dapat disimpulkan bahwa laba secara konseptual mempunyai karakteristik umum sebagai berikut :a. Kenaikan kemakmuran (wealth atau well-offness) yang dimiliki atau dikuasai suatu entitas. Entitas dapat berupa perorangan / individual, kelompok individual, institusi, badan, lembaga, atau perusahaan. b. Perubahan terjadi dalam suatu kurun waktu (periode) sehingga harus diidentifkasi kemakmuran awal dan kemakmuran akhir.c. Perubahan dapat dinikmati, didistribusi, atau ditarik oleh entitas yang menguasai kemakmuran asalakan kemakmuran awal dipertahankan.

Kemakmuran dapat berupa asset bersih, asset, modal pemegang saham, kekayaan, investasi, sumber daya ekonomik, uang, atau apapun yang bernilai uang atau yang dapat dinilai dengan uang. Kemakmuran tersebut secara umum disebut capital (capital). Capital di sini berbeda dengan modal karena modal mempunyai pengertian khusus dalam akuntansi yaitu ekuitas pemegang saham. Bila istilah capital digunakan, harus selalu dibayangkan siapa yang menguasai atau memiliki. Gambar 2 dibawah ini melukiskan pengertian capital dari berbagai sudut pandang dalam konteks pembahasan laba dan akuntansi.

Gambar 2. Pengertian Kapital Dalam Konteks Laba Akuntansi

Bagi pemegang obligasi dan pemegang saham, klaim atas nilai yang tertanam di perusahaan akan masuk dalam klasifikasi yang disebut capital keuangan (financial capital). Bagi perusahaan, capital dapat diklasifikasi sebagai capital fisis (physical capital) kalau seluruh asset dipandang sebagai himpunan kapasitas produktif atau dapat juga diklasifikasi sebagai capital financial kalau seluruh asset dipandang sebagai nilai uang. Dalam bahasa investasi, capital financial sering disebut juga dengan aset finansial (financial asset) sedangkan capital fisis disebut asset real (real asset).2.6.1 Laba dan KapitalPembahasan laba tidak dapat dipisahkan dengan pembahasan capital tetapi makna keduanya harus dibedakan. Dengan mendasarkan diri pada pengertian capital yang dikemukakan oleh Irving Fisher, Hendriksen dan van Breda (1992) membedakan laba dan capital sebagai berikut :

Capital is a stock of wealth at an instant time. Income is a flow of services through time. Capital is the embodiment of future service, and income is the enjoyment of these service over a specific period of time (hlm.279). Kapital dapat diasosiasi dengan sediaan atau potensi jasa (stock concept). Jadi, capital dapat dipandang sebagai sediaan kemakmuran pada saat tertentu. Sementara itu, laba dapat diasosiasi dengan aliran kemakmuran (flow concept). Jadi, laba adalah aliran potensial jasa yang dapat dinikmati dalam kurun waktu tertentu dengan tetap mempertahankan tingkat potensi jasa mula-mula. Bila dianalogi dengan tanki air (reservoar), capital adalah kandungan air sampai level tertentu pada suatu saat. Dalam suatu periode, air dalam tanki akan diisi dan sekaligus juga digunakan. Laba adalah aliran air yang keluar dari tanki (digunakan atau dinikmati untuk berbagai keperluan rumah tangga) dalam suatu periode dengan tetap mempertahankan kandungan air di tanki pada level semula. Dalam hal kegiatan usaha, pengertian dinikmati (to be enjoyed) adalah dikonsumsi, didistribusi, atau ditarik untuk keperluan pribadi atau noninvestasi. Berbeda dengan tanki air yang kapasitasnya terbatas, kegiatan usaha biasanya berkembang terus. Oleh karena itu, laba tidak harus selalu dinikamati tetapi dapat terus tertanam di perusahaan sehingga menambah tingakat investasi. Kalau laba harus dinikmati maka hal tersebut hanya dapat dilakukan sejauh tidak melampaui tingkat capital semula. Pengertian laba semacam ini disebut laba atas dasar konsep pemertahanan capital atau kemakmuran (capital atau wealth maintenance concept). Karakteristik umum laba ketiga yang dibahas sebelumnya (karakteristik c) merupakan konsekuensi dianutnya konsep ini. 2.6.2 Konsep Pemeliharaan KapitalKonsep ini dilandasi oleh gagasan bahwa entitas (perusahaan atau investor) berhak mendapatkan kembali / imbalan atau return dan menikmatinya setelah capital (investasi) dipertahankan keutuhannya atau pulih seperti sedia kala (recovered). Harapan umum dalam kegiatan bisnis adalah capital atau investasi yang tertanam selalu berkembang. Konsep ini mempunyai arti penting atau konsekuensi dalam beberapa hal yang saling berkaitan sebagai berikut :a. Membedakan antara kembalian atas investasi (return on investment) dan pengembalian investasi (return on investment).b. Memisahkan dan membedakan transaksi operasi (produktif) dalam arti luas dengan transaksi pendanaan dari pemilik (owner transactions).c. Menjamin agar laba yang dapat didistribusi tidak mengandung pengembalian investasi. Artinya, kalau laba suatu periode harus dikonsumsi atau didistribusi seluruhnya, jumlah tersebut harus benar-benar merefleksi juamlah yang memenuhi definisi laba sehingga entitas mempunyai kemampuan ekonomik yang sama dengan kemampuan mula-mula.d. Memungkinkan penentuan jumlah penyesuaian capital (capital adjustment) untuk mempertahankan kemampuan ekonomik (capital) awal periode akibat perubahan harga dan daya beli sehingga laba ekonomik akan terukur pula.e. Memungkinkan penggunaan berbagai dasar penilaian untuk menentukan tingkat capital pada saat tertentu (awal dan akhir).f. Memungkinkan penerapan pendekatan asset-kewajiban (asset-liability approach) secara penuh dalam pemaknaan laba sehingga angka laba akuntansi akan mendekati angka laba ekonomik. Laba didefinisi sebagai perubahan asset bersih bukan sebagai selisih antara pendapatan dikurangi biaya. Dengan kata lain, laba merupakan selisih pengukuran / penilaian asset bersih pada dua titik waktu yang berbeda. Atas dasar berbagai uraian di atas, laba kemudian dapat didefinisi secara umum, formal, dan semantic sebagai berikut :Laba adalah tambahan kemampuan ekonomik yang ditandai dengan kenaikan capital dalam suatu periode yang berasal dari kegiatan produktif dalam arti luas yang dapat dikonsumsi atau ditarik oleh entitas penguasa / pemilik capital tanpa mengurangi kemampuan ekonomik capital mula-mula (awal periode).

Definisi di atas bersifat umum karena tidak membatasi entitas pada pemegang saham saja tetapi entitas dapat berupa kreditor, badan usaha, individual, atau kesatuan usaha. Definisi di atas juga menuntut pengukuran atau penilaian kapital pada dua titik waktu (awal dan akhir periode) tetapi tidak membatasi bagaimana capital dinilai. Ini berarti pemaknaan laba berbeda dan terpisah dengan pengukuran laba. Tentang bagaimana capital dinilai merupakan masalah dalam tataran sintaktik yang akan dibahas berikut nanti.2.6.3 Contoh AngkaKasus hipotesis berikut digunakan untuk lebih memahami makna laba sebagaimana didefinisi di atas. Pada awal periode, suatu entitas memiliki capital berupa kas Rp200 juta. Kas tersebut digunakan untuk usaha yang pada akhir periode dilikuidasi. Setelah itu, entitas tersebut memiliki kas sebesar Rp250 juta. Pada awal periode, indeks harga umum adalah 100 sedangkan pada akhir tahun indeks harga adalah 105. Berapakan laba entitas dengan konsep pemertahanan capital? Untuk menjawab masalah ini. Gambar 3 memperagakan makna laba dalam kasus tersebut.Gambar 3. Makna Laba Atas Dasar Konsep Pemertahanan Kapital

Besarnya laba atas dasar konsep pemertahanan capital bergantung pada dasar penilaian capital. Bila digunakan dasar kos historis (rupiah nominal), capital akhir sebesar ABCD (Rp200 juta) dianggap cukup untuk mempertahankan capital awal ABCD sehingga laba yang dapat dikonsumsi adalah sejumlah DCGH (Rp50 juta). Bila digunakan dasar daya beli, capital akhir yang harus dipertahan kan adalah ABFE (Rp210 juta) sehingga laba yang dapat dikonsumsi adalah EFGH (Rp40 juta). DCFE merupakan penyesuaian kapital yaitu jumlah untuk menjadikan kemampuan elektronik akhir tetap sama dengan kemampuan ekonomik awal perioda. DCFE bukan merupakan laba karena kalau jumlah tersebut didistribusi maka entitas akan berkurang kemampuan ekonomiknya sehingga kapital awal tidak dipertahankan. Bila BCFE tetap dikonsumsi/didistribusi, jumlah tersebut merupakan likuiditasi atau pengembalian kapital (return of capital). Kembalian atas kapital (return of capital) yang sesungguhnya adalah EFGH.

2.7. KONSEP LABA DALAM TATARAN SINTAKTIKMakna semantik laba yang dikembangkan di atas akhirnya harus dapat dijabarkan dalam tataran sintaktik. Ini berarti konsep laba harus dioperasionalkan dalam bentuk satandar atau prosedur akuntansi yang mantap dan objektif sehingga angka laba dapat diukur dan disajikan dalam statmen keuangan. Salah satu bentuk penjabaran makna laba secara sintaktik adalah mendefinisikan laba sebagai selisih pengukuran dan penandingan antara pendapatan dan biaya. Masalah teoritis pendapatan dan biaya adalah definisi dan pengukuran dalam arti luas. Definisi merupakan masalah pada tataran semantik. Pengukuran dalam arti luas yang meliputi pengukuran, saat pengukuran, dan prosedur pengukuran ditambah cara mengungkapkannya (disclosures) merupakan masalah pada tataran sintaktik. Bila laba didefinisi sebagai pendapatan dikurangi biaya, masalahnya adalah kapan laba timbul sehingga harus diukur dan diakui? Paralel dengan masalah pengukuran pendapatan, terdapat dua kriteria atau pendekatan dalam pengukuran laba yaitu pendekatan transaksi (transactions approach) dan pendekatan kegiatan (activities approach).2.7.1 Pendekatan TransaksiDengan pendekatan ini, laba diukur dan diakui pada saat terjadinya transaksi (terutama transaksi tertentu) yang kemudian terakumulasi sampai akhir periode. Karena laba didefinisikan sebagai pendapatan dikurangi biaya, pengukuran dan pengakuan pendapatan dan biaya dalam satu periode sebenarnya juga merupakan pengukuran dan pengakuan laba. Oleh karena itu, pengukuran dan pengakuan laba juga akan paralel dengan kriteria terrealisasi (realized/realizable) dan sama dengan pengakuan biaya atas dasar kriteria konsumsi (consumption of benefit). Beberapa transaksi berikut sebenarnya merefleksi pengukuran lab.Kas ..................................................................100.000

Penjualan (Pelanggan Y).......................100.000

Kas Barang Terjual (Produk Y)...................... 60.000

Sediaan Barang Dagangan.................... 60.000

Biaya Gaji Administrasi................................. 10.000

Biaya Gaji Pemasaran.................................... 11.500

Biaya Bunga................................................... 2.500

Kas ...................................................... 24.000

Kas................................................................... 2.000

Depresiasi Akumulasi-Mesin (X).................... 24.000

Mesin (X).............................................. 25.000

Untung Penjualan Mesin (X)................ 1.000

Karena laba melekat pada pendapatan (penjualan), dengan pendekatan transaksi dapat dikatakan bahwa laba timbul dan diakui pada saat penjualan atau pertukaran terjadi. Laba akan terhitung dan diakui setelah biaya yang diperkirakan mendatangkan pendapatan juga diakui (konsep penandingan). Dengan contoh transaksi diatas, dapat dilihat beberapa keuntungan pendekatan transaksi bagi akuntansi untuk pelaopran laba yaitu antara lain :a. Komponen pembentuk laba bersih dapat dirinci dengan berbagai basis antara lain atas dasar produk atau pelanggan untuk kepentingan manajerial.b. Laba yang berasal dari berbagai sumber/jenis transaksi (utama,tambahan, dan luar biasa) dapat dipisahkan dan dilaporkan untuk kepentingan eksternal.c. Perubahan aset dan kewajiban merupakan perubahan nilai yang diakui secara objektif pada saat perubahan terjadi akibat transaksi penjualan (pendapatan) dan biaya dengan pihak eksternal.d. Jumlah rupiah serta jenis aset dan kewajiban mereka secara automatis tersedia pada akhir periode. Jumlah rupiah yang tersedia (kos historis) dapat dijadikan basis untuk penilaian berbagai aset dan kewajiaban tanpa harus melakukan mempertimbangkan perubahan nilai. Karena perubahan nilai pasar aset tidak diakui, artikulasi antarstatmen keuangan dapat dipertahankan. Ini berarti, pendapatan dikurangi biaya akan sama dengan perubahan ekuitas pemegang saham. Namun demikian, perubahan nilai pasar aset (misalnya sediaan) bila perlu dapat diakui pada saat akhir periode sebgai penyesuaian. Hal ini merefleksi penerapan konsep pemertahanan kapital.2.7.2 Pendekatan KegiatanDengan pendekatan ini, laba dianggap timbul bersamaan dengan berlangsungnya kegiatan atau kejadian bukan sebagai hasil suatu transaksi pada saat tertentu. Pendekatan ini paralel dengan konsep penghimpunan atau pembentukan pendapatan (earning process) sebagai basis pengakuan pendapatan. Dengan konsep ini, pendapatan (dengan sendirinya laba) dapat dinyatakan telah terbentuk (earned) bersamaaan dengan telah dilakukannya kegiatan operasi perusahaan dalam arti luas (produksi, penjualan, dan pengumpulan kas). Pendekatan mempunyai keunggulan dalam membantu manajemen melakukan analisis internal. Berbagai konsep laba dapat diciptakan untuk mengukur efisiensi dan probabilitas tiap kegiatan/bagian operasi, mengendalikan perilaku manajer divisi dengan sestem pengendalian manajemen, dan menentukan kompensasi. Dalam aplikasinya, kedua pendekatan diatas tidak berdiri sendiri tetapi saling melengkapi. Laba tidak dapat diakui hanya atas dasar salah satu pendekatan. Kedua kriteria harus dipenuhi. Oleh karena itu, praktik akuntansi (dalam kaitan dengan laba) yang sekarang banyak dianut sebenarnya merupakan kombinasi dari pendekatan transaksi dan pendekatan kegiatan.2.7.3 Pendekatan Pertahanan KapitalDua pendekatan yang dibahas diats sebenarnya mengikuti pendekatan pendapatan-biaya (reveneu- expense approach) dalam pengukuran dan penilaian elemen neraca (aset dan kewajiban). Nilai aset dan kewajiban merupakan konsekuensi dari pengukuran pendapatan dan biaya atas dasar konsep penandingan. Dengan konsep pemertahanan kaptial, laba merupakan konsekuensi dari pengukuran kapitalpada dua titik watu yang berbeda. Dengan konsep ini, elemen statemen keuangan diukur atas dasar pendekatan aset-kewajiban. Jadi, dapat dikatakan bahwa laba adalah perubahan atau kenaikan kapital dalam suatu periode. Dengan kata lain, laba adalah perbedaan nilai kapital pada dua saat yang berbeda. Masalah teoritis dalam hal ini adalah bagaimana kapital diukur atau dinilai dan bagaimana laba ditentukan.

2.8. PENGUKURAN ATAU PENILAIAN KAPITALPembahasan dalam bagian ini masih merupakan bagian dari pembahasan laba pada tataran sintaktik. Pengukuran kapital pada dua titik waktu berbeda hal yang bersifat ekonomik berubah dan harus dipertimbangkan yaitu unit stau skala pengukur dan dasar pengukuran. Hal lain yang menentukan cara menilai kapital adalah jenis kapitak (fisis atau financial) dan dasar penelitian.2.8.1 Jenis KapitalTelah disinggung bahwa pengertian kapital harus dilihat dari sudut pandang pihak yang menguasi kapital tersebut. Jenis kapital berkaitan dengan karakteristik dan wujud kapital dari kaca mata yang menguasai serta apa yang harus dipertahankan untuk menentukan laba. Dalam hal ini terdapat dua jenis konsep kapital yaitu kapital finansial dan fisis.a) Kapital FinansialKapital finansial adalah klain dipandang dari jumlah rupiah atau jumlah yang melekat padanya tanpa memperhatikan wujid fisis klain tersebut. Kalau memang berwujud fisis, wujud kapital tersebut adalah instrumen atau aset finansial. Pada umumnya, kapital finansial adalah kapital yang dikuasai oleh pemegang saham atau pemegang obligasi. Dengan konsep ini laba atau kembalian atas kapital finansial (return on financial capital) akan timbul bila jumlah rupiah klaim finansial pada akhir suatu periode melebihi jumlah rupiah klaim finansial pada awal periode (setelah pengaruh tansaksi pemilik/penguasa klaim selama periode dikeluarkan). Dari sudut pandang pemegang saham suatu perusahaan, laba atau kembalian atas kapital finansial akan timbul bila jumlah rupiah aset bersih (net assets) pada akhir suatu periode melebihi jumlah rupiah aset bersih pada awal periode (tentu saja setelah pengaruh transaksi pemilik dikeluarkan). Dengan pendekatan ini, yang harus dipertahankan dalam penentuan laba adalah nilai ekonomik dalam arti nilai tukar kapital. Kapital finansial dari sudut badan usaha adalah jumlah rupiah yang melekat pada aset total badan usaha tanpa memandang jenis atau komponen aset. Laba atau kembalian atas kapital finansial akan timbul bilamana jumlah rupiah aset pada akhir periode melebihi jumlah rupiah pada awal periode (tentu saja setelah pengaruh transaksi ekuitas dan utang dikeluarkan). Dalam analisis statemen keuangan tradisional, tingkat kembalian atas kapital finansial ini dinyatakan sebagai tingkat kembalian atas aset total atau rate of return on assets (ROA) yang dirumuskan sebagai berikut:ROA =Laba bersih + Biaya bunga

Aset total rata-rata

Dari sudut pandang kreditor, kapital finansial adalah jumlah pinjaman yang tertanam di perusahaan. Jumlah rupiah pinjaman ditambah bunga yang menjadi hak kreditor selama periode merupakan kapital akhir. Dengan demikian, bunga yang menjadi hak kreditor merupakan laba kreditor.b) Kapital fisisKapital fisis adalah sumber ekonomik yang dikuasai oleh entitas yang dipandang atau dimaknai sebagai kapasitas produksi fisis (physical productive capacity) yaitu kemampuan menghasilkan barang dan jasa. Dalam konteks akuntansi, entitas yang dimaksud adalah badan usaha yang dijalankan oleh manajemen. Kapital fisis secara umum tidak relevan dari sudut pandang investor dan kreditor. Dengan konsep ini, laba atau kembalian atas kapital fisis (return on physical capital) akan timbul bila kapasitas produksi fisis pada akhir periode melebihi kapasitas produksi fisis pada awal periode. Yang harus dipertahankan dalam menentukan laba adalah kapasitas produksi fisis (tentu saja setelah pengaruh transaksi ekuitas dan utang dikeluarkan).Laba akhirnya harus dinyatakan dalam jumlah rupiah. Oleh karena itu, kapasitas produksi fisis akhirnya harus dinyarakan dalam jumlah rupiah pula. Dengan konsep ini, kapital dapat dipertahankan kalau aset non moneter diukur atas dasar kos sekarang (current costs) atai kas pengganti (replacement cost) pada saat pengukuran/penilaian. Selisih antara kos sekarang akhir dengan kos sekarang awal (atau kos historis) merupakan jumlah rupiah penyesuaian untuk memeprtahankan kapital sehingga tidak masuk sebagai bagian dari laba.Perbedaan utama antara kedua konsep di atas adalah perlakuan terhadap pengaruh perubahan harga atas aset yang ditahan atau kewajiaban yang ditanggung selama suatu periode seandainya pengaruh tersebut diakui. Dalam konsep kapital finansial, pengaruh perubahan, pengaruh perubahan akan diakui sebagai untung atau rugi menahan atau penahanan (holding gains or losses) dan dilaporkan melalui statemen laba-rugi. Dalam konsep kapital fisis, pengaruh perubahan diakui sebagai penyesuaian kapital (capital adjustment) dan tidak masuk dalam statemen laba-rugi.2.8.2 Skala PengukuranSkala pengukuran adalah unit pengukur yang dapat dilekatkan pada suatu objek sehingga objek tersebut dapat dibedakan besar-kecilnya (magnitudanya) dan objek yang lain atas dasar unit pengukur tersebut. Dalam teori pengukuran, dikenal empat macam skala pengukuran yaitu kategoris (nominal), ordinal, interval, rasio. Pengukuran dalam akuntansi bersifat rasio karena angka nol menunjukkan ketiadaan atau kekosongan nilai (devoid of value).a) Skala NominalSkala nominal atau lebih tepatnya skala rupiah nominal adalah satuan rupiah sebagaimana telah terjadi tanpa memperhatikan perubahan daya beli dengan berjalannya waktu akibat perubahan kondisi ekonomik. Dengan kata lain, jumlah rupiah untuk waktu yang berbeda dianggap homogenus atau daya beli sama sehingga dapat saling dijumlahkan atau dikurangkan. Karena nilai rupiah dianggap konstan sepanjang masa, akuntansi atas dasar pengukuran ini sering disebut akuntansi dengan asumsi nilai rupiah konstan yang di Amerika disebut constant dollar accounting. Pengukuran dengan skala rupiah nominal lebih menitikberatkan pada jumlah unit rupiah daripada jumlah unit daya beli.Karena dalam kenyataannya nilai satuan uang berubah karena inflasi, pengukuran atas dasar skala rupiah nominal mengandung kelemahan. Biala dua jumlah rupiah pada waktu yang berbeda ditambahkan (misalnya Rp10.000 ditahun 2000 ditambah Rp10.000 ditahun 2004), hasil penjumlahan (Rp20.000) sebenarnya tidak bermakna lagi karena dua skala yang berbeda telah ditambahkan. Penambahan semacam ini sering disebut adding oranges and apples. Lima jeruk ditambah lima apel tidak sama dengan 10 jeruk dan apel. Kam (1990, hlm. 200-201) mengibaratkan uang sebagai meteran atau tongkat pengukur (measuring stick) nilai suatu objek. Namun, nilai uang berubah sehingga objek yang sama yang diukur dengan nilai uang yang berbeda (skala berbeda) dapat menghasilkan angka rupiah atau nilai yang berbeda. Perbedaan skal ini dilukiskan Kam dalam Gambar 4. di bawah ini.Gambar 4. Skala Rupiah Nominal Sebagai Meteran

Seaindainya terjadi inflasi menerus selama 1995-2000, meteran dengan skala rupiah nominal sebenarnya telah mengerut (warped) seperti tampak pada gambar di atas. Bila suatu objek yang sma diukur dengan meteran yang berbeda, angka hasil pengukuran berbeda walaupun nilai ekonomiknya sama. Misalnya jarak AB menggambarkan nilai ekonomik suatu objek, pengukuran dengan dua meteran yang berbeda skalanya (yang dengan rupiah nominal dianggap sama) akan memberi angka pengukuran yang berbeda yaitu Rp2 dengan meteran 1995 dan Rp3,30 dengan meteran 2000.b) Skala Daya BeliSkala daya beli atau lebih tepatnya skala rupiah daya beli atau skala daya beli konstan merupakan skala untuk mengatasi kelemahan skala rupiah nominal. Dengan skala ini, rupiah nominal dinyatakan kembali atau dihomogenuskan dengan bentuk rupiah daya beli atas dasar indeks harga tertentu. Karena unit pengukur dinyatakan dalam rupiah daya beli yang sam, penambahan hasil pengukuran akan memberi hasil yang bermakna.Perubahan skala pengukur dari rupiah nominal ke rupiah daya beli secara substantif tidak berpengaruh terhadap laba sebagai perubahan nilai ekonomik kapital. Yang berubah adalah skala pengukurannya sebagaimana tambahan berat seseorang dalam suatu periode tidak akan berubah hanya karena pengukurannya diubah dari kilogram menjadi pon. Walaupun demikian, pengukuran dengan rupiah daya beli akan menimbulkan untung atau rugi daya beli (purchasing power gains or losses) terutama kalau suatu entitas menahan aset meneter.2.8.3 Dasar atau atribut PengukuranWalaupun banyak atribut atau dasar dasar penilaian yang dapat digunakan, di sini hanya akan dibahas dua dasar penilaian penting yang berpaut dengan penentuan laba yaitu kos historis (historical cost) dan kos sekarang (current cost) yang keduanya merupakan nilai masukan (input value).a) Kos HistorisKos historis merupakan jumlah rupiah sepakatan atau harga pertukaran yang telah dicatat dalam sistem pembukuan. Kos historis dipilih biasanya karena kos tersebut objektif dan dapat diuji kebenarannya (verifiabel).Masalah kos historis hendaknya dibedakan dengan skala rupiah nominal. Kos historis berkaitan dengan masalah pilihan jumlah rupiah mana yang akan dilekatkan pada elemen statemen keuangan sedangkan skala nominal berkaitan denan pilihan unit pengukur yang akan digunakan. Dengan demikian, dapat saja dasar pengukuran tetap kos historis tetapi skala yang digunakan adalah skala rupiah daya beli. Dengan kata lain, kalau digunakan kos historis sebagai dasar penilaian tidak dengan sendirinya skala yang digunakan adalah skala rupiah nominal.b) Kos SekarangKos sekarang atau kos pengganti atau kos masukan sekarang (current input cost) menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran atau kesepakatan yang diperlukan sekarang oleh unit usaha untuk memperoleh aset yang sama jenis dan kondisinya atau penggantinya yang setara (ekuivalennya). Harga pertukaran harus ditentukan dari pasar barang yang sekarang digunakan kesatuan usaha (input market) sehingga harga perukaran akan menggambarkan dengan tepat nilai aset bersangkutan.Selisih anatara kos historis dan kos sekarang harus dibedakan dengan selisih akibat dijabarkannya rupiah nominal menjadi rupiah daya beli. Kos sekarang berbeda dengan kos historis bukan karena perubahan harga umum tetapi karena perubahan harga barang tertentu (disebut perubahan harga spesifik) akibat perubahan selera, teknologi, dan fungsi. Sebagai contoh, harga handphone jenis tertentu dapat menjadi lebih murah beberapa waktu kemudian meskipun terjadi inflasi. Hal tersebut dapat terjadi karena selera dan teknologi berubah. Demikian juga, suatu jenis sepeda motor bekas tertentu menjadi lebih mahal dari model baru karena sepeda motor bekas tersebut dipersepsi sebagai barang antik yang diburu banyak orang. Jadi, penggunaan kos sekarang masih tetap dilakukan atas dasar skala rupiah nominal.

2.8.4 Pengukuran Laba dengan mempertahankan KapitalAdanya tiga faktor penentu nilai kapital (jenis, skala, dan dasar penilaian) yang saling berinteraksi menimbulkan berbagai macam pendekatan atau basis penilaian kapital. Tiap pendekatan sebenarnya merefleksi kombinasi antara ketiga faktor yang dipertimbangkan. Pengukuran laba yang dibahas di sini masih bersifat konseptual karena belum menunjukkan prosedur akuntansi dan cara menyajikannya. Tujuan pembahasan di sini adalah untuk menggambarkan atau merasakan makna laba secara umum sebagai perubahan kapital atas dasar konsep pemertahanan kapital. Berbagai pendekatan penilaian kapital dibahas dan disarankan oleh banyak penulis. Oleh karena itu, terdapat juga berbagai pengukuran laba sebagai hasil penilaian kapital pada dua waktu yang berbeda. Pendekatan yang dimaksud di sini adalah cara atau prosedur untuk mendapatkan jumlah rupiah kapital dan laba. Berbagai pendekatan penilaian kapital dan implikasinya terhadap penentuan laba antara lain adalah:a) Kapitalisasi Aliran Kas HarapanPendekatan ini berpaut dengan pengukuran laba dari kaca mata pemegang saham atau investor sebagai entitas. Oleh karena itu, kapital di sini adalah kapital finansial berupa nilai investasi yang tertanam di perusahaan yang menjadi klaim pemegang saham. Konsep laba ini mendekati konsep laba ekonomik. Dengan konsep ini, akan ditentukan nilai kapitalisasian (capitalized value) investasi pemegang saham pada awal dan akhir periode. Nilai kapitalisasian adalah nilai diskonan (discounted value) atau nilai sekarang (present value) semua aliran kas masa datang dari investasi selama periode yang diharapkan investor. Aliran kas ini dapat berupa dividen kas periodik dan kas hasil penjualan atau likuidasi seluruh investasi di akhir periode yang diharapkan. Bila tidak ada pembagian dividen, aliran kas adalah kas yang akan diterima seandainya sebagian investasi dijual secara periodik sebanyak kenaikan nilai investasi. Dalam hal ini, laba merupakan selisih nilai kapitalisasian awal dan akhir periode. Tentu saja untuk dapat menghitung nilai kapitalisasian harus diketahui aliran kas harapan tiap periode, faktor kapitalisasi, dan jangka investasi. Faktor kapitalisasi didasarkan pada tingkat kembalian harapan (expected rate of return) yang biasanya merupakan kos kesempatan investasi. Sebagai ilustrasi, berikut ini adalah aliran kas yang diharapkan diterima oleh pemegang saham dari investasinya pada tiap akhir tahun selama empat tahun. Pada akhir tahun ke empat, investor mengharapkan untuk menjual/melepas seluruh investasinya. Pada akhir tahun ke empat, investasi dijual seluruhnya atau perusahaan dilikuidasi dan investor mendapat pengembalian investasi. Tahun 1 ............................................................ Rp 6.000.000Tahun 2 ............................................................. 9.000.000Tahun 3 ............................................................. 12.000.000Tahun 4 ............................................................ 18.000.000Dianggap aliran kas tahun 1 sampai 3 berasal dari dividen dan aliran kas tahun 4 berasal dari dividen ditambah hasil penjualan atau pengembalian seluruh investasi. Investor mengharapkan tingkat pengembalian 20%. Atas dasar data tersebut, nilai kapitalisasian tiap akhir tahun dapat ditentukan dengan menjumlah nilai sekarang (NS) semua aliran kas masa datang sebagai berikut:Nilai kapitalisasian awal tahun 1:NS aliran kas tahun 1:Rp 6.000.000 x 0,8333= Rp 5.000.000NS aliran kas tahun 2:Rp9.000.000 x 0,6944= 6.250.000NS aliran kas tahun 3:Rp12.000.000 x 0,5787= 6.944.400NS aliran kas tahun 4:Rp18.000.000 x 0,4832= 8.680.600Nilai kapitalisasian awal tahun 1 Rp 26.875.000Nilai kapitalisasian akhir tahun 1 (awal tahun 2):NS aliran kas tahun 2:Rp 9.000.000 x 0,8333= Rp 7.500.000NS aliran kas tahun 3:Rp 12.000.000 x 0,6944= 8.330.300NS aliran kas tahun 4:Rp 18.000.000 x 0,5787= 10.416.700Nilai kapitalisasian akhir tahun 1 Rp 26.250.000Nilai kapitalisasian akhir tahun ditambah aliran kas yang diterima pada akhir tahun merepresentasikan nilai kapital bagi investor pada tiap akhir tahun tersebut. Laba adalah selisih nilai kapital awal dan akhir tahun. Dengan contoh di atas, laba tahun 1 dapat dihitung sebagai berikut:Nilai kapitalisasian akhir tahun 1Rp 26.250.000Kas diterima pada akhir tahun 1 6.000.000Nilai kapital akhir tahun 1Rp 32.250.000Nilai kapitalisasian awal tahun 1 26.875.000Laba Tahun 1Rp 5.375.000Laba untuk tahun 2 dan 3 dapat dihitung dengan cara yang sama. Dianggap investor tidak mengubah harapannya tentang aliran kas serta tingkat kapitalisasi (rate of return) tiap akhir tahun dan kas yang diterima dibelanjakan untuk konsumsi no-investasi. Gambar berikut ini menyajikan diagram penilaian kapital dan penentuan laba untuk kasus yang sama. Gambar 5. Penilaian Kapital dan Penentuan Laba

Laba menurun karena dianggap kas yang diterima investor tidak direinvestasi tetapi dikonsumsi dan tidak ada perubahan harapan karena kasus dianggap berjalan dalam kondisi kepastian (certainty). Contoh ini juga tidak realistik karena dianggap tidak ada lagi aliran kas setelah tahun keempat yang berasal dari alternatif investasi di tempat lain sehingga nilai kapitalisasian nol. Walaupun distribusi kas yang diharapkan Rp 6.000.000, laba untuk tahun 1 hanya Rp 5.375.000. Artinya kalau pemegang saham ingin mempertahankan tingkat kemakmurannya dan sekaligus menikmati aliran kemakmuran tersebut, jumlah kemakmuran yang dapat dinikmati hanyalah Rp 5.375.000. Jumlah ini menunjukkan kenaikan total kapitalisasian (level kemakmuran) dan besarnya akan sama dengan 20% tingkat kapitalisasi awal. Dengan kata lain, jumlah tersebut menunjukkan bunga atau tingkat kembalian investasi pemilik. Selisihnya merupakan jumlah untuk mempertahankan kapital.Agar realistik, aliran kas masa datang mestinya dibatasi hanya empat tahun tetapi tidak terbatas (konsep kontinuitas usaha) dan tiap akhir tahun dilakukan antisipasi baru terhadap aliran kas masa datang. Oleh karena itu, nilai kapitalisasian harus dihitung atas dasar formula perpetuitas (perpetuity).Dari kaca mata perusahaan atau manajemen, uraian di atas dapat diterapkan dengan mengganti kapital dengan aset bersih yang merefleksikan nilai perusahaan (value of the firm). Aliran kas dipandang sebagai laba tunai masa datang. Karena dapat dikatakan bahwa pemegang saham memiliki perusahaan maka kapital bagi manajemen tentunya akan sama dengan kapital bagi pemegang saham hanya berbeda dari sudut pandang saja. Kenaikan aset bersih perusahaan merupakan laba yang dapat didistribusikan dalam bentuk dividen kas. Paralel dengan perhitungan laba oleh pemegang saham (investor) di atas, bila harapan manajemen sama dengan harapan investor, laba perusahaan tahun 1 dapat dihitung sebagai berikut:Nilai kapitalisasian akhir tahun 1Rp 26.250.000Pembagian laba (dividen kas) pada akhir tahun 1 6.000.000Nilai perusahaan akhir tahun 1 sebelum dividen Rp 32.250.000Nilai kapitalisasian awal tahun 1 26.875.000Laba perusahaan tahun 1Rp 5.375.000

Laba perusahaan Rp 5.375.000 di atas menunjukkan laba yang dapat didistribusikan tanpa memengaruhi kapital (aset bersih) awal. Bila perusahaan membagi dividen kas sebesar Rp 6.000.000 maka aset bersih awal akan berkurang sebesar selisihnya. Selisih ini sebenarnya menggambarkan likuidasi atau pengembalian kapital (return of capital) seperti yang dijelaskan dalam uraian gambar.b) Penilaian Pasar atas PerusahaanPenilaian ini memandang kapital sebagai kapital finansial. Penilaian ini merupakan alternatif kapitalisasi aliran kas. Kapital diukur atas dasar berapa jumlah rupiah yang investor bersedia membayar untuk seluruh kekayaan perusahaan dikurangi seluruh kewajiban. Penilaian ini dimaksudkan untuk menghilangkan subjektifitas penyaji laporan. Penilaian diserahkan ke pihak lain dengan harapan penilaian tersebut objektif. Walaupun demikian, subjektifitas investor tetap berperan sehingga hasil penilaian dapat berbias.Untuk memperoleh nilai kapital yang wajar, dapat digunakan alternatif penilaian yaitu kapital diukur atas dasar perkalian antara volume saham yang beredar dengan saham harga pasar saham pada awal dan akhir periode. Cara ini sering dianggap lebih unggul dari kapitalisasi dalam hal keterujiannya. Di samping itu, harga saham di pasar dianggap telah merefleksikan risiko yang melekat pada investasi dan kondisi ekonomi yang melingkupic) Setara Kas SekarangPenilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Dasar pengukuran adalah gunggungan (sum) semua jumlah rupiah setara tunai pos aset dikurangi jumlah rupiah setara tunai semua utang. Jumlah rupiah setara tunai ini didasarkan atas harga pasar penjualan pos aset secara individual yang dimiliki/dikuasai perusahaan. Untuj dapat mengukur laba, tentu saja perubahan aset atau utang akibat transaksi pendanaan harus dikeluarkan.Berbeda dengan penilaian pasar atas perusahaan yang dibahas sebelumnya, penilaian ini merupakan gunggungan harga pasar tiap jenis aset secara individual. Ini berarti bahwa harga pasar dianggap sebagai nilai kesempatan (opportunity value). Jumlah rupiah penilaian atas dasar kedua pendekatan tersebut dapat berbeda khususnya kalau ada goodwill yang melekat pada perusahaan secara keseluruhan sehingga nilai perusahaan secara keseluruhan kemungkinan lebih tinggi daripada gunggungan harga pasar tiap jenis aset.Walaupun penilaian ini objektif, pasar bebas untuk setiap jenis aset tidak selalu ada sehingga harga pasar akhirnya juga tidak lebih dari sekedar taksiran (bahkan mungkin merupakan nilai likuidasi) karena tidak ada barang yang setara di pasar sebagai pembanding. Kalau akhirnya semua harga pasar sekarang merupakan nilai likuidasi, laba yang diperoleh adalah laba yang seandainya perusahaan dilikuidasi tiap akhir periode. Secara teknis, hal ini akan sukar untuk dilaksanakan dalam sistem akuntansi perusahaan dan bertentangan dengan konsep kontinuitas usaha. Oleh karena itu, keterandalan nilai kapital dengan pendekatan ini boleh jadi tidak setinggi kos historis.d) Harga Masukan HistorisPenilaian ini merupakan salah satu pendekatan penilaian dengan nilai masukan (pendekatan lain dibahas sesudah ini). Penilaian atas dasar harga masukan dilandasi oleh gagasan bahwa kapital dapat dikatakan telah dipertahankan apabila aset pada akhir periode (dinilai dengan harga masukan) sama dengan aset pada awal periode (juga dinilai dengan harga masukan). Laba merupakan kenaikan aset (tentu saja setelah transaksi ekuitas dikeluarkan). Walaupun berbasis harga masukan, beberapa komponen aset (yang bersifat moneter) pada akhir periode mungkin merefleksi harga keluaran. Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Laba diukur berdasarkan selisih aset bersih awal dan akhir periode yang masing-masing dinyatakan dalam kos historisnya. Hasilnya akan sama dengan laba yang dihitung sebagai selisih pendapatan dan biaya. Hal inilah yang dianut akuntansi konvensional. Jadi, akuntansi konvensional sebenarnya juga menganut konsep pemertahanan kapital. Hanya dalam hal ini, kos historis digunakan untuk mengukur kapital yang harus dipertahankan. Karena perubahan daya beli dan perubahan harga tidak diperhitungkan, dengan sendirinya untung atau rugi daya beli dan untung atau rugi penahanan yang tidak teridentifikasi dan melekat pada angka laba sehingga tidak dapat dilaporkan secara terpisah. Konsep laba dengan pendekatan ini akan sama dengan laba komprehensif (all-inclusive) karena laba didefinisi sebagai kenaikan aset bersih selain yang berasal dari transaksi dengan pemilik.e) Harga Masukan SekarangPenilaian ini pada dasarnya sama dengan penilaian harga masukan historis kecuali bahwa dalam pendekatan ini menilai komponen-komponen kapital awal dan akhir dengan kos masukan sekarang atau kos pengganti pada saat itu. Kos pengganti suatu aset adalah jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya suatu entitas tidak menguasai/memiliki aset yang bersangkutan. Kapital dapat dipertahankan apabila kos pengganti akhir periode sama dengan kos pengganti awal periode. Hal ini dapat diinterpretasi bahwa perusahaan mampu mempertahankan kemampuan produktif seperti sedia kala (awal periode) sebelum kenaikan kapital dapat didistribusi dalam bentuk dividen.Dengan cara ini, untung atau rugi penahanan aset (baik yang terealisasi atau belum) akan teridentifikasi dan masuk dalam perhitungan laba. Pendekatan ini sebenarnya berusaha untuk merinci laba menjadi laba normal yang menunjukkan kinerja manajemen dan laba semata-mata karena perubahan harga. Bila aset dipandang sebagai kapital fisis, untung atau rugi perubahan harga akan merupakan jumlah penyesuaian kapital (capital adjustment) agar kapital awal tetap dapat dipertahankan.f) Pemerataan Daya Beli KonstanPengukuran dengan unit daya beli konstan ini basisnya adalah kos historis. Kapital awal dan akhir dinyatakan dalam unit daya beli konstan pada indeks dasar tertentu (dapat indeks awal tahun, rata-rata, atau akhir tahun). Laba yang diukur berdasarkan selisih kapital awal dan akhir akan menggambarkan tambahan daya beli kapital yang dimiliki/dikuasai perusahaan tanpa harus mengurangi daya beli kapital yang mula-mula.Secara umum dapat dikatakan bahwa penentuan laba atas dasar konsep pemertahanan kapital memerlukan penilaian atas kapital baik fisis maupun finansial pada awal dan akhir suatu periode. Sekali lagi, pembahasan pengukuran laba berdasarkan konsep pemertahanan kapital di atas masih bersifat konseptual karena belum dapat ditunjukkan bagaimana prosedur akuntansi untuk menentukan laba dan bagaimana komponen laba disajikan dalam statemen keuangan.2.9. KONSEP LABA DALAM TATANAN PRAGMATIKTataran pragmatik dalam teori komunikasi berkepentingan untuk menentukan apakah pesan sampai kepada penerima dan mempengaruhi perilaku sebagaimana diarah. Teori akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya pada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai informasi akuntansi. Informasi diharapkan mempunyai pengaruh kalau informasi tersebut benar-benar digunakan oleh para pemakai karena menurut persepsi pemakai (atau model pengambilan keputusannya) informasi tersebut mempunyai manfaat, kualitas, atau nilai informasi. Bila dikaitkan dengan laba, tataran ini membahas apakah informasi laba bermanfaat atau apakah informasi laba nyatanya digunakan. Kalau memang digunakan, untuk kepentingan apa informasi laba digunakan sehingga angka laba benar-benar harus disediakan. Menanyakan langsung kepada pemakai apakah mereka menggunakan angka laba akuntansi merupakan salah satu cara untuk mengetahui kebermanfaatan laba. Karena banyak pemakai dengan berbagai perspektif dan kepentingan, cara ini kurang terandalkan sebagai bukti tentang kebermanfaatan laba. Cara lain adalah dengan mengenali bagaimana informasi laba nyatanya digunakan. Cara lain adalah dengan mengukur reaksi pasar modal terhadap pengumuman laba akuntansi.2.9.1 Prediktor Aliran Kas InvestorTelah disebutkan bahwa perekayasaan akuntansi (misalnya FASB) yakin bahwa angka laba dan komponennya yang diukur atas dasar asas akrual merupakan indikator kinerja yang lebih baik daripada sekedar perubahan (aliran kas). Karena investor dan kreditor menjadi pihak utama yang dituju dalam pelaporan keuangan, perekayasa berteori bahwa investor dan kreditor berkepentingan dengan alliran kas yang masuk ke mereka atas investasinya. Hal ini dinyatakan dalam tujuan pelaporan keuangan FASB sebagai berikut:

Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi untuk membantu para investor dan kreditor dan pemakai lain, baik berjalan maupun potensial, dalam menilai jumlah, saat terjadi, dan ketidakpastian penerimaan kas mendatang dari dividen atau bunga dan pemerolehan kas mendatang dari penjualan, penebusan, atau jatuh temponya sekuritas atau pinjaman. Penjelasan di atas memberi isyarat bahwa harus ada hubungan logis antara laba (earnings) dan aliran kas ke investor dan kreditor. Hubungan ini akan membantu investor dan kreditor dalam mengembangkan model untuk memprediksi aliran kas ke mereka guna menilai investasi atau kapitalnya. Aliran kas yang diterima atau diharapkan investor akan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk mancipatkan kas yang cukup untuk (a) membayar semua kewajiban pada saaynta, (b) mendanai keperluan operasi, (c) reinvestasi, dan (d) membayar bunga, dan (e) membayar dividen. Kemampuan menciptakan kas tersebut akan ditentukan oleh kemampuan perusahaan mendatangkan laba (earnings) jangka panjang yang memadai. Oleh karena itu, investor dan kreditor harus memprediksi kemampuan melaba (earnings power) jangka panjang. Untuk itu, investor dan kreditor memerlukan informasi laba masa lalu untuk memprediksi laba masa datang. Laba masa datang menjadi basis bagi investor untuk memprediksi aliran kasa masa datang dari investasinya. Aliran kas di mata investor (pemegang saham) dapat ditentukan atas dasarharapan harga saham di masa datang. Bila perusahaan memperoleh laba yang memadai, dengan sendirinya nilai buku asset bersih juga naik sehingga nilai buku per saham juga naik. Dengan demikian, secara teoritis laba (berupa laba per saham atau earnings per share) akan berasosiasi dengan kenaikan harga saham. Secara teoritis, harga saham masa datang dapat menjadi proksi (estimator) aliran kas masa datang. Kalau investor mampu memperdiksi laba masa datang, maka investor akan mampu memprediksi aliran kas dari investasinya. Argument semacam ini menjelaskan timbulnya berbagai teknik pemrakiraan laba (earnings forecasting) yang digunakan para analis sekuritas. Teknik-teknik tersebut pada umunya menggunakan laba (laba per saham) sebagai data masukan. Gambar 6. melukiskan fungsi laba sebagai prediktor aliran kas ke investor. Secara pragmatik laba memang bermanfaat karena diperlukan oleh para analis keuangan atau sekuritas untuk menyediakan angka prakiraan laba yang pada akhirnya membantu pemakai dalam memprediksi aliran kas masa datang. Arti penting pemrakiraan laba telah memicu munculnya beberapa institusi yang bergerak dalam usaha menyediakan jasa perkiraan laba (earnings forecast) seperti Institutional Broker Estimates System (IBES) oleh Lynch, Jones, and Ryan, The Earnings Forecaster oleh Standard and Poor, The Icarus Service oleh Zacks Investmen Research, dan The Value Line Investment Survey.

Gambar 6. Hubungan Logis antara Laba dan Aliran Kas ke Investor

2.9.2 Perkontrakan EfisienTeori perkontrakan efisien (efficient contracting theory) merupakan bagian atau turunan dari teori keagenan (agency theory). Teori ini didasarkan atas berbagai aspek dan implikasi hubungan keagenan. Hubungan keagenan adalah hubungan antara principal (principal) dan agen (agent) yang di dalamnya agen bertindak atas nama dan untuk kepentingan principal dan atas tindakannya (actions) tersebut agen mendapatkan imbalan tertentu. Hubungan tersebut biasanya dinyatakan dalam bentuk kontrak. Dalam teori keagenan, agen biasanya dianggap sebagai pihak yang ingin memaksimumkan dirinya tetapi ia tetap selalu berusaha memenuhi kontrak. Kontrak dikatakan efisien apabila mendorong pihak yang berkontrak melaksanakan apa yang diperjanjikan tanpa perselisihan dan para pihak mendapatkan hasil (outcome) yang paling optimal dari berbagai kemungkinan alternative tindakan yang dapat dilakukan agen. Kontrak efisien adalah kontrak yang tidak banyak menimbulkan persengketaan dan yang mendorong pihak yang berkontrak melaksanakan apa yang diperjanjikan. Dalam konteks pelaporan keuangan, hubungan antara investor dan manajemen dapat dikarakterisasi sebagai hubungan keagenan; pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen. Dengan demikian, perilaku manajemen dapat dijelaskan dengan teori keagenan ini. Adapun makna semantik laba dan apapun kelemahan laba akuntansi, dalam kenyataannya tidak mempunyai dampak keprilakuan dalam dunia nyata. Secara empiris dapat ditunjukkan bahwa banyak sekali kontrak yang di dalamnya memuat pasal yang mensyaratkan laba sebagai unsur kesepakatan. Misalnya kontrak pembagian laba, kontrak bonus, dan kontrak utang. Peran laba dalam berbagai kontrak menyebabkan pula berbagai perilaku pihak yang harus memenuhi kontrak terhadap penentuan laba. Pihak yang mempunyai keleluasaan menentukan laba (manajemen sebagai agen) pada umumnya diteorikan akan melaporkan laba untuk memaksimumkan dirinya melalui manajemen laba. Hal ini dimungkinkan karena manajemen dapat memilih metode akuntansi yang menguntungkan manajemen dalam memenuhi kontrak. Aspek pragmatik laba dalam perkontrakan efisien didasarkan pada gagasan bahwa kontrak akan efisien kalau laba akuntansi menjadi kriteria dalam kontrak tanpa memandang aspek semantik (makna) laba tersebut. Gagasan ini didasari oleh kenyataan empiris bahwa masyarakat umumnya bersedia bersedia memenuhi aturan main apapun yang dipilihnya tanpa memperhatikan apakah aturan tersebut masuk akal. Secara pragmantik, banyak kontrak yang memasukkan laba akuntansi sebagai hal yang harus dipenuhi tanpa memperhatikan apa makna dan bagaimana laba akuntansi dihitung. Jadi, laba akuntansi mempunyai manfaat karena secara pragmantik tidak dijadikan untuk mencapai kontrak yang efisien (optimal).2.9.3 Pengendalian ManajemenIkatan dalam bentuk kontrak tidak hanya terjadi antara perusahaan dan investor atau pihak luar lainnya tetapijuga antara para pihak internal perusahaan. Kontrak bonus merupakan salah satu contoh kontrak internal. Dalam hal ini, laba mempunyai manfaat karena laba dapat digunakan untuk mengendalikan perilaku para partisipan di dalam perusahaan. Dalam tataran pragmantik, laba digunakan sebagai pengukur kinerja divisi atau manajernya. Laba mempunyai peran penting dalam suatu system pengendalian manajemen (management control system). System ini dirancang untuk mengarahkan perilaku para manajer agar mereka memaksimumkan kepentingan dirinya atau divisinya (self-interst) tetapi pada saat yang sama kepentingan perusahaan secara keseluruhan juga tercapai. Bila hal ini tercapai, terjadilah apa yang disebut keselarasan tujuan (gool congruence). Perilaku manajer dikendalikan melalui laba dengan cara mengaitkan kompensasi dengn laba sebagai pengukur kinerja. Pengendalian akan efektif apabila manajer mempunyai persepsi bahwa laba sebagai pengukur kinerja benar-benar laba yang diakibatkan oleh tindakan atau upayanya (action and efforts). Oleh karena itu, dalam pengendalian manajemen terdapat berbagai tingkat laba dengan berbagai sebutan sebagai pengukur kinerja manajer. Pengendalian manajemen menuntut adanya kontrak-kontrak internal yang memerlukan berbagai tingkat laba akuntansi sebagai unsur kesepakatan. Jadi, secara pragmatik, laba akuntansi memang digunakan oleh manajemen. Hal ini memberi indikasi bahwa laba akuntansi bermanfaat untuk kepentingan atau kontrak internal.2.9.4 Teori Pasar EfisienTeori akuntansi pragmatik memustkan perhatiannya pada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai. Perekayasa akuntansi menyediakan informasi tertentu agar pemakai bereaksi dan bertindak kea rah yang diharapkan demi kepentingan luas (Negara). Apakah informasi sampai ke yang dituju dan diinterpretasi dengan tepat merupakan masalah keefektifan komunikasi. Apakah akhirnya pihak yang dituju informasi memakai informasi tersebut untuk dasar pengambilan keputusan merupakan masalah kebermanfaatan (usefulness) informasi. Jadi, kebermanfaatan informasi akan menentukan keefektifan pencapaian tujuan pelaporan keuangan. Seksi ini membahas apakah para pemakai statemen keuangan menggunakan laba untuk pengambilan keputusan dan apakah laba memengaruhi perilaku (khususnya investor). Menanyakan langsung kepada pemakai apakah mereka menggunakan angka laba akuntansi merupakan salah satu cara untuk mengetahui kebermanfaatan laba. Kelemahan cara ini adalah pemakai tidak selalu dapat menjelaskan proses atau model pengambilan keputusannya sehingga jawabannya lebih banyak bersifat intuitif. Kelemahan lain adalah bahwa pertanyaan diajukan kepada pemakai secara individual kemudian hasilnya diagregasi sehingga dinamika pemakai secara kelompok tidak tertangkap. Jadi, karena pemakai individual mempunyai perspektif dan kepentingan berbeda-beda, cara ini kurang terandalkan sebagai bukti tentang kebermanfaatan laba. Cara lain adalah menerapkan konsep yang dikemukakan Lev (1989) bahwa kalau para pemakai secara bersama bertindak seakan-akan menggunakan informasi tertentu, maka informasi tersebut dapat dianggap bermanfaat. Pasar modal dapat merepresentasi para pemakai informasi secara bersama. Pasar modal adalah sarana untuk mempertemukan pengguna dana dan penyedia dana (pemodal) serta sarana untuk memperjual-belikan surat-surat berharga ksususnya saham. Variabel penting pasar modal adalah harga saham (stock price), volume perdagangan saham, return atau kembalian saham, dan indeks harga saham gabungan (IHSG). Pelaku pasar modal biasanya selalu mengikuti harga saham dan mencari informasi tentang perusahaan untuk menentukan harga saham. Oleh karena itu, reaksi pasar modal terhadap informasi dapat digunakan untuk mengukur atau menguji kebermanfaatan informasi. Hubungan antara informasi dan harga saham dibahas dalam konteks yang disebut efesiensi pasar (market efficience) atau hipotesis pasar efisien (efficient market hypotsis). Beaver (1989) mendefinisi efisiensi pasar sebagai berikut:

A security market is said to be efficient with respect to an information system if and only if the prices act as if everyone observes the signals from that informations system. In other words, prices act as if there is a universal knowledge of that information. If price have this property, they :fully reflect the information system (hlm. 130). Efisiensi pasar juga berkaitan dengan kecepatan suatu signal dicerna dan terefleksi dalam harga saham. Jones (1998) menegaskan sebagai berikut:

An efficient market is one in which the prices of all securities quickly and fully replect all available information about the assets (hlm. 255).

Kedua definisi di atas menunjukkan bahwa efisiensi pasar harus dikaitkan dengan system informasi yaitu mekanisme penyediaan informasi dengan segala regulasi yang berlaku dalam lingkup beroperasinya pasar modal. System informasi menghasilkan sehimpunan informasi bagi pelaku pasar untuk menentukan harga saham. Pasar dikatakan efisien dalam kaitan dengan informasi atau signal tertentu hanya jika harga saham berperilaku seakan-akan semua pelaku pasar menangkap signal tersebut dan segera merevisi harga saham harapannya (tercermin dalam kutipan harga saham atau quoted price sebelum signal) kemudian mengambil strategi investasi (jual, beli, atau tahan) sehingga terjadi ekuilibrium baru. Pengertian merefleksi secara penuh (fully reflect) adalah bahwa semua signal yang tersedia telah tertangkap oleh pelaku pasar dan terefleksi dalam harga saham ekuilibrium baru. Untuk dikatakan efisien, ekuilibrium baru harus tercapai dalam waktu yang cukup cepat. Dalam pasar efisien, pelaku pasar dengan strategi apapun tidak akan dapat memperoleh keuntungan lebih (return abnormal) dalam jangka panjang. Dengan kata lain, tidak seorang pun dapat mengalahkan atau mengecoh pasar (no one can beat or fool the markets) bila pasar tersebut efisien.a) Bentuk Efisiensi PasarKarena efisiensi pasar hanya dapat dikaitkan dengan informasi atau signal tertentu dalam suatu mekanisme penyediaan informasi, terdapat tiga bentuk efisiensi yaitu lemah (weak), semi-kuat (semi-strong), dan kuat (strong).1) Bentuk Lemah. Pasara adalah efisien dalam bentuk lemah jika harga sekuritas merefleksi secara penuh informasi harga dan volume sekuritas masa lalu (yang biasanya tersedia secara public). Dalam bentuk ini, dianggap pelaku pasar hanya menggunakan data pasar modal historis untuk menilai investasinya sehingga data tersebut tidak bermanfaat lagi untuk memprediksi perubahan harga masa datang. Dengan kata lain, pelaku masih dimungkinkan untuk memperoleh return abnormal dengan memanfaatkan informasi selain data pasar.2) Bentuk Semi-kuat. Pasar adalah efisien dalam bentuk semi-kuat jika harga sekuritas merefleksi secara penuh semua informasi yang tersedia secara public termasuk data statemen keuangan. Karena semua pelaku pasar memperoleh akses yang sama terhadap informasi public, strategi investasi yang mengandalkan data statemen keuangan publikasian tidak akan mampu menghasilkan return abnormal secara terus-menerus.3) Bentuk Kuat. Pasar adalah efisien dalam bnetuk kuat jika harga sekuritas merefleksi secara penuh semua informasi termasuk informasi privat atau dalam (inside information) yang tidak dipublikasi atau off-the records. Dengan efisiensi semacam ini, pelaku pasar yang mempunyai akses terhadap informasi dalam sekalipun tidak akan memperoleh return yang berlebih dalam jangka panjang.b) Laba Sebagai SignalLaba akuntansi yang diumumkan lewat laporan keuangan merupakan salah satu signal dari himpunan informasi yang tersedia bagi pasar modal. Walaupun hipotesis pasar efisien mengisyaratkan bahwa tidak seorangpun akan memperoleh return lebih hanya atas pengetahuannya terhadap data laba, penelitian empiris menunjukan bahwa laba (per saham) yang diumumkan lewat laporan keuangan mempunyai dampak terhadap harga saham. Oleh karena itu, sebagaimana telah dibahas sebelum ini, data laba juga sangat diperlukan oleh investor untuk memprediksi laba dan harga masa mendatang. Informasi dalam (inside information) berupa kebijakan manajemen, rencana manajemen, pengembangan produk, strategi yang dirahasiakan, dan sebagainya yang tidak tersedia secara publik akhirnya akan terefleksi dalam angka laba (laba per saham) yang dipublikasi melalui laporan keuangan. Dengan kata lain, laba merupakan sarana untuk menyampaikan signal-signal dari manajemen yang tidak disampaikan secara publik. Jadi, laba mempunyai kandungan informasi (information content) yang penting bagi pasar modal. Sementara itu, investor berusaha untuk mencari informasi untuk memprediksi laba yang akan diumumkan atas data yang tersedia secara publik. Oleh karena itu, informasi laba sangat diharapkan para analis untuk menangkap informasi privat atau dalam yang dikandungnya dan untuk mengkonfirmasi laba harapan investor.c) Pengujian Kandungan Informasi LabaApakah laba mengandung informasi yang dapat ditunjukan oleh reaksi pasar terhadap pengumuman laba (earnings announcement) sebagai suatu peristiwa (event). Bila angka laba mengandung informasi, diteorikan bahwa pasar akan bereaksi terhadap pengumuman laba. Pada saat diumumkan, pasar telah mempunyai harapan tentang berapa besarnya laba perusahaan atas dasar semua informasi yang tersedia secara publik. Berbagai model prakiraan laba merupakan cara untuk menentukan laba harapan (expected earnings). Selisih antara laba harapan dan lapa laporan atau aktual (reported atau actual earnings) disebut laba kejutan (unexpected earnings). Laba kejutan merepresentasi informasi yang belum tertangkap oleh pasar sehingga pasar akan bereaksi pada saat pengumuman. Gambar 7 melukiskan konsep laba kejutan sebagai representasi informasi yang dikandung laba pada saat diumumkan yang belum ditangkap oleh pasar. Laba dalam analisis seperti ini biasanya adalah laba per lembar saham (earnings per share) untuk perusahaan tertentu. Laba aktual dapat pula berada dibawah laba harapan. Laba kejuatan adalah angka angka yang ada dalam persepsi investor individual. Oleh karena itu, laba kejutan untuk perusahaan tertentu dapat berbeda-beda antar investor karena berbagai faktor.Gambar 7Laba Kejutan dalam Peristiwa Pengumuman Laba

Reaksi pasar ditunjukan dengan adanya perubahan harga pasar (return saham) perusahaan tertentu yang cukup mencolok adalah terdapat perbedaan yang cukup besar return yang terjadi (actual return) dengan return harapan (expected return). Dengan kata lain, terjadi return kejutan atau abnormal (unexpected atau abnormal return) pada saat pengumuman laba. Return atau kembalian adalah apa yang diperoleh investor dari investasinya dalam suatu periode yang dalam hal saham dapat berupa dividen dan untung kapital (capital gain) yaitu kenaikan nilai investasi. Return umumnya dinyatakan dalam persen perubahan. Oleh karena itu, return saham suatu perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut (Van Horne, 1998, hlm. 26)

Bila tidak ada dividen dan harga (price) dinotasi dengan P, maka return perusahaan j pada periode t dinyatakan sebagai berikut :

Rj,t merupakan return aktual. Untuk mengetahui adanya return abnormal, harus ditentukan suatu pembanding yang dianggap sebagai return normal atau return harapan (expected returns). Terdapat berbagai macam model estimasi untuk menentukan return normal baik yang menggunakan hanya data perusahaan maupun yang menggunakan data pasar. Bila digunakan hanya data perusahaan, return normal yang digunakan adalah rata-rata return perusahaan masa lalu (). Model ini disebut return sesuaian mean (mean adjusted returns). Dapat juga digunakan return pasar (Rm) sebagai pembanding. Return pasar (Rm) adalah rata-rata berbobot-nilai (value-weight average) seluruh return saham perusahaan yang tercatat di bursa saham pada saat tertentu. Model yang terakhir disebut dengan return sesuaian pasar (market-adjusted-returns). Dengan pembanding tersebut, return abnormal (RA) perusahaan j pada waktu t ditentukan sebagai berikut :Mean Adjusted Returns : RAj,t = Rj,t - jMarket Adjusted Returns : RAj,t = Rj,t - m Karena reaksi pasar tidak selalu terjadi seketika pada hari pengumuman, reaksi dapat diukur untuk periode beberapa hari sebelum dan sesudah peristiwa (disebut jendela peristiwa atau event window). Dalam menentukan j untuk suatu perusahaan, return untuk jendela peristiwa biasanya tidak diperhitungkan. Perioda-perioda (lamanya hari) yang diperhitungkan dalam menentukan j disebut perioda estimasi (estimation period). Gambar 10.9 melukiskan return abnormal untuk jendela peristiwa t1 = -3 sampai dengan t2 = +2 dengan model return sesuaian mean (RSM) dan return sesuaian pasar (RSP). Dengan jendela peristiwa yang lebar, perbedaan kecepatan reaksi antar pelaku pasar dapat diakomodasi. Reaksi pasar kemudian diukur dengan apa yang disebut return abnormal kumulatif/RAK (cumulative abnormal return / CAR). RAK untuk jendela peristiwa t1 dan t2 dapat dinyatakan sebagai berikut :

Untuk menguji kandungan informasi laba, dua pendekatan dapat dilakukan yaitu pendekatan asosiasi dan pendekatan peristiwa. Penelitian yang mendasarkan pada pendekatan asosiasi sering disebut studi peristiwa (event studies). Variabel-variabel diatas ditentukan untuk perusahaan secara individual. Pengujian harus dilakukan pada level pasar sehingga diperlukan beberapa perusahaan sebagai sampel untuk mengujinya.Gambar 8Return Abnormal dengan Model RSM dan RSPA. Model Return Sesuaian Mean

B. Model Return Sesuaian Pasar

Periode Estimasi dalam model return sesuaian mean pada umumnya cukup panjang, bahkan dalam beberapa penelitian periode estimasi mencapai 250 hari (misalnya hari -255 sampai dengan hari -5). Dalam model return pasar sesuaian, periode estimasi tidak diperlukan karena setiap saat (hari) return pasar dapat ditentukan dan return tersebut berfluktuasi mengikuti dinamika pasar.d) Pengujian AsosiasiStudi asosiasi sering disebut pula studi koefisien responsa laba (Earnings Response Coefficient atau ERC). Koefisien responsa laba adalah kepekaan return saham terhadap setiap rupiah laba atau laba kejutan. Bila semua variabel dapat ditentukan untuk sampel perusahaan, model-model pengujian berikut dapat digunakan :R i,t = 0 + 1Li,t + i,t (i = 1, 2, 3, ..., n)e) atauRA i,t = 0 + 1LKi,t + i,t (i = 1, 2, 3, ..., n)f) atauRAK i,(t1,t2) = 0 + 1LKi,t + i,t (i = 1, 2, 3, ..., n) Dalam model-model diatas, LK adalah laba kejutan dan 1 adalah koefisien asosiasi. Untuk model terakhir, (t1, t2) adalah jendela peristiwa. Model-model tersebut hanya menggambarkan secara sederhana hubungan antara laba dan pasar modal. Dalam banyak penelitian akuntansi, model-model yang lebih canggih telah banyak dikembangkan. Bila secara statistik 1 tidak sama dengan nol, berarti secara umum terdapat asosiasi antara laba dan return saham. Pengujian ini menunjukan bahwa pada tatanan pragmatik, laba memang mengandung informasi sehingga bermanfaat bagi investor. Studi empiris menunjukan bahwa asosiasi atau korelasi antara laba dan return tidak begitu kuat atau tidak sempurna. Beberapa alasan dikemukakan untuk menjelaskan hal ini. Pertama, angka laba hanya merupakan sebagian kecil faktor yang mempengaruhi harga saham. Persepsi investor terhadap risiko, kondisi ekonomi, dan sentimen politik juga menjadi penentu harga pasar. Kedua, fluktuasi laba tidak selalu menggambarkan perubahan ekonomik perusahaan tetapi semata-mata merupakan perubahan metoda akuntansi. Ketiga, laba akuntansi dapat dipengaruhi oleh manajemen dan inkonsistensi internal akuntansi sehingga angka laba mengandung gangguan (noise). Perubahan laba akuntansi sering lebih merupakan perubahan kosmetik daripada perubahan fundamental ekonomik dalam perusahaan. Keempat, investor tidak selalu seragam dalam menginterpretasi informasi yang tersedia di pasar. Terakhir, pasar sering berperilaku yang tak terprediksi (idiosinkratik).g) Pengujian PeristiwaAngka laba tidak lagi digunakan dalam pengujian ini karena yang menjadi fokus adalah peristiwa pengumuman laba. Reaksi pasar diukur sebagai return abnormal mean/RAM (Mean Abnormal Return) untuk seluruh atau sampel perusahaan di pasar modal. RAM dan RAKM ditentukan sebagai berikut :RAMt = (n = ukuran sampel)RAKM(t1,t2) = (n = ukuran sampel)

Reaksi pasar dianggap ada bilamana RAM atau RAKM secara statistis tidak sama dengan nol. Bila RAM dan RAKM secara statistis positif berati terjadi reaksi positif terhadap laba sehingga laba dianggap membawa berita baik demikian pula sebaliknya.Dari berbagai uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa laba mempunyai efek pragmatik terhadap perilaku pasar modal. Reaksi pasar paling tidak menunjukan bahwa secara empiris pelaku pasar modal seolah-olah telah menggunakan laba sehingga dapat dikatakan bahwa laba bermanfaat bagi investor.2.10 LABA EKONOMI DAN LABA AKUNTANSI2.10.1 Sifat Laba EkonomiPara ahli ekonomilah sebenarnya yang memulai membahas masalah konsep laba ini, kemudian profesi akuntan mengikutinya. Adam Smith menjelaskan bahwa income adalah kenaikan dalam kekayaan. Pengertian ini diikuti oleh Marshall dan kawan-kawan dan dihubungkannya dalam konsep praktik bisnis. Mereka membedakan modal tetap dengan modal kerja, modal fisik, dan laba, dan menekankan pda realisasi sebagai pengakuan laba. Von Bohm Bawerk pada akhir abad XIX telah memperkenalkan pendapat bahwa laba bukan saja unsur kas, dia memperkenalkan konsep laba non moneter. Kemudian pada awal abad XX Fischer, Lindahl, dan Hick menjelaskan sifat-sifat laba ekonomi mencakup tiga tahap, yaitu sebagai berikut.1. Physical Income, yaitu konsumen barang dan jasa pribadi yang sebenarnya memberikan kesenangan fisik dan pemenuhan kebutuhan, laba jenis ini tidak dapat diukur.2. Real Income adalah ungkapan kejadian yang memberikan peningkatan terhadap kesenangan fisik. Ukuran yang dapat digunakan untuk real income ini adalah biaya hidup (cost of living). Dengan perkataan lain, kepuasan timbul karena kesenangan fisik yang timbul dari keuntungan yang diukur dengan pembayaran uang yang dilakukan untuk membeli barang dan jasa sebelum dan sesudah dikonsumsi.3. Money Income merupakan hasil uang yang diterima dan dimaksudkan untuk konsumsi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Menurut Fischer, money income lebih dekat pada pengertian akuntansi tentang income. Lidahl menganggap konsep laba sebagai interest, yaitu merupakan penghargaan yang terus-menerus terhadap barang modal sepanjang waktu. Perbedaan antara interest dengan konsumsi yang