kwn ham dan pelanggaran
DESCRIPTION
KWN HAM Dan PelanggaranTRANSCRIPT
NAMA : JEFFRI NORRIS
NIM : F1D213010
PRODI : TEKNIK GEOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindak pidana adalah suatu kejatahatan yang semuanya telah diatur dalam undang-
undang dan begitu pula KUHP, mengenai tindak pidana yang di bahas dalam makalah ini adalah
tindak pidana terhadap tubuh yang bisa disebut juga sebagai penganiayaan. Banyak model dan
macam penganiayaan yang dilakukan dikalangan masyarakat sehingga dapat menimbulkan
kematian. Dalam KUHP itu sendiri telah menjelaskan dan mengatur tentang macam-macam dari
penganiayaan beserta akibat hukum apabila melakukan pelanggaran tersebut, pasal yang
menjelaskan tentang masalah penganiayaan ini sebagian besar adalah pasal 351 sampai dengan
pasal 355, dan masih banyak pula pasal-pasal lain yang berhubungan dengan pasal tersebut
yang menjelaskan tetang penganiayaan. Disini penulis akan menjelaskan tentang pengertian
dari penganiaan tersebut, sedangkan penganiayaan itu sendiri yang saya ketahui, penganiaan
biasa, penganiayaan ringan, penganiayaa berencana, penganiayaan berat, penganiyaan berat
berencana, dari sini saya akan mencoba membahasnya satu persatu. Yang akan di terang kan
dalam makalah ini.
Manusia berjalan di kehidupan dunia ini, sejak awal penciptaan dalam dirinya terdapat
kepribadian yang beragam dan dikendalikan oleh kecenderungan naluri yang berbeda pula.
Fitrah telah menentukan bahwa individu tidak akan berkembang dengan sendirinya. Ia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya,
dalam menyempurnakan sebab-sebab hidupnya yang tidak dapat dilakukan oleh tangan dan
pengetahuannya, serta bahan yang tidak dapat dibawa oleh kekuatannya. Dengan ini,
kehidupan manusia adalah kehidupan kelompok, dalam setiap individu dari kelompok itu saling
membutuhkan dalam membangun masyarakat, dan saling mengatur semua kesulitan agar
menjadi kehidupan yang damai.
Manusia adalah makhluk bermasyarakat, yang oleh Aristoteles disebut dengan zoon
politicon. Setiap manusia mempunyai cita-cita, keinginan, kebutuhan, alam pikiran serta usaha-
usaha. Manusia mempunyai seuntai rangkaian kepentingan kebutuhan hidup. Kepentingan-
kepentingan seseorang dapat berkaitan sangat erat dengan kepentingan orang lainnya.
Adakalanya kepentingan itu bersifat saling menjatuhkan, tetapi dapat pula sama antara
manusia pemikul berbagai kepentingan itu. Setiap anggota masyarakat mempertahankan
kepentingan-kepentingan sendiri, sehingga dapatl timbul pertentangan sesama mereka. Hal
yang demikian sangat membahayakan ketertiban, keamanan dan keselamatan masyarakat itu
sendiri. Jika tidak diatur, niscaya akan terjadi “homo homini lupus”.
Meskipun setiap individu dalam sebuah masyarakat tertentu memiliki kepentingan yang
berbeda-beda, akan tetapi mereka tetap tidak menginginkan terjadinya bentrokan (chaos)
antara sesama anggota masyarakat, mereka tentu menginginkan sebuah kedamaian yang
memungkinkan keinginan-keinginan mereka itu terwujud. Dalam hal hidup bermasyarakat,
berpuncak pada suatu organisasi negara yang merdeka, maka tertib bermasyarakat dipedomani
oleh dasar negara tersebut. Apabila hal ini kita tinjau dari segi hukum, maka tertib
bermasyarakat yang berupa tertib hukum, haruslah didasarkan pada Undang-Undang Dasar
negara tersebut.
Terwujudnya stabilitas dalam setiap hubungan dalam masyarakat dapat dicapai dengan
adanya sebuah peraturan hukum yang bersifat mengatur (relegen/anvullen recht) dan
peraturan hukum yang bersifat memaksa (dwingen recht) setiap anggota masyarakat agar taat
dan mematuhi hukum. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat. Sanksi
yang berupa hukuman (pidana) akan dikenakan kepada setiap pelanggar peraturan hukum yang
ada sebagai reaksi terhadap perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya. Akibatnya ialah
peraturan-peraturan hukum yang ada haruslah sesuai dengan asas-asas keadilan dalam
masyarakat, untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum dapat berlangsung terus dan
diterima oleh seluruh anggota masyarakat.
Sebuah peraturan hukum ada karena adanya sebuah masyarakat (ubi-ius ubi-societas).
Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Hukum itu
mengisi kehidupan yang jujur dan damai dalam seluruh lapisan masyarakat.
Di negara Indonesia, hukum terbagi atas beberapa bagian. Menurut isinya, hukum
terdiri dari hukum privat dan hukum publik. Inisiatif pelaksanaan hukum privat diserahkan
kepada masing-masing pihak yang berkepentingan. Kedudukan antara individu
adalah horizontal. Sedangkan inisiatif pelaksanaan hukum publik diserahkan kepada negara
atau pemerintah yang diwakilkan kepada jaksa beserta perangkatnya.
Kemudian ditinjau dari fungsinya, hukum dibagi atas hukum perdata, hukum dagang dan
hukum pidana. Masing-masing memiliki sifat dan fungsi yang berbeda-beda, sebagai contoh,
hukum pidana berfungsi untuk menjaga agar ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam
hukum perdata, dagang, adat dan tata negara ditaati sepenuhnya. Delik penganiayaan
merupakan salah satu bidang garapan dari hukum pidana. Penganiayaan oleh KUHP secara
umum diartikan sebagai tindak pidana terhadap tubuh.
Semua tindak pidana yang diatur dalam KUHP ditentukan pula ancaman pidanya.
Demikian juga pada delik penganiayaan serta delik pembunuhan. Kedua delik ini ancaman
pidananya mengacu pada KUHP buku I bab II tentang pidana, terutama pada pasal 10. Di dalam
pasal tersebut disebutkan bahwa pidana terdiri dari dua macam, yaitu pidana pokok dan pidana
tambahan, untuk delik penganiayaan serta pembunuhan lebih mengarah kepada pidana pokok
yang terdiri atas pidana mati, pidana penjara, kurungan dan denda.
Ketentuan-ketentuan hukum yang ada,pada hukum pidana positif yang telah disebutkan
di atas menjadi menarik untuk dibahas ketika dihadapkan pada suatu kasus yang menuntut
adanya penyelesaian, dalam hal ini adalah kasus penganiayaan terhadap ibu hamil yang
menyebabkan matinya janin.
1.2 Permasalahan
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan
yang menjadi perhatian dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana perspektif hukum pidana positif tentang delik penganiayaan serta
pembunuhan?
2. Bagaimana ketentuan hukum pidana tersebut dalam menangani matinya janin
yang ada dalam kandungan akibat penganiayaan?
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan pada rumusan di atas, maka tujuan dan kegunaan dari penyusunan makalah ini
adalah:
1. Tujuan.
a. Untuk mengetahui ketetapan-ketetapan dari hukum pidana positif tentang
delik penganiayaan dan delik pembunuhan.
b. Untuk menjelaskan ketentuan dari hukum pidanatersebut bagi pelaku
penganiayaan yang mengakibatkan kematian janin di dalam kandungan
2. Kegunaan.
Kegunaan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan kontribusi pemikiran
terhadap ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum dengan mencoba lebih
mengetahui hukum pidana positif mengenai delik penganiayaan serta delik pembunuhan.
1.4 Kerangka Teoritik
Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota
masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu.
Peraturan-peraturan ini dikeluarkan oleh Pemerintah. Meskipun peraturan-peraturan telah
dikeluarkan, masih ada saja yang melanggar peraturan-peraturan, misalnya dalam hal
penganiayaan, yaitu tindak pidana terhadap tubuh dan yang bertentangan dengan hukum
(KUHP Pasal 351-358). Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukuman yang sesuai dengan
perbuatannya yang bertentangan dengan hukum itu. Segala peraturan-peraturan tentang
pelanggaran (overtredinger), kejahatan (misdrijven), dan sebagainya, diatur oleh Hukum Pidana
(strafrecht) dan dimuat dalam satu kitab undang-undang yang disebut Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) yang disingkat KUHP (WvS).
Penganiayaan dalam KUHP tidak dirumuskan elemen-elemen atau unsur-unsurnya,
melainkan hanya menyebutkan qualifikasinya atau nama deliknya saja, yaitu penganiayaan
(mishandeling) dipidana, dan seterunya. Menurut Doctrine (ilmu pengetahuan), penganiayaan
diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa
sakit atau luka kepada orang lain. Sedangkan menurut penafsiran dari H.R. (Hoge Raad)
penganiayaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa
sakit atau luka kepada orang lain, dan semata-mata menjadi tujuan dari orang itu dan
perbuatan tadi tidak boleh merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan yang
diperkenankan.
Penganiayaan yang diatur dalam KUHP terdiri dari:
1. Penganiayaan yang berdasarkan pada Pasal 351 KUHP yang dirinci atas:
a. Penganiayaan biasa.
b. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.
c. Penganiayaan yang mengakibatkan orangnya mati.
2. Penganiayaan ringan yang diatur oleh Pasal 352 KUHP.
3. Penganiayaan berencana yang diatur oleh Pasal 353 KUHP, dengan rincian
sebagai berikut:
a. Mengakibatkan luka berat.
b. Mengakibatkan orangnya mati.
4. Penganiayaan berat yang diatur oleh Pasal 354 KUHP dengan rincian sebagai
berikut:
a. Mengakibatkan luka berat
b. Mengakibatkan orangnya mati
5. Penganiayaan berat dan berencana yang diatur oleh Pasal 355 KUHP dengan
rincian sebagai berikut:
a. Penganiayaan berat dan berencana
b. Penganiayaan berat dan berencana yang mengakibatkan orangnya mati.
Selain delik penganiayaan, KUHP juga menagatur delik pembunuhan yang terdapat dalam Buku
II Bab XIX tentang kejahatan terhadap jiwa manusia, kemudian yang berkaitan dengan
pembunuhan terhadap janin dirinci sebagai:
1. Pembunuhan terhadap bayi (kinder doodlog).
2. Pembunuhan terhadap bayi dengan rencana terlebih dahulu (kinder moord).
3. Kejahatan terhadap bayi yang baru saja dilahirkan atau belum beberapa
lama setelah dilahirkan.
4. Kejahatan terhadap jiwa anak yang masih berada dalam kandungan.
(abortus).
5. Pengguguran yang dilakukan oleh ibu kandung sendiri.
6. Pengguguran oleh orang lain tanpa persetujuan si ibu.
7. Pengguguran oleh orang lain dengan persetujuan si ibu.
8. Pengguguran yang dilakukan oleh dokter, bidan atau juru obat.
Sanksi dari tindak pidana tercantum dalam Pasal 10 KUHP, yaitu sebagai
berikut:
1. Pidana Pokok, terdiri dari:
a. Pidana mati.
b. Pidana penjara.
c. Kurungan.
d. Denda.
e. Pidana tutupan (berdasarkan Undang-undang RI No. 20 Tahun 1946 Berita Negara RI tahun
kedua No. 24 tanggal 1 dan 15 November 1946).
2. Pidana tambahan, terdiri dari:
a. Pencabutan hak-hak tertentu.
b. Perampasan barang-barang tertentu.
c. Pengumuman putusan hakim.
Suatu ancaman hukuman akan dapat menahan manusia untuk melaksanakan kejahatan,
yakni ancaman yang bersifat preventif. Apabila orang telah mengetahui lebih dulu, bahwa ia
akan mendapatkan hukuman, maka ia akan takut melakukan perbuatan yang melanggar
kaidah-kaidah sosial
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Perspektif Hukum Pidana Positif Tentang Delik Penganiayaan Serta
Pembunuhan
Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut “penganiayaan”,
mengenai arti dan makna kata penganiayaan tersebut banyak perbedaan diantara para ahli
hukum dalam memahaminya. Penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang lain.
(satochid kartanegara: 509). Adapula yang memahami penganiayaan adalah “dengan sengaja
menimbulkan rasa sakit atau luka, kesengajaan itu harus dicantumkan dalam surat tuduhan”
(Soenarto Soerodibroto, 1994: 211), sedangkan dalam doktrin/ilmu pengetahuan hukum pidana
penganiayaan mempunyai unsur sebagai berikut.
a. Adanya kesengajaan.
b. Adanya perbuatan.
c. Adanya akibat perbuatan (yang dituju), yakni:
1. Rasa sakit pada tubuh.
2. Luka pada tubuh.
Unsur pertama adalah berupa unsur subjektif (kesalahan), unsur kedua
dan ketiga berupa unsur objektif.
A. Kejahatan terhadap tubuh (Penganiayaan).
Kejahatan tindak pidana yang dilakukan terhadap tubuh dalam segala perbuatan-
perbuatannya sehinnga menjadikan luka atau rasa sakit pada tubuh bahkan sampai
menimbulkan kematian bila kita lihat dari unsur kesalahannya, dan kesengajaannya diberikan
kualifikasi sebagai penganiayaan (mishandeling), yang dimuat dalam BAB XX Buku II, pasal 351
s/d 356. Penganiayaaan yang dimuat dalam BAB XX II.
Pasal 351 s/d 355 adalah sebagai beriku:
1. Penganiayaan biasa pasal 351 KUHP.
2. Penganiayaan ringan pasal 352 KUHP.
3. Panganiayaan berencana pasal 353 KUHP.
4. penganiayaan berat pasal 354 KUHP.
5. penganiayaan berat pasal 355 KUHP.
Dari beberapa macam penganiayaan diatas kami mencoba untuk menjelaskaannya satu
persatu:
1. Penganiayaan biasa pasal 351 KUHP telah menerangkan penganiayaan ringan sebagai
berikut:
a. Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupih.
b. Jika perbuatan itu menyebabkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
c. Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
d. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan
e. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak di pidana.
Kembali lagi dari arti sebuah penganiayaan yang merupakan suatu tindakan yang
melawan hukum, memang semuanya perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh subyek
hukum akan berakibat kepada dirinya sendiri. Mengenai penganiayaan biasa ini merupakan
suatu tindakan hukum yang bersumber dari sebuah kesengajaan. Kesengajaan ini berarti bahwa
akibat suatu perbuatan dikehendaki dan ini ternyata apabila akibat itu sungguh-sungguh
dimaksud oleh perbuatan yang dilakukan itu. yang menyebabkan rasa sakit, luka, sehingga
menimbulkan kematian. Tidak semua perbuatan memukul atau lainnya yang menimbulkan rasa
sakit dikatakan sebuah penganiayaan. Oleh karena mendapatkan perizinan dari pemerintah
dalam melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya. Seperti contoh: seorang guru yang memukul
anak didiknya, atau seorang dokter yang telah melukai pasiennya dan menyebabkan luka,
tindakan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai penganiayaan, karena ia bermaksud untuk
mendidik dan menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasiennya. Adapula timbulnya rasa
sakit yang terjadi pada sebuah pertandingan diatas ring seperti tinju, pencak silat, dan lain
sebagainya. Tetapi perlu digaris bawahi apabila semua perbuatan tersebut diatas telah
malampui batas yang telah ditentukan karena semuanya itu meskipun telah mendapatkan izin
dari pemerintah ada peraturan yang membatasinya diatas perbuatan itu, mengenai orang tua
yang memukili anaknya dilihat dari ketidak wajaran terhadap cara mendidiknya. Oleh sebab
dari perbuatan yang telah melampaui batas tertentu yang telah diatur dalam hukum
pemerintah yang asalnya pebuatan itu bukan sebuah penganiayaan, karena telah melampaui
batas-batas aturan tertentu maka berbuatan tersebut dimanakan sebuah penganiayaan yang
dinamakan dengan “penganiayaan biasa”. Yang bersalah pada perbuatan ini diancam dengan
hukuman lebih berat, apabila perbuatan ini mengakibatkan luka berat atau matinya sikorban.
Mengenai tentang luka berat lihat pasal 90 KUHP. Luka berat atau mati yang dimaksud disini
hanya sebagai akibat dari perbuatan penganiayaan itu.
Mengenai tindakan hukum ini yang akan diberikan kepada yang bersalah untuk
menentukan pasal 351 KUHP telah mempunyai rumusan dalam penganiayaan biasa dapat di
bedakan menjadi:
a. Penganiayaan biasa yang tidak menimbulkan luka berat maupun kematian
b. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat
c. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian
d. penganiayaan yang berupa sengaja merusak kesehatan.
2. Penganiayaan ringan pasal 352 KUPH
Disebut penganiayaan ringan Karena penganiayaan ini tidak menyebabkan luka atau
penyakit dan tidak menyebabkan si korban tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-harinya.
Rumusan dalam penganiayaan ringan telah diatur dalam pasal 352 KUHP sebagai berikut:
a. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian,
dipidana sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang
yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi
bawahannya.
b. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Melihat pasal 352 ayat (2) bahwa
“percobaan melakukan kejahatan itu (penganiyaan ringan) tidak dapat di pidana” meskipun
dalam pengertiannya menurut para ahli hukum, percobaan adalah menuju kesuatu hal, tetapi
tidak sampai pada sesuatu hal yang di tuju, atau hendak berbuat sesuatu dan sudah dimulai
akan tetapi tidak sampai selesai. Disini yang dimaksud adalah percobaan untuk melakukan
kejahatan yang bisa membahayakan orang lain dan yang telah diatur dalam pasal 53 ayat (1).
Sedangkan percobaan yang ada dalam penganiyaan ini tidak akan membahayakan orang lain.
3. Penganiyaan berencarna pasal 353 KUH
Pasal 353 mengenai penganiyaan berencana merumuskan sebagai berikut:
a. Penganiayaan dengan berencana lebih dulu, di pidana dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
b. Jika perbutan itu menimbulkan luka-luka berat, yang bersalah di pidana dengan pidana
penjara palang lama tujuh tahun
c. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah di pidana dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Menurut Mr.M.H. Tiirtamidjaja Menyatakan arti di rencanakan lebih dahul adalah:
“bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk mempertimbangkan, untuk
berfikir dengan tenang”. Apabila kita pahami tentang arti dari di rencanakan diatas, bermaksud
sebelum melakukan penganiayaan tersebut telah di rencanakan terlebih dahulu, oleh sebab
terdapatnya unsur direncanakan lebih dulu (meet voor bedachte rade) sebelum perbuatan
dilakukan, direncanakan lebih dulu (disingkat berencana), adalah berbentuk khusus dari
kesengajaan (opzettielijk) dan merupakan alas an pemberat pidana pada penganiayaan yang
bersifat subjektif, dan juga terdapat pada pembunuhan berencana (340). Pekataan berpikir
dengan tenang, sebelum melakukan penganiayaan, si pelaku tidak langsung melakukan
kejahatan itu tetapi ia masih berpikir dengan batin yang tenang apakah resiko atau akibat yang
akan terjadi yang disadarinya baik bagi dirinya maupun orang lain, sehingga si pelaku sudah
berniat untuk melakukan kejahatan tersebut sesuai dengan kehendaknya yang telah menjadi
keputusan untuk melakukannya. Maksud dari niat dan rencana tersebut tidak di kuasai oleh
perasaan emosi yang tinggi, was-was/takut, tergesa-gesa atau terpaksa dan lain sebagainya.
Penganiayaan berencana yang telah dijelaskan diatas dan telah diatur dalam pasal 353
apabila mengakibatkan luka berat dan kematian adalah berupa faktor/alasan pembuat pidana
yang bersifat objektif, penganiayaan berencana apabila menimbulkan luka berat yang di
kehendaki sesuai dengan (ayat 2) bukan disebut lagi penganiayaan berencana tetapi
penganiayaan berat berencana (pasal 355 KUHP), apabila kejahatan tersebut bermaksud dan
ditujukan pada kematian (ayat 3) bukan disebut lagi penganiayaan berencana tetapi
pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP).
4. Penganiayaan berat pasal 354 KUHP.
Penganiayaan berat dirumuskan dalam pasal 354 yang rumusannya adalah sebgai berikut:
a. Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, dipidana kerena melakukan penganiayaan
berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
b. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah di pidana dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun. Perbuatan berat (zwarlichamelijk letsel toebrengt) atau
dapat disebut juga menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan dengan
sengaja. Kesengajaan itu harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana yaitu: pebuatan yang
dilarang, akibat yang menjadi pokok alas an diadakan larangan itu dan bahwa perbuatan itu
melanggar hukum. Ketiga unsur diatas harus disebutkan dalam undang-undang sebagai unsur
dari perbuatan pidana, seorang jaksa harus teliti dalam merumuskan apakah yang telah
dilakukan oleh seorang terdakwah dan ia harus menyebutkan pula tuduhan pidana semua
unsur yang disebutkan dalam undang-undang sebagai unsur dari perbuatan pidana. Apabila
dihubungkan dengan unsur kesengajaan maka kesengajaan ini harus sekaligus ditujukan baik
tehadap perbuatannya, (misalnya menusuk dengan pisau), maupun terhadap akibatnya, yakni
luka berat. Mengenai luka berat disini bersifat abstrak bagaimana bentuknya luka berat, kita
hanya dapat merumuskan luka berat yang telah di jelaskan pada pasal 90 KUHP sebagai berikut:
Luka berat berarti : Jatuh sakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh lagi dengan
sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut. Senantiasa tidak cakap mengerjakan
pekerjaan jabatan atau pekerjaan pencaharian, tidak dapat lagi memakai salah satu panca
indra, mendapat cacat besar,lumpuh (kelumpuhan), akal tidak sempurna lebih lama dari empat
minggu, gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan. Pada pasal 90 KUHP diatas
telah dijelaskan tentang golongan yang bisa dikatakan sebagi luka berat, sedangkan akibat
kematian pada penganiayaan berat bukanlah merupakan unsur penganiayaan berat, melainkan
merupakan faktor atau alasan memperberat pidana dalam penganiayaan berat.
5. Penganiayaan berat berencana pasal 355 KUHP.
Penganiyaan berat berencana, dimuat dalam pasal 355 KUHP yang rumusannya adalah sebagai
berikut:
a. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, dipidana
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
b. Jika perbuatan itu menimbulkan kematian yang bersalah di pidana dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun. Bila kita lihat penjelasan yang telah ada diatas tentang kejahatan
yang berupa penganiayaan berencana, dan penganiayaan berat, maka penganiayaan berat
berencana ini merupakan bentuk gabungan antara penganiayaan berat (354 ayat 1) dengan
penganiyaan berencana (pasal 353 ayat 1), dengan kata lain suatu penganiayaan berat yang
terjadi dalam penganiayaan berencana, kedua bentuk penganiayaan ini haruslah terjadi secara
serentak/bersama. Oleh karena harus terjadi secara bersama, maka harus terpenuhi baik unsur
penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana.
2. 2 Ketentuan Hukum Pidana Dalam Menangani Matinya Janin
Yang Ada Dalam Kandungan Akibat Penganiayaan.
Kejahatan terhadap janin dalam kandungan seorang ibu (doodslag vanonongerburen
Vrucht) diatur dalam pasal 346 s/d 349 KUHP, dan biasanya disebut abortus yakni gugurnya
kandungan seorang ibu.
Abortus dapat digolongkan menjadi dua bagian yakni:
1. Abortus spontaneus yaitu gugurnya kandungan seorang ibu secara alami tanpa ada
perbuatan manusia, tidak ada unsur sengaja atau tidak diharapkan seperti itu. Ini tidak dapat
dipidana karna gugurnya kandungan secara alami.
2. Abortus provocateus yaitu gugurnya kandungan seorang ibu karna perbuatan manusia, yang
dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni:
a. abortus provocateus theraphetics yakni pengguguran karna terapis atau medis.
b. abortus provocateus criminalis yakni karna tindakan pidana/kriminalis.
Abortus provocateus theraphetics tidak dapat dipidana karna alasan medis, jadi yang dapat
dipidana adalah abortus provocateus criminalis sesuai dengan:
a. Pasal 346 KUHP yakni hanya ditujukan kepada ibu atau kehendak itu hanya ada pada ibu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
b. Pasal 347 ayat 1 KUHP yakni ditujukan kepada orang lain yang tidak menyetujui anak itu
lahir, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pasal 347 ayat 2 KUHP yakni
apabila ibunya juga meninnggal akibat perbuatan itu maka akan diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
c. Pasal 348 ayat 1 KUHP yakni ditujukan kepada orang lain dengan persetujuan ibunya
diancam dengan pidana paling lama lima tahun enam bulan. Pasal 348 ayat 2 KUHP yakni
apabila ibunya juga meninggal akibat perbuatan itu maka diancam dengan pidana paling lama
tujuh tahun.
d. pasal 349 KUHP yakni ditujukan kepada tabib, bidan atau juru obat, yakni membantu
melakukan kejahatan yang tersebut dalam pasal 346, 347, dan 348 KUHP, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Jadi unsur-unsur utama dalam pasal 346 KUHP yakni;
1. Menggugurkan anak dalam kandungan dengan sengaja.
2. Mengakibatkan matinya janin yang masih dalam kandungan.
3. Menyuruh orang lain menggugurkan atau mengakibatkan matinya janin dalam kandungan,
baik karna perbuatan yang dilakukan oleh ibu sendiri, maupun perbuatan yang dilakukan orang
lain atas anjuran si ibu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penganiayaan adalah “Dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka, kesengajaan itu harus
dicantumkan dalam surat tuduhan” Penganiayaaan yang dimuat dalam BAB XX II, pasal 351s/d
355 adalah sebagai beriku:
1. Penganiayaan biasa pasal 351 KUHP Penganiayaan biasa bisa menimbulkan luka berat
pasal 90 dan menyebabkan kamatian dan ini diancam hukuman lebih berat.
2. Penganiayaan ringan pasal 352 KUHP Tidak menimbulkan luka baik luka ringan atau luka
berat sehingga tidak mengganggu kesehatan dan pekerjaan jabatan atau pakerjaan sahari-hari.
3. Panganiayaan berencana pasal 353 KUHP Sebelum melakukan penganiayaan ada unsur
direncanakan terlebih dahulu.
4. Penganiayaan berat pasal 354 KUHP Penganiayaan yang menyebabkan luka berat pasal 90
KUHP.
5. Penganiayaan berat pasal 355 KUHP Merupakan penganiayaan gabungan antara
penganiayaan berencana dan penganiayaan berat dan dilakukan secara bersama.
Kejahatan terhadap janin dalam kandungan seorang ibu (doodslag van on ongerburen
Vrucht) diatur dalam pasal 346 s/d 349 KUHP, dan biasanya disebut abortus yakni gugurnya
kandungan seorang ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Iandonesia (Bandung; Eresco, 1989).
Leden Marpaung Tindak Pidana Terhadap Nyawa Dan Tubuh (Jakarta; Sinar Grafika,2002).
Moeljatno, Aszs-Asas Hukum Pidana (Jakarta; Renika Cipta,2002).
R.Roesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Umum Dan Delik-Delik Khusus (Bandung: Karya
Nusantara, 1984).
Tirtaamidjaja, Pokok-Pokok Hukum Pidana (Jakarta; Fasco, 1995), 42 Kejahatan terhadap
Tubuh dan Nyawa.
R. Sugandhi, KUHP dan penjelasannya (Surabaya; Usaha Nasional, 1981).