kurikulum
DESCRIPTION
kutikulasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, pentingnya peran dan fungsi kurikulum memang sudah sangat
disadari dalam sistem pendidikan nasional. Ini dikarenakan kurikulum merupakan
alat yang krusial dalam merealisasikan program pendidikan, baik formal maupun
non formal , sehingga gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam
kurikulum tersebut. Dengan kata lain, sistem kurikulum pada hakikatnya adalah
sistem pendidikan itu sendiri.
Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu
pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai
tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di
Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang
tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan
kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal.
Menurut catatan sejarah, dunia pendidikan di Indonesia telah mengalami
perubahan kurikulum sebanyak 9 kali. Kurikulum pertama tahun 1947 dikenal
dengan Leer Plan (Rencana Pelajaran) yang lebih besar nuansa politik Belanda.
Kedua, tahun 1952 yang disebut dengan Rencana Pelajaran Terurai yang lebih
merinci silabus setiap mata pelajaran. Di tahun 1964, kurikulum ketiga bernama
Rentjana Pendidikan yang menitik beratkan pada pengembangan moral,
kecerdasan, emosioinal/ artistik, keprigelan dan jasmani atau Pancawardhana
(Hamalik, 2004 :89).
Empat tahun kemudian, tahun 1968 dinamai dengan Kurikulum 1968 yang
merupakan penyempurnaan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
Pancasila. Kemudian, berubah lagi di tahun 1975 dengan nama Kurikulum 1975
yang lebih efisien dan efektif dengan konsep bidang manajemen atau disebut MBO
(Management by Objective) dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI). Di perubahan keenam terjadi tahun 1984 disebut Kurikulum 1984 yang
lebih mengusung Skill Approach (Pendekatan Keahlian) dengan model yang
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL).
1
Ketujuh, ialah tahun 1994 dan 1999 yang disebut dengan Kurikulum 1994 dan
Suplemen Kurikulum 1999 yang memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya
dan materi muatan lokal disesuaikan dengan daerah masing-masing. Di tahun 2004,
kurikulum disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang setiap pelajaran
diurai berdasarkan kompetensi yang harus dicapai siswa, tapi hasilnya kurang
memuaskan. Yang terakhir di tahun 2006 disebut dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) yang memfokuskan pada isi dan proses pencapaian
target kompetensi siswa melalui Kerangka Dasar (KD), Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) dan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) hingga
saat ini.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasioanal (Sisdiknas), Bab I pasal 1 ayat 19 berbunyi:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah perkembangan kurikulum?
2. Apa pengertian kurikulum?
3. Apa fungsi kurikulum?
4. Apa tujuan kurikulum?
5. Apa manfaat kurikulum?
6. Bagaimana struktur kurikulum?
7. Apa saja komponen-komponen kurikulum?
8. Bagaimana keputusan menteri dan Perpu tentang kurikulum?
1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah:
2
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan kurikulum
2. Untuk mengetahui pengertian kurikulum
3. Untuk mengetahui fungsi kurikulum
4. Untuk mengetahui tujuan kurikulum
5. Untuk mengetahui manfaat kurikulum
6. Untuk mengetahui struktur kurikulum
7. Untuk mengetahui komponen-komponen kurikulum
8. Untuk mengetahui keputusan menteri dan perpu tentang kurikulum
1.4 Manfaat Pembahasan
1. Untuk memperkaya ilmu pengetahuan tentang hakikat kurikulum.
2. Sebagai acuan atau bahan pertimbangan bagi pengembang kurikulum
dalam implementasi di lapangan
3. Untuk memenuhi tugas mata kuliah telaah kurikulum
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kurikulum
Istilah kurikulum dalam dunia pendidikan Indonesia digunakan melalui
literatur bahasa Inggeris, terutama dari literatur pendidikan Amerika Serikat.
Pendidikan Belanda yang diwariskan di Indonesia tidak mengenal istilah
kurikulum melainkan istilah leerplan (rencana pelajaran). Penggunaan istilah
kurikulum memang sebagai nomenclatur di dunia pendidikan dimulai dan
dibesarkan di Amerika Serikat.
Pembaharuan kurikulum biasanya dimulai dari perubahan konsepsional
yang fundamental yang diikuti oleh perubahan struktural. Pembaharuan dikatakan
bersifat sebagian bila hanya terjadi pada komponen tertentu saja misalnya pada
tujuan saja, isi saja, metode saja, atau sistem penilaiannya saja. Pembaharuan
kurikulum bersifat menyeluruh bila mencakup perubahan semua komponen
kurikulum.
Kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian
Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum
memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah
kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, mulai dari periode
penjajahan Belanda, periode penjajahan Jepang, masa peralihan Jepang ke Sekutu,
kurikulum pasca kemerdekaan, kurikulum tahun 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,
1994, 2004-2006 KBK, dan KTSP.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan
sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi
di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang
sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari
tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Adapun sejarah perjalanan kurikulum di Indonesia dari masa ke masa adalah
sebagai berikut :
a. Kurikulum periode penjajahan belanda
4
Sejarah telah mencatat bahwa Negara kita merdeka sejak tanggal 17
Agustus 1945. Namun pada masa penjajahan, proses pembelajaran juga telah ada
dan pada masa itu pula kurikulum pun telah tercipta. Pada masa penjajahan
Belanda, ada tiga system pendidikan dan pengajaran yang berkembang:
1. System pendidikan Islam yang diselenggarakan di pesantren dan
hal ini juga dikendalikan serta diatur oleh pada pendidik yang
berada di lingkungan pesantren.
2. System pengajaran Belanda. System ini diatur dengan prosedur
yang ketat dari mulai aturan siswa, pengajar, system pengajaran
dan kurikulum. System procedural seperti ini sangat berbeda
dengan system pendidikan Islam yang dikenal sebelumnya.
System pendidikannya pun bersifat diskriminatif. Pada saat itu
pendidikan hanya di khususkan untuk orang-orang yang memiliki
uang sedangkan untuk orang-orang yang miskin (tidak memiliki
uang) dilarang untuk bersekolah. Bahkan biaya untuk sekolah di
perguruan tinggi yang di dirikan oleh pemerintah Belanda pun di
buat sangat mahal, agar bangsa Indonesia tidak dapat bersekolah
karena ketidak adaan biaya.
3. Sekolah yang dikembangkan oleh KH. Ahmad Dahlan dan Ki
Hajar Dewantara. KH. Ahmad Dahlan saat itu mendirikan
Muhammadiyah yang menggunakan system pendidikan barat
namun juga menambahkan pelajaran Islam. Sedangkan Ki Hajar
Dewantara mendirikan Taman Siswa dengan membuat system
pendidikan yang berakar pada budaya dan filosofi hidup Jawa,
yang kemudian dianggap sebagai system pendidikan dan
pengajaran Nasional. Mulai dari saat itu bangsa kita mulai
mengenal budayanya sendiri serta dapat mengikuti pelajaran
modern yang berbasis keagamaan. Hasilnya pembelajaran dapat
berjalan dengan baik sehingga bangsa Indonesia tidak kehilangan
akar budayanya sendiri.
b. Kurikulum Periode Penjajahan Jepang
5
Pada masa penjajahan Jepang, pendidikan diarahkan untuk menyediakan
prajurit yang siap di perang Asia Timur Raya. Sehingga dengan demikian,
dilakukan penggolongan sekolah berdasarkan status social dan system sekolah
yang dibangun oleh Belanda dihapuskan. Pendidikan hanya digolongkan menjadi
pendidikan dasar (Kokmin Gakko) 6 tahun, pendidikan menengah pertama (Shoto
Gakko), pendidikan menengah tinggi (Koto Chu Gakko) yang masing-masing tiga
tahun, serta pendidikan tinggi.
c. Pada Masa Peralihan Dari Jepang Ke Sekutu
Negara Indonesia berdiri membutuhkan perjuangan hingga darah dan
nyawa menjadi taruhannya untuk menuju kemerdekaan. Begitu pula dengan
system pendidikan yang ada setiap saat melakukan perubahan dengan perjuangan
yang begitu dahsyat. Salah satunya ketika proklamasi dikumandangkan maka
dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran Republic Indonesia yang dipimpin oleh
Ki Hajar Dewantara, yang kemudian lembaga ini melahirkan rumusan pertama
system pendidikan nasional, yaitu pendidikan bertujuan menekankan pada
semangat dan jiwa patriotisme. Kemudian disusun pula pembaruan kurikulum
pendidikan dan pengajaran. Kurikulum sekolah dasar lebih mengutamakan
pendekatan filosofis ideologis.
d. Kurikulum Pasca Kemerdekaan
Kurikulum yang diterapkan daan dikembangkan setelah kemerdekaan
tentu berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Kurikulum saat itu diberi nama leer
plan, istilah tersebut diambil dari bahasa Belanda yang artinya rencana pelajaran,
dan bahasa tersebut lebih npopuler dari kata curriculum yang berasal dari bahasa
Inggris (1947).
Rencana pelajaran 1947 dapat dikatakan sebagai pengganti system
pendidikan Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam
semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development
conformism, bertujuan untuk menentukan karakter manusia Indonesia yang
merdeka dan berdaulat serta sejajar dengan bangsa lain dimuka bumi ini.
Rencana pelajaran 1947 baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah
kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum berawal dari kurikulum
1950. Kurikulum ini memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam
6
pelajarannya dengan garis-garis besar pengajaran. Pada kurikulum ini yang
diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat,
materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap
kesenian dan olahraga.
e. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum pada tahun 1952 di beri nama Rencana Pelajaran Terurai
1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu system pendidikan nasional yang
paling menonjol. Ciri dari kurikulum ini yaitu setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian sekolah akan menghasilkan lulusan yang siap mengarungi
kehidupan yang sebenarnya.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana
Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya sangat jelas. Seorang guru
hanya mengajar satu mata pelajaran”, kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan
Dasar Depdiknas periode 1991-1995.
Pada masa itu dibentuk pula kelas masyarakat, yaitu sekolah khusus bagi
lulusan Sekolah Rendah 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas ini
mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan yang
bertujuan agar masyarakat yang tak lanjut sekolah dapat langsung bekerja.
f. Kurikulum Periode 1964
Setelah beberapa tahun kemudian kurikulum 1952 juga mengalami
perkembangan. Lebih tepatnya menjelang tahun 1964, pemerintah kembali
menyempurnakan kurikulum Indonesia. Kurikulum kali ini diberi nama Rencana
Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran yang menjadi ciri dari kurikulum ini
adalah, pemerintah memiliki keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan
akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan
pada program pancawardhana (Hamalik, 2004:98), yaitu pengembangan moral,
kecerdasan, emosional/artistic, keprigelan, dan jasmani.
g. Kurikulum Periode 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dan pancawardhana
menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
7
Kurikulum ini merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Kurikulum ini bertujuan, pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Kurikulum ini bersifat politis. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran : kelompok pembinaan pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Jumlah pelaajarannya ada 9 mata pelajaran, Djauzak
menyebut kurikulum ini sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat materi yang
pokok-pokok saja”. Muatan materi bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan factual di lapangan.
h. Kurikulum Periode 1975
Tujuan dari kurikulum 1975, yaitu pendidikan lebih efisien dan efektif.
“Yang melatar belakangi adalah pengaruh konsep dibidang menejemen, yaitu
MBO (management by objective) yang terkenal saat itu”, kata Drs. Mudjito, Ak,
Msi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan System Instruksional (PPSI).
Zaman ini telah dikenal “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan
bahasan. Setiap satuan dirinci lagi : petunjuk umum, tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi.
Dalam kurikulum ini guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari
setiap kegiatan pembelajaran.
i. Kurikulum Periode 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tetapi factor tujuan tetap penting. Kurikulum
ini sering juga disebut “kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Dan mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Active Learning (SAL). Tokoh penting dalam kurikulum ini
adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas
8
periode 1980-1986 yang juga rector IKIP Jakarta (sekarang universitas Negeri
Jakarta) periode 1984-1992. Konsep CBSA secara teoritis dan bagus hasilnya
disekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat
diterapkan secara Nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu
menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh diruang kelas lantaran
siswa berdiskusi, di sudut-sudut ruang kelas terdapat tempelan gambar yang
menyolok, guru tak lagi mengajar dengan model berceramah. Maka dari itu
akhirnya banyak penolakan terhadap CBSA.
j. Kurikulum Periode 1994
Kurikulum ini dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan
dilaksanakan sesuai dengan UU no.2 tahun 1989 tentang Sisdiknas. Hal ini
berdampak pada system pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah
dari system semester ke caturwulan. Dengan system caturwulan diharapkan
dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran
cukup banyak. Tujuannya menekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Kurikulum ini bergulir lebih dalam upaya memadukan kurikulum-
kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara kurikulum
1975 dan 1984, antara pendekatan proses”, kata Mudjito menjelaskan. Sayang,
perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, karena beban
belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga local. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu
tertentu masuk dalam kurikulum. Maka hasilnya, kurikulum ini menjelma
menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharti pada 1998, diikuti
kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Namun, perubahannya lebih pada
menambal sejumlah materi.
k. Kurikulum Periode 2004-2006 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi sebagai respon terhadap
perubahan structural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistrik
sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No.22 dan 25 tahun 1999
tentang Otonomi Daerah. Sehingga dikembangkan kurikulum baru yang
bernama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini menitik
9
beratkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-
tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan.
Competency Based Education is education gesred toward preparing indivisuals
to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000 : 89). Hal ini
mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu
yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan.
Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi
sebagai pedoman pembelajaran.
l. Kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran)
Awal 2006 uji coba KBK dihentikan, dan munculah KTSP. Disusun oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya ditetapkan oleh Menteri
pendidikan nasional melalui Permendiknas nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006.
KBK disempurnakan karena hasilnya kurang signifikan, hal ini menurut
Masnur Muslich disebabkan beberapa factor:
1. Konsepnya belum dipahami secara benar oleh guru sebagai ujung
tombak dikelasakibatnya ketika guru melakukan penjabaran
materi dan program pengajaran, tidak sesuai dengan harapan
KBK.
2. Draf kurikulum yang terus menerus mengalami perubahan,
akibatnya guru mengalami kebingungan rujukan sehingga muncul
kesemerawutan dalam penerapannya.
3. Belum adanya panduan strategi pembelajaran yang bisa dipakai
guru ketika akan melaksanakan tugas instruksional bagi siswanya,
akibatnya ketika melaksanakan pembelajaran, guru hanya
mengandalkan pengalaman yang telah dimilikinya, yang
mayoritas berbasis materi sehingga tidak ada kemajuan yang
berarti.
Karena hal tersebut, maka KTSP di luncurkan, KTSP adalah sebuah
kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan dimasing-
masing satuan pendidikan. Dalam hal ini lembaga diberi kewenangan dan
tanggung jawab secara luas untuk mandiri, maju dan berkembang berdasarkan
10
kebijakan strategi manajemen pendidikan yang ditetapkan pemerintah dan ini
adalah sebuah kelebihan dari KTSP.
m. Kurikulum 2013
Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk
dokumen, proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten
dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada
Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum
satuan pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis
(dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi
sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten
kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa
masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang
Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang
dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil
kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan
yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi
hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar
Kompetensi Lulusan.
2.2 Pengertian Kurikulum
a. Pengertian Kurikulum secara Etimologis
Secara etimologis istilah kurikulum yang dalam bahasa Inggris ditulis
“curriculum” berasal dari bahasa Yunani yaitu “curir” yang berarti
“pelari”, dan “curere” yang berarti “tempat berpacu”. Tidak heran jika
dilihat dari arti harfiahnya, istilah kurikulum tersebut pada awalnya
11
digunakan dalam dunia Olah raga, seperti bisa diperhatikan dari arti “pelari
dan tempat berpacu”, yang mengingatkan kita pada jenis olah raga Atletik.
b. Pengertian Kurikulum berdasarkan Istilah
Berawal dari makna “curir” dan “curere” kurikulum berdasarkan istilah
diartikan sebagai “Jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai
dari start sampai finish untuk memeroleh medali atau penghargaan”.
Pengertian tersebut kemudian diadaptasikan ke dalam dunia pendididikan
dan diartikan sebagai “Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
seorang siswa dari awal hingga akhir program demi memeroleh ijazah”
c. Kurikulum menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
Menurut UU no. 20 tahun 2003, kurikulum adalah “Seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. (Bab I Pasal 1 ayat 19).
d. pengertian kurikulum menurut para ahli
J.Galen Saylor dan William M.Alexander dalam buku Curriculum
Planning for Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti
kurikulum sebagai berikut: “The Curriculum is the sum total of
school’s efforts to influence learning, whwther in the classroom , on
the playground, or out of school”. Jadi segala usaha sekolah untuk
mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di
halaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum.
Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-
kurikuler.
Harold B. Albertsycs dalam Reorganizing the High School
Curriculum (1965) mengandung kurikulum sebagai “ all of the
activities that are provided for students by the shcool”. Seperti
halnya dengan definisi Saylor dan Alexander, kurikulum tidak
terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-
kegiatan lain, didalam dan diluar kelas , yang berada di bawah
tanggung jawab sekolah. Definisi melihat manfaat kegiatan dan
pengalaman siswa diluar mata pelajaran tradisional.
12
J.Lloyd Trump dan Delmas F.Miller dalam buku SecondarySchool
Improvemant (1973) juga menganut definisi kurikulum yang luas.
Menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar
dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program,
perubahan tenaga pengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi
dan administrasi dan hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah
ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Ketiga aspek
pokok, program, manusia dan fasilitas sngat erat hubungannya,
sehingga tak mungkin diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan
tiga-tiganya.
Smith dan kawan-kawan memandangkurikulum sebagai rangkaian
pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak ,
jadi dapat disebutkan potential curriculum. Namun apa yang benar-
benar dapat diwujudkan pada anak secara individual , misalnya
bahan yang benar-benar diperolehnya, disebut actual curriculum
2.3 Fungsi Kurikulum
Alexander Inglis, dalam bukunya Principle of Secondary Education
(1918), mengatakan bahwa kurikulum berfungsi sebagai fungsi penyesuaian,
fungsi pengintegrasian , fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan,
dan fungsi diagnostik.
a. Fungsi Penyesuaian ( The Adjutive of Adaptive Function)
Individu hidup dalam lingkungan. Setiap individu harus mampu
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara menyeluruh. Karena
lingkungan sendiri senantiasa berubah dan bersifat dinamis, maka masing-
masing individupun harus memiliki kemampuan menyesuaika diri secara
dinamis pula. Di balik itu, lingkungan pun harus disesuaikan dengan kondisi
perorangan. Di sinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan, sehingga
individu bersifat well-adjusted.
b. Fungsi Integrasi (The Integrating Function)
Kurikulum berfungsi mendidik pribadi –pribadi yang terintegrasi. Oleh
karena individu sendiri merupakan bagian dari masyarakat, maka pribadi yang
13
terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam pembentukan atau
pengintegrasian masyarkat.
c. Fungsi Diferensiasi (The Differentiating Function)
Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan diantara
setiap orang di masyarkat. Pada dasarnya, diferensiasi akan mendorong orang-
orang berpikir kritis dan kreatif, sehingga akan mendorong kemajuan sosial
dalam masyarakat. Akan tetapi, adanya diferensiasi tidak berarti mengabaikan
solidaritas sosial dan integrasi, karena diferensiasi juga dapat menghindarkan
terjadinya stagnasi sosial.
d. Fungsi Persiapan (The Propaedeutic Function)
Kurikulum befungsi mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan
studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jau,misalnya melanjutkan
studi ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapan belajar di dalam
masyarakat.Persiapan kemampuan belajar lebih lanjut ini sangat
diperlukan,mengingat sekolah tidak mungkin memberikan semua yang
diperlukan siswa atau pun yang menarik perhatian mereka.
e. Fungsi Pemilihan (The Selective Function)
Perbedaan (diferensasi) dan pemilihan (seleksi) adalah dua hal yang
saling berkaitan.Pengakuan atas perbedaan berarti memberikan kesempatan bagi
seseorang untuk memilih apa yang diinginkan dan menarik minatnya.Kedua hal
tersebut merupakan
kebutuhan bagi masyarakat yang menganut sistem demokratis.Untuk mengemba
kan berbagai kemampuan tersebut,maka kurikulum perlu disusun secara luas dan
bersifat fleksibel.
f. Fungsi Diagnostik (The Diagnostic Function )
Salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu dan
mengarahkan siswa untuk mampu memahami dan menerima dirinya, sehingga
dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat
dilakukan jika siswa menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang
dimilikinya melalui proses ekspolarasi. Selanjutnya siswa sendiri yang
memperbaiki kelemahan tersebut dan mengembangkan sendiri kekuatan yang
ada. Fungsi ini merupakan fungsi diagnostik kurikulum dan akan membimbing
14
siswa untuk dapat berkembang secara optimal. Berbagai fungsi kurikulum tadi
dilaksanakan oleh kurikulum secara keseluruhan.Fungsi-fungsi tersebut
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa,sejalan
dengan arah filsafat pendidika dan tujuan pendidikan yang diharapkan oleh
insitusi pendidikan yang bersangkutan.
2.4 Tujuan Kurikulum
Di lihat dari hirarkisnya tujuan pendidikan terdiri atas tujuan yang sangat
umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat di ukur. Tujuan
kurikulum di bagi menjadi empat yaitu:
a. Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
TPN adalah tujuan umum yang sarat dengan muatan filosofis. TPN
merupakan sasaran akhir yang harus di jadikan pedoman oleh setiap usaha
pendidikan artinya setiap lembaga dan penyelenggaraan itu, baik pendidikan
yang di selenggarakan oleh lembaga pendiddikan formal, informal maupun non
formal. Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku
yang ideal sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang di
rumuskan oleh pmerintah dalam bentuk undang-undan. TPN merupakan sumber
dan pedoman dalam usaha penyelenggaraan pendidikan.
Secara jelas tujuan Pendidikan Nasional yang bersumber dari sitem nilai
pancasila di rumuskan dalam undang-undang No.20 tahun 2003, pasal 3, yang
merumusakan bahwa pendidkan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan khidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan YME, berakhlak mulia,sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pedidikan seperti dalam rumusan di atas, merupakan rumusan
tujuan yang sangat ideal yang sulit untuk direalisasikan dan di ukur
keberhasilannya. Memang sulit untuk mencari ukuran dari tujuan yang ideal.oleh
15
karena kesulitan itulah, maka tujuan pendidikan yang bersifat umum itu perlu di
rumuskan lebih khusus.
2. Tujuan Institusional (TI)
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus di capai oleh setiap
lembaga pendidikan. Dengan kata lain tujuan ini dapat didefinisikan sebagai
kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau
dapat menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan tertentu. Tujuan
institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang di
rumuskan dalam bentuk kompetisi lulusan setiap jenjang pendidikan. Seperti
misalnya Standar kompetensi pendidikan dasar, menengah, kejuruan dan jenjang
pendidikan tinggi.
Berikut contoh tujuan institusinal, seperti yang tertuang dalam peraturan
pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar nasional pendidikan Bab 5
pasal 26 yang menjelaskan bahwa Standar kompetensi lulusan pada jenjang
pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetauan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan
untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak
mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk
menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi dan seni,yang
bermanfaat bagi kemanusiaan.
3. Tujuan Kurikuler (TK)
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus di capai oleh setiap bidang
studi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler dapat di definisikan sebagai
kualifikasi yang harus di miliki anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu
bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler juga
pada dasarnya merupakan tujuan untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan.
16
Dengan demikan, setiap tujuan kurikuler harus dapat mendukung dan di arahkan
untuk mencapai tujuan konstisional.
Pada peraturan pemerintah No 19 tahun 2005 tntang Standar Nasional
pendidikan pasal 6 di nyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,
kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan menengah terdiri atas:
a) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
b) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan keprinabian.
c) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
d) Kelompok mata pelajaran estetika.
e) Kelompok mata pelajaran jasmani,olahraga dan kesehatan.
Badan standar nasional pendidikan kemudian merumuskan tujuan setiap
kelompok mata pelajaran sesuai dengan peraturan pemerintah No 19 tahun 2005
sebagai berikut;
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia yang brrtujuan bertakwa
kepada tuhan yang maha esa serta berahlak mulia.tujuan tersebut di capai
melalui muatan dan atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian,
ilmu pengetahuan dan ternologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan.
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian bertujuan:
membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan
dan cinta tanah air.
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan
mengembangkan logika, kemampuan berfikir dan aanlisis peserta didik.
d. Pada satuan pendidikan SD/MI/SDLB/paket A.B,C. tujuan ini dicapai
melalui muatan dan atau kegiatan bahasa, matematika, IPA, IPS,
keterampilan/kejuruan, dan atau teknologi informasi dan komunikasi, serta
muatan lokal yang relevan.
e. Pada satuan pendidikan SMK/MAK, tujuan ini di capai melalui muatan dan
atau kegiatan bahasa, matematika, IPA, IPS, keterampilan, kejuruan,
teknologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal yang relevan.
f. Kelompok mata pelajaran estetika bertujuan membentuk karakter peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman
17
budaya.tujuan ini di capai melalui muatan dan kegiatan bahsa, seni budaya,
keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
g. Kelompok mata pelajran jasmani, olahraga dan kesehtan bertujuan
mambentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani.
4. Tujuan Pembelajaran atau Instruksional (TP)
Tujuan pembelajaran atau instruksional merupakan tujuan yang paling
khusus. Tujuan pembelajaran adalah kemampuan atau keterampilan yang di
harapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses merupakan
syarat mutlak bagi guru.
2.5 Manfaat Kurikulum
1. Manfaat kurikulum bagi guru
a. Kurikulum sebagai pedoman bagi guru dalam merancang, malaksanakan,
dan kegiatan pembelajaran.
b. Membantu guru untuk memperbaiki situasi belajar.
c. Membantu guru menunjang situasi belajar ke arah yang lebih baik.
d. Membantu guru dalam mengadakan evaluasi kemajuan kegiatan belajar
mengajar.
e. Memberikan pengertian dan pemahaman yang baik bagi guru untuk
menjalankan tugas sebagai pengajar yang baik di kelas.
f. Mendorong guru untuk lebih kreatif dalam penyelenggaraan program
pendidikan.
2. Manfaat kurikulum bagi sekolah
a. Kurikulum dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuanpendidikan,
baik itu dalam tujuan nasional, institusional, kurikuler, maupun dalam tujuan
instruksional. Dengan adanya suatu kurikulum maka tujuan-tujuan
pendidikan yang diinginkan oleh sekolah tertentu dapat tercapai.
b. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan (KTSP).
c. Memberi peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan (KTSP).
3. Manfaat kurikulum bagi masyarakat
18
a. Sebagai acuan untuk berpartisipasi dalam membimbing putra/putrinya di
sekolah (dalam hal ini orang tua sebagai bagian dari masyarakat).
b. Dengan mengetahui suatu kurikulum sekolah, masyarakat dapat
berpartisipasi dalam rangka memperlancar program pendidikan, serta dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan
program pendidikan disekolah
4. Manfaat kurikulum bagi OrangTua
Bagi orang tua, kurikulum bermanfaat sebagai bentuk adanya partisipasi
orangtua dalam membantu usaha sekolah dalam memajukan putra putrinya.
Bantuan yang dimaksud dapat berupa konsultasi langsung dengan
sekolah/guru mengenai masalah-masalah menyangkut anak-anak mereka.
Bantuan berupa materi dari orang tua anak dapat melalui lembaga BP-3.
Dengan membaca dan memahami kurikulum sekolah, para orang tua dapat
mengetahui pengalaman belajar yang diperlukan anak-anak mereka, sehingga
partisipasi orang tua ini pun tidak kalah pentingnya dalam menyukseskan
proses belajar mengajar disekolah.
5.Manfaat kurikulum bagi Siswa itu sendiri
Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun merupakan
suatu persiapan bagi anak didik. Anak didik diharapkan mendapatkan sejumlah
pengalaman baru yang dikemudian hari dapat dikembangkan seirama dengan
perkembangan anak, agar dapat memenuhi bekal hidupnya nanti. Kalau kita
kaitkan dengan pendidikan Islam, pendidikan mestinya diorientasikan kepada
kepentingan peserta didik, dan perlu diberi bekal pengetahuan untuk hidup pada
zamannya kelak.
2.6 Struktur Kurikulum Pendidikan Umum
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman
muatan kurikulum pada setiap mata mata pelajaran pada setiap satuan
pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik
sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum.
19
Kompetensi yang dimaksud terdiri dari standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi kelulusan.
A. Kompetensi Inti
Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta Didik
pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai
kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga.
Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut:
1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;
2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;
3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan
4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan
B. Mata Pelajaran
1. Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah
Untuk mewadahi konsep kesamaan muatan antara SMA/MA dan
SMK/MAK, maka dikembangkan Struktur Kurikulum Pendidikan
Menengah, terdiri atas Kelompok Mata pelajaran Wajib dan Mata pelajaran
Pilihan. Mata pelajaran wajib mencakup 9 (sembilan) mata pelajaran dengan
beban belajar 24 jam per minggu. Isi kurikulum (KI dan KD) dan kemasan
substansi untuk Mata pelajaran wajib bagi SMA/MA dan SMK/MAK adalah
sama. Struktur ini menerapkan prinsip bahwa peserta didik merupakan
subjek dalam belajar yang memiliki hak untuk memilih mata pelajaran sesuai
dengan minatnya.
Mata pelajaran pilihan terdiri atas pilihan akademik untuk SMA/MA serta
pilihan akademik dan vokasional untuk SMK/MAK. Mata pelajaran pilihan
ini memberi corak kepada fungsi satuan pendidikan, dan didalamnya
terdapat pilihan sesuai dengan minat peserta didik.
C. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan
kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta
didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar
dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi
inti sebagai berikut:
20
1. kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka
menjabarkan KI-1;
2. kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka
menjabarkan K-2;
3. kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka
menjabarkan KI-3;dan
4. kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka
menjabarkan KI-4.
2.7 Komponen-Komponen Kurikulum
Bagan tersebut menggambarkan bahwa sistem kurikulum terbentuk oleh
empat komponen, yaitu : komponen tujuan, isi kurikulum, komponen metode
atau strategi pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi. Sebagai suatu sistem,
setiap komponen harus saling berkaitan satu sama lain. Manakala salah satu
komponen yang membentuk sistem kurikulum terganggu atau tidak berkaitan
dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulum secara keseluruhan juga akan
tergganggu.
21
a. Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang
diharapkan. Dalam skala makro, rumusan tujuan kurikulum erat
kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat.
Bahkan, rumusan tujuan yang menggambarkan suatu masyarakat
yang di cita – citakan, misalkan, filsafat atau sistem nilai yang dianut
masyarakat Indonesia adalah pancasila, maka tujuan yang diharapkan
tercapai oleh suatu kurikulum adalah terbentuknya masyarakat yang
pancasilais. Dalam skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan
dengan misi dan visi sekolah serta tujuan yang lebih sempit, seperti
tujuan setiap mata pelajaran dan tujuan proses pembelajaran.
b. Komponen isi / Materi Pelajaran
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan
pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu
menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan
pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada
isi setiap materi pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan
kegiatan siswa. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya
diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
c. Komponen Metode/ Strategi
Strategi dan metode merupakan komponen ketiga dalam
pengembangan kurikulum. Komponen ini merupakan komponen
yang memiliki peran yang sangat penting, sebab berhubungan dengan
implementasi kurikulum. Bagaimana bagus dan idealnya tujuan yang
harus dicapai tanpa strategi yang tepat untuk mencapainya, maka
maka tujuan itu tidak mungkin dapat tercapai. Strategi meliputi
rencana, metode dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Sejalan dengan pendapat diatas, T.
Rajakoni mengartikan strategi pembelajaran sebagai pola dan urutan
umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
22
Dari kedua pengertian diatas, ada dua hal yang patut kita cermati.
Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan
berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti
penyusunan atau strategi baru sampai pada proses penyusunan
rencana kerja, belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun
untuk mencapai tujuan tertentu. artinya, arah dari semua keputusan
penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian
penyusunan langkah – langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai
fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya
pencapaian tujuan.
Upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun
dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara
optimal, dinamakan metode. Ini berarti metode digunakan untuk
merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa
jadi satu strategi pembelajaran digunakan beberapa metode. Misalnya
untuk melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan metode
ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan
pemanfaatan sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan
media pembelajaran. Oleh karena itu, strategi berbeda dengan
metode. Strategi menunjuk pada a plan of operation achieving
something, sedangkan metode adalah a way in achieving something.
Istilah lain juga yang memiliki kemiripan dengan strategi
adalah pendekatan (approach). Sebenarnya pendekatan berbeda
dengan strategi maupun metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai
titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Roy
Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher
centered approach) dan pendekatan yang berpusat pada siswa
(student centered approach). Pendekatan yang berpusat pada guru
menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction),
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan
23
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan
strategi pembelajaran discovery dan inquiry serta strategi
pembelajaran induktif. Dengan demikian, istilah pendekatan merujuk
kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya
masih sangat umum. Oleh karena itu, strategi dan metode
pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari
pendekatan tertentu.
d. Komponen Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kurikulum. Melalui evaluasi, dapat ditentukan nilai dan arti
kurikulum sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah
suatu kurikulum perlu dipertahankan atau tidak, dan bagian – bagian
mana yang harus disempurnakan. Evaluasi merupakan komponen
untuk melihat efektivitas pencapaian tujuan. Dalam konteks
kurikulum, evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan
yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau evaluasi
digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang
ditetapkan. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven (1967) adalah
evaluasi sebagai fungsi sumatif dan evaluasi sebagai fungsi formatif.
Evaluasi sebagai alat untuk melihat keberhasilan pencapaian tujuan
dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu tes dan nontes.
2.8 Keputusan Menteri dan Peraturan Perundang-undangan
Tentang Kurikulum
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19
24
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5410);
3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2013;
5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 60/P Tahun 2013;
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 54 Tahun 2013
tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 64 Tahun 2013
tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;
8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 65 Tahun 2013
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;
9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 66 Tahun 2013
tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah;
10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 67 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 68 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah;
12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 69 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah
Atas/MadrasahAliyah;
25
13. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 70 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan;
14. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 71 Tahun 2013
tentang Buku Teks Pelajaran dan Buku Panduan Guru untuk Pendidikan
Dasar dan Menengah;
Pasal 1
Implementasi kurikulum pada sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah
(SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs),
sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), dan sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK) dilakukan secara bertahap
mulai tahun pelajaran 2013/2014.
Pasal 2
Implementasi kurikulum pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan
SMK/MAK menggunakan pedoman implementasi kurikulum yang
mencakup:
a. Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan;
b. Pedoman Pengembangan Muatan Lokal;
c. Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler;
d. Pedoman Umum Pembelajaran; dan
e. Pedoman Evaluasi Kurikulum.
Pasal 3
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai
tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu cita-cita
tentang manusia atau warga negara yang akan dibentuk. Apa yang dpat
diwujudkan dalam kenyataan disebut kurikulum yang real, yang tidak dapat
diwujudkan ternyata tetap menjadi idea.
2. Menurut UU No. 20 tahun 2003, kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu”. (Bab I Pasal 1 ayat 19) .
3. Adapun Fungsi dari kurikulum diantaranya Fungsi penyesuaian, funsi integrasi,
fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik
4. Adapun Tujuan Kurikulum yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional, Tujuan kurikuler, tujuan pembelajaran/instruksional
3.2 Saran
1. Setiap guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia
harus pula memahami seluk beluk kurikulum.
2. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam memajukan pendidikan di
negara ini, hendaknya tanggap terhadap esensi kurikulum.
27