kurang bank syariah indus income -...

1
Bisnis Indonesia, 20 Maret 2018 | Hal.23 Kontan, 20 Maret 2018 | Hal.5

Upload: doandat

Post on 08-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

23 Selasa, 20 Maret 2018 P E R B A N K A N �SUKUK RITEL SR010

Permintaan Tidak Merata

JAKARTA — Kendati sebagian besar bank sukses memasarkan sukuk ritel (Sukri) SR-010, beberapa bank yang menjadi agen penjual mengaku realisasi penawaran tidak berhasil mencapai target.

PT Bank BRI Syariah mengungkapkan, realisasi penawaran Sukri selama periode 23 Februari– 16 Maret 2018 lalu tidak sebesar proyeksi semula sebesar Rp200 miliar.

Corporate Secretary BRI Syariah Indriati Tri Handayani menyatakan rendahnya kupon bagi hasil sukuk ritel menjadi penyebab tidak ter-capainya target.

“Realisasi SR-010 tahun ini masih jauh dari target. Mungkin karena disebabkan nilai kupon yang ditawarkan kurang menarik seperti kupon tahun lalu. Kupon bagi hasil 5,9% terlalu rendah dan di bawah bagi hasil deposito jadi kurang menarik,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (19/3).

Sementara itu, beberapa bank lain mengaku justru berhasil melebihi target penjualan sukuk. Salah satunya, PT Bank CIMB Niaga Tbk.

Senior Executive Vice President, Head of Retail Banking Product CIMB Niaga Budiman Tanjung menuturkan penjualan SR-010 mencapai Rp310 miliar.

“Kami melebihi target dengan total sales Rp310 miliar. Target semula Rp250 miliar,” katanya.

Dihubungi terpisah, Direktur PT Bank Ta-bungan Negara (Persero) Tbk. Budi Satria juga mengatakan realisasi penyerapan SR-010 sedikit di atas target sebesar Rp400 miliar.

Menurutnya, pencapaian tersebut lantaran sosialisasi internal yang lebih gencar yang di-lakukan perseroan kepada seluruh outlet.

“Kami dapat kuota Rp300 miliar plus Rp100 miliar lewat unit usaha syariah, total Rp400 miliar. Realisasinya Rp423 miliar, jadi target tercapai,” kata Budi.

PT Bank Permata Tbk. juga membukukan jumlah penyerapan SR-010 yang melebihi target semula. “Penjualan Permata Bank mencapai Rp368 miliar, atau 145% dari yang ditargetkan di awal bersama Kemenkeu,” kata Direktur Ritail Banking Bank Permata Bianto Surodjo.

Senada, Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk. Parwati Surjaudaja juga mengatakan tingginya minat investor ritel membuat pihaknya mampu merealisasikan penjualan SR-010 di atas target semula Rp500 miliar.

“Untuk penjualan Sukri, kami mampu men-capai di atas Rp530 miliar,” kata Parwati lewat pesan singkat.

Secara total, menurut data DJPPR Kementerian Keuangan, hasil penjualan Sukri SR-010 oleh agen penjual mencapai Rp8,44 triliun, sedikit di atas realisasi penjualan SR-009 pada tahun sebelumnya sebesar Rp8,11 triliun.

Dari 22 agen penjual yang terdiri dari 20 bank dan 2 sekuritas, yang melakukan penjualan ter-besar untuk kategori bank konvensional adalah PT Bank Central Asia Tbk. dengan nominal sebesar Rp1,37 triliun. Adapun, untuk kategori bank syariah adalah PT Bank Syariah Mandiri sebesar Rp521,98 miliar. Untuk kategori peru-sahaan sekuritas yakni PT Trimegah Sekuritas Indonesia sebesar Rp644,54 miliar.

Executive Vice President Wealth Management BCA Eva Sumampouw menuturkan realisasi yang dibukukan tersebut jauh di atas target semula Rp700 miliar. (Ropesta Sitorus)

�INDUSTRI PERBANKAN

Bank Syariah Kurang Kompetitif

JAKARTA — Tidak adanya bank syariah ber-skala besar di Indonesia dinilai sebagai salah satu penghambat utama perkembangan pangsa pasar perbankan syariah.

Saat ini, pangsa pasar perbankan syariah Indonesia sudah mencapai angka 5,8% dari total aset perbankan nasional. Namun demikian, angka tersebut sulit berkembang karena bank syariah kalah cepat dengan bank konvensional.

Deputi Kepala Bappenas dan Anggota Sek-retariat KNKS Pungky Sumadi mengatakan, bank syariah sulit berkembang karena dibiar-kan bersaing dengan bank konvensional secara bebas di pasar.

“Ibaratnya bank syariah pakai bajaj, bank konvensional pakai mobil formula 1,” katanya dalam acara konferensi Islamic Economics & Finance di Jakarta, Senin (19/3).

Tantangan besar dalam industri perbankan syariah di Indonesia, menurut Pungky, adalah tidak ada bank syariah besar yang bisa bersaing. Saat ini baru satu bank yang masuk jajaran Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III yaitu PT Bank Syariah Mandiri.

Akibatnya, ekspansi bisnis bank syariah juga ikut terbatas. Selama ini bank syariah hanya mampu memberikan pembiayaan di sektor ritel dan UMKM. Adapun, di sektor korporasi masih terbatas.

Selain itu, potensi pasar industri halal di Indonesia juga sangat besar. Namun, selama ini Indonesia hanya menjadi konsumen, bukan produsen.

“Kita masuk 5 besar dunia, tapi sebagai kon-sumen,” imbuhnya.

Di sisi lain, pemerintah berencana mendirikan bank syariah raksasa. Penggabungan anak usaha bank BUMN menjadi salah satu opsi. Pungky mengatakan, rencana tersebut tertuang dalam peta jalan ekonomi dan keuangan syariah yang disusun oleh KNKS.

“Opsi merger dari bank-bank syariah milik BUMN yang ada sekarang salah satunya. Ada banyak kemungkinan. Yang jelas di roadmap ada, yaitu ingin membentuk satu bank syariah yang besar,” katanya.

Pungky, yang juga anggota Sekretariat KNKS menambahkan, bank milik negara yang ada sekarang memang memiliki anak usaha syariah. Namun, secara legal bank tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai BUMN karena modalnya tidak bersumber langsung dari negara.

Oleh karena itu, pemerintah ingin mendirikan bank syariah yang bagian dananya berasal dari pemerintah. Kementerian BUMN diberi tugas untuk memikirkan bentuk dari bank syariah baru tersebut. (Abdul Rahman)

�DEFISIT NERACA PERDAGANGAN

BI Minta Bank Lebih AktifJAKARTA — Bank Indonesia mengharapkan industri

perbankan Indonesia dapat berkontribusi lebih banyak dalam upaya memperbaiki defi sit neraca

perdagangan dengan cara lebih aktif menyalurkan pembiayaan kepada eksportir.

Abdul [email protected]

Deputi Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, saat ini utang luar negeri Indonesia le-bih besar dibandingkan dengan pe-nerimaan devisa. Penerimaan yang dimaksud dapat berasal dari ekspor barang, pengiriman uang (remitansi) dan industri pariwisata.

Menurut Mirza, apabila perbank-an hanya fokus menyalurkan kredit kepada debitur di dalam negeri saja, maka kondisi perekonomian Tanah Air cenderung lebih mudah bergejo-lak. Pasalnya, gejolak ekonomi yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh defi sit neraca perdagangan barang dan jasa.

“Jadi kalau bank mau ngasih kre-dit usahakan kepada eksportir. Kalau

orientasinya ke domestik tidak akan menyelesaikan masalah,” katanya di kantor pusat PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Jakarta, Senin (19/3).

Neraca perdagangan Indonesia, kata Mirza, memang pernah mengalami surplus saat booming komoditas be-berapa tahun lalu. Namun, ketika harga komoditas jatuh, neraca kembali minus. Hal tersebut lantaran ekspor Indonesia hanya berbasis komoditas.

Berbeda dengan negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia. Dia menyebutkan bahwa saat ini ekspor-impor barang dan jasa Thailand surplus 10% terhadap produk domestik bruto (PDB), sedangkan di Indonesia defi sit 2%.

WASPADADi sisi lain, BI juga mewanti-wanti

agar bank bersikap waspada dalam menyalurkan kredit valuta asing, di tengah masih terjadinya fl uktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar AS.

Dalam kesempatan sebelumnya, Gu-bernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan bahwa bank harus me-mastikan bahwa bisnis debitur yang dibiayai benar-benar dapat menghasil-kan pundi-pundi dolar pula.

“Kalau sebelum-sebelumnya, pene-rima kredit valas ini siapa saja, tidak jelas,” ujarnya.

Bank sentral menilai bahwa pada

tahun-tahun lalu tidak sedikit korpo-rasi yang menilai kredit valas berisi-ko rendah karena nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung stabil. Namun demikian, Agus menuturkan, selama lima tahun terakhir BI terus berusaha mensosialisasikan kepada masyarakat agar tidak mengambil risiko dari pergerakan nilai tukar.

Dalam kondisi yang terus berubah, saat ini BI optimistis para pelaku di industri perbankan telah semakin mahir menyeimbangkan penyaluran kredit valas dan rupiah, sesuai dengan tingkat risiko masing-masing.

Dihubungi terpisah, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, dampak depresiasi rupiah kepada perseroan tidak terlalu signifikan, mengingat emiten perbankan berkode saham BBCA tersebut mengambil posisi konservatif terhadap pertumbuhan penyaluran kredit valas pada 2018.

Namun demikian, lanjut Jahja, secara umum perbankan akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman berdenominasi dolar AS maupun valuta

asing lainnya dengan mempertimbang-kan risiko nilai tukar.

“Tapi fl uktuasi rupiah akan pengaruhi kinerja debitur kami yang notabene eksportir. Dengan kata lain, ini lebih berdampak ke masing-masing individu korporasi. Jadi sesuai anjuran BI dan OJK, kami salurkan kredit dolar untuk debitur yang bisnisnya benar-benar bisa generate dolar juga,” tutur Jahja.

Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk. Parwati Surjaudaja berpendapat, kondisi fl uktuasi rupiah belakangan ini tidaklah mempengaruhi permintaan kredit valas di dalam negeri lantaran hal ini sifatnya hanya jangka pendek.

Menurutnya, penyaluran kredit valas senantiasa lebih didasarkan kepada prinsip kehati-hatian termasuk antara lain tingkat kelayakan kredit nasabah, kemampuan mendapatkan income va-las, serta tingkat kesehatan industri.

“Nasabah yang memiliki pinjaman valas juga diwajibkan untuk melakukan transaksi lindung nilai sesuai arahan Bank Indonesia, di mana hal ini juga menjadi kriteria dalam kebijakan pin-jaman valas yang hati-hati,” tuturnya.

�BI mewanti-wanti agar bank bersikap waspada dalam menyalurkan kredit valas, di tengah masih ter-jadinya fl uktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar AS.

�Penerimaan devisa dapat berasal dari ekspor barang, pengiriman uang, dan industri pariwisata.

Karyawan melayani nasabah di salah satu cabang Bank Syariah Mandiri di Jakarta, belum lama ini. Pangsa pasar perbankan syariah Indonesia sudah mencapai angka 5,8% dari total aset perbankan nasional. Deputi Kepala Bappenas dan Anggota Sekretariat KNKS Pungky Sumadi mengatakan, bank syariah sulit berkem-bang karena dibiarkan bersa-ing dengan bank konvensi-onal secara bebas di pasar. Akibatnya, untuk menembus angka 5% pun sulit.

BISNIS/TUTUN PURNAMASumber: Statistik Perbankan Indonesia, OJK.

616,34 634,72 640,58 693,22

3.057,963.423,18

3.736,614.044,75

2014 2015 2016 2017

Rp

BANK

Valas

Rupiah

Penyaluran Kredit Bank Umum

kepada Pihak Ketiga(Rp triliun)

Bisnis/Abdullah Azzam

�PERKEMBANGAN BANK SYARIAH

Bisnis Indonesia, 20 Maret 2018 | Hal.23 Kontan, 20 Maret 2018 | Hal.5

langgeng
Typewriter
20 Maret 2018, Bisnis Indonesia, Kontan