kultivasi mikroalga dengan menggunakan air limbah …
TRANSCRIPT
KULTIVASI MIKROALGA Scenedesmus sp.
DENGAN MENGGUNAKAN AIR LIMBAH INDUSTRI SUSU
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
SITI KOMALASARI
11150950000023
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020M / 1441 H
v
ABSTRAK
Siti Komalasari. Kultivasi Mikroalga Scenedesmus sp. dengan Menggunakan
Air Limbah Industri Susu. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains
dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dibimbing oleh Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si dan Dr. Hanies Ambarsari,
BSc., M.ApplSc.
Kultivasi mikroalga diperlukan untuk meningkatkan atau memperbanyak jumlah
sel mikroalga sehingga diperoleh biomassa. Mikroalga yang dikultivasi pada air
limbah bisa dijadikan salah satu solusi untuk mengurangi biaya medium. Karena
pada dasarnya, media sintesis untuk pertumbuhan mikroalga cukup mahal. Selain
itu, mikroalga yang dikultivasi pada air limbah bisa menurunkan konsentrasi
polutan dalam air limbah agar tidak mencemari lingkungan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi air limbah industri susu
terhadap pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp. yang dihasilkan dengan
menggunakan air limbah industri susu sebagai medium pertumbuhan. Rancangan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap yang
terdiri atas enam perlakuan yang berbeda, yaitu air limbah industri susu
konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%, medium basal bold (kontrol positif), dan
akuades (kontrol negatif) selama 21 hari. Analisis data secara statistik dengan
metode ANOVA dilanjutkan dengan uji Duncan. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata rata-rata konsentrasi sel Scenedesmus
sp. di antara konsentrasi air limbah industri susu. Pertumbuhan sel tertinggi
berada pada konsentrasi limbah 25% dengan rata-rata kelimpahan sel 1,5x106
sel/mL dan hasil lain juga menunjukkan bahwa Scenedesmus sp. yang dikultivasi
pada air limbah industri susu dapat menurunkan konsentrasi amonia dan Chemical
Oxygen Demand (COD) yang terdapat pada air limbah.
Kata kunci: Scenedesmus sp., Kelimpahan sel, air limbah industri susu.
v
ABSTRACT
Siti Komalasari. Cultivation of Microalgae Scenedesmus sp. Using the Milk
Industry Wastewater. Essay. Biology Study Program. Faculty of Science and
Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.
Supervised by Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Sc and Dr. Hanies Ambarsari,
BSc., M.ApplSc.
Microalgae cultivation aims to increase the number of microalgae cells to obtain
biomass. Microalgae that are cultivated in wastewater can be used as a solution to
reduce costs. Because basically, synthesis media for microalgae growth is quite
expensive. In addition, microalgae that are cultivated in wastewater can reduce
the concentration of pollutants in wastewater so as not to pollute the environment.
This study aims to determine the effect of the concentration of wastewater in the
milk industry on the growth of microalgae Scenedesmus sp. generated by using
the dairy industry wastewater as a growth medium. The design used in this study
was a Completely Randomized Design consisting of six different treatments, dairy
milk industry wastewater concentrations of 25%, 50%, 75%, 100%, basal bold
medium (positive control), and distilled water (negative control) for 21 days.
Statistical data analysis using the ANOVA method was continued by Duncan's
test. Based on the results of the study be found there are significant differences in
the average concentration of Scenedesmus sp. among the dairy industry
wastewater concentrations. The highest cell growth was at a waste concentration
of 25% with an average cell concentration of 1.5x106 sel / mL and other results
also showed that Scenedesmus sp. cultivated in dairy industry wastewater can
reduce the concentration of ammonia and Chemical Oxygen Demand (COD)
contained in wastewater.
Keywords: Scenedesmus sp., Cell concentration, Dairy industry waste water
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Kultivasi Mikroalga Scenedesmus sp. dengan
Menggunakan Air Limbah Industri Susu”. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya yang membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang
benderang.
Skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sains
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilaksanakan di Pusat Teknologi Lingkungan (PTL) Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) Geostech, Puspiptek, Tangerang Selatan.
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik karena adanya
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan skripsi ini, antara lain kepada:
1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains
daTeknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Priyanti, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Narti Fitriana, M.Si selaku sekretaris Program Studi Biologi, Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si selaku pembimbing I yang berperan
memberikan arahan dalam penulisan skripsi, memberikan nasihat dan
membantu konsultasi.
5. Dr. Hanies Ambarsari, BSc., M.ApplSc selaku pembimbing II yang berperan
dalam memberikan arahan baik secara lisan maupun tulisan dan dalam teknik
pelaksanaan penelitian di laboratorium.
vii
6. Dr. Nani Radiastuti, M.Si, Dr. Agus Salim, M.Si, Arina Findo Sari, M.Si
dan Ardian Khairiah, M.Si selaku Dosen Penguji Seminar Proposal dan
Seminar Hasil yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun
dalam proses pembuatan skripsi serta dalam pelaksanaan kegiatan
penelitian.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun demi terciptanya karya yang lebih
sempurna. Semoga karya ini bisa bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi
juga untuk pembaca.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Jakarta, Januari 2020
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................. iv
ABSTRACT ................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................. .. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. .. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... .. viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. .. ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3. Hipotesis ..................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
1.6. Kerangka Berpikir ...................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mikroalga .................................................................................... 5
2.1.1. Fase Lag (lag phase) ............................................................. 5
2.1.2. Fase Logaritmik (log phase) ................................................. 6
2.1.3. Fase Penurunan Pertumbuhan (declining growth phase) ...... 6
2.1.4. Fase Stasioner (stationery phase) .......................................... 7
2.1.5. Fase Kematian (death phase) ................................................ 7
2.2. Karakteristik dan Morfologi Scenedesmus sp............................. 8
2.3. Kondisi Lingkungan yang Mempengaruhi Mikroalga ............... 9
2.4. Air Limbah Industri Susu ........................................................... 11
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ...................................................... 13
3.2. Rancangan Penelitian.................................................................. 13
3.3. Bahan dan Alat Penelitian .......................................................... 13
3.4. Cara Kerja ................................................................................... 15
3.4.1. Pembuatan Medium Basal Bold (MBB) ............................... 15
3.4.2. Pemurnian Scenedesmus sp. .................................................. 15
3.4.3. Pengukuran Kualitas Air Limbah Industri Susu (ALIS) ....... 16
3.4.4. Pembuatan Medium Limbah ................................................. 16
3.4.5. Inokulasi Scenedesmus sp. .................................................... 16
3.4.6. Penghitungan Jumlah Sel Scenedesmus sp. ........................... 16
3.5. Analisis Data ............................................................................... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan Scenedesmus sp. .................................................. 18
4.2. Amonia dan COD pada media kultur Scenedesmus sp. .............. 20
ix
4.3. pH dan suhu pada media kultur Scenedesmus sp........................ 23
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 26
5.2 Saran ........................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian ................................................... 4
Gambar 2. Pola Pertumbuhan Mikroalga ................................................... 7
Gambar 3. Morfologi Scenedesmus sp. ...................................................... 8
Gambar 4. Bagan Kerja Penelitian ............................................................. 14
Gambar 5. Grafik rata-rata konsentrasi sel Scenedesmus sp. .................... 18
Gambar 6. Rata-rata pH medium pertumbuhan Scenedesmus sp. ............. 21
Gambar 7. Rata-rata suhu medium perlakuan air limbah. ......................... 22
Gambar 8. Rata-rata konsentrasi amonia dalam medium air limbah ......... 24
Gambar 9. Rata-rata konsentrasi COD pada perlakuan konsentrasi air limbah
industri susu............................................................................. 25
Gambar 10. Perlakuan konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%. ...................... 34
Gambar 11. Perlakuan kontrol negatif dan kontrol positif .......................... 34
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Komposisi medium basal bold (MBB) ................................... 31
Lampiran 2. Foto perlakuan kontrol dan medium air limbah industri susu 32
Lampiran 3. Hasil uji analisis variansi dan uji Duncan konsentrasi sel ...... 32
Lampiran 4. Hasil analisis variansi dan uji Duncan konsentrasi amonia .... 33
Lampiran 5. Hasil uji analisis variansi dan uji Duncan COD ..................... 33
Lampiran 6. Hasil analisis variansi dan uji Duncan pH .............................. 34
Lampiran 7. Hasil uji analisis variansi suhu ............................................... 35
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mikroalga adalah organisme perairan yang umumnya uniseluler serta
dapat hidup soliter dan berkoloni. Kultivasi mikroalga dapat juga disebut dengan
pembudidayaan mikroalga atau kulturisasi. Kultivasi mikroalga bertujuan untuk
meningkatkan atau memperbanyak jumlah sel mikroalga sehingga diperoleh
biomassa. Mikroalga telah berhasil dikultivasi pada air limbah pasar (Apandi,
Maya, Radin, & Ahmad, 2017), air limbah peternakan babi (Jia, Xiang, Yang, Hu,
& Tang, 2015), air limbah tapioka (Romaidi et al., 2018), air limbah domestik
(Acivedo, Pino, & Panuela, 2017), dan air limbah kota (Liao, 2016), untuk
produksi biomassa. Mikroalga yang dikultivasi pada air limbah bisa dijadikan
salah satu solusi untuk mengurangi biaya. Karena pada dasarnya, media sintesis
untuk pertumbuhan mikroalga cukup mahal. Oleh karena itu, mikroalga yang
dikultivasi pada air limbah akan mengurangi biaya nutrisi sintesis sehingga air
limbah bisa dijadikan media alternatif untuk pertumbuhan mikroalga.
Salah satu manfaat mikroalga adalah dapat memanfaatkan senyawa
organik dan anorganik yang terlarut dalam air limbah untuk pertumbuhan dan
perkembangannya (Acivedo et al., 2017). Mikroalga yang ditumbuhkan pada
media air limbah dapat menurunkan kandungan nitrogen, fosfor, Chemical
Oxygen Demand (COD), amonia, pengurangan logam berat, dan pengurangan zat
warna. Romaidi et al (2018) melaporkan bahwa Scenedesmus sp. dapat
mengurangi COD sebesar 72% pada air limbah tapioka. Acivedo et al (2017)
melaporkan bahwa Scenedesmus sp. dapat menurunkan kadar nitrogen sebanyak
80% dan fosfor 65% pada air limbah domestik. Oleh karena itu, mikroalga juga
bisa dijadikan sebagai agen bioremediasi.
Keuntungan penggunaan mikroalga sebagai agen bioremediasi adalah
proses pengolahannya berjalan alami sehingga ramah lingkungan dan tidak
menghasilkan limbah sekunder serta menghasilkan biomassa yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan (Santoso, Darmawan, & Susanto,
2
2012). Salah satu mikroalga yang memiliki persentase tinggi dalam memanfaatkan
nutrisi pada air limbah untuk pertumbuhannya adalah Scenedesmus sp. Mikroalga
ini memiliki kandungan asam oleat tinggi sekitar 52,8% sehingga bisa dijadikan
sebagai bahan baku produksi biodiesel (Pandian & David, 2012).
Perkembangan industri susu di Indonesia semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap produk olahan susu.
Peningkatan ini secara otomatis diikuti peningkatan volume air limbah industri
susu (ALIS) sebagai hasil samping produksi. Fenomena meningkatnya jumlah
produksi susu secara nilai ekonomi sangat menguntungkan. Namun jika
peningkatan limbah cair yang ditimbulkan oleh industri susu dan dibuang ke
lingkungan tidak dikelola dengan baik, akan berbahaya dan mencemari
lingkungan. ALIS memiliki sifat mudah terurai, membusuk, bau dan banyak
mengandung nutrisi terutama nitrogen dan fosfor (Garno, Komarawidjaja, &
Susanto, 2013). Selain itu, ALIS juga memiliki karakteristik lain seperti kadar
Biochemical Oxygen Demand (BOD) sebesar 600-2000 mg/L, kadar COD sebesar
800-4500 mg/L, kadar total nitrogen sebesar 20-230 mg/L, kadar total fosfor
sebesar 20-100 mg/L, amonia 20-48 mg/L, substansi lemak 80-250 mg/L, dan pH
berkisar 5-9 (Pambudi, Sa’diyah, Juliastuti, & Hendrianie, 2012). Nilai tersebut
melampaui standar baku mutu ALIS yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014. Nilai baku mutu
ALIS yang ditetapkan antara lain kadar COD 100 mg/L, amonia 10 mg/L, kadar
total nitrogen 10 mg/L, kadar total fosfor 2 mg/L, minyak dan lemak 10 mg/L dan
pH 6-11.
Garno et al (2013) melaporkan bahwa air limbah industri susu yang
digunakan sebagai medium pertumbuhan mikroalga dapat menurunkan
konsentrasi nitrogen menjadi 0,20 mg/L, sedangkan pada awal penelitian
konsentrasi nitrogen mencapai 17,43 mg/L. Oleh karena itu, untuk menganalisis
pengaruh ALIS terhadap pertumbuhan Scenedesmus sp. dan untuk penanganan air
limbah agar tidak mencemari lingkungan, maka diperlukan penelitian tentang
kultivasi mikroalga Scenedesmus sp. dengan menggunakan air limbah industri
susu.
3
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1) Apakah Scenedesmus sp. dapat menggunakan air limbah industri susu sebagai
media pertumbuhannya?
2) Apakah konsentrasi air limbah industri susu berpengaruh terhadap konsentrasi
sel Scenedesmus sp.?
3) Apakah Scenedesmus sp. dapat mempengaruhi kadar amonia dan Chemical
Oxygen Demand (COD) air limbah industri susu?
1.3. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1) Scenedesmus sp. dapat menggunakan air limbah industri susu sebagai medium
pertumbuhannya.
2) Konsentrasi air limbah industri susu berpengaruh terhadap konsentrasi sel
Scenedesmus sp.
3) Scenedesmus sp.dapat mempengaruhi kadar amonia dan Chemical Oxygen
Demand (COD) air limbah industri susu.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk:
1) Mengetahui pengaruh konsentrasi air limbah industri susu terhadap konsentrasi
sel Scenedesmus sp.
2) Memperbanyak konsentrasi sel Scenedesmus sp. dengan memanfaatkan air
limbah industri susu dan meningkatkan kualitas air limbah industri susu.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai salah satu solusi mendapatkan media
yang murah dan alternatif untuk produksi biomassa Scenedesmus sp. dan dapat
digunakan untuk penanganan air limbah industri susu.
4
1.6. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir pada penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian kultivasi mikroalga Scenedesmus sp.
dengan menggunakan air limbah industri susu.
Air limbah industri susu
Mengandung bahan
organik tinggi
Mudah terurai dan
bau
Dibutuhkan agen bioremediasi
Scenedesmus sp.
Kemampuan
tumbuh pesat
Dapat
memanfaatkan
senyawa
organik dan
anorganik
dalam air
limbah
Kultivasi pada air limbah industri susu
Menghasilkan
biomassa
Menurunkan senyawa polutan
pada air limbah industri susu
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mikroalga
Mikroalga merupakan organisme perairan yang lebih dikenal dengan
fitoplankton. Organisme ini membutuhkan nutrien anorganik untuk proses
fotosintesis (Richmond, 2014). Menurut Wehr et al (2015) terdapat empat
kelompok mikroalga antara lain alga hijau (Chlorophyceae), alga biru
(Cyanophyceae), alga emas (Chrysophyceae), dan diatom (Bacillariophyceae).
Mikroalga merupakan produsen primer perairan yang mampu
berfotosintesis seperti layaknya tumbuhan tingkat tinggi (Kawaroe, Prartono,
Sanuddin, Dahlia, & Augustine, 2010). Organisme ini memanfaatkan sinar
matahari sebagai sumber energi dan memanfaatkan nutrien seperti N, P, K dan
komponen lainnya (Chisti, 2007). Salah satu spesies mikroalga yang sering
digunakan dalam penelitian adalah Scenedesmus sp. karena memiliki toleransi
yang tinggi terhadap perubahan lingkungan.
Menurut Kawaroe et al (2010) terdapat 5 tahap pola pertumbuhan
mikroalga pada sistem kultivasi. Tahapan tersebut antara lain: (1) fase lag (lag
phase); (2) fase eksponensial (log phase); (3) fase penurunan pertumbuhan
(declining growth phase); (4) fase stasioner (stationery phase); dan (5) fase
kematian (death phase).
Fase lag merupakan pertumbuhan pada fase awal karena penambahan
kelimpahan mikroalga terjadi dalam jumlah sedikit. Fase ini mudah diobservasi
pada saat kultivasi mikroalga baru saja dilakukan atau sesaat setelah bibit
mikroalga dimasukkan pada media kultivasi. Saat fase lag, pada umumnya terjadi
stressing secara fisiologi karena adanya perubahan kondisi lingkungan media
kultivasi dari media awal ke media yang baru. Selain itu, pada media baru karena
dilakukan penambahan nutrisi maka kelarutannya lebih banyak dari pada media
sebelumnya, sehingga akan memengaruhi sintesis metabolik mikroalga karena
mengalami perpindahan konsentrasi dari konsentrasi rendah menuju konsentrasi
yang tinggi. Proses terjadinya perubahan tersebut menyebabkan mikroalga
6
mengalami proses penyesuaian terlebih dahulu sebelum mengalami pertumbuhan
(Azim,2012).
Fase logaritmik merupakan tahapan pertumbuhan lanjut yang terjadi pada
mikroalga setelah fase lag. Mikroalga yang dikultivasi akan mengalami
pertambahan biomassa secara cepat. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan
jumlah sel yang sangat cepat melalui pembelahan sel mikroalga. Penambahan
tersebut apabila dihitung secara matematis, maka akan membentuk fungsi
logaritma (Azim, 2012). Menurut Kawaroe et al (2010) untuk tujuan kultivasi
sebaiknya mikroalga dipanen pada akhir fase logaritmik karena pada fase ini
struktur sel masih berada pada kondisi normal dan secara nutrisi terjadi
keseimbangan antara nutrien dalam media dan kandungan nutrisi dalam sel. Selain
itu, umumnya pada fase akhir logaritmik, kandungan protein dalam sel sangat
tinggi, sehingga kondisi mikroalga berada pada kondisi yang paling optimal.
Fase penurunan pertumbuhan (declining growth phase) terjadi dengan
indikasi pengurangan kecepatan pertumbuhan sampai sama dengan fase awal
pertumbuhan, yaitu kondisi yang stagnan sehingga tidak terjadi penambahan sel.
Fase ini ditandai dengan berkurangnya nutrien dalam media, sehingga
memengaruhi kemampuan pembelahan sel yang menyebabkan jumlah sel semakin
menurun. Pada fase ini juga dapat dijumpai penambahan jumlah sel akan tetapi
kualitas sel memiliki nutrisi yang kurang baik. Pemanenan dapat dilakukan pada
fase ini (Azim, 2012).
Fase stasioner diindikasikan dengan adanya pertumbuhan mikroalga yang
terjadi secara konstan akibat dari keseimbangan katabolisme dan anabolisme di
dalam sel. Fase ini ditandai dengan rendahnya tingkat nutrien dalam sel
mikroalga. Kelimpahan yang rendah dalam kultivasi dapat terjadi pada fase
stasioner yang pendek (Wehr et al., 2015).
Fase kematian diindikasikan oleh kematian sel mikroalga yang terjadi
karena adanya perubahan kualitas air ke arah yang buruk, penurunan kandungan
nutrien dalam media kultivasi dan kemampuan metabolisme mikroalga yang
menurun akibat dari umur yang sudah tua. Kenyataan ini biasanya ditandai
dengan penurunan jumlah sel yang cepat dan secara morfologi pada fase ini
mikroalga banyak mengalami kematian dibandingkan dengan melakukan
7
8
9
Setiap penelitian suatu ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan
hal yang mutlak untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai
jenis gas dan air serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat
dipengaruhi oleh suhu. Menurut hukum Van’t Hoffs dalam Effendi (2003)
kenaikan suhu sebesar 10 oC (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan
meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3
kali lipat. Pola suhu akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas
cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya (Azim,
2012).
Armi (2001) menyatakan bahwa perbedaan suhu pada suatu perairan
dipengaruhi oleh empat faktor, yakni: (1) variasi jumlah panas yang diserap, (2)
pengaruh konduksi panas, (3) pertukaran tempat massa air, (4) pertukaran air
secara vertikal. Bahwa suhu yang dapat ditolerir oleh organisme pada suatu
perairan berkisar antara 20-30 oC (Armi, 2001). Temperatur memengaruhi proses-
proses fisika, kimia dan biologi yang berlangsung dalam sel mikroalga.
Peningkatan temperatur hingga batas tertentu akan merangsang aktivitas molekul,
meningkatnya laju difusi dan juga laju fotosintesis (Azim, 2012).
Salinitas adalah jumlah keseluruhan garam yang terlarut dalam volume air
tertentu. Salinitas ini dinyatakan sebagai bagian garam per seribu bagian air (%).
Salinitas rata-rata air laut dalam samudra adalah 35%. Salinitas menggambarkan
padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida,
semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah
dioksidasi (Effendi, 2003).
Nilai pH merupakan faktor pengontrol yang menentukan kemampuan
biologis mikroalga dalam memanfaatkan unsur hara. Nilai pH yang terlalu tinggi
misalnya, akan mengurangi aktifitas fotosintesis mikroalga. Proses fotosintesis
merupakan proses mengambil CO2 yang terlarut di dalam air, dan berakibat pada
penurunan CO2 terlarut dalam air. Penurunan CO2 akan meningkatkan pH. Dalam
keadaan basa ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion
hidrogen yang bersifat asam sehingga keadaan menjadi netral. Sebaliknya dalam
keadaan terlalu asam, ion karbonat akan mengalami hidrolisa menjadi ion
bikarbonat dan melepaskan ion hidrogen oksida yang bersifat basa, sehinggga
10
keadaan netral kembali. Rata-rata pH untuk kultivasi sebagian besar spesies
mikroalga antara 7-9, dengan optimum rata-rata pH berkisar antara 8,2-8,7 (Azim,
2012).
Nutrien terdiri atas unsur-unsur hara makro (macronutrient) dan unsur
hara mikro (micronutrient). Contoh unsur hara makro untuk pertumbuhan
mikroalga adalah senyawa organik seperti N, K, Mg, S, P dan Cl. Unsur hara
mikro adalah Fe, Cu, Zn, Mn, B, dan Mo. Unsur hara tersebut diperoleh dalam
bentuk persenyawaan dengan unsur hara lain. Khusus bagi mikroalga yang
memiliki kerangka dinding sel yang mengandung silikat, misalnya Diatom, unsur
Si berperan sebagai faktor pembatas. Secara umum defisiensi nutrien pada
mikroalga mempengaruhi penurunan protein, pigmen fotosintesis serta kandungan
produk karbohidrat dan lemak. Konsentrasi mikroalga yang dikultivasi secara
umum lebih tinggi dari pada yang di alam. Dalam kultivasi alga ditambahkan
nutrien antara lain nitrat, fosfat dan silikat untuk memenuhi nutrien pada media
kultivasi. Seperti halnya semua tanaman, mikroalga juga melakukan proses
fotosintesis, yaitu mengasimilasi karbon anorganik untuk dikonversi menjadi
materi organik. Bersama dengan cahaya yang merupakan sumber energi sangat
berperan dalam proses fotosintesis pada alga. Oleh karena itu, intensitas cahaya
memegang peranan yang sangat penting, namun intensitas cahaya yang diperlukan
tiap-tiap alga untuk dapat tumbuh secara maksimum berbeda-beda. Intensitas
cahaya yang diperlukan tergantung volume kultivasi dan densitas alga (Wehr et al.,
2015).
2.4. Fotoautotropik, Heterotrofik dan Mixotropik Budidaya Mikroalga
Kondisi lingkungan memiliki dampak signifikan pada karakteristik
pertumbuhan dan komposisi kimia sel mikroalga (Liang et al., 2009). Kebanyakan
mikroalga dibudidayakan secara fotoautotrop yang berarti senyawa organik dari
sel-sel mikroalga yang dihasilkan hanya selama fotosintesis menggunakan sumber
karbon anorganik seperti CO2, Na2CO3, NaHCO3 (Flynn et al., 1991). Hasil
beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa biomassa yang lebih tinggi,
densitas sel, dan produksi lipid mikroalga dapat dicapai dengan membudidayakan
mikroalga di bawah kondisi heterotrofik dan mixotrophik, dibandingkan dengan
pertumbuhan autotropik pertumbuhan (Garcia et al, 2011; Kong et al, 2011).
11
Pertumbuhan heterotrofik bahwa mikroalga memanfaatkan sumber karbon
organik seperti glukosa, gliserol, asetat atau karbon organik dalam air limbah.
Dalam kondisi mixotropik, mikroalga dapat memanfaatkan senyawa anorganik
dan karbon organik untuk fotosintesis dan jalur metabolik lainnya. Tumbuh di
bawah kondisi baik, sel-sel mikroalga mensintesis protein, karbohidrat, dan lipid.
Budidaya mixotropik telah terbukti menghasilkan tingkat pertumbuhan yang lebih
tinggi dan produktivitas biomassa (Xin et al., 2010). Banyak faktor seperti suhu,
konsentrasi nitrogen, sumber karbon organik, karbon dioksida, tingkat aerasi dan
salinitas dapat mempengaruhi akumulasi lipid pada sel mikroalga (Brennan dan
Owende, 2010).
2.5. Air Limbah Industri Susu
Industri dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang
dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri. Proses pembuatan barang dan jasa memerlukan
transformasi sumber daya menjadi barang. Untuk dapat produktif dan mempunyai
nilai tambah pada suatu produk, maka efisiensi sangat diperlukan. Salah satu
industri yang mempunyai peluang yang cukup baik adalah industri pengolahan
susu, mengingat susu adalah salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh
seluruh kelompok usia. Selain itu, banyak produk dapat dibuat dari susu seperti
makanan, minuman, keju, mentega, yogurt, dan lain-lain. Dari sisi manfaat, susu
mempunyai manfaat yang sangat besar terutama bagi anak-anak. Dengan minum 2
gelas susu secara teratur setiap hari, akan mengurangi resiko keropos tulang di
usia senja. Dari sisi permintaan, kebutuhan susu nasional setiap hari mencapai 4
juta hingga 6 juta liter (Sanny, 2011).
Populasi sapi perah mengalami peningkatan dari 361 ribu ekor pada tahun
2005 meningkat menjadi 487 ribu ekor pada tahun 2009 meningkat sebesar 8,32%
/tahun. Sejalan dengan peningkatan populasi, produksi juga meningkat dari 536
ribu ton pada tahun 2005 menjadi 608 ribu ton pada tahun 2009 meningkat
sebesar 5,05 persen pertahun (Pertanian, 2017).
12
Delapan perusahaan susu terbesar di Indonesia antara lain PT Ajinomoto
Calpis Beverage Indonesia, PT Frisian Flag Indonesia, PT Puri Purnama
Delodyeh, PT Cisarua Mountain Dairy, PT Sari Husada, PT Danone Indonesia,
dan PT Indolakto. Perusahaan-perusahaan tersebut memproduksi beragam jenis
susu, mulai susu sapi segar, yoghurt, jelly pudding, pasteurilize milk, acidif milk,
susu kental manis, susu steril, hingga susu bubuk. Industri pengolahan susu di
Indonesia akan tumbuh sebesar 10% per tahun, mengingat bertumbuhnya industri
makanan dan minuman yang menggunakan susu sebagai bahan baku nya. Selain
itu, dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan merupakan
peluang baru bagi perusahaan minuman susu olahan untuk menciptakan variasi
produk susu olahan (Sanny, 2011).
Limbah industri susu umumnya berbentuk cair, Air Limbah Industri Susu
(ALIS) berasal dari susu dan produk jadi maupun yang hilang karena kebocoran
pipa, luberan (overflow) tangki penampungan, kegagalan proses produksi, atau
jeleknya proses handling. Karakteristik limbah cair industri susu tidak jauh
berbeda dengan karakteristik limbah industri pangan pada umumnya. Diketahui
ALIS mempunyai kadar BOD sebesar 600-2000 mg/L, kadar COD sebesar 800-
4500 mg/L, kadar total nitrogen sebesar 20-230 mg/L, kadar total fosfor sebesar
20-100 mg/L, amonia 20-48 mg/L, substansi lemak 80-250 mg/L, dan pH berkisar
5-9 (Pambudi et al., 2012). Hanya saja limbah cair industri susu mempunyai ciri
khas yaitu kerentanannya terhadap bakteri pengurai sehingga mudah mengalami
pembusukan. ALIS juga mengandung beberapa senyawa sanitasi (NaOH, KOH,
H3PO4/HNO3, NaOCl) yang digunakan untuk membersihkan peralatan dan area
produksi (Liu & Haynes, 2010).
Limbah dari pengolahan susu segar mempunyai bahan organik terlarut
yang tinggi. Pengolahan limbah ini akan menghasilkan sludge atau lumpur susu
yang mengendap pada kolam penampungan, lumpur susu ini mempunyai
kandungan bahan kering sangat rendah, sedangkan kandungan lemaknya cukup
tinggi dan sangat rentan terhadap serangan mikroba sehingga mudah terurai atau
cepat sekali mengalami pembusukan. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar
nutrisi (Lu et al., 2015).
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2019. Lokasi penelitian
dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Lingkungan (PTL) Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT) Geostech, Puspiptek, Serpong, Tangerang
Selatan.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang diperlukan adalah mikroalga Scenedesmus sp. koleksi
Laboratorium Pusat Teknologi Lingkungan (PTL) Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), air limbah industri susu PT Indolakto, akuades
steril, alkohol, alumunium foil. Bahan untuk uji kualitas air limbah diantarannya
natrium salisilat, natrium sitrat, natrium nitroprussid, dan dikloro asam sianurat.
Bahan kimia untuk medium basal bold (MBB) berupa NaNO3, CaCl.2H2O,
MgSO4.7H2O, K2HPO4, KH2PO4, NaCl, EDTA, FeSO4.7H2O, H3BO3,
ZnSO4.7H2O, MoO3, CuSO4.5H2O, MnCl2.4H2O, Co(No3)2.6H2O.
Alat–alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis, erlenmeyer,
aerator, timbangan analitik, selang aerator, mikroskop cahaya, pipet tetes volume
5 mL dan 10 mL, kaca objek, kamera, kamar hitung Haemocytometer Neubauer,
kertas saring, oven, termometer, cover glass, kaca objek, lemari pendingin,
autoklaf dan pH meter.
3.3. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang terdiri atas enam perlakuan dan tiga kali ulangan. Inkubasi
dilakukan selama 21 hari dengan konsentrasi sel Scenedesmus sp. sebanyak
3,5x107
sel/mL pada setiap perlakuan.
Perlakuan pertama konsentrasi 0% dengan memberikan akuades steril
sebagai kontrol negatif, perlakuan kedua konsentrasi 0% dengan memberikan
14
medium basal bold (MBB) sebagai kontrol positif. Perlakuan ketiga, keempat,
kelima dan keenam menggunakan air limbah industri susu susu dengan
konsentrasi masing-masing air limbah yaitu 25%, 50%, 75%, 100%. Masing–
masing perlakuan untuk 250 mL erlenmeyer.
3.4. Bagan Kerja
Bagan kerja pada penelitian kali ini sebagai berikut:
Gambar 4. Bagan kerja penelitian kultivasi mikroalga Scenedesmus sp. dengan
menggunakan air limbah industri susu.
Pengukuran amonia dan
COD
Pengukuran konsentrasi sel
Scenedesmus sp.
Analisis data
Pembuatan medium basal bold (MBB)
Isolat koleksi di inokulasi pada 100 mL media MBB kemudian
diperbanyak 1.000 mL sebagai stok kultur
Pengukuran kualitas air limbah industri susu seperti amonia dan COD,
suhu, pH setiap tiga hari sekali selama 21 hari waktu kultivasi.
Pembuatan medium limbah konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100% masing-
masing dibuat pada erlenmeyer 300 mL dengan jumlah volume 250 mL
Kultivasi 25 mL kultur Scenedesmus sp.
pada media air limbah industri susu,
cahaya 12 jam gelap 12 jam terang
15
3.5. Cara Kerja
3.5.1. Pembuatan Medium Basal Bold (MBB)
Sebelum membuat MBB, terlebih dahulu dibuat larutan stok MBB yang
terdiri atas NaNO3, CaCl.2H2O, MgSO4.7H2O, K2HPO4, KH2PO4, NaCl, trace
element EDTA dan KOH, trace element FeSO4.7H2O, trace element H3BO3, dan
trace element ZnSO4.7H2O, MoO3, CuSO4.5H2O, MnCl2.4H2O, Co(No3)2.6H2O.
Larutan stok MBB dibuat dengan cara melarutkan bahan kimia sesuai
dengan komposisi medium yang tertera pada Lampiran 1. Pembuatan MBB
dilakukan dengan cara menambahkan 10 mL dari setiap larutan stok ke dalam
erlenmeyer 1 liter kemudian ditambahkan akuades. Larutan yang telah
dihomogenkan tersebut selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu
121 ⁰C dengan tekanan 1,06 kg/cm
2 atm selama 15 menit.
3.5.2. Pembuatan Medium Limbah
Pembuatan medium air limbah industri susu dibuat sesuai perlakuan
penelitian yaitu, konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%, masing–masing perlakuan
dibutuhkan sebanyak 250 mL. Pembuatan air limbah industri susu sebagai berikut.
Konsentasi 25% berisi 62,5 mL air limbah industri susu dan berisi 187,5 mL
akuades steril, konsentrasi 50% berisi 125 mL air limbah industri susu dan berisi
125 mL akuades steril, konsentrasi 75% berisi 187,5 mL air limbah industri susu
dan berisi 62,5 mL akuades steril, konsentrasi 100% hanya berisi air limbah
industri susu sebanyak 250 mL.
3.5.3. Inokulasi Scenedesmus sp.
Inokulasi dilakukan dengan menyiapkan masing–masing wadah untuk
kultivasi yaitu erlenmeyer 250 mL. kemudian diisi dengan medium sesuai
perlakuan. Kemudian ditandai dengan kode perlakuan masing–masing dan
selanjutnya dimasukan 25 mL Scenedesmus sp. kedalam masing–masing wadah
kultur.
3.5.4. Penghitungan Jumlah Sel Scenedesmus sp.
Penghitungan jumlah sel untuk mendapatkan data kelimpahan sel
dilakukan setiap 3 hari sekali selama 21 hari. Sebanyak 1 mL kultur diambil
16
secara aseptik dari tiap-tiap perlakuan. Penghitungan jumlah sel dilakukan
dengan menggunakan kamar hitung Haemocytometer Neubauer.
Cara penghitungan kelimpahan sel mikroalga adalah pertama
Haemocytometer dibersihkan dan dipasang cover glass. Sampel air mikroalga
yang akan dihitung kerapatannya diteteskan dengan pipet pada bagian parit yang
melintang hingga penuh. Selanjutnya Haemocytometer diamati di bawah
mikroskop serta dilakukan penghitungan jumlah sel pada setiap bidang kotak.
3.5.5. Pengukuran Parameter Uji
Parameter uji seperti suhu, pH diukur setiap hari. Sedangkan amonia, COD
diukur 3 hari sekali.
3.5.5.1. Uji Amonia
Pembuatan larutan standart N-ammonia 1000 mg/l. Senyawa NH4Cl
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100 ⁰C selama 2 jam. Senyawa NH4Cl
yang telah dikeringkan ditimbang sebanyak 0,191 g kemudian dimasukan ke
dalam labu ukur 50 mL dan ditera dengan akuades. Pembuatan pereaksi salisilat.
Natrium salisilat dan natrium sitrat ditimbang sebanyak 6,5 g, natrium
nitroprussid ditimbang sebanyak 0,0485 g kemudian dilarutkan dengan akuades
hingga 50 mL. Pembuatan pereaksi dikloro asam sianurat. Senyawa NaOH
ditimbang sebanyak 1,6 g dan dilarutkan dengan sedikit akuades. Dikloro asam
sianurat ditimbang sebanyak 0,1 g dan dilarutkan dengan akuades 50 mL.
Pembuatan kurva kalibrasi N-ammonia. Larutan N-NH3 dipipet masing-
masing 0,4;0,8;1,6;2,4;3,2;4,0 mL. Kemudian akuades dipipet masing-masing
3,6;3,2;2,4;1,6;0,8;0 mL sehingga jumlah volume total yaitu 4 mL. Larutan
standar diambil 4 mL dan ditambahkan 0,5 mL pereaksi salisilat dan pereaksi
dikloro asam sianurat kemudian diaduk dengan vortex dan didiamkan selama 30
menit. Serapan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
655 nm.
Pengukuran sampel. Sampel diambil sebanyak 4 mL ditambahkan 0,5 mL
pereaksi salisilat dan pereaksi dikloro asam sianurat kemudian diaduk dengan
vortex dan didiamkan selama 30 menit. Serapan diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 655 nm.
17
3.5.5.2. Uji Chemical Oxygen Demand (COD)
Pembuatan pereaksi destruksi. Larutan H2SO4 diambil sebanyak 700 mL
dimasukan ke dalam botol pereaksi coklat ukuran 1 liter. Senyawa Ag2SO4
ditimbang sebanyak 7,084 g kemudian dimasukan kedalam larutan H2SO4 dan
diaduk menggunakan magnetic stirrer selama satu-dua hari.
Pengukuran sampel. Sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak
1 mL dan ditambahkan 2 mL pereaksi destruksi. Kemudian diaduk dengan vortex
dan larutan didestruksi menggunakan thermoreactor selama dua jam. Setelah itu
larutan didinginkan sampai mencapai suhu ruang. Kemudian diukur menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm.
3.5.6. Analisis Data
Data konsentrasi sel mikroalga, pH, suhu, amonia dan COD dianalisis
secara statistik dengan menggunakan SPSS 22, jika hasil berbeda nyata maka
dilakukan uji lanjutan dengan uji Duncan.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan Scenedesmus sp.
Pertumbuhan Scenedesmus sp. didapatkan berdasarkan pengamatan
terhadap konsentrasi sel dengan perlakuan akuades (kontrol negatif), MBB
(kontrol positif), air limbah industri susu konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%.
Pertumbuhan Scenedesmus sp. diamati berdasarkan rata-rata konsentrasi sel
Scenedesmus sp. selama 21 hari. (Gambar 5).
Gambar 5. Konsentrasi sel Scenedesmus sp.
Grafik rata-rata konsentrasi sel Scenedesmus sp. (Gambar 5) menunjukkan
bahwa rata-rata konsentrasi sel Scenedesmus sp. dalam berbagai konsentrasi air
limbah industri susu bervariasi. Hasil analisis variansi pada taraf nyata 5%
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi air
limbah industri susu. Hasil uji Duncan berdasarkan konsentrasi sel Scenedesmus
sp. terdapat perbedaan yang nyata pada konsentrasi 100% dengan konsentrasi
25% dan 50%. Hal ini menunjukkan konsentrasi air limbah industri susu
memengaruhi pertumbuhan Scenedesmus sp. Medium perlakuan 75% dan 100%
3.0E+05
8.0E+05
1.3E+06
1.8E+06
2.3E+06
2.8E+06
0 3 6 9 12 15 18 21
Sel
/mL
Hari ke-
akuades MBB 25% 50% 75% 100%
19
yang konsentrasi air limbah industri susu lebih tinggi, konsentrasi sel paling
rendah masing-masing sebesar 6x105 sel/mL dan 4x10
5 sel/mL. Menurut
Chrismanda & Nofdianto (2006) penurunan pertumbuhan pada konsentrasi yang
tinggi adalah karena konsentrasi nutrien yang terlalu tinggi meracuni sel-sel
mikroalga, sehingga keberadaan nutrien dalam konsentrasi yang tinggi malah
menghambat pertumbuhannya.
Perbedaan nyata terdapat pada konsentrasi air limbah industri susu 25% dan
50% (Lampiran 3). Terdapat perbedaan yang nyata ini diduga karena rendahnya
konsentrasi nutrien dalam medium akibat pengenceran atau pemberian akuades
steril pada air limbah industri susu. Sehingga nutrisi menjadi faktor pembatas bagi
pertumbuhan yang akan berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan
ketersediaan nutrien yang cukup akan menyebabkan terjadinya pembelahan sel
dengan cepat (Sriharti, 2014).
Terlihat pada Gambar 5 terjadi pertumbuhan sel Scenedesmus sp. pada
setiap perlakuan menggunakan air limbah industri susu. Pertumbuhan sel yang
banyak terjadi pada pemberian konsentrasi air limbah industri susu 25% (1,5x106
sel/mL), 50% (9x105 sel/mL) dan pertumbahan paling sedikit pada konsentrasi
75% (6x105 sel/mL) dan 100% (4x10
5 sel/mL). Walaupun terjadi perlambatan
pertumbuhan pada pemberian konsentrasi 75% dan 100% bila dibandingkan
dengan medium akuades, namun secara keseluruhan perlakuan menunjukan
adanya pertumbuhan. Hari ke-3 dari pengamatan terjadi peningkatan konsentrasi
sel Scenedesmus sp. hal ini menunjukkan bahwa Scenedesmus sp. tidak
memerlukan lagi adaptasi terhadap faktor lingkungan untuk pertumbuhannya.
Pertumbuhan sel Scenedesmus sp. pada perlakuan konsentrasi 25% mencapai
puncak pada hari ke-3 dengan jumlah rata-rata konsentrasi sel sebanyak 1,7x106
sel/mL. Perlakuan konsentrasi 50% mencapai puncak pertumbuhan pada hari ke-3
dengan konsentrasi sel sebanyak 1,3x106 sel/mL. Perlakuan konsentrasi 75%
mencapai puncak pertumbuhan pada hari ke-6 konsentrasi sel sebanyak 8x105
sel/mL. Perlakuan konsentrasi 100% mencapai puncak pertumbuhan pada hari ke-
9 dengan konsentrasi sel mencapai 6x105 sel/mL.
Pencapaian puncak populasi yang lebih cepat pada perlakuan air limbah
industri susu konsentrasi yang tepat memungkinkan Scenedesmus sp. melakukan
20
fotosintesis yang lebih cepat sehingga menghasilkan biomassa yang lebih banyak.
Ketersediaan unsur hara pada medium yang terbatas menyebabkan pertumbuhan
Scenedesmus sp. menjadi terhambat. Begitupun ketersediaan unsur hara yang
berlebihan yang terdapat pada air limbah susu menyebabkan keracunan sehingga
dapat menurunkan pertumbuhan Scenedesmus sp. Hal ini dibuktikan oleh
beberapa penelitian yang telah menggunakan air limbah industri susu untuk
budidaya mikroalga. Namun, hasil biomassa mikroalga yang tumbuh pada air
limbah industri susu rendah. Hasil penelitian Liu & Haynes (2010) menunjukkan
bahwa biomassa tertinggi dari mikroalga yang tumbuh pada air limbah industri
susu kurang dari 0,7 g/L. Hal ini disebabkan karena air limbah industri susu
mengandung zat organik yang terlalu tinggi (Christenson & Sims, 2011) dan air
limbah industri susu juga mengandung berbagai elemen logam (Markou &
Georgakakis, 2011). Oleh karena itu, pada penelitian ini didapatkan bahwa
perbedaan konsentrasi medium limbah dapat memengaruhi konsentrasi sel
Scenedesmus sp. Konsentrasi sel Scenedesmus sp. cukup rendah yaitu 6x105
sel/mL dan 4x105
sel/mL pada perlakuan konsentrasi air limbah 75% dan 100%
dan dalam uji analisis variansi tidak berbeda nyata dengan akuades. Perlakuan
konsentrasi rendah yaitu 25% hasil konsentrasi sel Scenedesmus sp. cukup tinggi
sebesar 1,5x106 sel/mL dan dalam uji analisis variansi tidak berbeda nyata dengan
MBB.
4.2. Amonia dan COD pada Media Kultur Scenedesmus sp.
Amonia merupakan senyawa sumber utama nitrogen selain nitrat yang
mampu digunakan oleh mikroalga untuk proses metabolismenya sedangkan
penggunaan nitrit dibatasi oleh toksisitasnya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata konsentrasi amonia dalam berbagai konsentrasi air limbah industri
susu bervariasi (Gambar 8). Hasil analisis variansi pada taraf nyata 5%
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi amonia
pada air limbah industri susu. Perlakuan air limbah dengan konsentrasi 25%
berbeda nyata dengan konsentrasi 75% dan 100%. Konsentrasi 50% berbeda nyata
dengan konsentrasi 75% dan 100% (Lampiran 4). Hal ini disebabkan karena
konsentrasi air limbah yang tepat untuk pertumbuhan mikroalga yaitu 25% dan
21
50%, mikroalga benar-benar memanfaatkan amonia sebagai sumber nutrisi untuk
pertumbuhannya. Kadar amonia dalam air limbah terus menurun sampai hari
terakhir pengamatan. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian (Gambar 8).
Gambar 8. Konsentrasi amonia dalam medium air limbah industri susu yang
dikultivasi mikroalga Scenedesmus sp.
Semakin lama waktu kultivasi, konsentrasi amonia dalam air limbah
semakin berkurang. Penurunan kadar amonia karena terjadinya proses nitrifikasi
sehingga terbentuk nitrat yang menjadi sumber nutrien untuk pertumbuhan
mikroalga. Scenedesmus sp. yang dikultivasi pada air limbah konsentrasi 25% dan
50% dengan hasil akhir masing-masing sebesar 0,25 mg/L dan 0,29 mg/L. Nilai
tersebut memenuhi standar baku mutu air limbah industri susu sebesar 10 mg/L
yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
nomor 5 tahun 2014. Hal ini terjadi karena amonia dalam air limbah digunakan
mikroalga sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya, yaitu untuk membantu dalam
sintesa protein. Mikroalga membutuhkan amonia untuk pertumbuhannya,
mikroalga harus mengkonversi nitrat menjadi amonium sebelum dapat
menggunakannya. Ketika amonia dalam air limbah siap untuk digunakan
mikroalga tidak harus menghabiskan energi untuk mengubah apapun. Jadi, lebih
banyak nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan.
Pada umumnya, senyawa nitrogen yang digunakan dalam metabolisme sel
mikroalga berupa amonia. Selain digunakan oleh Scenedesmus sp. untuk
02468
10121416182022242628
0 3 6 9 12 15 18 21
Am
onia
(m
g/L
)
Hari ke-
25% 50% 75% 100%
22
metabolisme, amonia juga bereaksi dengan oksigen menjadi nitrogen sehingga
kandungannya semakin berkurang (Sihaloho, 2009).
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata konsentrasi COD dalam
berbagai konsentrasi air limbah industri susu bervariasi. Hasil analisis variansi
pada taraf nyata 5% menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap
konsentrasi COD pada air limbah industri susu. Perlakuan air limbah konsentrasi
25% berbeda nyata dengan 50%, 75%, dan 100%. Hal ini menunjukkan bahwa
kultivasi Scenedesmus sp. dengan menggunakan medium air limbah industri susu
dapat menurunkan konsentrasi COD. Setelah diberi perlakuan dengan
menumbuhkan mikroalga Scenedesmus sp. hasil pengamatan konsentrasi COD
sudah menurun dari hari ke-3 (Gambar 9).
Gambar 9. Konsentrasi COD pada perlakuan air limbah industri susu.
Scenedesmus sp. yang dikultivasi pada air limbah industri susu konsentrasi
25%,50%,75% dan 100% masing masing dapat mengurangi konsentrasi COD
sebesar 70%, 60%, 30% dan 20%. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Romaidi et
al., (2018) yang menyatakan bahwa pengolahan limbah industri menggunakan
mikroalga mampu mengurangi konsentrasi COD sebesar 72%. Setelah diberi
perlakuan dengan menumbuhkan mikroalga Scenedesmus sp. Medium perlakuan
dengan konsentrasi 25% dari hari ke-3 sampai hari ke 21 terus menerus
menunjukkan penurunan dengan nilai rata-rata COD diakhir sebesar 98,95 mg/L.
0
90
180
270
360
450
0 3 6 9 12 15 18 21
CO
D m
g/L
Hari ke-
25% 50% 75% 100%
23
Nilai tersebut memenuhi standar baku mutu air limbah industri susu yaitu sebesar
100 mg/L yang sudah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014. Medium perlakuan dengan konsentrasi
50%, 75% dan 100% masih menunjukkan penurunan konsentrasi COD walaupun
hasilnya tidak signifikan dibandingkan dengan konsentrasi 25% dan hasil rata-rata
COD diakhir masing-masing sebesar 121,733 mg/L, 269,077 mg/L, dan 316,32
mg/L nilai tersebut melampaui standar baku mutu air limbah industri susu.
Menurunnya nilai COD diduga karena adanya Scenedesmus sp. yang
memanfaatkan senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam air limbah industri
susu. Senyawa-senyawa tersebut merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh
Scenedesmus sp. dalam pertumbuhannya. Scenedesmus sp. membutuhkan oksigen
untuk menyerap senyawa-senyawa organik pada limbah cair industri susu.
Menurut Kawaroe et al., (2010) media air limbah dapat diolah secara biologis oleh
mikroalga sekaligus memberikan masukan nutrisi dalam pertumbuhannya.
4.3. pH dan Suhu Media Kultur Scenedesmus sp.
Pertumbuhan Scenedesmus sp. dipengaruhi oleh pH medium. Berdasarkan
data pengukuran pH bahwa nilai pH seluruh perlakuan selama 21 hari mengalami
perubahan. Nilai pH dari masing-masing perlakuan mengalami peningkatan dan
penurunan selama pengamatan berlangsung (Gambar 6).
Gambar 6. pH medium kultivasi Scenedesmus sp.
3
4
5
6
7
8
9
10
0 3 6 9 12 15 18 21
pH
Hari ke-
Akuades MBB 25% 50% 75% 100%
24
Hasil rata-rata pH medium bervariasi, berdasarkan uji analisis variansi
rata-rata pH medium berbeda nyata antara konsentrasi 25%, 75% dan 100%. Hasil
yang tidak berbeda nyata yaitu konsentrasi 50%, 75%, dan 100%. Rata-rata pH
medium tidak berbeda nyata pula pada konsentrasi 25%, 50%, akuades dan MBB.
pH air limbah industri susu pada hari ke-0 adalah 5 dan dihari pengamatan
terakhir nilai pH menjadi 7 untuk konsentrasi 25%, sedangkan nilai pH 5,5 untuk
konsentrasi 50% dan 75%, pH konsentrasi 100% menjadi 4,8. Ren et al., (2013)
menyatakan bahwa mikroalga Scenedesmus sp. dapat tumbuh pada rentan pH 4-
11. Perubahan nilai pH yang ditunjukkan pada (Gambar 6) dimungkinkan adanya
metabolisme yang dilakukan oleh Scenedesmus sp. yang dikultivasi dalam air
limbah industri susu. Secara umum dari pengamatan hari ke-0 sampai ke-8 semua
perlakuan cenderung mengalami peningkatan pH. Kemungkinan hal tersebut
terjadi karena adanya aktivitas fotosintesis yang dilakukan oleh Scenedesmus sp.
Karbondioksida (CO2) merupakan komponen utama dalam proses fotosintesis.
Karena menurunnya kadar CO2 dalam air limbah, menyebabkan nilai pH
meningkat dari keadaan asam menjadi netral (Arifin, 2012). Konsentrasi 100%
rata-rata pH pada hari terakhir pengamatan mencapai 4,8 nilai pH tersebut sangat
rendah untuk pertumbuhan mikroalga. Rendahnya nilai pH tersebut diduga karena
kematian Scenedesmus sp. yang tidak bisa lagi bertoleransi pada lingkungan
medium pertumbuhan dengan konsentrasi tertinggi yaitu 100%, karena
konsentrasi sel mikroalga yang tinggi akan menaikkan pH air limbah (Nurhayati,
Basuhi, & Rindit, 2014). Pertumbuhan mikroalga tergantung pada faktor
lingkungan, seperti pH. Hal tersebut karena pH akan memengaruhi metabolisme
sel mikroalga (Prihantini, Putri, & Yuniati, 2005).
Pada proses fotosintesis, karbondioksida (CO2) bebas merupakan jenis
karbon anorganik utama yang dibutuhkan mikroalga. Mikroalga juga
menggunakan ion karbonat (CO3¯) dan ion bikarbonat (HCO3). Penyerapan CO2
bebas dan bikarbonat oleh mikroalga menyababkan penurunan konsentrasi CO2
terlarut dan mengakibatkan peningkatan nilai pH (Prihantini et al, 2005).
Hasil suhu rata-rata yang didapat selama pengamatan bisa dilihat pada
Gambar 7.
25
Gambar 7. Suhu medium perlakuan air limbah industri susu yang dikultivasi
Scenedesmus sp.
Suhu merupakan faktor yang sangat sensitif untuk pertumbuhan dan
metabolisme mikroalga (Christenson & Sims, 2011). Hasil uji analisis variansi
menunjukkan bahwa rata-rata suhu medium tidak berbeda nyata. Rata-rata suhu
medium kultivasi Scenedesmus sp. pada air limbah industri susu selama 21 hari
berkisar 23-25 ⁰C masih tergolong suhu optimum untuk pertumbuhan mikroalga.
Hal ini di perkuat oleh penelitiaan Westerhoff et al., (2010) yang menyatakan
bahwa Scenedesmus sp. bisa tumbuh setelah menyesuaikan dengan lingkungan
sekitar, dengan kisaran suhu 10-30 ⁰C Scenedesmus sp. masih tumbuh dengan
baik, hal ini menunjukan bahwa Scenedesmus sp. adalah spesies mikroalga yang
menjanjikan dan bisa beradaptasi dengan rentan suhu yang lebar antara 10-30 ⁰C.
Tetapi pada suhu 42 ⁰C mikroalga tidak bisa tumbuh (Westerhoff, Hu, & Soto,
2010).
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
0 3 6 9 12 15 18 21
Suhu ⁰
C
Hari ke-
Akuades MBB 25% 50% 75% 100%
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kultivasi mikroalga Scenedesmus sp. dengan
menggunakan air limbah industri susu dapat disimpulkan bahwa:
1) Scenedesmus sp. dapat menggunakan air limbah industri susu sebagai medium
pertumbuhannya.
2) Konsentrasi sel Scenedesmus sp. menunjukkan perbedaan di antara keempat
konsentrasi air limbah industri susu yang digunakan (25%, 50%, 75%, dan
100%). Konsentrasi air limbah industri susu yang terbaik untuk pertumbuhan
Scenedesmus sp. adalah 25%, yang tidak berbeda nyata dengan Medium Basal
Bold.
3) Scenedesmus sp. yang dikultivasi pada medium air limbah industri susu
dengan konsentrasi 25% dan 50% dapat menurunkan konsentrasi amonia dan
konsentrasi 25% juga dapat menurunkan konsentrasi COD, dan menjadi sesuai
dengan standar baku mutu air limbah industri susu yang ditetapkan oleh
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia nomor 5 tahun
2014.
5.2. Saran
Dari hasil penelitian dapat disarankan untuk:
1) Melakukan peningkatan konsentrasi starter yang ditumbuhkan pada masing-
masing medium air limbah.
2) Dilakukan analisis senyawa total nitrogen dan fosfor yang terdapat dalam air
limbah industri susu agar lebih meyakinkan bahwa mikroalga bisa dijadikan
alternatif untuk pengolahan air limbah industri susu secara menyeluruh.
27
DAFTAR PUSTAKA
Acivedo, S., Pino, N. J., & Panuela, G. A. (2017). Biomass production of
Scenedesmus sp. and removal of nitrogen and phosphorus in domestic
wastewater Remoción de nitrógeno , fósforo y producción de biomasa de
Scenedesmus sp. en agua residual domestica. Environmental Engineering,
193(1), 185–193.
Apandi, N. M., Maya, R., Radin, S., & Ahmad, N. A. (2017). Protein and lipid
content of microalgae Scenedesmus sp. biomass grown in wet market
wastewater. EDF Science, 06011.
Arifin, F. (2012). Uji kemampuan Chlorella sp. sebagai bioremediator limbah
cair tahu. Malang.
Aritonang, D., Sutsna, M., & Sururi, M. (2013). Pengolahan limbah domestik
dengan menggunakan biokoagulan biji Moringa oliefera lam. dan saringan
pasir ceput. Institut Teknologi Nasional, Bandung.
Armi. (2001). Pengaruh aktivitas pabrik semen andalas terhadap kelimpahan,
diversitas dan produktivitas plankton di perairan pantai Lhoknga Kabupaten
Aceh Besar. Aceh.
Azim, H. & M. (2012). Mikroalga sumber pangan & energi masa depan
(Pertama). UPT UNDIP Press Semarang.
Chisti, Y. (2007). Biodiesel from microalgae. Biotechnology Advances. 25(1),
294–306. https://doi.org/10.1016/j.biotechadv.
Chrismanda, T., & Nofdianto. (2006). Pengaruh konsentrasi nutrien terhadap
pertumbuhan dan produktifitas Chlorella sp. pada sistem kultur
semikontinyu. Limnotek Perikanan Darat Tropis Diindonesia, 9(1), 82-83.
Christenson, L., & Sims, R. (2011). Production and harvesting of microalgae for
wastewater treatment, biofuls, and bioproducts, bioetachnol, 29(6), 686–702.
https://doi.org/10.1016/j.biortech.
Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan
lingkungan perairan. Yogyakarta.
Gao, B., Huang, L., Wang, F., Chen, A., & Zhang, C. (2019). Bilateral and
simultaneous accumulation of lipid and biomass in the novel oleaginous
green microalga Tetradesmus bernardii under mixotrophic growth. Algal
Research, 37(3), 64–73. https://doi.org/10.1016/j.algal.2018.11.012.
Garcia, J., Mujeriego, R., & Hernandez-Marine, M. (2012). High rate algal pond operating strategies for urban wastewater nitrogen removal, 126, 331–339.
https://doi.org/10.1016/j.algal.2014.03.00.
28
Garno, Y. S., Komarawidjaja, W., & Susanto, J. P. (2013). Kajian pertumbuhan
Chlorella sp. pada limbah cair industri susu. Teknologi Lingkungan, 15(3),
13-19.
Jia, Q., Xiang, W., Yang, F., Hu, Q., & Tang, M. (2015). Low-cost cultivation of
Scenedesmus sp. with filtered anaerobically digested piggery wastewater :
biofuel production and pollutant remediation. International Coastal Biology
Congress, (May). https://doi.org/10.1007/s10811-015-0610-9
Kawaroe, M., Prartono, Sanuddin, A., Dahlia, W., & Augustine, D. (2010).
Mikroalga potensi dan pemanfaatannya untuk produksi bio bahan bakar.
Bogor: IPB Press.
Liang, Y., Sarkany, N., & Cui, Y. (2009). Biomassa and lipid productivities of
Chlorella vulgaris under autotrophic, heterotrophic and mixotrophic growth
conditions. Biotechnology Latters, 31(7), 1043–1049
Liao, Y. (2016). Mixotrophic cultivation of the microalga Scenedesmus obliquus
with reused municipal wastewater in the graduate college. Department of
Agricultural and Biosystems Engineering.
Liu, Y., & Haynes, R. (2010). Effect of long-term irrigation with dairy factory
wastewater on soil properties. World Congress of Soil Science, (August), 70–
73.
Lu, Q., Zhou, W., Min, M., Ma, X., Chandra, C., Doan, Y. T. T., … Ruan, R.
(2015). Growing Chlorella sp . on meat processing wastewater for nutrient
removal and biomass production. Bioresource Technology 198, 189–197.
https://doi.org/10.1016/j.biortech.2015.08.133
Markou, G., & Georgakakis, D. (2011). Cultivation of filamentous Cyanobacteria
(blue-green algae) in agro-industrial wastes and wastewaters: a review,
88(10), 3389–3401
Nurhayati, C., Basuhi, H., & Rindit, P. (2014). Pengaruh pH, konsentrasi isolat
Chlorella Vulgaris dan waktu pengamatan terhadap tingkat cemaran limbah
cair crumb rubber. Jurnal Dinamika Penelitian Industri, 2, 97–106.
Pambudi, F. H., Sa’diyah, K., Juliastuti, S. R., & Hendrianie, N. (2012). Peran
mikroorganime Azotobacter chroococcuum, Pseudomonas putida, dan
Aspergilus niger pada pembuatan pupuk cair dari limbah cair industri
pengolahan susu. Jurnal Teknik Pomits, 1(1), 1–4.
Pandian, P., & David, R. . (2012). Scenedesmus as a potential source of biodiesel
among selected microalgae. Current Science, 102(4), 616–620.
Pertanian, K. (2017). Statistik peternakan dan kesehatan hewan. Direktorat Jendral
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Preisig, H. R., & Andersen, R. A. (2005). Algal culturing techniques. Elsevier.
Acivedo, S., Pino, N. J., & Panuela, G. A. (2017). Biomass production of
29
Scenedesmus sp. and removal of nitrogen and phosphorus in domestic
wastewater Remoción de nitrógeno , fósforo y producción de biomasa de
Scenedesmus sp. en agua residual domestica. Environmental Engineering,
193(1), 185–193.
Prihantini, N., Putri, B., & Yuniati, R. (2005). Pertumbuhan Chlorella sp. dalam
medium ekstrak tauge (MET) dengan variasi H awal. Makara Sains, 9.
Ren, H., Liu, B., Ma, C., Zhao, L., & Ren, N. (2013). A new lipid -rich microalga
Scenedesmus sp. strain R-16 isolated using Nile red straining: effects of
carbon and nitrogen sources and initial pH on the biomass and lipid
production. Biotechnology for Biofuels, 6, 1–10.
https://doi.org/10.1016/j.biortech.2015.11.082
Richmond, A. (2014). Handbook of Microalgal Culture: Biotechnology and
Applied Phycology. USA: Blackwell Science.
Romaidi, Hasanudin, M., Kholifah, K., Maulidiyah, A., Putro, S. P., Kikuchi, A.,
& Sakaguchi, T. (2018). Lipid production from tapioca wastewater by culture
of Scenedesmus sp. with simultaneous BOD , COD and nitrogen removal.
Journal of Physics.
Sanny, L. (2011). Analisis industri pengolahan susu di Indonesia. Binus Business,
2(9), 81–87.
Santoso, A. D., Darmawan, R. A., & Susanto, J. P. (2012). Mikroalga untuk
penyerapan emisi CO2 dan pengolahan limbah cair di lokasi industri. Teknik
Lingkungan, (April), 133–140.
Setiawan, A., Kardono, Darmawan, R. ., Santoso, Stani, A., Prasetyadi, Sapulete,
S. (2008). Teknologi penyerapan karbondioksida dengan kultur fitoplankton
pada fotobioreaktor.
Sihaloho, W. (2009). Analisis kandungan amoniak dan limbah cair inlet dan outlet
dari beberapa industri kelapa sawit. Universitas Sumatra Utara., Medan.
Sophonsiri, C., & Morgenroth, E. (2004). Chemical composition associated with
different particle size fractions in municipal, industrial, and agricultural
wasterwater. Chemosphere, 55(5), 691–70.
Sriharti. (2014). Pengaruh spesies Chlorella sp. dalam menetralisir limbah cair
karet. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, 3(April).
Wehr, J. D., Sheath, R. G., & Kociolek, P. (2015). Freshwater algae of north
america: ecology and classification. USA: Academic Press.
Westerhoff, P., Hu, Q., & Soto, M. (2010). Growth Parameters of microalgae
tolerant to high levels of carbon dioxide in batch and continous-flow
photobioreactors, 31(5), 523–532.
30
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi medium basal bold (MBB) :
Sumber : (Preisig & Andersen, 2005)
Bahan Jumlah (mg)
NaNO3 25
CaCl.2H2O 2,5
MgSO4.7H2O 7,5
K2HPO4 10
KH2PO4 17,5
NaCl 2,5
trace element EDTA 5
KOH 3,1
trace element FeSO4 4,98
trace element H3BO3 11,42
ZnSO4.7H2O 8,82
MoO3 1,44
CuSO4.5H2O 0,71
MnCl2.4H2O 1,57
Co(No3)2.6H2O. 0,49
31
32
Lampiran 3. Hasil analisis variansi dan uji Duncan konsentrasi sel
Descriptives
Konsentrasi
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
akuades 8 360375,00 202889,855 71732,396 190754,84 529995,16 50000 583000
MBB 8 1794791,63 793387,002 280504,665 1131503,49 2458079,76 50000 2633333
25% 8 1419583,38 563313,498 199161,397 948641,51 1890525,24 50000 1766667
50% 8 920833,38 368367,272 130237,498 612870,63 1228796,12 50000 1300000
75% 8 599999,88 254015,316 89807,976 387637,76 812361,99 50000 883333
100% 8 380000,00 163958,904 57968,226 242926,93 517073,07 50000 633333
Total 48 912597,21 688490,777 99375,084 712680,33 1112514,09 50000 2633333
Konsentrasi sel
Duncan
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
akuades 8 360375,00
100% 8 380000,00
75% 8 599999,88 599999,88
50% 8 920833,38
25% 8 1419583,38
MBB 8 1794791,63
Sig. 0,322 0,161 0,103
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
ANOVA
Konsentrasi sel
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1,377E+13 5 2,755E+12 13,603 0,000
Within Groups 8,505E+12 42 2025E+11
Total 2,228E+13 47
33
Lampiran 4. Hasil analisis variansi dan uji Duncan konsentrasi amonia
Descriptives
Amonia
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Lower
Bound Upper Bound
25% 8 6,8938 8,50338 3,00640 -,2153 14,0028 ,10 19,54
50% 8 7,7325 9,42508 3,33227 -,1471 15,6121 ,21 21,71
75% 8 16,2213 4,83650 1,70996 12,1778 20,2647 12,85 24,47
100% 8 16,8525 4,28612 1,51537 13,2692 20,4358 12,45 23,82
Total 32 11,9250 8,24102 1,45682 8,9538 14,8962 ,10 24,47
ANOVA
Amonia
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 685,028 3 228,343 4,502 ,011
Within Groups 1420,316 28 50,726
Total 2105,344 31
Amonia
Duncana
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
25% 8 6,8938
50% 8 7,7325
75% 8 16,2213
100% 8 16,8525
Sig. ,816 ,861
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
34
Lampiran 5. Hasil uji analisis variansi dan uji Duncan COD
Descriptives
COD
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
25% 8 245,7513 142,36329 50,33302 126,7326 364,7699 98,95 478,61
50% 8 676,7991 111,50800 39,42403 583,5761 770,0221 478,61 858,78
75% 8 1165,1525 324,94224 114,88443 893,4940 1436,8110 478,61 1553,74
100% 8 1279,7775 335,75804 118,70839 999,0768 1560,4782 478,61 1522,32
Total 32 841,8701 481,53652 85,12443 668,2577 1015,4825 98,95 1553,74
ANOVA
COD
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5431044,090 3 1810348,030 28,848 ,000
Within Groups 1757155,855 28 62755,566
Total 7188199,945 31
COD
Duncana
Perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
25% 8 245,7513
50% 8 676,7991
75% 8 1165,1525
100% 8 1279,7775
Sig. 1,000 1,000 ,368
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
35
Lampiran 6. Hasil analisis variansi dan uji Duncan pH
Descriptives
pH
N Mean Std. Deviation
Std.
Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
akuades 8 7,7250 ,54968 ,19434 7,2655 8,1845 6,80 8,50
MBB 8 7,9500 1,12758 ,39866 7,0073 8,8927 6,50 9,60
25% 8 5,6250 1,03889 ,36730 4,7565 6,4935 4,60 7,00
50% 8 5,2125 ,47037 ,16630 4,8193 5,6057 4,80 6,30
75% 8 4,8125 ,18851 ,06665 4,6549 4,9701 4,50 5,00
100% 8 4,5750 ,25495 ,09014 4,3619 4,7881 4,20 5,00
Total 48 5,9833 1,52040 ,21945 5,5419 6,4248 4,20 9,60
pH
Duncana
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
100% 8 4,5750
75% 8 4,8125
50% 8 5,2125 5,2125
25% 8 5,6250
akuades 8 7,7250
MBB 8 7,9500
Sig. ,094 ,248 ,526
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,000.
ANOVA
pH
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 87,824 5 17,565 35,429 ,000
Within Groups 20,822 42 ,496
Total 108,647 47
36
Lampiran 7. Hasil uji analisis variansi suhu
Descriptives
Suhu
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
akuades 8 23,13 2,100 ,743 21,37 24,88 20 25
MBB 8 23,13 2,100 ,743 21,37 24,88 20 25
25% 8 23,13 2,100 ,743 21,37 24,88 20 25
50% 8 23,13 2,100 ,743 21,37 24,88 20 25
75% 8 23,13 2,100 ,743 21,37 24,88 20 25
100% 8 23,13 2,100 ,743 21,37 24,88 20 25
Total 48 23,13 1,985 ,287 22,55 23,70 20 25
ANOVA
Suhu
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups ,000 5 ,000 ,000 1,000
Within Groups 185,250 42 4,411
Total 185,250 47