kul-kel (tugas)_lap-sus herpes zoster.doc

21
PRESENTASI KASUS “HERPES ZOSTER” BAB I PENDAHULUAN Herpes zoster merupakan salah satu penyakit kulit akibat infeksi virus, yaitu reaktivasi virus varisela zoster. Insidennya meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun. 1 Meingkatnya insidens herpes zoster pada usia lanjut berkaitan dengan menurunnya respon imun yang dapat pula terjadi pada pasien imunokompromais seperti pasien HIV-AIDS, pasien dengan keganasan, dan pasien yang mendapat obat imunosupresi. Herpes zoster sendiri meskipun bukan penyakit yang mengancam jiwa, namun dapat menggangu pasien sebab dapat timbul rasa nyeri. Rasa nyeri dapat dialami saat timbul lesi kulit dan rasa nyeri tersebut dapat bertahan lama, hingga berbulan-bulan sehingga dapat menggangu kualitas hidup pasien. Prevalensi herpes zoster di Indonesia diprediksi kecil, yakni hanya mencakup 1%. Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2012, tercantum bahwa herpes zoster merupakan daftar masalah dermatologi yang perlu ditangani oleh dokter. Kompetensi herpes

Upload: irene-regina-ardis

Post on 18-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

PRESENTASI KASUS

“HERPES ZOSTER”

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster merupakan salah satu penyakit kulit akibat infeksi virus, yaitu reaktivasi

virus varisela zoster. Insidennya meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3

kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun.1 Meingkatnya

insidens herpes zoster pada usia lanjut berkaitan dengan menurunnya respon imun yang dapat

pula terjadi pada pasien imunokompromais seperti pasien HIV-AIDS, pasien dengan keganasan,

dan pasien yang mendapat obat imunosupresi.

Herpes zoster sendiri meskipun bukan penyakit yang mengancam jiwa, namun dapat

menggangu pasien sebab dapat timbul rasa nyeri. Rasa nyeri dapat dialami saat timbul lesi kulit

dan rasa nyeri tersebut dapat bertahan lama, hingga berbulan-bulan sehingga dapat menggangu

kualitas hidup pasien. Prevalensi herpes zoster di Indonesia diprediksi kecil, yakni hanya

mencakup 1%.

Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang diterbitkan oleh Konsil

Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2012, tercantum bahwa herpes zoster merupakan daftar

masalah dermatologi yang perlu ditangani oleh dokter. Kompetensi herpes zoster tanpa

komplikasi bagi dokter umum adalah 4A, yang berarti level kompetensi tertinggi yang perlu

dicapai oleh dokter umum, di mana dokter dapat mengenali tanda klinis, mendiagnosis,

menatalaksana hingga tuntas kecuali pada perjalanannya timbul komplikasi.2

Berdasarkan hal tersebut, presentasi kasus ini dimaksudkan untuk menambah pemahaman

klinis dokter muda mengenai penyakit herpes zoster tanpa komplikasi, mulai dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, diagnosis, hingga penatalaksanaan. Setelah pemaparan kasus, diharapkan

dokter muda dapat memiliki informasi yang semakin kaya tentang herpes zoster sehingga dalam

pelayanan primer di masa yang akan datang kompetensi yang disyaratkan dalam SKDI dapat

sepenuhnya tercapai.

Page 2: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

BAB II

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

No. Rekam Medik : 86-31-63

Nama : An. G

Alamat : Karangklesem Rt 04/ Rw 06

Tangga Lahir : 11 Mei 2007 (7 tahun)

Pendidikan : SD

Pekerjaan : -

Agama : Islam

Suku : Jawa

II. ANAMNESIS

Dilakukan anamnesis pada pasien di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Prof.

Dr. Margono Soekardjo pada tanggal 25 Januari 2014 pukul 11. 00 WIB.

Keluhan Utama :

Terdapat benjolan yang berisi cairan di bagian perut kanan yang disertai nyeri,

gatal, dan panas sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Dua hari yang lalu, saat pasien bangun tidur merasakan perut bagian kanan nyeri,

baik saat istirahat maupun saat beraktivitas. Nyeri dirasakan sepanjang waktu, berdenyut,

tapi tidak sampai menggangu aktivitas.

Secara mendadak timbul benjolan kecil-kecil berisi cairan dan kulit menjadi

kemerahan di bagian perut kanan yang pada hari sebelumnya belum muncul. Benjolan

2

Page 3: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

tersebut merupakan sumber dari nyeri yang dirasakan oleh pasien, disertai rasa gatal.

Benjolan tersebut terdapat yang pecah kemudian mengering. Pasien mengaku tidak

mengalami demam, tetapi bonjolan bertambah banyak dan sedikit mual. Pasien

meneluhkan bahwa benjolan terasa nyeri, panas dan perih jika terkena baju.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat

penyakit kulit lainya di sangkal. Riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Saat ini tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat penyakit kulit lainnya pada keluarga disangkal.

Riwayat Sosial :

Pasien tinggal bersama dengan orang tuanya. Ekonomi keluarga pasien cenderung rendah

dan sekarang pasien sedang menempuh pendidikan di bangku SD.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

- Kesadaran : Kompos mentis.

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang.

- Vital Signs :

o Nadi : 80 kali/menit.

o Pernafasan : 20 kali/menit.

o Suhu : 360C.

- Berat Badan : 20 Kg.

Status Dermatologis

Pada region abdominal dextra terdapat vesikel multiple bergerombol yang tersebar secara

dermatomal, dengan ukuran lentikular, terletak di atas kulit yang eritematosa. Pada

palpasi teraba kulit hangat, vesikel lunak dengan permukaan yang licin.

3

Page 4: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

Gambar 1 – Gambaran Lesi Kulit pada Pasien

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

V. RESUME

Pada anak usia 7 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan yang berisi

cairan di bagian perut kanan yang disertai nyeri, gatal dan panas sejak dua hari yang lalu.

Nyeri dirasakan sepanjang waktu, berdenyut. Timbul vesikel multiple yang nyeri, gatal,

dan pecah. Pada status dermatologis ditemukan vesikel multiple bergerombol tersebar

secara dermatomal di regio abdominal dextra, dengan ukuran lenticular yang terletak di

atas kulit yang eritematosa.

VI. DIAGNOSIS BANDING

- Herpes Simpleks

- Impetigo Bulosa

- Varisela Zoster

4

Page 5: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

VII. DIAGNOSIS KERJA

Herpes Zoster

VIII. RENCANA TERAPI

- Non Farmakologis

o Edukasi :

Mengurangi sementara aktivitas fisik, tidak menggaruk walaupun terasa gatal,

hindari benjolan atau lenting yang pecah, tidak berdekatan dengan anak-anak atau

orang lain yang belum pernah mengalami cacar air sebelumnya. Mengkonsumsi

obat harus teratur dan tidak boleh ketinggalan atau lewat dari waktunya.

- Farmakologi :

o Fuson Cream 5 gr

o Dexanta Sirup 100 ml

o Parasetamol Sirup 125 mg/5 ml

o Asiklovir Tablet 400 mg.

IX. PROGNOSIS

- Ad vitam : bonam

- Ad functionam : bonam

- Ad sanationam : bonam

5

Page 6: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster

yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi varisela zoster laten

dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varisela zoster bertanggung jawab untuk dua

infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox (cacar air) dan herpes

zoster. Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang

berkontak dengan virus varisela zoster. Virus varisela zoster dapat mengalami reaktivasi,

menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama herpes zoster atau shingles.

Pada usia di bawah 45 tahun, insidens herpes zoster adalah 1 dari 1000, semakin

meningkat pada usia lebih tua.3

II. PATOGENESIS

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varisela zoster yang laten di dalam

ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi ganglion spinal atau

ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten. Varisela zoster merupakan virus rantai

ganda DNA, anggota famili virus herpes yang tergolong virus neuropatik atau

neurodermatotropik. Reaktivasi virus varisela zoster dapat dipicu oleh berbagai faktor

seperti pembedahan, penyinaran, lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi

malnutrisi, seseorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang,

atau menderita penyakit sistemik. Jika virus ini menyerang ganglion anterior, maka

menimbulkan gejala gangguan motorik.3,4

III. GAMBARAN KLINIS

Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa.

Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu

sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu

akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang

6

Page 7: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

edema dan eritematosa. Vesikel berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat

menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut herpes zoster hemoragik. Jika

disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi sekunder.4

Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang tetap

timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu. Selain gejala

kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini lokalisasinya

unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah

nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang

timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan

motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah hipestesi pada daerah

yang terkena.4,5

IV. DERMATOM

Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf spinalis.

Masing-masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke otak.

Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan cakram yang dipersarafi oleh saraf

spinal yang berbeda, sedangkan sepanjang lengan dan kaki, dermatom berjalan secara

longitudinal sepanjang anggota badan.

Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan tempat

kerusakan saraf saraf spinalis. Virus yang menginfeksi saraf tulang belakang seperti

infeksi herpes zoster (shingles), dapat mengungkapkan sumbernya dengan muncul

sebagai lesi pada dermatom tertentu.6

V. KOMPLIKASI

Postherpetic neuralgia

Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling sering

terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pada pasien herpes zoster dan

merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan dengan usia. Postherpetic

neuralgia didefenisikan sebagai gejala sensoris, biasanya sakit dan mati rasa. Rasa nyeri

akan menetap setelah penyakit sembuh dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan

7

Page 8: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

yang tidak baik pada penderita usia lanjut. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang

dapat berlangsung lama bahkan menetap.4,7

Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang muncul

oleh karena penyakit atau luka pada sistem saraf pusat atau tepi, nyeri menetap dialami

lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster.8,9

Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik akut (30

hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut (30-120 hari setelah

timbulnya ruam pada kulit), dan postherpetic neuralgia (di defenisikan sebagai rasa sakit

yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit).9

Herpes Zoster Oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus

trigeminus sehingga manifestasinya dapat terjadi pada mata. Jika cabang nasosiliar

bagian luar terlibat, dengan vesikel pada ujung dan tepi hidung (Hutchinson’s sign), maka

keterlibatan mata dapat jelas terlihat. Kelainan pada mata yang sering terjadi adalah

uveitis dan keratitis, akan tetapi dapat pula terjadi glaukoma, neuritis optik, ensefalitis,

hemiplegia, dan nekrosis retina akut.4,5

VI. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis herpes zoster berdasarkan gambaran klinis.5 Komponen

utama dalam penegakan diagnosis adalah :

1. Gejala prodromal berupa nyeri.

2. Distribusi yang khas dermatomal.

3. Vesikel berkelompok atau dalam beberapa kasus ditemukan papul

4. Beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus

sensorik

5. Tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkan herpes

simpleks zosteriformis)

6. Nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal tidak

menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.10

8

Page 9: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

Pemeriksaan laboratorium dilakukan bila lesi tampak krusta kronis atau nodul

verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus varisela

zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah PCR

yang berguna pada lesi krusta, dan kultur virus yang tidak efektif karena membutuhkan

waktu 1-2 minggu.1,10

VII. DIAGNOSIS BANDING4

Herpes simpleks

Herpes simpleks (bersinonim dengan cold sore, herpes febrilis, herpes labialis,

herpes gladiatorium, scrum pox, herpes genitalis).11 Penyebabnya adalah Virus Hepes

Simpleks, terdapat 2 jenis virus, yaitu HSV-1 yang menyerang bibir dan kornea mata.

HSV-2 yang dapat menyebabkan herpes genitalis. Infeksi herpes simpleks umumnya

melalui kontak langsung kulit dan mukosa, jarang yang menyebar melalui aerosol. Untuk

herpes simpleks sendiri (HSV), bentuknya pada umumnya atipik berbentuk plakat

eritematosa, maupun erosi kecil. Herpes primer umumnya asimptomatik atau gejala yang

tidak khas, berupa vesikel serta limfadenopati regional. Gejala prodromal berupa demam,

sakit kepala, malaise, dan mialgia yang terjadi 3-4 hari setelah lesi timbul, membaik

dalam 3-4 hari.

Varisela

Varisela (cacar air) adalah infeksi akut primer oleh virus varisela zoster yang

menyerang kulit dan mukosa. Penyakit ini didahului gejala prodormal yaitu demam,

malaise, nyeri kepala, mual, anoreksia. Lesi pada varisela diawali pada daerah wajah

kemudian meluas ke dada. Lesi juga dapat dijumpai pada mukosa mulut dan genital. Pada

awalnya timbul makula kecil yang eritematosa pada daerah wajah dan dada, dan berubah

cepat menjadi papul dan menjadi vesikel. Vesikel mempunyai gambaran klasik yaitu

letaknya superfisial dan verdinding tipis seperti tetesan air (tear drop), panjangnya sejajar

dengan lipatan kulit.

9

Page 10: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

Impetigo Bulosa

Impetigo bulosa merupakan suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa

lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak

hipopion, dan eritema. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo vesikulo-bulosa

atau cacar monyet. Impetigo adalah infeksi pada kulit disebabkan oleh bakteri

Staphylococcus aureus yang mengenai kulit bagian atas (epidermis superfisial). Dimana

Staphylococcus aureus akan menghasilkan toxin yang dapat menyebabkan adhesi sel

pada lapisan superfisial dari epidermis, memecah lapisan stratum granulare dan

membentuk blister.

VIII. TATALAKSANA

Tujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah mempercepat proses penyembuhan,

mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik, serta mengurangi risiko

komplikasi.1,5 Untuk terapi simtomatik terhadap keluhan nyeri dapat diberikan

analgetik.12 Kemudian untuk infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik.4 Sedangkan

pemberian antiviral sistemik direkomendasikan untuk pasien sebagai berikut : 13

1. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata (herpes zoster oftalmikus).

Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat mengalami keratitis yang akan

menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan komplikasi ocular lainnya.

2. Pasien berusia lebih dari 50 tahun.

3. Herpes zoster diseminata (dermatom yang terlibat multipel) direkomendasikan

pemberian antiviral intravena.

4. Pasien yang imunokompromais seperti pada pasien HIV, pasien kemoterapi, dan

pasca transplantasi organ. Pada pasien HIV, terapi dilanjutkan hingga seluruh krusta

hilang untuk mengurangi risiko relaps

5. Pasien dengan dermatitis atopik berat

Obat antiviral yang dapat diberikan adalah asiklovir. Obat antiviral terbukti

efektif bila diberikan pada tiga hari pertama sejak munculnya lesi.13 Dosis asiklovir

adalah 5 x 800 mg per hari dan umumnya diberikan selama 7-10 hari. Sediaan asiklovir

pada umumnya adalah tablet 200 mg dan tablet 400 mg.4,10 Obat diberikan terus bila lesi

masih tetap timbul dan dihentikan 2 hari setelah lesi baru tidak timbul lagi.4

10

Page 11: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

Untuk pengobatan topikal, pada lesi vesikular dapat diberikan bedak kalamin

untuk pencegahan pecahnya vesikel. Bila vesikel sudah pecah dapat diberikan antibiotik

topical untuk mencegah infeksi sekunder. Bila lesi bersifat erosif dan basah dapat

dilakukan kompres terbuka.4,12

Sebagai edukasi pasien diingatkan untuk menjaga kebersihan lesi agar tidak

terjadi infeksi sekunder. Edukasi larangan menggaruk karena garukan dapat

menyebabkan lesi lebih sulit untuk sembuh atau terbentuk skar jaringan parut, serta

berisiko terjadi infeksi sekunder. Selanjutnya pasien tetap dianjurkan mandi untuk

meredakan gatal.14

11

Page 12: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang anak berusia 7 tahun datang ke dokter dengan keluhan terdapat benjolan yang

berisi cairan di bagian perut kanan yang disertai nyeri dan panas sejak 2 hari yang lalu. Pada

kulit muncul benjolan yang berkelompok dan tersebar di bagian perut kanan bawah. Dengan

timbulnya keluhan pada pasien, perlu dipikirkan terjadinya kelainan kulit yang manifestasinya

merupakan benjolan berisi cairan disertai dengan nyeri. Dengan melihat lesi, tampak pada regio

abdominalis dextra, terdapat vesikel multipel bergerombol yang tersebar secara dermatomal,

dengan ukuran lentikular, terletak di atas kulit yang eritematosa. Pada palpasi teraba kulit yang

hangat, vesikel teraba lunak dengan permukaan yang licin.

Lesi yang terlihat pada pasien menunjukkan karakteristik dari herpes zoster, yang mana

timbul gejala kulit yang unilateral, bersifat dermatomal sesuai dengan persarafan. Lesi yang

timbul pada pasien sangat khas, yaitu vesikel yang berkelompok di atas kulit yang eritematosa

(kemerahan). Keseluruhan dari penampakan kulit maupun gejala subjektif berupa nyeri sangat

menyokong ke arah herpes zoster, dimana penyakit ini memiliki perjalanan berupa masa tunas 7-

12 hari, dengan masa aktif timbulnya lesi dalam 1 minggu, kemudian masa penyembuhan yang

berlangsung selama 1-2 minggu.

Pada kasus reaktivasi, perlu ditanyakan gejala prodromal. Gejala prodromal berupa

demam disangkal, namum pasien mengeluhkan nausea, gatal dan nyeri pada bagian perut kanan

yang terjadi kurang lebih bersamaan dengan timbulnya lesi pada kulit. Gejala prodromal lainya

berupa pusing dan malaise disangkal oleh pasien. Herpes zoster merupakan suatu reaktivasi

akibat infeksi primer. Selain akibat infeksi primer, reaktivasi dapat terjadi akibat penurunan

sistem imun, seperti yang terjadi pada seseorang yang berusia di atas 50 tahun. Herpes zoster

juga merupakan suatu reaktivasi akibat infeksi primer berupa varisela zoster (cacar air). Pada

anamnesis, orang tua pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah mengalami cacar air

sebelumnya. Dalam hal ini, pasien menderita herpes zoster dapat diakibatkan adanya penurunan

sistem imun.

12

Page 13: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

Pada pasien kemudian diberikan pengobatan, berupa edukasi dan medikamentosa.

Benjolan yang berisi cairan diberitahukan untuk tidak digaruk karena dapat menimbulkan infeksi

sekunder. Pasien juga dianjurkan untuk mengurangi aktivitas fisik sementara waktu karena

pasien saat ini menderita nyeri, dalam hal ini aktivitas fisik dapat meningkatkan trauma pada

bagian perut kanan dan pungung kanan pasien yang dapat menyebabkan benjolan pecah. Pada

keterangan yang didapat dari orang tua pasien, saat ini pasien tinggal di rumah dengan orang tua

dan kegiatan sehari-hari pasien adalah belajar di sekolah dan bermain dengan teman sebayanya.

Pasien dan orang tua perlu untuk diedukasi bahwa pada orang yang belum pernah terkena cacar

air dapat terjadi penyebaran virus varisela zoster yang dapat menimbulkan infeksi varisela zoster

pada orang lain. Dengan demikian dalam fase penyembuhan ini, sebaiknya pasien tidak bermain

dengan teman-teman sebayanya atau mengikuti kegiatan belajar di sekolah sementara waktu

hingga pasien sembuh.

Terapi medikamentosa yang dapat diberikan berupa tablet asiklovir 5 x 800 mg. Terapi

dapat diberikan secara efektif maksimal 72 jam setelah lesi terakhir muncul, yang pada pasien ini

masih terpenuhi (onset hari ke 2). Di atas 72 jam, asiklovir dikatakan tidak efektif lagi. Sehingga

orang tua pasien dan pasien perlu diingatkam bahwa konsumsi obat haruslah teratur, termasuk

jamnya, sebab pemberian asiklovir sebanyak 5 kali dalam sehari dengan interval 4 jam selama 7

hari. Untuk keluhan nyeri pada pasien dapat diberikan parasetamol sirup 125 mg/5ml 3-4 kali

sehari yang aman bagi lambung pasien yang mengeluhkan nausea. Untuk mengurangi nausea

pada pasien dapat diberikan dexanta 100 ml 3-4 kali sehari. Untuk lesi primer dan sekunder yang

di alami oleh pasien dapat diberikan Fuson Cream 5 gr 3-4 kali sehari selama 7 hari. Pasien

kemudian dianjurkan untuk kontrol selama 7 hari kemudian kepada dokter, untuk melihat

perbaikan pada pasien.

13

Page 14: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Gnann JW, Whitley RJ. Herpes Zoster. N. Engl. J. Med. 2002.

2. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012. Jakarta;

2012.

3. James WD, Berger T, Elston D. Andrew’s diseases of the skin. Philadelphia: Elsevier

Saunders; 2011.

4. Handoko R. Penyakit virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

5. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In: Wolff K, Goldsmith

LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatol. Gen. Med.

7th ed.

6. Baehr M, Frotscher M. Duus’ topical diagnosis in neurology. 4th ed. New York: Thieme;

2005.

7. Tunsuriyawong S, Puavilai S. Herpes zoster, clinical course and associated diseases: A 5-

year retrospective study at Tamathibodi Hospital. J. Med. Assoc. Thail. Chotmaihet

Thangphaet. 2005.

8. Herr H. Prognostic factors of postherpetic neuralgia. J. Korean Med. Sci. 2002.

9. Oakes SA. Postherpetic Neuralgia Bacgground Monograph. Med Cases Inc; 2004.

10.Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et al.

Recommendations for the management of herpes zoster. Clin. Infect. Dis. Off. Publ. Infect.

Dis. Soc. Am. 2007.

11.Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s color atlas & synposis of clinical dermatology. 6th ed.

New York: McGraw Hill Medical.

12.Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM, editors. Penyakit kulit yang umum di indonesia: sebuah

panduan bergambar. Jakarta: Medical Multimedia Indonesia.

14

Page 15: Kul-Kel (Tugas)_Lap-Sus Herpes Zoster.doc

13.G, Schöfer H, Wassilew S, Friese K, Timm A, Guthoff R, et al. Herpes zoster guideline of

the German Dermatology Society (DDG). J. Clin. Virol. Off. Publ. Pan Am. Soc. Clin. Virol.

2003.

14.Federal Bureau of Prisons. Management of varicella zoster virus infections [Internet]. [cited

2013 May 6]. Available from: http://www.bop.gov/news/PDFs/varicella.pdf.

15.Schmader K, Studenski S, MacMillan J, Grufferman S, Cohen HJ. Are stressful life events

risk factors for herpes zoster? J. Am. Geriatr. Soc. 1990.

15