kuat lekat dan panjang penanaman tulangan … 2.pdf · tugas akhir bab ii ... adalah batang baja...
TRANSCRIPT
KUAT LEKAT DAN PANJANG PENANAMAN
TULANGAN BAMBU PETUNG DAN BAMBU TALI
PADA BETON NORMAL
TUGAS AKHIR
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton Bertulang
Beton bertulang merupakan gabungan dari dua jenis material/bahan yaitu
beton dan tulangan baja, dimana kedua material tersebut direncanakan untuk
bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja (SNI 2847-2013). Beton
merupakan bahan/material yang memiliki kuat tekan yang tinggi, namun disisi
lain memiliki kuat tarik yang yang rendah, sedangkan baja memiliki kuat tarik
yang besar. Dari kelebihan masing-masing material tersebut, maka dari itu
diharapkan beton dan tulangan baja dapat saling melengkapi dan bekerja sama di
dalam menahan gaya-gaya yang bekerja dalam struktur, dimana gaya tekan
ditahan oleh beton dan gaya tariknya ditahan oleh tulangan baja.
2.2 Material Pembentuk Beton Bertulang
Adapun unsur-unsur pembentuk beton bertulang adalah beton dan tulangan
baja.
2.2.1 Beton
Menurut SNI 2847-2013, beton adalah bahan yang didapat dengan
mencampurkan semen Portland atau semen hidrolis yang lain, agregat halus,
agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan. Beton segar yang
didapat dari mencampurkan material-material diatas semakin lama akan semakin
mengeras dan mencapai kekuatan rencana (f’c) pada usia 28 hari. Adapun material
pembentuk beton adalah sebagai berikut :
1. Agregat halus
Agregat halus adalah bahan pengisi di dalam beton yang berupa pasir, baik
pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian, ataupun
hasil dari pemecahan batu yang memiliki ukuran butir lebih kecil dari 4,75
mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200.
2. Agregat kasar
Agregat kasar (kerikil/batu pecah) adalah batuan alam atau berupa batu
pecah yang memiliki ukuran butiran lebih besar dari 4,75 mm. Agregat kasar
5
tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dan apabila kadar lumpurnya
melampaui 1% maka agregat kasar tersebut harus dicuci. Selain tidak boleh
mengandung lumpur, agregat kasar juga harus terdiri dari butir-butir keras,
bersifat kekal dan tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton
seperti alkali. Agregat kasar sangat mempengaruhi kualitas dari beton.
3. Semen (Portland Cement)
Portland cement merupakan bahan pengikat utama untuk adukan beton
dan pasangan batu yang digunakan untuk menyatukan bahan menjadi satu
kesatuan yang kuat. Jenis semen merupakan salah satu faktor yang
menentukan kuat tekan beton.
Semen apabila ditambah dengan air akan menjadi pasta semen. Apabila
ditambah dengan agregat halus pasta semen akan menjadi mortar, sedangkan
apabila digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton
segar dan kemudian setelah beton segar mengeras akan menjadi beton keras.
Adapun fungsi dari semen itu sendiri adalah untuk mengisi rongga-rongga
udara diantara butiran agregat atau sebagai bahan perekat bahan susun beton.
4. Air
Air digunakan sebagai bahan pencampur dan pengaduk beton untuk
mempermudah pekerjaan.
2.2.1.1 Kuat tekan beton
Beton mempunyai sifat yang kuat terhadap tekan dan mempunyai sifat
yang lemah terhadap tarik sehingga pada umunya beton hanya diperhitungkan
bekerja dengan baik hanya pada daerah tekan saja pada penampangnya,
sedangkan gaya tarik dipikul oleh tulangannya (Dipohusodo, 1996). Nilai kuat
tekan beton ditentukan dari tegangan tekan tertinggi (f’c) yang dicapai benda uji
pada umur 28 hari. Kuat tekan beton dapat dihitung menggunakan rumus :
𝑓 ′𝑐 = 𝑃
𝐴 (2.1)
Dimana :
𝑓 ′𝑐 = kuat tekan beton (MPa)
P = beban maksimum benda uji (N)
A = luas bidang tekan benda uji (mm2)
6
Nilai kuat tekan beton ini didapatkan melalui tata-cara pengujian standar
dengan menggunakan mesin uji yaitu dengan cara memberikan beban, dimana
beban yang diberikan akan terus meningkat sampai beton yang diuji hancur. Kuat
tekan beton ini sangat dipengaruhi oleh material pembentuk beton tersebut yaitu
semen, agregat halus, agregat kasar, air dan bahan campuran yang lainnya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton :
1. Perbandingan air dan semen serta tingkat pemadatannya.
Semakin besar faktor air semen, maka jumlah pasta semakin besar dan nilai
slump pun juga menjadi semakin besar yang berarti bahwa adukan menjadi
semakin encer sehingga mempunyai kelecakan yang tinggi. Hal ini tentu dapat
menyebabkan penurunan kuat tekan beton, karena naiknya faktor air semen
berarti terjadinya penambahan air di dalam adukan beton, sehingga ada
kelebihan air dalam pasta yang menyebabkan timbulnya pori atau rongga
udara yang memperlemah kekuatan beton.
2. Perawatan
Perawatan pada beton merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk
membantu di dalam mempercepat proses hidrasi beton, menjaga kestabilan
temperatur dan juga perubahan kelembaban di dalam maupun diluar beton itu
sendiri.
3. Umur beton
Kuat tekan beton bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton.
Kecepatan bertambahnya kekuatan beton tersebut dipengaruhi oleh faktor-
faktor diatas yaitu faktor air semen dan juga suhu perawatan.
2.2.2 Baja
Baja merupakan suatu material konstruksi yang sering digunakan di dalam
struktur bangunan sipil. Salah satu hal yang menyebabkannya adalah karena baja
memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Selain memiliki kekuatan tarik yang tinggi,
baja juga memiliki sifat daktail. Dimana baja dapat mengalami deformasi yang
besar karena memiliki kuat tarik yang tinggi tanpa mengalami kehancuran atau
putus. Hal ini sangat menguntungkan, karena sifat daktail yang dimiliki baja dapat
7
mencegah keruntuhan bangunan secara tiba-tiba akibat terjadinya guncangan
gempa, sehingga keamanan dari penghuni bangunan tersebutpun terjamin.
Jenis-jenis tulangan baja untuk beton dapat dibedakan berdasarkan tulangan
polos atau berulir. Tulangan polos adalah batang baja yang pada bagian
permukaan sisi luarnya rata, tidak berukuir, sedangkan untuk tulangan berulir
adalah batang baja dengan bagian permukaan sisi luarnya tidak rata, tetapi
berukir.
Di dalam struktur beton bertulang harus dapat diusahakan agar tulangan baja
dan beton dapat mengalami deformasi secara bersama-sama. Hal ini bertujuan
agar terjadinya ikatan diantara tulangan baja dan juga beton.
Gambar 2.1 Diagram tegangan-regangan baja
(Nawi,E.G.,1996)
Dari Gambar 2.1 dapat dilihat hubungan tegangan dan regangan baja,
terdapat empat daerah sebagai berikut :
a. Daerah elastis linier (0<εs<εy), dimana tegangan baja meningkat secara linier
terhadap regangan baja dengan Es = 200000 MPa.
b. Daerah leleh (εy<εs<εsh), dimana tidak ada peningkatan tegangan baja.
c. Daerah strain hardening (εsh<εs<εsu), dimana tegangan meningkat secara non
linier.
d. Daerah penurunan tegangan (εsu< εs< εsf), dimana terjadi penurunan tegangan
sampai baja mengalami putus.
8
2.3 Tulangan Bambu
Bambu merupakan jenis tanaman yang termasuk Bamboidae yaitu salah satu
anggota sub familia rumput, sehingga pertumbuhannya cepat (Jansen, 1980). Pada
umumnya bambu ditemukan di tempat-tempat terbuka baik di pekarangan, tegalan
maupun di hutan. Di dalam pemanfaatan bambu harus diperhatikan faktor-faktor
yang dapat menentukan kualitas dan kuantitas produk yang dapat dihasilkan,
misalnya faktor jenis bambu, umur, kadar air, berat jenis, kekuatan, keawetan.
2.3.1 Jenis – jenis bambu
Di Indonesia ada sekitar 12 spesies bambu di Indonesia yang biasa
digunakan sebagai struktur bangunan (Sipongco dkk, 1987). Dari jenis-jenis
bambu yang ada di Indonesia, hanya ada empat saja yang biasanya dijual
dipasaran yaitu bambu Petung, bambu Tali, bambu duri dan bambu wulung
(Frick, 2004). Penggunaan bambu sebagai material struktur lebih baik karena
strukturnya yang ringan sehingga menyebabkan ketahanan yang lebih tinggi
terhadap getaran gempa mengingat bahwa Indonesia termasuk daerah rawan
gempa.
2.3.1.1 Bambu Petung/betung (Dendrocalamus asper).
Gambar 2.2 Bambu Petung
Bambu Petung tumbuh subur hampir di semua pulau besar di Indonesia.
Bambu Petung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dengan pegunungan
sampai ketinggian 2000 m di atas permukaan air laut. Pertumbuhan bambu ini
cukup baik, terutama pada tanah yang tidak terlalu kering. Bambu ini memiliki
dinding yang tebal dan kokoh serta diameter yang dapat mencapai lebih dari 20
cm. Dapat tumbuh hingga lebih 25 meter. Bambu Petung banyak digunakan di
9
dalam konstruksi sebuah bangunan yaitu dijadikan struktur atau pondasi
bangunan, dimana bambu dimasukkan dalam kolom struktur dan diberi tulangan
serta dicor beton. Selain itu bambu Petung dapat juga dijadikan sebagai reng.
2.3.1.2 Bambu Tali
Gambar 2.3 Bambu Tali
Selain bambu Petung, di dalam konstruksi bangunan bambu yang dapat
digunakan adalah bambu Tali atau bambu apus (Gigantochloa apus Kurz). Bambu
ini sangat mudah untuk mendapatkannya karena hampir ada disemua tempat serta
dengan harga yang terjangkau. Bambu Tali yang baru ditebang kadar airnya bisa
mencapai 185 % (Basri dan Saefudin, 2004). Bila bambu mengering, baik secara
alami maupun melalui proses pengeringan dimensinya akan menyusut.
Penyusutan ini akan berakibat terhadap perubahan dimensi bambu, yang jika tidak
dikendalikan akan menyebabkan penurunan mutu bambu tersebut. Menurut Liese
(1985) dan Fangchun (2000), tingkat penyusutan pada bambu sejenis bergantung
pada umur, posisi letak pada batang dan tingkat kekeringan bambu.
Sifat mekanik bambu merupakan sifat yang berhubungan dengan kekuatan
suatu bahan di dalam menahan gaya luar yang bekerja pada bambu tersebut. Sifat
ini dapat diketahui dari penelitian-penelitian yang memanfaatkan bambu sebagai
struktur dan bahan bangunan. Sifat mekanik pada bambu ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu jenis bambu, umur bambu pada waktu penebangan,
kandungan air pada bambu, bagian batang bambu yang digunakan, dan juga
penggunaan nodia dan internodia.
10
2.3.2 Kuat tarik bambu
Bambu memiliki banyak kelebihan-kelebihan, dimana salah satunya
memiliki kuat tarik yang tinggi yang dapat dipersaingkan dengan baja. Kuat tarik
bambu merupakan suatu ukuran kekuatan bambu di dalam menahan gaya-gaya
yang cenderung menyebabkan bambu tersebut terlepas satu dengan yang lainnya
(Pathurahman,1998). Menurut Jansen (1980) faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kekuatan bambu adalah sebagai berikut :
1. Kandungan air, dimana kekuatan tarik bambu akan menurun dengan
meningkatnya kandungan air.
2. Ada tidaknya nodia pada bambu. Di dalam inter-nodia sel-selnya berorientasi
kearah sumbu aksial sedangkan di dalam nodia sel-selnya mengarah pada
sumbu transversal. Oleh karena itu batang-batang yang bernodia mempunyai
kekuatan yang lebih rendah daripada batang-batang yang tidak bernodia.
Berikut rumusan di dalam menghitung kuat tarik pada bambu :
𝑓𝑢𝑏 = 𝑃 𝑚𝑎𝑥
𝐴 (2.2)
dimana:
fub = tegangan tarik pada batas maksimum (kg/cm2)
Pmax = beban tarik maksimum (kg)
A = luas penampang (cm2)
Morisco (1999) juga telah melakukan pengujian kuat tarik dengan empat
jenis yaitu bambu ori (bambusa bambos becke), bambu Petung (dendracalamus
asper schult), bambu wulung (gigantochloa vercillata munro) dan bambu tutul
(bambusa vulgaris schrad), dimana di dalam pengujian ini bambu yang digunakan
adalah bambu dengan nodia dan juga tanpa nodia. Hasil yang didapatkan dari
pengujian tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Tegangan tarik bambu kering oven tanpa nodia dan dengan nodia
Jenis Bambu Tegangan Tarik (Mpa)
Tanpa
Nodia
Dengan
Nodia
Ori 291 128
Petung 190 116
Wulung 166 147
Tutul 216 74
11
Tabel 2.2 Tegangan tarik bambu kering oven tanpa nodia bagian dalam dan
bagian luar
Jenis Bambu Tegangan Tarik (Mpa)
Bagian dalam Bagian luar
Ori 164 417
Petung 97 285
Wulung 96 237
Tutul 146 286
Berikut diagram tegangan-rengangan bambu yang dibandingkan dengan
baja:
Gambar 2.4 Tegangan-regangan bambu dan baja
Morisco (1999)
Dari Gambar 2.4 tegangan-regangan bambu dan baja, dapat dilihat bahwa
bambu Ori memiliki kekuatan yang cukup tinggi yaitu hampir dua kali tegangan
leleh baja. Selain bambu ori, kuat tarik rata-rata dari bambu Petung juga lebih
besar dari tegangan leleh baja. Selain mengetahui tegangan-regangan bambu, dari
penelitian-penelitian tersebut juga dapat diketahui mengenai perbedaan kekuatan
bambu baik pada bagian luar dan bagian dalamnya. Dimana didapatkan hasil
bahwa bambu bagian luar mempunyai kekuatan yang jauh lebih tinggi daripada
bambu bagian dalamnya.
12
2.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Bambu
Kelebihan bambu sebagai tulangan pada beton:
1. Dari segi harga, tulangan bambu jauh lebih murah apabila
dibandingkan dengan baja.
2. Bambu dapat diperoleh dengan mudah karena tersedia hampir di
semua daerah.
3. Pertumbuhannya cepat.
4. Bambu merupakan bahan konstruksi yang ringan.
5. Material yang dapat diperbaharui.
6. Memiliki kuat tarik yang tinggi.
Kelemahan bambu sebagai tulangan pada beton:
1. Daya lekat dengan beton kurang baik.
2. Mudah menyerap air.
3. Mudah terbakar.
2.3.4 Perlakuan Permukaan pada Bambu
Dilihat dari kekuatannya, bambu sebagai tulangan beton merupakan
alternatif yang dinilai layak, minimal untuk struktur ringan dan sedang. Tapi
permasalahannya adalah, bambu bersifat higroskopis yang kembang-susutnya
cukup besar. Hal ini tentu mengakibatkan penyusutan, lekatannya dengan beton
menjadi sangat berkurang sehingga daya dukung struktur menjadi menurun.
Lekatan antara tulangan bambu dan beton kurang baik, dapat diatasi
dengan penambahan bahan pelapis kedap air. Ada banyak bahan pelapis yang
dapat digunakan untuk melapisi permukaan bambu yaitu seperti misalnya vernis
dan juga epoxy (Pathurahman, dkk, 2003).
2.4 Panjang Penyaluran
2.4.1 Pengertian Panjang Penyaluran
Panjang penyaluran menurut SNI 2847-2013 adalah panjang tulangan
tertanam yang diperlukan untuk mengembangkan kuat rencana tulangan pada
suatu penampang kritis. Panjang penyaluran menentukan tahanan terhadap
tergelincirnya tulangan. Adapun dasar utama dari teori panjang penyaluran
13
tersebut adalah dengan memperhitungkan sebuah tulangan yang tertanam di
dalam beton.
Gambar 2.5 Skema panjang penyaluran tulangan dan beton
Agar batang dapat menyalurkan gaya sepenuhnya melalui ikatan, maka
batang tersebut harus tertanam di dalam beton hingga suatu kedalaman tertentu
yang dinyatakan dalam panjang penyaluran. Sebuah gaya tarik T bekerja pada
tulangan tulangan tersebut. Gaya ini ditahan oleh lekatan antara beton sekeliling
dengan tulangan. Bila tegangan lekat ini bekerja merata pada seluruh bagian
batang yang tertanam, total gaya yang harus dilawan sebelum batang tersebut
keluar dari beton akan sama dengan panjang bagian yang tertanam dikalikan
keliling tulangan kali tegangan lekat.
Park dan Paulay (1975) mengemukakan bahwa untuk menghitung besarnya
panjang tulangan yang tertanam pada beton diperlukan adanya nilai tegangan
lekat (μ). Hal ini berarti bahwa tegangan lekat berhubungan erat dengan panjang
penanaman tulangan pada beton. Sehingga panjang penyaluran dapat dirumuskan
sebagai berikut:
ld x kll x μ = P (2.3)
Dimana :
𝑙𝑑 = panjang penyaluran (mm)
𝑘𝑙𝑙 = keliling tulangan (mm)
𝜇 = kuat lekat (MPa)
P = Beban maksimum (N)
2.4.2 Lekatan Beton dan Tulangan
Penggunaan tulangan pada struktur beton bertulang adalah untuk
mengganti kapasitas tarik dari material beton yang lemah. Tegangan tarik yang
14
terjadi pada beton selanjutnya disalurkan ke tulangan melalui mekanisme lekatan,
sehingga kedua material tersebut yaitu beton dan tulangan dapat bekerja sama
menjadi satu kesatuan material.
Salah satu persyaratan dari sebuah konstruksi bangunan adalah adanya
lekatan antara tulangan dengan beton. Kuat lekat ditimbulkan akibat adanya saling
geser antara tulangan dan beton sekelilingnya. Kuat lekat merupakan kombinasi
kemampuan antara tulangan dan beton yang menyelimutinya dalam menahan
gaya-gaya yang dapat menyebabkan lepasnya lekatan antara tulangan dan beton
(Winter, 1993). Gaya lekat ini akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya
diameter tulangan, karena gaya lekat merupakan luas bidang singgung dikalikan
dengan tegangan lekat. Hal ini berarti bahwa dengan diameter tulangan yang lebih
besar mempunyai luas permukaan yang lebih besar juga, sehingga gaya yang
dibutuhkan untuk menarik keluar juga semakin besar.
Untuk dapat mengetahui mekanisme lekatan antara beton dan tulangan
dapat dilakukan dengan pengujian kuat cabut (pull out test) pada tulangan yang
ditanam di dalam beton. Di dalam pengujian kuat cabut ini dapat diketahui
besarnya gaya cabut dan juga tegangan lekat.
Menurut Nawy (1986), kuat lekat antara beton dan tulangan dipengaruhi oleh
faktor-faktor :
1. Efek gripping (memegang) sebagai akibat dari susut pengeringan beton di
sekeliling tulangan dan saling geser antara tulangan dengan beton di
sekelilingnya.
2. Tahanan gesekan (friksi) terhadap gelincir dan saling kunci pada saat elemen
penguat atau tulangan mengalami tegangan tarik.
3. Diameter tulangan.
4. Bahan pelapis (coating).
5. Jarak tulangan dari tepi beton.
Kuat lekat antara beton dan tulangan ini dapat berkurang apabila mendapat
tegangan yang tinggi karena apabila mendapat tegangan yang tinggi, pada beton
akan timbul retak-retak dan apabila terus berlanjut akan mengakibatkan retakan
yang terjadi tersebut makin lebar dan bersamaan dengan itu akan terjadi defleksi.
Di dalam hal ini fungsi dari beton bertulang menjadi hilang karena baja tulangan
15
yang terlepas dari beton. Jenis percobaan yang dapat menentukan kualitas lekatan
elemen tulangan yaitu dengan percobaan tarik langsung (pull-out test). Percobaan
ini memberikan perbandingan antara efisien lekatan berbagai jenis permukaan dan
panjang penanaman.
2.5 Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai kuat lekat bambu dan beton sudah pernah dilakukan
oleh Irianta (2009), Setiya Budi, dkk (2013), dan Suryadi, dkk (2013), dimana
panjang penanaman yang digunakan yaitu 150 mm. Hasil penelitian tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Hasil penelitian terdahulu
Dari Tabel 2.3, dapat dilihat perbedaan besarnya kuat lekat yang sangat
jauh dari masing-masing penelitian yang pernah dilakukan. Bambu Gombong
memiliki kuat lekat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis bambu
lainnya. Pengujian kuat lekat baja ulir yang pernah dilakukan oleh Sunarmasto
(2007), dimana didapat hasil kuat lekat baja ulir diameter 10 adalah 3.267 MPa,
sehingga apabila dibandingkan dengan kuat lekat tulangan bambu yang paling
mendekati adalah penelitian yang dilakukan oleh Irianta (2009).
Nama
Peneliti Jenis
Bambu Variasi Bambu Dimensi Bambu
Mutu
Beton
(Mpa)
Hasil
Pengujian
Lekatan
(Mpa)
Irianta
(2009)
Petung Dipilin lebar : 15 mm
tebal : 5 mm 30
1.1 MPa
Ori Dipilin 0.6 MPa
Wulung Dipilin 0.6 MPa
Setiya
Budi,
dkk
(2013)
Petung
Takikan lebar : 15 mm
tebal : 5 mm 16
0.0078 MPa
Wulung 0.0071 MPa
Suryadi,
dkk
(2013) Gombong
Lilitan kawat (2 cm)
lebar : 20-25 mm
tebal : 8-15 mm 20
22.8 MPa
Lilitan kawat (4 cm) 18 MPa Pemberian tonjolan
(2.5 cm) 47.9 MPa Pemberian tonjolan
(5 cm) 31.3 MPa
16
2.6 Analisa Data
2.6.1 Mean
Mean adalah nilai rata-rata dari beberapa buah data. Nilai mean dapat
ditentukan dengan membagi jumlah data dengan banyaknya data. Adapun rumus
dari mean adalah sebagai berikut :
𝑋 = Ʃ𝑋𝑖
𝑛 (2.4)
Dimana :
𝑋 : rata-rata hitung
Xi : nilai sampel ke-i
n : jumlah sampel
2.6.2 Standar Deviasi
Standar deviasi adalah nilai statistik yang digunakan untuk menentukan
bagaimana sebaran data dalam sampel. Berikut rumus dari standar deviasi :
𝑆 = 𝑛 .Ʃ 𝑥𝑖 2− (Ʃ𝑥𝑖 )2
𝑛(𝑛−1) (2.5)
Dimana :
S : standar deviasi
Xi : nilai ke-i
𝑥 : rata-rata hitung
2.6.3 Pendugaan Parameter
Pendugaan parameter adalah suatu dugaan terhadap parameter berdasarkan
suatu interval, di dalam interval mana kita harapkan dengan keyakinan tertentu
parameter itu akan terletak. Pendugaan interval dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Pendugaan interval dua sisi
𝑋 − 𝑡𝛼 .𝑛−1.𝑆
𝑛 < 𝜇 < 𝑋 + 𝑡𝛼 .𝑛−1
𝑆
𝑛 (2.6)
2. Pendugaan interval satu sisi
𝑋 − 𝑡𝛼 .𝑛−1.𝑆
𝑛 < 𝜇 (2.7)
17
Dimana :
𝑋 : nilai rata-rata dari sampel
t : distribusi t
𝛼 : taraf signifikan atau besarnya kesalahan yang ditolerir dalam
membuat keputusan
n : jumlah sampel
S : standar deviasi
μ : nilai rata-rata pada interval tertentu