kualitas tak stabil
TRANSCRIPT
DATA ANALISA LABORATURIUM
Kadar Air
Tanggal Produksi : 18 Juli 2012
Shift 1
(Line
1)
Sampelwcawan kosong
(g)
wcawan
kosong+sampel
(g)
wcawan
kosong+sampel
stlh dioven
(g)
Kadar Air
(%)% Rata-rata
Tepung terigu 27,2216 30,8586 30,4781 10,4619 -
Adonan 26,7372 31,9993 30,3372 31,586231,5902
29,2430 35,2770 33,3706 31,5943
Mie (SAS) 26,6992 30,2020 30,1387 1,80711,8294
26,6315 30,7896 30,7126 1,8518
P (SAS) 26,9727 30,6356 30,6037 30,6037
Minyak goreng 27,2020 29,7662 29,7645 29,7645
Line 2
Tepung Terigu 28,5050 31,7025 31,3753 10,23
Adonan 26,4865 31,9763 30,2486 31,471131,4450
26,2445 32,7129 30,6806 31,4189
Mie (SGJM) 28,7466 32,9502 32,8363 2,70962,6931
26,6658 30,7643 30,6346 2,6766
P (SGJM) 28,4046 32,6602 32,6058 1,2783
Minyak goreng 26,6906 30,6869 30,6822 0,1176
Shift 2
(Line
1)
Sampelwcawan kosong
(g)
wcawan
kosong+sampel
(g)
wcawan
kosong+sampel
stlh dioven
(g)
Kadar Air
(%)% Rata-rata
Tepung terigu 26,9304 29,6962 29,4155 10,1490
Adonan 26,3943 32,1540 30,3331 31,614531,6706
28,4662 33,7548 32,0769 31,7267
Mie (SKA) 27,0786 30,3842 30,2747 3,31263,2812
26,6315 30,7896 30,7126 3,2498
P (SKA) 26,8524 31,4809 31,4486 0,6979
Minyak goreng 26,4815 30,2876 30,2562 0,9141
Line 2
Tepung Terigu 26,9008 29,7355 29,4483 10,1316
Adonan 26,6574 32,2091 31,4577 31,547131,4978
26,8065 23,4084 31,3322 31,4485
Mie (MBAM) 27,2317 30,7947 30,6133 5,09125,0768
26,6286 30,1427 29,9648 5,0625
P (MBAM) 28,4046 32,6602 32,6058 1,2783
Minyak goreng 26,6906 30,6869 30,6822 0,1176
Tanggal produksi : 19 Juli 2012
Shift 1
(Line
1)
Sampelwcawan kosong
(g)
wcawan
kosong+sampel
(g)
wcawan
kosong+sampel
stlh dioven
(g)
Kadar Air
(%)% Rata-rata
Tepung terigu 26,3397 29,2501 28,9434 10,5381
Adonan 26,6064 32,1283 30,3820 31,625031,6154
25,8306 30,7800 29,2157 31,6058
Mie (MBAM) 28,3113 31,7754 31,6404 3,89713,8108
26,6315 30,7896 30,7126 3,7246
P (MBAM)
Minyak goreng
Line 2
Tepung Terigu 26,6982 29,8351 29,5067 10,4689
Adonan 26,9410 32,4390 30,6942 31,735231,7126
28,1583 33,5644 31,8512 31,6901
Mie (MBAM) 26,2453 29,5770 29,4504 3,79993,8364
27,3395 31,2771 31,1246 3,8729
P (MBAM)
Minyak goreng
Shift 2
(Line
1)
Sampelwcawan kosong
(g)
wcawan
kosong+sampel
(g)
wcawan
kosong+sampel
stlh dioven
(g)
Kadar Air
(%)% Rata-rata
Tepung terigu 28,1660 31,3451 31,0263 10,0280
Adonan 26,9040 32,1184 30,5022 30,994931,0103
26,9315 32,3815 30,6906 31,0257
Mie (SMG) 28,4667 31,8376 31,7226 3,41163,3730
26,4867 29,9326 29,8177 3,3344
P (SMG) 26,8075 30,3708 30,3409 0,8391
Minyak goreng 26,3948 28,8979 28,8952 0,1079
Line 2
Tepung Terigu 27,2324 30,7545 30,4012 10,0309
Adonan 28,3082 33,5320 31,8795 31,894831,8950
26,7379 31,1997 29,6818 31,8952
Mie (SMG) 26,5936 29,8084 29,6818 3,93803,9440
28,2390 31,6948 31,5583 3,9499
P (SMG) 26,8427 31,2794 31,2428
Minyak goreng 28,4049 30,4932 30,4905 0,1293
Keterangan:
Kadar air yang diperoleh dari hasil analisa diatas menunjukan nilai kadar yang sesuai standar
menurut SQM (Standard Quality Manual).
Kadar Gluten
Tanggalwsampel
(g)
wkertas
(g)
wkonstan
(g)
Kadar
Gluten (%)
Jenis
Tepung
Terigu
18 Juli 2012
10,10 0,3474 1,4988 11,4000 8 FB +1 FM
10,10 0,3780 1,5667 11,7693 7 FB + 2 FM
10,10 0,3601 1,4400 10,6921 8 FB +1 FM
10,10 0,3265 1,3845 10,4752 8 FB +1 FM
19 Juli 2012
10,10 0,3866 1,4792 10,8178 8 FB +1 FM
10,10 0,3501 1,4126 10,5198 8 FB +1 FM
10,10 0,3723 1,3515 9,6950 8 FB +1 FM
10,10 0,3555 1,4040 10,3812 8 FB +1 FM
Keterangan:
Kadar gluten yang diperoleh dari hasil analisa diatas menunjukan nilai kadar yang sesuai
standar menurut SQM (Standard Quality Manual).
Viskositas Air Alkali
Tanggal Viskositas
(cps)
pH Suhu
(oC)
Produk
18 Juli 201222 10,28 31,30 SAS / SGJM
25 10,30 33,60 SKA / MBAM
19 Juli 2012
25 10,32 31,90 MBAM /
MBAM
20 10,30 33,90 SMG / SMG
Keterangan:
Viskositas dan pH dari larutan alkali yang diperoleh dari hasil analisa diatas menunjukan
nilai kadar yang sesuai standar menurut SQM (Standard Quality Manual).
Kadar abu
18 JULI 2010
Mie Cawan kosong Cawan + sampel Cawan setelah dioven
SAS 26,9583 29,0484 26,9836
SGJM 27,0694 29,1429 27,0920
SKA 26,9618 29,3378 26,9958
MBAM 27,0801 29,2687 27,1112
19 JULI 2010
Mie Cawan kosong Cawan + sampel Cawan setelah dioven
MBAM 26,9659 29,0986 26,9930
MBAM 27,0836 29,5422 27,1149
SMG 26,9662 29,1711 26,9973
SMG 27,0850 29,2423 27,1135
Tanggal Jenis MieKadar Abu
(%)
18 Juli 2012
SAS 1,2105
SGJM 1,0899
SKA 1,4310
MBAM 1,4210
19 Juli 2012
MBAM 1,2707
MBAM 1,2731
MBAM 1,4105
MBAM 1,3211
Keterangan:
Kadar abu yang didapat dari hasil analisa diatas tidak sesuai dengan SQM yakni dengan
standar kadar abu maksimal 0,6%. Hal ini menandakan bahwa kandungan mineral pada
adonan (tepung terigu) sangat kecil.
Kadar FFA
18 JULI 2010
mL sampel mL NaOH %FFA
11,00 0,53 0,1233
10,00 0,48 0,1229
10,80 0,48 0,1138
10,30 0,46 0,11143
19 JULI 2010
mL sampel mL NaOH %FFA
10,30 0,43 0,1069
10,30 0,41 0,1019
10,30 0,48 0,1193
10,90 0,54 0,1268
Keterangan:
Dari data hasil analisa diatas menunjukan bahwa kadar FFA pada minyak goreng dimesin
frayer cukup baik dan memenuhi standar SQM yang ada yakni dengan kadar maksimal 0,1
%.
Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa penyebab-penyebab dari kualitas tidak stabil
selama proses produksi beserta solusi yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut :
MACAM-MACAM PENYEBAB :
1. Man
Dalam hal ini adalah operator yang bertugas, dari mulai yang bertugas menuangkan
tepung terigu, sampai finish good. Dimana selama masa observasi, kami melihat ada
beberapa operator yang tidak melaksanakan tugasnya sesuai SOP.
Sebagai contoh, adonan yang terputus di mesin press dan akhirnya terjatuh ke lantai
tidak dibuang (limbah), akan tetapi dimasukan kembali ke dalam feeder. Sebab utama
dari terputusnya adonan di mesin press dikarenakan adonan tidak cukup kalis saat
masih di mixing didalam mixer. Penyebab adonan tidak kalis juga kemungkinan bisa
terjadi karena human error dari operator mixing sendiri, misalnya waktu mixing terlalu
lama atau lebih cepat, atau saat penambahan air, terlalu banyak atau bahkan kurang.
Kendatipun faktor suhu, larutan alkali, dan down time pada mesin mixing juga dapat
mempengaruhi kualitas adonan, sehingga kemungkinan mie menjadi HH, HK, dan HP
cukup besar. Pada akhirnya pemborosan tepung terigu, minyak goreng, dan etiket pun
meningkat.
2. Machine
Mesin merupakan perangkat yang menjadi tolak ukur kualitas suatu produk, produksi.
Selama masa observasi, ditemukan adanya kebocoran tepung pada mesin screw di line
1, karena kebocoran ini didapatkan ± 1 karung tepung terigu selama 1 shift kerja (7
jam), yang sedikit banyaknya dapat mengurangi kualitas mie.
Hal lain yang ditemukan adalah di tiadakannya saringan pada mesin screw, sehingga
kemungkinan kotoran ataupun kutu tepung bisa lolos dan masuk ke dalam adonan,
padahal didalam SOP tercantum bahwasannya didalam mesin screw terdapat
saringan.Belum lagi kebersihan mesin yang tidak dijaga secara kontinyu, padahal
seharusnya setiap selesai produksi, semua alat dan mesin yang digunakan dibersihkan
(tercantum dalam SOP).
Selain itu, berat mie tidak konstan bahkan tidak sedikit ditemukan range nya sangat
jauh dengan standar yang ada. Hal ini bisa disebabkan karena adonan mie yang di
press di mesin pressing tebalnya tidak sesuai dengan standar, kemudian saat adonan
berjalan dan dipotong di mesin cutting terkadang terjadi down time pada mesin
tersebut.
Entah itu disebabkan oleh kecepatan memotongnya terlalu cepat dari standar yang ada
yakni 63/menit atau setara dengan 1,05/detik sehingga berat mie terkadang menjadi
underweight, tentu saja ini tidak dihitung sebagai pemborosan, akan tetapi dimasukkan
ke dalam kategori surplus. Dimana saat dikonsumsi oleh konsumen, rasanya menjadi
lebih asin atau tidak sesuai standar dikarenakan berat mie rendah sedang bumbu sudah
disesuaikan dengan berat mie standar sesuai flavour.
Selain itu, berat mie juga terkadang diatas standar yang diharuskan atau overweight,
Hal ini disebabkan oleh jumlah untaian mie yang tidak konstan. Dimana pada jalur 3
jumlah untaian mie seharusnya lebih banyak dibanding mie pada jalur 1, 2, 4, maupun
5. Sebagai contoh, jika jumlah untaian mie di jalur 1 sebanyak 73 dan di jalur 5
sebanyak 72 maka slitter digeser ke arah jalur 5. Akan tetapi, dari hasil observasi yang
ada, jalur 1 dan 5 selalu lebih banyak dibanding jalur 3. Hal ini patut diperhatikan,
mengingat kualitas sangat diperhitungkan pada proses ini.
3. Methode
Secara garis besar, metode yang digunakan tidak ada masalah. Namun penerapan SOP
yang baik dan benar belum diterapkan oleh semua karyawan, dalam hali ini operator.
Seperti saat memegang adonan di mixing atau pressing bahkan frying tidak
menggunakan sarung tangan, dan masker, juga kebersihan yang minim disekitar ruang
produksi dan tidak adanya sanitasi membuat ruangan produksi terlihat kurang baik dan
kewajiban membersihkan alat dan mesin setelah selesai produksi pun diabaikan.
Pada kenyataannya mesin, baru dibersihkan saat produksi tidak berjalan, padahal
metode ini teramat penting untuk menjaga kualitas. seperti contoh, sisa-sisa adonan
mie di feeder yang membusuk dan menjamur sampai berwarna coklat dan kehijauan.
4. Material
Tidak dipungkiri kualitas Raw material yang ada jauh dari harapan, dimana kualitas
Raw material menjadi tolak ukur kualitas bagi suatu produk. Dari mulai kualitas
tepung terigu, dan penghilangan tepung tapioka pada adonan. Padahal tepung tapioka
bisa mengurangi penyerapan minyak pada saat fraying, hal ini juga bisa mengurangi
pemborosan minyak goreng. Penggunaan tepung terigu dengan kualitas bagus dirasa
akn lebih efektif menjaga kualitas mie dan pemborosan, baik itu pemborosan tepung
terigu, minyak goreng, maupun etiket, bahkan pengurangan SDM.
5. Environment
Lingkungan merupakan bagian cukup penting dalam proses ini, karena kualitas produk
akan ditentukan sedikit banyaknya dari lingkungan.
Hal ini adalah suhu dan cuaca di sekitar ruang produksi. Suhu pada mesin mixing
harus tetap terjaga (sejuk) karena akan mempengaruhi kualitas adonan. Selain itu hasil
analisa di laboraturium pun tidak dapat dikatakan akurat, karena suhu diruangan sangat
panas dan disini cuaca berperan meski tidak begitu signifikan. Suhu dapat
mempengaruhi analisa yang berlangsung di laboraturium, baik prosesnya terjadi secara
kimia maupun fisika diitambah lagi tidak adanya laboraturium mikrobiologi. Selain itu
alat yang digunakan juga mengurangi keakuratan analisa yang ada, dan kebersihannya
juga kurang diperhatikan. Seperti contoh, alat-alat gelas yang terlihat buram dan kotor.
Pada saat observasi, ditemukan lalat yang hinggap di untaian mie saat di slitter. Hal ini
menunjukan kurang bersihnya tempat produksi.
PENYEBAB UTAMA :
Dari data analisa dandan masa observasi di lapangani, maka kami menyimpulkan
bahwa penyebab utama dari kualitas yang tidak stabil adalah Man dalam hal ini adalah
operator yang bertugas.
Dimana selama masa observasi, kedisiplinan dan tanggung jawab serta loyalitas dalam
bekerja dirasa masih kurang. Hanya beberapa orang saja yang ulet dan telaten dalam
menjalankan tugasnya, yaitu operator lama. Sedangkan kebanyakan operator adalah
pegawai baru, meski sudah dilatih sebelumnya tetap harus ada pengawasan yang
cukup ketat dan perlu ditumbuhkan rasa tanggung jawab dan kecintaan terhadap
pekerjaannya.
SOLUSI :
Solusi yang kami tawarkan untuk menjaga kualitas mie tetap stabil terbagi dalam
beberapa tahap sesuai tahapan produksi, yakni sebagai berikut :
1. Pembuatan larutan alkali
2. Mixing (pengadukan adonan)
Mixing merupakan proses awal pembuatan mie, yaitu pencampuran dan
pengadukan tepung terigu dan larutan alkali didalam mixer sehingga membentuk
adonan yang homogen, plastis, dan elastis.
Proses pengadukan tidak boleh terlalu lama karena akan menghasilkan adonan
yang keras, kering, dan rapuh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
pengadukan, diantaranya adalah :
a. Jumlah larutan alkali dan air
Volume larutan alkali yang ditambahkan
b. Suhu adonan
Suhu adonan di mesin mixing harus tetap terjaga, yakni sekitar 320-350 C.
Apabila suhu terlalu tinggi maka adonan akan lengket dan elastisitas menurun.
c. Waktu mixing
Waktu mixing haruslah tepat agar saat proses pengepresan, lembaran-lembaran
adonan tidak terputus. Waktu mixing dapat diatur di setting time 1 dan setting
time 2, yakni sekitar 13-15 menit sesuai varian mie. Karena apabila waktu
mixing terlalu cepat, adonan tidak tercampur dengan baik (homogen) dan
apabila waktu mixing terlalu lama maka suhu adonan akan meningkat, sehingga
adonan menjadi lengket dan elastisitasnya menurun.
3. Pressing (pengepresan)
Setelah proses mixing selesai, maka adonan yang telah homogen akan masuk
kedalam bak penampung (feeder) dan selanjutnya mengalami proses pengepresan.
Proses pengepresan adalah proses yang melewatkan adonan dari bak penampung
melalui 5 rol pengepres (roll pres) sampai dicapai ketebalan tertentu.
Proses pengepresan dapat mempengaruhi ketebalan untaian mie. Pada saat
melewati roll pres lembaran adonan akan mengalami kerenggangan. Semakin
renggang roll pres, lembaran adonan akan semakin tebal, dan akibatnya ketebalan
untaian mie tidak sesuai standar. Hal ini bisa diatasi dengan menguatkan baud-
baud pada roll press, sehingga keregangan dapat teratasi.
4. Slitting (pencetakan)
Slitting adalah proses pengubahan lembaran adonan menjadi untaiain mie sesuai
ukuran yang diinginkan dan kemudian dibentuk menjadi untaian mie.
Kebersihan selama proses ini berpengaruh terhadap kualitas pembentukan untaian
dan gelombang mie, serta dapat merusak sisir (slitter). Oleh karena itu, kotoran
yang ada pada slitter harus selalu dibersihkan.
Selain itu, roll slitter harus selalu disetel dengan baik. Pengaruh penyetelan roll
slitter yang kurang baik akan mengakibatkan untaian dan gelombang mie tidak
rapih, akibatnya kemungkinan mie menjadi HH (hancur halus) menjadi besar.
Faktor lainnya adalah banyaknya mangkok slitter yang dapat mempengaruhi
jumlah jalur yang dihasilkan. Semakin sedikit mangkok slitter maka lajur mie
semakin sedikit, dan pada akhirnya jumlah untaian mie tiap jalur semakin banyak
dan berat mie naik (underweight). Pencegahannya dengan cara menggeser slitter
ke arah yang jumlah untaainnya lebih sedikit, untuk itu sebelum perlu dilakukan
pengecekan jumlah untaian mie.
5. Steaming (pengukusan)
Steaming merupakan proses pengukusan mie yang telah keluar dari slitter secara
kontinyu dengan menggunakan uap panas. Uap panas yang disuplai dari boiler dan
dilewatkan melalui pipa uap panas. Uap panas yang digunakan mempunyai suhu
sekitar 1000 C dengan tekanan atas 0,2 ± 0,1 kg/cm2, tekanan tengah 0,4 ± 0,1
kg/cm2 dan tekanan bawah 0,8 ± 0,2 kg/cm2. Pada proses pengukusan ini terjadi
proses gelatinisasi pati. Pada proses gelatinisasi ini terjadi beberapa tahap, yaitu:
a. Pembasahan
Mie mengalami pembasahan pada permukaannya sehingga mie bersifat elastis
atau tidak mudah patah.
b. Gelatinisasi
Mie tergelatinisasi karena penetrasi uap panas kedalam mie, sehingga mie
menjadi lentur atau liat.
c. Solidifikasi
Terjadi penguapan air permukaan, sehingga mie menjadi halus, kering dan
solid (kompak).
Pada saat mie tergelatinisasi, pati akan meliputi permukaan mie. Fungsinya adalah
sebagai pelindung pada saat penggorengan sehingga mie tidak menyerap minyak
terlalu banyak dan tekstur mie akan menjadi lembut, lunak, dan elastis. Selain
pemborosan minyak goreng dapat ditekan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengukusan adalah :
a. Mutu Uap Panas
Mutu uap panas yang baik adalah uap panas basah, yang diperoleh dengan
mengatur agar tekanan uap panas yang diperoleh dari boiler cukup rendah. Bila
tekanan terlalu rendah maka mie akan lembek, karena uap panas mengandung air
dalam jumlah yang ukup besar. Hal ini dapat mengakibatkan mie menggulung
pada nett steam. Bila tekanan terlalu tinggi, maka pati tidak akan tergelatinisasi
dengan sempurna. Oleh karena itu, pengaturan suhu dan tekanan pada mesin
steaming harus diseting dan dipantau terus sesuai standar yang ada.
b. Jumlah Uap Panas
Jumlah uap panas berkaitan dengan panas yang diterima oleh mie itu sendiri. Uap
panas merupakan media penghantar panas, sehingga apabila jumlah uap panas
banyak, maka penetrasi panas akan semakin baik
c. HOR (Hole Open Ratio) pipa uap panas
HOR adalah perbandingan jumlah luas lubang pada pipa steam dengan luas
penampung uap panas. Bila HOR tinggi, gelatinisasi pati akan semakin baik.
Pengawasan mutu pada proses ini adalah tekanan, waktu, dan tingkat kematangan
mie. Proses ini bertujuan untuk menginaktifasi mikroba dan membentuk tekstur
mie yang dapat dilihat dari tingkat kematangan mie. Tingkat kematangan mie dapat
dilihat dari pati yag tergelatinisasi. Bila proses gelatinisasi tidak sempurna, maka
mie matang akan bersifat rapuh dan berpotensi menjadi HH (Hancur Halus)
ataupun HP (Hancur Pecah). Selain itu, apabila produk mie dimasak di dalam air,
maka air akan menjadi keruh . hal ini disebabkan karena larutnya pati yang belum
tergelatinisasi.
6. Cutting (pemotongan)
Sebelum mie masuk ke mesin pemotong, maka mie didinginkan terlebih dahulu
dengan menggunakan kipas angin. Tujuan dari pendinginan ini adalah agar mie
tidak lengket di ban berjalan. Mie kemudian dipotong dan dibentuk lipatan dengan
mendorong bagian tengah potongan kedalam. Standar kecepatan memotong mie
yaitu 55/menit atau 63/menit sesuai jenis flavour mie.
Adapun pengawasan mutu pada proses pemotongan dan pelipatan dilakukan
terhadap kerataan potongan, keadaan lipatan dan bentuk mie. Bentuk mie harus
simetris dengan lipatan rata dan bentuk mie segiempat. Namun terkadang mesin
down time pada proses pemotongan, sehingga berakibat mie menumpuk di jalur
sebelum terjatuh dimangkokan. Hal ini disebabkan oleh kecepatan memotong yang
tidak sesuai standar. Oleh karena itu penyetelan kecepatan memotong mie harus
selalu dikontrol.
7. Friying (penggorengan)
Tujuan dari proses penggorengan adalah untuk memantapkan pati tergelatinisasi
dan untuk mengeringkan mie, sehingga mie menjadi kaku dan awet, serta memiliki
kadar air dengan standar SQM (Standard Quality Manual) 2-5 %.
Faktor yang mempengaruhi proses pengorengan diantaranya adalah :
a. Untaian mie
Semakin tipis untaian mie, maka penyerapan minyak goreng akan semakin
tinggi hingga pada akhirnya pemborosan minyak goreng (RBD) pun
meningkat. Hal ini bisa diatasi dengan penyetelan baud-baud pada mesin
pressing dan slitting seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.
b. Penguapan air pada proses steaming yang kurang baik
Penguapan air yang kurang baik saat proses steaming menyebabkan
penyerapan minyak yang tinggi. Untuk mengatasinya, suhu dan tekanan pada
mesin steam harus dikontrol dengan baik, karena apabila suhu dan tekananya
tidak sesuai, maka akan terjadi pemborosan minyak goreng.
c. Gelombang mie
Gelombang mie berperan cukup penting dalam peyerapan minyak goreng.
Apabila gelombang mie terlau rapat, maka penetrasi minyak akan sulit dan mie
hanya matang pada bagian permukaan saja. Keseragaman kerapatan gelombang
mie juga menentukan meratanya kematangan mie.
d. Suhu dan waktu penggorengan
Dengan meningkatnya suhu maka waktu penggorengan akan semakin singkat.
Untuk itu dilakuakn pengaturan suhu penggorengan dengan dua tahapan suhu.
Suhu awal berkisar 120-130 0C dan suhu akhjr berkisar antara 150-160 0C
dengan waktu penggorengan 1-2 menit. Dengan pengaturan suhu seperti ini,
penyerapan minyak goreng dapat ditekan dan permukaan mie tidak
mengandung gelembung udara.
e. HOR (Hole Open Ration) mangkok penggorengan
HOR adalah perandingan jumlah luas lubang pada mangkok penggorengan
dengan luas permukaan mangkok. HOR pada tutup mangkok dan pada
mangkok penggorengan harus seimbang sehingga kematangan mie merata
antara bagian atas da bawah. Semakin tinggi HOR maka penyerapan minyak
akan semakin besar.
Pengawasan mutu pada proses penggorengan adalah kadar FFA pada minyak
goreng. Kadar FFA yang tinggi dalam minyak akan menyebabkan mutu
minyak menurun, tengik, dan berwarna coklat (lebih gelap).
Waktu penggorengan dapat dikontrol dengan mengatur kecepatan conveyor
yang membawa mie melalui penggorengan. Apabila waktu penggorengan
terlalu lama menyebabkan penyerapan minyak oleh mie berlebihan. Hal ini
akan menyebabkan pemborosan minyak dan mie mudah menjadi tengik
(berbau). Sebaliknya apabila penggorengan terlalu cepat maka mie menjadi
kurang kering dan memacu pertumbuhan kapang pada mie.
Sanitasi juga merupakan kriteria mutu, karena hancuran mie dalam
penggorengan apabila tidak dibersihkan akan menjadi gosong dan
mempengaruhi mutu mie yang dihasilkan.
8. Cooling (pendinginan)
Cooling adalah proses pendinginan mie dengan cara melewatkan mie kedalam
suatu tunnel yang didalamnya terdapat sejumlah kipas angin yang menghembuskan
udara. Tujuan dari proses ini adalah agar mie yang baru keluar dari penggorengan
dapat diturunkan suhunya sehingga mencapai suhu sekitar 37 0C sebelum dikemas
dengan etiket. Selama proses ini, akan terjadi penyerapan minyak sehingga mie
menjadi keras.
Mie yang dikemas dalam keadaaan panas akan menyebabkan permukaan bagian
dalam etiket menjadi beruap. Uap air yang menempel pada permukaan dalam
etiket akan mengembun dan jatuh membasahi mie, dikarenakan suhu diluar etiket
lebih rendah dari bagian dalam. Pada keadaan seperti ini, mie akan mudah rusak
karena ditumbuhi kapang atau mikroba sehingga umur simpan mie menjadi lebih
pendek.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendinginan diantaranya adalah :
a. Suhu udara masuk
Suhu yang dihembuskan ke arah mie harus lebih rendah atau sama dengan suhu
kamar, agar pendinginan optimal.
b. Kipas angin
Semakin banyak kipas angin yang digunakan, semakin banyak pula udara yang
dihembuskan sehingga pendinginan pun semakin cepat.
c. Kondisi gelombang mie
Semakin rapat gelombang mie, proses pendinginan akan semakin sulit. Oleh
karena itu, rapatnya gelombang mie harus dihindari pada saat slitting.
d. Jumlah produk
Semakin banyak jumlah produk (mie) maka semaki banyak kipas angin dan
udara yang dibutuhkan untuk mendinginkan mie.
Pada proses pendinginan ini dilakukan pengecekan terhadap tingkat kematangan mie,
berat mie, dan suhu pendinginan.
9. Packing (pengemasan)
pengemasan merupakan proses pembunkusan mie dengan bumbu dan
kelengkapannya dengan menggunakan etiket sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Pengemasan bertujuan untuk melindungi mie dari kemungkinan-
kemungkinan tercemar atau rusak sehingga mie tidak mengalami penurunan mutu
ketika sampai ke tangan konsumen.
Kemasan yang digunakan terdiri dari :
a. Kemasan primer
Merupakan kemasan yang langsung melekat pada produk. Kemasan ini
dibentuk oleh dua end sealer dan satu long sealer. Pada etiket tercetak kode
produksi dan tanggal kadaluarsa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengemasan primer adalah :
1. Suhu sealer
Apabila suhu sealer terlalu tinggi, maka etiket akan mengkerut. Namun
apabila suhu sealer rendah maka end sealer akan mengalami kebocoran dan
pada long sealer akan terjadi belah bawah. Ketebalan etiket juga
mempengaruhi penggunaan suhu. Semakin tebal etiket maka suhu yang
digunakan akan semakin tinggi. End sealer yang terdiri dari cutter dan
bantalan harus mempunyai suhu yang seimbang. Pengukuran suhu
dilakuakn dengan menggunakan thermocontrol.
2. Tekanan sealer
Tekanan yang cukup akan menghasilkan sealing yang kuat.
3. Waktu sealing
Jika waktu sealing singkat, dapat menyebabkan kebocoran pada kemasan
karena end sealer dan long sealer yang kurang sempurna.
4. Ketegangan etiket
Etiket yang terlalu tegang, maka pada saat masuk ke former etiket akan
naik sehingga dapat menyebabkan belah bawah akibat long sealer kurang
sempurna. Sedangkan bila terlalu longgar, maka potongan etiket tidak
rapih.
5. Tinggi rol ijuk
Rol ijuk digunakan untuk menambah atau mengurangi volume udara dalam
etiket. Apabila tinggi rol ijuk ditambah, volume udara yang masuk kedalam
etiket akan lebih banyak sehingga dapat mengurangi banyaknya mie yang
masuk kedalam karton (penampung)
b. Kemasan sekunder
Kemasan sekunder merupakan kemasan yang digunakan setelah kemasan
primer. Kemasan sekunder yang digunakan adalah karton. Kode produksi dan
tanggal kadaluarsa tertera pada karton.
Setiap karton berisi 40 bungkus mie. Sistem isolasinya menggunakan seal tape
pada bagian ataas dan bawah karton. Hal-hal yang mempengaruhi sistem
isolasi karton ini antara lain :
1. Ukuran seal tape
2. Kejelasan dan kebenaran kode produksi
3. Kerapian sealing.