kualitas hadis-hadis akhlak kepada kedua orang tua …
TRANSCRIPT
KUALITAS HADIS-HADIS AKHLAK KEPADA KEDUA ORANG
TUA DALAM KITAB AL-AKHLĀQ LI-AL-BANĪN KARYA UMAR
BIN AHMAD BARAJA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Alfi Azizi
11160360000005
PROGRAM STUDI ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2020 M
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
KUALITAS HADIS-HADIS AKHLAK KEPADA KEDUA ORANG TUA
DALAM KITAB AL-AKHLĀQ LI-AL-BANĪN KARYA UMAR BIN
AHMAD BARAJA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Alfi Azizi
11160360000005
Pembimbing
Lisfa Sentosa Aisyah, MA
NIP. 197505062005012003
PROGRAM STUDI ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2020 M
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Alfi Azizi
NIM : 11160360000005
Program Studi : Ilmu Hadis
Fakultas : Ushuluddin
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya
pribadi yang diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Agama (S.Ag) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semua sumber
yang saya gunakan di dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Saya bersedia menerima sanksi yang berlaku,
jika karya saya ini terbukti merupakan hasil menjiplak atau plagiat dari karya
orang lain.
Jakarta, 07 Desember 2020
Alfi Azizi
11160360000005
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
vi
ABSTRAK
ALFI AZIZI
Kualitas Hadis-Hadis Akhlak Kepada Kedua Orang Tua Dalam Kitab
al-Akhlāq li-al-Banīn Karya Umar Bin Ahmad Baraja
Skripsi ini meneliti tentang hadis-hadis yang berhubungan dengan
akhlak, yaitu akhlak kepada kedua orang tua yang terdapat di dalam kitab al-
Akhlāq li-al-Banīn karya Umar bin Ahmad Baraja. Dalam memperkuat
argumennya, Umar bin Ahmad Baraja menggunakan hadis Nabi SAW namun
tanpa menyebutkan sanadnya secara lengkap juga tidak menyebutkan
referensi dari mana hadis itu dikutip, sehingga kualitas hadis tersebut masih
belum dapat diketahui.
Skripsi ini hanya meneliti hadis-hadis yang terdapat di dalam bab ke-8
yaitu akhlak kepada kedua orang tua. Hadis yang terdapat di dalam bab
tersebut berjumlah 13 hadis dengan redaksi yang berbeda-beda. Untuk
mengetahui kualitas hadis tersebut perlu dilakukan penelitian takhrīj al-
Ḥadīth, pembuatan skema sanad hadis, dan kemudian melakukan penilaian
terhadap periwayat hadis dengan metode al-Jarḥ wa al-Taʿdīl.
Setelah dilakukan penelitian, dari 13 hadis tersebut terdapat hadis-hadis
yang ṣaḥīh dan ḍaʿīf. ada 6 hadis yang berkualitas ṣaḥīḥ yaitu hadis ke-2
tentang perbuatan dosa besar memaki kedua orang tua, hadis ke-3 tentang
amalan yang dilakukan untuk kedua orang tua yang sudah meninggal, hadis
ke-9 tentang keutamaan berbuat baik kepada kedua orang tua, hadis ke-10
tentang perbuatan dosa besar, hadis ke-12 tentang larangan durhaka kepada
kedua orang tua dan hadis ke-13 tentang keutamaan berbakti kepada kedua
orang tua dan jihad. Kemudian ada 1 hadis yang berkualitas hasan yaitu
hadis ke-4 tentang keridaan Allah SWT tergantung kepada keridaan kedua
orang tua. Sementara 6 hadis sisanya diriwayatkan di luar al-Kutub al-Tisʿah
yaitu hadis ke-1 tentang pahala melihat wajah kedua orang tua, hadis ke-5
vii
tentang berbakti kepada kedua orang tua lebih utama dibandingkan dengan
amalan yang lain, hadis ke-6 tentang berbuat baik kepada seorang ayah, hadis
ke-7 tentang hukuman orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, hadis
ke-8 tentang doa ayah kepada anaknya sama seperti do’a Nabi SAW kepada
umatnya, dan hadis ke-11 tentang ancaman durhaka kepada kedua orang tua.
Sesuai pembatasan masalah, jika hadis tersebut diriwyatkan di luar al-Kutub
al-Tisʿah maka penulis hanya menyebutkan redaksi hadis dan tempat
dikutipnya hadis tersebut.
Kata Kunci: Hadis, Akhlak, Takhrīj
viii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta
salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada para
keluarganya, sahabatnya dan para umatnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak
terlepas bantuan dari banyak pihak, untuk itu sepatutnya penulis
mengucapkan banyak terima kasih. Ucapan terima kasih penulis
persembahkan kepada:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc. MA selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.
3. Dr. Rifqi Muhammad Fatkhi MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Hadis dan
Dr. Abdul Hakim Wahid, MA selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Hadis yang
banyak membantu penulis dan memberikan saran dan masukan juga
membantu dalam pelayanan akademik dengan baik.
4. Dr. Bustamin, SE, M.si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga sampai titik ini.
5. Lisfa Sentosa Aisyah, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
6. Kepada orang tua saya yaitu Bapak Tobi’in dan Ibu Inayah yang
senantiasa memberikan dukungan lewat doa-doanya. Memberikan saya
semangat dan motivasi sehingga saya bisa terus istikamah dalam belajar
dan bisa menyelesaikan studi ini. Dan tak lupa saya ucapkan banyak
terima kasih kepada kakak-kakak saya, Lukmanul Hakim, Nunung
ix
Indriyanti, Ikrom Muttaqin, dan Fadhilatul Ilmi atas dukungannya, baik
berupa materil maupun immateril dan memberikan saya nasihat-nasihat
yang membangun.
7. Kepada teman teman seperjuangan Ilmu Hadis 2016, Aennul Yaqin, M.
Iqbal Fathoni, Adi Aidil Hipdi, Roroh, Teti dan teman teman lainnya.
Terkhusus kepada Aennul Yaqin saya ucapkan banyak terima kasih,
karena dalam proses penyusunan skripsi ini banyak membantu, menjadi
teman diskusi sekaligus menjadi pembimbing secara nonformal.
8. Kepada teman teman Pesantren Sabilussalam 2016, Ainun, Luluk, Umi,
Azki, Aqil, Febri dan teman lainnya yang telah mewarnai masa-masa saya
menuntut ilmu dan berorganisasi. Dan terima kasih juga untuk KMPLS
dan teman teman mahasantri lainnya, telah menjadi teman diskusi dan
menjadi motivasi saya untuk terus melangkah maju.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan yang
luas terkait pengkajian hadis di Indonesia. Semoga Allah SWT membalas
segala kebaikan yang telah dilakukan.
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 10
1. Identifikasi Masalah ............................................................ 10
2. Pembatasan Masalah ........................................................... 10
3. Perumusan Masalah ............................................................ 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 11
1. Tujuan Penelitian ................................................................ 11
2. Manfaat Penelitian .............................................................. 11
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 12
E. Metode Penelitian ..................................................................... 15
1. Jenis Penelitian ................................................................... 15
2. Sumber Data ....................................................................... 15
3. Analisis Data ....................................................................... 16
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 17
BAB II AKHLAK DAN KITAB AL-AKHLĀQ LI-AL-BANĪN ........... 19
A. Definisi Akhlak dan Macam-Macamnya ................................. 19
B. Biografi Pengarang Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn ..................... 32
C. Karakteristik Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn ................................ 38
xi
BAB III KRITIK SANAD DAN ANALISIS HADIS ............................ 44
A. Hadis ke-1 ................................................................................ 44
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ................................................. 44
B. Hadis ke-2 ................................................................................ 45
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ............................................... 45
2. Skema Sanad Hadis .......................................................... 50
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ..................................... 51
C. Hadis ke-3 ................................................................................ 54
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ................................................ 54
2. Skema Sanad Hadis ........................................................... 57
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ...................................... 58
D. Hadis ke-4 ................................................................................ 61
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ................................................ 61
2. Skema Sanad Hadis ........................................................... 63
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ...................................... 64
E. Hadis ke-5 ................................................................................ 67
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ................................................ 67
F. Hadis ke-6 ................................................................................ 69
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ................................................ 69
G. Hadis ke-7 ................................................................................ 76
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ................................................ 76
H. Hadis ke-8 ................................................................................ 78
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ................................................. 78
I. Hadis ke-9 ................................................................................ 80
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ................................................. 80
J. Hadis ke-10 .............................................................................. 83
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ................................................. 83
2. Skema Sanad Hadis ............................................................ 93
xii
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ....................................... 94
K. Hadis ke-11 .............................................................................. 96
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ................................................. 96
L. Hadis ke-12 ............................................................................ 100
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ............................................... 100
2. Skema Sanad Hadis .......................................................... 102
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ..................................... 103
M. Hadis ke-13 .............................................................................. 106
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth ................................................. 106
2. Skema Sanad Hadis ............................................................ 110
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ....................................... 111
BAB IV PENUTUP .................................................................................. 114
A. Kesimpulan .............................................................................. 114
B. Saran-Saran .............................................................................. 114
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 115
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Qur’an.1
Oleh karena itu hadis banyak dikaji oleh para ulama baik ulama klasik
maupun ulama kontemporer. Seiring berkembangnya zaman, hadis tidak
hanya sampai kepada para sahabat saja, melainkan terus berlanjut dari
generasi ke generasi hingga saat ini. Hal tersebut dibuktikan dengan
banyaknya disiplin ilmu dan kitab-kitab yang membahas tentang hadis.
Seiring dengan perluasan wilayah dan penyebaran agama Islam, hadis
berkembang tidak hanya di kawasan Arab saja, melainkan menyebar ke
seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah satu jalur dalam menyebarkan
agama Islam adalah jalur pendidikan. Menurut Abdillah, di antara sumber
yang menjadi rujukan dalam menyebarkan agama Islam melalui jalur
pendidikan adalah literatur hadis.2 Menurutnya pembahasan yang ada di
dalam literatur hadis sudah cukup lengkap, di dalamnya sudah memuat
masalah-masalah pokok seputar Islam yaitu masalah akidah, akhlak, syariat
dan lain-lain.3
Menurut Martin Van Bruinessen, pada abad ke-20 perkembangan
literatur hadis di Indonesia mulai menunjukan eksistensinya. Hal tersebut
ditandai dengan banyaknya kitab kuning (termasuk kitab-kitab hadis) yang
dibawa ke Indonesia oleh para ulama dari Timur Tengah.4 Kitab tersebut
1Ramli Abdul Wahid dan Desi Masri, “Perkembangan Terkini Studi Hadis di
Indonesia,” Jurnal MIQOT, vol. 42, No. 2 (Juli-Desember 2018): 264. 2Hadis yang dimaksud adalah hadis yang terdapat dalam buku atau kitab, baik teks
hadis yang berbahasa Arab maupun teks hadis dengan terjemahannya. 3Abdillah, “Perkembangan Literatur di Indonesia Abad Dua Puluh,” Jurnal Ilmu
Hadis, 1,1 (September 2016): 70. 4Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam
di Indonesia (Bandung: Mizan, 1995), 132.
2
nantinya akan dikaji dan dipelajari di berbagai lembaga pendidikan di
Indonesia, baik lembaga pendidikan formal maupun nonformal. Hal itu
diperkuat oleh hasil penelitian Mahmud Yunus di dalam bukunya yang
berjudul Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, di dalamnya disebutkan
bahwa pada abad ke-20, sejumlah lembaga pendidikan Islam di Indonesia
ternyata telah menjadikan hadis sebagai mata pelajaran pokok.5 Kemudian
Martin Van Bruinessen menambahkan bahwa ada sekitar 15 literatur hadis
yang dipelajari oleh 46 pondok pesantren di Indonesia.6 Salah satu dari
lembaga pendidikan tersebut adalah Madrasah Sungayang Batusangkar
(1897), Madrasah Tarbiyah Islamiyah (1928), dan Madrasah Sumatera
Thawalib (1921). Salah satu kitab yang dipelajari di lembaga pendidikan
tersebut adalah kitab Arbaʿīn dan Baiqūniyyah. Kemudian kitab Bulūgh al-
Marām, Ṣaḥīḥāin dan kitab-kitab lainnya juga ternyata sudah dipelajari di
Madrasah Manbaul Ulum Surakarta sejak tahun 1905.7
Dalam buku yang berjudul Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia
karya Ramli Abdul Wahid, literatur hadis di Indonesia dibagi berdasarkan
beberapa kategori. Kategori pertama adalah buku-buku atau kitab terjemah
dan nonterjemah. Kategori kedua adalah buku-buku ʿulūm al-Ḥadīth.
Kategori ketiga adalah buku-buku metode takhrīj dan takhrīj al-Ḥadīth dan
kategori yang terakhir adalah buku-buku seputar pemikiran hadis dan ilmu
hadis.8 Berbeda dengan Abdillah, ia membagi literatur hadis di Indonesia
hanya dalam dua kategori saja, yaitu literatur matan hadis dan literatur ilmu
5Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Mutiara, 1995),
287. 6Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam
di Indonesia, 160. 7Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 287.
8Ramli Abdul Wahid, Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia (Medan: IAIN Press,
2016), xi.
3
dirāyah al-Ḥadīth.9 Berikut adalah pembagian literatur hadis di Indonesia
menurut Ramli Abdul Wahid:
1. Kategori Buku-Buku atau Kitab Terjemah dan Nonterjemah
Kitab kitab terjemah yang masuk dalam objek kajian penelitan Ramli
adalah kitab al-Muwaṭṭā li-al-Imām Mālik yang diterjemahkan oleh Adib
Bisri Mustofa, kitab Ṣaḥīḥ Muslim yang diterjemahkan oleh Tim Penerbit al-
Husna Jakarta, kitab Sunan Ibn Mājah yang diterjemahkan oleh Abdullah
Shonhaji, Sunan al-Nasā‟ī yang diterjemahkan oleh Boy Arifin, Yunus Ali
dan Ummu Salamah, kitab Sunan al-Tirmidhī yang diterjemahkan oleh Moh.
Zuhri, kitab Bulūgh al- Marām yang diterjemahkan oleh Kaliar Masyhrur dan
kitab terjemahan lainnya.10
Martin Van Bruinessen juga menambahkan
bahwa kitab Bulūgh al- Marām tidak hanya diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia saja, tetapi juga diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, salah
satunya adalah kitab terjemahan Bulūgh al- Marām yang diterjemahkan oleh
Suki Masyhadi.11
Adapun buku-buku nonterjemah yaitu buku karya TM Hasbi al-
Shiddieqy yang berjudul Koleksi Hadis-Hadis Hukum dan 2002 Mutiara
Hadis. Kemudian 101 Hadis Budi Luhur karya Ahmad Najieh, al-Ḥadīth al-
Nabawî karya Fatchurrahman, Hadis-Hadis Pendidikan karya Hasan Asari,
Hadis-Hadis Ramadhan karya Abduh Zulfikar, 323 Hadis dan Syair untuk
Bekal Dakwah karya Ahmad Najieh, 1100 Hadits Terpilih karya Ahmad Aziz
Salim Basyaril, Al-Hadis Sebagai Sumber Hukum Serta Latar Belakang
Historisnya karya Jaʿfar Abdul Muchicth, al-Hadis Aqidah, Sosial, dan
Hukum karya Rahmat Syafe’i, al-Lu‟lu‟u wa al-Marjān karya Muhammad
Fuad, Hadis Teladan Amal karya Abujamin Roham, Hadis-Hadis Muttafaq
9Abdillah, “Perkembangan Literatur di Indonesia Abad Dua Puluh”, 73.
10Selengkapnya Lihat. Ramli Abdul Wahid, Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia,
118-124. 11
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam
di Indonesia, 161.
4
ʿAlaih karya Achmad Mudjab Mahali, 40 Hadis Shahih Pedoman
Membangun Toleransi karya Khotimatul Husna, Himpunan Hadis Shahih
Muslim karya Husein Bahresj dan lain-lain.12
2. Kategori Buku-Buku ʿUlūm al-Ḥadīth
Buku-buku ʿUlūm al-Ḥadīth yang masuk dalam objek kajian Ramli
meliputi Pengantar Ilmu Hadis karya M. Syuhudi Ismail, Memamahi Ilmu
Hadis karya Kiehera, Hadis Nabi dan Sejarah Kodifikasinnya karya Mustofa
Azami, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis karya M. Syuhudi Ismail, Hadis
Nabi Telaah Historis dan Metodelogis karya Muhamad Zuhri, Ikhtisar
Musthalah Hadis karya Fatchurrahman dan lain lain.13
3. Kategori Buku-Buku Metode Takhrīj dan Takhrīj al-Ḥadīth
Buku-buku seputar metode takhrīj dan takhrīj al-Ḥadīth yang masuk
dalam objek kajian Ramli meliputi Hadis-Hadis Da‟if dalam Riyadush
Shalihin karya Abu Zuhdy Munir, Hadis-Hadis Lemah dan Palsu dalam
Kitab Duratun Nasihin karya Ahmad Luthfi Fatullah, Hadis-Hadis Lemah
dan Palsu di Indonesia karya Ahmad Sabiq, Hadis-Hadis Palsu Seputar
Ramadhan karya Ali Mustafa Yaʿqub, Otentisitas Hadis Shalat Tarawih 20
Rakaat karya Mahfud, Metodelogi Penelitian Hadis karya Nawir Yuslem dan
kitab-kitab lainnya.14
4. Kategori Buku-Buku Seputar Pemikiran Hadis dan Ilmu Hadis
Buku-buku seputar pemikiran hadis dan ilmu hadis yang masuk dalam
objek kajian penelitian Ramli adalah buku yang berjudul Amaliyah Sunnah
yang Dinilai Bidʿah karya Abdul Zulfikar Akaha, Evolusi konsep Sunnah
12
Ramli Abdul Wahid, Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia, 119. 13
Selengapnya Lihat. Ramli Abdul Wahid, Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia,
130-138. 14
Selengapnya Lihat. Ramli Abdul Wahid, Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia,
139-142.
5
karya Mushadi, Gerakan Inkar al-Sunnah dan Jawabannya karya Ahmad
Husain, Hadis dalam Persoalan karya Muhammad Thalib dan lain-lain.15
Berdasarkan karakteristiknya, Abdillah membagi karakteristik literatur
hadis di Indonesia menjadi beberapa jenis, yaitu literatur hadis yang memuat
pembahasan mengenai fikih, akidah dan akhlak. Secara kuantitatif, dari
sekian banyak literatur hadis yang tersebar di Indonesia, literatur hadis yang
membahas tentang akhlak menjadi yang paling banyak dipelajari setelah
fikih.16
Menurut Samsul Munir Amin, pembahasan mengenai akhlak memang
sangat penting untuk dibahas, karena akhlak merupakan inti dari ajaran
Islam. Nilai-nilai yang terkandung dalam akhlak merupakan nilai-nilai moral
dalam Islam.17
Baik buruknya seseorang dapat dinilai melalui akhlak.18
Peran
akhlak menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia bahkan melebihi
peran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus dibarengi dengan akhlak,
karena jika tidak, maka akan menimbulkan permasalahan dan kekacauan.19
Menurut Samsul Munir Amin, Islam memberikan perhatian lebih
terhadap akhlak. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ayat al-Qur’an yang
membahas tentang akhlak, bahkan menurutnya sepertiga dari isi al-Qur’an itu
membahas tentang akhlak.20
Rasulullah SAW diutus ke dunia untuk
menyempurnakan akhlak. Allah SWT berfirman:
15
Selengapnya Lihat. Ramli Abdul Wahid, Sejarah Pengkajian Hadis di Indonesia,
143-146. 16
Abdillah, “Perkembangan Literatur di Indonesia Abad Dua Puluh, 77. 17
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak (Jakarta: AMZAH, 2016), 62. 18
Veithzal Rivai Zainal, Manajemen Akhlak Menuju Akhlak Alquran (Jakarta:
Salemba Diniyah, 2018), 2. 19
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 61-62. 20
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 51.
6
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur”
(QS. al-Qalam: 4).21
Rasulullah SAW menegaskan bahwa kedatangannya ke dunia adalah
untuk menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia.
د بن عجلن عن القع د عن مم ث نا عبد العزيز بن مم ث نا سعيد بن منصور قال حد بن حد قا
ا بعثت لتم حكيم عن أب صالح عن أب هري رة قال قال رسول الل صلى الل عليه وس لم إن
22صالح الخلق
Telah menceritakan kepada kami Saʿīd b. Manṣūr berkata telah
menceritakan kepada kami ʿAbd al-ʿAzīz b. Muḥammad dari
Muḥammad b. ʿAjlān dari al-Qaʿqāʿ b. Ḥakīm dari Abū Ṣāliḥ dari Abū
Hurairah berkata Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. [HR. Aḥmad (w. 241 H)]
Pantaslah Rasulullah SAW menjadi teladan bagi manusia dalam segala
aspek kehidupan seperti apa yang telah difirmankan Allah SWT:
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
21
Kementerian Agama RI, Al-Qurān dan Terjemahannya (Jakarta: PT Sinergi Pustaka
Indonesia, 2012), 826. 22
Aḥmad b. Ḥanbal (w. 241 H), al-Musnad li-al-Imām Aḥmad b. Ḥanbal (Beirut: Dār
al-Fikr, 1994), Jilid 3, 323.
7
(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah” (QS. al-
Aḥzāb: 21 ).23
Menurut Martin Van Bruinessen, pembahasan mengenai akhlak tidak
hanya dibahas di dalam al-Qur’an dan hadis saja, melainkan juga dibahas di
dalam kitab-kitab klasik (kitab kuning). Kitab tentang akhlak yang paling
banyak dipelajari di lembaga pendidikan pesantren adalah kitab Taʿlīm al-
Mutaʿallim karya al-Zarnuji, kitab Irshād al-ʿIbād karya Zain al-Dīn al-
Malibari, kitab Naṣā‟iḥ al-ʿIbād karya Syekh al-Nawawi al-Bantani, dan
Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn karya Umar bin Ahmad Baraja.24
Salah satu kitab akhlak yang menggunakan hadis adalah kitab al-Akhlāq
li-al-Banīn karya Umar bin Ahmad Baraja. Di dalamnya banyak membahas
seputar pelajaran moral dan akhlak bagi anak laki-laki yang bertujuan agar
para anak nantinya bisa memiliki akhlak yang mulia. Dengan demikian ia
dapat memperoleh kebaikan, kebahagiaan dan keselamatan baik di dunia
maupun di akhirat. Untuk memperkuat argumentasinya, Syekh Umar
menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dan hadis. Hanya saja, dalam
menggunakan hadis, Syekh Umar tidak menyebutkan sanadnya secara utuh, ia
hanya menyebutkan sanad di bagian atasnya saja bahkan lebih banyak tidak
menyebutkan sanadnya sama sekali. Hal ini menimbulkan keraguan tentang
kualitas dari hadis tersebut.
Para ulama hadispun bersepakat bahwa hadis yang tidak menyebutkan
sanad secara lengkap dan hanya menyebutkan sanad pada bagian atasnya saja
termasuk ke dalam hadis muʿallaq. Secara etimologi muʿallaq berarti sesuatu
23
Kementerian Agama RI, Al-Qurān dan Terjemahannya, 595. 24
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam
di Indonesia, 163.
8
yang tergantung.25
Secara terminologi Maḥmud al-Ṭaḥān memberi pengertian
bahwa hadis muʿallaq adalah hadis yang pada bagian awal sanadnya dibuang
baik seorang periwayat ataupun lebih. Dalam bentuknya, hadis muʿallaq
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pertama, menghilangkan seluruh
sanadnya lalu kemudian dikatakan “Rasulullah bersabda begini dan begini”.
Bentuk yang kedua adalah ketika dibuang seluruh sanadnya kecuali pada
tingkatan sahabat, atau pada tingkatan sahabat atau tabiin saja.26
Menurut Idri,
hadis muʿallaq termasuk ke dalam kategori hadis ḍaʿīf karena adanya
rangkaian sanad yang terputus sehingga identitas dan kualitas para
periwayatnya tidak diketahui.27
Fenomena semacam ini tidak hanya terjadi di dalam kitab al-Akhlāq li-
al-Banīn saja, melainkan terjadi di banyak kitab-kitab lain yang tersebar di
Indonesia. Dari fenomena tersebut, banyak penelitian-penelitian yang
membahas mengenai kualitas hadis di dalam suatu kitab, terutama kitab-kitab
populer dan yang paling banyak dipelajari di Indonesia. Salah satunya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Siti Munawwaroh Hilmiyah dalam skripsinya
yang berjudul “Kualitas Sanad Hadis Tentang Dajjal dalam Kitab Dhurrah
al-Nāsiḥīn”, ia meneliti hadis-hadis seputar Dajjal yang ada di dalam kitab
Dhurrah al-Nāsiḥīn. Dalam kesimpulannya ia menjelaskan bahwa di dalam
kitab Dhurrah al-Nāsiḥīn terdapat hadis-hadis lemah. Ia menyatakan bahwa
hadis tentang pahala puasa rajab yang salah satunya adalah terhindar dari
fitnah Dajjal adalah hadis Mauḍūʿ (hadis palsu).28
25
Saifuddin Herlambang, Menyingkap Khazanah Ilmu Hadis (Tangerang Selatan:YPH
el-Bukhari, 2019), 54. 26
Maḥmud al-Ṭaḥān, Taisīr Muṣṭalaḥ al-Ḥadīth (Jakarta: Daar al-Hikmah, 1985), 69. 27
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Prenada Media Grup, 2016), 180. 28
Siti Munawwaroh Hilmiyah, Skripsi: Kualitas Sanad Hadis Tentang Dajjal dalam
Kitab Dhurrāh al-Nāsiḥīn (Jakarta: UIN Jakarta, 2018), 79.
9
Dari penelitian tersebut, hadis-hadis yang dicantumkan di dalam suatu
kitab tidak semuanya berkualitas ṣaḥīḥ, melainkan ada juga yang berkualitas
ḍaʿīf bahkan mauḍūʿ. Para ulama telah sepakat melarang penggunaan hadis
ḍaʿīf yang mauḍūʿ tanpa menyebutkan ke-mauḍūʿ-annya, akan tetapi jika
hadis ḍaʿīf tersebut tidak mauḍūʿ, ulama berbeda pendapat mengenai hal ini.
Sebagaimana dikutip oleh Fatchur Rahman, bahwasannya Abū Bakr Ibn
ʿArabī berpendapat tidak membolehkan penggunaan hadis ḍaʿīf secara
mutlak, sedangkan ulama yang lainya membolehkan dengan beberapa syarat.
Aḥmad b. Ḥanbal membolehkan penggunaan hadis ḍaʿīf dengan syarat hadis
tersebut tidak digunakan dalam masalah hukum dan akidah. Kemudian Ibn
Ḥajar al-ʿAsqalānī menambahkan bahwa hadis ḍāʿīf boleh digunakan dengan
3 syarat. Pertama, hadis tersebut tidak terlalu ḍaʿīf . Kedua, dasar
pengamalan hadis tersebut tidak bertentangan dengan hadis yang dapat
diamalkan (hadis ṣaḥīh dan ḥasan) kemudian yang ketiga, dalam
pengamalannya tidak diiktikadkan bahwa hadis tersebut tidak benar benar
bersumber dari hadis Nabi. Dari semua pendapat tersebut yang paling
mashhūr dan paling banyak dipakai adalah pendapat Aḥmad b. Ḥanbal dan
Ibn Ḥajar al-ʿAsqalānī.29
Oleh karena itu, penulis ingin memastikan apakah hadis-hadis yang
terdapat di dalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn yang dicantumkan oleh Umar
bin Ahmad Baraja adalah hadis Ṣaḥīḥ, ḥasan, ḍaʿīf atau mauḍūʿ Berdasarkan
hal tersebut, penulis merasa perlu melakukan penelitian terhadap hadis-hadis
yang terdapat di dalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn karya Umar bin Ahmad
Baraja dengan tujuan untuk mengetahui kualitas hadis-hadis tersebut. Penulis
hanya akan meneliti hadis-hadis yang terdapat di dalam bab akhlak kepada
kedua orang tua saja yang terdapat di dalam bab 8 di dalam kitab al-Akhlāq
29
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits (Bandung: Alma’arif, 1974), 229-
230.
10
li-al-Banīn. Oleh karena itu, judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah
“KUALITAS HADIS-HADIS AKHLAK KEPADA KEDUA ORANG
TUA DALAM KITAB AL-AKHLĀQ LI-AL-BANĪN KARYA UMAR
BIN AHMAD BARAJA”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jelaskan sebelumnya,
maka penulis membuat identifikasi masalah agar permasalahan menjadi lebih
fokus dan tidak melebar.
a. Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn merupakan salah satu kitab yang paling
banyak dipelajari di berbagai pesantren di Indonesia.
b. Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn menjadi kitab rujukan yang dipakai di berbagai
pesantren di Indonesia
c. Di dalam Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn banyak menyebutkan hadis, namun
tidak menyebutkan sanad secara utuh.
2. Pembatasan Masalah
Dalam menentukan kualitas suatu hadis dibutuhkan takhrīj al-Ḥadīth
karena tanpa menggunakan kegiatan ini, asal usul suatu riwayat akan sulit
diketahui. Sanad dan matan hadis yang bersangkutan menjadi sulit diketahui
susunannya berdasarkan sumber pengembaliannya.30
Maka dari itu penulis
menggunakan kegiatan takhrīj al-Ḥadīth dalam penelitian ini. Agar
pembahasan menjadi lebih fokus dan tidak melebar, penulis akan membatasi
pembahasan ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Jenis pengambilan sampel ini disebut dengan sampel
non random atau non probability dimana sampel ditentukan atas
30
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi (Jakarta: Bulan Bintang,
2016), 42.
11
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Berbeda halnya dengan sampel random
atau sampel probability dimana sampel ditentukan secara acak tanpa ada
pertimbangan-pertimbangan tertentu.31
Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn terdiri dari
4 jilid, diantara jilid yang paling banyak menggunakan hadis adalah jilid ke-2,
yaitu sebanyak 73 hadis. Penulis hanya akan meneliti hadis-hadis pada bab 8
saja yaitu seputar akhlak kepada kedua orang tua. Jumlah hadis yang terdapat
di dalam bab 8 terdiri dari 13 hadis. Hadis yang diteliti dibatasi selain Saḥīḥ
al-Bukhāri dan Saḥīh Muslim. Jika terdapat hadis di luar al-Kutub al-Tisʿah,
penulis hanya akan menampilkan redaksi dan tempat hadis itu dikutip.
Penelitian ini hanya berfokus pada penelitian terhadap sanad hadis saja, dan
tidak mempermasalahkan pada matan hadis.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
dijelaskan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi rumusan
masalah di dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kualitas hadis-hadis
akhlak kepada kedua orang tua yang terdapat di dalam kitab al-Akhlāq li-al-
Banīn karya Umar bin Ahmad Baraja”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah untuk meneliti
kualitas hadis-hadis akhlak kepada kedua orang tua yang terdapat di dalam
kitab al-Akhlāq li-al-Banīn karya Umar bin Ahmad Baraja”
2. Manfaat Penelitian
a. Secara akademik, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat turut serta
mengembangkan khazanah keilmuan dalam bidang hadis dan dapat
31
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2017), 153.
12
memberikan sumbangan pengetahuan tentang kualitas sanad hadis yang
ada di dalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn karya Umar bin Ahmad Baraja
yang telah banyak dipelajari oleh para santri di Indonesia.
b. Secara praktis, dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat
memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada para
santri dan umunya kepada masyarakat luas yang mengkaji kitab al-Akhlāq
li-al-Banīn karya Umar bin Ahmad Baraja.
c. Secara khusus, penelitian ini menjadi salah satu persyarakatan akhir
program S1 untuk dapat meraih gelar Sarjana Agama (S.Ag) di Fakultas
Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Dari hasil penelusuran yang penulis dapatkan, diantara karya ilmiah yang
membahas tema yang relevan dengan judul penelitian ini adalah skripsi yang
berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn
karya Umar bin Ahmad Baraja” yang ditulis oleh Azka Nuhla, mahasiswa
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Walisongo Semarang. Dalam
penelitian tersebut beliau menjelaskan bahwa pendidikan akhlak menjadi
sesuatu yang sangat penting. Menurutnya pendidikan akhlak yang terkandung
didalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn bagus diajarkan kepada anak. Di
dalamnya meliputi akhlak kepada Allah, akhlak kepada makhluk, akhlak
kepada sesama, akhlak kepada Rasul, akhlak kepada keluarga, akhlak kepada
kerabat, akhlak kepada guru, akhlak kepada akhlak kepada tetangga, akhlak
kepada teman dan alam sekitar. Beliau juga menjelaskan dalam kitab al-
Akhlāq li-al-Banīn mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat bagus
13
seperti amanah, religius, sopan santun, toleransi, disiplin, tanggung jawab,
rendah hati, dermawan dan cinta lingkungan.32
Kemudian Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Aziz dalam skripsinya
yang berjudul “Studi Kualitas Sanad Hadis Bab Gibah Kitab Irshad al-„Ibād
ilā Sabīl al-Rashād”, ia meneliti hadis-hadis yang berkaitan dengan gibah
dalam kitab Irshad al-„Ibād ilā Sabīl al-Rashād. Dalam kesimpulannya ia
menyatakan bahwa dari 9 hadis yang diteliti, terdapat 4 hadis ḍaʿīf yang
berbicara mengenai gibah, yaitu pada hadis pertama, kelima, keenam dan
ketujuh.33
Karya ilmiah selanjutnya yang membahas tema yang relevan adalah
Jurnal yang berjudul “Pemikiran Akhlak Menurut Umar bin Ahmad Baraja”
yang ditulis oleh Abdul Adim, dari Fakultas Ushuluddin dan Humaniora,
IAIN Antasari Banjarmasin. Dalam penelitiannya ia menjelaskan bahwa apa
yang disampaikan oleh Umar bin Ahmad Baraja dalam kitabnya al-Akhlāq li-
al-Banīn tentang akhlak, telah sesuai dengan apa yang ada di dalam al-Qur’an
dan hadis. Menurutnya akhlak merupakan landasan pokok manusia untuk
mencapai insan sejati. Manusia juga dapat dengan mudah untuk mendapatkan
cinta dan rida Allah melalui akhlak. Sehinga manusia dapat meraih
kenikmatan dan kebahagiaan di akhirat kelak.34
Kemudian karya ilmiah selanjutnya adalah skripsi yang berjudul
“Pembelajaran Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn Bagi Orang Tua untuk Mendidik
Anak di TPA Nurul Ihsan Desa Jenar, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen”
yang ditulis oleh Muhammad Zainul Abidin, mahasiswa Fakultas Ilmu
Tarbiyah, IAIN Surakarta. Dalam kesimpulannya ia menjelaskan tentang
32
Azka Nuhla, Skripsi: Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-Akhlāq li-al-
Banīn Karya Umar bin Ahmad Baraja (Semarang: UIN Walisongo Semarang, 2016), 99. 33
Abdul Aziz, Skripsi: Studi Kualitas Sanad Hadis Bab Gibah Kitab Irshād al-„Ibād
ilā Sabīl al-Rashād (Jakarta: UIN Jakarta, 2010), 123. 34
Abdul Adim, “Pemikiran Akhlak Menurut Syekh Umar bin Ahmad Baraja”. Jurnal
Studia Insania, vol.4, no. 2 (September 2016): 135.
14
model pembelajaran kitab al-Akhlāq li-al-Banīn. Model pembelajaran
tersebut menggunakan metode bandongan35
, ceramah dan demosntrasi.
Dalam menjelaskan kitab ini diawali dengan menceritakan kisah-kisah yang
yang relevan dengan isi kitab kemudian di demonstrasikan menggunakan
sebuag gerakan. Lalu setelah itu para murid diberikan kesempatan untuk
bertanya kepada gurunya dan nantinya guru memberikan sebuah kesimpulan
kepada muridnya. Setelah kegiatan berakhir, kegiatan ditutup dengan
membaca doa.36
Selanjutnya karya ilmiah yang relevan dengan tema ini adalah skripsi
yang berjudul “Pengaruh Program Intensif Belajar Kitab al-Akhlāq li-al-
Banīn Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII di MTs Negeri Krian
Sidoarjo” yang ditulis oleh Mutiara Lailatur Rohmah, mahasiswa Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Ampel Surabaya. Dari hasil
penelitiannya ia menyimpulkan bahwa penerapan program intensif
pembelajaran kitab al-Akhlāq li-al-Banīn terhadap siswa memiliki hubungan
yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan
nilai rata-rata siswa pada mata pelajaran akidah akhlak yang tinggi yaitu
85,31.37
Karya ilmiah yang relevan selanjutnya adalah skripsi yang berjudul
“Pendidikan Anak dalam Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn Jilid I” yang ditulis
oleh Hermawati Rosidi, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitiannya ia menjelaskan bahwa
untuk menjadikan anak memiliki akhlak yang baik, seorang pendidik harus
35
Metode Bandongan merupakan salah satu metode dalam sebuah pembelajaran
dimana guru menjelaskan sesuatu kepada para murid, kemudian para murid mendengarkan
dan menyimak apa yang disampaikan oleh gurunya. 36
Muhammad Zainul Abidin, Skripsi: Pembelajaran Kitab Al-Akhlāq li-al-Banīn Bagi
Orang Tua untuk Mendidik Anak di TPA Nurul Ihsan Desa Jenar, Kecamatan Jenar,
Kabupaten Sragen (Surakarta: IAIN Surakarta, 2019), 116. 37
Mutiara Lailatur Rohmah, Skripsi: Pengaruh Program Intensif Belajar Kitab al-
Akhlāq li-al-Banīn Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII di MTs Negeri Krian Sidoarjo
(Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018), 100.
15
dapat mencerminkan akhlak yang baik dan mempraktikannya kedalam
kehidupan sehari-hari yang kemudian menjadi contoh bagi anak atau murid.
Ia juga menyimpulkan penelitiannya bahwa didalam kitab al-Akhlāq li-al-
Banīn mengandung konsep pendidikan akhlak yang baik. Adapun konsep
pendidikan akhlak dalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn salah satunya adalah
akhlak kepada kedua orang tua.38
Dari berbagai karya ilmiah yang penulis temukan, tidak ada penelitian
mengenai kualitas hadis-hadis di dalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn. Sehingga
penelitian ini menjadi sangat penting untuk diteliti dengan tujuan untuk
mengetahui kualitas hadis-hadis yang terdapat dalam kitab al-Akhlāq li-al-
Banīn.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan jenis penelitian
kualitatif karena dalam tujuannya penelitian kualitatif berusaha untuk
mendapatkan jawaban dari fenomena yang ada melalui prosedur secara ilmiah
dan menghasilkan jawaban yang bersifat kualitatif.39
Adapun dalam meneliti
hadis-hadis yang terdapat dalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn karya Umar bin
Ahmad Baraja, penulis menggunakan jenis penelitian library research
(penelitian kepustakaan).
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, penulis membagi sumber data kedalam dua
sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer yaitu kitab
al-Akhlāq li-al-Banīn karya Umar bin Ahmad Baraja dan al-Kutub al-Tisʿah.
38
Lihat selengkapnya di, Hermawati Rosidi, Skripsi: Pendidikan Anak dalam Kitab
al-Akhlāq li-al-Banīn Jilid I (Jakarta: Program Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2019), 69-70. 39
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
329.
16
Adapun sumber sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku, jurnal, dan
karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan objek kajian penelitian.
3. Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan beberapa langah untuk
dapat menganalisisnya. Menurut A. Hasan Asyʿari Ulamaʿi, untuk
mengetahui kualitas suatu hadis diperlukan kegiatan kritik sanad hadis.40
Dalam melakukan kritik sanad hadis, langkah awal yang harus dilakukan
adalah dengan melakukan takhrīj al-Ḥadīth.41
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mentakhrîj hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Kitab al-Akhlāq li-al-
Banīn karya Umar bin Ahmad Baraja. Adapun Metode takhrīj yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Metode lafaz yaitu mencari kata dari bagian matan hadis. Kitab yang
digunakan dalam metode ini adalah kitab Muʿjam Mufharas li-alfāẓ al-
Ḥadīth al-Nabāwī karya Arent Jan Wensink (w. 1358 H).42
b. Jika hadis tidak ditemukan mengunakan metode lafaz, maka selanjutnya
hadis diteliti dengan menggunakan metode tema menggunakan kitab
Miftaḥ Kunūz al-Sunnah karya Arent Jan Wensinck (w. 1358 H).43
c. Dan kemudian jika hadis tersebut tidak ditemukan di kedua kitab tersebut
maka penulis akan menelitinya dengan menggunakan metode awal matan
menggunakan kitab Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-Nabawwi al-Sharīf karya
Abū Ḥājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl.44
40
A. Hasan Asy’ari Ulama’i, Melacak Hadis Nabi SAW: Cara Cepat Mencari Hadis
dari Manual Hingga Digital (Semarang: RaSAIL, 2006), 25. 41
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, 39. 42
Maḥmud al-Ṭaḥān, Ushūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd, terj. M. Ridwan Nasir
(Surabaya: IMTIYAZ, 2015), 72. 43
M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1999), 63. 44
Abdul Majid Khon dkk, Ulumul Hadits (Jakarta: PSW UIN Jakarta, 2005), 196.
17
Langkah kedua adalah dengan mengumpulkan seluruh sanad hadis yang
kemudian dilakukan kegiatan iʿtibar (pembuatan skema sanad hadis) yang
bertujuan untuk mempermudah dalam pembacaan jaringan sanad hadis.
Langkah ketiga adalah dengan melakukan penelitian sanad. Menurut
Syuhudi Ismaʿil, dalam melakukan penelitian sanad harus memperhatikan
unsur-unsur kaidah kesahihan hadis yaitu sanad hadis tersebut harus
bersambung mulai dari mukharrij sampai kepada Rasulullah SAW, hadis
tersebut diriwayatkan oleh periwayat yang „adl dan ḍabt, kemudian sanad
harus terhindar dari shādh dan ʿillah.45
Dalam melakukan penelitian sanad, penulis akan menelusuri beberapa
hal yaitu menelusuri kepribadian dari para periwayat yang terdapat dalam
sanad hadis tersebut dan kemudian mencatat informasi yang berkaitan
dengannya seperti nama lengkap, tahun lahir/wafat, guru, murid, lafaz
penerimaan hadis ataupun lafaz penyampaian hadis yang bertujuan untuk
mengetahui ketersambungan sanad hadis. Kemudian menerapkan kaidah al-
Jarḥ wa al-Taʿdīl dalam melakukan penilaian terhadap seorang periwayat.46
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami skripsi ini, maka
dibuatlah sistematika penulisan. Sistematika penulisan dalam skripsi ini
dibagi menjadi 4 bab. Bab pertama, berisi pendahuluan, yang di dalamnya
membahas mengenai latar belakang penulisan skripsi ini. Kemudian
pembatasan masalah yang berfungsi untuk membatasi masalah agar
pembahasan masalah menjadi lebih fokus dan tidak melebar. Lalu dalam bab
ini juga akan dibahas mengenai rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
45
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, 61. 46
M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2014), 117.
18
Kemudian bab kedua, berisi ulasan seputar definisi akhlak dan macam-
macamnya. Di dalam bab ini juga akan dibahas mengenai profil dari
pengarang kitab al-Akhlāq li-al-Banīn karya Umar bin Ahmad Baraja,
dimulai dari riwayat hidup, rihlah ilmiah, serta karya-karyanya. selain itu
dalam bab ini dijelaskan mengenai karakteristik kitab al-Akhlāq li-al-Banīn.
Bab ketiga, berisi kritik sanad dan analisis terhadap hadis yang diteliti. Dalam
melakukan analisis, hadis terlebih dahulu di takhrīj menggunakan berbagai
metode yaitu metode lafaz, tema, dan awal matan. Kemudian dibuat skema
sanad (iʿtibar) dan dilanjutkan dengan meneliti kepribadian para periwayat (
jarḥ wa ta‟dīl). Setelah itu disimpulkan kualitas sanad hadis tersebut.
Selajutnya bab keempat, yaitu penutup yang berisi kesimpulan dari hasil
analisis penulis dalam bab ketiga, dan berisi jawaban atas rumusan masalah
yang terdapat di bab kesatu dan kemudian dilanjut dengan saran-saran.
19
BAB II
AKHLAK DAN KITAB AL-AKHLĀQ LI-AL-BANĪN
A. Definisi Akhlak dan Macam-Macamnya
1. Definisi Akhlak
Istilah akhlak sudah dikenal sejak awal munculnya Islam.1 Hal itu
ditandai dengan adanya suatu riwayat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
oleh Aḥmad b. Ḥanbal.
ث نا عبد العزيز بن ممد عن ممد بن عجلن عن القع ث نا سعيد بن منصور قال حد قا بن حد
ا بعثت لت حكيم عن م أب صالح عن أب ىري رة قال قال رسول الل صلى الل عليو وسلم إن
صالح الخلق
Telah menceritakan kepada kami Saʿīd b. Manṣūr berkata telah
menceritakan kepada kami ʿAbd al-ʿAzīz b. Muḥammad dari
Muḥammad b. ʿAjlān dari al-Qaʿqāʿ b. Ḥakīm dari Abū Ṣāliḥ dari Abū
Hurairah berkata Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. [HR. Aḥmad (w. 241 H)]
Secara umum definisi akhlak dibagi kedalam dua pendekatan yaitu
pendekatan bahasa (etimologi) dan pendekatan istilah (terminologi). Secara
bahasa (etimologi) kata akhlāq berasal dari bahasa Arab dan merupakan
jamak dari kata khuluq yang berarti “perangai”.3 Kemudian menurut Abuddin
Nata, kata akhlāq merupakan bentuk isim maṣdar (bentuk infinitif) dari kata
akhlaqa-yukhliqu-ikhlāqan yang berarti al-Sajiyah (perangai), al-Ṭabaʿiyah
1Muhammad Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf dalam Konstruksi Piramida Ilmu
Islam (Malang: Madani Media, 2015), 1. 2Aḥmad b. Ḥanbal (w. 241 H), al-Musnad li-al-Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 3, 323.
3Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT Mahmud Yunus, 2010), 122.
20
(tabiat), al-ʿAdat (Kebiasaan), al-Maruʿah (Adab yang baik), dan al-Dīn
(agama).4 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata akhlak diartikan
sebagai budi pekerti, tabiat, kelakuan dan watak.5
Sedangkan menurut Ibn al-Jauzi sebagaimana dikutip oleh Rosikhon
Anwar, kata al-Khuluq diartikan sebagai etika yang dipilih oleh seseorang.
Menurutnya etika itu memiliki makna yang sama dengan karakter (khalqah)
sehingga al-Khuluq merupakan etika yang menjadi pilihan yang diusahakan
oleh seseorang. Adapun etika yang sudah tertanam dalam diri seseorang yang
menjadi tabiat lahir dari dirinya disebut dengan al-Khaym.6
Secara istilah (terminologi) pengertian akhlak didefinisikan sangat
beragam oleh para ulama dan tokoh-tokoh yang ahli di bidangnya. Seperti
yang dikatakan oleh Asmaran, dalam bukunya yang berjudul Pengantar Studi
Akhlak ia menyatakan bahwa akhlak merupakan sifat-sifat yang dibawa
manusia dari lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu melekat pada
dirinya. Sifat tersebut dapat berupa perbuatan baik (akhlak mulia) maupun
perbuatan jahat (akhlak tercela).7 Kemudian Yatimin Abdullah juga
berpendapat bahwa akhlak merupakan suatu keadaan atau sifat yang telah
masuk ke dalam jiwa seseorang sehingga sifat tersebut menjadi sebuah
kepribadian dan akan timbul berbagai macam perbuatan-perbuatan yang
disebabkan oleh sifat tersebut yang kemudian dilakukanya secara spontan
tanpa berpikir.8
Adapun pengertian akhlak menurut para ulama adalah sebagai berikut:
4Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers, 2015),
1. 5Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), 28. 6Rosikhon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 11.
7Asmaran, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: Citra Niaga Rajawali Pers, 1992), 1.
8Muhammad Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an (Jakarta:
AMZAH, 2007), 4.
21
a. Ibn Maskawaih (w. 421 H)9
: ي م س ق ل إ م س ق ن ت ال ال ه ذ ى . و ة ي و ر ل و ر ك ف ي غ ن ا م ال ع ف أ ل إ ا ل ة ي داع س ف لن ل ل حا
ا ب ر و ب ي ر د الت و ة اد ع ل ا ب اد ف ت س ن م و ك ا ي ا م ه ن م : و .... اج ز ال ل ص أ ن ا م ي ع ي ب ط ن و ك ا ي ا م ه ن م
اق ل خ و ة ك ل م ر ي ص ي ت ح ل و أ ف ل و أ و ي ل ع ر م ت س ي ث ،ر ك الف ه ؤ د ب م ان ك
“Suatu keadaan dalam jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui suatu pertimbangan
pikiran terlebih dahulu. Keadaan semacam ini terbagi menjadi dua, ada
yang berasal dari tabiat asli dari orang tersebut dan ada pula yang
berasal dari kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang. Bisa jadi pada
awalnya tindakan tersebut dilakukannya melalui pikiran dan
pertimbangan, kemudian dilakukan secara terus menerus, sehingga
menjadi suatu bakat atau akhlak”.11
b. al-Ghazāli (w. 505 H)
ئة ف الن فس راسخة عن ها تصدر الف عال بسهولة ويسر من غي حاجة إل ن ع ة ار ب ع ق ل فال ىي
ئة بيث تصدر عن ها الف عال الميلة المحمودة عقل وش يت فكر وروية فإن كانت الي رع ا س
ئة خلق ا حسن اتل ئة الت ىي المصدر ك الي يت الي وإن كان الصادر عن ها الف عال القبيحة س
خلق ا سيئ ا
9Ibn Maskawaih adalah salah satu tokoh filsafat dalam Islam, ilmu yang ia kuasai
sebenarnya sangat beragam, ia menguasai ilmu sejarah, kedokteran, sastra, dan filsafat. Akan
tetapi ia lebih memusatkan perhatiannya pada dunia akhlak dan etika. Nama lengkapnya
adalah Abu ʿAli Aḥmad b. Muḥammad b. Yaʿqub Maskawaih. Ia dilahirkan di Ray
(Taheran) dan ia lahir pada tahun 941 M dan wafat pada 16 Februari 1030 M. 10
Abu ʿAli Aḥmad b. Muḥammad b. Yaʿqub Maskawaih, Tahdhīb al-Akhlāq wa
Taṭhīr al-Aʿrāqī (Beirut: Maktabah al-Thaqāfah al-Dīniyah, tt), Jilid 1, 41. 11
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 3 12
Abī Ḥāmid Muḥammad b. Muḥammad al-Ghazāli (w. 505 H), Iḥyā’ ʿUlūm al-Dīn
(Beirut: Dār Ibn Ḥazm, 2005), 934.
22
“Akhlak merupakan daya kekuatan atau sifat yang tertanam dalam jiwa
yang mendorong seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang
spontan tanpa menggunakan pertimbangan akal pikiran. Maka jika daya
kekuatan atau sifat tersebut menghasilkan suatu tindakan yang terpuji
berdasarkan ketentuan akal dan norma agama, itu dinamakan akhlak
yang baik, akan tetapi jika itu menyebabkan tindakan jahat, maka itu
dinamakan akhlak yang buruk”
c. Ibn al-„Arabī (w. 543 H)
Menurut Ibn ʿArabi sebagaimana dikutip oleh M. Syatori, akhlak adalah
keadaan jiwa seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan
suatu perbuatan tanpa melalui pilihan dan pertimbangan terlebih dahulu.
Keadaan tersebut bisa jadi berupa kebiasaan atau tabiat bawaan atau bisa juga
berupa kebiasaan yang dilatih dan diperjuangkan.13
d. Ahmad Amin
Menurut Ahmad Amin, sebagaimana dikutip oleh Samsul Munir Amin,
ia mengatakan bahwa akhlak merupakan suatu kebiasaan atau kehendak dari
seseorang yang berarti ketika kehendak itu dibiasakan, maka kebiasaan itu
merupakan sebuah akhlak.14
Dari berbagai definisi diatas, penulis berpendapat bahwa secara
substansial tampak tidak ada pertentangan, justru dapat saling melengkapi
antara pendapat satu dengan pendapat yang lain. Berdasarkan pendapat-
pendapat para ulama diatas, penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa
kriteria agar suatu perbuatan disebut sebagai akhlak. Pertama, perbuatan
akhlak merupakan perbuatan yang telah ada dan tertanam dalam diri (jiwa)
seseorang sehingga perbuatan tersebut menjadi kepribadiannya. Kedua,
perbuatan akhlak dilakukan dengan spontan tanpa pertimbangan atau
pemikiran terlebih dahulu. Ketiga, perbuatan akhlak dilakukan atas kemuan
sendiri, atas dorongan dari jiwanya bukan karena paksaan atau lainnya.
13
M. Syatori, Ilmu Akhlak (Bandung: Lisan, 1987), 1. 14
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 5
23
Keempat, perbuatan akhlak dilakukan dengan suatu kesungguhan dan
tidak main-main (tidak bercanda). Kelima, perbuatan akhlak itu dilakukan
dengan ikhlas dengan hanya mengharapkan rida Allah SWT bukan
mengharapkan pujian dari makhluk-Nya. Keenam, akhlak bersifat praktis dan
ilmu akhlak bersifat teoritis, sehingga jika seseorang mempelajari ilmu
akhlak, belum tentu secara otomatis perbuatannya menjadi baik. Perlu adanya
kebiasaan untuk melatihnya secara terus menerus sehingga akhirnya sifat
(perbuatan) tersebut benar benar tertanam dalam jiwanya. Perbuatan akhlak
tidak hanya berkaitan dengan kebaikan saja, melainkan ada juga akhlak atau
perbuatan yang buruk. Akhlak yang baik disebut dengan akhlak mahmudah
dan akhlak yang buruk disebut dengan akhlak mazmumah.15
Ketujuh, akhlak
memiliki keterkaitan dengan dunia psikologi karena salah satu dari
pembahasannya berkaitan dengan jiwa seseorang.16
2. Macam-Macam Akhlak
Secara garis besar, para ulama membagi akhlak kedalam dua macam
yaitu akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah.
a. Akhlak Mahmudah
Secara etimologi (bahasa) akhlak mahmudah diartkan sebagai akhlak
yang terpuji atau bisa kita sebut sebagai akhlak karimah yang berarti akhlak
yang mulia. Adapun secara terminologi (istilah) al-Ghazāli (w. 505 H)
memberikan pendapat sebagaimana dikutip oleh Samsul Munir Amin, akhlak
terpuji adalah sumber dari ketaatan dan kedekatan seseorang kepada Allah
SWT sehingga mempelajari dan mengamalkannya merupakan suatu
kewajiban bagi setiap muslim.17
Kemudian menurut Abū Dāwud al-Sijistāni
yang dikutip oleh Rosikhon Anwar akhlak mahmudah merupakan segala
15
Rosikhon Anwar, Akhlak Tasawuf, 87. 16
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak (Jakarta: AMZAH, 2011), 223. 17
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 180.
24
perbuatan-perbuatan yang disenangi dan akhlak tercela merupakan segala
perbuatan-perbuatan yang harus dihindari.18
Para ulama memberikan kriteria atau tolak ukur sebuah akhlak
dikatakan sebagai akhlak terpuji. Tolak ukur yang digunakan merujuk kepada
ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur‟an dan hadis, sesuai
dengan konsep baik dan buruk dalam pandangan agama Islam. Menurut Ali
Yafie dalam bukunya Teologi Sosial menjelaskan bahwa diantara contoh dari
akhlak terpuji adalah jujur, adil, pemaaf, disenangi, menepati janji,
memelihara diri, berani, menerima, ikhlas, sabar, syukur, tolong menolong,
malu, berbuat baik, kasih sayang, menyambung tali silaturahmi, memuliakan
tetangga dan tamu.19
Berdasarkan objek yang dituju, akhlak mahmudah terbagi menjadi
beberapa kategori yaitu, akhlak kepada Allah SWT, akhlak terhadap
Rasulullah, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga, akhlak
terhadap masyarakat dan akhlak terhadap lingkungan.20
1) Akhlak Kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah SWT berarti mengesakan-Nya atau
mentauhidkan-Nya, mengakuinya sebagai satu-satunya Tuhan yang wajib
disembah dan tidak ada Tuhan selain Allah. Selain itu seseorang harus
senantiasa berbaik sangka (husnuzan) kepada Allah SWT, berdzikir kepada-
Nya, selalu menerima apapun keputusan-Nya dan Menyerahkan segala urusan
hanya kepada-Nya. 21
18
Rosikhon Anwar, Akhlak Tasawuf, 88. 19
Ali Yafie, Teologi Sosial (Yogyakarta: LKPSM, 1997), 154. 20
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 182. 21
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 182-190.
25
2) Akhlak Terhadap Rasulullah SAW
Akhlak terhadap Rasulullah berarti meyakini dengan sepenuh hati
bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT dan merupakan
Nabi terakhir, penutup dari para Nabi dan Rasul. Selain itu kita juga harus
senantiasa mencintai Rasulullah SAW, mengikuti dan menaati segala sesuatu
yang diperintahkannya dan menjauhi segala sesuatu yang dilarangnya. Serta
senantiasa berselawat kepada Nabi sebagai bentuk rasa cinta dan akhlak kita
kepada Rasulullah SAW.22
3) Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Bentuk akhlak terhadap diri sendiri bisa dilakukan dengan sikap sabar,
syukur, amanat, jujur, memelihara dan menjaga diri, berbuat baik, serta
memiliki rasa malu. Sabar dalam arti mampu bertahan dalam menghadapi
tantangan dan cobaan.23
Seperti yang dikatakan oleh Abdul Mustaqim, ia
mengatakan bahwa hendaknya setiap muslim harus bersabar dalam beberapa
hal, bersabar dalam ketaatan, bersabar dalam meninggalkan maksiat kepada
Allah, dan bersabar dalam ditimpa musibah dan bencana.24
Kemudian sikap syukur, bentuk dari rasa syukur terhadap Allah SWT
adalah dengan menggunakan setiap nikmat yang diberikan-Nya untuk jalan
kebaikan. Hendaknya seorang muslim juga harus memiliki sikap malu, malu
jika melakukan suatu perbuatan yang tidak baik. Kemudian memiliki rasa
tanggung jawab yang tinggi (amanat), jujur, mampu menjaga diri dari segala
fitnah dan tuduhan, serta selalu berbuat baik dan selalu menghadirkan suasana
yang harmonis, damai dan tentram.25
22
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 193-197. 23
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 198-212. 24
Abdul Mustaqim, Akhlak Tasawuf (Yogyakarta: Kaukaba, 2013), 66. 25
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 198-212.
26
4) Akhlak Terhadap Keluarga
Akhlak terhadap keluarga bisa diwujudkan dengan berbuat baik kepada
kedua orang tua, saudara, dan anggota keluarga lainnya serta saling
mengingatkan dalam kebaikan.26
Berbakti kepada kedua orang tua merupakan
sebuah amal saleh yang paling utama yang dilakukan oleh seorang muslim.
Banyak sekali ayat al-Qur‟an dan hadis yang membahas mengenai keutamaan
berbuat baik kepada kedua orang tua. Dengan berbuat baik kepada kedua
orang tua, selain sebagai bentuk ketaatan kepada Allah juga dapat dijadikan
sebagai jalan untuk mendapat keridaann-Nya.27
Karena keridaan Allah itu
tergantung daripada keridaan orang tua.28
Selain berbakti kepada kedua orang tua, akhlak terhadap keluarga juga
dapat dilakukan dengan berbuat baik kepada saudara dan anggota keluarga
yang lain. Misalnya dengan saling menghargai satu sama lain, saling
pengertian, saling menasehati dan saling tolong-menolong. Hal tersebut
secara otomatis dapat menciptakan keluarga yang harmonis dan terhindar dari
segala permasalahan.29
5) Akhlak Terhadap Masyarakat
Akhlak terhadap masyarakat dapat diwujudkan dengan berbuat baik
kepada mereka, saling tolong-menolong, saling menghargai, menjaga tali
silaturahmi dan selalu menjaga hubungan baik dengan mereka. Prilaku
tolong-menolong tidak hanya diwujudkan dalam bentuk materi saja,
26
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 214-218. 27
Veithzal Rivai Zainal, Manajemen Akhlak: Menuju Akhlak Al-Qur’an, 270. 28
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi
ث نا أبو حفص عمرو بن ث نا شعبة، عن ي على بن عطاء، عن أبيو، عن عبد حد ث نا خالد بن الارث، حد ، حد علي عليو وسلم قال: رضى الرب ف رضى الوالد، وسخط الر ط الوالد.ب ف سخ الله بن عمرو، عن النب صلى الل
“Telah menceritakan kepada kami Abū Ḥafs ʿUmar b. ʿAlī telah menceritakan kepada
kami Khālid b. al-Ḥārith, telah menceritakan kepada kami Shuʿbah, dari Yaʿla b. ʿAṭā‟
dari bapaknya dari ʿAbd Allāh b. ʿAmr, dari Rasulullah SAW bersabda “Rida Allah
tergantung pada rida seorang bapak (orang tua), dan murka Allah tergantung pada
murka seorang bapak (orang tua)” (HR. al-Tirmidhī). 29
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 216.
27
melainkan dapat diwujudkan dalam bentuk jasa, nasihat-nasihat, atau kalimat
yang membuatnya bahagia.30
Perilaku ini sangat dianjurkan dalam Islam.
Allah SWT berfirman:
“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah sangat
berat siksa-Nya.” (QS. al-Mā‟idah: 2).31
6) Akhlak Terhadap Lingkungan
Akhlak terhadap lingkungan sebenarnya adalah perwujudan dari fungsi
manusia sebagai pemimpin di muka bumi, dimana seseorang tidak
dibenarkan merusak dan mengotori alam. Dan sudah menjadi kewajiban
manusia untuk menjaga dan melestarikan alam. Semua ciptaan Allah
(makhluk) baik tumbuhan, binatang, benda-benda tak bernyawa lainnya harus
kita hormati dan harus kita jaga, jangan sampai kita rusak dan kita hancurkan.
Rosikhon Anwar juga memberikan pendapatnya terkait perusakan
lingkungan, ia mengatakan bawha setiap perusakan terhadap lingkungan
harus dinilai sebagai perusakan terhadap diri sendiri. Kemudian al-Qurṭubi
juga memberikan pendapatnya sebagaimana dikutip oleh Rosikhon Anwar
bahwa lingkungan itu tidak boleh diperlakukan secara aniaya, melainkan
harus dijaga dan dilindungi.32
30
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 222. 31
Kementerian Agama RI, Al-Qurân dan Terjemahannya, 142. 32
Rosikhon Anwar, Akhlak Tasawuf, 114.
28
b. Akhlak Mazmumah
Secara bahasa (etimologi) kata mazmumah berasal dari bahasa Arab
yang berarti tercela. Oleh karena itu Akhlak Mazmumah diartikan sebagai
akhlak yang tercela. Sedangkan menurut istilah (terminologi) akhlak
mazmumah adalah segala perbuatan yang bertentangan dengan akhlak
terpuji. Akhlak tercela juga dapat menyebabkan keimanan seseorang
menjadi rusak dan dapat menjatuhkan harga dirinya sebagai manusia. Selain
itu efek dari akhlak tercela ini membuat orang disekelilingnya menjadi tidak
suka karena perbuatannya. Akhlak tercela adalah akhlak yang keluar dari
ketentuan-ketentuan Allah dan pelakunya akan diganjar dengan dosa. Oleh
karena itu hendaknya seorang muslim harus dapat menghindari perbuatan-
perbuaan tercela itu.33
Berdasarkan dari objek yang dituju, Samsul Munir Amin membagi
akhlak tercela kedalam beberapa kategori yaitu, akhlak tercela terhadap
Allah, akhlak tercela terhadap keluarga, akhlak tercela terhadap diri sendiri,
akhlak tercela dalam kehidupan bermasyarakat dan akhlak tercela lainnya.34
1) Akhlak Tercela Terhadap Allah SWT
Diantara akhlak tercela terhadap Allah SWT adalah perbuatan syirik
(menyekutukan Allah SWT dengan yang lain). Syirik merupakan perbuatan
yang menyamakan sesuatu dengan Allah SWT dalam suatu hal yang secara
khusus hanya dimiliki oleh Allah SWT. Contoh dari perbuatan syirik adalah
menyembah atau beribadah kepada selain Allah, memakai jimat35
, dan
percaya bahwa suatu benda tersebut dapat mendatangkan manfaat dan
mudarat pada dirinya.36
33
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 232. 34
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 234. 35
Jimat adalah suatu benda atau lainnya yang berhubungan dengan magis dimana
penggunanya percaya bahwa suatu benda tersebut dapat mendatangkan manfaat atau mudarat
pada dirinya. 36
Soekahar, Satanisme dalam Pelayanan Pastoral (Malang: Gandum Mas, 2002), 50.
29
Selain syirik, akhlak tercela terhadap Allah SWT adalah perbuatan
kufur (ingkar). Kufur merupakan sebuah kata sifat dari pelakunya yaitu kafir.
Kufur diartikan sebagai perbuatan yang mengingkari ajaran Allah SWT yang
dibawa oleh Rasul-Nya. Dalam hal ini perbuatan tidak mensyukuri nikmat
yang telah Allah SWT berikan juga termasuk kedalam perbuatan kufur.37
Kemudian akhlak tercela selanjutnya adalah nifak (munafik). Nifak adalah
menampilkan sesuatu yang tidak sesuai (bertentangan) dengan apa yang ada
di dalam hati. Orang yang melakukan perbuatan nifak disebut munafik.
Sebagai contoh perbuatan munafik adalah ketika seseorang menampakkan
identitas keislaman yang ada para dirinya akan tetapi di dalam hatinya
tersimpan kekufuran yang besar.38
2) Akhlak Tercela Terhadap Diri Sendiri
Bentuk akhlak tercela terhadap diri sendiri adalah dengan melakukan
suatu perbuatan yang dapat merugikan dan menyakiti diri sendiri. Diantara
perbuatan dari akhlak tercela terhadap diri sendiri adalah melakukan bunuh
diri, baik membunuh dengan senjata tajam, maupun dengan menggunakan
obat-obatan terlarang yang dapat menyebabkan dirinya meninggal dunia. Hal
ini tentu menyelahi takdir Allah SWT dan melanggar ketentuan-Nya.39
Akhlak tercela lainnya adalah perbuatan maksiat (zina). Zina
merupakan sebuah perbuatan yang keji dan tidak beradab. Perbuatan tersebut
mendapat ancaman dari Allah SWT berupa siksaan di neraka. Zina dapat
merusak harga diri, kehormatan, dan rusaknya nasab atau keturunan dari
seseorang. Maka sebagai seorang muslim, hendaknya menjauhi perbuatan –
perbuatan yang diharamkan Allah SWT agar selamat di dunia maupun di
akhirat.
37
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 237. 38
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 240. 39
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 242-243.
30
3) Akhlak Tercela Terhadap Keluarga
Salah satu akhlak tercela terhadap keluarga adalah durhaka terhadap
kedua orang tua.40
Misalnya melakukan penganiayaan secara fisik terhadap
orang tua, mencaci maki dan melontarkan kata kata kasar kepada
terhadapnya. Perilaku tersebut merupakan perilaku negatif yang harus dijauhi
oleh setiap muslim. Allah dan Rasulnya telah memerintahkan setiap muslim
untuk berbakti kepada kedua orang tua, bukan mendurhakainya. Banyak ayat
Al-Qur‟an dan hadis yang menjelaskan haramnya durhaka terhadap kedua
orang tua. Dosa durhaka kepada kedua orang tua termasuk kedalam dosa
yang paling besar setelah dosa syirik dan membunuh. Seperti yang telah
disabdakan oleh Nabi SAW:
ث نا عب يد الل بن أب ث نا شعبة، حد ث نا عبد الصمد، حد ث نا إسحاق بن منصور، حد حد
«. الكبائر »أنس بن مالك رضي الل عنو، عن النب صلى الله عليو وسلم، قال: بكر، سع
ث نا شعبة، عن ابن أب بكر، عن أنس بن مالك، ث نا عمر و وىو ابن مرزوق، حد ح وحد
، وق تل الن فس، وعقوق عن النب صل ى الله عليو وسلم، قال: " أكب ر الكبائر: الإشراك بلل
أو قال: وشهادة الزور -الوالدين، وق ول الزور، 4
“Telah menceritakan kepada kami Isḥāq bin Manṣūr telah
menceritakan kepada kami „Abd al-Ṣamād telah menceritakan
kepada kami Shuʿbah telah menceritakan kepada kami ʿUbaid
Allāh b. Abī Bakr ia mendengar Anas b. Mālik RA dari Nabi SAW
bersabda “ Dosa-dosa besar yaitu: lewat jalur periwayatan lain
40
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 241. 41
Abū „Abd Allāh Muḥammad b. Ismāʿīl al-Bukhārī (w. 256 H), Ṣaḥīḥ al-Bukhārī
(Beirut: Dār al-Fikr, 1994), Jilid 4, 266.
31
telah menceritakan kepada kami „Amr tepatnya „Amr b. Marzūq
telah menceritakan kepada kami Sḥuʿbah telah menceritakan
kepada kami Ibn Abī Bakr dari Anas b. Mālik RA dari Nabi SAW
bersabda “Dosa paling besar diantara dosa besar ialah
menyekutukan Allah, membunuh, durhaka kepada orang tua, dan
perkataan dusta atau dia mengatakan sumpah palsu” [HR. al-
Bukhārī (w. 256 H)]
4) Akhlak Tercela Terhadap Masyarakat
Diantara akhlak tercela terhadap masyarakat adalah membunuh,
menganiaya, mencuri, merampok dan lain-lain yang dapat merugikan orang
lain. Membunuh merupakan perbuatan yang dapat menghilangkan nyawa
seseorang. Perbuatan ini merupakan perbuatan yang sangat biadab, tidak
berperikemanusiaan. Allah SWT mengharamkan perbuatan ini dan
memasukannya kedalam kategori dosa yang paling besar. Pelaku
pembunuhan dimurkai dan diancam oleh Allah SWT masuk ke dalam
neraka.
“dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya
dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan
azab yang besar baginya” (QS. al-Nisā‟: 93)42
Selain itu, akhlak tercela terhadap masyarakat adalah penganiayaan,
perbuatan ini termasuk ke dalam perbuatan negatif dan dapat merugikan
orang lain. contohnya adalah memukuli orang lain hingga ia buta, sengaja
mematahkan kaki hingga ia tidak bisa berjalan, lain-lain.
42
Kementerian Agama RI, Al-Qurān dan Terjemahannya, 122.
32
5) Akhlak Tercela Lainnya
Akhlak tercela lainnya adalah takabur (sombong), menganggap diri
sendiri lebih baik daripada orang lain dan menganggap orang lain rendah
dibandingkan dengan dirinya. Merasa lebih sempurna baik dalam hal dunia
maupun dalam hal agama. dalam hal agama misalnya ia menganggap bahwa
ia adalah orang yang paling dekat dengan Allah SWT. adapun yang
berkaitan dunia, misalnya ia merasa lebih mampu, lebih kaya dan terhormat
daripada orang lain.43
Akhlak tercela selanjutnya adalah Hasad (dengki). Perbuatan
semacam ini timbul dari dalam diri seseorang yang benci jika orang lain
mendapat suatu kenikmatan sehingga ia ingin agar orang tersebut
kehilangan kenikmatnya itu.44
Kemudian akhlak tercela selanjutnya adalah
Gibah. Gibah adalah membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan orang
lain yang mana jika hal itu di dengan oleh orang yang bersangkutan, maka
ia akan marah atau tidak menyukainya. Kemudian Imam al-Nawawi
menyetakan bahwa gibah adalah membicarakan kejelekan orang lain baik
itu yang ada pada dirinya, agamanya, dunianya, akhlaknya, hartanya
anaknya atau hal lainnya. Dalam hal ini gibah memiliki berbagai bentuk,
baik dalam lisan ataupun tulisan, baik berbentuk isyarat mata, tangan kepala
dan lain-lain yang mana jika itu diketahui oleh orang yang dibicarakan,
maka ia tidak menyukainya.45
B. Biografi Pengarang Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn
Pengarang dari kitab al-Akhlāq li-al-Banīn adalah Syekh Umar bin
Ahmad Baraja. Beliau lahir pada tanggal 10 Jumadilakhir 1331 H / 17 Mei
1913 di kampung Ampel Maghfur (Surabaya). Di masa kecilnya, beliau
43
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 251-253. 44
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, 257. 45
Al-Nawawi (w. 676 H), al-Adhkār (Bandung: Al-Maʿarif, tt), 336.
33
diasuh oleh kakeknya yang bernama Hasan bin Muhammad Baraja. Kakek
beliau adalah seorang ulama yang pakar dalam ilmu nahu dan fikih. Nama
“Baraja” yang dimiliki oleh Syekh Umar merupakan nisbah yang berasal dari
Seiwun, Hadramaut, Yaman.
Syekh Umar memiliki akhlak yang mulia, beliau memiliki keikhlasan
dan ketulusan niat dalam segala amal, baik amal yang bersifat duniawi
maupun amal yang bersifat ukhrawi. Beliau juga selalu menjelaskan kepada
murid-muridnya untuk selalu meneladani akhlak dari ahlulbait yaitu akhlaq
keluarga Nabi, para sahabat dan pastinya akhlak Nabi sendiri. Syekh Umar
memiliki sifat ketawadukannya yang tinggi, beliau terkenal rendah hati dan
tidak suka membanga-banggakan diri.
Syekh Umar memiliki keimanan yang teguh dan sempurna, hal itu
ditandai dengan keistikamahannya dalam beribadah. Ia rutin dalam
menjalankan sunah-sunah Nabi SAW, terutama dalam salat, seperti salat
sunah qabliyah dan baʿdiyah. Salat sunah lainnya juga beliau selalu
istikamah menjalankanya, seperti salat sunah duha dan tahajud, bahkan
beliau hampir tidak pernah meninggalkannya walapun sedang dalam
bepergian. Kehidupan yang dijalani Syekh Umar benar-benar beliau
sesuaikan dengan apa yang telah digariskan oleh agama.46
Sebelum mendekati ajalnya, Syekh Umar sempat berpesan kepada
anak-anak dan murid-muridnya untuk selalu berpegang teguh pada ajaran
yang berdasarkan pada al-Qur‟an dan sunah yaitu Ahl al-Sunnah al-Jamāʿah.
Dan beliau juga berpesan agar para anak dan muridnya untuk mengikuti
tarekat ʿAlawiyyah 47
yang memiliki sanad sampai kepada ahlulbait, para
46
Abdul Adim, Pemikiran Akhlak Menurut Syekh Umar bin Ahmad Baraja, 130.
dalam (Majalah Al-Kisah No.7/Tahun V/26 Maret-8 April 2007, 88.) 47
Tarekat ʿAlawiyah adalah salah satu tarekat yang termasuk dalam 41 tarekat
muktabar yang ada di dunia Islam. Tarekat ini berasal dari Yaman Selatan, Hadhramaut yang
telah tersebar dan berkembang di Indonesia. Tarekat ini mengamalkan amalan zikir dan wirid
yang cukup ringan, karena taerakat ini lebih menekankan pada aspek amaliah dan akhlak
34
sahabat yang semua itu bersumber dari Nabi SAW. Syekh Umar wafat pada
hari sabtu tanggal 16 Rabiulaakhir 1411 H / 03 November 1990 M pada jam
23.00 WIB di Rumah Sakit Islam Surabaya. Pada usia 77 tahun.48
1. Rihlah Ilmiah
Semasa remaja, Syekh Umar belajar ilmu-ilmu agama, dan bahasa Arab
dengan rajin dan tekun, sehingga ia dapat menguasai dan memahami ilmu-
ilmu tersebut dengan baik. Semua ilmu-ilmu itu Syekh Umar pelajari dengan
bimbingan para guru baik melalui pertemuan secara langsung maupun tidak
langsung (surat).
Menurut Muhammad Ahmad Assegaf sebagaimana dikutip oleh Abdul
Adim, bahwasannya Syekh Umar merupakan salah satu alumnus dari
Madrasah Al-Khairiyyah di daerahnya, yaitu di Kampung Ampel (Surabaya).
Madrasah ini didirikan oleh Habib Imam Muhammad bin Ahmad al-Mudhar
pada tanggal 1895 M, yang mana sekolah ini berasaskan Ahl al-Sunnah wa
al-Jamāʿah49
dan bermazhabkan al-Shāfiʿī.
Syekh Umar memilliki banyak guru, baik guru yang berasal dalam
negeri maupun luar negeri. Guru-guru yang berada di luar negeri berasal dari
Yaman, Saudi Arabia, Malaysia, Maroko, Uni Emirates Arab, Maroko, India
dan lain-lain. Syekh Umar mendapatkan guru tidak hanya dalam kegiatan
belajar mengajar saja, melainkan kebanyakan dari mereka hanya bertemu
(tasawuf amali dan tasawuf akhlaki). Berbeda dengan tarekat lainnya yang cenderung
mengamalkan latihan-latihan riyaḏah secara fisik dan tingkat kezuhudan yang ketat. (Abdul
Hakim, Tarekat ‘Awaliyah di Kalimantan Selatan – Sebuah Telaah Unsur Neo-Sufisme
dalam Tarekat, AL-BANJARI, Vol. 10, No. 1, Januari, 2011, 21-22.) 48
Abdul Adim, Pemikiran Akhlak Menurut Syekh Umar bin Ahmad Baraja, 135.
Dalam Muhammad Asseggaf, Sekelumit Riwayat Hidup al-Ustādh Umar bin Ahmad Baraja
(Surabaya: Panitia Haul Ke-V, 1995), 11. 49
Ahl al-Sunnah wa al-Jamāʿah adalah suatu golongan yang didasarkan pada al-
Qur‟an dan hadis serta meneladani segala sesuatu yang dilakukan Rasulullah SAW dan
mengikuti pengamalan para sahabat yang kemudian diteruskan oleh para tabiin sampai
kepada para ulama. (Umma Farda, Membincang Kembali Ahl al-Sunnah wa al-Jamāʿah :
Pemaknaan dan Ajarannya dalam Perspektif Mutakallimīn, FIKRAH, Vol. 2, No. 1, Juni
2014, 54)
35
sesekali saja dan Syekh Umar mengambil ilmu darinya sekaligus
menjadikannya sebagai seorang guru. Syekh Umar tidak mempedulikan
seberapa muda atau tuanya seseorang, jika ia dapat mengambil ilmu darinya,
maka ia akan menjadikannya sebagai seorang guru. Dan inilah yang
membuat Syekh Umar disebut sebagai seseorang yang tawaduk.50
Berikut
adalah nama-nama guru dari Syekh Umar baik yang berasal dari dalam
negeri ataupun luar negeri.
a. Guru-guru Syekh Umar yang berasal dari dalam negeri
Guru-guru yang berasal dari dalam negeri adalah Ahmad bin Ghalib al-
Hamid (Surabaya), Alwi bin Muhammad al-Mudhar (Bondowoso), Abdullah
bin Hasan Maulachela (Malang), Hamid bin Muhammad al-Sirry (Malang),
Imam al-Habr al-Qutub al-Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih (Malang),
Muhammad bin Husein Baʿbud (Lawang), Abdul Qodir bin Hadi Assegaf
(Surabaya), Habib bin Muhammad bin Ahmad Assegaf (Surabaya), Alwi bin
Abdullah Assegaf (Solo), Ahmad bin Alwi al-Jufri (Pekalongan), Ali bin
Husein bin Syahab (Gresik), Zein bin Abdullah al-Kaff (Gresik) dan lain-
lain.
b. Guru-guru Syekh Umar yang berasal dari luar negeri
Guru-guru yang berasal dari luar negeri adalah ʿAbd Allāh b. Ḥamīd al-
Saqqāf (Yaman), Muḥammad b. ʿAbd Allāh al-Haddār (Yaman), ʿAli b. Zain
bi-al-Faghīh (Uni Emirates Arab), Muḥammad Bakhit al-Muṭiʿī (Mesir),
Muḥammad al-Fatḥ al-Kattānī (Maroko), Muḥammad al-Muntaṣīr al-Kattānī
(Maroko), Alwi b. Ṭāhir al-Ḥaddād (Malaysia), ʿAbd ʿĀlim al-Ṣidqī (India),
Ḥasanain Muḥammad Makhlūf (Mesir), ʿAbd al-Qādir b. Aḥmad al-Saqāf
(Arab Saudi), Alwi b. ʿAbbās al-Maliki (Makkah), Muḥammad b. Amīn al-
50
Abdul Adim, Pemikiran Akhlak Menurut Syekh Umar bin Ahmad Baraja, 131.
Dalam hasil wawancara dengan cucu Syekh Umar bin Ahmad Baraja yaitu Mustofa bin
Ahmad Baraja pada 16 Maret 2014
36
Quṭbiī (Makkah), Muḥammad Saif Nūr (Makkah), Ḥasan Muḥammad al-
Mashaṭ (Makkah), Alwi b. Sālim al-Kaff (Makkah), Muḥammad Saʿīd al-
Hadrawī al-Makkī (Makkah), Muḥammad b. Hādī As al-Saqāf (Yaman) dan
lain-lain.51
2. Karya-karya Syekh Umar
Karya-karya yang telah dibuat oleh Syekh Umar meliputi karya-karya
yang berbentuk tulisan seperti syair-syair dan kitab-kitab. Kitab-kitab yang
ditulis oleh Syekh Umar telah diterbitkan sebanyak 11 kitab salah satunya
kitab Akhlāq li-al-Banīn, dan Akhlāq li-al-Banāt, dan lain-lain. Semua kitab
tersebut diterbitkan dalam bahasa Arab dan sejak tahun 1950 M telah
digunakan sebagai buku rujukan yang dipakai hampir di seluruh pesantren di
Indonesia. Dengan demikian melalui kitab-kitab yang ditulis olehnya, secara
tidak langsung Syekh Umar telah turut serta dalam membangun akhlak-
akhlak para santri di Indonesia menjadi lebih baik.
Syekh Umar pernah ditawari oleh seorang dermawan dari Makkah
yaitu Siraj Kaʿki yang menawarkan untuk mencetak kitab yang telah ditulis
oleh Syekh Umar untuk kemudian dibagikan secara cuma-cuma. dan pada
tahun 1969 M kitab-kitab tersebut dicetak dan dibagikan ke berbagai wilayah
dengan biaya percetakan ditanggung oleh seorang dermawan tersebut. Pada
tahun 1992 M, kitab-kitab yang ditulis oleh Syekh Umar ini telah
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, dan Madura sehingga
orang-orang dalam negeri lebih mudah untuk mempelajari dan
memahaminya.
Dalam perjalanan kepenulisannya, selain menulis kitab-kitab, Syekh
Umar juga aktif menulis syair-syair dengan sastra yang sangat tinggi. Syair-
syair tersebut ditulis oleh Syekh Umar dengan menggunakan bahasa Arab.
51
Abdul Adim, Pemikiran Akhlak Menurut Syekh Umar bin Ahmad Baraja, 131.
Dalam Muhammad Asseggaf, Sekelumit Riwayat Hidup al-Ustādh Umar bin Ahmad Baraja
(Surabaya: Panitia Haul Ke-V, 1995), 2-5.
37
Menurut cucunya yaitu Mustofa bin Ahmad bin Umar Baraja, syair-syair
yang ditulis oleh kakeknya tersebut cukup banyak dan belum sempat
dibukukan. Masih banyak karya-karya Syekh Umar yang lain yang
bertuliskan tangan dan masih tersimpan rapi di dalam perpustakaan keluarga
dan belum terekspos keluar.
Dari banyaknya syair, buku atau kitab yang Syekh Umar tulis tentunya
tidak terlepas dari kepandaian Syekh Umar sendiri yang menguasai berbagai
disiplin ilmu seperti ilmu bahasa Arab, sastra, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu
fikih, tasawuf, sirah nabawi, tarikh dan ditambah dengan penguasaan bahasa
Inggris dan Belanda.52
3. Perjalanan Dakwah Syekh Umar
Dalam perjalanan karir dakwahnya, Syekh Umar mengawalinya dengan
mengajar di salah satu Madrasah di Surabaya yaitu Madrasah al-Khairiyah
pada tahun 1935-1945 M. dari hasil mengajarnya Syekh Umar memiliki
murid-murid cerdas dan pandai. Dan Seiring berjalannya waktu, murid-murid
Syekh Umar telah berkembang dan ada beberapa murid yang telah menjadi
ulama yang kemudian menyebarkan ilmunya ke berbagai pelosok negeri.
Murid-murid Syekh Umar yang menyebarkan ilmu ke Jawa Timur
diantaranya adalah Ahmad bin Hasan Assegaf, Umar bin Idrus al-Masyhur,
Ahmad bin Ali Babgei, Idrus bin Hud Assegaf, Hasan bin Hasyim al-Habsyi,
Habib Hasan bin Abdul Qodir Assegaf, Ahmad Zaki Ghufron, dan Djafʿar
bin Agil Assegaf.
Setelah mengajar di Surabaya, pada tahun 1945-1947 M beliau
melanjutkan dakwahnya ke daerah Gresik dan beliau mengajar di Madrasah
Al-Husainiyah, kemudian mengajar di Rabithah Al-Awaliyah di daerah Solo
pada tahun 1947-1950 M. Beliau kembali ke Gresik dan melanjutkan
52
Abdul Adim, Pemikiran Akhlak Menurut Syekh Umar bin Ahmad Baraja, 132.
Dalam hasil wawancara dengan cucu Syekh Umar bin Ahmad Baraja yaitu Mustofa bin
Ahmad Baraja pada 16 Maret 2014
38
dakwahnya dengan mengajar di Al-Arabiyah Al-Islamiyah pada tahun 1950-
1951 M dan setelah itu beliau beserta gurunya Habib Zein bin Abdullah al-
Kaff bekerjasama untuk membangun dan memperluas lahan baru
dikarenakan gedung lama sudah terlalu sempit. Dari kerjasamanya itu,
terwujudlah sebuah gedung yayasan badan wakaf dan yayasan tersebut
diberi nama Perguruan Islam Malik Ibrahim.53
Berbagai daerah telah dikunjungi oleh Syekh Umar untuk berkdakwah
menyebarkan ilmu, Syekh Umar juga tak lupa menyebar dakwahnya di
tempat terdekatnya, yaitu rumahnya sendiri. Syekh Umar membuka
pengajian di kediamannya, ia aktif mengajar di majlis taklim miliknya yang
rutin diadakan setiap malam. Salah satu jasa beliau yang paling monumental
adalah membangun dan mendirikan masjid di kota Surabaya pada tahun
1971. Masjid tersebut diberi nama Masjid al-Khair. Dalam proses
pembangunan masjid, Syekh Umar dibantu oleh Adnan Chamim tentunya
atas persetujuan dan nasihat dari Zein bin Abdullah al-Kaff dan Sholeh bin
Muhsin al-Hamid. Saat ini masjid tersebut masih kokoh berdiri dan masjid
tersebut digunakan oleh masyarakat Surabaya tak hanya untuk salat saja,
melainkan juga digunakan untuk kepentingan dakwah dan lain-lain.54
C. Karakteristik Kitab Akhlāq li-al-Banīn
Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn merupakan kitab yang ditulis oleh ulama
terkenal yang berasal dari Indonesia yaitu Syekh Umar bin Ahmad Baraja.
Kemasyhurannya itu dikarenakan ia banyak menulis kitab-kitab, yang mana
kitab tersebut tersebar hampir di seluruh pesantren di Indonesia. Dari sekian
banyak kitab yang ditulis olehnya, kitab al-Akhlāq li-al-Banīn merupakan
53
Abdul Adim, Pemikiran Akhlak Menurut Syekh Umar bin Ahmad Baraja, 133.
Dalam Majalah Al-Kisah No. 07/Tahun V/26 Maret – 08 April 2007, 89. 54
Abdul Adim, Pemikiran Akhlak Menurut Syekh Umar bin Ahmad Baraja, 133.
Dalam Majalah Al-Kisah No. 07/Tahun V/26 Maret – 08 April 2007, 89.
39
kitab yang paling populer, bersamaan dengan kitab yang ditulis serupa yaitu
kitab al-Akhlāq li-al-Banāt yang mana kitab tersebut ditujukan kepada anak
perempuan. Lain halnya dengan kitab al-Akhlāq li-al-Banīn yang khusus
ditujukan untuk anak laki-laki.55
Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn adalah kitab yang membahas mengenai
akhlak khusus bagi anak laki-laki. Laki-laki kelak akan menjadi seorang
ayah, seorang imam juga seorang pemimpin, baik menjadi pemimpin untuk
dirinya maupun untuk keluarganya. Apabila seorang laki-laki tumbuh dalam
akhlak yang baik, maka ia akan menjadi seseorang yang berguna, orang yang
baik dan menjadi orang tua yang diteladani oleh anak-anaknya. Pendidikan
akhlak sejak dini merupakan suatu hal yang sangat penting, menurut Syekh
Umar jika pendidikan akhlak tidak diajarkan dan dilatih sejak dini, maka
ketika sudah dewasa akan sulit untuk merubahnya. Ibaratkan ketika kita akan
meluruskan sebuah pohon besar yang bengkok, maka akan sulit
meluruskannya. Namun apabila kita meluruskan pohon tersebut saat masih
dalam tahap awal tumbuh, maka akan lebih mudah.56
Dalam penulisan sebuah kitab, tentunya memiliki latar belakang dan
tujuan tertentu. Kitab al-Akhlāq li-al-Banīn ini ditulis agar para anak
memiliki akhlak yang mulia sejak dini dan ketika sudah dewasa nanti, dapat
memperoleh kebaikan dan kebahagiaan hidup, baik hidup di dunia maupun di
akhirat. Syekh Umar juga menambahkan bahwa untuk menjadi seseorang
yang dicintai banyak orang, dicintai keluarga, dan mendapat rida Allah SWT
adalah dengan menjadi seseorang yang berakhlak mulia.57
Terlepas dari
kepopulerannya, kitab al-Akhlāq li-al-Banīn ini memang memiliki
55
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam
di Indonesia, 163. 56
Umar bin Ahmad Baraja, al-Akhlāq li-al-Banīn (Surabaya: Maktabah Ahmad
Nabhan, tt), Jilid 1, 6. 57
Umar bin Ahmad Baraja, al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 1, 5.
40
karakteristik tersendiri. Berikut adalah karakteristik kitab al-Akhlāq li-al-
Banīn.
1. Menggunakan Bahasa yang Sederhana
Dalam penulisan kitab ini, Syekh Umar menggunakan bahasa yang
sederhana dan mudah dipahami terutama oleh anak anak. Seperti halnya
dalam menjelaskan tentang sosok seseorang yang beradab dan sosok
seseorang yang berakhlak buruk, Syekh Umar langsung menjelaskannya
secara sederhana, tidak bertele-tele dan langsung menuju kepada contoh.
Syekh Umar menjelaskan bahwa seorang anak yang beradab senantiasa
memuliakan kedua orang tuanya, para gurunya, saudaranya yang lebih tua
dan semua orang yang lebih tua darinya. Ia menyayangi saudaranya dan
orang lain yang lebih muda darinya. Seorang yang selalu jujur dalam setiap
perkataannya, rendah hati dengan sesama manusia dan bersabar ketika diuji.
Seorang anak yang buruk akhlaknya itu tidak menghormati kedua orang tua
dan guru-gurunya. Dia juga tidak menghormati orang yang lebih tua darinya
dan tidak menyayangi orang yang lebih muda darinya. Dia selalu berbohong
ketika berbicara.58
2. Menggunakan Kisah
Dalam menjelaskan suatu nasihat dan memperjelas argumennya, Syekh
Umar menggunakan metode kisah atau cerita. Kisah yang digunakan oleh
Syekh Umar terdiri dari kisah nyata dan kisah tidak nyata (fiksi). Kisah nyata
yang diambil oleh Syekh Umar yaitu kisah kisah para sahabat, para ulama
dan kisah-kisah para Nabi. Seperti halnya dalam menjelaskan seseorang yang
berbakti pada orang tuanya, Syekh Umar menggunakan kisah Nabi Ismāʿīl
dan Nabi Ibrāhīm AS. Hal itu tercantum di dalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn
jilid 2.
58
Umar bin Ahmad Baraja, al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 1, 5.
41
Di dalamnya di kisahkan bahwa Nabi Ismāʿīl merupakan seorang anak
yang berbakti kepada orang tuanya. Ia selalu bersabar dan selalu menuruti
perintah Allah SWT. Maka ketika saat itu ada perintah kepada ayahnya untuk
untuk menyembelih Nabi Ismāʿīl, maka Nabi Ismā‟īl ikhlas dan bersedia
untuk disembelih. Hal itu Nabi Ismāʿī lakukan karena ia sangat berbakti
kepada orang tuanya dan selalu menjalankan perintah Allah SWT. Namun
ketika Nabi Ismāʿīl hendak disembelih ternyata Allah SWT menggantikannya
dengan seekor domba dari surga. Nabi Ismāʿīl AS tetap hidup dan menjadi
seseorang anak yang berbakti kepada orang tuanya dan menjadi orang yang
taat kepada Allah SWT serta selalu sabar dalam menerima cobaan.59
Kisah-kisah fiksi (tidak nyata) yang dipakai oleh Syekh Umar ketika ia
menjelaskan tentang seorang anak yang taat salah satunya adalah kisah
seorang anak yang bernama Hasan. Ia selalu menjalankan salat lima waktu,
gemar membaca al-Qur‟an, datang sekolah tepat waktu dan selalu mengulang
pelajaran saat di rumah. Kebiasaannya yang lain adalah dia selalu mengingat
Allah SWT setiap saat. Ketika hendak tidur dan bangun tidur selalu membaca
doa. Ketika hendak makan dan selesai makan diapun selalu membaca doa.
Itulah gambaran seorang anak yang taat yang digambarkan oleh Syekh Umar
dalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn.60
3. Menggunakan al-Qur‟an dan hadis
Dalam memperkuat argumennya, Syekh Umar menggunakan al-
Qur‟an dan hadis. Seperti yang terdapat dalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn
jilid 2 dalam menjelaskan mengenai kewajiban anak terhadap kedua orang
tua, Syekh Umar menggunakan al-Qur‟an dan hadis sebagai penguat
argumennya.
59
Umar bin Ahmad Baraja, Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 23-24. 60
Umar bin Ahmad Baraja, Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 1, 8.
42
a. Penggunaan ayat al-Qur‟an
قال الله ت عال :
“dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-
kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
Perkataan yang mulia”dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil. (QS. al-Isrā‟: 23-24)61
b. Penggunaan hadis
كما ف الديث :
مقب ولة مب رورة ما من رجل ي نظر إل وجو والديو نظر رحة، إل كتب الله لو با حجة
“Tidaklah seseorang memandang kepada wajah kedua orang tuanya
dengan pandangan kasih sayang, melainkan Allah SWT akan
memberikan pahala baginya seperti pahala haji yang diterima dan
mabrur” 62
4. Menggunakan Syair
Dalam menjelaskan nasihatnya, Syekh Umar tidak hanya menyertakan
al-Qur‟an da hadis saja, melainkan juga menggunakan syair - syair yang
61
Kementerian Agama RI, Al-Qurān dan Terjemahannya, 387. 62
Umar bin Ahmad Baraja, al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 19.
43
relevan dengan tema yang sedang dibahas. Seperti yang tercantum di dalam
kitab al-Akhlāq li-al-Banīn jilid 2.
الساعر : قال كما
على أحد ، إن رمت ت عرفو فانظر إل الدب ل ت نظرن لث واب
“Janganlah kamu melihat dari baju seseorang, jika kamu ingin
mengenalnya, lihatlah adabnya (akhlaknya)”63
5. Tema-tema dalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn Jilid 264
BAB TEMA
I Akhlak
II Kewajiban Anak terhadap Allah SWT
III Murid yang Dicintai
IV Kewajiban Anak terhadap Nabinya SAW
V Ringkasan Akhlak Nabi SAW (I)
VI Ringkasan Akhlak Nabi SAW (II)
VII Mencintai Kedua Orang Tua
VIII Kewajiban Kepada Kedua Orang Tua
IX Kisah-kisah Nyata (I)
X Kewajiban Kepada Saudara laki-laki dan Perempuan
XI Persatuan Menimbulkan Kekuatan
XII Kewajiban Kepada Para Kerabat
XIII Abū Ṭalḥaḥ al-Anṣārī dan Para Kerabatnya
XIV Kewajiban Kepada Pelayan
XV Bersikap Lemah Lembut terhadap Pelayan
XVI Kewajiban Kepada Tetangga
XVII Kisah-kisah Nyata (II)
XVIII Kewajiban kepada Guru
XIX Kisah-kisah Nyata (III)
XX Kewajiban Kepada Teman-teman
63
Umar bin Ahmad Baraja, al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 6-7. 64
Umar bin Ahmad Baraja, al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 6-42.
44
BAB III
KRITIK SANAD DAN ANALISIS HADIS
A. Hadis Ke-1
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
رة ما من رجل ي نظر إل وجو والديو نظر رحة إلا كتب الله لو با حجاة مقب ولة مب رو
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), menggunakan lafaz رحة ,نظر ,والديو ,وجو hadis tersebut tidak ditemukan. Selanjutnya penulis مبرورة ,مقبولة ,حجة ,كتب ,
melakukan penelitian hadis dengan metode tema menggunakan kitab Miftaḥ
Kunūz al-Sunnah karya Arent Jan Wensinck (w. 1358 H) menggunakan tema
.hanya saja hadis tersebut tidak ditemukan juga ,الرحم ,البر ,الوالدان
Dengan demikian, penulis menggunakan metode yang ketiga yaitu
metode awal matan menggunakan kitab Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-Nabawī
al-Sharīf karya Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl.
Berdasarkan data dari kitab tersebut, penulis menemukan informasi terkait
hadis yang diteliti. Berikut adalah informasi yang didapatkan di dalam kitab
tersebut.
1Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 19.
45
Hasil penelusuran menggunakan awal matan ما من رجل ينظر
ما من رجل ينظر إل وجو والديو
كنز
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut hanya terdapat di dalam kitab
Kanz al-„Ummāl fī Sunan al-„Aqwāl wa al-Afʿāl dengan nomor hadis 45496
karya al-Muttaqī al-Hindī (w. 975 H). Berikut adalah redaksi di dalam kitab
tersebut.
Redaksi hadis dalam kitab Kanz al-„Ummāl
عن فعيما من رجل ينظر إل وجو والديو نظرة رحة إل كتب لو با حجة مقبولة مبرورة. " الرا
"ابن عباس
Berdasarkan pembatasan masalah, jika terdapat hadis yang ditemukan di
luar al-Kutub al-Tis‟ah, maka penelitian hanya sampai pada penyebutan
redaksi dan tempat hadis itu dikutip.
B. Hadis Ke-2
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
ديو، قالو: ي رسول الله، و ىل يشتم الراجل والديو ؟ قال: ن عم، من الكبائر شتم الراجل وال
يسب أب الراجل، ف يسب أبه و يسب أماو، ف يسب أماو
2Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl, Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-
Nabawī al-Sharīf (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, tt), Jilid 9, 255. 3Muttaqī al-Hindī (w. 975 H), Kanz al-„Ummāl fī Sunan al-„Aqwāl wa al-Afʿāl
(Beirut: Mu’assasah al-Risālah, 1985), Jilid 16, 469. 4Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 20-21.
46
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H) menggunakan lafaz يسب ,والديو ,شتم ,الكبائر saja yaitu ,يسب ,شتم hadis tersebut hanya ditemukan pada lafaz ,أمو ,أب ,
sebagai berikut:
Hasil penelusuran dari lafaz شتم
... تم الرجل والديوو ىل يش
م : إيمان
ت : بر
، حم :
Hasil penelusuran dari lafaz يسب يسب أب الرجل فيسب أبه و يسب ...
، ، ، ، حم :
م : إيمان
ت : بر
5Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī
(Leiden: Maktabah Brīl, 1936), Jilid 3, 65. 6Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
Jilid 2, 386.
47
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut terdapat di dalam kitab Ṣaḥīḥ
Muslim dalam bab al-Īmān dengan nomor hadis 145 karya Muslim (w. 261 H),
kitab Sunan al-Tirmidhī dalam bab al-Birr, sub-bab 4 karya al-Tirmidhī (w.
279 H), dan kitab Musnad Aḥmad jilid 2, halaman 164, 195, 214, dan 216
karya Aḥmad b. Ḥanbal (w. 241 H). Berikut adalah redaksi di dalam kitab
tersebut.
Redaksi hadis dalam kitab Ṣaḥīḥ Muslim
ث نا اللايث، عن ابن الاد، عن سعد بن إب راىيم، عن حيد ب بة بن سعيد، حدا ث نا ق ت ي ن عبد حدا
من الكبائر »عمرو بن العاص أنا رسول الله صلاى الله عليو وسلام قال: الراحن، عن عبد الله بن
ن عم يسب أب الراجل »قالوا: ي رسول الله، وىل يشتم الراجل والديو؟ قال: « شتم الراجل والديو
«ويسب أماو ف يسب أماو ف يسب أبه،
Redaksi hadis dalam kitab Sunan al-Tirmidhī
ث نا اللايث بن سعد، عن ابن الاد، عن سعد بن إب راىيم، عن حي بة، قال: حدا ث نا ق ت ي د بن حدا
ن عمرو قال: قال رسول الله صلاى اللا عليو وسلام: من الكبائر أن عبد الراحن، عن عبد الله ب
الراجل يشتم الراجل والديو قالوا: ي رسول الله، وىل يشتم الراجل والديو؟ قال: ن عم، يسب أب
شتم أماو ف يسب أماو ف يشتم أبه وي
7Muslim b. al-Ḥajjāj Abū al-Ḥasan al-Qushairī al-Naisābūrī (w. 261 H), Ṣaḥīḥ Muslim
(Beirut: Dār Iḥyā al-Tirāth al-‘Arabī, tt), Jilid 1, 54. 8Abī ‘Īsa Muḥammad b. ‘Īsa b. Saurah al-Tirmidhī (w. 279 H), Sunan al-Tirmidhī
(Amman: Bait al-Afkār al-Dauliyah, tt), 321.
48
Redaksi hadis dalam kitab Musnad Aḥmad
ث نا مسعر، وسفيان، عن سعد بن إب راىيم، عن حيد بن عبد الراحن ب ث نا وكيع، حدا ن حدا
قال: " من الكبائر، أن يشتم -فيان ووق فو مسعر رف عو س -عوف، عن عبد الله بن عمرو،
، الراجل والديو " قالوا: وكيف يشتم الراجل والديو؟ قال: " يسب أب الراجل، ف يسب أبه
ويسب أماو، ف يسب أماو
ث نا مماد ث نا شعبة، عن سعد بن إب راىيم، عن حيد، قال حدا بن جعفر، وحجااج، قال: حدا
عت حيد بن عبد الراحن، عن عبد الله بن عمرو، عن الناب صلاى الله علي و وسلام حجااج: س
نب أن يسبا الراجل والديو "، قالوا: وكيف يسب الراجل والديو؟ قال: من أكبر قال: " إنا الذا
" يسب أب الراجل ف يسب أبه، ويسب أماو، ف يسب أماو "
ث نا حااد بن سلم ث نا عفاان، حدا ث نا سعد بن إب راىيم، عن حيد بن عبد الراحن بن حدا ة، حدا
ر عوف، عن عبد الله بن عمرو، أنا رسول الله صلاى الله عليو وسلام قال: " إنا أكب ر الكبائ
، ف يسب أبه، يسب الراجل الراجل ما عقوق الوالدين؟ قال: ": و والدين "، قال: قيل عقوق ال
ويسب أماو، ف يسب أماو "
9Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal (Mesir: Maṭbaʿah al-Maimuniyah, 1894), Jilid 2, 164. 10
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 2, 195. 11
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 2, 214.
49
عت عبد الله بن عمر ث نا أب، عن أبيو، عن حيد بن عبد الراحن، س ث نا ي عقوب، حدا و، حدا
ديو " قول: قال رسول الله صلاى الله عليو وسلام: " إنا من أكبر الكبائر أن ي لعن الراجل، وال ي
ه، قالوا: ي رسول الله، وكيف ي لعن الراجل أب ويو؟ قال: " يسب الراجل الراجل، ف يسب أب
ويسب الراجل أماو، ف يسب أماو "
12
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 2, 216.
50
حدثنا
حدثنا
عن
عن
عن
عن
قال
حدثنا
حدثنا حدثنا
عن عن
حدثنا حدثنا
حدثنا حدثنا
حدثنا عن
حدثنا
حدثنا حدثنا
حدثنا
عن
w. 241 H
w. 196 H
w.
155
H
w.
161
H
w. 125 H
w. 85/105 H
w. 63 H
w. 11 H
w. 208 H
w. 185 H
w. 219 H
w. 167 H
w. 193 H w. 206 H
w. 160 H
w. 279 H
w. 240 H
w. 174 H
w. 139 H
2. Skema Sanad Hadis
وكيع
اللهل و س ر
روب نال عاصعب داللهب ن عم
ي دب نعب دالرح نب نعو ف ح
سع دب نإب راهيم
يان عر س ف اب نالهاد مس
ب ن سع د اللي ث
بة ب ن سعيد ق ت ي
ترمذي
(سع د ب ن إب راهيم)أبي حاد ب ن سلمة ش ع بة
أح د
ي ع ق وب عفان حجاج م مد ب ن جع فر
51
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis
Jalur Aḥmad b. Ḥanbal
Aḥmad b. Ḥanbal, nama lengkapnya adalah Aḥmad b. Muḥammad b.
Ḥanbal Abū ʿAbd Allāh al-Ashaibānī, ia wafat pada tahun 241 H. Ia berguru
kepada Waqīʿ b. Jarrāh, Ibrāhīm b. Khālid al-Sanʿānī, Ismāʿīl b. ʿUlayyah
dan juga ia memiliki murid yaitu al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud. Ia
menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ḥaddathanā”. Adapun penilaian
kritikus hadis terhadapnya adalah Ibn al-Madīnī menilai ḥāfiẓ, ʿAbbās al-
Anbārī menilai ḥujjah, Qutaibah menilai imām, al-ʿIjlī menilai thiqah, thabat
fī al-Ḥadīth, faqīḥ fī al-Ḥadīth.13
Waqī’, nama lengkapnya adalah Waqīʿ b. al-Jarrāḥ b. Māliḥ al-Ru’āsī,
ia lahir pada tahun 128 H dan wafat pada tahun 196 H. Ia berguru kepada
Misʿar b. Kidām b. Ẓuhair b. ʿUbaidah b. al-Ḥārith, Abān b. Ṣamʿah,
Shuʿbah dan juga ia memiliki murid yaitu Aḥmad b. Ḥanbal, Ibrāhīm b.
Saʿad al-Jauharī, Sufyān al-Thaurī. Ia menerima hadis dari gurunya dengan
lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Aḥmad b.
Ḥanbal menilai ḥāfiẓ, thabat, Abī Ḥātim menilai thabat, Yaḥyā b. Maʿīn
menilai thiqāt al-Nās, al-ʿIjlī menilai thiqah, ḥuffāẓ al-Ḥadīth.14
Misʿar, nama lengkapnya adalah Misʿar b. Kidām b. Ẓuhair b.
ʿUbaidah b. al-Ḥārith al-ʿĀmirī, ia wafat pada tahun 155 H. Ia berguru
kepada Saʿad b. Ibrāhīm, Ibrāhīm b. ʿAbd al-Raḥmān, ʿUbaid Allāh b. al-
Qibṭiyyah dan juga ia memiliki murid yaitu Waqīʿ b. al-Jarrāḥ, Aḥmad b.
Bashīr al-Kūfī, Sulaimān al-Taimī. Ia menerima hadis dari gurunya dengan
lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Yaḥyā b.
13
Shihāb al-Dīn Aḥmad b. ‘Alī b. Ḥajar al-‘Asqalānī (w. 852 H), Tahdhīb al-Tahdhīb
(Beirut: Dār al-Fikr, 1995), Jilid 1, 98-99. 14
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl (Beirut: Mu’assasah al-Risālah, tt), Jilid 30, 462-484.
52
Maʿīn menilai thiqah, Aḥmad b. Ḥanbal menilai thiqah, Abī Ḥātim menilai
thiqah, al-ʿIjlī menilai thiqah, thabat fī al-Ḥadīth.15
Sufyān, nama lengkapnya adalah Sufyān b. Saʿīd b. Masrūq al-Thaurī.
Ia lahir pada tahun 97 H dan wafat pada tahun 161 H. Ia berguru kepada
Saʿad b. Ibrāhīm, Ibrāhīm b. ʿAbd al-Aʿlā, Ibrāhīm b. ʿUqbah dan juga ia
memiliki murid yaitu Waqīʿ b. al-Jarrāḥ, Abān b. Taghlib, Shuʿbah, Abū
Usāmah. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun
penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Yaḥyā b. Maʿīn menilai āmir al-
Mu‟minīn fī al-Ḥadīth, Shuʿbah menilai aḥfāẓ, Abū ʿĀṣim al-Nubail āmir al-
Mu‟minīn fī al-Ḥadīth.16
Saʿad b. Ibrāhīm, nama lengkapnya adalah Saʿad b. Ibrāhīm b. ʿAbd
al-Raḥmān b. ʿAuf al-Qarashī al-Zuhrī. Ia wafat pada tahun 125 H. Ia
berguru kepada Ḥumaid b. ʿAbd al-Raḥmān b. ʿAuf, Abī Salamah, Ibrāhīm
b. ʿAuf dan juga ia memiliki murid yaitu Misʿar b. Kidām b. Ẓuhair b.
ʿUbaidah b. al-Ḥārith al-ʿĀmirī, Sufyān al-Thaurī, Yazīd b. ʿAbd Allāh
b. al-Hād. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun
penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Aḥmad b. Ḥanbal menilai thiqah,
Yaḥyā b. Maʿīn menilai thiqah, Abū Ḥātim menilai thiqah, al-Nasā’ī menilai
thiqah.17
Ḥumaid b. ʿAbd al-Raḥmān b. ʿAuf, nama lengkapnya adalah
Ḥumaid b. ʿAbd al-Raḥmān b. ʿAuf al-Qarashī al-Zuhrī, ia wafat pada tahun
85 / 105 H di Madinah. Ia berguru kepada ʿAbd Allāh b. ʿAmr b. al-Āṣ,
bapaknya yaitu ʿAbd al-Raḥmān b. ʿAuf, ʿAbd Allāh b. ʿUmar b. al-Khaṭṭāb
dan juga ia memiliki murid yaitu Saʿad b. Ibrāhīm b. ʿAbd al-Raḥmān b.
15
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 27, 461-468. 16
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 11, 154-169. 17
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 10, 240-246.
53
ʿAuf , Ṣafwan b. Silaim, Qatādah b. Diʿāmah. Ia menerima hadis dari
gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya
adalah al-ʿIjī menilai thiqah, Abū Zarʿah menilai thiqah, Ibn Khirāshī menilai
thiqah, Muḥammad b. ʿUmar menilai thiqah.18
ʿAbd Allāh b. ʿAmr b. al-Āṣ, nama lengkapnya adalah ʿAbd Allāh b.
ʿAmr b. al-Āṣ b. Wā’il b. Hāshim b. Saʿīd b. Saʿad b. Sahm al-Qarashī. Ia
wafat pada tahun 63 H. Ia merupakan seorang ṣaḥābah dan berguru kepada
Nabi SAW, Abū Bakr al-Ṣiddīq, ʿUmar b. al-Khaṭṭāb dan juga ia memiliki
murid yaitu Ḥumaid b. ʿAbd al-Raḥmān b. ʿAuf, Jabīr b. Nufair, al-Shaʿbī.
Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “qāla”. Adapun penilaian
kritikus hadis terhadapnya adalah al-Dhahabī menilai ṣaḥābah.19
Berdasarkan data di atas, dari segi ketersambungan sanad, seluruh
rangkaian sanad bersambung, hal itu didukung oleh pernyataan berupa
penyebutan nama dalam daftar guru dan murid dari masing-masing
periwayat. Kemudian dari segi penilaian jarḥ dan taʿdīl-nya seluruh
periwayat mendapatkan penilaian positif (taʿdīl) dan menunjukan ke-thiqah-
an para periwayat, maka dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ṣaḥīḥ.
18
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 7, 378-381. 19
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 15, 357-362.
54
C. Hadis Ke-3
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
بر سأل رجل رسول الله صلاى الله عليو و آلو وسلام ف قال : ي رسول الله ، ىل بقي عليا من
ستغفار لما، و إن فاذ أب ويا شيء أبر ها بو ب عد و فاتما ؟ قال : ن عم، الصالاة عليهما، و ال
عهدها، و إكرام صديقهما، وصلة الراحم ل ت وصل إلا بما
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H) menggunakan lafaz اذإنف , الصلاة لسأ , ,بقي ,ةوصل ,إكرام ,الستغفار ,بر , hadis tersebut hanya ditemukan pada lafaz ةوصل ,بر saja, yaitu sebagai berikut:
Hasil penelusuran dari lafaz بر بر أبوي شيء أبرها بو بعد موتما أ ... من
جو : أدب
Hasil penelusuran dari lafaz ةوصل وصلة الرحم التى ل رحم لك إل من قبلها
، حم
20
Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 21. 21
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
Jilid 1, 159.
55
وصلة الرحم التى ل توصل إل با
د: أدب
جو : أدب
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut terdapat di dalam kitab Sunan
Ibn Mājah dalam bab al-Ādab, sub-bab 2 karya Ibn Mājah (w. 273 H), kitab
Musnad Aḥmad pada jilid 3, halaman 498 karya Aḥmad b. Ḥanbal (w. 241 H),
kitab Sunan Abī Dāwud, dalam bab al-Ādab, sub-bab 120 karya Abī Dāwud
(w. 275 H). Berikut adalah redaksi di dalam kitab tersebut.
Redaksi hadis dalam kitab Sunan Ibn Mājah
ث نا عبد اللا بن إدريس، عن عبد الراحن بن سليمان، ث نا علي بن مماد قال: حدا عن أسيد حدا
نما ن بن ن علي بن عب يد، مول بن ساعدة، عن أبيو، عن أب أسيد مالك بن ربيعة قال: ب ي
، أبق ي من بر عند الناب صلاى الله عليو وسلام إذ جاءه رجل من بن سلمة ف قال: ي رسول اللا
ن عم، الصالاة عليهما، والستغفار لما، وإيفاء »أب ويا شيء أب رها بو من ب عد موتما؟ قال:
«إلا بما بعهودها من ب عد موتما، وإكرام صديقهما، وصلة الراحم الات ل توصل
22
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
Jilid 7, 223. 23
Abī ‘Abd Allāh Muḥammad b. Yazīd al-Qazwīnī Ibn Mājah (w. 273 H), Sunan Ibn
Mājah (Beirut: Dār al-Jīl, 1998), Jilid 5, 252 -253.
56
Redaksi hadis dalam kitab Musnad Aḥmad
ث نا عبد الراحن بن الغسيل، قال: حداثن أسيد بن علي ث نا يونس بن مماد، قال: حدا ، عن حدا
، وكان أبيو علي بن عب يد، عن أب أسيد، صاحب رسول الله صلاى الله عليو وسلام وكان بدريا
نما أن جالس عند رسول الله صلاى الله عليو وسلام إذ ج اءه مولىم، قال: قال أبو أسيد: ب ي
، ىل بقي عليا من بر أب ويا شيء ب عد موتما أب رها رجل من النصار، ف قال: ي رسول الله
ام بو؟ قال: " ن عم خصال أرب عة: الصالاة عليهما، والستغفار لما، وإن فاذ عهدها، وإكر
رحم لك إلا من قبلهما، ف هو الاذي بقي عليك من برها ب عد صديقهما، وصلة الراحم الات ل
موتما "
Redaksi hadis dalam kitab Sunan Abī Dāwud
بة، ومماد بن العلاء الم ، وعثمان بن أب شي ث نا إب راىيم بن مهدي ث نا عبد اللا حدا عن قالوا: حدا
ن بن إدريس، عن عبد الراحن بن سليمان، عن أسيد بن علي بن عب يد، مول بن ساعدة ع
نا ن ، قال: ب ي ن عند رسول اللا صلاى الله عليو أبيو، عن أب أسيد مالك بن ربيعة السااعدي
، ىل بقي من بر أب ويا شيء أب رها وسلام: إذ جاءه رجل من بن سلمة، ف قال: ي رسول اللا
غفار لما، وإن فاذ عهدها من ب عدها، ن عم الصالاة عليهما، والست »بو ب عد موتما؟ قال:
«وصلة الراحم الات ل توصل إلا بما، وإكرام صديقهما
24
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 3, 498. 25
Abī Dāwud Sulaimān b. al-Ashʿath al-Sijstānī al-Azdī (w. 275 H), Sunan Abī
Dāwud (Beirut: Dār Ibn Ḥazm, 1997), Jilid 5, 221-222.
57
w. tt H
2. Skema Sanad Hadis
.
حدثنا حدثنا
قال
w. 11 H
حدثنا
عن
حدثنا حدثنا حدثنا حدثنا
حدثنا
حدثنا
حدثنا
عن
عن
عن
w. 273/275 H
w. 233 H
w. 192 H
w. 172 H
w. tt H
w. 60 H
w. 207 H
w. 241 H w. 225 H w. 239 H w. 248 H
w. 275 H
اللهل و س ر
ب نير بييع ة أ س ي دم اليكي أ بي
ب نيع ب ي د)أ بييهي ي ي (ع لي
ب نيع ب ي د ي ييديب نيع لي أ سي
ان ع ب ديالرح نيب نيس ل ي م
ب ن م مد ع ب د الليب ن إيد رييس ي ون س
ءيال م ع ن ع لييب ن م مد ب ة م مد ب ن ال ع ل ي ش ديي ع ث م ان ب ن أ بي أحد إيب ر اهييم ب ن م ه
أبداود إبنماجه
58
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis
Jalur Ibn Mājah
Ibn Mājah, nama lengkapnya adalah Muḥammad b. Yazīd al-Rābaʿī
Abū ʿAbd Allāh b. Mājah al-Qazwīnī al-Ḥāfi, ia wafat pada tahun 273/275 H.
Ia berguru kepada ʿAlī b. Muḥammad b. Isḥāq, Yūsuf b. Mūsā al-Qaṭṭān,
Muḥammad b. Shādhān al-Wāsiṭī dan juga ia memiliki murid yaitu Jaʿfar b.
Idrīs, Sulaimān b. Yazīd al-Qazwīnī, Ibrāhīm b. Dīnār. Ia menerima hadis
dari gurunya dengan lafaz “ḥaddathanā”. Adapun penilaian kritikus hadis
terhadapnya adalah Abū Yaʿlā al-Khalīlī al-Qazwīnī menilai thiqah kabīr,
muttafaq ʿalaih, al-Ḥāfiẓ.26
ʿAlī b. Muḥammad, nama lengkapnya adalah ʿAlī b. Muḥammad b.
Isḥāq b. Abī Shaddād, ia wafat pada tahun 233 H. Ia berguru kepada ʿAbd
Allāh b. Idrīs, Ibrāhīm b. ʿUyainah, Isḥāq b. Sulaimān al-Rāzī dan juga ia
memiliki murid yaitu Ibn Mājah, Abū Qudāmah al-Qushairī, Jubair b.
Hārūn. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ḥaddathanā”. Adapun
penilaian kritikus hadis terhadapnya adalahIbn Ḥajar menilai thiqah, Abī
Ḥātim menilai thiqah ṣadūq, Ibn Ḥibbān menilai thiqah.27
ʿAbd Allāh b. Idrīs, nama lengkapnya adalah ʿAbd Allāh b. Idrīs b.
Yazīd b. ʿAbd al-Raḥmān b. al-Aswad b. Ḥujayyah al-Zaʿāfirī, ia wafat pada
tahun 192 H. Ia berguru kepada ʿAbd al-Raḥmān b. Sulaimān al-Ghasīl,
Idrīs b. Yazīd, Ismāʿīl b. Abī Khālid dan juga ia memiliki murid yaitu ʿAlī b.
Muḥammad, Ibrāhīm b.Mahdī, Aḥmad b. Jawwās. Ia menerima hadis dari
gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus terhadapnya adalah
26
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 27, 40-42. 27
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 21, 120-122.
59
Yaḥya b. Maʿīn menilai thiqah, al-Dārimī menilai thiqah, Abī Ḥātim menilai
ḥujjah, thiqah, dan al-Nasā’ī menilai thiqah thabat.28
ʿAbd al-Raḥmān b. Sulaimān, nama lengkapnya adalah ʿAbd al-
Raḥmān b. Sulaimān b. ʿAbd Allāh b. Ḥanẓalah al-Anṣārī Ibn al-Ghasīl, ia
wafat pada tahun 172 H. Ia berguru kepada Asīd b. ʿAlī b. ʿUbaid, Ḥusain b.
Maimūn, ʿĀṣim b. ʿAmr b. Qatādah dan juga ia memiliki murid yaitu ʿAbd
Allāh b. Idrīs, Ibrāhīm b. Abī Wazīr, Aḥmad b. Yaʿqūb al-Masʿūdī. Ia
menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus
hadis terhadapnya adalah Yaḥya b. Maʿīn menilai thiqah, laisa bihi ba‟s, Abū
Zarʿah menilai thiqah, al-Nasā’ī menilai laisa bi al-Qawī.29
Asīd b. ʿAlī b. ʿUbaid, nama lengkapnya adalah Asīd b. ʿAlī b. ʿUbaid
al-Sā’idī al-Anṣārī. Ia berguru kepada ʿAlī b. ʿUbaid, Abū Usaid dan juga ia
memiliki murid ʿAbd al-Raḥmān b. Sulaimān, Mūsā b. Yaʿqūb al-Zamʿī. Ia
menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus
hadis terhadapnya adalah Ibn Ḥibbān menilai thiqah, al-Bukhārī menilai
thiqah. Penulis tidak menemukan tahun wafatnya.30
Abīhī (ʿAlī b. ʿUbaid), nama lengkapnya adalah ʿAlī b. ʿUbaid Allāh
al-Anṣārī al-Madīnī ia merupakan budak dari Abū Usaid al-Sāʿidī. Ia berguru
kepada Abū Usaid al-Sāʿidī, ʿUbaid Allāh al-Anṣārī dan juga ia memiliki
murid yaitu Asīd b. ʿAlī b. ʿUbaid. Adapun penilaian kritikus hadis
terhadapnya adalah Ibn Ḥibbān menilai thiqah, Ibn Ḥajar menilai maqbūl.
Penulis tidak menemukan tahun wafatnya.31
28
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 14, 293-300. 29
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 17, 154-157. 30
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 3, 243-244. 31
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 21, 56.
60
Abū Usaid Mālik b. Rabīʿah, nama lengkapnya adalah Mālik b.
Rabīʿah b. al-Badan b. ʿAmr b. ʿAuf b. Ḥarīthah Abū Usaid al-Sāʿidī, ia
wafat pada tahun 60 H. Ia merupakan seorang ṣaḥābah dan berguru kepada
Nabi SAW dan juga ia memiliki murid yaitu ʿAlī b. ʿUbaid, Ibrāhīm b.
Muḥammad b. Ṭalḥah, Zubair b. Abī ʿUbaid. Ia menerima hadis dari gurunya
dengan lafaz “qāla”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Ibn
Ḥajar menilai ṣaḥābah.32
Berdasarkan data di atas, dari segi ketersambungan sanad, seluruh
rangkaian sanad bersambung, hal itu didukung oleh pernyataan berupa
penyebutan nama dalam daftar guru dan murid dari masing-masing
periwayat. Kemudian dari segi penilaian jarḥ dan taʿdīl-nya seluruh
periwayat mendapatkan penilaian positif (taʿdīl) kecuali ʿAbd al-Raḥmān b.
Sulaimān al-Ghasīl yang mendapat penilaian negatif (jarḥ) dari al-Nasā’ī
dengan lafaz laisa bi al-Qawī. Meskipun demikian, ʿAbd al-Raḥmān b.
Sulaimān al-Ghasīl juga dinilai positif oleh Yaḥya b. Maʿīn dan Abū Zarʿah
dengan lafaz thiqah. Yaḥya b. Maʿīn dan al-Nasā’ī merupakan kritikus hadis
yang termasuk ke dalam kategori mutashaddid, mereka berbeda pendapat
mengenai penilaian seorang periwayat, dan Abū Zarʿah merupakan kritikus
hadis yang termasuk ke dalam kategori mutawasiṭ. Dikarenakan al-Nasā’ī
termasuk ke dalam kritikus yang mutashaddid dan dia tidak menyebutkan
sebab-sebab dia men-jarḥ dan mayoritas ulama juga menilai taʿdil maka
pendapat yang penulis ambil adalah pendapat Yaḥya b. Maʿīn dan Abū
Zarʿah yang menyatakan bahwa ʿAbd al-Raḥmān b. Sulaimān al-Ghasīl
adalah periwayat yang thiqah. Dengan demikian hadis ini telah memenuhi
persyaratan hadis ṣaḥīḥ dan dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini adalah
ṣaḥīḥ.
32
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 15, 357-362.
61
D. Hadis Ke-4
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
رضا الله ف رضا الوالدين، و سخط الله ف سخط الوالدين
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H) menggunakan lafaz ارض ,سخط ن الوالدي , , hadis tersebut ditemukan pada semua lafaz yaitu sebagai berikut:
Hasil penelusuran dari lafaz ارض
... رضا الرب ف رضا الوالد
ت : بر
Hasil penelusuran dari lafaz سخط
ب ف سخط الوالدو سخط الر
ت : بر
Hasil penelusuran dari lafaz الوالدين
و سخط الرب ف سخط الوالد رضا الرب ف رضا الوالد
ت : بر
33
Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 21. 34
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
Jilid 2, 268. 35
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
Jilid 2, 440.
62
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut hanya terdapat di dalam kitab
Sunan al-Tirmidhī yang terdapat di dalam bab al-Birr, sub-bab 3 karya al-
Tirmidhī (w. 279 H). Berikut adalah redaksi di dalam kitab tersebut.
Redaksi hadis dalam kitab Sunan al-Tirmidhī
ث نا شعبة، عن ث نا خالد بن الحارث، قال: حدا ، قال: حدا ث نا أبو حفص عمرو بن علي حدا
ى بن عطاء، عن أبيو، عن عبد الله بن عمرو، عن الناب صلاى اللا عليو وسلام قال: رضى ي عل
الراب ف رضى الوالد، وسخط الراب ف سخط الوالد
36
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
Jilid 7, 317. 37
Abī ʿĪsā Muḥammad b. ʿĪsā b. Saurah al-Tirmidhī (w. 279 H), Sunan al-Tirmidhī,
321.
63
عن
حدثنا
w. 11 H
حدثنا
حدثنا
عن
عن
عن
w. 63/65/68 H
w. tt H
w. 120 H
w. 160 H
w. 186 H
w. 249 H
w. 279 H
2. Skema Sanad Hadis اللهل و س ر
رو ع ب داللهب نع م
(ع ط اء)أ بيه
ي ع ل ىب نع ط اء
ش ع ب ة
خ الد ب ن الح ارث
ر وب ن ع لي أ ب وح ف صع م
التمذي
64
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis
Jalur al-Tirmidhī
Al-Tirmidhī, nama lengkapnya adalah Muḥammad b. ʿĪsā b. Saurah b.
Mūsā b. al-Ḍaḥāk, ia wafat pada tahun 279 H. Ia berguru kepada Abū Ḥafṣ
ʿAmr b. ʿAlī, Abū Jaʿfar al-Baghdādī, Muḥammad b. Ismāʿīl b. Samurah dan
juga ia memiliki murid yaitu Abū Ḥāmid Aḥmad b. ʿAbd Allāh al-Tājirī,
Muḥammad b. Maḥbūb al-Marwazī, Muḥammad b. Maḥmūd. Ia menerima
hadis dari gurunya dengan lafaz “ḥaddathanā”. Adapun penilaian kritikus
hadis terhadapnya adalah Ibn Ḥibbān menilai thiqah, al-Dhahabī menilai
thiqah mujmaʿalaih, dan Ibn Ḥajar menilai thiqah ḥāfiẓ .38
Abū Ḥafṣ ʿAmr b. ʿAlī, nama lengkapnya adalah ʿAmr b. ʿAlī b. Baḥr
b. Kunaiz al-Bāhilī, ia wafat pada tahun 249 H. Ia berguru kepada Khālid b.
al-Ḥarīth, Azhar b. Saʿad al-Samān, Ismāʿīl b. ʿUlaiyyah dan juga ia
memiliki murid yaitu al-Tirmidhī, Abū Rauq Aḥmad b. Bakr al-Hizzānī, al-
Ḥasan b. Sufyān. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz
“ḥaddathanā”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Abū
Ḥātim menilai ṣadūq, Ibn Ḥibbān menilai thiqah, al-Nasā’ī menilai thiqah,
ṣaḥīb ḥadīth, ḥāfiẓ.39
Khālid b. al-Ḥarith, nama lengkapnya adalah Khālid b. al-Ḥārith b.
ʿUbaid b. Sulaimān b. ʿUbaid b. Sufyān b. Masʿūd, ia wafat pada tahun 186
H. Ia berguru kepada Shuʿbah b. al-Ḥajjāj, Abān b. Samʿah, Sufyān al-
Thaurī dan juga ia memiliki murid yaitu Abū Ḥafṣ ʿAmr b. ʿAlī, Aḥmad b.
Ḥanbal, Yaḥyā b. Ḥabīb. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz
“ḥaddathanā”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Abī
38
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 26, 250-252. 39
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 22, 162-165.
65
Ḥātim menilai thiqah, al-Nasā’ī menilai thiqah thabat, Muḥammad b. Saʿad
menilai thiqah.40
Shuʿbah, nama lengkapnya adalah Shuʿbah b. Ḥajjāj b. al-Ward al-
ʿAttakī al-Azdī, ia wafat pada tahun 160 H. Ia berguru kepada Yaʿla b.
ʿAṭā’, Ismāʿīl b. ʿUlaiyyah, Yazīd b. Abī Maryam dan juga ia memiliki
murid yaitu Khālid b. al-Ḥārith, Ibrāhīm b. Saʿad al-Zuhrī, Dāwud b.
Ibrāhīm al-Wāsiṭī.mia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ʿan”.
Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Aḥmad b. Ḥanbal
menilai athbat al-Ḥadīth, aḥsan al-Ḥadīth, Muḥammad b. Saʿad menilai
tsiqah ma‟mun, thabat ḥujjah, ṣaḥīḥ ḥadīth dan al-Ajlī menilai thiqah thabat
fī al-Ḥadīth.41
Yaʿla b. ʿAṭā’, nama lengkapnya adalah Yaʿla b. ʿAṭā’ al-Āmirī al-
Quraishī, ia wafat pada tahun 120 H. Ia berguru kepada ayahnya yaitu ʿAṭā’
al-‘Āmirī, Jabīr b. Yazīd b. al-Aswad, al-Qasīm b. ʿAbd Allāh b. Rabīʿah
dan juga ia memiliki murid yaitu Shuʿbah b. al-Ḥajjāj, Ibrāhīm b. ʿAbd al-
Ḥamid, Ḥasan b. ʿUmārah. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz
“ʿan”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Yaḥyā b.Maʿīn
menilai thiqah, Abū Ḥātim menilai ṣāliḥ al-Ḥadīth, Ibn Ḥibbān menilai
thiqah.42
Abīhi ( ʿAṭā’ al-ʿĀmirī ), nama lengkapnya adalah ʿAṭā’ al-ʿĀmiri al-
Ṭā’ifī. Ia berguru kepada ʿAbd Allāh b. ʿAmr b. al-ʿĀṣ, ʿAbd Allāh b.
ʿAbbās, Abī ʿAlqamah dan juga ia memiliki murid yaitu anaknya Yaʿla b.
ʿAṭā’. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian
40
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 8, 35-38. 41
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 12, 479-495. 42
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 32, 393-396.
66
kritikus hadis terhadapnya adalah Ibn Ḥibbān menilai thiqah, Ibn Ḥajar
menilai maqbūl.43
ʿAbd Allāh b. ʿAmr, nama lengkapnya adalah ʿAbd Allāh b. ʿAmr b.
al-ʿĀṣ b. Wā’il b. Hāshim b. Saʿīd b. Saʿad al-Qarashī, ia wafat pada tahun
63/65/68 H. Ia merupakan seorang ṣaḥābah dan berguru kepada Nabi SAW,
ʿAmr b. al-ʿĀṣ, Abū Bakr al-Ṣiddīq dan juga ia memiliki murid yaitu ʿAṭā’
al-ʿĀmirī, Ḥumaid b. ʿAbd al-Raḥmān b. ʿAuf, Anas b. Mālik. Ia menerima
hadis dari gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus hadis
terhadapnya adalah Ibn Ḥajar menilai ṣaḥābah.44
.
Berdasarkan data di atas, dari segi ketersambungan sanad, seluruh
rangkaian sanad bersambung, hal itu didukung oleh pernyataan berupa
penyebutan nama dalam daftar guru dan murid dari masing-masing
periwayat. Kemudian dari segi penilaian jarḥ dan taʿdīl-nya seluruh
periwayat mendapatkan penilaian positif (taʿdīl), hanya saja ʿAṭā’ al-ʿĀmiri
dinilai taʿdīl dengan lafaz maqbūl oleh Ibn Ḥajar, dan penulis menggunakan
pendapat Ibn Hajar dikarenakan Ibn Hajar merupakan seorang kritikus hadis
yang masuk dalam kategori mutawasiṭ sedangkan Ibn Ḥibbān merupakan
kritikus hadis yang masuk dalam kategori mutasahil. Hal yang menunjukan
bahwa ke-thiqah-an dari ʿAṭā’ al-ʿĀmiri kurang sempurna, maka dapat
disimpulkan bahwa sanad hadis ini ḥasan.
43
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 20, 132-134. 44
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 15, 357-362.
67
E. Hadis Ke-5
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
من الصالاة و الصادقة و الصاوم و الحج و العمرة و الهاد ف سبيل الله بر الوالدين أفضل
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H) menggunakan lafaz , لاةالص بر, فضل,اد, ,عمرة ,جهج صدقة,صوم , ح ل سبي hadis tersebut tidak ditemukan. Selanjutnya
penulis melakukan penelitian hadis dengan metode tema menggunakan kitab
Miftaḥ Kunūz al-Sunnah karya Arent Jan Wensinck (w. 1358 H)
menggunakan tema اد م ,الحج ,العمرة ,الهو الصلاة ,الصدقة ,الصالرحم , ,البر ,الوالدان hanya saja hadis tersebut tidak ditemukan juga.
Dengan demikian, penulis menggunakan metode yang ketiga yaitu
metode awal matan menggunakan kitab Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-Nabawī
al-Sharīf karya Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl.
Berdasarkan data dari kitab tersebut, penulis menemukan informasi terkait
hadis yang diteliti. Berikut adalah informasi yang didapatkan di dalam kitab
tersebut:
Hasil penelusuran menggunakan awal matan بر الوالدين
بر الوالدين أفضل من الصلاة و الصوم
فوائد – تذكرة – : اتحاف – : عر
45
Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 21-22.
68
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut terdapat di dalam kitab al-
Mughnī ʿan Ḥaml al-Asfār pada jilid 2, halaman 216 karya al-ʿIrāqī (w. 806
H), kitab Itḥāf al-Sādah al-Muttaqīn pada jilid 6, halaman 314 karya al-
Zubaidī (w. 1205 H), kitab Tadhkirah al-Mauḍūʿāt di halaman 201 karya
Muḥammad Ṭāhir al-Fatanī (w. 986 H), Kitab al-Fawā‟id al-Majmūʿah fī al-
Ḥadīth al-Mauḍūʿah di halaman 257 karya Muḥammad al-Shaukānī (w. 1250
H). Berikut adalah redaksi di dalam kitab tersebut.
Redaksi hadis dalam kitab al-Mughnī ʿan Ḥaml al-Asfār
بر الوالدين أفضل من الصالاة والصاوم والحج والعمرة والهاد
Redaksi hadis dalam kitab Itḥāf al-Sādah al-Muttaqīn
و قال صل الله عليو و سلم بر الوالدين أفضل من الصلاة و الصوم
Redaksi hadis dalam kitab Tadhkirah al-Mauḍūʿāt
بر الوالدين أفضل من الصلاة والصوم والحج والعمرة والهاد ف سبيل الله
Redaksi hadis dalam kitab al-Fawā‟id al-Majmūʿah fī al-Aḥadīth al-
Mauḍūʿah
بر الوالدين أفضل من الصلاة والصوم والحج والعمرة والهاد ف سبيل الله
46
Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl, Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-
Al-Nabawī al-Sharīf, Jilid 4, 247. 47
Abū al-Faḍl Zain al-Dīn ‘Abd al-Raḥīm b. Ḥusain b. ‘Abd al-Raḥmān b. Abī Bakr
b. Ibrāhīm al-‘Irāqī, al-Mughnī „an Ḥaml al-Asfār (Beirut: Dâr Ibn Ḥazm, 2005), 679. 48
Muḥammad b. Muḥammad al-Ḥusainī al-Zubaidī, Itḥāf al-Sādah al-Muttaqīn
(Beirut: Mu’assasah al-Tārīkh al-‘Arabī, 1994), Jilid 6, 314. 49
Muḥammad Ṭāhir b. ʿĀlī al-Ṣidāqī al-Hindī al-Fatanī, Tadhkirah al-Mauḍūʿāt (tt:
Idārah al-Ṭabāʿah al-Munīriyyāh, 1924), 201. 50
Muḥammad b. ʿAlī b. Muḥammad al-Shaukānī, al-Fawā‟id al-Majmūʿah fī al-
Aḥādīth al-Mauḍūʿah (Beirut: Dār al-Kutub al-ʿIlmiyyah, tt), 257.
69
Berdasarkan pembatasan masalah, jika terdapat hadis yang ditemukan di
luar al-Kutub al-Tis‟ah, maka penelitian hanya sampai pada penyebutan
redaksi dan tempat hadis itu dikutip.
F. Hadis Ke-6
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
بروا آبؤكم، ت ب راكم أب ناءكم
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H) menggunakan lafaz وبر تبركم , hadis tersebut
tidak ditemukan. Selanjutnya penulis melakukan penelitian hadis dengan
metode tema menggunakan kitab Miftaḥ Kunūz al-Sunnah karya Arent Jan
Wensinck (w. 1358 H) menggunakan tema البر ,الوالدان hanya saja hadis
tersebut tidak ditemukan juga.
Dengan demikian, penulis menggunakan metode yang ketiga yaitu
metode awal matan menggunakan kitab Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-Al-
Nabawī al-Sharīf karya Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl.
Berdasarkan data dari kitab tersebut, penulis menemukan informasi terkait
hadis yang diteliti. Berikut adalah informasi yang didapatkan di dalam kitab
tersebut:
Hasil penelusuran menggunakan awal matan بروا آبءكم
تبركم أبناءكم و عفوا تعف نساءكمبروا آبءكم
51
Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 22.
70
، ، : مجمع – : منثور – ، كنز – : حلية
– تذكرة - : تمهيد – : خط – ، : ترغيب –
– ، : موضوعات – : عدي – : ليء – ، فوائد
: ك
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut terdapat di dalam kitab Ḥilyah
al-Auliyā‟ wa Ṭabaqāt al-Asfiyā‟ pada jilid 6, halaman 335 karya Abū
Nuʿaim Aḥmad al-Aṣbahānī (w. 430 H), kitab Kanz al-„Ummāl fī Sunan al-
„Aqwāl wa al-Afʿāl dengan nomor hadis 45476 dan 45477 karya al-Muttaqī
al-Hindī (w. 975 H), Kitab al-Dur al-Manthūr fī Tafsīr al-Maʿthūr pada jilid
4, halaman 175 karya Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī (w. 911 H), kitab Majmaʿ al-
Zawā‟id wa Manbaʿ al-Fawā‟id pada jilid 8, halaman 38, 81 dan dan 139
karya Abū al-Ḥasan al-Haithamī (w. 807 H), kitab al-Targhīb wa al-Tarhīb
min al-Ḥadīth al-Sharīf jilid 3, halaman 492 dan 493 karya ʿAbd al-ʿAẓīm al-
Mundhirī (w. 656 H), kitab Tarīkh Baghdād pada jilid 6, halaman 311 karya
al-Khaṭīb al-Baghdādī (w. 463 H), kitab al-Tamhīd li-mā fī al-Muwwaṭā min
al-Maʿānī wa al-Asānīd jilid 2, halaman 309 karya Abū ʿAmr Yūsuf b.
Muḥammad b. ʿAbd al-Barr (w. 463 H), kitab Tadhkirah al-Mauḍūʿāt di
halaman 180 karya Muḥammad Ṭāhir al-Fatanī (w. 986 H), kitab al-Fawā‟id
al-Majmūʿah fī al-Ḥadīth al-Mauḍūʿah di halaman 202 dan 258 karya
Muḥammad al-Shaukānī (w. 1250 H), kitab al-La‟āli al-Maṣnūʿah fī al-
Aḥādīth al-Mauḍūʿah pada jilid 2, halaman 104 karya Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī
(w. 911 H), kitab al-Kāmil fī Ḍuʿafā‟ al-Rijāl pada jilid 5, dengan nomor
hadis 1850 karya Abū Aḥmad b. ʿAdī al-Jurjānī (w. 465 H) , kitab al-
52
Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl, Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-
Al-Nabawī al-Sharīf, Jilid 4, 248.
71
Mauḍūʿāt pada jilid 3, halaman 85 dan 107 karya Jamāl al-Dīn al-Jauzī (w.
597 H), dan kitab al-Mustadrak ʿala Ṣaḥīḥain pada jilid 4, halaman 154 karya
al-Ḥākim (w. 405 H). Berikut adalah redaksi di dalam kitab tersebut.
Redaksi hadis dalam kitab Ḥilyah al-Auliyā‟ wa Ṭabaqāt al-Asfiyā‟
، ث بة الرفاعي ، ث نا علي بن ق ت ي ث نا سليمان بن أحد، ث نا أحد بن داود المكي نا مالك بن حدا
ب روا آبءكم ي ب ركم »ى الله عليو وسلام: أنس، عن أب الزب ي، عن جابر، قال: قال رسول الله صلا
غريب من حديث مالك، عن أب الزب ي ت فراد بو علي بن « أب ناؤكم، وعفوا تعف نساؤكم
بة ق ت ي
Redaksi hadis dalam kitab kitab Kanz al-„Ummāl fī Sunan al-„Aqwāl
wa al-Afʿāl
عن ابن عمر -بروا آبءكم يبركم أبناؤكم، وعفوا تعف نساؤكم. " طس -
بروا آبءكم يبركم أبناؤكم، وعفوا عن النساء تعف نساؤكم، ومن تنصل إليو أخوه فلم -
يقبل فلن يرد على الحوض
Redaksi hadis dalam kitab kitab al-Dur al-Manthūr fī Tafsīr al-Maʿthūr
عن أب ىري رة رضي الله عنو مرفوعا عفوا عن نساء النااس تعف نساؤكم وبروا آبئكم تبركم
أبناؤكم
53
Abū Nuʿaim Aḥmad b. ʿAbd Allāh b. Aḥmad b. Isḥāq b. Mūsā b. Mihrān al-
Aṣbahānī (w. 430 H), Ḥilyah al-Auliyā‟ wa Ṭabaqāt al-Asfiyā‟ (Mesir: al-Saʿādah, 1974),
Jilid 6, 335. 54
Muttaqī al-Hindī (w. 975 H), Kanz al-„Ummāl fī Sunan al-„Aqwāl wa al-Afʿāl, Jilid
16, 466-467. 55
ʿAbd al-Raḥmān b. Abī Bakr, Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī (w. 911 H), al-Dur al-Manthūr
fī Tafsīr al-Ma‟thūr (Beirut: Dār al-Fikr, tt), Jilid 5, 269.
72
Redaksi hadis dalam kitab kitab Majmaʿ al-Zawā‟id wa Manbaʿ al-
Fawā‟id
: بروا آبءكم ت ب ركم أب ناؤكم، -عليو وسلام صلاى اللا -وعن ابن عمر قال: قال رسول اللا
وعفوا تعفا نساؤكم
عفوا تعفا »قال: -صلاى اللا عليو وسلام -عن الناب -رضي اللا عن ها -وعن عائشة
«ب ركم أب ناؤكم نساؤكم، وبروا آبءكم ت
Redaksi hadis dalam kitab kitab al-Targhīb wa al-Tarhīb min al-Ḥadīth
al-Sharīf
وعن ابن عمر رضي الله عن هما قال قال رسول الله صلى الله عليو وسلم بروا آبءكم تبركم -
أبناؤكم وعفوا تعف نساؤكم
ىري رة رضي الله عنو عن الناب صلى الله عليو وسلم قال عفوا عن نساء النااس تعف وعن أب -
نساؤكم وبروا آبءكم تبركم أبناؤكم ومن أته أخوه متنصلا فليقبل ذلك مقا كان أو مبطلا فإن
لم يفعل لم يرد على الحوض
Redaksi hadis dalam kitab kitab Tarīkh Baghdād
أخبرن أبو جعفر السمناني، أخب رن أبو مماد إساعيل بن الحسي بن علي البخاري الفقيو
ث نا مماد ب ن الزاىد، أخب رن بكر بن مماد بن حدان المروزي، حدثنا ممد بن يونس، حدا
56
Abū al-Ḥasan Nūr al-Dīn ʿAlī b. Abī Bakr b. Sulaimān al-Haithamī (w. 807 H),
Majmaʿ al-Zawā‟id wa Manbaʿ al-Fawā‟id (Kairo: Maktabah al-Qudsī, 1994), Jilid 8, 138. 57
ʿAbd al-ʿAẓīm b. ʿAbd al-Qawī b. ‘Abd Allāh Abū Muḥammad Zakī al-Dīn al-
Mundhirī (w. 656 H), al-Targhīb wa al-Tarhīb min al-Ḥadīth al-Sharīf (Beirut: Dār al-
Kutub al-ʿIlmiyyah, 1997), Jilid 3, 218.
73
. ث نا مالك بن أنس، عن أب الزب ي عن جابر بن عبد اللا ، حدا قال: قال خالد بن عثمة الحنفي
ل ب روا آبءكم ي ب راكم أب ناؤكم، وعفوا تعفا »رسول اللا صلاى اللا عليو وسلام: نساؤكم ومن ت نص
«إليو ف لم ي قبل لم يرد عليا الحوض
Redaksi hadis dalam kitab kitab al-Tamhīd li-mā fī al-Muwaṭā min al-
Maʿānī wa al-Asānīd
ث نا سعيد بن سيد وعبد اللا بن مماد بن يوسف ق ث نا عبد اللا بن مماد بن علي قال حدا ال حدا
ث نا أبو عبد اللا مماد بن حيد ف ث نا الحسن بن عبد اللا الزب يدي قال حدا الرفاعي قال حدا
ث نا مالك بن أنس عن أب الزب ي عن جابر بن عبد اللا قال قال رسول اللا صلاى اللا عليو حدا
لم يرد على وسلام بروا آبءكم ي ب ركم أب ناؤكم وعفوا تعفا نساؤكم ومن ت نصال اللا ف لم ي قبل
الحوض وىذا حد يث غريب من حديث مالك ول أصل لو ف حديث مالك عندي واللا
أعلم
Redaksi hadis dalam kitab kitab Tadhkirah al-Mauḍūʿāt
ل إليو ف لم ي قبل ف لن يرد على بروا آبءكم ت ب ركم أب ناؤكم وعفوا تعف نساؤكم ومن ت نص
الحوض
58
Abū Bakr Aḥmad b. ʿAlī b. Thābit b. Aḥmad b. Mahdī al-Khaṭīb al-Baghdādī (w.
463 H), Tārīkh Baghdād (Beirut: Dār al-Kutub al-ʿIlmiyyah, 1997), Jilid 6, 308. 59
Abū ʿAmr Yūsuf b. Muḥammad b. ʿAbd al-Barr (w. 463 H), al-Tamhīd limā fī al-
Muwaṭā‟ min al-Maʿānī wa al-Asānīd (Magrib: Wizrah ʿUmūm al-Auqāf wa al-Sha’wan al-
Islāmiyyāh, 1967), Jilid 2, 309. 60
Muḥammad Ṭāhir b. ʿĀlī al-Ṣidāqī al-Hindī al-Fatanī (w. 986 H), Tadhkirah al-
Mauḍūʿāt, 180.
74
Redaksi hadis dalam kitab kitab al-Fawā‟id al-Majmūʿah fī al-Ḥadīthi
al-Mauḍūʿah
ف إسناده: كذاب- وف لفظ: بروا آبءكم تبركم أبناؤكم وعفوا تعف نساؤكم -
.حديث: "بروا آبءكم، تبركم أبناؤكم -
Redaksi hadis dalam kitab kitab al-La‟āli al-Maṣnūʿah fī al-Aḥādīth al-
Mauḍūʿah
ث نا عثمان بن مماد بن بشر )الطيب( أن بأن أبو الحسن مماد بن طلحة النعالي، حدا
بة ث نا علي بن ق ت ي ث نا مماد بن يونس الكديمي حدا ث نا مالك بن السقطي حدا الرفاعي حدا
أنس عن أب الزبي عن جابر قال قال رسول الله: ب روا آبءكم ت ب راكم أب ناؤكم وعفوا تعف
.نساؤكم ومن ي ت قبال ف لم ي قبل ف لن يرد على الحوض
Redaksi hadis dalam kitab kitab al-Kāmil fī Ḍuʿafā‟ al-Rijāl
ثنا أحد بن داود .علي بن قتيبة الرفاعي منكر الحديث ث نا يوسف بن الحجاج، حدا حدا
ثنا مالك بن أنس، عن أب الزب ي عن جابر ثنا علي بن قتيبة الرفاعي، حدا ، قال: حدا المكي
عليو وسلام قال: ب روا آبءكم ت ب راكم أب ناؤكم وعفوا تعفا نساؤكم ل عن الناب صلاى اللا ، ومن ت نص
إليو ف لم ي قبل لم يرد علي الحوض
61
Muḥammad b. ʿAlī b. Muḥammad al-Shaukānī (w. 1250 H), al-Fawā‟id al-
Majmūʿah fī al-Aḥādīthi al-Mauḍūʿah, 202-208 62
‘Abd al-Raḥmān b. Abū Bakr Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī (w. 911 H), al-La‟āli al-
Maṣnūʿah fī al-Aḥādīth al-Mauḍūʿah (Beirut: Dār al-Kutub al-ʿIlmiyyah, 1996), Jilid 2, 161. 63
Abū Aḥmad b. ʿAdī al-Jurjānī (w. 365 H), al-Kāmil fī Ḍuʿafā‟ al-Rijāl (Beirut: Dār
al-Kutub al-ʿIlmiyyah, 1997), Jilid 6, 354.
75
Redaksi hadis dalam kitab kitab al-Mauḍūʿāt
ر فأن بأن ابن نصر أنبأن عبد الله بن علي الآب نوسي أن بأن عمر ابن مماد بن وأما حديث جاب
ث نا مماد ب ن يونس عبد الله الناجاار أن بأن أبو نصر بن شاذان إب راىيم بن مماد بن عرفة حدا
ث ن ث نا مالك عن أب الزب ي عن جابرحدا بة حدا ابن عبد الله قال قال رسول الله ا علي بن ق ت ي
عليو وسلام: " بروا آبءكم يبركم أبناؤكم وعفوا تعف نساؤكم " صلاى اللا
Redaksi hadis dalam kitab kitab al-Mustadrak ʿala Ṣaḥīḥain
قااق المدانيا ث نا أبو جعفر أحد بن عب يد السدي الحافظ، وعبدان بن يزيد الدا ان، بمدان حدا
بة الرفا ، ث نا مالك بن أنس، عن أب قال: ث نا إب راىيم بن الحسي بن ديزيل، ث نا علي بن ق ت ي عي
ب روا آبءكم ت ب راكم »الزب ي، عن جابر، رضي اللا عنو قال: قال رسول اللا صلاى الله عليو وسلام:
ل إليو ف لم ي قبل لم يرد عليا الحوض أب ناؤكم وعفوا عن نساء النااس تعفا نساؤكم و «من ت نص
Berdasarkan pembatasan masalah, jika terdapat hadis yang ditemukan di
luar al-Kutub al-Tis‟ah, maka penelitian hanya sampai pada penyebutan
redaksi dan tempat hadis itu dikutip.
64
Jamāl al-Dīn ‘Abd al-Raḥmān b. ʿAlī b. Muḥammad al-Jauzī (w. 597 H), al-
Mauḍūʿāt (Madinah: Maktabah al-Salafiyyah, 1968), Jilid 3, 107. 65
Abū ʿAbd Allāh al-Ḥākim (w. 405 H), al-Mustadrak ʿala Ṣaḥīḥain (Beirut: Dār al-
Kutub al-ʿIlmiyyah, 1990), Jilid 4, 171.
76
G. Hadis Ke-7
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
ر الله من ها، ما شاء إل ي وم القيامة، إلا عقوق الوالدين، فإنا الله ن وب ي ؤخ لو كل الذ ي عج
لصاحبو ف الحياة ق بل الممات
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H) menggunakan lafaz ةالقيام ,يؤخر ,الذنوب , ن الوالدي ,عقوق hadis tersebut tidak ditemukan. Selanjutnya ,الممات ,يعجلو ,
penulis melakukan penelitian hadis dengan metode tema menggunakan kitab
Miftaḥ Kunūz al-Sunnah karya Arent Jan Wensinck (w. 1358 H)
menggunakan tema ن الوالدي ,القيامة ,الذنوب hanya saja hadis عقوق ,الممات ,
tersebut tidak ditemukan juga.
Dengan demikian, penulis menggunakan metode yang ketiga yaitu
metode awal matan menggunakan kitab Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-Nabawī
al-Sharīf karya Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl.
Berdasarkan data dari kitab tersebut, penulis menemukan informasi terkait
hadis yang diteliti. Berikut adalah informasi yang didapatkan di dalam kitab
tersebut:
66
Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 22.
77
Hasil penelusuran menggunakan awal matan كل الذنوب
كل الذنوب يؤخر الله منها ما شاء إل يوم القيامة إل عقوق الوالدين
: ، : منثور
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut hanya terdapat di dalam kitab
al-Dur al-Manthūr fī Tafsīr al-Maʿthūr pada jilid 3, halaman 331 dan jilid 4,
halaman 173 karya Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī (w. 911 H). Berikut adalah redaksi
di dalam kitab tersebut.
Redaksi hadis dalam kitab kitab al-Dur al-Manthūr fī Tafsīr al-Maʿthūr
ىب والب ي هقي والطاب راني والرائطي ف مساوئ الخلاق من وأخرج الحاكم وصححو وتعقبو الذا
طريق بكار بن عبد العزيز بن أب بكرة عن أبيو عن جده أب بكرة عن الناب صلى الله عليو
ال: كل الذنوب ي ؤخر الله من ها ما شاء إل ي وم القيامة إلا عقوق الوالدين فإناو يعجلو وسلم ق
لصاحبو ف الحياة قبل الممات ومن راي راي الله بو ومن سع سع الله بو
Berdasarkan pembatasan masalah, jika terdapat hadis yang ditemukan di
luar al-Kutub al-Tis‟ah, maka penelitian hanya sampai pada penyebutan
redaksi dan tempat hadis itu dikutip.
67
Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl, Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-
Al-Nabawī al-Sharīf, Jilid 6, 420. 68
ʿAbd al-Raḥmān b. Abī Bakr Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī (w. 911 H), al-Dur al-Manthūr
fī Tafsīr al-Ma‟thūr, Jilid 5, 267.
78
H. Hadis Ke-8
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
اء الناب لماتو دعاء الوالد لولده، كدع
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H) menggunakan lafaz الوالد ,دعاء hadis tersebut
tidak ditemukan. Selanjutnya penulis melakukan penelitian hadis dengan
metode tema menggunakan kitab Miftaḥ Kunūz al-Sunnah karya Arent Jan
Wensinck (w. 1358 H) menggunakan tema الوالد ,دعاء hanya saja hadis
tersebut tidak ditemukan juga.
Dengan demikian, penulis menggunakan metode yang ketiga yaitu
metode awal matan menggunakan kitab Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-Nabawī
al-Sharīf karya Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl.
Berdasarkan data dari kitab tersebut, penulis menemukan informasi terkait
hadis yang diteliti. Berikut adalah informasi yang didapatkan di dalam kitab
tersebut.
Hasil penelusuran menggunakan awal matan دعاء الوالد
دعاء الوالد لولده مثل دعاء النب لمتو
: تنزيو – : خفا – تذكرة – : موضوعات – كنز
69
Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 23. 70
Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl, Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-
Al-Nabawī al-Sharīf, Jilid 5, 17.
79
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut terdapat di dalam kitab Kanz
al-„Ummāl fī Sunan al-„Aqwāl wa al-Afʿāl dengan nomor hadis 3313 karya
al-Muttaqī al-Hindī (w. 975 H), kitab al-Mauḍūʿāt jilid 2, halaman 87 karya
Jamāl al-Dīn al-Jauzī (w. 597 H), kitab Tadhkirah al-Mauḍūʿāt di halaman
220 karya Muḥammad Ṭāhir al-Fatanī (w. 986 H), kitab Kashf al-Khafā‟ wa
Muzīl al-Ilbās pada jilid 1, halaman 487 karya Ismāʿīl al-ʿAjlūnī (w. 1162 H ),
kitab Tanzīh al-Sharī al-Marfūʿah ʿan al-Akhbār al-Shanīʿah al-Mauḍūʿah
pada jilid 2, halaman 282 karya Nūr al-Dīn ʿAlī al-Kanānī (w. 963 H).
Berikut adalah redaksi di dalam kitab tersebut.
Redaksi hadis dalam kitab kitab Kanz al-„Ummāl fī Sunan al-„Aqwāl
wa al-Afʿāl
دعاء الوالد لولده كدعاء النب لمتو". "فر عن أنس
Redaksi hadis dalam kitab kitab al-Mauḍūʿāt
سعيد العطاار عن سعيد أب حبيب عن يزيد الراقاشي عن ن روى يي ب بب دعاء الوالد لولده
عليو وسلام: " دعاء الوالد لولده مثل دعاء الناب ل قال ." ماتوأنس قال قال رسول الله صلاى اللا
يث بطل منكر، وسعيد ليس حديثو بشئأحد بن حن بل: ىذا حد
Redaksi hadis dalam kitab kitab Tadhkirah al-Mauḍūʿāt
قال أحد بطل« دعاء الوالد لولده مثل دعاء الناب لمتو»
71
Muttaqī al-Hindī (w. 975 H), Kanz al-„Ummāl fī Sunan al-„Aqwāl wa al-Afʿāl, Jilid
2, 98. 72
Jamāl al-Dīn ‘Abd al-Raḥmān b. ʿAlī b. Muḥammad al-Jauzī (w. 597 H), al-
Mauḍūʿāt, Jilid 3, 87. 73
Muḥammad Ṭāhir b. ʿĀlī al-Ṣidāqī al-Hindī al-Fatanī (w. 986 H), Tadhkirah al-
Mauḍūʿāt, 202.
80
Redaksi hadis dalam kitab kitab Kashf al-Khafā‟ wa Muzīl al-Ilbās
( موضوع: رقم) الوالد لولده كدعاء النب لمتودعاء
Redaksi hadis dalam kitab kitab Tanzīh al-Sharī al-Marfūʿah ʿan al-
Akhbār al-Shanīʿah al-Mauḍūʿah
ب سعيد بن حبيلماتو )رواه يي بن سعيد القطاان( عن دعاء الوالد لولده مثل دعاء الناب
الزدي وىو مجهول عن يزيد الرقاشي عن أنس قال أحد بن حن بل حديث بطل منكر وسعيد
ليس بشيء
Berdasarkan pembatasan masalah, jika terdapat hadis yang ditemukan di
luar al-Kutub al-Tis‟ah, maka penelitian hanya sampai pada penyebutan
redaksi dan tempat hadis itu dikutip.
I. Hadis Ke-9
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
، من أحق النااس بس ن جاء رجل إل رسول اللا صلاى الله عليو وسلام ف قال: ي رسول اللا
قال: ثا « ثا أمك »قال: ثا من؟ قال: « ثا أمك »من؟ قال: قال: ثا « أمك »صحابت؟ قال:
«ثا أبوك »من؟ قال:
74
Ismāʿīl b. Muḥammad b. ‘Abd al-Hādī al-Jarāḥī al-ʿAjlūnī al-Dimashqī Abū al-
Fadā’ (w. 1162 H), Kashf al-Khafā‟ wa Muzīl al-Ilbās (tt: Maktabah al-ʿIṣriyyah, 2000), Jilid
1, 463. 75
Nūr al-Dīn ʿAli b. Muḥammad b. ʿAlî b. ‘Abd al-Raḥmān Ibn ʿIrāqi al-Kanānī (w.
963 H), Tanzīh al-Sharī al-Marfūʿah ʿan al-Akhbār al-Shanīʿah al-Mauḍūʿah (Beirut: Dār
al-Kutub al-ʿIlmiyyah, 1979), Jilid 2, 282. 76
Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 21.
81
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H) menggunakan lafaz ن حس ,أحق , جاء , تصحاب hadis tersebut hanya ditemukan pada lafaz أب ,أم ,صحابت ,saja أب ,
yaitu sebagai berikut:
Hasil penelusuran dari lafaz تصحاب من أحق بسن صحابت
خ: أدب
م: بر
Hasil penelusuran dari lafaz أب
من أحق بسن صحابت قال أمك ... ث أبوك
خ: أدب
م: بر
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut terdapat di dalam kitab Ṣaḥīḥ
al-Bukhārī dalam bab 6 yaitu bab al-Ādab karya al-Bukhārī (w. 256 H) dan
kitab Ṣaḥīḥ Muslim dalam bab al-Birr dengan nomor hadis 1 karya Muslim
(w. 261 H). Berikut adalah redaksi di dalam kitab tersebut
77
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
Jilid 1, 6. 78
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
Jilid 1, 6.
82
Redaksi hadis dalam kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhārī
ث نا جرير، عن عمارة بن القعقاع بن شب رمة، عن أب زرعة، بة بن سعيد، حدا ث نا ق ت ي أب عن حدا
، ىري رة رضي اللا عنو قال: جاء رجل إل رسول اللا صلاى الله عليو وسلام ف قال: ي رسو ل اللا
من؟ قال: ثا « ثا أمك »قال: ثا من؟ قال: « أمك »من أحق النااس بسن صحابت؟ قال:
ث نا أبو « ثا أبوك »قال: ثا من؟ قال: « ثا أمك »قال: وقال ابن شب رمة، ويي بن أيوب: حدا
زرعة مث لو
Redaksi hadis dalam kitab Ṣaḥīḥ Muslim
يل بن ط بة بن سعيد بن ج ث نا ق ت ي ث نا جرير، عن حدا ، وزىي ر بن حرب، قال: حدا ريف الث اقفي
عليو عمارة بن القعقاع، عن أب زرعة، عن أب ىري رة، قال: جاء رجل إل رسول الله صلاى الله
« ثا أمك »قال: ثا من؟ قال: « أمك »سن صحابت؟ قال: وسلام، ف قال: من أحق النااس ب
بة: من أحق « ثا أبوك »قال: ثا من؟ قال: « ثا أمك »قال: " ثا من؟ قال: وف حديث ق ت ي
بسن صحابت ولم يذكر النااس
79
Abū ‘Abd Allāh Muḥammad b. Ismāīl al-Bukhārī (w. 256 H), Ṣaḥīḥ al-Bukhārī,
Jilid 4, 86. 80
Muslim b. al-Ḥajjāj Abū al-Ḥasan al-Qusyairī al-Naisābūrī (w. 261 H), Ṣaḥīḥ
Muslim, 1186.
83
Berdasarkan pembatasan masalah, hadis yang diteliti hanya yang
bersumber dari al-Kutub al-Tisʿah saja selain Ṣaḥīḥ al-Bukhārī dan Ṣaḥīḥ
Muslim, karena kedua kitab tersebut sudah pasti status ke-Ṣaḥīḥ-an sanadnya.
J. Hadis Ke-10
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
، وعقوق الوالدين ا الكبائر ر أكب لشراك بللا
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H) menggunakan lafaz عقوق ،لشراكا ،أكبر، ن الوالدي hadis tersebut hanya ditemukan pada lafaz لشراكا ،أكبر saja, yaitu
sebagai berikut:
Hasil penelusuran dari lafaz أكبر
ألكبائر، إن من ] أكبر [ الكبائر ] الشرك، الشراك ب لله و [ عقوق الوالدين
"، استتابة ، ، إيمان خ: أدب
، ، ،ت: تفسي سورة
، قسامة ن: تحريم
دى: ديت
، ، "، ، حم:
81
Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 22.
84
Hasil penelusuran dari lafaz الشراك
الشراك ب لله ...... الكبائر...
، استتابة ، ، إيمان ، شهادات ، ديت ، استئذان خ: أدب
م: إيمان
، ، ، ، تفسي سورة ت: بر
، قسامة ن: تحريم
دى: ديت
، ، ، حم:
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut terdapat di dalam kitab Ṣaḥīḥ
al-Bukhārī dalam bab 6 yaitu bab al-Ādab, bab 16 yaitu bab al-Īmān, bab 1
yaitu bab istitābah, bab 35 yaitu bab isti’dhān, bab 2 yaitu bab diyāt, dan bab
10 yaitu bab shahādāt karya al-Bukhārī (w. 256 H), kitab Ṣaḥīḥ Muslim di
dalam bab al-Īmān, nomor hadis 143 karya Muslim (w. 261 H), Sunan al-
Tirmidhī dalam bab tafsīr sūrah ke-4, hadis ke-4, 5, dan 6, dan dalam bab al-
Birr, sub-bab 4 karya al-Tirmidhī (w. 279 H), Sunan al-Nasā’ī dalam bab
taḥrim, sub-bab 3 dan bab qisāmah, sub-bab 48 karya al-Nasā’ī (w. 303 H),
Sunan al-Dārimī dalam bab diyāt, sub-bab 9 karya al-Dārimī (w. 255 H),
Musnad Aḥmad pada jilid 2, halaman 201, 214, dan jilid 3, halaman 495 dan
82
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
(Leiden: Maktabah Brīl, 1936), Jilid 5, 516. 83
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
(Leiden: Maktabah Brīl, 1936), Jilid 3, 109.
85
jilid 5, halaman 36, 38, dan 413 karya Aḥmad b. Ḥanbal (w. 241 H). Berikut
adalah redaksi di dalam kitab tersebut.
Redaksi hadis dalam kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhārī
، عن ع ، عن الريري ث نا خالد الواسطي ثن إسحاق، حدا بد الراحن بن أب بكرة، عن أبيو حدا
عنو قال: قال رسول اللا صلاى الله عليو وسلام: ق لنا: ب لى « أل أن بئكم بكبر الكبائر »رضي اللا
، وعقوق ، قال: " الشراك بللا الوالدين، وكان متاكئا فجلس ف قال: أل وق ول ي رسول اللا
الزور، وشهادة الزور، أل وق ول الزور، وشهادة الزور " فما زال ي قولا، حتىا ق لت: ل
يسكت
ث نا بش ، حدا ث نا علي بن عبد اللا ث نا الريري، عن عبد الراحن بن أب حدا فضال، حدار بن الم
قالوا: « أل أخبركم بكبر الكبائر »بكرة، عن أبيو، قال: قال رسول اللا صلاى الله عليو وسلام:
، قال: ، وعقوق الوالدين »ب لى ي رسول اللا «الشراك بللا
، ث نا شعبة، عن فراس، عن الشاعب ث نا مماد بن جعفر، حدا ثن مماد بن بشاار، حدا عن حدا
، وعقوق عبد اللا بن عمرو، عن الناب صلاى الله عليو وسلام ، قال: " الكبائر: الشراك بللا
84
Abū ‘Abd Allāh Muḥammad b. Ismāīl al-Bukhārī (w. 256 H), Ṣaḥīḥ al-Bukhārī,
Jilid 4, 87-88. 85
Abū ‘Abd Allāh Muḥammad b. Ismāīl al-Bukhārī (w. 256 H), Ṣaḥīḥ al-Bukhārī,
Jilid 4, 146.
86
ث نا شعبة، قال: " -أو قال: -الوالدين، اليمي الغموس " شكا شعبة وقال معاذ، حدا
، واليمي الغموس، وعقوق الوالدين، أو قال: وق تل الن افس " الكبائر: الشراك بللا
ث نا ش لك بن إب راىيم، قال: حداع وىب بن جرير، وعبد الم ث نا عبد اللا بن مني، س عبة، عن حدا
عنو ، قال: سئل الناب صلاى الله عليو وسلام عب يد اللا بن أب بكر بن أنس، عن أنس رضي اللا
، وعقوق الوالدين، وق تل الن افس، وشهادة الزور »عن الكبائر، قال: تب عو «الشراك بللا
غندر، وأبو عامر، وب هز، وعبد الصامد، عن شعبة
عت الشاع ث نا فراس، قال: س ث نا مماد بن مقاتل، أخب رن الناضر، أخب رن شعبة، حدا با، عن حدا
، وعقوق عبد اللا بن عمرو، عن الناب صلاى الله عليو وسلام قال: " الكبائر: الشراك بللا
"الوالدين، وق تل الن افس، واليمي الغموس
ث ثن ق يس بن حفص، حدا ث نا الريري، ح وحدا فضال، حداث نا بشر بن الم ث نا مسداد، حدا نا حدا
إساعيل بن إب راىيم، أخب رن سعيد ا ث نا عبد الراحن بن أب بكرة، عن أبيو رضي اللا لريري، حدا
، وعقوق الو الدين، عنو، قال: قال الناب صلاى الله عليو وسلام: " أكب ر الكبائر: الشراك بللا
86
Abū ‘Abd Allāh Muḥammad b. Ismāīl al-Bukhārī (w. 256 H), Ṣaḥīḥ al-Bukhārī,
Jilid 4, 266. 87
Abū ‘Abd Allāh Muḥammad b. Ismāīl al-Bukhārī (w. 256 H), Ṣaḥīḥ al-Bukhārī,
Jilid 2, 251. 88
Abū ‘Abd Allāh Muḥammad b. Ismāīl al-Bukhārī (w. 256 H), Ṣaḥīḥ al-Bukhārī ,
Jilid 4, 224.
87
تو -ثلاث -هادة الزور وشهادة الزور، وش أو: ق ول الزور " فما زال يكررىا حتىا ق لنا: لي
سكت
Redaksi hadis dalam kitab Ṣaḥīḥ Muslim
ث نا إساعيل ابن ثن عمرو بن مماد بن بكي بن مماد النااقد، حدا ، حدا علياة، عن سعيد الريري
ث نا عبد الراحن بن أب بكرة، عن أبيو، قال: كناا عند رسول الله صلاى الله عليو وس لام ف قال: حدا
شراك بلله »ثلاث « أل أن بئكم بكبر الكبائر؟» أو ق ول -، وعقوق الوالدين، وشهادة الزور ال
تو « -الزور وكان رسول الله صلاى الله عليو وسلام متاكئا، فجلس فما زال يكررىا حتىا ق لنا: لي
سكت
Redaksi hadis dalam kitab Sunan al-Tirmidhī
ث نا الريري، عن عبد الرا ح فضال قال: حداث نا بشر بن الم ث نا حيد بن مسعدة قال: حدا حن بن دا
« كبر الكبائر؟أل أحدثكم ب »أب بكرة، عن أبيو قال: قال رسول اللا صلاى اللا عليو وسلام:
، قال: ، وعقوق الوالدين »قالوا: ب لى ي رسول اللا ، قال: وجلس وكان متاكئا، «الشراك بللا
وسلام ي قولا حتىا ، فما زال رسول اللا صلاى اللا عليو «وشهادة الزور، أو ق ول الزور »ف قال:
89
Abū ‘Abd Allāh Muḥammad b. Ismāīl al-Bukhārī (w. 256 H), Ṣaḥīḥ al-Bukhārī,
Jilid 2, 278. 90
Muslim b. al-Ḥajjāj Abū al-Ḥasan al-Qusyairī al-Naisābūrī (w. 261 H), Ṣaḥīḥ
Muslim, 54.
88
تو سكت وف الباب عن أب سعيد: ىذا حديث حسن صحيح وأبو بكرة اسو ن فيع بن ق لنا لي
الحارث
فضال قال: حدا ث نا بشر بن الم ث نا حيد بن مسعدة قال: حدا ث نا الريري، عن عبد الراحن بن حدا
؟ «أل أحدثكم بكبر الكبائر »أب بكرة، عن أبيو، قال: قال رسول اللا صلاى اللا عليو وسلام:
، قال: ،»قالوا: ب لى ي رسول اللا قال: وجلس وكان متاكئا « وعقوق الوالدين الشراك بللا
قال: فما زال رسول اللا صلاى اللا عليو وسلام -« ق ول الزور »أو -« وشهادة الزور »قال:
تو سكت: «يب صحيح ىذا حديث حسن غر »ي قولا حتىا ق لنا لي
ث نا اللايث بن سعد، عن ىشام ث نا يونس بن مماد قال: حدا ث نا عبد بن حيد قال: حدا بن حدا
، عن أب أمامة النصار فذ الت ايمي ، عن عبد اللا سعد، عن مماد بن زيد بن مهاجر بن ق ن ي
، قال: قال رسول اللا صلاى اللا عليو وسلام: رك »بن أن يس الهن إنا من أكبر الكبائر الش
، وعقوق الوالدين، واليمي الغموس، وما حلف حالف بللا يمي صبر، فأدخل فيها مثل بللا
وأبو أمامة النصاري ىو: ابن ث علبة، «. جناح ب عوضة إلا جعلت نكتة ف ق لبو إل ي وم القيامة
لام أحاديث. وىذا حديث حسن ول ن عرف اسو، وقد روى عن الناب صلاى اللا عليو وس
غريب
91
Abī ‘Īsa Muḥammad b. ‘Îsa b. Saurah al-Tirmidhī (w. 279 H), Sunan al-Tirmidhī,
321. 92
Abī ‘Īsa Muḥammad b. ‘Îsa b. Saurah al-Tirmidhī (w. 279 H), Sunan al-Tirmidhī,
481. 93
Abī ‘Īsa Muḥammad b. ‘Îsa b. Saurah al-Tirmidhī (w. 279 H), Sunan al-Tirmidhī,
481.
89
ث نا شعبة، عن فراس، عن ث نا مماد بن جعفر قال: حدا ث نا مماد بن بشاار قال: حدا حدا
عل ، عن عبد اللا بن عمرو، عن الناب صلاى اللا ، الشاعب يو وسلام قال: " الكبائر: الشراك بللا
«ىذا حديث حسن صحيح »شكا شعبة: « اليمي الغموس »وعقوق الوالدين " أو قال:
Redaksi hadis dalam kitab Sunan al-Nasā‟ī
ث نا فراس قال: أخب رني عبدة بن عبد الراحيم ق ال: أن بأن ابن شيل قال: أن بأن شعبة قال: حدا
عت الشاعبا، عن عبد اللا بن عمرو، عن الناب صلاى الله عليو وسلام قال: " الكبائر : س
، وعقوق ا شراك بللا لوالدين، وق تل الن افس، واليمي الغموس "ال
ث نا شعبة، عن عب يد اللا بن أخب رن إسحق بن إب راىيم، قال: أن بأن الناضر بن شيل، قال: حدا
عت أنس أب ول اللا صلاى الله عليو وسلام: ح وأخب رن مماد بن ي قول: قال رس بكر، قال: س
ث نا شعبة، عن عب يد اللا بن أب بكر، عن أنس، ث نا خالد قال: حدا عن عبد العلى قال: حدا
، وعقوق الوالدين، وق تل الن افس، وق ول الناب صلاى الله عليو وسلام قال: رك بللا " الكبائر: الش
الزور "
94
Abī ‘Īsa Muḥammad b. ‘Îsa b. Saurah al-Tirmidhī (w. 279 H), Sunan al-Tirmidhī,
481. 95
Abū ʿAbd al-Raḥmān Aḥmad b. Shuʿaib al-Nasā’ī (w. 303 H), Sunan al-Nasā‟i,
(Beirut: Dār al-Maʿrifah, tt), Jilid 4, 102-103. 96
Abū ʿAbd al-Raḥmān Aḥmad b. Shuʿaib al-Nasā’ī (w. 303 H), Sunan al-Nasā‟i,
Jilid 4, 434.
90
Redaksi hadis dalam kitab Sunan al-Dārimī
ث نا شعبة، عن فراس ث نا مماد بن جعفر، حدا ، عن أخب رن مماد بن بشاار، حدا ، عن الشاعب
، وعقوق »عبد اللا بن عمرو، عن الناب صلاى الله عليو وسلام قال: شراك بللا الكبائر ال
«الوالدين، وق تل الن افس شعبة الشااك أو اليمي الغموس
Redaksi hadis dalam kitab Musnad Aḥmad
، ث نا شعبة، عن فراس، عن الشاعب ث نا مماد بن جعفر، حدا عن عبد الله بن عمرو، عن حدا
شراك بلله عزا وج لا، وعقوق الوالدين، أو الناب صلاى الله عليو وسلام أناو قال: " الكبائر: ال
واليمي الغموس " -شعبة الشااك -ق تل الن افس
ث نا سعد بن إب راىيم، عن حيد بن عبد الراح ث نا حااد بن سلمة، حدا ث نا عفاان، حدا ن بن حدا
د الله بن عمرو، أنا رسول الله صلاى الله عليو وسلام قال: " إنا أكب ر الكبائر عوف، عن عب
، ف يسب أبه، يسب الراجل الراجل : وما عقوق الوالدين؟ قال: " والدين "، قال: قيل عقوق ال
، ف يسب أماو "ويسب أماو
ث ن ث نا ليث، عن ىشام بن سعد، عن مماد بن زيد بن ا يونس بن مماد حدا ، قال: حدا
، عن أب أمامة فذ الت ايمي ، عن عبد الله بن أن يس ا المهاجر بن ق ن ، قال: قال النصاري لهن
رك بلله، وعقوق الوالدين ، واليمي رسول الله صلاى الله عليو وسلام: " إنا من أكبر الكبائر: الش
97Abū Muḥammad ʿAbd Allāh b. ʿAbd al-Raḥmān b. al-Faḍl b. Bahrām al-Dārimī (w.
255 H), Sunan al-Dārimī, (Riyadh: Dār al-Mughnī, 2000), Jilid 3, 1525. 98
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 2, 201. 99
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 2, 214.
91
ح ب عوضة، إلا جعلو الله الغموس، وما حلف حالف بلله يمينا صب را، فأدخل فيها مثل جنا
نكتة ف ق لبو إل ي وم القيامة "
ث نا عبد الراحن بن أب بكرة، عن أبيو، قال:، ث نا الريري، حدا ث نا إساعيل، حدا قال و حدا
كم بكبر الكبائر ا عند الناب صلاى الله عليو وسلام، ف قال: " أل أن بئ : كناا جلوس إساعيل مراة
شراك بلله. . شراك بلله، ال "، قال: وذكر الكبائر عند الناب صلاى الله عليو وسلام، ف قال: " ال
ق الوالدين "، وكان متاكئا فجلس، وقال: " وشهادة الزور، وشهادة الزور، وشهادة الزور وعقو
زال رسول الله صلاى الله عليو وسلام يكررىا حتىا ، وشهادة الزور "، فما"، أو " ق ول الزور
تو سكت ق لنا: لي
ث نا عبد الراحن بن أب بكرة، عن ث نا الريري، حدا ث نا إساعيل بن إب راىيم، حدا أبيو، قال: حدا
ش راك بلله، وعقوق الوالدين "، وكان ذكر الكبائر عند الناب صلاى الله عليو وسلام، ف قال: " ال
الزور، وشهادة الزور متاكئا فجلس، ف قال: " وشهادة
100
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 3, 495. 101
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 5, 36. 102
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 5, 38.
92
ثن بي بن سعد، عن خالد ث نا بقياة، حدا ث نا حي وة بن شريح، حدا ث نا المقرئ، حدا بن حدا
، أنا أب أيوب حداثو، أنا رسول الله صلاى الله عليو و ث نا أبو رىم السامعي سلام قال: معدان، حدا
ئا، ويقيم الصالاة، وي ؤت الزاكاة، ويصوم ر مضان، ويتنب " من جاء ي عبد الله ل يشرك بو شي
شراك بلله، وق تل الن افس ال مسلمة، الكبائر، فإنا لو الناة "، وسألوه: ما الكبائر؟ قال: " ال
وفرار يوم الزاحف "
103
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 5, 413.
93
2. Skema Sanad Hadis
94
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis
Jalur al-Nasā’ī
Al-Nasā’ī, nama lengkapnya adalah Aḥmad b. Shuʿaib b. ʿAlī b. Sinān
b. Baḥr b. Dīnār, ia wafat pada tahun 303 H. Ia berguru kepada ʿAbdah b.
ʿAbd al-Raḥīm, Aḥmad b. Naṣr al-Naisābūrī, Abī Shuʿaib Ṣāliḥ b. Ziād dan
juga ia memiliki murid yaitu Ibrāhīm b. Isḥāq, Abū Aḥmad ʿAbd Allāh b.
ʿAdī al-Jurjānī, Abū al-Qāsim Sulaimān b. Aḥmad b. Ayūb al-Ṭabrānī. Ia
menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “akhbaranī”. Adapun penilaian
kritikus hadis terhadapnya adalah Ibn Muḥammad b. Salāmah al-Ṭaḥāwī
menlai A‟immah al-Muslimīn, Abū ʿAlī al-Ḥāfiẓ menilai imām fī al-Ḥadīth,
Abū Saʿīd b. Yūnus menilai imām fī al-Ḥadīth, thiqah thabat, al-Ḥāfiẓ.104
ʿAbdah b. ʿAbd al-Raḥīm, nama lengkapnya adalaha ʿAbdah b. ʿAbd
al-Raḥīm b. Ḥassān al-Marwazī, ia wafat pada tahun 244 H. Ia berguru
kepada al-Naḍir b. Shumail, Ibrāhīm b. ʿUyainah, Sufyān b. ʿUyainah dan
juga ia memiliki murid yaitu al-Nasā’ī, al-Bukhārī, Abū al-ʿAbbās Aḥmad b.
ʿAlī al-Jauharī. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “anba‟anā”.
Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Abū Ḥātim menilai
ṣadūq, Aḥmad b. Ḥanbal menilai shaikh ṣāliḥ, al-Nasā’ī menilai thiqah, Ibn
Ḥibbān thiqah.105
Al-Naḍir b. Shumail, nama lengkapnya adalah al-Naḍir b. Shumail al-
Māzinī, ia wafat pada tahun 203 H. Ia berguru kepada Shuʿbah b. al-Ḥajjāj,
Isrā’īl b. Yūnus, Ismāʿīl b. Abī Khālid dan juga ia memiliki murid yaitu
ʿAbdah b. ʿAbd al-Raḥīm, Aḥmad b. Abī Rajā’, ʿAbd Allāh b. ʿAbd al-
Raḥmān al-Dārimī. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz
104
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 1, 328-340. 105
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 18, 539-541.
95
“anba‟anā”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Yaḥya b.
Maʿīn menilai thiqah, al-Nasā’ī menilai thiqah, Abū Ḥātim menilai thiqah.106
Shuʿbah, nama lengkapnya adalah Shuʿbah b. Ḥajjāj b. al-Warad al-
ʿAttakī al-Azdī, ia wafat pada tahun 160 H. Ia berguru kepada, Firās b.
Yaḥyā al-Hamdānī, Ismāʿīl b. ʿUlaiyyah, Yazīd b. Abī Maryam dan juga ia
memiliki murid yaitu al-Naḍir b. Shumail, Ibrāhīm b. Saʿad al-Zuhrī,
Dāwud b. Ibrāhīm al-Wāsiṭī.mia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz
“ḥaddathanā”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Aḥmad
b. Ḥanbal menilai athbat al-Ḥadīth, aḥsan al-Ḥadīth, Yaḥya b. Maʿīn menilai
imām al-Muttaqīn, Muḥammad b. Saʿad menilai tsiqah ma‟mun, thabat
ḥujjah, ṣaḥīḥ ḥadīth dan al-Ajlī menilai thiqah thabat fī al-Ḥadīth.107
Firās, nama lengkapnya adalah Firās b. Yaḥyā al-Hamdānī al-Khārifī,
ia wafat pada tahun 129 H. Ia berguru kepada al-Shaʿbī, Ibrāhīm al-Tamīmī,
Dhakwān Abī Ṣāliḥ al-Sammān dan juga ia memiliki murid yaitu Shuʿbah,
Ismāʿīl b. Abī Khālid, Zakariā b. Abī Zā’idah. Ia menerima hadis dari
gurunya dengan lafaz “samiʿtu”. Adapun penilaian kritikus hadis
terhadapnya adalah Aḥmad b. Ḥanbal menilai thiqah, Yaḥya b. Maʿīn
menilai thiqah, al-Nasā’ī menilai thiqah, Ibn Ḥibbān menilai thiqah.108
al-Shaʿbī, nama lengkapnya adalah ʿĀmir b. Sharāḥīl al-Shaʿbī, ia
wafat pada tahun 103/104 H. Ia berguru kepada ʿAbd Allāh b. ʿAmr b. al-
Āṣ, Anas b. Mālik, Jābir b. Samurah dan juga ia memiliki murid yaitu Firās
b. Yaḥyā, Ibrāhīm b. Muhājir, Ismāʿīl b. Abī Khālid. Ia menerima hadis dari
gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya
106
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 29, 379-384.. 107
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 12, 479-495. 108
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 23, 152-154
96
adalah Yaḥya b. Maʿīn menilai thiqah, Abū Zarʿah menilai thiqah, Isḥāq b.
Manṣūr menilai thiqah.109
ʿAbd Allāh b. ʿAmr b. al-Āṣ, nama lengkapnya adalah ʿAbd Allāh b.
ʿAmr b. al-Āṣ b. Wā’il b. Hāshim b. Saʿīd b. Saʿad b. Sahm al-Qarashī. Ia
wafat pada tahun 63 H. Ia merupakan seorang ṣaḥābah dan berguru kepada
Nabi SAW, Abū Bakr al-Ṣiddīq, ʿUmar b. al-Khaṭṭāb dan juga ia memiliki
murid yaitu al-Shaʿbī, Jabīr b. Nufair, al-Shaʿbī. Ia menerima hadis dari
gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya
adalah al-Dhahabī menilai ṣaḥābah.110
Berdasarkan data di atas, dari segi ketersambungan sanad, seluruh
rangkaian sanad bersambung, hal itu didukung oleh pernyataan berupa
penyebutan nama dalam daftar guru dan murid dari masing-masing
periwayat. Kemudian dari segi penilaian jarḥ dan taʿdīl-nya seluruh
periwayat mendapatkan penilaian positif (taʿdīl) dan menunjukan ke-thiqah-
an para periwayat, maka dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini ṣaḥīḥ.
K. Hadis Ke-11
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
دىا عاق ، ول إيكم وعقوق الوالدين، فإنا ريح الناة ي وجد من مسي رة ألف عام، والله ل ي
قاطع رحم
109
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 14, 28-40. 110
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 15, 357-362. 111
Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 22.
97
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink, menggunakan lafaz يوجد ,ريح ,الوالدين ,عقوق ,إيكم, hadis tersebut tidak ditemukan. Selanjutnya penulis رحم ,قاطع ,مسية
melakukan penelitian hadis dengan metode tema menggunakan kitab Miftaḥ
Kunūz al-Sunnah karya Arent Jan Wensinck menggunakan tema البر ,الوالدان, hanya saja hadis tersebut tidak ditemukan ,قاطع ,مسية ,يوجد ,ريح ,عقوق ,الرحم
juga.
Dengan demikian, penulis menggunakan metode yang ketiga yaitu
metode awal matan menggunakan kitab Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-Nabawī
al-Sharīf karya Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl.
Berdasarkan data dari kitab tersebut, penulis menemukan informasi terkait
hadis yang diteliti. Berikut adalah informasi yang didapatkan di dalam kitab
tersebut:
Hasil penelusuran menggunakan awal matan إيكم وعقوق
إيكم وعقوق الوالدين
، /ترغيب - كشاف - /كر - /، /مجمع
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut hanya terdapat di dalam kitab
Majmaʿ al-Zawā‟id wa Manbaʿ al-Fawā‟id pada jilid 5, halaman 125 dan
jilid 8, halaman 149 karya Abū al-Ḥasan al-Haithamī (w. 807 H), kitab Tarīkh
112
Abū Hājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī Zaghlūl, Mausūʿah Aṭrāf al-Ḥadīth al-
Nabawī al-Sharīf, Jilid 9, 255.
98
Dimashq pada jilid 5, halaman 310 karya Ibn ʿAsākir (w. 571 H), kitab al-Kāf
fī al-Shāf fī Takhrīj Aḥādīth al-Kashāf di halaman 98 karya Ibn Ḥajar al-
ʿAsqalānī (w. 852 H), al-Targhīb wa al-Tarhīb min al-Ḥadīth al-Sharīf karya
ʿAbd al-ʿAzīm al-Mundhirī (w. 656 H). Berikut adalah redaksi di dalam kitab
tersebut.
Redaksi hadis di dalam kitab Majmaʿ al-Zawā‟id wa Manbaʿ al-
Fawā‟id
نا رسول اللا »وعن جابر بن عبد اللا قال: ونن مجتمعون -صلاى اللا عليو وسلام -خرج علي
يس من ث واب أسرع من صلة ف قال: " ي معشر المسلمي ات اقوا اللا، وصلوا أرحامكم فإناو ل
كم وعقوق ال كم والب غي فإناو ليس من عقوبة أسرع من عقوبة ب غي، وإيا والدين، الراحم، وإيا
، ول قاطع رحم، ول شي زان، فإنا ريح الناة يوجد من مسية ألف عام، واللا ل ي دىا عاق
ا الكبريء للا رب العالمي، والكذب كلو إث، إلا ما ن فعت بو مؤمنا، ول جار إزاره خيلاء، إنا
ة لسوقا ما ي باع فيها ول يشت رى، ليس فيها إلا الصور، فمن ودف عت بو عن دين، وإنا ف النا
أحبا صورة من رجل أو امرأة دخل فيها
Redaksi hadis di dalam kitab Tarīkh Diamshq
قاسم عمر بن الحسن بن محمد أخبرن أبو محمد بن الكفاني قراءة ن عبد العزيز بن أحد أن أبو ال
بن الحسن بن درستويو قراءة عليو ف سنة سبع وأربعمائة أن أبو الحسن خيثمة بن سليمان
القرشي الطرابلسي ن أبو الحسن بن فيل ن أبو توبة ن محمد بن الفرات الرمي قال سعت أب
113
Abū al-Ḥasan al-Haithamī (w. 807 H), Majmaʿ al-Zawā‟id wa Manbaʿ al-Fawā‟id,
Jilid 5, 125
99
( ي معشر المسلمي احذروا البغي إسحاق يذكر عن الحارث عن علي قال قال رسول الله )صلى الله عليه وسلم
فإنو ليس من عقوبة أحضر من عقوبة بغي وصلوا أرحامكم فإنو ليس من ثواب أعجل من
صلة رحم وإيكم وعقوق الوالدين فإن ريح النة يؤخذ من مسية ألف عام ول يد ريها
Redaksi hadis di dalam kitab al-Kāf fī al-Shāf fī Takhrīj Aḥādīth al-
Kashāf
كم وعقوق الوالدين فإن الناة توجد ريها من مسية ألف عام ول يد ريها عاق ول قاطع إيا
رحم ول شي زان ول جار إزاره خيلاء إن الكبريء لله رب العالمي
Redaksi hadis di dalam kitab al-Targhīb wa al-Tarhīb min al-Ḥadīth
al-Sharīf
كم وعقوق الوالدين فإن ريح الناة يوجد من مسية ألف عام والله ل يدىا عاق ول قاطع وإيا
ا الكبريء لله رب العالمي الحديث ف رواه الطاب راني رحم ول شي زان ول جار إزاره خيلاء إنا
الوسط
Berdasarkan pembatasan masalah, jika terdapat hadis yang ditemukan di
luar al-Kutub al-Tis‟ah, maka penelitian hanya sampai pada penyebutan
redaksi dan tempat hadis itu dikutip.
114
Abū al-Qāsim ʿAlī b. al-Ḥasan Ibn ʿAsākir (w. 571 H), Tārīkh Dimashq (Beirut:
Dār al-Fikr, 1995), Jilid 18, 81. 115
Aḥmad bin Ḥajar al-ʿAsqalānī (w. 852 H), al-Kāf fī al-Shāf fī Takhrīj Aḥādīth al-
Kashāf (tt, tt, tt), 98. 116
ʿAbd al-ʿAẓīm b. ʿAbd al-Qawī b. ‘Abd Allāh Abū Muḥammad Zakī al-Dīn al-
Mundhirī (w. 656 H), al-Targhīb wa al-Tarhīb min al-Ḥadīth al-Sharīf, Jilid 3, 67.
100
L. Hadis Ke-12
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
والديو عقا ملعون من
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī karya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H) menggunakan lafaz والديو ,عق ,ملعون hadis
tersebut hanya ditemukan pada lafaz ملعون saja yaitu sebagai berikut:
Hasil penelusuran dari lafaz ملعون
ه، ملعون من سب أموملعون من سب أب
، حم:
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut hanya terdapat di dalam kitab
Musnad Aḥmad pada jilid 1, halaman 217 karya Aḥmad b. Ḥanbal (w. 241 H).
Berikut adalah redaksi di dalam kitab tersebut.
117
Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 22. 118
Arent Jan Wensink, Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī, Jilid 6, 126.
101
Redaksi hadis dalam kitab Musnad Aḥmad
ث ، عن مماد بن إسحاق، عن عمرو بن أب عمرو، عن عكرمة، عن ابن نا مماد بن سلمة حدا
صلاى الله عليو وسلام: " ملعون من سبا أبه، ملعونن سبا أماو، عبااس، قال: قال الناب
ملعون من ذبح لغي الله، ملعون من غي ار توم الرض، ملعون من كمو أعمى عن طريق،
، ملعون من عمل بعمل ق وم لوط "ملعون من وقع على بيمة
119
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 1, 217.
102
عن
w. 11 H
حدثنا
عن
عن
قال
w. 68 H
w. 104 H
w. 144 H
w. 150/151/152 H
w. 192 H
w. 241 H
عن
اللهل و س ر
اب نع باس
رم ة عك
ر و روب نأ بع م ع م
م مدب نإس ح اق
ة م مد ب ن س ل م
أحمد
2. Skema Sanad Hadis
103
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis
Jalur Aḥmad b. Ḥanbal
Aḥmad b. Ḥanbal, nama lengkapnya adalah Aḥmad b. Muḥammad b.
Ḥanbal Abū ʿAbd Allāh al-Ashaibānī, ia wafat pada tahun 241 H. Ia berguru
kepada Muḥammad b. Salamah, Ibrāhīm b. Khālid al-Sanʿānī, Ismāʿīl b.
ʿUlayyah dan juga ia memiliki murid yaitu al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud.
Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ḥaddathanā”. Adapun
penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Ibn al-Madīnī menilai ḥāfiẓ,
ʿAbbās al-Anbārī menilai ḥujjah, Qutaibah menilai imām, al-ʿIjlī menilai
thiqah, thabat fī al-Ḥadīth, faqīḥ fī al-Ḥadīth.120
Muḥammad b. Salamah, nama lengkapnya adalah Abū ʿAbd Allāh
Muḥammad b. Salamah b. ʿAbd Allāh al-Bāhilī, ia wafat pada tahun 192 H.
Ia berguru kepada Muḥammad b. Isḥāq b. Yasār, Muḥammad b. ʿUbaid
Allāh, Muḥammad b. ʿAjlān dan juga ia memiliki murid yaitu Aḥmad b.
Ḥanbal, Aḥmad b. Bakār al-Ḥarānī, Aḥmad b. Abī Shuʿaib al-Ḥarānī. Ia
menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus
hadis terhadapnya adalah al-Nasā’ī menilai thiqah, Muḥammad b. Saʿad
menilai thiqah fāḍilan ʿĀliman, Ibn Ḥibbān menilai thiqah.121
Muḥammad b. Isḥāq, Muḥammad b. Isḥāq b. Yasār b. Khiyār, ia
wafat pada tahun 150/151/152 H. Ia berguru kepada ʿAmr b. Abī ʿAmr
Maula al-Muṭallib, ʿĪsā b. ʿAbd Allāh b. Mālik al-Dār, Muḥammad b.
Ibrāhīm b. al-Ḥārith al-Taimī dan juga ia memiliki murid Muḥammad b.
Salamah, Aḥmad b. Khālid al-Wahbī, Jarīr b. ʿAbd al-Ḥamīd. Ia menerima
hadis dari gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus hadis
terhadapnya adalah Yaḥya b. Maʿīn menilai thiqah, Aḥmad b. Ḥanbal
120
Shihāb al-Dīn Aḥmad b. ‘Alī b. Ḥajar al-‘Asqalānī, Tahdhīb al-Tahdhī, Jilid 1, 98-
99. 121
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 25, 289-291.
104
menilai ḥasan al-Ḥadīth, al-Nasā’ī menilai laisa bi al-Qawī, Ibn Ḥibbān
menilai thiqah, al-ʿIjlī menilai thiqah.122
ʿAmr b. Abī ʿAmr, ʿAmr b. Abī ʿAmr Maula al-Muṭallib b. ʿAbd
Allāh, ia wafat pada tahun 144 H. Ia berguru kepada ʿIkrimah Maula Ibn
ʿAbbās, Anas b. Mālik, Ḥamzah b. ʿAbd Allāh b. ʿUtbah b. Masʿūd dan juga
ia memiliki murid yaitu Muḥammad b. Isḥāq b. Yasār, Ismāʿīl b. Jaʿfar b.
Abī Kathīr, Sulaimān b. Bilāl. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz
“ʿan”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Aḥmad b. Ḥanbal
menilai laisa bihi ba‟s, Yaḥya b. Maʿīn menilai laisa bi al-Qawi, al-Nasā’ī
menilai laisa bi al-Qawī, Ibn ʿAdī menilai ṣadūq thiqah Abī Ḥātim menilai
ṣadūq, Ibn Ḥibbān menilai thiqah. Abū Zurʿah menilai thiqah.123
ʿIkrimah, nama lengkapnya adalah ʿIkrimah al-Qurashī Abū ʿAbd
Allāh al-Madanī Maula ʿAbd Allāh b. ʿAbbās, ia wafat pada tahun 104 H. Ia
berguru kepada ʿAbd Allāh b. ʿAbbās, Jābir b. ʿAbd Allāh, ʿAbd Allāh b.
ʿUmar b. al-Khaṭṭāb dan juga ia memiliki murid yaitu ʿAmr b. Abī ʿAmr,
Abān b. Ṣamʿah, Badr b. ʿUthmān. Ia menerima hadis dari gurunya dengan
lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Yaḥya b.
Maʿīn menilai thiqah, al-ʿIjlī menilai thiqah, al-Nasā’ī menilai thiqah, Abī
Ḥātim menilai thiqah.124
Ibn ʿAbbās, nama lengkapnya adalah ʿAbd Allāh b. ʿAbbās b. ʿAbd
al-Muṭallib al-Qurashī al-Hāshimī Abū al-ʿAbbās al-Madanī, Ia wafat pada
tahun 68 H. Ia merupakan seorang ṣaḥābah yang merupakan sepupu dari
Nabi Muḥammad SAW dan ia berguru langsung kepada Nabi SAW, Abī
Hurairah, ʿUthmān b. ʿAffān dan juga ia memiliki murid yaitu ʿIkrimah
122
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 24, 405-428. 123
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 22, 168-171. 124
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 20, 164-292.
105
yang merupakan seorang budaknya, Isḥāq b. ʿAbd Allāh b. Kinānah, Ḥabīb b.
Abī Thābit. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “qāla”. Adapun
penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah al-Dhahabī dan Ibn Ḥajar menilai
ṣaḥābah.125
Berdasarkan data di atas, dari segi ketersambungan sanad, seluruh
rangkaian sanad bersambung, hal itu didukung oleh pernyataan berupa
penyebutan nama dalam daftar guru dan murid dari masing-masing
periwayat. Kemudian dari segi penilaian jarḥ dan taʿdīl-nya seluruh
periwayat mendapatkan penilaian positif (taʿdīl) kecuali Muḥammad b. Isḥāq
dan ʿAmr b. Abī ʿAmr yang mendapat penilaian negatif (jarḥ). Muḥammad
b. Isḥāq dinillai laisa bi al-Qawī oleh al-Nasā’ī dan ʿAmr b. Abī ʿAmr dinilai
laisa bi al-Qawī oleh al-Nasā’i dan Yaḥya b. Maʿīn. Kita ketahui baik
Yaḥya b. Ma’īn maupun al-Nasā’i merupakan seorang kritikus hadis yang
termasuk dalam kategori mutashaddid. Meskipun Muḥammad b. Isḥāq dinilai
jarḥ oleh al-Nasā’i, akan tetapi al-Nasā’i tidak menyertakan sebab-sebab dia
men-jarḥ dan mayoritas ulama juga menilai taʿdil Muḥammad b. Isḥāq.
Yaḥya b. Maʿīn menilai thiqah, Aḥmad b. Ḥanbal menilai ḥasan al-Ḥadīth,
Ibn Ḥibbān menilai thiqah, al-ʿIjlī menilai thiqah, maka pendapat yang
penulis ambil adalah pendapat masyoritas ulama menyatakan bahwa
Muḥammad b. Isḥāq adalah periwayat yang thiqah.
ʿAmr b. Abī ʿAmr dinilai jarḥ oleh al-Nasā’i dan Yaḥya b. Maʿīn yang
mana keduanya adalah seorang kritikus hadis yang termasuk dalam kategori
mutashaddid. Akan tetapi dalam men-jarḥ, keduanya tidak menyertakan
sebab-sebab men-jarḥ dan mayoritas ulama juga menilai taʿdil ʿAmr b. Abī
ʿAmr. Ibn ʿAdī menilai ṣadūq thiqah Abī Ḥātim menilai ṣadūq, Ibn Ḥibbān
menilai thiqah, Abū Zurʿah menilai thiqah, maka pendapat yang penulis
125
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 15, 357-362.
106
ambil adalah pendapat masyoritas ulama yang menyatakan bahwa ʿAmr b.
Abī ʿAmr adalah periwayat yang thiqah.
Berdasarkan data di atas, dari segi ketersambungan sanad, seluruh
rangkaian sanad bersambung, hal itu didukung oleh pernyataan berupa
penyebutan nama dalam daftar guru dan murid dari masing-masing
periwayat. Kemudian dari segi penilaian jarḥ dan taʿdīl-nya seluruh
periwayat mendapatkan penilaian positif (taʿdīl) dan menunjukan ke-thiqah-
an para periwayat, maka dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ṣaḥīḥ.
M. Hadis Ke-13
1. Teks dan Takhrīj al-Ḥadīth
ت هماإ ارجع ليهما فأضحكهما كما أبكي
Setelah melakukan penelusuran hadis dengan metode lafaz
menggunakan kitab Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawīkarya
Arent Jan Wensink (w. 1358 H) menggunakan lafaz اأضحكهم ,ارجع اأبكيتهم , hadis tersebut hanya ditemukan pada lafaz اأضحكهم اأبكيتهم , saja, yaitu
sebagai berikut:
Hasil penelusuran dari lafaz أضحكهما
افقال ارجع عليهما فأضحكهم
، ، ، ، حم: - جو: جهاد -ن: بيعة - د: جهاد
126
Umar bin Ahmad Baraja (w. 1331 H), al-Akhlāq li-al-Banīn, Jilid 2, 22. 127
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
Jilid 3, 486.
107
Hasil penelusuran dari lafaz أبكيتهما
فقال ارجع عليهما فأضحكهما كما أبكيتهما
د: جهاد
ن: بيعة
جو: جهاد
، ، ، ، حم:
Dari hasil takhrīj di atas, hadis tersebut terdapat di dalam kitab Sunan
Abī Dāwud dalam bab jihad, sub-bab 31 karya Abī Dāwud (w. 275 H), Sunan
al-Nasā’ī dalam bab baiʿah, sub-bab 10 karya al-Nasā’ī (w. 303 H), Sunan
Ibn Mājah bab jihād, sub-bab 12 karya Ibn Mājah (w. 273 H), Musnad
Aḥmad pada jilid 2, halaman 160, 194, 198, 2014 karya Aḥmad b. Ḥanbal (w.
241 H). Berikut adalah redaksi di dalam kitab tersebut.
Redaksi hadis dalam kitab Sunan Abī Dāwud
ث نا عطاء بن الساائب، عن أبي ث نا مماد بن كثي، أخب رن سفيان، حدا و، عن عبد اللا بن حدا
ة، عمرو قال: جاء رجل إل رسول اللا صلاى الله عليو وسلام ف قال: جئت أبيعك على الجر
ت ه »وت ركت أب ويا ي بكيان، ف قال: «ماارجع عليهما فأضحكهما كما أبكي
128
Arent Jan Wensink (w. 1358 H), Muʿjam Mufharas li-Alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabawī,
Jilid 1, 212. 129
Abī Dāwud Sulaimān b. al-Ashʿath al-Sijstānī al-Azdī (w. 275 H), Sunan Abī
Dāwud, Jilid 3, 29.
108
Redaksi hadis dalam kitab Sunan al-Nasā‟ī
ث نا حااد بن زيد، عن عطاء بن الساائب، عن أ بيو، أخب رن يي بن حبيب بن عرب قال: حدا
عليو وسلام ف قال: إني جئت أبيعك على عن عبد اللا بن عمرو، أنا رجلا أتى النابا صلاى الله
ت هما»الجرة، ولقد ت ركت أب ويا ي بكيان قال: «ارجع إليهما فأضحكهما كما أبكي
Redaksi hadis dalam kitab Sunan Ibn Mājah
ث نا أبو كريب م ث نا المحارب، عن عطاء بن الساائب، عن أبيو، عن حدا ماد بن العلاء قال: حدا
، إني عبد اللا بن عمرو قال: أتى رجل رسول اللا صلاى الله عليو وسلام ف قال: ي رسول اللا
ار الآخرة، ولقد أت يت وإنا والديا لي بكيان، قال: جئت أريد ال هاد معك، أب تغي وجو اللا والدا
ت هما» «فارجع إليهما، فأضحكهما كما أبكي
Redaksi hadis dalam kitab Musnad Aḥmad
ث نا سفيان، عن ع طاء بن الساائب، عن أبيو، عن عبد الله بن عمرو بن العاص، قال: جاء حدا
أب ويا رجل إل الناب صلاى الله عليو وسلام ي بايعو، قال: جئت لبيعك على الجرة، وت ركت
ت هما "ي بكيان، قال: " ف ارجع إليهما فأضحكهما كما أبكي
130
Abū ʿAbd al-Raḥmān Aḥmad b. Shuʿaib al-Nasā’ī (w. 303 H), Sunan al-Nasā‟ī,
Jilid 4, 161-162. 131
Abī ʿAbd Allāh Muḥammad b. Yazîd al-Qazwīnī Ibn Mājah (w. 273 H), Sunan Ibn
Mājah, Jilid 4, 326-327. 132
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 2, 160.
109
ث نا عطاء بن الساائب، عن أبيو، عن عبد الله بن عمرو، ث نا إساعيل بن إب راىيم، حدا قال: حدا
جئت لبيعك، وت ركت أب ويا ي بكيان، قال: ف قال:جاء رجل إل الناب صلاى الله عليو وسلام،
ت هما " وأب أن ي بايعو " فارجع إليهما فأضحكهما كما أبكي
ث نا عبد الرازااق، أخب رن سفيان، عن عطاء بن الساائب، عن أبي و، عن عبد الله بن عمرو، حدا
، وت ركت بيعك على الجرة قال: جاء رجل إل الناب صلاى الله عليو وسلام ف قال: إني جئت ل
ت هما "أبك أب ويا ي بكيان؟ قال: " فارجع إليهما، فأضحكهما كما ي
ث نا شعبة، عن عطاء بن الساائب، عن أبيو، عن عبد الله بن ع ث نا مماد بن جعفر، حدا مرو، حدا
تك قال: أتى النابا صلاى الله عليو وسلام رجل ي بايعو على الجرة، وغلاظ علي و، ف قال: ما جئ
ت هما ت هما "-ي عن والديو -حتىا أبكي ، قال: " ارجع فأضحكهما كما أبكي
133
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 2, 194. 134
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 2, 198. 135
Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh al-Shaibānī (w. 241 H), Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal, Jilid 2, 204.
110
2. Skema Sanad Hadis
عن
قال
w. 63 H
w. 11 H
عن
عن
عن
حدثنا أخبرنا أخبرنا
حدثنا حدثنا حدثنا
حدثنا
عن حدثنا عن
حدثنا
حدثنا
حدثنا
أخبرنا
حدثنا
w. tt H
w. 136 H
w. 161 H
w. 223 H
w. 275 H
w. 241 H
w. 303 H
w. 248 H
w. 179 H
w. 275 H w. 275 H
w. 248 H
w. 185 H w. 160 H w. 193 H
w. 211 H w. 193 H
اللهل و س ر
روب نال ع اصع ب داللهب ن ع م
(السائب)أ بيه
ع ط اءب نالسائب
ي ان إس اعيل ب ن إب ر اهيم ش ع ب ة ح اد ب ن ز ي د ال م ح اربي س ف
ثي ك ع ب د الرزاق م مد ب ن
أحد
أبداود
م مد ب ن ج ع ف ر
إبنماجه
ك ر ي ب ءأ ب و م مد ب ن ال ع ل بيب ب ن ح ي ي
نسائ
111
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis
Jalur Abī Dāwud
Abī Dāwud, nama lengkapnya adalah Sulaimān b. al-Ashʿath b.
Shaddād b. ʿAmr b. ʿĀmir Abī Dāwud, ia wafat pada tahun 275 H. Ia berguru
kepada Muḥammad b. Kathīr, Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal, Ibrāhīm b.
Ḥamzah al-Zubairī dan juga ia memiliki murid yaitu al-Tirmidhī, Ibrāhīm b.
Ḥamdān al-ʿĀqūlī, Muḥammad b. Yaḥya b. Mirdās. Ia menerima hadis dari
gurunya dengan lafaz “ḥaddathanā”. Adapun penilaian kritikus hadis
terhadapnya adalah Abū Bakr al-Khallāl menilai imām al-Muqaddam,
Aḥmad b. Muḥammad b. Yāsīn menilai ḥuffāẓ al-Islām li-al-Ḥadīth, Abū
Ḥātim menilai Ḥāfiẓ, penulis kitab al-Sunan, al-Ḥākim Abū ʿAbd Allāh
menilai imām ahl al-Ḥadīth.136
Muḥammad b. Kathīr, nama lengkapnya adalah Muḥammad b. Kathīr
al-ʿAbdī Abū ʿAbd Allāh al-Baṣrī, ia wafat pada tahun 223 H. Ia berguru
kepada Sufyān al-Thaurī, Ibrāhīm b. Nāfiʿ al-Makkī, Isrā’īl b. Yūnus dan
juga ia memiliki murid yaitu Abū Dāwud, al-Bukhārī, Muslim. ia menerima
hadis dari gurunya dengan lafaz “akhbaranā”. Adapun penilaian kritikus
hadis terhadapnya adalah Yaḥya b. Maʿīn menilai ṣadūq, Abū Ḥātim menilai
ṣadūq, Ibn Ḥajar menilai thiqah, Ibn Ḥibbān menilai thiqah.137
Sufyān, nama lengkapnya adalah Sufyān b. Saʿīd b. Masrūq al-Thaurī.
Ia lahir pada tahun 97 H dan wafat pada tahun 161 H. Ia berguru kepada
ʿAṭā’ b. al-Sā’ib, Ibrāhīm b. ʿAbd al-Aʿlā, Ibrāhīm b. ʿUqbah dan juga ia
memiliki murid yaitu Muḥammad b. Kathīr, Abān b. Taghlib, Shuʿbah,
Abū Usāmah. Ia menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun
penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah Yaḥyā b. Maʿīn menilai āmir al-
136
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 11, 355-367. 137
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 26, 334-336.
112
Mu‟minīn fī al-Ḥadīth, Shuʿbah menilai Aḥfāẓ, Abū ʿĀṣim al-Nubail āmir al-
Mu‟minīn fī al-Ḥadīth, Sufyān b. ʿUyainah menilai aṣḥāb al-Ḥadith.138
ʿAṭā’ b. al-Sā’ib, nama lengkapnya adalah ʿAṭā’ b. al-Sā’ib b. Mālik
Abū Zaid, ia wafat pada tahun 136 H. Ia berguru kepada ayahnya al-Sā’ib b.
Mālik, Anas b. Mālik, Ḥarb b. ʿUbaid Allāh al-Thaqafī dan juga ia memiliki
murid yaitu Sufyān al-Thaurī, Ibrāhīm b. Ṭahmān, Ismāʿīl b. Abī Khālid. Ia
menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus
hadis terhadapnya adalah Ibrāhīm b. Mahdī menilai thiqah, Aḥmad b. Ḥanbal
menilai thiqah thiqah, al-Nasā’ī menilai thiqah.139
Abīhi ( al-Sā’ib b. Mālik), nama lengkapnya adalah al-Sā’ib b. Mālik
al-Thaqafī Abū Yaḥya (penulis tidak menemukan tahun wafatnya). Ia
berguru kepada ʿAbd Allāh b. ʿAmr b. al-ʿĀṣ, ʿAbd Allāh b. ʿUmar b. al-
Khaṭṭāb, ʿAlī b. Abī Ṭālib dan juga ia memiliki murid yaitu anaknya ʿAṭā’ b.
Mālik, Abū Isḥāq al-Sabīʿī, Abū al-Bakhtarī. Ia menerima hadis dari gurunya
dengan lafaz “ʿan”. Adapun penilaian kritikus hadis terhadapnya adalah al-
ʿIjlī menilai thiqah, Ibn Ḥibbān menilai thiqah.140
ʿAbd Allāh b. ʿAmr b. al-ʿĀṣ, nama lengkapnya adalah ʿAbd Allāh b.
ʿAmr b. al-Āṣ b. Wā’il b. Hāshim b. Saʿīd b. Saʿad b. Sahm al-Qarashī. Ia
wafat pada tahun 63 H. Ia merupakan seorang ṣaḥābah dan berguru kepada
Nabi SAW, Abū Bakr al-Ṣiddīq, ʿUmar b. al-Khaṭṭāb dan juga ia memiliki
murid yaitu al-Sā’ib b. Mālik al-Thaqafī, Jabīr b. Nufair, al-Shaʿbī. Ia
menerima hadis dari gurunya dengan lafaz “qāla”. Adapun penilaian kritikus
hadis terhadapnya adalah al-Dhahabī menilai ṣaḥābah.141
138
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 11, 154-169. 139
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 20, 86-94. 140
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 10, 192-293. 141
Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī (w. 742 H), Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā‟
al-Rijāl, Jilid 15, 357-362.
113
Berdasarkan data di atas, dari segi ketersambungan sanad, seluruh
rangkaian sanad bersambung, hal itu didukung oleh pernyataan berupa
penyebutan nama dalam daftar guru dan murid dari masing-masing
periwayat. Kemudian dari segi penilaian jarḥ dan taʿdīl-nya seluruh
periwayat mendapatkan penilaian positif (taʿdīl) dan menunjukan ke-thiqah-
an para periwayat, maka dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini ṣaḥīḥ.
114
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian sanad terhadap hadis-hadis akhlak kepada
kedua orang tua yang terdapat di dalam kitab al-Akhlāq li-al-Banīn karya
Umar bin Ahmad Baraja dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan pertanyaan
yang terdapat di dalam rumusan masalah. Hadis yang diteliti adalah 13 hadis,
Dari 13 hadis tersebut terdapat 6 hadis yang berkualitas ṣaḥīḥ yaitu hadis ke-
2, 3, 9, 10, 12 dan 13. Kemudian ada 1 hadis berkualitas ḥasan yaitu hadis ke-
4. Kemudian 6 hadis sisanya diriwayatkan di luar al-Kutub al-Tisʿah yaitu
hadis ke 1, 5, 6, 7, 8, dan 11. Sesuai pembatasan masalah, penulis hanya
meneliti hadis yang terdapat di dalam kitab al-Kutub al-Tisʿah saja, sehingga
hadis-hadis tersebut diteliti hanya sampai penyebutan redaksi dan lokasi
tempat hadis itu dikutip, sehingga belum dapat dipastikan kualitasnya.
Dengan demikian dari 13 hadis yang diteliti, sebanyak 6 hadis yang
berkualitas ṣaḥīḥ, 1 hadis berkualitas ḥasan, dan 6 lainnya belum dapat
dipastikan kualitasnya.
B. Saran-saran
1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan meneliti hadis-hadis yang belum
dibahas di dalam penelitian ini seperti hadis-hadis yang terdapat di bab
lainnya.
2. Penelitian berikutnya tidak hanya berfokus kepada kualitas ke-ṣaḥīḥ-an
sanad saja melainkan juga berfokus pada matan.
3. Penulis menyarankan agar lebih selektif lagi dalam menggunakan hadis
yang akan dijadikan landasan dalil atau menjadikannya sebagai ḥujjah.
115
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Muhammad Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-
Qur’an. Jakarta: AMZAH
Abidin, Muhammad Zainul. 2019. Skripsi: Pembelajaran Kitab Akhlak Lil
Banin Bagi Orang Tua untuk Mendidik Anak di TPA Nurul Ihsan Desa
Jenar, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen. Surakarta: IAIN
Surakarta
Adim, Abdul. 2016. Pemikiran Akhlak Menurut Syaikh Umar bin Ahmad
Baraja. Jurnal Studia Insania, vol 4, no. 2
Al-‘Asqalānī, Shihāb al-Dīn Aḥmad b. ‘Alī b. Ḥajar. 1995. Tahdhīb al-
Tahdhīb. Beirut: Dār al-Fikr
Al-‘Irāqī, Abū al-Faḍl Zain al-Dīn ‘Abd al-Raḥīm b. Ḥusain b. ‘Abd al-
Raḥmān b. Abī Bakr b. Ibrāhīm. 2005. al-Mughnī ‘an Ḥaml al-Asfār.
Beirut: Dār Ibn Ḥazm
Al-Aṣbahānī, Abū Nuʿaim Aḥmad b. ʿAbd Allāh b. Aḥmad b. Isḥāq b. Mūsā
b. Mihrān. 1974. Ḥilyah al-Auliyā’ wa Ṭabaqāt al-Asfiyā’. Mesir: al-
Saʿādah
Al-Azdī, Abī Dāwud Sulaimān b. al-Ashʿath al-Sijstānī. 1997. Sunan Abī
Dāwud. Beirut: Dār Ibn Ḥazm
Al-Baghdādī, Abū Bakr Aḥmad b. ʿAlī b. Thābit b. Aḥmad b. Mahdī al-
Khaṭīb. 1997. Tārīkh Baghdād. Dār al-Kutub al-ʿIlmiyyah
Al-Bukhārī, Abū ‘Abd Allāh Muḥammad b. Ismāʿīl. 1994. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī.
Beirut: Dār al-Fikr
Al-Dārimī, Abū Muḥammad ʿAbd Allāh b. ʿAbd al-Raḥmān b. al-Faḍl b.
Bahrām. 2000. Sunan al-Dārimī. Riyadh: Dār al-Mughnī
116
Al-Dimashqī, Abū Al-Fadā’ Ismāʿīl b. Muḥammad b. ‘Abd al-Hādī al-Jarāḥī
al-ʿAjlūnī. 2000. Kashf al-Khafā’ wa Muzīl al-Ilbās. tt: Maktabah al-
ʿIṣriyyah
Al-Fatanī, Muḥammad Ṭāhir b. ʿĀlī al-Ṣidāqī al-Hindī. 1924. Tadhkirah al-
Mauḍūʿāt. tt: Idārah al-Ṭabāʿah al-Munīriyyāh
Al-Ghazāli, Abī Ḥāmid Muḥammad b. Muḥammad. 2005. Iḥyā’ ʿUlūm al-
Dīn. Beirut: Dār Ibn Ḥazm
Al-Haithamī, Abū al-Ḥasan Nūr al-Dīn ʿAlī b. Abī Bakr b. Sulaimān. 1994.
Majmaʿ al-Zawā’id wa Manbaʿ al-Fawā’id. Kairo: Maktabah al-Qudsī
Al-Hindī, Muttaqī. 1985. Kanz al-‘Ummāl fī Sunan al-‘Aqwāl wa al-Afʿāl.
Beirut: Mu’assasah al-Risālah
Al-Jauzī, Jamāl al-Dīn ‘Abd al-Raḥmān b. ʿAlī b. Muḥammad. 1968. al-
Mauḍūʿāt. Madinah: Maktabah al-Salafiyyah
Al-Jurjānī, Abū Aḥmad b. ʿAdī. 1997. al-Kāmil fī Ḍuʿafā’ al-Rijāl. Beirut:
Dār al-Kutub al-ʿIlmiyyah
Al-Kanānī, Nūr al-Dīn ʿAli b. Muḥammad b. ʿAlî b. ‘Abd al-Raḥmān Ibn
ʿIrāqi. 1979. Tanzīh al-Sharī al-Marfūʿah ʿan al-Akhbār al-Shanīʿah
al-Mauḍūʿah. Beirut: Dār al-Kutub al-ʿIlmiyyah
Al-Mizī, Jamāl al-Dīn Abī al-Ḥajjāj Yūsuf. tt. Tahdhīb al-Kamāl fī Asmā’ al-
Rijāl. Beirut: Mu’assasah al-Risālah
Al-Mundhirī, ʿAbd al-ʿAẓīm b. ʿAbd al-Qawī b. ‘Abd Allāh Abū Muḥammad
Zakī al-Dīn. 1997. al-Targhīb wa al-Tarhīb min al-Ḥadīth al-Sharīf,
Beirut: Dār al-Kutub al-ʿIlmiyyah
Al-Naisābūrī, Abū ʿAbd Allāh Al-Ḥākim. 1990. al-Mustadrak ʿala Ṣaḥīḥain.
Beirut: Dār al-Kutub al-ʿIlmiyyah
Al-Naisābūrī, Muslim b. al-Ḥajjāj Abū al-Ḥasan al-Qushairī. tt. Ṣaḥīḥ
Muslim. Beirut: Dār Iḥyā al-Tirāth al-‘Arabī
Al-Nawawi, tt. al-Adhkār. Bandung: Al-Maʿarif
117
Al-Qurtubī, Abū ʿAmr Yûsuf b. ʿAbd Allâh al-Namrī. 1967. al-Tamhīd limā
fī al-Muwaṭā’ min al-Maʿānī wa al-Asānīd. Magrib: Wizrah ʿUmūm al-
Auqāf wa al-Sha’wan al-Islāmiyyāh
Al-Shaibānî, Aḥmad b. Muḥammad b. Ḥanbal Abū ‘Abd Allāh. Musnad
Imām Aḥmad b. Ḥanbal. Mesir: Maṭbaʿah al-Maimuniyah
Al-Shaukānī, Muḥammad b. ʿAlī b. Muḥammad. tt. al-Fawā’id al-Majmūʿah
fī al-Aḥādīthi al-Mauḍūʿah. Beirut: Dār al-Kutub al-ʿIlmiyyah
Al-Suyūṭī, ʿAbd al-Raḥmān b. Abī Bakr, Jalāl al-Dīn. tt. al-Dūr al-Manthūr fī
Tafsīr al-Ma’thūr. Beirut: Dār al-Fikr
Al-Suyūṭī, ʿAbd al-Raḥmān b. Abū Bakr Jalāl. 1996. al-La’āli al-Masnūʿah fī
al-Aḥādīth al-Mauḍūʿah. Beirut: Dār al-Kutub al-ʿIlmiyyah
Al-Ṭaḥān, Maẖmud. 1985. Taisîr Muṣalaẖ al-Ḥadīth. Jakarta: Daar al-
Hikmah
Al-Ṭaḥān, Maḥmud. 2015. Ushūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd terj
M.Ridwan Nasir. Surabaya: IMTIYAZ
Al-Tirmidhī, Abī ‘Īsa Muḥammad b. ‘Îsa b. Saurah. tt. Sunan al-Tirmidhī,
(Amman: Bait al-Afkār al-Dauliyah
Al-Zailaʿī, Jamāl al-Dīn Abū Muḥammad ʿAbd Allāh b. Yūsuf b.
Muḥammad. 1994. Takhrīj al-Aḥādīth fī Tafsīr al-Kashāf. Riyadh: Dār
Ibn Khuzaimah
Al-Zubaidī, Muḥammad b. Muḥammad al-Ḥusainī. 1994. Itḥāf al-Sādah al-
Muttaqīn, (Beirut: Mu’assasah al-Tārīkh al-‘Arabī
Amin, Samsul Munir. 2016. Ilmu Akhlak. Jakarta: AMZAH
Ansari, Muhammad. 2013. Tesis: Takhrij Hadis-Hadis Tentang Wudu Pada
Kitab Fath al-Mu’în Karya Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari. Medan:
IAIN Sumatera Utara
Anwar, Rosikhon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia
118
ʿAsākir, Abū al-Qāsim ʿAlī b. al-Ḥasan Ibn. 1995. , Tārīkh Dimashq. Beirut:
Dār al-Fikr.
Asmaran. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Citra Niaga Rajawali Pers
Aziz, Abdul. 2010. Skripsi: Studi Kualitas Sanad Hadis Bab Gibah Kitab
Irshād al-‘Ibād ilā Sabīl al-Rashād Jakarta: UIN Jakarta
Baraja, Umar bin Ahmad. tt. Akhlāq li-al-Banīn. Surabaya: Maktabah Ahmad
Nabhan
Bruinessen, Martin Van. 1995. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat:
Tradisi-Tradisi Islam Indonesia. Bandung: Mizan
Damanhuri, 2007. Skripsi: Studi Kualitas Sanad dan Matan Hadis dalam
Kitab Nasaḥiḥ al-‘Ibād Pada Bab al-Suba’iy Tentang Larangan
Tertawa. Jakarta: UIN Jakarta
Hajjaj, Muhammad Fauqi. 2011. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta:
AMZAH
Hakim, Abdul. 2011. Tarekat ‘Awaliyah di Kalimantan Selatan – Sebuah
Telaah Unsur Neo-Sufisme dalam Tarekat, AL-BANJARI, Vol. 10, No.
1
Ḥanbal, Aḥmad bin. 1994. al-Musnad li al-Imām Aḥmad b. Ḥanbal. Bairut:
Dār al-Fikr
Hasan, Muhammad Tholhah. 2005. Islam dan Masalah Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Lantabora Press
Herlambang, Saifuddin. 2019. Menyingkap Khazanah Ilmu Hadis. Tangerang
Selatan:YPH el-Bukhari
Hilmiyah, Siti Munawwaroh. 2018. Skripsi: Kualitas Sanad Hadis Tentang
Dajjal dalam Kitab Dzurrāt al-Nāsiḥīn. Jakarta: UIN Jakarta
Ismail, M. Syuhudi. 1999. Cara Praktis Mencari Hadis. Jakarta: Bulan
Bintang
119
Ismail, M. Syuhudi. 2014. Kaisah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan
Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang
Ismail, M. Syuhudi. 2016. Metodologi Penelitian Hadits Nabi. Jakarta: Bulan
Bintang
Khon, Majid. Ulumul Hadits. 2005. Jakarta: PSW UIN Jakarta
Mājah, Abī ‘Abd Allāh Muḥammad b. Yazīd al-Qazwīnī Ibn. 1998. Sunan
Ibn Mājah. Beirut: Dār al-Jīl
Mas’ud, Ali. 2012. Akhlak Tasawuf. Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya
Maskawaih, Abu ʿAli Aḥmad b. Muḥammad b. Yaʿqub. tt. Tahdhīb al-
Akhlāq wa Taṭhīr al-Aʿrāqī . Beirut: Maktabah al-Thaqāfah al-Dīniyah
Mustaqim, Abdul. 2013. Akhlak Tasawuf . Yogyakarta: Kaukaba
Nasional, Departemen Pendidikan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa
Nata, Abuddin. 2015. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajawali
Pers
Nuhla, Azka. 2016. Skripsi: Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-
Akhlāq li-al-Banīn Karya Umar bin Ahmad Baraja. Semarang: UIN
Walisongo Semarang
RI, Kementerian Agama. 2012. Al-Qurān dan Terjemahannya. Jakarta: PT
Sinergi Pustaka Indonesia
Rohmah, Mutiara Lailatur. 2018. Skripsi: Pengaruh Program Intensif Belajar
Kitab Akhlâq li al-Banîn Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII di
MTs Negeri Krian Sidoarjo. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya.
Rosidi, Hermawati. 2019. Skripsi: Pendidikan Anak dalam Kitab Akhlāq li
al-Banīn Jilid I. Jakarta: UIN Jakarta
Soekahar, 2002. Satanisme dalam Pelayanan Pastoral. Malang: Gandum
Mas
120
Syamhudi, Muhammad Hasyim. 2015. Akhlak Tasawuf dalam Konstruksi
Piramida Ilmu Islam. Malang: Madani Media
Syatori, M. 1987. Ilmu Akhlak. Bandung: Lisan
Ulama’i, A. Hasan Asy’ari. 2006. Melacak Hadis Nabi SAW: Cara Cepat
Mencari Hadis dari Manual Hingga Digital. Semarang: RaSAIL
Wahid, Ramli Abdul dan Desi Masri. 2018. Perkembangan Terkini Studi
Hadis di Indonesia. Jurnal MIQOT, vol. 42, No. 2.
Wensink, Arent Jan. 1936. Muʿjam Mufharas li-alfāẓ al-Ḥadīth al-Nabāwī.
Leiden: Maktabah Brīl
Yafie, Ali. 1997. Teologi Sosial. Yogyakarta: LKPSM
Yunus, Mahmud. 1995. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Mutiara
Yusuf, A. Muri. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
Penelitian Gabungan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Zainal, Veithzal Rivai. 2018. Manajemen Akhlak Menuju Akhlak Alquran.
Jakarta: Salemba Diniyah
Zughlūl, Abū Ḥājar Muḥammad al-Saʿīd b. Basyūnī. tt. Mausūʿah Aṭrāf al-
Ḥadīth al-Nabawwi al-Sharīf. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah