ktm wto ke 9 dan paket bali id0 1387252576

2
KTM WTO ke-9 dan Paket Bali Ditulis oleh Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan Beberapa hari lagi akan digelar perhelatan akbar Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-9 di Bali. Sejumlah 159 negara anggota WTO dan sekitar 25 negara observer yang total mewakili 97% perdagangan dunia akan mengirimkan utusan setingkat menteri untuk mengikuti KTM WTO yang dijadwalkan berlangsung dari tanggal 3 sampai dengan 6 Desember 2013. Diperkirakan anggota delegasi, ditambah kalangan jurnalis dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta bisnis yang akan berada di Bali pada minggu pertama Desember nanti akan mencapai 10.000 orang. Apakah perlehatan ini memang demikian penting? KTM ke-9 ini akan sangat menentukan apakah agenda pembangunan yang diusung dalam Putaran Perundingan Doha sejak tahun 2001 dapat diselesaikan dalam waktu dekat. Oleh karena itu, sangat diharapkan bahwa KTM di Bali nanti dapat menghasilkan terobosan dengan menyepakati Paket Bali yang meskipun kecil tetapi ‘kredibel’ untuk menyelesaikan Agenda Doha lainnya. Ada kesepakatan umum bahwa Paket Bali tidak harus mencakup semua isu runding dari Agenda Doha yang terbukti sangat sulit diselesaikan secara bersamaan. Paket Bali yang sedang dirundingkan di Jenewa hari-hari ini harus dapat membangun kembali kepercayaan semua pihak terhadap WTO sebagai forum utama untuk menegosiasikan perbaikan sistem perdagangan multilateral ke arah yang lebih adil bagi negara berkembang. Paket Bali tersebut akan menjadi kesepakatan politik negara-negara anggota WTO yang minimal harus mencakup tiga dari sekian isu runding yang belum dapat diselesaikan dalam 12 tahun Perundingan Putaran Dohaempat tahun lebih lama dari Perundingan Putaran Uruguay yang menghasilkan pembentukan WTO pada tahun 1994. Ketiga isu tersebut adalah (1) pertanian, yang mencakup masalah penimbunan stok untuk ketahanan pangan, persaingan ekspor produk pertanian, dan administrasi tariff rate quota; (2) fasilitasi perdagangan; dan (3) masalah pembangunan yang merupakan kepentingan khusus negara kurang berkembang seperti duty free-quota free, ketentuan Surat Keterangan Asal, dan kemudahan akses pasar jasa ke negara- negara maju. Pendekatan bertahap dengan tetap menghormati prinsip ‘ single undertaking’ ini dilakukan dengan kesadaran bahwa tak mungkin untuk menyelesaikan semua isu perundingan Doha yang demikian luas dan sensitif dalam waktu yang terbatas, apalagi masing-masing negara dihadapkan pada isu domestik yang tidak kalah pentingnya. Karena itu, targetnya adalah menyepakati Paket Bali yang meskipun kecil tetapi mencerminkan adanya perhatian terhadap isu-isu yang dihadapi oleh negara berkembang. Isu Pertanian Pertanian selalu mendominasi perundingan di WTO. Karena itu tidak mengherankan apabila perundingan pertanian tidak mengalami kemajuan, maka isu runding lain juga tidak akan bergerak meskipun perdagangan sektor pertanian hanya mewakili 10% dari total perdagangan dunia. Hal ini disebabkan karena tingginya muatan politik di sektor pertanian karena adanya subsidi dan fasilitas lainnya yang diberikan pemerintah kepada petani khususnya di negara yang sudah maju.

Upload: gugum-gumilar

Post on 16-Jan-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

how to get lots of money

TRANSCRIPT

Page 1: Ktm Wto Ke 9 Dan Paket Bali Id0 1387252576

KTM WTO ke-9 dan Paket Bali Ditulis oleh Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan

Beberapa hari lagi akan digelar perhelatan akbar Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-9 di Bali. Sejumlah 159 negara anggota WTO dan sekitar 25 negara observer yang total mewakili 97% perdagangan dunia akan mengirimkan utusan setingkat menteri untuk mengikuti KTM WTO yang dijadwalkan berlangsung dari tanggal 3 sampai dengan 6 Desember 2013. Diperkirakan anggota delegasi, ditambah kalangan jurnalis dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta bisnis yang akan berada di Bali pada minggu pertama Desember nanti akan mencapai 10.000 orang. Apakah perlehatan ini memang demikian penting?

KTM ke-9 ini akan sangat menentukan apakah agenda pembangunan yang diusung dalam Putaran Perundingan Doha sejak tahun 2001 dapat diselesaikan dalam waktu dekat. Oleh karena itu, sangat diharapkan bahwa KTM di Bali nanti dapat menghasilkan terobosan dengan menyepakati Paket Bali yang meskipun kecil tetapi ‘kredibel’ untuk menyelesaikan Agenda Doha lainnya. Ada kesepakatan umum bahwa Paket Bali tidak harus mencakup semua isu runding dari Agenda Doha yang terbukti sangat sulit diselesaikan secara bersamaan. Paket Bali yang sedang dirundingkan di Jenewa hari-hari ini harus dapat membangun kembali kepercayaan semua pihak terhadap WTO sebagai forum utama untuk menegosiasikan perbaikan sistem perdagangan multilateral ke arah yang lebih adil bagi negara berkembang.

Paket Bali tersebut akan menjadi kesepakatan politik negara-negara anggota WTO yang minimal harus mencakup tiga dari sekian isu runding yang belum dapat diselesaikan dalam 12 tahun Perundingan Putaran Doha—empat tahun lebih lama dari Perundingan Putaran Uruguay yang menghasilkan pembentukan WTO pada tahun 1994. Ketiga isu tersebut adalah (1) pertanian, yang mencakup masalah penimbunan stok untuk ketahanan pangan, persaingan ekspor produk pertanian, dan administrasi tariff rate quota; (2) fasilitasi perdagangan; dan (3) masalah pembangunan yang merupakan kepentingan khusus negara kurang berkembang seperti duty free-quota free, ketentuan Surat Keterangan Asal, dan kemudahan akses pasar jasa ke negara-negara maju.

Pendekatan bertahap dengan tetap menghormati prinsip ‘single undertaking’ ini dilakukan dengan kesadaran bahwa tak mungkin untuk menyelesaikan semua isu perundingan Doha yang demikian luas dan sensitif dalam waktu yang terbatas, apalagi masing-masing negara dihadapkan pada isu domestik yang tidak kalah pentingnya. Karena itu, targetnya adalah menyepakati Paket Bali yang meskipun kecil tetapi mencerminkan adanya perhatian terhadap isu-isu yang dihadapi oleh negara berkembang.

Isu Pertanian

Pertanian selalu mendominasi perundingan di WTO. Karena itu tidak mengherankan apabila perundingan pertanian tidak mengalami kemajuan, maka isu runding lain juga tidak akan bergerak meskipun perdagangan sektor pertanian hanya mewakili 10% dari total perdagangan dunia. Hal ini disebabkan karena tingginya muatan politik di sektor pertanian karena adanya subsidi dan fasilitas lainnya yang diberikan pemerintah kepada petani khususnya di negara yang sudah maju.

Page 2: Ktm Wto Ke 9 Dan Paket Bali Id0 1387252576

Kini, di saat sejumlah negara berkembang mulai memiliki ruang fiskal untuk melakukan hal yang sama (memberikan subsidi kepada petani), serta didorong oleh kebutuhan untuk menjamin ketersediaan pangan bagi penduduk yang semakin bertambah sambil meningkatkan taraf hidup petani kecil dan golongan miskin di pedesaan, negara berkembang menuntut fleksibilitas dalam Perjanjian Pertanian WTO. Hal ini bertolak belakang dengan posisi negara maju yang telah memberikan subsidi pertanian dalam jumlah besar dan dituntut untuk menguranginya secara drastis.

Fasilitasi Perdagangan

Bagian yang tidak kalah penting dari isu akses pasar adalah mengatur kelancaran arus keluar-masuk barang di pelabuhan secara cepat, murah dan mudah sehingga perdagangan internasional dapat semakin ditingkatkan dan terjadi pembentukan harga yang menguntungkan bagi konsumen. Kesepakatan fasilitasi perdagangan ini akan sangat membantu Indonesia karena upaya penetrasi pasar di Asia, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin akan dapat dilakukan secara lebih pasti dan mudah, serta terbebas dari hambatan-hambatan di pelabuhan seperti yang berlangsung saat ini. Perundingan fasilitasi perdagangan di Jenewa saat ini terfokus pada upaya mencapai keseimbangan antara komitmen negara berkembang untuk melakukan berbagai perbaikan, dan komitmen negara maju untuk memberikan bantuan teknis dan finansial kepada negara berkembang untuk memenuhi komitmennya.

Isu Pembangunan dan LDCs

Meningkatnya perdagangan dunia tentu harus membawa kesejahteraan yang lebih baik bagi semua negara anggota WTO. Saat ini sekitar dua pertiga anggota WTO adalah negara berkembang dan negara kurang berkembang (Least-Developed Countries atau LDCs), dan sekitar 53 negara anggota WTO dapat dikategorikan sebagai LDCs. Negara-negara ini perlu mendapatkan perlakuan khusus dan tambahan akses ke perdagangan dunia untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu perlakuan khusus ini adalah pemberian fasilitas duty-free, quota-free atau DFQF, dan pemberian akses khusus ke sektor jasa di negara maju (dikenal dengan istilah “services waiver”).

Isu di atas hanyalah sebagian kecil dari isu runding di bawah agenda Doha di WTO, dan isu itulah yang kini menjadi fokus untuk disepakati di KTM WTO ke-9 di Bali. Beberapa negara anggota juga merundingkan isu lain, khususnya perluasan cakupan dan keanggotaan Information technology Agreement II (ITA-II). Bagi Indonesia, yang bertindak sebagai Ketua KTM WTO ke-9, menyelamatkan Paket Bali dengan tiga elemen seperti digambarkan di atas, merupakan prioritas pertama. Memang Paket Bali tampaknya kecil dari segi jumlah isu runding, namun terbukti bahwa merundingan paket kecil pun bukan hal mudah untuk diselesaikan. Untuk itu, political engagement yang dibarengi dengan peningkatan technical engagement di Jenewa mutlak diperlukan agar KTM Bali dapat menghasilkan sesuatu seperti harapan semua anggota WTO. Ini memerlukan diplomasi perdagangan yang proaktif, dan Indonesia akan terus mengupayakannya seperti dilakukan sejak bulan Januari tahun ini di Davos hingga forum APEC di Bali serta KTT ASEAN dan KTT Asia Timur di Brunei Darussalam.

--oo0oo--