kti rendahnya pengguna akseptor kb iud di puskesmas xx periode april 2010 s

50
KTI RENDAHNYA PENGGUNA AKSEPTOR KB IUD DI PUSKESMAS XX PERIODE APRIL 2010 s/d APRIL 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama yang dihadapi diIndonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya pertumbuhan penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan Program Keluarga Berencana. Program KB ini dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program ini salah satu tujuannya adalah penjarangan kehamilan mengunakan metode

Upload: mas-ujang

Post on 11-Dec-2014

126 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

KTI

TRANSCRIPT

Page 1: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

KTI RENDAHNYA PENGGUNA AKSEPTOR KB IUD DI PUSKESMAS XX PERIODE APRIL 2010 s/d APRIL 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah.

Masalah utama yang dihadapi diIndonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya

pertumbuhan penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan

dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar

usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Pemerintah

terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan Program Keluarga Berencana.

Program KB ini dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun

1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program ini salah

satu tujuannya adalah penjarangan kehamilan mengunakan metode kontrasepsi dan menciptakan

kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan

pengendalian penduduk.

Pendapat Malthus yang dikutip oleh Manuaba (1998) mengemukakan bahwa

pertumbuhan dan kemampuan mengembangkan sumber daya alam laksana deret hitung,

sedangkan pertumbuhan dan perkembangan manusia laksana deret ukur, sehingga pada suatu

titik sumber daya alam tidak mampu menampung pertumbuhan manusia telah menjadi

kenyataan.

Page 2: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Berdasarkan pendapat di atas, diharapkan setiap keluarga memperhatikan dan

merencanakan jumlah keluarga yang diinginkan berkenaan dengan hal tersebut. Paradigma baru

Program KB Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi “Keluarga

berkualitas 2015” untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas adalah keluarga sejahtera, sehat,

maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab,

Harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Sarwono, 2003 ).

Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil mendorong peningkatan peran serta

masyarakat dalam membangun keluarga kecil yang makin mandiri. Keberhasilan ini mutlak

harus diperhatikan bahkan terus ditingkatkan karena pencapaian tersebut belum merata.

Sementara ini kegiatan Keluarga Berencana masih kurangnya dalam pengunaan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Bila dilihat dari cara pemakaian alat kontasepsi dapat

dikatakan bahwa 51,21 % akseptor KB memilih Suntikan sebagai alat kontrasepsi, 40,02 %

memilih Pil, 4,93 % memilih Implant 2,72 % memilih IUD dan lainnya 1,11 %. Pada umumnya

masyarakat memilih metode non MKJP. Sehingga metode KB MKJP seperti Intra Uterine

Devices (IUD). (www. bkkbn. go. id, 2005).

Berdasarkan prasurvey di Puskesmas Kramat Jati bahwa pengguna alat kontrasepsi

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang khususnya IUD dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor

misalnya faktor tingkat ekonomi, usia, paritas, pendidikan. Pada umumnya PUS (Pasangan Usia

Subur) yang telah menjadi akseptor KB lebih banyak menggunakan pil, suntik dan kondom.

Namun pada akhir-akhir ini akseptor lebih dianjurkan untuk menggunakan program Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), yaitu alat kontrasepsi spiral (IUD), susuk (Implant) dan

kontap

Page 3: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Intra uterine device (IUD) Metode ini lebih ditekankan karena MKJP dianggap lebih efektif dan

lebih mantap dibandingkan dengan alat kontrasepsi pil, kondom maupun suntikan

(www.bkkbn.go.id,1998). Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian

mengenai “Rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di Puskesmas Kramat Jati Periode

April 2010 s/d April 2011” .

1.2  Perumusan Masalah

Masih rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD pada tahun 2010 yaitu sebesar … menjadi

… pada tahun 2011 di puskesmas Kramat Jati. Berdasarkan latar belakang diatas maka, penulis

merumuskan masalah penelitian  ini adalah Rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di

puskesmas Kramat Jati periode april 2010 s/d april 2011

1.3 Tujuan Penulisan

1.2.1  Tujuan Umum

Diharapkan dapat memberikan data yang akurat tentang Rendahnya pengguna alat

kontrasepsi IUD di Puskesmas kramat jati.

       1.2.2  Tujuan Khusus

1)        Mengetahui distribusi frekuensi rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di puskesmas kramat

jati periode april 2010 s/d april 2011

2)        Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keefektifan  pengguna alat kontrasepsi IUD di lihat

dari status ekonomi akseptor.

3)         Mahasiswa mampu melakukan pengkajian terhadap rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD

di lihat dari faktor usia akseptor.

Page 4: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

4)        Mahasiswa mampu melakukan pengkajian terhadap keefektifan alat kontrasepsi IUD di lihat

dari paritas akseptor.

5)        Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keefektifan alat kontrasepsi IUD di lihat dari tingkat

pendidikan akseptor.

6)        Mahasiswa mampu melakukan pengkajian rendahnya pengguna alat kontrasepsi IUD di lihat

dari efek samping IUD pada akseptor.

1.3  Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dari penulisan karya tulis ilmiah ini penulis melakukan pengambilan

data dengan rekam medik pada akseptor KB di puskesmas kramat pada tahun  2011

1.4  Manfaat Penulisan

1.4.1  Bagi Bidan dan Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan atau bidan dalam bekerja sesuai dengan  standart  pelayanan dan dapat

mengembangkan ilmu dan menambah wawasan serta pengalaman.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

1)   Dapat memberikan keterampilan melalui bimbingan pengetahuan kepada mahasiswa yang akan

menjadi tenaga kesehatan nantinya.

2)   Diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan menambah buku referensi tentang

keluarga berencana di perpustakaan.

1.4.4   Bagi Mahasiswi

Page 5: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan baik teori maupun praktek tentang alat kontrasepsi

IUD.

1.4.5 Bagi ibu

Meningkatkan pengetahuan tentang alat kontrasepsi IUD dan dapat memilih alat

kontrasepsi yang tinkat keeftifannya tinggi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Definisi

Akseptor adalah PUS (Pasangan Usia Subur) yang menggunakan salah satu alat

kontrasepsi atau mencegah kehamilan baik dengan obat, alat, maupun operasi untuk mengatur

kehamilan (Saifudin, 2003).

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi yang berarti

pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan, sehingga

kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan cara mengusahakan agar

tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi pertemuan sel telur dengan sel

sperma (Wiknjosastro, 2003). Di Indonesia alat kontrasepsi yang telah dikembangkan menjadi

program adalah pil, suntik, AKDR, implan dan kontap pria (BKKBN, 2003).

AKDR adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi

efektifitas) dengan berbagai bentuk, yang dipasangkan ke dalam rahim untuk menghasilkan efek

kontraseptif. (Manuaba, 1998)

Page 6: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Indikasi pemasangan IUD untuk tujuan kontrasepsi dapat dilakukan pada wanita yang

telah mempunyai anak hidup satu atau lebih, ingin menjarangkan kehamilan, sudah cukup anak

hidup, tidak mau hamil lagi, tidak cocok memakai kontrasepsi hormonal, berusia diatas 35 tahun.

Kontra indikasinya kehamilan, peradangan panggul, perdarahan uterus abnormal,

karsinoma organ-organ panggul, disminorea berat, anemia berat dan pembekuan darah.( Sinopsis

obstetri, 1998 )

2.2    Mekanisme kerja AKDR sebagai alat kontraseptif

Bagaimana mekanisme kerja AKDR belum diketahui dengan pasti, tetapi kerjanya

bersifat lokal.

2.2.1        Mekanisme kerja lokal AKDR sebagai berikut:

1)    AKDR merupakan benda asing dalam rahim sehingga menimbulkan reaksi benda asing dengan

timbunan leokosit, makrofag, dan limposit.

2)    AKDR menimbulkan perubahan pengeluaran cairan, prostaglandin, yang menghalangi kapasitas

spermatozoa.

3)    Pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag, dan limfosit menyebabkan blastokis mungkin

dirusak oleh makrofag dan blastokis tidak mampu melaksanakan nidasi.

4)    Ion Cu yang dikeluarkan AKDR dengan Cupper menyebabkan gangguan gerak spermatozoa

sehingga mengurangi kemampuan untuk melaksanakan konsepsi.

2.2.2        Mekanisme kerja yang pasti belum diketahui dan masih dalam penelitian.

1)                 Keuntungan AKDR

Page 7: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

AKDR dapat diterima masyarakat dunia dan menempati urutan ketiga dalam pemakaian.

Keuntungan AKDR non hormonal adalah:

1)      Sebagai kontrasepsi efektifitasnya tinggi.

Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama ( 1 kegagalan dalam

125 – 170 kehamilan).

AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.

3)      Metode jangka panjang

4)      Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.

5)      Tidak mempengaruhi hubungan sexual.

6)      Meningkatkan kenyamanan sexual karena tidak perlu takut untuk hamil.

7)      Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (Cu T-380A).

8)      Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.

9)      Dapat dipasang segera setelah melahiran atau sesudah abortus.

10)  Dapat digunakan sampai menopause.

11)   Tidak ada interaksi dengan obat-obat.

                                                             Keuntungan AKDR hormonal adalah:

a.       Mengurangi volume darah haid dan mengurangi disminorrhoe.

b.      Untuk mencegah adhesi dinding-dinding uterus oleh synechiae (Asherman’s Syndrome).

3)      Kerugian AKDR

1)      Kerugian AKDR Non hormonal:

Efek samping yang umum terjadi:

Page 8: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

1.      Perubahan siklus haid.

2.      Haid lebih lama dan banyak.

3.      Perdarahan (spotting) antar menstruasi.

4.      Disaat haid lebih sakit.

Komplikasi lain:

1.      Merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah   pemasangan.

2.      Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar).

3.      Tidak mencegah IMS termasuk HIV / AIDS.

4.      Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti

pasangan.

5.      Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri.

6.      Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena   fungsi AKDR untuk mencegah

kehamilan normal.

2)      Kerugian IUD hormonal:

a.       Jauh lebih mahal dari Cu IUD.

b.      Harus diganti setelah 18 bulan.

c.       Lebih sering menimbulkan perdarahan mid-siklus dan perdarahan bercak (spotting)

d.      Insidens kehamilan ektopik lebih tinggi.

Efek samping dan komplikasi IUD hormonal dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:

a.       Pada saat insersin :

1.      Rasa sakit atau nyeri.

2.      Muntah, keringat dingin

Page 9: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

3.      Perforasi uterus.

Efek samping dan komplikasi IUD dikemudian hari:

1.      Rasa sakit dan perdarahan.

2.      Infeksi.

3.      Kehamilan intra uterine.

4.      Kehamilan ektopik.

5.      Ekspulsi

6.      Komplikasi lain

2.3    Kapan waktu pemasangan AKDR

1.      Bersamaan dengan haid

2.      Segera setelah bersih haid / pada masa akhir haid.

3.      Pada masa nifas.

4.      Tiga bulan pasca persalinan

5.      Hari kedua-ketiga pasca persalinan.

Pemasangan AKDR pasca persalinan tidak perlu menunggu haid, karena ada

kemungkinan bahwa seorang wanita dapat hamil tanpa didahului haid pasca persalinan.

2.3.1        Kapan AKDR tidak dapat dipasang

AKDR tidak dapat dipasang pada keadaan:

a.       Terdapat infeksi genetalia.

-          Menimbulkan eksaserbasi (kambuh) infeksi.

Page 10: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

-          Keadan patologis lokal : frungkle, stenosis vagina, infeksi vagina.

-          Dugaan keganasan serviks.

-          Perdarahan dengan sebab tidak jelas.

-          Pada kehamilan : terjadi abortus, mudah perforasi, perdarahan, infeksi.

2.3.2        Pemeriksaan ulang AKDR

Setelah pemasangan AKDR perlu dilakukan kontrol medis dengan jadwal :

-          Satu minggu / dua minggu setelah pemasangan.

-          1 bulan pasca pemasangan

-          3 bulan kemudian

-          Setiap 6 bulan berikutnya.

-          1 tahun sekali.

-          Bila terlambat haid 1 minggu

-          Perdarahan banyak dan tidak teratur.

2.3.3        Pencabutan AKDR

AKDR dapat dicabut sebelum waktunya bila dijumpai:

o   Ingin hamil kembali.

o   Leukorea, sulit diobati dan klien menjadi kurus.

o   Terjadi infeksi.

o   Terjadi perdarahan.

o   Terjadi kehamilan.

2.4    Efektifitas.

Efektifitas Mirena untuk menilai adalah 99,9 persen. Mirena harus diganti setiap lima

tahun.

Page 11: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

2.4.1        Efek samping dan resiko kesehatan

Berbeda dengan IUD tembaga, hormonal IUD menurun jumlah darah haid dan haid

Cramping. Utama efek samping dari hormonal IUD digunakan adalah abnormal vaginal bleeding.

Beberapa perempuan tidak terduga, light menstrual flow, sedangkan banyak mungkin tidak

mengalir sama sekali. Kebanyakan perempuan lapor kegelisahan dan Cramping selama dan setelah

insersi IUD. Jarang, pengguna mungkin akan mengalami infeksi panggul dalam tiga bulan pertama

dari penempatan, karena dapat memperkenalkan proses masuknya kuman ke dalam rahim.

Meskipun sebagian besar resiko infeksi dengan IUD terjadi pada saat insersi, banyak penyedia

layanan perawatan terus timbangkan resiko infeksi pada pasien. saling setia pada pasangan adalah

yang terbaik untuk pencegahan terhadap infeksi. Hormonal IUD tidak melindungi terhadap

Penyakit Menular Seksual.

2.4.2        Bagaimana menggunakan hormonal IUD

Jika memutuskan pada hormonal IUD, dokter akan memasang alat dan memberikan

informasi tentang penggunaannya. Tidak ada pemeliharaann yang diperlukan, namun harus

memeriksakan IUD string sekali sebulan untuk memastikan alat masih ada. Setelah pencabutan,

kesuburun kembali normal dan segera.? (Yuyun Triani, 2008)

2.5    Faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD

2.5.1        Pendidikan

Dengan pendidikan tinggi seseorang akan cenderung mendapatkan informasi, baik dari

orang lain maupun dari media massa, sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan

menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

(koentjaraningrat 1997,dikutip Nursalam 2001)

Page 12: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk

pengembangan diri. Dengan pendidikan yang tinggi seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi

pula. Secara umum pendidikan dapat diartikan sebagai pengalaman yang terjadi karena interaksi

manusia dan lingkungannya, baik fisik maupun lingkungan sosial manusia secara efisien dan

efektif (Tirtahardja & Lasula, 2002)

Pendidikan seseorang terkait dengan kemampuan seseorang untuk mempelajari perilaku

yang berhubungan dengan perilaku sehat. Tetapi atau tidaknya perilaku juga dipengaruhi banyak

faktor, tidak hanya paendidikan yang merupakan factor predisposisi, tetapi juga factor enbling,

dan reinforcing, yang mempunayai kaitan erat satu dengan yang lain. (L. W. Green, 1980).

Secara umum pendidikan dibagi menjadi pendidikan rendah (SLTA kebawah), dan pendidikan

tinggi (SLTA, keatas).

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka diharapkan pengetahuan dan keterampilan

akan semakin meningkat. Pendidikan dianggap memiliki peran penting dalam menentukan

kualitas manusianya, lewat pendidikan manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan,

implikasinya, semakin tinggi, pendididkan seseorang akan semakin berkualitas (Hurlock, 2002).

Menurut Saleha, 2008 Pendidikan adalah formal yang pernah ditempuh seseorang untuk

mendapatkan pengetahuan sampai dengan memperoleh ijazah terakhir.

Menurut Notoadmodjo (2003) pendidikan adalah suatu proses pengembangan

kemampuan (perilaku) kearah yang diinginkan, pendidikan mencakup pengalaman, pengertian,

dan penyesuaiart diri dari pihak terdidik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya menuju

kearah pertumbuhan dan perkembangan.

2.5.2 Umur

Page 13: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Umur adalah telah lama diketahui bahwa umur sangat berpengaruh terhadap proses

reproduksi, umur dianggap optimal untuk reproduksi antara 20-35 tahun ( Depkes RI, 2000 ).

Semakin tua atau dewasa seseorang atau mempresepsikan dirinya lebih muda terkena

atau rentan terhadap kesakitan atau sakit dibandingkan dengan yang lebih muda usianya,

sehingga dapat menjadi pendorong untuk terjadinya prilaku pencegahan. Survey wanita

Indonesia yaitu umur < 20 tahun, 20-34 tahun, dan > 35 tahun (Manuaba, 1998).  Umur adalah

Variable yang telah diperhatikan dalam penyelidikan epidemiologi, yaitu pada angka kesulitan

ataupun angka kematian (Notoatmodjo, 2003)

Page 14: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

2.5.2      Paritas

Paritas merupakan jumlah kelahiran hidup dan mati dari suatu kehamilan 28 minggu

keatas yang pernah dialami ibu. Paritas sebanyak 2-3 kali merupakan paritas paling aman

dirinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tingi (lebih dari 3) mempunyai angka

kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada

paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi

dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi

adalah tidak direncanakan. (Sarwono Prawirohardjo, 2006)

2.5.3      Penghasilan

Pengertian penghasilan ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dan sumber tertentu,

tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima atau diperoleh seseorang merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan seseorang.

Tingkat penghasilan mempengaruhi akseptor dalam memperoleh informasi Kontrasepsi KB IUD

sehingga ibu mempunyai kemampuan untuk menggunakan KB IUD.(Dahlan, 2007 )

Page 15: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

2.5.4      Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan suami / istri untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Di daerah kota dan semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi

penggunaan KB IUD pada ibu-ibu yang bekerja diluar rumah banyak menggunakan KB IUD

karena jangka panjang pemakaian di karena kan ibu sibuk. Namun pada ibu yang tidak bekerja

banyak menggunakan KB suntik karena mempunyai banyak waktu dirumah

Menurut Notoatmodjo, 2005 Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan seseorang sampai

saat ini dalam rangka mendapatkan penghasilan.

2.6    Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini menggunakan kerangka teori yang

menguraikan lebih lanjut Gambaran faktor- faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD.

Variabel Independen                                                     Variabel Dependen

1.     Pendidikan2.     Umur3.     Paritas4.     Penghasilan5.     Pekerjaan6.      7.     58.       

Gambaranfaktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD

                                                                             

Page 16: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1  Kerangka Konsep

Penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor

KB IUD Di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 di dalam kerangka konsep terdiri dari dua

variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent.

1.     Umur2.     Pendidikan3.     Paritas4.     Pekerjaan5.     Penghasilan 

Gambaranfaktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB IUD

 

 

Page 17: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

3.2  Definisi Operasional

No

VariabelDefinisi

Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

1 Akseptor KB IUD

Responden

yang

menggunak

an alat

kontrasepsi

KB IUD

Cheklist

Rekam Medik

0. Ya

1. Tidak

Nominal

2 Umur Rentan

hidup

responden

yang sehat

baik fisik

maupun

mental yang

dihitung

dalam tahun

sejak

responden

lahir sampai

dengan

ulang tahun

saat

penelitian

dilakukan

Chekli

st

Reka

m

Medi

k

0.<20 tahun

1.20-34

tahun

2.>35 tahun

Interva

l

3. Pendidika

n

Tingkat

ilmu

Chekli

st

Reka

m

0. SD

1. SMP

Ordina

l

Page 18: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

No

VariabelDefinisi

Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

pengetahua

n yang

didapat

secara

formal yang

pernah

responden

ikuti sampai

menerima

ijazah

Medi

k

2. SLTA

3.Akademi/PT

4. Paritas Paritas

merupakan

jumlah

kelahiran

hidup dan

mati dari

suatu

kehamilan

28 minggu

keatas yang

pernah

dialami ibu

Chekli

st

Reka

m

Medi

k

0. Primipara

1. Multipara

2.Grande

Multipara

Ordina

l

5. Pekerjaan Aktifitas

yang

dilakukan

selain

aktifitas

rutin

Ceklist Rekam Medik

0.   Bekerja

1.   Tidak bekerja

Nominal

Page 19: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

No

VariabelDefinisi

Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

sebagai ibu

rumah

tangga  dari

sebelum

menggunak

an

kontrasepsi

sampai saat

penelitian

dilakukan

mendapat

gaji atau

upah

6 Penghasilan

Hasil atau pendapatan yang di peroleh dari suatu pekerjaan

Ceklist Rekam Medik

0.      Baik

(> 2 Juta)

1.      Sedang

(1– 2 Juta)

2.      Buruk

(< 1 juta)

Nominal

Page 20: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1  Jenis Penelitian

Desain penelitian ini bersifat survey deskripsi dengan pendekatan Cross Sectional,

dimana variabel bebas (Independen Variabel) dan dari variabel terikat (Dependen Variabel)

dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.

4.2  Populasi dan Sample

4.2.1        Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang menggunakan kontrasepsi di Puskesmas

Rengasdengklok Tahun 2010 sejumlah 3476 akseptor.

4.2.2        Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh ibu yang menggunakan KB IUD di Puskesmas

Rengasdengklok Tahun 2010.

4.3  Tempat dan Waktu Penelitian

4.3.1        Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

4.3.2        Waktu Penelitian

Penelitian di lakukan pada tanggal 20 Juni 2011

Page 21: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

4.4  Jenis dan Cara Pergambilan Data

4.4.1        Jenis Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu data yang di ambil dari rekam medik di

Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

4.4.2    Pengumpulan Data

Data di kumpulkan dengan menggunakan data sekunder, kemudian di lakukan pengumpulan data

dengan berdasarkan data yang di peroleh dari rekam medik atau data pasien.

4.5  Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan teknik manual meliputi langkah-langkah sebagai

berikut:

4.5.1        Editing Data

Melakukan proses pemeriksaan di lapangan sehingga mendapat data yang akurat untuk pengolahan

data yang selanjutnya, Kegiatan yang di lakukan adalah mengamati dan memeriksa data yang sudah

terkumpul dari rekam medik.

4.5.2        Coding Data

Proses Pemberikan kode jawaban yang akan di analisa atau di masukan dalam pencatatan yang

bertujuan menyingkat data yang didapat dengan jalan pemberian kode-kode tertentu.

4.5.3        Transfering

Setelah pengkodean selesai dilakukan maka data yang berupa kode di pindahkan kedalam suatu

media yang mudah ditangani atau di olah.

4.5.4        Tabuling Data

Page 22: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Tabulasi data yang sudah ada di hitung jumlahnya berdasarkan variabel dan kategori penelitian

dengan menggunakan metode tally, sehingga frekuensi setiap data berdasarkan variabel dapat

diketahui.

4.5.5        Penyajian Data

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi tertekstular.

4.6  Teknik Analisa Data

Pada hasil pengolahan data dilakukan analisa secara  univariat, yaitu untuk mengetahui distribusi

frekuensi dari masing-masing variabel yang di teliti. Analisa ini dilakukan dengan cara

mentabulasi data kemudian di susun dalam tabel sesuai dengan pariabel yang di teliti yang di

hitung dengan rumus

Keterangan :

X         : Jumlah yang didapat

N         : Jumlah sampel

F          : Jumlah populasi

Page 23: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Rengasdengkloktahun 2011. Dengan

menggunakan data tahun 2010, hasil penelitian yang berjudul gambaran faktor-faktor yang

mempengaruhi akseptor KB IUD Di Puskesmas Rengasdengklok. Akan di gambarkan pada

setiap variabel sebagai berikut :

Tabel 5.1  Distribusi Frekuensi Akseptor KB di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

Metode Kontrasepsi Jumlah Presentasi

Pil

Suntik

IUD

MOW

689

2584

68

135

19.82

74.34

1.96

3.88

Jumlah 3476

Dari tabel 5.1 diketahui Distribusi Frekuensi Akseptor KB di Puskesmas Rengasdengklok

Tahun 2010 menerangkan bahwa dari 3476 yang menggunakan kontrasepsi terbanyak pada

kontrasepsi suntik yaitu sebesar 2584 responde (74.34%) sedangkan yang menggunakan

kontrasepsi IUD hanya 68 responden (1.96 %).

Page 24: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Tabel 5.2  Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan umur di puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

Umur Jumlah Presentasi

< 20 Tahun

20 - 35 Tahun

> 35 tahun

0

46

22

0.00

67.65

32.35

Jumlah 68 100 %

Dari Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan umur di puskesmas

Rengasdengklok Tahun 2010 diatas menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang memiliki

persentasi tertinggi pada kategori umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 46 akseptor (67.65 %) dan

yang memiliki persentasi terendah terdapat pada kategori umur dari < 20 tahun yaitu 0 akseptor

(0.00 .%)kesm

Page 25: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Tabel 5.3  Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan pendidikan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

Pendidikan Jumlah Presentasi

SD

SMP

SMA

Akademi / PT

4

10

46

8

5.88

14.71

67.65

11.76

Jumlah 68 100

Dari Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan pendidikan di

Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 diatas menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang

memiliki persentasi tertinggi adalah yang berpendidikan SMA sejumlah 46 akseptor (67.65 %)

dan yang memiliki persentasi terendah adalah yang berpendidikan SD sejumlah 4 akseptor (5.88

%).

Page 26: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Tabel 5.4  Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan Paritas di Puskesmas Rengasdengklok 2010.

Paritas Jumlah Presentasi  (%)Primipara ( 1)

Multipara (2-4)

Grandemultipara (> 4 anak)

6

42

20

8.83

61.76

29.41 Jumlah 68 100 %

Dari tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan Paritas di Puskesmas

Rengasdengklok Tahun 2010 menerangkan bahwa dari 68 Responden  yang memiliki persentasi

tertinggi pada kategori multipara sejumlah 42 akseptor ( 61.76 %) dan yang memiliki persentasi

terkecil adalah kategori primipara sejumlah 6 akseptor (8.83 %). Program IUD pada penelitian

tersebut berhasil, di karenakan multi para pada ruang lingkup penelitian tersebut sudah tidak

ingin memiliki anak lagi.

Page 27: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Tabel 5.5  Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD Berdasarkan Perkerjaan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

Pekerjaan Jumlah Presentasi

Berkerja

Tidak Bekerja

53

15

77.94

22.06

Jumlah 68 100

Dari Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD Berdasarkan Perkerjaan di

Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 diatas  menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang

memiliki persentasi tertinggi adalah Ibu yang bekerja sejumlah 53 akseptor (77.94%) dan yang

memiliki persentasi terkecil adalah ibu yang tidak bekerja sejumlah 15 akseptor (22.06 %).

Page 28: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Tabel 5.6  Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan penghasilan di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010.

Umur Jumlah Presentasi

Baik (>2 juta)

Sedang (1-2 juta)

Buruk (≤ 1 juta)

16

29

23

23.53

42.65

33.82

Jumlah 68 100

Dari Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Akseptor KB IUD berdasarkan penghasilan di

Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010 diatas menerangkan bahwa dari 68 akseptor yang

memiliki persentasi tertinggi adalah penghasilan sedang (1- 2 juta) sejumlah 29 akseptor (42.65 .

%) dan yang memiliki persentasi terandah adalah penghasilan baik (>2 juta)  sejumlah 16 ibu

(23.53 .%).

Page 29: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

BAB VI

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah didapatkan maka peneliti akan membahas hasil

penelitian sebagai berikut :

6.1  Usia.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui akseptor KB IUD berdasarkan kelompok usia yang

tertinggi pada kelompok usia lebih 20 – 35 tahun sejumlah 67,65% (46 akseptor), sedangkan

yang terendah pada kelompok usia < 20 tahun sejumlah 0.00 % (0 akseptor).

Menurut hasil penelitian Hartono (1991) yang dikutip Andi (2001), bahwa semakin tua

seseorang semakin bijaksana dan matang sehingga ibu yang berumur lebih yang cenderung lebih

memperhatikan kesehatannya.

Tidak terdapat kesenjangan antara hasil penelitian dengan teori diatas, bahwa ibu yang

berusia 20-30 tahun semakin bijaksana dan alat reproduksinya yang telah matang untuk proses

kehamilan dan melahirkan. Sehingga lebih cenderung memperhatikan kesehatan dengan

menggunakan KB IUD untuk kontrasepsi yang digunakannya.

6.2  Pendidikan.

Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas Rengasdengklok diketahui akseptor KB IUD

berdasarkan kelompok pendidikan jumlah akseptor terbanyak adalah pada ibu pendidikan SMA

sebesar 67,65% (46 orang).

Dengan pendidikan tinggi seseorang akan cenderung mendapatkan informasi, baik dari

orang lain maupun dari media massa, sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan

Page 30: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

(koentjaraningrat 1997,dikutip Nursalam 2001)

Hal ini menyimpulkan bahwa ibu yang berpendidikan SMA memiliki pengetahuan yang

luas dan daya tangkap yang cukup baik dalam mendapatkan informasi.

6.3  Paritas

Ditinjau dari paritas distribusi frekuensi akseptor KB IUD yang tertinggi pada paritas 2 –

4 adalah jumlah tertinggi yaitu sebesar 42 akseptor (61.76 %) dibandingkan dengan paritas 1

yang sejumlah 6 orang (8,83%).

Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan

risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana (Sarwono

Prawirohardjo, 2006)

6.4  Pekerjaan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui akseptor KB IUD berdasarkan kelompok

pekerjaan didapatkan akseptor KB IUD yang bekerja lebih banyak yaitu sejumlah 77,94% (53

orang) dan paling sedikit sejumlah 15 orang (22,06% )

Page 31: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

Menurut Notoatmodjo, 2005 Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan seseorang

sampai saat ini dalam rangka mendapatkan penghasilan.

6.5  Penghasilan

Berdasarkan hasil penelitian akseptor KB IUD berdasarkan kelompok pengadilan

didapatkan akseptor KB IUD yang berpenghasilan sedang (1- 2 juta) lebih banyak yaitu sejumlah

29 akseptor (42.65 .%).

Penghasilan ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dan sumber tertentu, tetapi

pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

atau diperoleh seseorang merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan seseorang. Tingkat

penghasilan mempengaruhi akseptor dalam memperoleh informasi Kontrasepsi KB IUD

sehingga ibu mempunyai kemampuan untuk menggunakan KB IUD. (Dahlan,2007)

Page 32: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s
Page 33: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1    Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

7.1.1        Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD sejumlah 68 akseptor (1.96%),

di Puskesmas Rengasdengklok Tahun 2010. Hal ini menunjukan bahwa akseptor

menyadari pentingnya untuk menunda kehamilan demi tercipta keluarga sejahtera

dan berkualitas.

7.1.2        Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD usia 20 – 35 tahun sejumlah 46

ibu (67,65%). Karena pada usia 20 – 35 tahun adalah usia produktif untuk

menggunakan kontrasepsi dan ibu lebih memilih kontrasepsi IUD dikarenakan

sangat efektif dan efek samping sangat kecil.

7.1.3        Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD  menurut pendidikan adalah

berpendidikan SMA tinggi sebanyak 46 akseptor (67,65%), sedangkan yang

terendah (SD) sejumlah 4 akseptor (5,88 %), hal ini menunjukan bahwa

pendidikan yang tinggi pengetahuannya sudah bagus dikarenakan informasi

tentang keuntungan dan kerugiannya dari kontrasepsi IUD lebih banyak diketahui

yang berpendidikan tinggi.

7.1.4        Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD menurut paritas yaitu multipara

sejumlah 42 ibu (61,76%), hal ini menunjukan multipara yang sudah ber KB

mempunyai pengalaman dan telah benar-benar mantap dalam menggunakan KB

yang diinginkan.

Page 34: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

7.1.5        Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD menurut pekerjaan yang

terbanyak ibu sibuk (bekerja) sejumlah 53 orang (77,94%), hal ini dikarenakan

ibu sibuk dan lebih senang KB IUD karena lebih efektif dan tidak memerlukan

waktu untuk kontrol dan efek samping sangat kecil.

7.1.6        Didapatkan akseptor yang menggunakan KB IUD menurut penghasilan yang

terbanyak berpenghasilan 1- 2 juta sejumlah 29 orang (42,65%), hal ini

dikarenakan penghasilan mempengaruhi pola kontrasepsi yang digunakan untuk

keefektifan kontrasepsi.

7.2    Saran

7.2.1        Puskesmas Rengasdengklok

Perlu ditingkatkan mutu dan pelayanan KB IUD kepada masyarakat dan

memberikan informasi sejelas-jelasnya.

7.2.2        Untuk Masyarakat

Agar lebih cermat dan tepat dalam memilih metode kontrasepsi KB yang

disesuaikan dengan kondisi akseptor dan mengerti cara pengunaan, manfaat dan

efek sampingnya dalam meningkatkan keluarga yang bahagia dan sejahtera.

7.2.3        Peneliti selanjutnya

Untuk mengakaji lebih dalam tentang KB Suntik.

Page 35: Kti Rendahnya Pengguna Akseptor Kb Iud Di Puskesmas Xx Periode April 2010 s

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.

Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana,

Jakarta: EGC.

Notoatmadjo Soekidjo, "Pendidlkan Dan Perilaku Kesehatan", Rineka Cipta, Jakarta,

2003.

Mochtar Rustam, dan Lutan. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid II, Cetakan II.

Jakarta.:EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, Sarwono

Prawirohardjo.

Saifudin, Abdul Bari. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawirohardjo.