ksda materi
DESCRIPTION
Materi tentang konservasi sumber daya alamTRANSCRIPT
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
KONSERVATIONMODUL 2
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
1. Sejarah Konservasi Sumber Daya Alam
Upaya penyelamatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di bumi
nusantara ini telah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda bahkan jauh sebelumnya,
dijaman kerajaan Nusantara dimana para raja menyelenggarakan ritual-ritual
penghormatan kepada penguasa alam beserta isinya.. Pada tahun 1717, upaya
pencagaran hutan dimulai saat C. Chalstein mewariskan dua bidang tanah persil
seluas 6 hektar di Depok untuk dipertahankan sebagai cagar alam. Kemudian 1889,
kawasan hutan seluas 280 ha dan kebun raya Cibodas ditetapkan sebagai Cagar Alam.
22 Juli berdiri Perhimpunan Perlindungan Alam Hindia Belanda (Nederlandsch
Indische Vereeniging Tot Natuurbescherming) di Bogor yang diketuai Dr. S.H.
Kooders. Perkumpulan ini mengajukan 12 lokasi untuk ditetapkan menjadi cagar
alam, diantaranya laut pasir Bromo, Kawah Ijen, Pulau Krakatau, Ujung Kulaon dll.
Cagar Alam pertama diluar Jawa didirikan CA Rumphius, di Batu Gajah Ambon pada
tahun 1913. Untuk penguatan perlindungan alam, tahun 1932 diundangkan Ordonansi
Cagar Alam dan Suaka Marga satwa yang kemudian 1941 diganti dengan Ordonasi
Perlindungan Alam.
Sidang umum PBB 1979 melahirkan Strategi Konservasi Dunia. Di Indonesia
Menteri Pertanian mengumumkan lahirnya 5 Taman Nasional yaitu; Leuser, Ujung
Kulon, Gede Pangrango, Baluran dan Komodo pada tanggal 6 Maret 1980.
Selanjutnya saat Kongres Taman Nasional ke 3 1982 di Bali melahirkan Deklarasi
Bali, Indonesia kembali mengumumkan pembentukan TN yaitu Bukit Barisan
1
POKOK BAHASAN
1. Sejarah Konservasi Sumber Daya Alam
2. Kawasan Konservasi
3. Strategi Konservasi
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Selatan, Kepulauan Seribu, Meru Beriri, Bromo Tengger Semeru, Bali Barat, Kutai
dan Lore Lindu. Upaya perlindungan habitat diiringi juga dengan perlindungan satwa
dengan ditetapkan sejumlah satwa liar sebagai satwa dilindungi.
Pada tahun 1990 penguatan terhadap perlindungan sumber daya alam didukung
dengan keluarnya UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya menggantikan peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan
sejak jaman Hindia Belanda.
Pengertian konservasi
Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari
sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan hewani (satwa) yang bersama-sama unsur
non hayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik
antara unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan
pengaruh mempengaruhi.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah pengelolaan
sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Konservasi dapat kita katakan memiliki tiga pengertian mendasar yaitu
perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan (strategi konservasi Indonesia)
Tujuan konservasi alam
KTT mengenai lingkungan dan pembangunan di Rio de Jeneiro tahun 1992
menjadi tonggak sejarah yang cukup penting dalam upaya pelestarian
keanekaragaman hayati dunia bagi kepentingan umat manusia dimasa datang.
Konvensi PBB mengenai keanekaragaman hayati menyepakati prinsip-prinsip, yaitu :
1. Keanekaragaman hayati sangat berharga bagi umat manusia saat ini dan
masa mendatang
2. Ancaman terhadap kelestarian keanekaragaman hayati akibat proses
pemanfaatan dan aktifitas manusia lainnya semakin meningkat,
3. Perlu ada kesamaan pandangan dan kerjasama diantara bangsa-bangsa di
dunia dalam mengelola, memanfaatkan dan melestarikan
keanekaragamman hayati.
2
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Keanekaragaman hayati memberikan beragam manfaat dan memerankan
berbagai fungsi, sehingga upaya pelestariannya menjadi sangat penting. Terutama
sekali untuk spesies-spesies endemik dimana Indonesia menempati urutan pertama
untuk spesies burung.
Seiring dengan perkembangan jaman, dimana berbagai kemajuan teknologi
dan ledakan jumlah penduduk mengakibatkan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya
alam yang mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas, diantaranya, bergesernya
peruntukan lahan, kerusakan hutan, erosi, pencemaran, penurunan populasi satwa dan
tumbuhan, kekeringan, kebakaran dan sebagainya. Bahkan yang lebih parah adalah
terjadinya kepunahan beberapa spesies flora fauna yang tentunya tidak bisa
dikembalikan lagi seperti yang dialami Harimau Bali yang resmi telah dinyatakan
punah di tahun 60-an. Hal-hal tersebut telah mendorong kesepakatan negara-negara di
dunia untuk mencanangkan strategi Konservasi Dunia (World Conservation Strategy)
Strategi konservasi dunia dimaksudkan untuk mendorong pendekatan yang lebih
dipusatkan pada pengelolaan sumber daya alam hayati secara arif dan bijaksana.
Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekositemnya berkaitan erat
dengan tercapainya tiga sasaran konservasi, yaitu :
1. Menjamin terpeliharnya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga
kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahtraan manusia
(perlindungan sistem penyangga kehidupan)
2. Menjamin terpeliharnya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe
ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan
dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang
menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan
sumber plasma nuftah)
3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga
terjamin kelestariannya.
Upaya konservasi sangat perlu kita lakukan. Beberapa alasan yang menjadi dasar
kita untuk melakukan konservasi :
Keanekaragaman hayati Indonesia yang sangat tinggi
Indonesia menempati urutan pertama untuk spesies burung
Keseimbangan jarring-jaring kehidupan
3
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Bila salah satu spesies yang menjadi bagian dari rantai-rantai makanan
hilang/punah maka akan menyebabkan ketidakseimbangan jaring-jaring
makanan dan mata rantai kehidupan
Tanggung jawab terhadap generasi mendatang
Kekayaan sumber daya alam yang kita nikmati sekarang harus kita
wariskan untuk dinikmatio leh generasi mendatang
2. Kawasan Konservasi
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No 41 Thn. 1999 tentang Kehutanan).
Hutan mempunyai tiga fungsi yaitu; fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi
produksi. Untuk itu berdasarkan fungsinya maka hutan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya.
2. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrupsi air laut dan memelihara
kesuburan tanah.
3. Hutan produksi adalah kawasn hutan yang mempunyai fungsi pokok untuk
memproduksi hasil hutan.
Hutan (kawasan) konservasi terdiri dari kawasan pelestarian alam dan kawasan
suaka alam.
Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat
maupun di perairan yang fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah
penyangga kehidupan.
Kawasan suaka alam terdiri dari
1. Cagar Alam (CA) adalah kawasan suaka alam yang keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem
4
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara
alami.
2. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas
berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa untuk kelangsungan
hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitanya.
Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat
maupun di perairan yang mempunyai perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam hayati dan ekositemnya.
Kawasan pelestarian alam terdiri dari :
1. Taman Nasional, adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekostem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
2. Taman Hutan Raya, adalah kawasan pelestarian alam unuk tujuan koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang alami ataupun buatan, jenis asli atau bukan
asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
3. Taman Wisata Alam, adalah kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Masih ada satu lagi kawasan yaitu taman buru, yang menurut UU No. 41 thn.
1999 dimasukkan sebagai kawasan konservasi. Taman buru adalah kawasan hutan
yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu. Tentunya pemanfaatan suatu kawasan
hutan sebagai taman buru disertai dengan persyaratan-persyaratan sehingga tetap
mengacu pada kaidah-kaidah konservasi. Ada 14 kawasan taman buru yang dimiliki
Indonesia.
Cagar alam
Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekositem tertentu yang
perlu dilindungi dan perkebangannya berlangsung alami. Di dalam cagar alam dapat
dilakukan kegiatan untuk kepentingan dan pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang budaya.
Criteria penetapan cagar alam
Suaka marga satwa
5
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Kawasan suaka marga satwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai
cirri khas yang berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya
Taman nasional
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, yang dikelola dengan sistim zonasi yang pemanfaatannya untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Taman Nasional yang pertama didunia adalah Yellowstone National Park di
Ameika Serikat pada tahun 1872, kemudian disusul oleh New Zealand, Tonggarito
National Park pada tahun 1887. Indonesia mengenal taman nasional semenjak
diadakannya pertemuan yang diselenggarakan oleh International Union for the
Conservation of the Nature and Natural Resources (IUCN) di New Delhi, India tahun
1969. Tahun 1980, Indonesia untuk pertama kalinya mendelegasikan 5 Taman
Nasional yaitu :
1. TN. Gunung Leuser (Sumut,NAD)
2. TN. Ujung Kulon (Jabar)
3. TN. Gede – Pangrango (Jabar)
4. TN. Baluran (Jatim)
5. TN. Komodo (NTT)
Suatu kawasan apat ditunjuk sebagai Taman Nasional, bila memenuhi criteria dan
persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut dirumuskan oleh IUCN tahun 1969 yang
kemudian diterima oleh kongres Taman Nasional se Dunia di Bali tahun 1972.
Kriterian tersebut adalah :
1. TN harus relative luas
2. TN harus memiliki sumber daya alam yang khas dan unik, yang masih utuh
dan asli berupa flora, fauna, ekosistem atau gejala alam.
3. Di dalam kawasan TN tidak boleh terjjadi perubahan akibat kegiatan
eksplorasi dan pemukiman penduduk.
4. Kebijakan dan pengelolaan TN berada/dilakukan oleh departemen yang
kompeten
Berdasarkan UU No % ahun 1990, kawasan Tanman Naasional dikelola dengan
system zonasi yang terdiri ari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai
keperluan. Setiap orang diolarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan pada zona inti, pengurangan tersebut meliputi mengurangi, menghilangkan
6
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
fugsi dan; luas zona inti, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak
asli. Zonasi dalam Taman Nasional:
a) Zona inti, hanya untuk penelitian ilmu pengetahuan
b) Zona pemanfaatan, wisata alam
c) Zona lainnya, berdasarkan fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona
rimba, zona rehabilitasi, zona pemanfaatan radisional.
d) Zona penyangga, dapat berupa ; kawasan hutan tetap ; tanah Negara
bebas ; tanah milik masyarakat ; tanah perkebunan.
Taman hutan raya
Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan
koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang
dimamnfaakan bagi kepentingan penelituan, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budaya pariwisata dan rekreasi.
Tahura pertama di Indoesia adalah Tahura Ir. H. Djuanda tahun 1985 seluas
590 Ha di Bandung, Jawa Barat. Berikutnya tahun 1986 Tahura Dr. Mohamad Hatta
di Sumatra Barat seluas 240 Ha.
Fungsi dan peran tahura antara lain :
1. Sebagai sumber plasma nuftah flora fauna baik yang asli dari suatu kawasan
tertentu maupun hasil budi daya/rekayasa genetika.
2. Sebagai fungsi lindung terhadap suatu ekosistem alam yang pada akhirnya
dapat memepunyai dampak positif terhadap hidrologi dan iklim mikro
terhadap daerah-daerah sekitarnya.
3. Sebagai wahana dan daerah penelitian ilmu pengetahuan dan pendidikan alam.
4. Sebagai tempat penyuluhan bagai generasi muda untuk dapat mencintai alam
dan lingkungan.
5. Sebagai tempat wisata alam.
Berdasarkan fungsi dan perannya maka pengelolaan tahura di bagi dalam blok-blok :
o Blok lindung
o Blok pembinaan flora fauna
o Blok pemanfaatan terbatas
o Blok pemanfaatan intensif dan sebagainya
o
Taman wisata alam
7
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Taman wisata alam adalah kawasan pelstarian alam dengan tujuan utama
untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata alam.
Hutan wisata
Hutan wisata termasuk kawasan hutan yang memiliki fungsi konservasi. Hutan
wisata diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan
pariwisata dan taman buru.
Hutan wisata dibesdakan menjadi:
1. Hutan wisata yang memiliki keindahan alam, baik keindahan nabati maupun
keindahan alamnya sendiri mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi
kepentingan rekreasi, kebudayaan disebut taman wisata dan taman laut.
2. Hutan wisata yang didalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan
diselenggarakan perburuan yang teratur bagi keopentingan rekreasi disebut
taman buru.
Taman wisata dan taman laut
Potensi yang dimiliki oleh taman wisata dan taman laut merupakan daya tarik
obyek wisata. Semakin tionggi variasi potensinya tentunya semakin tinggi nilai daya
tarik daerah tersebut. Unsur-unsur daya tarik yang terdapat di alam taman wisata :
1. Keindahan/pemandangan alam, yaitu daya tarik sumber daya alam dan tata
lingkungannya, yang memenuhi salah satu atau lebih cirri-ciri : keserasian
pandangan, suasana, keselarasan bangunan, konfigurasi, tata lingkungan yang
menarik.
2. Keunikan/kekhasan, yaitu nilai daya tarik sumber daya alam dan tata
lingkungannya yang memenuhi salah satu atau lebih ciri-ciri ; daya pesona
yang fantastik, keunikan bentuk, kerumitan kejadiannya sulit terdapat
ditempat lain.
3. Gejala alam, yaitu bentuk sumber daya alam yang dipengaruhi oleh kondisi
fisik seperti susunan geomorfologi, air terjun, sumber air panas, kawah dan
lain sebaginya.
4. Budaya/sejarah, yaitu unsur daya tarik sumber daya alam, candi peninggalan
zaman purbakala, benteng peninggalan perang dan lain-lain.
Etika wisata alam
8
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Wisata alam adalah wisata minat khusus. Hanya pengunjung tertentu yang
dapat menikmati jenis wisata ini, misalnya wisata trekking, menikmati keasrian alam,
atau kehidupan liar. Untuk dapat menikmati obyek wisata alam dengan tetap
melindungi dan melestarikan obyek wisata alam, perlu adanya etika berwisata.
The National Audubon (New York, AS) telah memperkenalkan etika
perjalanan wisata alam (Travel Ethic Environmentally Responsible) seperti dikutip
Ismu Suwelo dalam manual kehutanan dapat kita jadikan sebagai acuan dalam
berwisata alam :
Hidupan liar dan habitatnya tidak boleh dirusak.
Habitat yang rawan perlu dijaga agar tidak mendapat tekanan. Untuk itu perlu
adanya jalan setapak atau jalan khusus pengunjung. Pembatasan kunjungan
dapat mengurangi kerusakan habitat/ekosistem. Penyelenggara dan pemandu
wisata wajib memberitahukan wisatawan agar tetap bnerada di jalur setapak,
tidak melalkukan introduksi tanaman eksotik de dalam kawasan. Untuk
mengamati dan melihat binatang perlu menjaga jarak dengan obyek. Untuk
binatang yang peka gangguan jarak dengan obyek ± 5-7 m./
Ketentuan-ketentuan dalam berwisata alam ;
Pengunjung tidak boleh berdiri mengelilingi seekor atau
sekelompok binatang
Waspada, jangan berada antara anak dan induknya.
Kegaduhan dapat mengganggu satwa
Memperhatikan jarak pengambilan gambar (foto)
Jangan berlam-lama dalam pengambilan gambar (foto)
Tidak boleh menyentuh binatang.
Merupakan kegiatan berkelanjutan.
Perlu dibuatkan rencana kunjungan wisata jangka panjang guna menjamin
pemanfaatan yang lestari terhadap habitat satwa.
Sampah lingkungan.
Sampah buangan menimbulkan masalah pada lingkungan dan merusak
estetika. Penyelenggara wisata alam harus memperhitungkan kemungkinan
terjadinya pencemaran oleh sampah terhadap obyek wisata. Tempat sampah
mutlak disediakan di tempat wisata dan tentunya penting juga bagaiman
pennangan sampah tersbut selanjutnya sehingga tetap bersahabat bagi
lingkungan
9
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Pengelaman menjaring wisatawan harus dapat memperkuat apresiasi mereka
terhadap konservasi alam.
Tidak boleh ada kegiatan perdagangan satwa atau hasil satwa yang dapat
mengganggu kelestarian kehidupan liar, terutama jenis yuang terancam punah.
Kepada para penyelenggara dan pemandu wisata perlu diingatkan agar tidak
melayani kegiatan penjualan atau pembelian barang :
Semua produk penyu, meliputi barang hiasan, telur penyu,
ataupun obat gosok yang berasal dari daging penyu.
Kulit reptile dan barang-barang awetan, terutama dari jenis-
jenis yang langka dan terancam punah.
Produk kulit dari jenis-jenis langkla.
Daging atau gigi yang bahnnya dari berbagai jenis satwa,
seperti gajah, anjing laut, duyung dan harimau,
Burung-burung.
Taman buru
Taman buru adalah suatu kawasan yang didalamnya terdapat potensi satwa
buru untuk kegiatan berburu. Berburu adalah menangkap dan atau membunuh satwa
buru termasuk mengambil atau memindahkan telur-telur atau sarang satwa buru.
Satwa buru adalah jenis satwa liar tertentu yang ditetapkan dapat diburu.
Satwa buru pada dasarnya satwa liar yang tidak dilindungi yang berupa jenis
burung, Jenis satwa kecil ataupun besar. Perburuan dilakukan dengan tetap berpegang
pada azas kelestarian manfaat dengan memperhatikan populasi daya dukung habitat
dan keseimbangan ekosistem.
Setiap orang dewasa boleh berburu dengan memenuhi persyaratan seperti ;
memiliki akte buru, memiliki ijin berburu dan memakai alat sesuai ijin. Perburuan
dilakukan padan tempat yang telah ditentukan serta pada musim buru sesuai ijin. Jenis
satwa liar yang diburu adalah jenis yang tidak dilindungi, sesuai yang tersebut dalam
akte buru.
Kawasan konservasi di bali
1. Cagar Alam Batukahu (Batukaru)
Ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor : 716/Kpts/Um/11/1974
tanggal 29 Nopember 1974 dengan luas 1.762,80 Ha. Terletak di dua wilayah
yaitu Ds. Candikuning, Kec. Baturiti Kab. Tabanan dan Ds. Asah Munduk
10
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Kec Banjar, Kab. Buleleng. Potensi flora fauna adalah cemara pandak
(Podocarpus imbricatus) yang cukup langka, cemara geseng, lateng dan
lainnya. Kijang, kucing hutan, burung kipas dam lainnya adalah jenis satwa
yang terdapat dalam CA. tipe hutan yang dimiliki termasuk tipe hutan hujan
tropis pegunungan (dataran tinggi). Berada dibawah pengelolaan Balai KSDA
Bali.
2. TWA Danau Buyan-Danau Tamblingan
Secara administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Buleleng (Kec.
Sukasada, Kec. Banjar) dan Kabupaten Tabanan (Kec. Baturiti). Luas
keseluruhan TWA adalah 1.703 ha (termasuk Danau Buyan dan Danau
Tamblingan). TWA merupakan kawasan pelestarian alam yang khusus
diperuntukkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. : 144/Kpts-II/1996 tanggal 4
April 1996. Tipe ekosistem yang dimiliki termasuk dalam tipe ekosistem
hutan hujan tropis dataran tinggi yang ditandai dengan keragaman jenis
tumbuhannya.
3. TWA Sangeh
Terletak di Desa Sangeh, kec. Abiansemal, Kab. Badung. Status kawasan ini
sebelumnya adalah cagar alam kemudian berubah status menjadi TWA
Sangeh dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 87/Kpts-II/1993
tanggal 16 Pebruari 1993 dengan luas 13,969 ha. Flora dominan yang dapat
ditemui adalah Pohon Pala (Dipterocarpus trinervis) merupakan habitan dari
kera abu-abu (Macaca fascicularis).
4. TWA Penelokan
Status kawasan berdasarkan SK Menteri Pertanian No. :
655/Kpts/Um/10/1978 tanggal 29 Oktober 1978 dengan luas 574.275 ha.
Terletak di wilayah administratif Desa Penelokan, Kec Kintamani, Kab.
Bangli.
5. Hutan Wisata Gunung Batur Bukit Payang
Kawasan ini terletak diketinggian 1200-1500 dpl, ditetapkan statusnya dengan
SK Menteri Pertanian Nomor : 321/Kpts/Um/11/1982 dengan luas ± 2,075 ha.
6. Taman Hutan Raya Ngurah Rai
11
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Status kawasan ini ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehuatn Nomor :
4/Kpts/11/1993 tanggal 26 September 1993 dengan luas 1.373,50 ha. Terletak
di dua wilayah administratif yaitu Kec. Kuta (Badung) dan Kec. Denpasar
Selatan (Kodya Denpasar). Potensi kawasan adalah tanaman mangrove dengan
beberapa spesies yang dapat ditemui. (tidak berada dalam pengelolaan
BKSDA Bali)
7. Taman Nasional Bali Barat
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang memasuki gerbang kepunahan di alam
menjadi alasan penetapan Taman Naional ini. Terletak di dua wilayah yaitu Kec.
Melaya (Jembrana) dan Kec. Gerokgak (Buleleng). Ditetapkan berdasarkan SK
Menteri Kehutanan No : 493/Kpts-11/1995, tanggal 15 September 1995 dengan
luas 19002,89 ha. (pengelola Balai TNBB).
3. Strategi Konservasi
Kesadaran terhadap perlunya konservasi terhadap sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya sesungguhnya telah ada sejak berabad-abad lampau. Kepercayaan dan
filosofi tentang nilai perlindungan alam ditemukan dibanyak kebudayaan di dunia.
Banyak norma agama dan budaya menekankan harmonisasi manusia dengan alam
lingkungannya sebagai anugerah Sang Pencipta seperti konsep Tri Hita Karana dalam
budaya Hindu Bali.
Sejalan dengan konsep strategi konservasi dunia yang dikeluarkan IUCN
Indonesia mendeklarasikan strategi konservasi nasional seperti yang tertuang dalam
UU No. 5 /1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pokok-pokok strategi konservasi :
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan.
2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
I. Perlindungan sistim penyangga kehidupan
Sistem penyangga kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur
hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk.
12
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Kegiatan perlindungan pada dasarnya untuk melindungi proses-proses ekologis
sebagai penyangga kehidupan sehingga dapat menjaga kemampuan pemanfaatan
sumber daya alam tersebut.
Seperti yang telah dikeluarkan strategi konservasi sedunia mengenai perlindungan
sistem penyangga kehidupan meliputi :
a. Perlindungan daerah pegunungan yang berlereng curam yang mudah
tererosi dengan membentuk hutan lindung-hutan lindung.
b. Perlindungan wilayah pantai dengan pengelolaan yang terkendali bagi
daerah hutan mangrove dan hutan pantai serta daerah hamparan
karang/terumbu karang.
c. Perlindungan daerah aliran sungai, lereng perbukitan dan tepi-tepi
sungai, danau dan ngarai (revine) dengan pegelolaan yang terkendali
terhadap vegetasi misalnya : melarang kegiatan menebang pohon dan
menghutankan kembali jika diperlukan.
d. Pengembangan daerah aliran sungai termasuk kawasan daerah-daerah
perlindungan jika diperlukan, sesuai dengan rencana pembangunan
menyeluruh.
e. Perlindungan daerah hutan yang luas seperti misalnya dijadikan
mintakat rimba di dalam taman nasional, suaka margastwa dan cagar
alam.
f. Perlindungan tempat yang memiliki nilai unik, keindahan alam yang
sangat menarik atau ciri-ciri khas alam atau budaya daerah tersebut.
g. Mengadakan analisa mengenai dampak lingkungan sebagai syarat
mutlak untuk melaksanakan rencana pembangunan.
II. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
Tujuan dari penerapan strategi kedua ini adalah
1. Menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa dari bahaya kepunahan.
2. Menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa.
3. Memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada agar dapat
dimanfaatkan bagi kesejahtraan manusia secara berkelanjutan.
Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam
keadaan asli.
13
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah :
o Penetapan dan penggolongan jenis yang dilindungai dan tidak dilindungai.
o Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya.
o Pemeliharaan dan pengembangbiakan.
Suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam kelompok dilindungi apabila
telah memenuhi kriteria berikut :
o Mempunyai populasi sedikit
o Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam bebas.
o Mempunyai daerah penyebaran yang terbatas.
Suatu jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dapat diubah statusnya menjadi tidak
dilindungi apabila populasinya telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu sehingga
jenis yang bersangkutan tidak lagi termasuk kategori yang dilindungi.
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui kegiatan pengelolaan di
dalam kawasan (in-situ) dan diluar kawasan (ex-situ)
A. PENGAWETAN IN-SITU
Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di dalam habitatnya dilakukan dalam
bentuk kegiatan
1. Identifikasi, penetapan golongan jenis tumbuhan dan satwa.
2. Inventarisasi, kondisi populasi, pengamatan potensi.
3. Pemantauan, perkembangan populasi dari waktu ke waktu.
4. Pembinaan habitat dan populasinya, melalui :
Pembinaan padang rumput untuk makan satwa.
Penanaman dan pemeliharaan pohon pelindung dan sarang
satwa.
Pembuatan fasilitas air minum, tempat berkubang dan mandi
satwa.
Penjarangan jenis tumbuhan dan atau populasi satwa.
Penambahan tumbuan dan atau satwa asli.
Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.
5. Penyelamatan jenis.
Dilakukan terhadap jenis tumbuhan dan satwa yang terancam bahaya
kepunahan yang masih berada dihabitatnya, melalui :
Pengembangbiakan.
14
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Pengobatan.
Pemeliharaan dan atau pemindahan dari habitatnya ke habitat di
lokasi lain.
6. Pengkajian, penelitian dan pengembangan.
Untuk menunjang tetap terjaganya keadaan genetik dan ketersediaan
sumber daya jenis tumbuhan dan satwa.
B. PENGAWETAN EX-SITU
Untuk pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya (ex-situ)
dilakukan dalam bentuk kegiatan :
1. Pemeliharaan, bertujuan untuk :
Menyelamatkan sumber daya genetik dan populasi jenis tumbuhan
dan satwa.
Pemeliharaan meliputi koleksi jenis tumbuhan dan satwa di
lembaga konservasi.
Pemliharaan jenis di luar habitat wajib memenuhi persyaratan :
- Memenuhi standar kesehatan
- Menyediakan tempat yang cukup luas, aman dan nyaman.
- Mempunyai dan memperkerjakan tenaga ahli dalam bidang
medis dan pemeliharaan.
2. Pengembangbiakan.
Dilakukan untuk pengembangan populasi di alam agar tidak punah
sehingga kemurnian jenis dan keanekaragaman genetik tetap terjaga.
Pengembangan diluar habiat wajib memenuhi syarat :
o Menjaga kemurnian jenis
o Menjaga keanekaragaman genetik
o Melakukan penandaan dan sertifikasi
o Membuat buku silsilah.
3. Pengkajian, penelitian dan pengembangan.
4. Rehabilitasi satwa, dimaksudkan untuk :
Mengadaptasikan satwa yang karena suatu sebab berada di
lingkungan manusia untuk dikembalikan ke habitatnya.
Mengetahui ada atau tidaknya penyakit, mengobati dan memilih
satwa yang layak untuk dikembalikan ke habitatnya
15
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
5. Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa.
Dilakukan untuk mencegah kepunahan lokal jenis tumbuhan dan
satwa akibat adanya bencana alam dan kegiatan manusia.
Pemindahan jenis tumbuhan dan satwa ke habitat yang lebih baik.
Mengembalikan ke habitatnya, rehabilitasi atau apabila tidak
memungkinkan menyerahkan atau menitipkan ke lembaga
konservasi.
III. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa
Dalam pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa harus selalu dipegang prinsip
menghindari dari bahaya kepunahan dan atau menghindari penurunan potensi
tumbuhan dan satwa, populasi tumbuhan dan satwa liar. Pemanfaatan
tumbuhan dan satwa dilakukan melalui bentuk :
Pengkajian
Penelitian dan pengembangan
Penangkaran
Perdagangan
Peragaan
Pertukaran
Budi daya tanaman obat
Pemeliharaan untuk kesenangan (hobby yang bertanggung jawab)
Penangkaran dapat dilakukan terhadap jenis dan satwa liar yang dilindungi
dan tidak dilindungi yang diperoleh dari habitat alam atau sumber-sumber lain
yang sah.
Standar kualifikasi penangkaran ditetapkan dengan dasar pertimbangan:
1. Batas jumlah populasi jenis dan satwa hasil penangkaran.
2. Profesionalisme kegiatan penangkaran
3. Tingkat kelangkaan jenis tumbuhan dan satwa yang ditangkarkan.
Ditingkat dunia internasional, untuk mengendalikn pemanfaatan ataupun perdagangan
satwa dan flora dibuat perangkat peraturannya yaitu CITES sedangkan untuk
mengetahui tingkat kelangkaanya dikeluarkan Red Data Book oleh IUCN.
16
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora) atau konvensi perdagangan international untuk spesies-spesies
tumbuhan dan satwa liar yang terancam punah, merupakan suatu konvensi
internasional yang bertujuan untuk membentuk sistem pengendalian perdagangan
satwa dan flora langka dan terancam punah, serta produk-produknya secara
internasional. CITES merupakan suatu pakta perjanjian yang disusun pada suatu
konfrensi diplomatik di Washington DC pada tanggal 3 Maret 1973 yang dihadiri 88
negara sehingga konvensi ini juga disebut Washington Convention. Konvesi ini
merupakan tanggapan terhadap rekomendasi No. 99.3 yang dikeluarkan pada saat
konfrensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm tahun 1972. CITES
ditandatangani oleh 21 negara dan mulai berlaku 1 Juli 1975. Indonesia meratifikasi
konvensi pada tahun 1978, PP No. 43 tahun 1978.
CITES merupakan satu-satunya perjanjian atau trakta (treaty) global yang
fokus pada perlindungan flora-fauna liar terhadap perdagangan internasional yang
mungkin mengancam kelestariannya.
CITES memuat tiga lampiran (appendix) yang menggolongkan keadaan tumbuhan
dan satwa liar :
Appendix I CITES
Appendix I memuat daftar tumbuhan dan satwa liar yang terancam punah.
Jumlahnya sekitar 800 spesies. Pemanfaatan diawasi sangat ketat terbatas
hanya untuk konservasi, penelitian ilmu pengetahuan. Tumbuhan dan Satwa
Indonesia yang termasuk alam Appendix I : penyu laut, Jalak Bali, Orang
Utan, Komodo, Harimau, Babirusa dan lainnya.
Appendix II CITES
Appendix II memuat daftar dari spesies yang tidak terancam punah, namun
akan menjadi terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya
pengaturan. Jumlahnya sekitar 32.500 spesies.
Appendix III CITES
Appendix III memuat daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi
di suatu negara tertentu dalam habitanya dan memiliki kemungkinan masuk
dalam daftar appendix I atau II sesuai kesepakatan anggota CITES
Konfrensi CITES diadakan secara berkala untuk meninjau status tumbuhan dan satwa
liar.
17
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
IUCN (International Union For Concervation of Nature and Natural Resources)
memuat data kelangkaan tumbuhan dan satwa. Untuk kelangkaan satwa, IUCN Red
Data Book mengkategorikan kelangkaan satwa dalam 4 kategori Yaitu :
1. Endangered : satwa yang telah mendekati kepunahan atau nyaris
punah.
2. Restricted : satwa yang populasinya jarang atau terbatas dan
mempunyai resiko punah
3. Depleted/vulnerable : satwa yang sedang mengalami penurunan pesat
dari populasi di alam bebas.
4. Indeterminate : atwa yang terancam punah, tetapi belum ditetapkan
tingkat kelangkaannya karena kekurangan data.
Sementara untuk kelangkaan tumbuhan, ada 5 tingkat kelangkaan yaitu :
1. Punah (extinc) : tumbuhan yang telah mengalami kepunahan /hilang
sama sekali
2. Genting (endangered) : jenis yang terancam kepunahan.
3. Rawan (vulnerable) : jenis yang tidak terancam punah, tetapi terdapat
dalam jumlah sedikit dan eksploitasi terus berjalan.
4. Jarang : jenis dan populasinya besar tetapi tersebar secar lokal atau
daerah penyebarannya luas, tapi jarang dijumpai.
5. Terikis (indeterminate) : jenis yang mengalai proses pelangkaan, tetapi
informasi tentang keadaan yang sebenarnya belum mencukupi.
Peraturan perundang-undangan mengenai Konservasi
Pembangunan konservasi seumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai
bagian dari pembangunan kehutanan ditempuh melalui upaya perlindngan,
pengawetan dan pemanfaatan. Kebijakan pembangunan wilayah konservasi tidak
terlepas dari kebijakan pembangunan wilayah di sekitarnya dan saling menunjang
sehingga pembangunan konservasi mencakup aspek pelestarian fungsi lingkungan
hidup dan pembangunan ekonomi.
Dalam rangka pembangunan dan pengelolaan kawasan konservasi, sampai saat ini
masih menghadapi kendala dan permasalahan yang cukup komplek dan terkait dengan
sektor ataupun pihak lain. Untuk menjamin keberhasilan program konservasi sumber
daya alam, haruslah dibuat ketentuan-ketentuan dan peaturan-peraturan yang
mengatur pola pelaksanaan program konservasi.
18
Mapala WD – Materi Div. Konservation- Konservasi Sumber Daya Alam
Peraturan perundang-undangan dibidang konservasi sumber daya alam hayati di
Indonesia sebenarnya mempunyai sejarah yang cukup tua. Pada tahun 1916,
pemerintah berkuasa menerbitkan Stbl No.278 yang memuat ketentuan untuk
melindungi Alam di Hindia Belanda. Tahun 1932 di undangkan Ordonansi Cagar
Alam dan Suaka Margasatwa yang kemudia tahun 1941 diganti menjadi Ordonansi
Perlindungan Alam. Beberapa peraturan perundangan lainnya di jaman itu yang
dikeluarkan adalah :
Ordonansi untuk melindungi satwa liar 1909 diganti dngan ordonansi
Perburuan 1924.
Pelarangan perburuan burung Mambruk dan cendrawasih tahun 1922
Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar 1931.
Tahun 1967 pemerintah Indonesia menerbitkan UU Nomor 5 tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan yang kemudian diperbaharui dengan UU
Nomor 4 tahun 1999 tentang Kehutanan yang selanjutnya kembali diperbaharui
peraturannya dalan UU nomir 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. UU tentang
konservasi sumber daya alam diterbitkan pada ahun 1990 yaitu UU Nomor 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Ditingkat inetrnasional, Indonesia juga merupakan salah satu negara yang
menandatangani CITES ( Convention on International Trade in Endengered Species
of Flora and Fauna) yang mengatur tentang lalu lintas perdagangan satwa dan
tumbuhan liar. Dibidang pengawetan dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa
pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomr 7 tahun 1999 tentang
pengawetan jenis tumbuhan dan satwa serta Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun
1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Dalam usaha penanggulangan jenis-jenis flora fauna yang terancam punah, suatu
badan perlindungan alam se dunia IUCN (International Union for Conservation of
Naturale Resource mempunyai komisi khusus menangani masalah jenis-jenis flora
dan fauna yang terancam punah, dimana secara berkala mengeluarkan daftar
kelangkaan flora fauna dunia.
19