kptn tugas

28

Click here to load reader

Upload: wahyu-indri-yanti

Post on 30-Jun-2015

153 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KPTN tugas

MENGANALISIS INTERPRETASI DALAM HUKUM

Penulis

Nama : WAHYU INDRI YANTI

NPM : 0912011263

Fakultas : Hukum

Mata Kuliah : Konstitusi dan Peradilan Tata Negara

Kelas : B . 1

Fakultas Hukum Universitas Lampung

13 Oktober 2010

Page 2: KPTN tugas

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam berbagai kasus hukum yang terjadi di tanah air, seringkali

menimbulkan pendapat pro dan kontra yang kemudian mencuat menjadi bahan

perbincangan publik. Salah satu penyebabnya tidak lain karena para penegak hukum

(Hakim, Jaksa, Polisi, Pengacara) seringkali mempunyai persepsi maupun penafsiran

yang berbeda dalam menangani suatu kasus, meskipun sebenarnya landasan hukum dan

aturan main (rule of game) yang digunakan sama.

Dan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen serta memahami

tentang Interpretasi , maka saya membuat makalah ini . Makalah ini merupakan analisis

tentang berbagai interpretasi yang telah ada .Saya menyadari tiada gading yang tak

retak, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saya mengharapkan saran dari

para pembaca.

Akhir kata, saya mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi yang

membaca dan khususya dapat memenuhi kewajiban saya sebagai mahasiswa dalam

pemenuhan tugas.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Penulis,

Wahyu Indri yanti

Page 3: KPTN tugas

Pendahuluan

Suatu interpretasi dapat merupakan bagian dari suatu presentasi atau penggambaran

informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu kumpulan simbol spesifik.

Informasi itu dapat berupa lisan, tulisan, gambar, matematika, atau berbagai

bentuk bahasa lainnya. Makna yang kompleks dapat timbul sewaktu penafsir baik

secara sadar ataupun tidak melakukan rujukan silang terhadap suatu objek dengan

menempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas.

Tujuan interpretasi biasanya adalah untuk meningkatkan pengertian, tapi kadang, seperti

padapropaganda atau cuci otak, tujuannya justru untuk mengacaukan pengertian dan

membuat kebingungan.

Interpretasi hukum merupakan hal yang penting dalam kehidupan hukum, sebagai

reaksi atas ajaran legisme, yaitu aliran yang berkembang sejak abad pertengahan, yang

menyamakan hukum dan undang-undang sebagai pokok pikirannya. Hakim tunduk pada

undang-undang, semua hukum terdapat pada undang-undang. Hakim tidak menciptakan

hukum, hakim itu hanya mulut atau corong badan legislatif, badan pembuat undang-

undang.

Akan tetapi ternyata kemudian bahwa undang-undang tidak jelas, andaikata jelas juga

undang-undang itu tidak mungkin lengkap dan tuntas. Tidak mungkin undang-undang

secara lengkap dan tuntas mengatur kehidupan manusia, karena kehidupan manusia

senantiasa berkembang. Melalui interpretasi atau penafsiran akan diberikan penjelasan

yang gamblang mengenai rumusan undang-undang agar ruang lingkup norma dapat

diterapkan pada peristiwa tertentu.

Akan tetapi menafsirkan undang-undang tidak dilakukan secara sewenang-wenang, ada

rambu-rambu yang harus ditaati. J.H. Logemann mengatakan bahwa hakim harus

tunduk pada kehendak pembuat undang-undang, yaitu kehendak pembuat undang-

Page 4: KPTN tugas

undang seperti yang dapat diketahui terletak di dalam peraturan perundang-undangan

yang bersangkutan. Dalam kehendak itu tidak dapat dibaca dengan begitu saja dari kata

undang-undang, maka hakim harus mencarinya dalam sejarah kata-kata tersebut, dalam

sistem undang-undang, atau dalam arti kata-kata itu seperti yang dipakai dalam

pergaulan sehari-hari pada waktu sekarang.

Hakim wajib mencari kehendak pembuat undang-undang, karena ia tidak boleh

membuat penafsiran yang tidak sesuai dengan kehendak itu. Setiap penafsiran adalah

tafsiran yang dibatasi oleh kehendak pembuat undang-undang. Sebab itu hakim tidak

boleh menafsirkan undang-undang secara sewenang-wenang yaitu menurut kehendak

hakim sendiri.

Mayor Polak mengemukakan bahwa cara penafsiran ditentukan oleh :

1. Materi peraturan per Undang-undangan yang bersangkutan misalnya : perUndang-

undangan jual beli.

2. Tempat dimana perkara tersebut timbul yaitu memperhatikan kebiasaan setempat.

3. Waktu yaitu berlaku tidaknya peraturan hukum tersebut.

Dalam tataran praktis, metode penafsiran dapat diketemukan pada pertimbangan-

pertimbangan putusan hakim. Dari alasan atau pertimbangan yang sering digunakan

oleh hakim dalam menemukan hukumnya, dikenal beberapa metode penafsiran atau

interpretasi..

1. Interpretasi Otentik

Penafsiran ini dikenal dengan sebutan authentekie interpretatie / officiele interpretatie.

Utrecht berpendapat, bahwa penafsiran gaya ini adalah penafsiran yang didasarkan pada

tafsir yang dinyatakan oleh pembuat undang-undang. Dalam dunia perundang-

undangan, kita mengenal apa yang disebut dengan penjelasan UU. Interpretasi otentik

menurut Sudikno Mertokusumo tidak dalam ajaran tentang interpretasi. Menurutnya

Page 5: KPTN tugas

Interpretasi otentik adalah penjelasan yang diberikan oleh undang-undang dan terdapat

dalam teks undang-undang, bukan dalam tambahan lembaran Negara.1

Contoh : Dalam Titel IX Buku I KUHP memberi penjelasan secara resmi (authentik)

tentang arti beberapa kata/sebutan didalam KUHP. Seperti dalam Pasal 97 KUHP yang

dimaksud “sehari” adalah masa yang lamanya 24 jam, “sebulan” adalah masa yang

lamanya 30 hari. Tetapi tafsiran dalam Titel IX Buku I KUHP ini tidak semestinya

berlaku juga untuk kata-kata yang dipergunakan oleh peraturan pidana diluar KUHP

artinya Hakim tidak hanya bertindak sebagai corong hukum saja melainkan harus aktif

mencari dan menemukan hukum itu sendiri dan mensosialisasikannya kepada

masyarakat.

2. Interpretasi Bahasa atau Interpretasi Gramatikal

Bahasa merupakan sarana yang penting yang dipakai oleh pembuat undang-undang

untuk menyatakan kehendaknya. Oleh karena itu pembuat undang-undang harus

memilih kata-kata dengan singkat, jelas dan tidak dapat di tafsirkan secara berbeda-

beda. Hal ini tidak mudah dilakukan sehingga tetap saja memerlukan penafsiran.

Titik tolak dalam penafsiran menurut bahasa adalah bahasa sehari-hari. Ketentuan atau

kaidah hukum yang tertulis dalam undang-undang diberi arti menurut kalimat atau

bahasa sehari-hari. Metode interpretasi ini disebut interpretasi gramatikal karena untuk

mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan cara menguraikannya menurut

bahasa, susunan kata atau bunyinya. Dalam interpretasi bahasa ini biasanya digunakan

kamus bahasa atau dimintakan keterangan ahli bahasa.

Interpretasi bahasa ini mempunyai penekanan pada makna teks yang di dalamnya

terdapat kaidah hukum. Menurut Visser Hoft, di negara yang mengedepankan

kodifikasi, (berdoktrin the binding force of precedent). Teks harfiah UU sangat penting.

1 Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,Yogyakarta,1986, hall

140-141.

Page 6: KPTN tugas

Namun, adakalanya metode penafsiran ini kurang bisa menjawab jika norma yang

ditafsirkan sudah menjadi perdebatan. Maka diperlukan metode-metode yang lain.

Mis :

a. Peraturan per Undang-undangan yang melarang orang menghentikan

“Kendaraannya” pada suatu tempat. Kata kendaraan bila ditafsirkan beragam, apakah

roda dua, roda empat atau kenderaan bermesin, bagaimana dengan sepeda dan lain-lain

(E Utrecht). Jadi harus diperjelas dengan kenderaan yang mana yang dimaksudkan.

b. Mengenai istilah “dipercayakan” yang tercantum dalam pasal 342 KUHP Mis :

sebuah paket yang diserahkan kepada Dinas Perkereta Apian (PJKA). Sedangkan yang

berhubungan dengan pengiriman tidak ada selain Dinas tersebut artinya dipercayakan.

c. Istilah “menggelapkan” dalam pasal 41 KUHP sering ditafsirkan sebagai

menghilangkan.

3. Interpretasi Sejarah atau Interpretasi Historis

Metode Interprestasi secara historis yaitu menafsirkan Undang-undang dengan cara

melihat sejarah terjadinya suatu Undang-undang.

4. Interpretasi menurut sejarah hukum (Rechts historische interpretatie)

Penafsiran atau interpretasi menurut sejarah hukum adalah suatu penafsiran yang luas

yaitu meliputi pula penafsiran sejarah penetapan suatu ketentuan perundang-undangan

dan sejarah sistem hukumnya. Penafsiran sejarah hukum menyelidiki asal peraturan

perundang-undangan dari suatu sistem hukum yang dulu pernah berlaku dan sekarang

tidak berlaku lagi atau asal- usul peraturan itu dari sistem hukum lain yang masih

berlaku di negara.

Contoh :

KUHPerdata (BW) yang dikodifikasikan pada tahun 1884 di Hindia Belanda Menurut

sejarahnya mengikuti code civil Perancis dan di Belanda (Nederland) di kodifikasikan

pada tahuan 1838.

5. Interpretasi menurut sejarah penetapan suatu undang-undang

(Wethistoirsche interpretatie)

Page 7: KPTN tugas

Penafsiran Undang-undang dengan menyelidiki perkembangan suatu undang-undang

sejak dibuat, perdebatan-perdebatan yang terjadi dilegislatif, maksud ditetapkannya atau

penjelasan dari pembentuk Undang-undang

pada waktu pembentukannya.

Untuk mengetahui maksud pembuat undang-undang pada waktu undang-undang dibuat

atau ditetapkan dilakukan dengan menggunakan interpretasi sejarah perundang-

undangan. Sumber yang dicari dalam melakukan interpretasi ini adalah surat menyurat,

pembicaraan atau pembahasan di dalam badan legislatif, yang kesemuanya itu memberi

gambaran tentang apa yang di kehendaki oleh pembentuk undang-undang. Sejarah

terbentuknya undang-undang dapat diteliti melalui Rancangan Undang-Undang (RUU)

termasuk pernyataan atau keterangan pemerintah sewaktu RUU diajukan ke DPR,

rísalah-risalah perdebatan baik dalam komisi maupun sub komisi atau pleno. Sering

juga dalam interpretasi sejarah meneliti tentang rangkaian kejadian atau peristiwa yang

terjadi sebelum RUU diajukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui alasan

pertimbangan tentang mengapa sampai RUU tersebut di ajukan. Dalam hal demikian

maka terjadi penggabungan metode interpretasi sejarah hukum dan metode interpretasi

sejarah perundang-undangan.

6. Interpretasi Sistematis atau Interpretasi Dogmatis

Setiap gejala sosial senantiasa terjadi interdependensi (saling ketergantungan atau saling

berhubungan ) dengan gejala-gejala sosial yang lain. Konsekuensinya dalam hukum

bahwa antara masing-masing peraturan hukum itu ada hubungannya. Suatu peraturan

hukum tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dengan peraturan hukum yang

lain. Beberapa peraturan hukum yang mengandung beberapa persamaan baik mengenai

unsur-unsurnya maupun tujuan untuk mencapai suatu obyeknya, merupakan suatu

himpunan peraturan-peraturan yang tertentu, akan tetapi antara peraturan-peraturan itu

saling berhubungan intern diantara peraturan-peraturan tersebut.

Menafsirkan undang-undang yang menjadi bagian dari keseluruhan sistem perundang-

undangan dengan cara menghubungkan dengan undang-undang lain itulah yang

Page 8: KPTN tugas

dinamakan interpretasi sistematis. Dengan metode penafsiran sistematis ini hendak

dikatakan bahwa dalam menafsirkan undang-undang tidak boleh menyimpang dari

sistem perundang-undangan. Serta Menghubungkan pasal yang satu dengan apasal yang

lain dalam suatu per Undang-undangan yang bersangkutan, atau dengan Undang-

undang lain, serta membaca penjelasan Undang-undang tersebut sehingga kita

memahami maksudnya.

Contoh :

a. Dalam pasal 1330 KUHPerdata menyatakan “Tidak cakap membuat

persetujuan/perjanjian antara lain orang-orang yang belum dewasa”. Timbul

pertanyaan : “Apakah yang dimaksud dengan orang-orang yang belum dewasa”.

Untuk hal tersebut harus dikaitkan pada pasal 330 KUHPerdata yang mengatur

batasan orang yang belum dewasa yaitu belum berumur 21 tahun.

b. Apabila hendak mengetahui tentang sifat pengakuan anak yang dilahirkan diluar

perkawinan orang tuanya, tidak cukup hanya mencari ketentuan-ketentuan

didalam KUHPerdata (BW) saja melainkan harus dihubungkan juga dengan

pasal 278 KUHP.

7. Interpretasi Teologis

Beberapa ahli menyatakan adanya perbedaan antara interpretasi sosiologis dengan

interpretasi teleologis2. Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa interpretasi

teleologis yaitu apabila makna undang-undang diterapkan berdasarkan tujuan

kemasyarakatan.

Dengan interpretasi teleologis ini, undang-undang yang masih berlaku tetapi sudah

usang atau sudah tidak sesuai lagi, diterapkan terhadap peristiwa, hubungan, kebutuhan

dan kepentingan masa kini, tidak perduli apakah hal ini semuanya pada waktu di

undangkannya undang-undang tersebut dikenal atau tidak.

Di sini peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial

yang baru. Ketentuan undang – undang yang sudah tidak sesuai lagi dilihat sebagai alat 2 Mochtar Kusumaatmaja dan B Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum. Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum,Buku 1,Alumni, Bandung, 2000, hal 106-107.

Page 9: KPTN tugas

untuk memecahkan atau menyelesaikan sengketa dalam kehidupan bersama itu

sekarang.3

8. Interpretasi Sosiologis

Sociological Interpretation memusatkan diri pada permasalahan apa konteks sosial dari

kegiatan yang akan dinilai secara hukum (what does social context of the event to be

legally judged). Konteks sosial suatu naskah dirumuskan dapat mempengaruhi legislator

ketika sebuah naskah hukum dirumuskan, dan hal ini harus dijadikan konsideran juga

dalam penafsiran norma.

9. Interpretasi Teologis Sosiologis

Metode Interpretasi secara Teleologis Sosiologis yaitu makna Undang- undang itu

ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan artinya peraturan perUndang-undangan

disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru. Ketentuan Undang-undang

yang sudah tidak sesuai lagi disesuaikan dengan keadaan sekarang untuk

memecahkan/menyelesaikan sengketa dalam kehidupan masyarakat. Peraturan yang

lama dibuat aktual.

Penafsiran seperti ini yang harus dimiliki lebih banyak pada hakim-hakim diIndonesia

mengingat negara Indonesia yang pluralistik dan kompleks. Peraturan per Undang-

undangan dalam tatanan Hukum Nasional harus diterjemahkan oleh para hakim sesuai

kondisi sosial suatu daerah.

Misalnya : Didaerah suku Dayak di Kalimantan, tanah dianggap seperti ibu yang dapat

dimiliki oleh setiap orang dan harus dijaga/dirawat layaknya menjaga/merawat seorang

ibu.Dalam hal ini hakim harus menserasikan pandangan sosial kemasyarakatannya

dengan Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria.

10. Interpretasi Komparatif atau Interpretasi Perbandingan Hukum

3 Sudikno Mertokusumo, op.cit.hal.142

Page 10: KPTN tugas

Pengertian yang sangat mudah dari perbandingan adalah: identifying simmliarity and

differences. Pitlo dan Sudikno mengartikan metode ini sebagai sebuah kegiatan

penafsiran dengan cara membandingkan dengan berbagai sistem hukum. Perbandingan

yang dilakukan adalah sebagai upaya menemukan prinsip-prinsip yang berlaku umum

pada sistem-sistem yang diperbandingkan. Sehinnga hasil dari komparasi tersebut dapat

digunakan dan diterapkan dalam menyelesaikan suatu kasus hukum dengan seadil-

adilnya dan setepat-tepatnya.

Interpretasi komparatif dilakukan dengan jalan memberi penjelasan dari suatu ketentuan

perundang-undangan dengan berdasarkan perbandingan hukum. Dengan

memperbandingkan hukum yang berlaku di beberapa negara atau beberapa konvensi

internasional, menyangkut masalah tertentu yang sama, akan dicari kejelasan mengenai

makna suatu ketentuan perundang-undangan.

Menurut Sudikno Mertokusumo, metode penafsiran ini penting terutama bagi hukum

yang timbul dari perjanjian internasional, karena dengan pelaksanaan yang seragam

akan dapat direalisir kesatuan hukum yang melahirkan perjanjian internasional sebagai

hukum obyektif atau kaedah hukum untuk beberapa negara. Di luar hukum perjanjian

internasional, kegunaan metode ini terbatas4.

Interpretasi ini adalah metode membandingkan antara berbagai sistem hukum. Dengan

demikian metode ini hanya terutama digunakan dalam bidang hukum perjanjian

internasional5.

Contoh: “ perbandingan sistem Hukum antara anglo saxon dan eropa continental.

11. Interpretasi Restriktif

Metode Interpretasi Restriktif yaitu penafsiran yang membatasi/mempersempit maksud

suatu pasal dalam Undang-undang seperti : Putusan Hoge Road Belanda tentang kasus

Per Kereta Api “Linden baum” bahwa kerugian yang dimaksud pasal 1365 KUHPerdata

juga termasuk kerugian immateril yaitu pejalan kaki harus bersikap hati-hati sehingga

4 Sudikno Mertokusumo,op.cit.,hal 1455 Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum.Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,Gunung Agung,Jakarta,2002,hal 175

Page 11: KPTN tugas

pejalan kaki juga harus menanggung tuntutan ganti rugi separuhnya (orang yang

dirugikan juga ada kesalahannya)6 .

Apabila suatu norma sudah dirumuskan secara jelas (expresis verbis), maka penafsiran

yang bersifat kompleks tidak lagi dibutuhkan. Tafsir norma tersebut harus dicukupkan

dengan makna yang jelas tersebut.

12. Interpretasi Analogi

Metode interpretasi Analogi yaitu memberi penafsiran pada sesuatu peraturan hukum

dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai dengan azas

hukumnya sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk kedalamnya

dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.

Contoh :

Penafsiran penjualan dalam pasal 1576 KUHPerdata yaitu “Penjualan barang yang

disewa tidak memutuskan sewa menyewa kecuali apabila diperjanjikan”. Apabila

misalnya seseorang menghibahkan rumah miliknya kepada orang lain sedangkan rumah

tersebut dalam keadaan disewakan kepada orang lain, bagaimana?

Berdasarkan persamaan yang ada dalam perbuatan memberi (hibah), menukar,

mewariskan dengan perbuatan menjual, dan persamaan itu adalah perbuatan yang

bermaksud mengasingkan suatu benda maka hakim membuat suatu pengertian “bahwa

pengasingan (menukar, mewariskan) tidak memutuskan (mengakhiri) sewa menyewa.

Pasal 1576 KUHPerdata walau hanya menyebut kata “menjual” masih juga dapat

diterapkan pada peristiwa hibah, menukar mewariskan. Oleh konstruksi hukum seperti

itu. Hakim dapat menyempurnakan sistem formil hukum. Konstruksi hukum seperti

diatas menurut Scholten tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang. Konstruksi itu

harus meliputi bahan-bahan yang positip (Contructive moet de positive stof dekken).

Yang dimaksud dengan bahan-bahan positip adalah sistem materil Undang-undang yang

sedang berlaku. Konstruksi itu harus didasarkan atas pengertian-pengertian hukum yang

memang ada dalam Undang-undang yang bersangkutan dan menjadi dasar Undang-

undang yang bersangkutan. Konstruksi tidak boleh didasarkan atas elemen-elemen

diluar sistem materil positif.6 Mr. C.Asser,Penuntun dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda,Gajah Mada University Press,Yogyakarta,1986,hal 84-85)

Page 12: KPTN tugas

Didalam hukum pidana analogi dilarang sedangkan metode interpretasi ekstensif

dibolehkan (contoh Kasus penyambungan/penyadapan aliran listrik) Hukum di Inggris

yang sebagian tertulis (Statute law) dan sebagian tidak tertulis (Common law) mengenal

analogi. Walaupun demikian Hukum di Inggris menolak menggunakan analogi terhadap

hukum pidana. Sedangkan di Uni Soviet menghilangkan dengan sengaja ketentuan

nullum delictum dan menggunakan prinsip bahwa hakim pidana harus menghukum

semua tindakan yang membahayakan masyarakat.

13. Interpretasi Argumentus a Contario

Metode interpretasi argumentus a contrario yaitu suatu penafsiran yang memberikan

perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dengan peristiwa yang

diatur dalam Undang-undang.

Berdasarkan perlawanan ini ditarik suatu kesimpulan bahwa perkara yang dihadapi

tidak termasuk kedalam pasal tersebut melainkan diluar peraturan per undang-

undangan. Scolten mengatakan bahwa tidak hakekatnya pada perbedaan antara

menjalankan Undang-undang secara analogi dan menerapkan Undang-undang secara

argumentum a contrario hanya hasil dari ke 2 menjalankan Undangundang tersebut

berbeda-beda, analogi membawa hasil yang positip sedangkan menjalankan Undang-

undang secara Argumentus a contrario membawa hasil yang negatif.

Contoh : Dalam pasal 34 KUHPerdata menyatakan bahwa seorang perempuan tidak

dibenarkan menikah lagi sebelum lewat suatu jangka waktu tertentu yaitu 300 hari sejak

perceraian dengan suaminya.

Berdasar Argumentus a contrario (kebalikannya) maka ketentuan tersebut tidak berlaku

bagi lelaki/pria. Menurut Azas hukum Perdata (Eropa) seorang perempuan harus

menunggu sampai waktu 300 hari lewat sedangkan menurut Hukum Islam dikenal masa

iddah yaitu 100 hari atau 4 x masa suci karena dikhawatirkan dalam tenggang waktu

tersebut masih terdapat benih dari suami terdahulu. Apabila ia menikah sebelum lewat

masa iddah menimbulkan ketidak jelasan status anak yang dilahirkan dari suami

berikutnya.

Page 13: KPTN tugas

14. Interpretasi Ekstensif

Metode interpretasi secara ekstentif yaitu penafsiran dengan cara memperluas arti kata-

kata (melebihi hasil-hasil interpretasi gramatikal) yang terdapat dalam Undang-undang

sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan kedalamnya.

Contoh : Pada pasal 492 KUH Pidana ayat (1) “Barang siapa dalam keadaan mabuk di

muka umum merintangi lalu lintas, atau mengganggu ketertiban, atau mengancam

keamanan oranglain, atau melakukan sesuatu yang harus dilakukan dengan hati –hati

atau dengan mengadakan tindakanpenjagaan tertentu lebih dahulu agar jangan

membahayakan nyawa atau kesehatan orang lain, diancam dengan pidana kurungan

paling lama enam hari, atau pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima

rupiah.

Kalimat “dimuka Umum” bukan hanya dijalan lalu lintas, atau yang mengganggu

ketertiban, atau mengancam keamanan orang lain. Akan tetapi meliputi semua tempat

yang terrsedia bagi umum dalam hal ini losmen-losmen dan tempat minum.

15. Interpretasi Sosio-Historis

Gaya tafsir seperti ini adalah dengan memperhatikan konteks historisitas, baik berupa

peristiwa-peristiwa atau pertanyaan atau lainnya dalam suatu norma hukum. Berbeda

dengan penafsiran historis penafsiran sosio-historis memperhatikan keadaan konteks

dan perkembangan sosiologis masyarakat pada saat suatu norma hukum itu lahir.

Perbedaannya dengan metode tafsir sosiologis, adalah metode sosio-historis lebih

memusatkan perhatiannya pada konteks sejarah yang mempengaruhi pembentukan

suatu norma hukum.

16. Interpretasi Holistik

Teori penafsiran holistik mengaitkan sebuah naskah hukum dengan konteks keseluruhan

jiwa dari naskah tersebut. Konsep dasar yang terkandung dalam metode tafsir ini adalah

pengandaian bahwa setiap naskah hukum seperti UU atau UUD haruslah dipandang

sebagai satu kesatuan sistem norma hukum yang mengikat untuk umum. Sehingga

Page 14: KPTN tugas

kandungan makna yang tertuang dalam teks, tidak dipahami kata-per-kata atau pasal-

per-pasal, namun dipandang sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh/holistik.

17. Interpretasi Tematis-Sistematis

Pusat perhatian dalam metode tafsir yang satu ini adalah persoalan apa yang menjadi

tema substantif artikel dirumuskan (what be the substantive theme of the article

formulated). Dalam konstitusi Amerika Article 68 menentukan bahwasanya pemilihan

umum berkala diselenggarakan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sebelum akhir

masa jabatan anggota National Assembly. Pemilihan umum anggota National Assembly

diselenggarakan dengan tata cara yang diatur oleh UU. Selanjutnya ditentukan pula

bahwa penyelenggaraan pemilu ditetapkan dengan keputusan, dengan ketentuan bahwa

sidang pertama anggota National Assembly yang baru terpilih harus sudah diadakan

pada Kamis kedua sesudah terpilihnya sekurang-kurangnya 2/3 jumlah seluruh anggota

National Assembly. Jika diperhatikan, jelas sekali bahwa Article 68 Konstitusi Amerika

Serikat ini mengatur prosedur penyelenggaraan pemilu. Beginilah cara tafsir tematis-

sistematis.

18. Interpretasi Futuristik

Metode ini adalah gaya tafsir hukum yang dilakukan dengan cara merujuk pada suatu

RUU yang sudah mendapat persetujuan bersama, namun belum disahkan secara formil,

atau masih belum mendapat persetujuan, namun hakim penafsir melakukan forward

walking, yakni merujuk pada nilai-nilai yang pasti lolos dalam ius constituendum

tersebut sehingga pada waktunya disahkan dan mengikat (in kracht), norma hukum

yang dijadikan acuan oleh hakim penafsir tadi sudah menjadi hukum positif .

Interpretasi ini djelaskan undang-undang yang berlaku sekarang Ius Constitutum,

dengan berpedoman pada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan hukum ius

constitendum7.

7 Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum.Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,Gunung Agung,Jakarta,2002,hal 175

Page 15: KPTN tugas

Intepretasi ini merupakan metode penemuan hukum yang bersifat antisipatif. Metode ini

dilakukan dengan menafsirkan ketentuan perundang-undangan dengan berpedoman

pada kaedah-kaedah perundang-undangan yang belum mempunyai kekuatan hukum,

misalnya undang- undang tentang pemberantasan tindak subversi yang sedang di bahas

di DPR akan mencabut berlakunya undang-undang tersebut, maka jaksa berdasarkan

interpretasi futuristik, menghentikan penuntutan terhadap orang yang di sidik

berdasarkan undang-undang pemberantasan tindak pidana subversi.

19. Interpretasi Evolutif Dinamis

Tokoh yang mengenalkan gagasan tafsir seperti ini adalah Vissert Hoft. Metode

interpretasi norma ini dipandang perlu untuk dilakukan karena adanya pandangan yang

berubah dalam dinamika kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, makna yang harus

diberikan pada norma hukum yang ditafsirkan haruslah bersifat “mendobrak

perkembangan”. Salah satu ciri penting metode interpretasi ini adalah diabaikannya

maksud asli (the original intent) legislator.

20. Interpretasi Interdisipliner

Sudikno dan Pitlo berpendapat bahwa penggunaan logika penafsiran dengan

menggunakan banyak cabang ilmu pengetahuan, banyak cabang dalam ilmu hukum

sendiri, ataupun banyak cabang dari berbagai metode penafsiran juga penting. Karena

banyak kasus yang tidak dapat didekati dengan hanya mengandalkan satu sudut

pandang saja. Yang antara lain disebabkan oleh kompleksitas pemasalahan yang harus

melibatkan interdisiplin ilmu demi menggapai keadilan.

21. Interpretasi Multidispliner

Berbeda dengan tafsir interdisipliner yang melibatkan banyak cabang ilmu di luar ilmu

hukum, metode tafsir interdisipliner hanya melibatkan suatu cabang ilmu diluar ilmu

Page 16: KPTN tugas

hukum. Misalnya, suatu kasus yang menuntut adanya pembuktian yang pembuktian

tersebut semata-mata hanya tergantung pada penafsiran ilmu kedokteran saja.

22. Interpretasi Filosofis

Penafsiran filosofis memusatkan perhatian pada segi what is the

underlyingphilosophical thought yang tekandung dalam teks yang akan ditafsirkan.

Misalkan tafsir Mahkamah Konstitusi atas Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang

berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam hal ini, faktor filosofi

bermain.

23. Interpretasi Literal

Metode ini, menurut Utrecht, adalah metode pertama yang ditempuh dalam penafsiran

UU. Penafsiran bertumpu pada penggalian makna harfiah suatu teks (what does the

word mean). Menurutnya, seorang hakim wajib mencari tahu arti kata dalam UU dalam

kamus atau pada ahli tata bahasa. Jika hakim belum menemukan maknanya, maka dia

mencarinya dengan memperhatikan dan mempelajari susunan kalimat dan mencari

hubungannya dengan peraturan-peraturan lain.

24. Interpretasi Subtantif

Metode subtantif adalah dimana hukum harus menerapkan suatu teks undangn–undang

terhadap kasus In-konkreto dengan belum memasuki taraf penggunaan penalaran yang

lebih rumit, tetapi sekedar menerapkan sillogisme.

Page 17: KPTN tugas

Contoh : Pasal 378; “ barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri

atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, dengan tipu

muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan

barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun penghapusan piutang

diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Unsur daripada penipuan adalah :

a. dengan maksud untuk menguntungkan diri dengan melawan hukum;

b. menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu;

c. dengan menggunakan salah satu upaya penipuan.

Maksud penipuan tidak ada, atau tidak dijelaskan.

25. Interpretasi Pengkonkritan oleh Hakim (Rechtsvervijnings)

Metode pengkongkritan hukum ini bertujuan untuk mengkongkritkan suatu aturan

hukum yang terlalu abstrak.

Contoh : pasal 363 (1) KUHP “dengan tuduhan menyuruh melakukan pencurian, orang

yang disuruh melakukan harus orang yang tidak dapat ipertanggungjawabkan atas

perbuatannya. Artinya bahwa pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih

secara bersekutu, harus dilakukan secara turut serta melakukan dan bukan secara

pembantuan.

26. Interpretasi Harmoniserende

Adalah penafsiran yang dipergunakan untuk menghindari disharmoni atau konflik antara satu peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan yang lain.

27. Interpretasi Doktriner

Page 18: KPTN tugas

Yaitu menafsirkan undang-undang dengan cara memperkuat argumentasi dengan

merujuk pada suatu doktrin tertentu.

28. Interpretasi kreatif

Yaitu dengan menggunakan interpretasi ini hakim mengungkap satu unsur tertentu

yang dianggabnya terkandung dalam suatu rumusan pidana, meskipun unsur tersebut

tidak diuraikan secara tegas di dalamnya.

29. Interpretasi Tradisional

Interpretasi  tradisional, yaitu : menemukan hukum dengan cara melihat suatu perilaku

dalam tradisi hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Mochtar Kusumaatmdja dan B. Arief Shidarta, Pengantar Ilmu Hukum. Suatu

Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku 1, Alumni

Bandung, 2000.

Page 19: KPTN tugas

C.S.T. Kansil, Drs., SH, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai

Pustaka Jakarta, 1986

C. Asser,Mr., Penuntun Dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda, Gajah Mada

University Press, 1986.

Sudikno Merto Kusumo, Prof, Dr, SH, Mengenal Hukum, Liberty Jogyakarta, 1999

Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum.Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,Gunung

Agung,Jakarta,2002

E. Utrecht, Drs., SH & M. Saleh Djinjang, SH, Pengantar Dalam Hukum Indonesia,

1982