kota depok sbg kota baru mandiri

16
PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 1 PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan IDENTIFIKASI KOTA DEPOK SEBAGAI KOTA BARU MANDIRI Oleh : Kartika Harijono (254 12 005) Isro Saputra (254 12 049) Vindya Martiani Budiman (254 12 015) Elmy Yasinta Ciptadi (254 12 063) Gema Satria Mayang Sediadi (154 12 085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung 2012 ABSTRAK DKI Jakarta, sebagai kota inti Wilayah Metropolitan Jabodetabek yang terus mengalami perkembangan, menimbulkan dampak negatif tersendiri yang terutama disebabkan oleh masalah kependudukan. Hal ini berimplikasi pula terhadap wilayah sekitarnya, termasuk Kota Depok. Kota Depok pada awalnya direncanakan sebagai kota baru, dengan fungsi tempat tinggal, sehingga menimbulkan pergerakan penduduk komuting. Oleh karena itu, akan dilakukan pembahasan mengenai identifikasi Kota Depok sebagai kota baru mandiri, yang akan dilakukan dengan meninjau struktur internal dan struktur eksternal kota, juga sejarah perkembangan Kota Depok sendiri. Struktur internal Kota Depok menunjukan bahwa Kota Depok dapat dikatakan menjadi kota baru mandiri. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas yang dimiliki Kota Depok yang memiliki tingkat pelayanan yang bahkan melebihi cakupan Kota Depok sendiri. Kemudian, struktur eksternal Kota Depok juga menunjukan bahwa Kota Depok sudah menjadi kota mandiri secara ekonomi, walaupun memang Kota Depok masih terkait dengan Jakarta sebagai kota inti Metropolitan Jabodetabek. Selain itu, juga setelah melakukan analisis dengan teori terkait, juga didapatkan bahwa Kota Depok berkembang dari kota baru penunjang menjadi kota baru mandiri. Hal ini diperkirakan terjadi dorongan dari kegiatan pendidikan, dalah hal ini adalah perkembangan perguruan tinggi yaitu terutama Universitas Indonesia. Kata Kunci : Kota Depok, Struktur Internal, Struktur Eksternal, Kota Baru, Mandiri I. Pendahuluan DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan negara berkembang dengan pesat sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan Indonesia. Pembangunan yang berlangsung secara intensif menyebabkan Jakarta akan mengalami pertambahan penduduk yang begitu pesat akibat semakin banyaknya faktor penarik mobilitas penduduk. Hal tersebut mendorong pemerintah pusat menyusun Pengembangan Metropolitan Jabotabek sebagai suatu upaya dalam meredistribusi penduduk maupun pemerataan pembangunan di wilayah pinggiran ibukota. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengembangkan kota-kota baru di kawasan-kawasan pinggiran. Kota-kota baru ini akan dibangun dengan fasilitas perkotaan yang memadai sehingga mampu menjadi counter-magnet bagi masyarakat. Salah satu kota baru yang direncanakan pemerintah pusat adalah Kota Depok. Kota Depok pada awalnya direncanakan hanya menjadi dormitory city bagi pegawai negeri yang bekerja di Jakarta. Pembangunan yang dilakukan di Kota Depok merupakan upaya untuk

Upload: kartikadwiana

Post on 19-Jan-2016

66 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PWK

TRANSCRIPT

Page 1: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 1

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan

IDENTIFIKASI KOTA DEPOK SEBAGAI KOTA BARU MANDIRI

Oleh :

Kartika Harijono (254 12 005)

Isro Saputra (254 12 049)

Vindya Martiani Budiman (254 12 015)

Elmy Yasinta Ciptadi (254 12 063)

Gema Satria Mayang Sediadi (154 12 085)

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Sekolah Arsitektur, Perencanaan Pengembangan Kebijakan

Institut Teknologi Bandung

2012

ABSTRAK

DKI Jakarta, sebagai kota inti Wilayah Metropolitan Jabodetabek yang terus mengalami

perkembangan, menimbulkan dampak negatif tersendiri yang terutama disebabkan oleh masalah

kependudukan. Hal ini berimplikasi pula terhadap wilayah sekitarnya, termasuk Kota Depok. Kota

Depok pada awalnya direncanakan sebagai kota baru, dengan fungsi tempat tinggal, sehingga

menimbulkan pergerakan penduduk komuting. Oleh karena itu, akan dilakukan pembahasan

mengenai identifikasi Kota Depok sebagai kota baru mandiri, yang akan dilakukan dengan meninjau

struktur internal dan struktur eksternal kota, juga sejarah perkembangan Kota Depok sendiri.

Struktur internal Kota Depok menunjukan bahwa Kota Depok dapat dikatakan menjadi kota baru

mandiri. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas yang dimiliki Kota Depok yang memiliki tingkat

pelayanan yang bahkan melebihi cakupan Kota Depok sendiri. Kemudian, struktur eksternal Kota

Depok juga menunjukan bahwa Kota Depok sudah menjadi kota mandiri secara ekonomi, walaupun

memang Kota Depok masih terkait dengan Jakarta sebagai kota inti Metropolitan Jabodetabek.

Selain itu, juga setelah melakukan analisis dengan teori terkait, juga didapatkan bahwa Kota Depok

berkembang dari kota baru penunjang menjadi kota baru mandiri. Hal ini diperkirakan terjadi

dorongan dari kegiatan pendidikan, dalah hal ini adalah perkembangan perguruan tinggi yaitu

terutama Universitas Indonesia.

Kata Kunci : Kota Depok, Struktur Internal, Struktur Eksternal, Kota Baru, Mandiri

I. Pendahuluan

DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan negara berkembang dengan pesat sebagai pusat

ekonomi dan pemerintahan Indonesia. Pembangunan yang berlangsung secara intensif

menyebabkan Jakarta akan mengalami pertambahan penduduk yang begitu pesat akibat

semakin banyaknya faktor penarik mobilitas penduduk. Hal tersebut mendorong

pemerintah pusat menyusun Pengembangan Metropolitan Jabotabek sebagai suatu upaya

dalam meredistribusi penduduk maupun pemerataan pembangunan di wilayah pinggiran

ibukota. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengembangkan kota-kota baru

di kawasan-kawasan pinggiran. Kota-kota baru ini akan dibangun dengan fasilitas

perkotaan yang memadai sehingga mampu menjadi counter-magnet bagi masyarakat.

Salah satu kota baru yang direncanakan pemerintah pusat adalah Kota Depok. Kota Depok

pada awalnya direncanakan hanya menjadi dormitory city bagi pegawai negeri yang

bekerja di Jakarta. Pembangunan yang dilakukan di Kota Depok merupakan upaya untuk

Page 2: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 2

menyediakan fasilitas yang menjadi kebutuhan masyarakat bukan upaya untuk

meningkatkan daya tarik Kota Depok dari segi ekonomi. Hal tersebut menyebabkan Kota

Depok masih sangat bergantung pada Kota Jakarta.

Di tahun 1999, Kota Depok ditetapkan sebagai suatu kota yang otonom. Kota Depok pun

berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan dari masyarakat dan menjadi kota baru yang

memiliki kemandirian. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Kota Depok dalam

pembangunan pun semakin meningkat terlebih dengan adanya otoritas kekuasaan yang

diberikan kepada Kota Depok untuk mengelola pemerintahannya sendiri. Pada penelitian

ini, akan dilakukan penilaian terhadap tingkat kemandirian Kota Depok dengan melihat

struktur internal dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat dan struktur eksternal

dalam melihat peran Kota Depok pada konstelasi wilayah yang lebih luas. Dengan

demikian akan diketahui tingkat kemandirian Kota Depok sebagai suatu kota baru yang

otonom dan implikasi-implikasi pembangunan yang dilakukan terhadap masyarakat

terutama dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan keadilan.

II. Tinjauan Pustaka

Perkembangan kota baru pada awalnya disediakan untuk memenuhi kebutuhan perumahan

yang sudah tidak dapat dipenuhi di dalam kota, terutama dalam wilayah metropolitan. Oleh

karena itu pada awalnya yang menjadi penghuni di dalam kota baru adalah masyarakat yang

tidak mampu membeli rumah atau memiliki rumah di dalam kota. pengembangan kota baru

di suatu wilayah baru atau wilayah metropolitan selalu diasumsikan dapat menyelesaikan

masalah-masalah yang terdapat dalam wilayah metropolitan, terutama mengenai dalam hal

pemenuhan kebutuhan perumahan. Berikut ini adalah klasifikasi kota baru modern menurut

Sujarto (2006) berdasarkan fungsi, lokasi dan perkembangannya menjadi dua jenis, yaitu :

1. Kota Baru Penunjang, yaitu kota baru yang tidak memiliki kekuatan ekonomi

sendiri. Secara ekonomis maupun fisik, kota baru penunjang tergantung kepada fungsi

kota induknya. Kota baru penunjang pada umumnya hanya berfungsi sebagai tempat

tinggal, penduduknya pada umumnya berpenglaju (commuting) untuk bekerja di kota

induk atau kota besar lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga tergantung

kepada berbagai fungsi pelayanan yang ada di kota induk atau inti. Jenis kota baru

yang termasuk dalam kota baru penunjang adalah kota satelit, kota baru dalam kota,

kawasan permukiman berskala besar di dalam wilayah kota maupun di wilayah

pinggiran kota yang berbatasan langsung dengan kota induk. Umumnya lokasi kota

baru penunjang adalah 20 - 40 km dari kota inti.

2. Kota Baru Mandiri, yaitu suatu kota baru yang secara ekonomis dan secara fisik

memiliki kemandirian. Kota baru mandiri tidak tergantung kepada kota lainnya.

Penduduk kota baru mandiri bermukim dan berkiprah dalam kegiatan kehidupannya

di dalam kota itu sendiri dan umumnya bukan penglaju ke kota lain. Kota baru

mandiri dapat memenuhi kebutuhannya dan berkembang secara mandiri serta mampu

berperan sebagai pusat pengembangan dari suatu wilayah. Kota baru mandiri terdiri

dari kota baru umum, kota baru industri, kota baru perusahaan, kota baru pusat

pemerintahan, dan kota baru instalasi khusus. Kota baru mandiri pada umumnya

berlokasi jauh dari kota lainnya, yaitu antara 40 - 60 km dari kota inti.

Page 3: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 3

Tabel 1

Pengelompokan Jenis Kota Baru

Jenis Kota Baru Fungsi Kota Dasar Pengembangan Kota Letak Geografis

Kota Umum Pusat Pemerintahan Dikembangkan pada lahan

perawan

Pada wilayah baru

Dikembangkan dari kota kecil

yang telah ada

Berjarak lebih dari 60

kilometerdari kota besar

Kota Perusahaan Kota Industri Dikembangkan pada lahan

perawan

Pada wilayah lahan

perawan atau pada

permukiman kecil yang

telah berkembang dan

tumbuh Kota Tambang Dikembangkan pada permukiman

atau kota yang berdekatan dengan

kegiatan usaha yang akan

dikembangkan

Kota Usaha Hutan Terpisah oleh wilayah bukan kota Berjarak lebih dari 60

kilometerdari kota besar

Kota Khusus Instansi Militer Dikembangkan pada lahan

perawan

Pada wilayah baru atau

permukiman kecil yang

ada

Instansi Ketenegaraan Berjarak lebih dari 60

kilometer dari kota besar

Pusat Penelitian dan

Percobaan

Terpisah oleh wilayah

bukan kota

Pusat Rekreasi Dikembangkan dari permukiman

atau kota kecil yang telah ada

Wilayah pinggiran kota

Permukiman Khusus

Kota Baru Satelit Dormitory Town

Permukiman khusus

Sumber : Sujarto, 2006

Tingkat Kemandirian Kota Baru

Kota baru dikembangkan, baik oleh pemerintah maupun oleh developer swasta, memiliki

alasan tersendiri. Alasan tersebut menjadi dasar dari arah pengembangan serta peran kota

baru. Berikut ini adalah beberapa alasan pengembangan kota baru (Golany, 1976) :

Untuk membuat kota kapital baru,

Untuk mendistribusikan populasi,

Untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang belum tergunakan,

Untuk mengembangkan wilayah metropolitan atau wilayah pertanian,

Untuk mengurangi kemacetan perkotaan,

Untuk menyediakan kebutuhan perumahan,

Untuk meningkatkan kualitas lingkungan atau transportasi,

Untuk memulihkan suatu daerah dari kondisi tertekan.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, sebuah kota baru dikembangkan. Kota baru yang telah

berkembang perlu ditinjau kembali sejauh mana tingkat kemandirian kota baru akan kota

Page 4: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 4

induk atau kota pusat. Berikut ini adalah beberapa hal yang mempengaruhi tingkat

kemandirian suatu kota (Golany, 1976) :

Ekonomi Basis

Suatu kota baru yang mandiri memiliki ekonomi basis yang terlihat berdasarkan :

Tersedianya peluang kerja bagi penduduknya,

Peluang kerja yang bermacam-macam, dan

Terdapat kegiatan ekonomi yang beragam, termasuk kegiatan industri di dalam

kota baru.

Walaupun sebuah kota baru telah memiliki kegiatan ekonomi basis di dalamnya,

belum tentu dapat mencegah terjadinya komuting. Hal ini dikarenakan peluang kerja

yang terdapat di dalam kota baru diambil oleh penduduk dari luar kota baru

sedangkan penduduk kota baru bekerja di tempat lain.

Bagian dari Rencana Pengembangan Wilayah

Suatu kota baru seharusnya merupakan bagian dari sebuah rencana pengembangan

wilayah yang komperehensif dibandingkan hanya rencana kota baru saja. Hal ini

dikarenakan dalam rencana pengembangan wilayah komperehensif terdapat rencana-

rencana pengembangan energi, perekonomian, pengembangan tenaga kerja, serta

transportasi yang lebih lengkap dan dapat membantu pengembangan kota baru.

Memiliki Ukuran Optimal

Suatu kota baru yang memiliki ukuran optimal akan mampu meningkatkan efisiensi

untuk melayani kebutuhan penduduk kota baru. Selain itu, dengan ukuran yang

optimal, suatu kota baru dapat direncanakan seberapa banyak kebutuhan lapangan

kerja. Berikut ini adalah beberapa alternative luasan kota baru yang dapat

dikembangkan berdasarkan jumlah penduduk.

Selain berdasarkan jumlah penduduk, penentuan ukuran optimal dari kota baru dapat

dilakukan pula berdasarkan kelengkapan fasilitas yang terdapat di dalamnya. Hal yang

diperhatikan dari fasilitas perkotaan di kota baru adalah skala pelayanan dari fasilitas

tersebut. Terdapat pula kriteria penentuan ukuran optimal kota baru sebagai berikut :

Kepadatan, yaitu rasio dari populasi kota dengan kondisi fisik dari kota baru itu

sendiri;

Fungsi, sebuah kota baru merupakan bagian dari sistem perkotaan yang lebih luas dan

memiliki fungsi atau peran di dalam sistem perkotaan;

Kesehatan, sebuah kota baru harus mampu meningkatkan tingkat kesehatan dari

penduduk kota baru; dan

Pendapatan per kapita, sebuah kota baru dikatakan optimal jika terdapat pendapatan

per kapita yang relatif lebih baik dari sebelum dibangun kota baru.

III. Gambaran Umum Wilayah Studi

1. Sejarah Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri

A. Dasar Pertimbangan

DKI Jakarta merupakan wilayah utama di Indonesia, mengingat DKI Jakarta merupakan

Ibukota Negara Republik Indonesia. Terdapat beberapa karakterisktik utama terkait dengan

status tersebut, yaitu DKI Jakarta sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan di Indonesia. Hal

ini membawa dampak, baik positif dan negatif, bagi Jakarta sendiri dan wilayah sekitarnya,

Page 5: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 5

yaitu Botabek. Di samping keuntungan dan kemajuan yang dialami hasil pembangunan,

Jakarta juga mengalami dampak negatif yang cukup besar. Dampak negatif ini muncul dari

masalah kependudukan, yang disoroti sebagai akar dari permasalahan lainnya.

Kecenderungan bahwa Jakarta akan mengalami pertambahan penduduk yang begitu pesat

akibat semakin banyaknya faktor penarik mobilitas penduduk seiring dengan perkembangan

Jakarta, khususnya dalam sektor ekonomi, mendorong Pemerintah menyusun Pengembangan

Metropolitan Jabotabek.

Dalam hal ini, Pemerintah berusaha untuk meratakan pembangunan melalui strategi

distribusi, yang menitikberatkan pada pemerataan pembangunan di wilayah pinggiran

Jakarta, Botabek. Hal ini dilakukan dengan mengembangkan langkah terinci tiap sektor,

untuk sektor perkotaan langkah – langkah yang ditetapkan adalah,

Mengembangkan kota satelit baru sebagai tempat tinggal dan tempat bekerja

dengan fasilitas yang memadai.

Mengembangkan kota yang ada menjadi kota tempat bekerja dan tempat tinggal

dengan meningkatkan pengadaan fasilitas kota tersebut.

Menata kembali fungsi kota – kota dan menetapkan program pengembangan.

Mengendalikan dan mengawasi kegiatan pembangunan sesuai dengan fungsi kota

yang direncanakan di wilayah Jabotabek.

Mengawasi kegiatan pembangunan perkotaan di perbatasan DKI Jakarta dan

wilayah Botabek guna mencapai pola tata ruang yang efektif dan efisien.

Untuk pelaksanaan hal ini, ditentukan pusat pertumbuhan dan pengembangan kota kecil pada

setiap kabupaten dalam wilayah Botabek (yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, dan

Kabupaten Bekasi) dengan peran dan fungsinya masing – masing dalam wilayah yang

bersangkutan. Kota Depok merupakan salah satu kota baru yang dikembangkan di wilayah

Kabupaten Bogor untuk mencapai tujuan dalam rencana Jabotabek.

B. Tujuan dan Fokus Pengembangan

Sesuai Peraturan Presiden No. 43 Tahun 1981, Depok ditetapkan menjadi Kota

Administratif Depok, dengan peran serta fungsi (DTKTD, RUTRK Depok- Buku Rencana,

1986 : 1),

1. Pusat pengembangan di Kabupaten Bogor bagian Utara,

2. Pusat pendidikan tinggi di wilayah Botabek,

3. Pusat perdagangan dan pelayanan jasa di bagian Tengah Wilayah Botabek

(Kabupaten Bogor bagian Utara),

4. Kota tempat tinggal untuk pegawai negeri yang bekerja di Jakarta,

5. Pusat pariwisata dan rekreasi di bagian Tengah Wilayah Botabek.

Arah pengembangan kota Depok selanjutnya mengikuti arah yang ditetapkan bagi

pengembangan wilayah Jabotabek, yaitu ke arah Timur dan Barat. Perkembangan ke arah

Selatan kota Depok dibatasi. Demikian pula, perkembangan ke arah Utara, kecuali untuk

kegiatan pendidikan tinggi dan kegiatan penunjang. Kemudian, salah satu fungsi kota Depok

adalah menjadi kota tempat tinggal bagi pegawai negeri yang bekerja di Jakarta. Secara garis

besar, pengembangan kota Depok perlu mengembangkan dirinya dan mengurangi

ketergantungan terhadap Jakarta. Untuk mencapai tujuan pengembangan wilayah Jabotabek,

strategi untuk sektor perkotaan diarahkan kepada pembentukan kota yang lebih mandiri

dalam arti penyediaan perumahan yang lengkap dengan utilitas dan fasilitas perkotaan yang

memadai dan penyediaan lapangan kerja bagi penduduknya.

Page 6: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 6

Selanjutnya, Kota Depok ditetapkan sebagai kota otonom pada tanggal 20 April 1999, dan

disahkan melalui Undang Undang No. 15 Tahun 1999. Hal ini melihat pada perkembangan

Kota Depok untuk dapat menyelenggarakan otonomi daerah dan untuk mendekatkan

pelayanan umum kepada masyarakat. Dengan demikian, melihat sejarahnya, Kota Depok

seharusnya merupakan kota baru mandiri yang sudah dapat secara otonom memenuhi

kebutuhan penduduknya, dan tidak bergantung pada kota intinya.

Tabel 1

Sejarah dan Perkembangan Kota Depok

Tahun Peristiwa/Fenomena Implikasi Tata Ruang

1976 Pembangunan intensif Depok :

1. Pembangunan perumahan oleh Perum

Perumnas untuk tempat tinggal pegawai

negeri.

2. Pembangunan Universitas Indonesia.

Depok mulai menjadi pusat

kegiatan perkotaan.

1981 Penetapan Kota Administratif Depok, Kabupaten

Bogor, Jawa Barat (PP No. 43 Tahun 1981).

Kota (Adm) Depok memiliki

peran sebagai sub pusat

pertumbuhan Kabupaten Bogor.

1990 Penetapan Kota Depok sebagai kota otonom (UU

No. 15 Tahun 1999)

Kota Depok memiliki Rencana

Tata Ruang (RTR) yang

otonom, mulai dari RTRW

Kota hingga RDTR Wilayah

Pengembangan.

2007 Pemekaran Kecamatan di Kota Depok (Perda No.

08 Tahun 2007)

Pelayanan yang lebih dekat

kepada masyarakat. Sumber : Hasil Analisis, 2012

IV. Tinjauan Kota Depok Berdasarkan Struktur Internal dan Eksternal Kota

A. Tinjauan Kota Depok Berdasarkan Struktur Internal Kota

Struktur Internal Kota Depok akan ditinjau dengan menghitung sarana lingkungan yang ada

di Kota Depok dan kesesuaiannya dengan cakupan pelayanan menurut standar pelayanan

minimal. Dalam hal ini, akan ditinjau sarana lingkungan perkotaan berdasarkan Pedoman

Standar Pelayanan Minimal, Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang

Penataan Ruang, Perumahan, dan Permukiman, dan Pekerjaan Umum (Keputusan

Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001). Penggambaran

struktur internal kota ini diawali dengan menggambarkan penduduk Kota Depok, sejak tahun

1990- 2010 tiap lima tahunan. Dari Tabel 2, di bawah ini diketahui bahwa jumlah penduduk

Kota Depok mengalami peningkatan yang cukup signifikan untuk setiap periode lima tahun.

Oleh karena itu, kepadatan penduduk per km2 juga semakin meningkat.

Tabel 2

Penduduk Kota Depok Tahun 1990- 2010

No. Data 1990 1995 2000 2005 2010

1 Jumlah Penduduk (Jiwa) 805542 843348 1145091 1374522 1736565

2 Luas (km2) 201,38 200,79 200,29 200,29 200,29

3 Kepadatan Penduduk

(Jiwa/km2)

4000 4200 5717 6863 10101

Sumber : Kota Depok dalam Angka Tahun 2010, 2012

Sarana lingkungan di Kota Depok secara bidang pelayanan telah memenuhi standar yang

ditetapkan oleh pemerintah terkait, namun secara jumlah unit pelayanan beberapa sarana

lingkungan belum memenuhi standar pelayanan minimum. Sarana lingkungan yang telah

Page 7: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 7

memenuhi standar pelayanan minimum adalah Taman Kanak- Kanak, Sekolah Dasar,

Sekolah Menengah Pertama, Balai Pengobatan, Rumah Sakit, Terminal Angkutan, dan

Perpustakaan. Kemudian, terdapat juga beberapa layanan yang memiliki tingkat pelayanan

lebih dari standar pelayanan minimum, misalnya Rumah Sakit. Hal ini menandakan bahwa

fasilitas di Kota Depok telah dapat memberikan pelayanan tidak hanya bagi penduduk lokal,

tetapi bagi penduduk sekitar Kota Depok pula. Sedangkan, sarana pelayanan minimum yang

belum memenuhi standar pelayanan minimum adalah Sekolah Menengan Atas, Perguruan

Tinggi, BKIA/RS Ibu dan Adik, Pemakaman, dan Tempat Ibadah (Mesjid). Dari hasil analisis

ini, dapat dikatakan bahwa dari struktur internal kota, Kota Depok belum sepenuhnya dapat

melayani penduduk yang ada di dalamnya. Namun, beberapa bidang pelayanan telah

memenuhi bahkan melebihi standar pelayanan minimum yang ditetapkan, misalnya untuk

bidang pelayanan pendidikan. Hal ini kemudian bisa diartikan bahwa Kota Depok, sebagai

kota baru mandiri untuk beberapa pelayanan tertentu.

Tabel 2

Fasilitas Umum dan Sosial, serta Tingkat Pelayanan di Kota Depok Tahun 2010

No. Sarana Lingkungan Standar Jumlah

Ideal

(Unit)

Jumlah

Eksisting

(Unit)

Keterangan

Sarana Niaga

Pasar 1 Unit/ 30000 Jiwa 58 10

Sarana Pendidikan

Taman Kanak – Kanak 1 Unit / 1000 Jiwa 1736 362

Sekolah Dasar 1 Unit/ 6000 Jiwa 290 394

Sekolah Menengah Pertama 1 Unit/ 25000 Jiwa 69 154

Sekolah Menengah Atas 1 Unit/ 30000 Jiwa 58 48

Perguruan Tinggi 1 Unit/ 70000 Jiwa 25 14

Sarana Pelayanan Kesehatan

Balai Pengobatan 1 Unit/ 30000 Jiwa 58 281

BKIA/Rumah Sakit Bersalin 1 Unit/ 10000-30000 Jiwa 174 45

Puskesmas 1 Unit/ 120000 Jiwa 14 36

Rumah Sakit 1 Unit/ 240000 Jiwa 7 12

Sarana Pelayanan Umum

Kantor Polisi 1 Unit/ 30000 Jiwa

Lembaga Pemasyarakatan 1 Unit/ 1000000-2000000

Jiwa

Kantor Pos 1 Unit/ 120000 Jiwa 14 11

Kantor Telepon/Telegrap 1 Unit/ 1000000 Jiwa

Terminal Angkutan 1 Unit/ 500000-2000000

Jiwa

1 1

Ruang Terbuka Hijau

Taman Lingkungan 1 Unit/ 250 Jiwa

Taman Kecamatan 1 Unit/ 120000 Jiwa

Taman Kota 1 Unit/ 480000 Jiwa

Pemakaman 1 Unit/ 120000 Jiwa 14 5

Page 8: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 8

No. Sarana Lingkungan Standar Jumlah

Ideal

(Unit)

Jumlah

Eksisting

(Unit)

Keterangan

Sarana Sosial/Budaya

Tempat Ibadah (Mesjid) 1 Unit/ 2500 Jiwa 2261 768

Perpustakaan 1 Unit/ 1000000-2000000

Jiwa

1 1

Sumber : Hasil Pengolahan Kota Depok dalam Angka Tahun 2010 dan Pedoman Standar Pelayanan Minimal, Pedoman Penentuan Standar

Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan, dan Permukiman, dan Pekerjaan Umum , 2012

Keterangan :

Sesuai Standar Pelayanan Minimum

Tidak Sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum

B. Tinjauan Kota Depok Berdasarkan Struktur Eksternal Kota

Kajian Infrastruktur dan Pola Pergerakan

1. Sistem Jaringan Transportasi

Sistem jaringan transportasi di Kota Depok adalah hanya berupa transportasi darat. Wilayah

Kota Depok berada di antara pusat-pusat regional dan nasional, yaitu Jawa Barat dan DKI

Jakarta. Konsekuensinya Kota Depok menjadi perlintasan sistem transportasi regional. Hal

ini terlihat dengan dilayaninya jalan tol yang melintasi Kota Depok yaitu Tol Jagorawi, Jalan

Raya Bogor dan Parung, dan Jakarta Outer Ring Road II (JORR II). Kota Depok yang

dipengaruhi oleh sistem transportasi Wilayah Metropolitan Jabotabek berkembang dengan

konsep linier dengan poros Bogor- Depok- Jakarta. Dengan arahan ini, konsep pergerakan

lebih menekankan hubungan transportasi dengan kota utama Jakarta. Kondisi tersebut kurang

menguntungkan bagi Kota Depok yang memiliki wilayah yang melebar pada persilangan

poros Utara-Selatan.

Selain itu, Kota Depok juga memiliki jaringan eksternal rel Kereta Api (KA) yang menjadi

angkutan transportasi massal Bogor – Jakarta, telah menempatkan Kota Depok memiliki

lokasi strategis. Kota Depok yang dihubungkan dengan sistem angkutan massal KRL (Kereta

Rel Listrik) Bogor – Depok – Jakarta ini telah menggunakan sistem rel jalur ganda. Adapun

sarana stasiun yang ada di Kota Depok meliputi,

Stasiun UI (kelas III)

Stasiun Pondok Cina (kelas III)

Stasiun Depok Baru (kelas I)

Stasiun Depok Lama (kelas III)

Stasiun Citayam (kelas III).

Pelayanan angkutan KA sangat membantu mengurangi beban jalan raya khususnya untuk jam

sibuk pada pagi hari dan sore hari. Konsekuensi dari hal ini adalah adanya pola commuter

yang cukup tinggi di Kota Depok.

2. Pola Pergerakan Eksternal Kota Depok

Pergerakan yang terjadi di Kota Depok didominasi oleh perjalanan untuk tujuan bekerja

dengan tujuan terbesar DKI Jakarta. Hal ini tercermin dari fenomena banyaknya komuter

yang bekerja di Jakarta, dimana 87,70% masyarakat Kota Depok bergerak atau bekerja di

Tidak Ada Data

Page 9: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 9

DKI Jakarta dan sisanya sebanyak 12,30% bergerak atau bekerja di Bekasi, Tangerang dan

Bogor. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya struktur transportasi eksternal Kota Depok

untuk mendukung pergerakan masyarakatnya.

Tabel 3

Pola Pergerakan Penduduk Kota Depok

Jenis Perjalanan Kendaraan Pribadi (%) Kendaraan Umum (%)

Internal 7,3 36,8

Keluar Kota Depok 34,2 24,6

Masuk ke Kota Depok 30,7 24,5

Melintas 27,8 14,1 Sumber : Kajian Pengembangan Jaringan Jalan Kota Paket II Kimpraswil, 2012

Pola pergerakan eksternal Kota Depok mengarah ke utara (DKI Jakarta dan sekitarnya) dan

ke selatan (Bogor dan sekitarnya). Kemudian, dari Tabel 3 dapat diketahui pula bahwa,

kendaraan pribadi mayoritas melakukan pergerakan keluar Kota Depok. Pelaku pergerakan

dengan moda ini diindikasikan adalah pekerja commuting kelas menengah- atas yang

melakukan pergerakan ulang- alik untuk berkerja di Kota Jakarta. Sedangkan, kendaraan

umum mayoritas melakukan pergerakan hanya internal saja. Oleh karena itu, dapat

dimungkinkan bahwa kendaraan umum yang melayani pergerakan dalam kota dan tidak

melayani pergerakan antar kota, atau bahkan melayani untuk pergerakan ulang- alik. Untuk

itu dibutuhkan strategi dalam mengakomodasikan perkembangan pergerakan internal dan

eksternal transportasi Kota Depok.

Kajian Perekonomian

Dalam menentukan struktur eksternal kota baru, dapat digunakan indikator ekonomi populer

seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Argumen yang mendasari pendekatan ini

adalah usulan Sujarto (2006) dalam Waluyo (2012) bahwa dalam meninjau aspek eksternal

dari kota baru, perlu diperhatikan adanya peningkatan pemanfaatan sumber daya

manusia yang berada di sekitar area dan meningkatkan nilai ekonomis bagi wilayah

sekitarnya. Untuk itu, PDRB suatu kota baru dapat digunakan untuk menghimpun informasi

perkembangan ekonomi kota baru sehingga secara implisit dapat diketahui bagaimana kota

baru tersebut mampu menarik investasi. Selain itu, melalui identifikasi sektor ekonomi basis

dapat pula diketahui perkembangan sektoral dan peranannya terhadap penguatan struktur

eksternal kota baru tersebut.

1. Perkembangan Ekonomi Kota Depok dalam Konstalasi Wilayah Metropolitan

Jabodetabek

Kondisi perekonomian di kawasan Jabodetabek sejak tahun 2002 hingga tahun 2005 rata-rata

mengalami peningkatan kecuali Kabupaten Kepulauan Seribu.

Tabel 4

Laju Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Jabodetabek

Wilayah Laju Pertumbuhan Ekonomi

2002 2003 2004 2005

Jakarta Pusat 4.74 5.18 6.00 6.08

Jakarta Timur 4.89 5.26 5.75 5.92

Jakarta Utara 4.78 5.23 5.75 6.02

Jakarta barat 4.87 5.26 5.74 6.03

Page 10: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 10

Wilayah Laju Pertumbuhan Ekonomi

2002 2003 2004 2005

Jakarta Selatan 4.61 5.58 5.84 6.04

Kepulauan Seribu -3.10 -13.67 -5.78 -6.10

Kota Bekasi 5.25 5.36 5.60

Kota Tangerang 5.17 4.56 4.44 6.40

Kota Depok 5.89 6.10 6.29 6.41

Kota Bogor 5.79 6.07 7.00

Sumber: BPS dalam Najmulmunir, 2005

Kota Depok pada tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 5,89%, sedangkan pada tahun

2003 meningkat 6,10%, tahun 2004 meningkat 6,29%, dan tahun 2005 sebesar 6,41%. Kita

dapat melihat pula bahwa sejak tahun 2002 hingga 2004, Kota Depok memiliki pertumbuhan

ekonomi paling besar jika dibandingkan dengan wilayah lainnya dalam konstelasi

Jabodetabek. Pada tahun 2005, meskipun pertumbuhan ekonomi Kota Depok tetap

meningkat, namun Kota Bogor memiliki pertumbuhan yang lebih besar.

Informasi ini menyatakan bahwa Kota Depok sebagai kota baru memiliki peningkatan

ekonomi yang paling baik diantara seluruh wilayah lainnya di Jabodetabek. Secara implisit

pula, peningkatan skala investasi terjadi lebih baik di wilayah Kota Depok tersebut. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa dalam konteks struktur eksternalnya, Kota Depok menjadi

tempat bertumbuhnya investasi yang relatif lebih baik dan menjanjikan di Jabodetabek. Hal

ini menjadi penting mengingat Jabodetabek merupakan kawasan Pusat Kegiatan Nasional

(PKN) sehingga Kota Depok dapat menjadi alternatif pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Kemudian, dari Gambar 1 di bawah ini dapat dilihat PDRB atau pendapatan per kapita

masyarakat di Kota Depok. Dalam hal ini digunakan data mulai tahun 2001- 2008, secara

time series. Grafik menggambarkan kecenderungan adanya kenaikan pendapatan per kapita

yang diterima masyarakat untuk tiap tahunnya. hal ini menunjukan bahwa Kota Depok,

dalam upaya pengembangan kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena itu, Kota Depok

dapat dikatakan sebagai Kota Baru Mandiri, jika melihat kemampuan untuk dapat

meningkatkan kualitas sosial dan ekonomi di wilayah tersebut.

Gambar 1

PDRB atau Pendapatan per Kapita Kota DepokTahun 2001- 2008

Sumber : Data Dalam Angka Kota Depok Tahun 2010, 2012

0,00

500.000,00

1.000.000,00

1.500.000,00

2.000.000,00

2.500.000,00

3.000.000,00

3.500.000,00

4.000.000,00

4.500.000,00

PDRB/Pendapatan

Per Kapita

Page 11: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 11

2. Kondisi Perekonomian serta Kaitannya dengan Tingkat Kemandirian Kota Depok

Golany (1976) dalam Waluyo (2012) menyatakan bahwa salah satu ukuran untuk

menentukan tingkat kemandirian suatu kota baru adalah keberadaan sektor ekonomi basis.

Hal ini juga dapat diadopsi sebagai cara untuk menemukenali struktur eksternal dari kota

baru tersebut. Argumen dari penggunaan cara tersebut dalam menentukan struktur eksternal

kota baru didasarkan pada kemampuan sektor ekonomi basis dalam menyediakan peluang

kerja bagi penduduknya yang beraneka ragam karena adanya multiplier effect. Menurut

Golany (1976), suatu sektor ekonomi basis tidak hanya bermanfaat bagi penduduk di dalam

wilayah atau kota baru tersebut, tetapi juga bagi penduduk di, atau dari luar wilayah

delineasi. Dengan demikian, hal ini mensugestikan bahwa kota baru dengan sektor ekonomi

basis secara kuat memiliki peran bagi konstelasi wilayah yang lebih luas dimana Kota Depok

berada. Dengan kata lain, dengan sektor ekonomi basisnya itu, kota baru tersebut

menjejakkan peran struktur eksternalnya sebagai bagian dari konstelasi regional yang lebih

luas. Tabel 5

Analisis Ekonomi Basis Kota Depok dan Sekitarnya

Lapangan Usaha Jakarta

Pusat

Jakarta

Barat

Jakarta

Utara

Jakarta

Timur

Jakarta

Selatan

Kepulauan

Seribu Bekasi Depok Tangerang Bogor

Pertanian 0.03 0.17 0.24 0.15 0.15 4.3 1.64 5.2* 14.67 0.55

Pertambangan dan

Penggalian 309.88

0.28

Industri Pengolahan 0.08 0.43 2.25 1.76 0.09 0.02 2.28 1.89* 2.68 1.36

Listrik, Gas, dan Air

Minum 0.35 0.78 1.43 0.6 0.26 0.05 1.95 2.96* 5.8 2.96

Bangunan / Konstruksi 0.89 1.13 0.91 0.93 1.54 0.13 0.36 0.6 0.2 0.78

Perdagangan, Hotel &

Restoran 0.9 1.36 0.88 0.97 0.99 0.26 1.37 1.32* 0.6 1.45

Pengangkutan dan

Komunikasi 1.19

0.05

0.64 0.9

Bank & Lembaga

Keuangan Lainnya 1.84 0.99 0.21 0.49 1.58 0.02 0.12 0.31 0.09 0.49

Jasa-Jasa 1.31 1.16 0.68 0.96 1.11 0.17 0.6 0.66 0.41 0.7

Sumber: Najmulmunir, 2005

Keterangan :

Pada Tabel 5, dapat kita lihat bahwa Kota Depok memiliki empat sektor ekonomi basis yang

ditandai dengan tanda bintang yaitu Pertanian, Industri Pengolahan, Listrik, Gas, dan Air

Minum, serta Perdagangan, Hotel dan Restoran. Namun, keempat sektor ekonomi basis yang

ada tidak lebih besar daripada wilayah lainnya di Jabodetabek. Dengan demikian, multiplier

effect yang dimiliki oleh setiap sektor ekonomi basis Kota Depok memiliki cakupan pengaruh

yang terbatas. Meskipun demikian, berdasarkan pendapat Golany (1976) dan Sujarto, maka

pada dasarnya struktur eksternal Kota Depok dibentuk oleh keempat sektor ekonomi basis

tersebut. Perlu diperhatikan pula bahwa kondisi Kota Depok tersebut hendaknya menjadi

catatan bahwa Kota Depok secara ekonomi belum memiliki identitas yang jelas dan

kompetitif untuk berkontribusi terhadap karakter struktur eksternalnya.

Sementara itu, secara umum wilayah Jabodetabek terbagi atas tiga tipologi struktur

ekonominya, yaitu :

Tipe I : Dominasi Sektor Primer

Tipe II : Dominasi Sektor Sekunder

Tipe III : Dominasi Sektor Tersier

sektor basis terbesar pada tiap lapangan usaha

Page 12: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 12

Gambar 2

Kontribusi Tiap Sektor Perekonomian di Kota Depok Tahun 2010

Sumber: Kota Depok Dalam Angka, BPS, 2010

Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa sektor primer memiliki kontribusi sebesar 3%

terhadap PDRB. Sementara itu dengan besaran proporsi yang hampir sama, sektor sekunder

sebesar 50% dan sektor tersier dengan besaran 47% berkontribusi terhadap struktur PDRB

Kota Depok. Dengan demikian, Kota Depok dapat digolongkan pada tipe transisi antara

tipe II dan tipe III karena komposisi sektor sekunder dan tersier yang hampir

seimbang.

Dalam konteks pembentukan struktur eksternal, maka kondisi transisi tersebut semakin

menunjukkan bahwa secara ekonomi Kota Depok belum memiliki identitas yang jelas

tentang di sektor mana Kota Depok memiliki kekuatan yang signifikan. Struktur eksternal

kota baru dapat pula dilakukan dengan melakukan tinjauan secara geografis. Hal ini dapat

dijustifikasi dengan apa yang dilakukan dalam penelitian Waluyo (2012). Selain itu teori kota

baru oleh Sujarto (2006) dalam Waluyo (2012) mengelompokkan fungsi, atau dalam hal ini

struktur eksternal kota baru berdasarkan jarak dan lokasinya ke dalam dua kategori, Kota

Baru Penunjang dan Kota Baru Mandiri.

Gambar 3

Jarak Tempuh Kota Depok dengan Kota di Sekitarnya

Sumber: Google Maps, 2012

Gambar 3 menunjukkan jarak tempuh antara Kota Depok dengan kota-kota di sekitarnya

apabila diukur melalui jalan-jalan utama antar kota. Pada gambar di atas, dapat kita lihat

Sektor Primer

3%

Sektor

Sekunder

50%

Sektor

Tersier

47%

Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier

Page 13: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 13

bahwa jarak antara Kota Depok dengan kota lainnya seperti Tangerang, Jakarta, Bogor,

Bekasi, dan permukiman skala besar di Kabupaten Bekasi seperti Jababeka dan Kota

Deltamas bervariasi. Jarak antara Kota Depok dan Kota Jakarta sebagai kota inti atau yang

lebih dulu ada yaitu sekitar 26,8 km. Jarak tersebut diukur dari pusat Kota Depok ke Pusat

Kota Jakarta (Monas). Pada dasarnya jarak antara kedua kota lebih pendek dari pengukuran

tersebut karena batas administratif kedua kota saling bersinggungan yang berarti kawasan

urban antara Kota Depok dan Jakarta telah saling berasimiliasi. Sementara itu, jarak antara

Kota Depok dengan kota-kota lainnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6

Jarak Kota Depok dengan Kota di Sekitarnya

Sumber: Hasil analisis, 2010

Informasi tersebut di atas menunjukkan bagaimana struktur eksternal Kota Depok. Sebagai

kota baru yang berada di pinggiran kota inti Jakarta, maka Kota Depok berperan sebagai kota

baru penunjang dan bukanlah kota baru mandiri. Sesuai yang dinyatakan oleh Sujarto (2006),

maka hal ini mengimplikasikan bahwa penduduk Kota Depok merupakan penglaju kepada

kota inti Jakarta. Sifat keterhubungan Kota Depok dengan kota baru lainnya seperti Bogor

dan Bekasi menunjukkan adanya kedekatan sehingga ketiga kota tersebut boleh jadi

membentuk suatu sistem perkotaan yang terdiri dari tiga pusat. Hal tersebut disebabkan oleh

kedekatannya antar pusat-pusat kota baru. Sementara itu, sifat keterhubungan Kota Depok

dengan kota baru seperti Tangerang, Jababeka, dan Deltamas dinilai terbatas karena jaraknya

yang jauh atau lebih dari 40 Km. Berdasarkan Sujarto (2006), maka antar kota-kota tersebut

kurang memiliki hubungan atau saling mandiri satu sama lainnya.

V. Penutup

A. Kesimpulan dan Saran

Perkembangan kota baru pada awalnya disediakan untuk memenuhi kebutuhan perumahan

yang sudah tidak dapat dipenuhi di dalam kota, terutama dalam wilayah metropolitan. Oleh

karena itu pada awalnya yang menjadi penghuni di dalam kota baru adalah masyarakat yang

tidak mampu membeli rumah atau memiliki rumah di dalam kota. Pengembangan kota baru

di suatu wilayah baru atau wilayah metropolitan selalu diasumsikan dapat menyelesaikan

masalah-masalah yang terdapat dalam wilayah metropolitan, terutama mengenai dalam hal

Kota

Baru

Kota Lainnya Jarak

(Km)

Sifat Keterhubungan Eksternal Dengan Kota Depok

Depok Jakarta 26.8 Kota Inti, dengan jarak yang dekat menjadikan Kota Depok sebagai kota

baru penunjang. Penduduk merupakan komuter.

Bogor 29.7 Mengimplikasikan keterhubungan antar kota yang dekat dari segi

ekonomi dan fungsional. Memungkinkan adanya komuting antar kedua

kota.

Tangerang 46 Mengimplikasikan keterhubungan yang tidak begitu dekat secara

ekonomi dan fungsi

Bekasi 32.6 Mengimplikasikan keterhubungan antar kota yang dekat dari segi

ekonomi dan fungsional. Memungkinkan adanya komuting antar kedua

kota.

Kabupaten

Bekasi /

Jababeka

54 Keterhubungan yang relatif rendah.

Kabupaten

Bekasi / Kota

Deltamas

57.1

Page 14: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 14

pemenuhan kebutuhan perumahan. Pada kenyataanya, kota baru yang dikembangkan di

wilayah metropolitan sampai saat ini lebih ditujukan kepada usaha untuk memenuhi

kebutuhan tempat tinggal dengan kualitas dan lingkungan yang lebih baik bagi kelompok

masyarakat yang memiliki daya keterjangkauan daripada sebagai usaha untuk menjadi

counter magnet dari urbanisasi. Begitupun yang terjadi pada pembangunan di Kota Depok.

Kota Depok direncanakan sebagai kota baru dengan sifat kota baru penunjang yaitu sebagai

kota satelit. Kota satelit merupakan kota baru yang berfungsi sebagai kota permukiman yaitu

kota dengan perumahan-perumahan skala besar. Pada awalnya Kota Depok merupakan areal

yang belum terbangun dan terletak di wilayah pinggiran Kota Jakarta. Namun hal yang

ditemukan pada studi ini antara wilayah Kota Depok dengan wilayah kota induk yaitu Kota

Jakarta tidak terdapat jalur hijau (buffer zone). Perkembangan yang terjadi di Kota Depok

mengalami perubahan yang cukup signifikan dari yang direncanakan kota baru yang

merupakan kota baru satelit berubah menjadi kota baru mandiri. Perkembangan tingkat

kemandirian kota baru dipengaruhi oleh beberapa hal sebagaimana yang disebutkan oleh

(Golany, 1976) :

1. Adanya Ekonomi Basis

Suatu kota baru yang mandiri memiliki ekonomi basis yang terlihat berdasarkan beberapa

kriteria yaitu : tersedianya peluang kerja bagi penduduknya, peluang kerja yang bermacam-

macam dan terdapat kegiatan ekonomi yang beragam, termasuk kegiatan industri di dalam

kota baru. Berdasarkan analisis sektor ekonomi yang terdapat dalam komponen PDRB

terdapat beberapa sektor yang menjadi ekonomi basis yaitu :

1. Sektor pertanian;

2. Industri pengolahan;

3. Listrik, gas dan air minum; dan

4. Perdagangan, hotel dan restoran.

Walaupun demikian keempat sektor ekonomi basis tersebut tidak lebih besar daripada

wilayah lainnya di Jabodetabek. Namun multiplier effect yang dimiliki oleh setiap sektor

ekonomi basis Kota Depok memiliki cakupan pengaruh yang terbatas dan belum

berkontribusi besar untuk wilayah kota/kabupaten yang ada di Jabodetabek. Sebuah kota baru

telah memiliki kegiatan ekonomi basis di dalamnya, belum tentu dapat mencegah terjadinya

commuting. Hal ini dikarenakan peluang kerja yang terdapat di dalam kota baru diambil oleh

penduduk dari luar kota baru sedangkan penduduk kota baru bekerja di tempat lain.

Fenomena commuting dapat ditunjukkan dengan adanya pergerakan eksternal keluar dari

Kota Depok yaitu sebesar 34,2% kendaraan pribadi dan sebesar 24,6% kendaraan umum. Hal

tersebut menandakan bahwa fasilitas atau pelayanan yang disediakan Kota Depok belum

mampu memadai kebutuhan dari masyarakat Kota Depok sehingga mereka harus melakukan

pergerakan ekternal, salah satunya adalah dalam bekerja. Sedangkan untuk pergerakan

eksternal masuk ke Kota Depok yaitu sebesar 30,7% kendaraan pribadi dan 24,5% kendaraan

umum. Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya daya tarik tersendiri dari Kota Depok,

misalnya dalam menyediakan fasilitas pendidikan di tingkat universitas. Adanya beberapa

universitas besar di Kota Depok ternyata tidak hanya melayani kebutuhan internal Kota

Depok tetapi juga kebutuhan dari kota-kota lain baik disekitar Kota Depok maupun dalam

konteks nasional.

2. Bagian dari Rencana Pengembangan Wilayah

Suatu kota baru seharusnya merupakan bagian dari sebuah rencana pengembangan wilayah

yang komperehensif dibandingkan hanya rencana kota baru saja. Hal ini dikarenakan dalam

rencana pengembangan wilayah komperehensif terdapat rencana pengembangan energi,

Page 15: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 15

perekonomian, pengembangan tenaga kerja, serta transportasi yang lebih lengkap dan dapat

membantu pengembangan kota baru. Dalam menelaah struktur eksternal suatu kota, dalam

hal ini kota baru Depok, kita dapat melihatnya melalui kebijakan yang lebih tinggi

cakupannya seperti RPJMD Jawa Barat. Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa Kota

Depok termasuk dalam Kawasan Andalan Bodebekpunjur (Kabupaten dan Kota Bogor,

Bekasi, Kota Depok, dan kawasan Puncak di Kabupaten Cianjur). Dalam dokumen tersebut

disebutkan bahwa fokus pembangunan pada Kawasan Andalan Bodebekpunjur mencakup:

- Peningkatan cakupan pelayanan kesehatan;

- Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan;

- Peningkatan produksi dan distribusi pangan;

- Peningkatan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi;

- Pembangunan tempat sampah regional yang berteknologi tinggi dan ramah

lingkungan;

- Peningkatan fungsi kawasan lindung;

- Peningkatan kesiapan dini dan mitigasi bencana;

- Peningkatan cakupan listrik perdesaan;

- Penyediaan energi alternatif;

- Peningkatan investasi padat karya;

- Peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan;

- Pengendalian pencemaran air;

- Penataan daerah otonom.

Meskipun secara regional Kota Depok memiliki fokus pembangunan yang sama dengan

wilayah lainnya di dalam konstelasi Bodebekpunjur, Kota Depok secara bersamaan juga

tergabung dalam Wilayah Kerja Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) Bogor dan juga

sebagai wilayah inti Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Bodebek. Hal tersebut berarti bahwa

Kota Depok memiliki peran yang penting baik secara regional Jawa Barat maupun Nasional.

Dalam RPJMD Jabar 2008 – 2013 disebutkan bahwa Kota Depok diunggulkan dalam bidang

pendidikan dan merupakan salah satu pintu gerbang utama Provinsi Jawa Barat kepada

Provinsi DKI Jakarta. Dalam konteks menemukenali struktur eksternal Kota Depok, maka

secara penetapan kebijakan, Kota Depok diharapkan menjadi pusat kegiatan penting dengan

tema pembangunan unggulan yaitu pendidikan. Hal ini pada dasarnya dapat kita lihat

sebagaimana Kota Depok kini terdapat Universitas Indonesia yang bahkan cakupannya

mencapai nasional.

3. Memiliki Ukuran Optimal

Suatu kota baru yang memiliki ukuran optimal akan mampu meningkatkan efisiensi untuk

melayani kebutuhan penduduk kota baru. Selain itu, dengan ukuran yang optimal, suatu kota

baru dapat direncanakan seberapa banyak kebutuhan lapangan kerja. Berikut ini adalah

beberapa alternatif luasan kota baru yang dapat dikembangkan berdasarkan jumlah

penduduk. Selain berdasarkan jumlah penduduk, penentuan ukuran optimal dari kota baru

dapat dilakukan pula berdasarkan kelengkapan fasilitas yang terdapat di dalamnya. Hal yang

diperhatikan dari fasilitas perkotaan di kota baru adalah skala pelayanan dari fasilitas

tersebut. Terdapat pula kriteria penentuan ukuran optimal kota baru sebagai berikut :

Kepadatan, yaitu rasio dari populasi kota dengan kondisi fisik dari kota baru itu

sendiri. Penyediaan fasilitas yang ada di Kota Depok telah memadai dalam memenuhi

kebutuhan masyarakatnya seperti taman kanak-kanak, sekolah dasar, SMP, balai

pengobatan, rumah sakit dan terminal angkutan. Meskipun demikian ada beberapa

fasilitas yang belum mampu memadai seperti pasar, SMA, perguruan tinggi,

BKIA/rumah sakit bersalin, puskesmas, kantor pos, dan tempat ibadah.

Page 16: Kota Depok Sbg Kota Baru Mandiri

PL 5102 Pola dan Struktur Keruangan | Identifikasi Kota Depok sebagai Kota Baru Mandiri 16

Fungsi, sebuah kota baru merupakan bagian dari sistem perkotaan yang lebih luas

dan memiliki fungsi atau peran di dalam sistem perkotaan. Pada sistem perkotaan

Jabodetabek disebutkan bahwa Kota Depok unggul dibidang pendidikan. Hal ini

dapat dilihat adanya Universitas Indonesia yang cakupannya mencapai nasional.

Kesehatan, sebuah kota baru harus mampu meningkatkan tingkat kesehatan dari

penduduk kota baru. Pada Kota Depok upaya peningkatan tingkat kesehatan

penduduk telah dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Depok. Hal tersebut dapat

dilihat dari penyediaan rumah sakit dan balai pengobatan sudah cukup memadai untuk

masyarakat Kota Depok.

Pendapatan per Kapita, sebuah kota baru dikatakan optimal jika terdapat pendapatan

per kapita yang relatif lebih baik dari sebelum dibangun kota baru. Tidak dimilikinya

data pendapatan per kapita sebelum Kota Depok belum menjadi kota baru maka

asumsi yang diambil adalah adanya kecenderungan/tren kenaikan pendapatan per

kapita dari tahun ke tahun.

Hasil analisis di atas menandakan bahwa Kota Depok sudah mulai menuju kota baru

mandiri terlebih karena adanya kebijakan otonomi daerah yang menyebabkan Kota Depok

menjadi kota otonom. Otoritas yang diberikan kepada pemerintah daerah menjadikan

pembangunan yang terjadi pada Kota Depok terjadi dengan pesat. Kota Depok tumbuh

menjadi kota yang tidak hanya menjadi kota satelit tapi juga telah mulai berkembang menjadi

kota baru mandiri.

B. Kelemahan Studi

Dalam melakukan studi mengenai hal ini, penulis menyadari banyak kekurangan dan

kelemahan dalam penelitian ini. Hal ini terutama mengenai keterbatasan data dalam analisis

struktur internal dan eksternal kota. Kemudian, keterbatasan dalam studi ini juga berkaitan

dengan pemekaran kecamatan yang terjadi di Kota Depok pada tahun 2007, sehingga sulit

untuk menyesuaikan data untuk analisis secara time series.

DAFTAR PUSTAKA

Suryainfo. 2004. Evaluasi Program [on line]. Sumber elektronik diakses dari

http://www.chip89.co.cc/2010/09/evaluasi-program.html Diakses 20 November 20102

Sadyohutomo, Mulyono, Ir, MRCP. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Jakarta : Bumi Aksara.

.

Agustinus (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen Dalam Membeli Rumah. Skripsi.

Semarang, Universitas Diponegoro

Putra Waluyo, Nurrahman (2012). Identifikasi Peran Kota Baru Kawasan Pinggiran Dalam

Dekonsentrasi Perkotaan Wilayah Metropolitan (Studi Kasus : Kabupaten Bekasi). Skripsi.

Bandung, Institut Teknologi Bandung

Sitanala, F.2005. Pergerakan Penduduk Kota Depok Menuju ke Tempat Bekerja Tahun 2001,

Makara, Sains, Vol. 8, NO 1, 41-44

Kota Depok Dalam Angka Tahun 2010, Badan Pusat Statistik.

Pedoman Standar Pelayanan Minimal, Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal

Bidang Penataan Ruang, Perumahan, dan Permukiman, dan Pekerjaan Umum.