strategi pengelolaan sampah kota depok
TRANSCRIPT
STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK
Jupita Sinurat , Roy Valiant Salomo
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia
ABSTRAK Ditetapkannya Depok sebagai salah satu Kota terkotor di Indonesia pada tahun 2006 menjadikan pengelolaan sampah menjadi hal yang banyak menjadi sorotan publik. Buruknya pengelolaan sampah di Kota Depok dapat terlihat dari tidak memadainya fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah yang ada seperti pengangkutan, Unit Pengelolaan Sampah (UPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ditambah lagi dengan jumlah penduduk Depok yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebagai akibat dari arus urbanisasi yang tinggi menjadikan beban pelayanan sampah menjadi semakin berat. Dengan menggunakan pendekatan positivis-kualitatif, dan menggunakan analisis SWOT, peneliti mengetahui bahwa posisi pengelolaan sampah di Kota Depok memungkinkan untuk diterapkannya strategi WO yaitu strategi yang dapat diterapkan dengan kondisi mengalami beberapa kendala internal/ kelemahan tetapi juga memiliki peluang yang sangat besar. Strategi yang digunakan diantaranya peningkatan kualitas SDM dan kapasitas pengelola, pengembangan kerjasama dengan swasta, penggunaan teknologi baru, dan membuat Peraturan Daerah yang baru. Kata Kunci: analisis SWOT; pengelolaan sampah; strategi
ABSTRACT To the issuance one of the dirtiest Cities in Indonesia in 2006 has made waste management a lot of things into the public spotlight. Poor waste management in the city of Depok can be seen from the inadequate waste management facilities as transport, waste management Unit (UPS) and Landfills (LANDFILL) coupled with the population There who continue to experience increased from year to year as a result of the high urbanisation make rubbish service burden becoming increasingly heavier. By using qualitative, positivist approach-and use the SWOT analysis, the researchers found that the position of waste management in the city of Depok allows for implementing a strategy that WO strategies can be applied to the conditions experienced some internal constraints/weaknesses but also has huge opportunities. Strategies used include improving the quality of human resources and management capacity, the development of cooperation with the private sector, the use of new technologies, and create new areas of Regulation.
Key words: SWOT analysis ; waste management; strategy
PENDAHULUAN
Penetapan Kota Depok sebagai salah satu kota terkotor di Indonesia menjadi cambuk
bagi pemerintah Kota Depok untuk lebih meningkatkan lagi pelayanan di bidang kebersihan
yang dalam hal ini ditangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Akan tetapi
kinerja dari pemerintah akan menjadi tidak maksimal apabila tidak mendapat dukungan dari
masyarakatnya. Seperti halnya di Depok, minimnya peran serta masyarakat dalam memilah
sampah membuat pekerjaan pemerintah semakin berat. Oleh karena itu, Dinas Kebersihan
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
Kota Depok membuat program-program baru yang melibatkan masyarakat yaitu program
pembangunan UPS-UPS. Melalui program unggulan tersebut seluruh masyarakat kota Depok
khususnya berharap pelayanan di bidang kebersihan dapat lebih baik lagi karena suatu negara
tidak dapat terlepas dari kewajibannya untuk menyediakan pelayanan publik. Hal tersebut
mutlak harus dan pasti dilakukan oleh pemerintah negara yang bersangkutan karena pada
dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan
bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia (L.P.Sinambela,
1992:198). Pelayanan publik yang baik adalah pelayanan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pelayanan publik yang ada dan menjadi dambaan setiap manusia.
Masalah persampahan yang dihadapi Kota Depok saat ini bukanlah perkara yang
mudah. Melihat hal tersebut, perlu ada strategi untu mengatasi permasalahan sampah tersebut.
Sehubungan dengan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan oleh penulis, rumusan
masalah yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengelolaan sampah di Depok
dilihat dari faktor internal dan eksternalnya?; 2. Bagaimana strategi yang harus dibuat untuk
mengatasi permasalahan sampah di Kota Depok?. Berdasarkan rumusan masalah yang telah
diuraikan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu: 1. Untuk mengetahui
pengelolaan sampah di Depok dilihat dari faktor eksternal dan internalnya; 1. Untuk
mengetahui strategi yang harus dibuat untuk mengatasi permasalahan sampah di Kota Depok.
TINJAUAN TEORITIS
Dalam penelitian ini, kerangka berpikir penulis dibentuk dari beberapa konsep yaitu
manajemen strategi, pelayanan publik, analisis SWOT dan konsep pengelolaan sampah.
Berikut ini pemaparan mengenai konsep-konsep tersebut. Menurut Hunger dan
Wheelen, manajemen strategik adalah seperangkat keputusan serta tindakan manajerial yang
menentukan kinerja jangka panjang dari suatu organisasi (perusahaan) (Hunger dan Wheelen,
1996). Strategi diperlukan dalam sebuah perencanaan organisasi baik sektor privat maupun
sektor publik. Pearce dan Robinson (2007) mendefinisikan strategi sebagai satu set keputusan
dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana yang dirancang untuk
meraih suatu tujuan sebuah organisasi (Pearce & Robinson, 2007). David (2009) mengatakan
bahwa proses manajemen strategik terdiri dari tiga tahap, yaitu formulasi strategi,
implementasi strategi dan evaluasi strategi. Di dalam formulasi strategi ini termasuk
pembuatan visi dan misi organisasi, identifikasi kesempatan dan ancaman lingkungan luar
terhadap organisasi, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menciptakan tujuan
jangka panjang, membuat strategi-strategi alternatif dan memilih strategi yang tepat untuk
dilakukan. Formulasi strategi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap masukan, tahap
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
pencocokan, dan tahap keputusan. Pertama adalah tahap masukan (input stage). Tahap ini
pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu
kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu data eksternal dan data internal. Kedua adalah tahap pencocokan atau tahap analisis
(matching stage) dan tahap ketiga adalah tahap pengambilan keputusan (decision stage).
Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan
menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman,
instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk
melaksanakan sebuah strategi. Faktor internal dan eksternal harus dipertimbangkan dalam
analisis SWOT. 1. Strength (Kekuatan) Yaitu faktor internal yang mendukung perusahaan
dalam mencapai tujuannya yang dapat dioptimalkan sehingga bermakna positif untuk
pengembangan organisasi ataupun pelaksanaan sebuah program kerja (proker). Misalnya,
kepemimpinan yang efektif, keadaan keuangan yang kuat, SDM yang berkualitas, proker
unggulan, dan lain-lain; 2. Weakness (Kelemahan) adalah suatu faktor kekuatan “yang
seharusnya dimiliki oleh organisasi” namun tidak ada, yang akhirnya menjadi kelemahan
dalam organisasi tersebut. Maka weakness berarti kekurangan-kekurangan yang berasal dari
dalam organisasi itu sendiri. Misalnya, kualitas SDM yang rendah, kuantitas SDM yang
kurang, keterbatasan dana , fasilitas yang kurang dan lain-lain.; 3. Opportunity (Faktor
Pendukung) merupakan faktor-faktor pendukung dalam pengembangan maupun stabilitas
organisasi maupun pelaksanaan proker. Faktor pendukung ini merupakan faktor yang berasal
dari luar organisasi, bukan dari dalam organisasi/eksternal. Misalnya dukungan dari
pemerintah, perubahan kebijakan, perkembangan teknologi dan lain-lain; 4. Threat (Faktor
Penghambat/Ancaman) merupakan faktor-faktor penghambat atau hal-hal yang dapat
mengancam perkembangan maupun stabilitas organisasi atau pelaksanaan proker, atau bahkan
dapat mengancam keberadaan organisasi atau proker. Faktor ini juga berasal dari luar
organisasi, bukan dari dalam organisasi/eksternal. Misalnya, kebijakan pemerintah yang
merugikan, hilangnya sumber dana dan lain-lain.
Pelayanan publik adalah pengadaan barang dan jasa publik, baik yang dilakukan oleh
pemerintah maupun non-pemerintah. Secara ekstrem terdapat dua jenis barang yaitu barang
publik (public good) dan barang swasta (private good). Barang publik adalah barang yang
penggunaannya mempunya ciri nonrivalry seperti udara, jalan, jembatan, dan sebagainya.
Adapun barang swasta dicirikan oleh adanya rivalitas, seperti baju, sepatu, dan lain-lain. Baik
barang publik maupun privat di sektor permintaan (demand) ditentukan oleh permintaan
konsumen. Bedanya, apabila barang swasta sektor persediaan (supply) ditentukan oleh
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
produsen yang bertujuan mencari untung (profit motive), persediaan barang publik ditetapkan
melalui proses politik. Diantara keduanya terdapat barang swasta yang memiliki nilai
strategis, sehingga mengundang campur tangan pemerintah untuk mengelolanya. Misalnya
pangan, industri pupuk, industri kimia, industri otomotif, dan sebagainya. Di sisi lain juga
terdapat barang publik dimana swasta tertarik untuk mengelolanya seperti jalan tol, sampah,
air minum, dan seterusnya (Sinambela, 2008). Bagi pelayanan publik bagi masyarakat yang
tinggal di perkotaan, Kenneth Davey (1979) merinci jenis-jenis pelayanan perkotaan meliputi:
jalan, drainase, kebersihan, pengumpulan sampah, penerangan, air bersih, sanitasi dan pasar.
Dalam penyediaan public services oleh pemerintah, tidak tertutup kemungkinan
terjadinya government failure. Dalam hal ini intervensi sektor privat dapat dimungkinkan.
Pengertian Public-Private Partnership (PPP) menurut William J. Parente dari USAID adalah
bentuk perjanjian atau kontrak antara sektor publik dan sektor privat yang terdiri atas
beberapa ketentuan, antara lain: sektor privat menjalankan fungsi pemerintah untuk periode
tertentu; sektor privat menerima kompensasi atas penyelenggaraan fungsi, baik secara
langsung maupun tidak langsung; sektor privat bertanggung jawab atas resiko yang timbul
dari penyelenggaraan fungsi tersebut; dan fasilitas publik, tanah, dan sumber daya lainnya
dapat ditransfer atau disediakan untuk sektor privat (Djunedi, 2010). PPP merupakan bentuk
privatisasi. Savas menemukan bahwa pengumpulan sampah oleh swasta di beberapa negara
ternyata menghasilkan tingkat efisiensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pengumpulan sampah yang dilakukan oleh pemerintah atau sektor publik. Menurut Savas
dalam Nurmandi (1999), kontrak, konsesi dan franchise atau kompetisi terbuka dapat
diterapkan pada kondisi dimana pola konsumsi yang bersama dan ekslusi-nya berada pada
titik pertengahan antara layak (feasible) dan tidaknya alternatif yang dipilih. Jika pola
konsumsi bersama yang lebih menonjol, maka skema kontrak, konsesi, franchise atau
kompetisi terbuka dapat diterapkan. Sedangkan dilihat dari ekslusi, maka kita tidak dapat
mengabaikan konsumen yang potensial dalam kawasan tersebut dengan menggunakan
kontrak atau konsesi yang lebih cocok. Kontrak adalah suatu model kerjasama yang posisi
pemerintah dapat mengontrak atau memberikan mandat kepada perusahaan negara (atau
daerah kalau di daerah) untuk memberikan pelayanan. Franchise adalah bentuk kerjasama
pemerintah memberikan hak monopoli kepada satu perusahaan swasta untuk memberikan
pelayanan dalam suatu batas geografis tertentu, dan pemerintah menentukan tarif yang harus
dibayar oleh konsumen. Sedangkan konsesi didefinisikan sebagai suatu persetujuan antara
pemerintah dengan pihak swasta, di mana pemerintah memberikan suatu aset (berupa tanah
atau jenis lain) kepadanya dalam suatu periode tertentu sesuai dengan masa kontrak dan
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
mengembalikan kepada pemerintah setelah masa kontraknya selesai. Konsesi ini pada
prakteknya mempunyai beberapa jenis, yaitu BOT, BOOT dan BOO.
Sampah menurut (Apriadji,2000) adalah zat-zat atau benda-benda yang tidak terpakai
lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun pabrik sebagai sisa
proses industri. Berdasarkan asalnya (Suprihatin dkk,1996) sampah dapat digolongkan
sebagai:a. Sampah organik, yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan
dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, dan
lain-lain. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan sampah organik; b. Sampah non-
organik, yaitu sampah yang berasal dari proses industri dan umumnya sulit diuraikan oleh
alam. Misalnya botol, plastik, kaleng dan sebagainya. Sistem pengelolaan sampah dapat
dibagi menjadi lima aspek yaitu aspek kelembagaan, aspek teknik operasional, aspek
pembiayaan, aspek pengaturan, dan aspek peran serta masyarakat.
METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan post
positivis. Penelitian dapat dikategorikan menjadi empat jenis penelitian yaitu penelitian
berdasarkan manfaat penelitian termasuk dalam penelitian murni (pure research/basic
research); berdasarkan tujuan penelitian termasuk dalam penelitian deskriptif; berdasarkan
dimensi waktu termasuk dalam kategori penelitian cross sectional dan berdasarkan teknik
pengumpulan data termasuk ke dalam penelitian mix method .Penelitian ini menggunakan
sejumlah teknik dalam pengumpulan datanya. Pengumpulan data yang akan dilakukan dalam
penelitian ini diantaranya studi pustaka, existing statistic, wawancara mendalam, dokumentasi
dan analisis SWOT. Penelitian ini dimulai dengan membuat matriks SWOT. Dalam
pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat, maka perlu melalui
tahapan-tahapan proses sebagai berikut (Rangkuti, 2001): 1. Tahap pengambilan data yaitu
evaluasi faktor eksternal dan internal. Tahap ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-
faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman melalui matriks IFAS dan
EFAS; 2. Mendiskusiakan rencana strategi dengan menggunakan analisis matriks SWOT; 3.
Mendiskusikan strategi prioritas yang dapat merangkum alternatif strategi yang telah
dihasilkan dengan membuat matriks urgensi; 4. Menyusun rencana program/kegiatan secara
partisipasif. Dalam tahap pengambilan keputusan matriks SWOT ini dilakukan dengan
merujuk kembali terhadap KSF yang memiliki bobot yang paling berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis,
yaitu: a. Strategi SO. Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya;
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
b. Strategi ST . Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan
untuk mengatasi ancaman; c. Strategi WO . Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan
peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada; c. Strategi WT . Strategi
ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan
yang ada serta menghindari ancaman (Rangkuti, 2001). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel berikut:
Tabel 1 Matriks Analisis SWOT
Sumber: Rangkuti, 2001
HASIL PENELITIAN
Kota Depok adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, letak Kota Depok sangat
strategis, karena diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok
semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan
transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya. Kota Depok
sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 20.029 ha.
Pengelolaan sampah di Depok dilakukan oleh 2 instansi yaitu : (1) untuk Dinas
Kebersihan dan Pertamanan menangani sampah di jalan protokol, sapuan jalan, pertokoan
restoran, hotel, industri, perkantoran , fasilitas umum dan pemukiman; (2) sampah di pasar
tradisional dikelola oleh Dinas Pengelolaan Pasar. Namun dalam penelitian ini yang dibahas
hanyalah pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Depok. Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) merupakan unsur pelaksana pemerintah
kota di bawah Walikota Depok, yang berfungsi melaksanakan fungsi pengaturan dan
kebijakan serta pelaksanaan teknis pelayanan pengelolaan sampah atau kebersihan dan
pertamanan. Dinas Kebersihan dan Pertamanan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah
(Perda) Kota Depok Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Daerah (Perda) No 6 Tahun 2010 (Perubahan dari Peraturan
Daerah No 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat daerah). Pembentukan Dinas
Kebersihan dan Pertamanan secara tegas diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Huruf d Angka 5.
Sedangkan Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Perangkat Daerah diatur dalam Pasal 54
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
Ayat (2), selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Walikota No 45 Tahun 2010 (Perubahan
dari Peraturan Walikota No 24 Tahun 2008). Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok
merupakan unsur pelaksana pemerintah kota yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Walikota yang bertugas melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang
kebersihan dan pertamanan. Tugas dan fungsi para pejabat di lingkungan Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kota Depok sesuai dengan Peraturan Walikota Depok Nomor 45 Tahun 2010
tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Depok No 24 tahun 2008 tentang Rincian Tugas,
Fungsi, dan Tata kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Kelembagaan terdiri unsur bentuk
dan struktur organisasi pengelola, personalia dan tata laksana kerja. Pasal 18 ayat (1)
Peraturan Daerah Kota Depok No 6 Tahun 2010 menyebutkan mengenai Susunan organisasi
Dinas Kebersihan dan Pertamanan terdiri dari Kepala Dinas yang membawahkan: Sekretariat,
3 (tiga) Bidang, 3 (tiga) Unit Pelaksana Teknis, dan Kelompok Jabatan. Dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok didukung oleh 65 orang
karyawan yang terdiri atas 57 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 8 orang tenaga kontrak.
Masing-masing karyawan tersebut dibedakan dalam beberapa komposisi sesuai dengan
tingkat pendidikan, golongan, jabatan struktural, dan pendidikan/penjenjangan. Selain yang
berstatus PNS dan tenaga kontrak, terdapat pula karyawan yang berstatus sukwan Dinas. Pada
umumnya sukwan Dinas bekerja di lapangan, baik yang ada di bidang kebersihan, UPTD
IPLT-TPA, dan UPTD Pemakaman. Jumlah keseluruhan sukwan Dinas yang ada di
lingkungan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok sebanyak 455 orang. Dinas
Kebersihan Kota Depok terdiri dari tujuh bagian atau bidang. Pertama adalah bagian umum
atau secretariat yang terdiri dari sub bagian umum dan sub bagian keuangan. Sub bagian
umum memiliki tugas pokok untuk Melaksanakan administrasi umum, pengkoordinasian
perencanaan dan evaluasi serta pengelolaan keuangan Dinas.
Timbulan sampah perkotaan dapat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain
tersedianya prasarana dan sarana yang dipergunakan penduduk dalam kegiatan sehariharinya
guna memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan Standar SK. SNI S – 04 – 1991- 03 Spesifikasi
Timbulan Sampah untuk kota kecil dan sedang di Indonesia adalah antara 2,75 – 3,25
liter/orang/hari dan berdasarkan perhitungan hasil konsultan terdahulu bahwa produksi
sampah per hari per orang 2,65 liter ( skala kota ) dengan dasar timbulan tersebut
(liter/orang/hari) maka pada tahun 2011dapat dihitung timbulan sampah total dengan jumlah
penduduk kota Depok adalah 1.470.002 jiwa diperkirakan jumlah timbulan sampah perhari
adalah 4.250 m3/hari. Sampah yang terangkut 1140m3/hari, sampah yang tidak terangkut
2.660 m3/hari.
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
Di daerah pemukiman pada umumnya mempergunakan pewadahan berupa gentong
plastik (bin/tong sampah), keranjang bekas, kaleng bekas cat, kantong plastik bekas dan ada
juga yang tidak mempunyai pewadahan. Sistem pengangkutan sampah di Kota Depok
dilaksanakan dengan pemindahan langsung dari TPS–TPS sampah yang ada, kontainer atau
lokasi tertentu yang belum ada TPS atau langsung dari rumah ke rumah atau dari
toko/bangunan ke toko/bangunan dengan dump truk yang selanjutnya dibuang atau dibawa
ke TPA sampah. Jenis kendaraan yang digunakan adalah dump truk sebanyak 57 unit dan
kontainer 35 unit dilengkapi dengan arm roll sebanyak 10 unit dengan kondisi layak
operasional. Pemindahan erat kaitannya dengan pengolahan sampah. Pengolahan sampah di
Kota Depok dilakukan dengan cara membangun sebuah tempat yang disebut Sistem
Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Terpadu (SIPESAT) merupakan Program yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Depok sejak tahun 2006 yang sekarang dikenal dengan
Unit Pengelolaan Sampah (UPS). Sedangkan pengelolaan akhir sampah Kota Depok terletak
pada Kelurahan Cipayung Kecamatan Pancoran Mas. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Kota Depok sudah dioperasionalkan sejak tahun 1997 dengan system Controlled Landfill.
Sumber utama pembiayaan pengelolaan kebersihan/persampahan kota Depok adalah
APBD kota Depok. Selain dari APBD Kota Depok pengelolaan persampahan dan kebersihan
di Kota Depok telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 5 Tahun 2012 tentang
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Struktur tarif digolongkan berdasarkan
pelayanan yang diberikan, jenis serta volume yang dihasilkan, dan kemampuan masyarakat.
Aspek peraturan merupakan dasar dalam pelaksanaan pekerjaan pengelolaan
persampahan, karena setiap kegiatan atau kebijakan dalam rangka pelaksanaan dan perbaikan
sistem pengelolaan persampahan harus dilandasi dengan kekuatan hukum yang sumbernya
adalah peraturan hukum. Beberapa peraturan telah dibuat dalam rangka penanganan
persampahan / kebersihan kota Depok yang dapat digolongkan menjadi : a. Pembentukan
Institusi/Lembaga Formal yang berisi tentang dasar hukum yang mengatur organisasi
pengelolaan kebersihan di kota Depok adalah Peraturan Daerah (Perda) No 6 Tahun 2010
(Perubahan dari Peraturan Daerah No 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat daerah); b.
Penentuan Struktur Tarif Retribusi yang mengatur tentang dasar hukum yang mengatur
menganai retribusi/iuran kebersihan/ persampahan di kota Depok adalah Peraturan Daerah
(Perda) No. 5 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
Terakhir adalah aspek peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam
pengelolaan persampahan yang ada sekarang di kota Depok adalah berpartisipasi dalam
pembiayaan melalui pembayaran retribusi. Selain peran dalam pembiayaan, masyarakat di
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
Kota Depok juga berperan serta dalam pelaksanaaan teknis operasional pengolahan
persampahan.
PEMBAHASAN
Bab ini memberikan pemaparan tentang hasil temuan dan analisis penulis dalam
penelitian ini. Penulis membagi bab ini ke dalam dua bagian besar yaitu faktor-faktor
eksternal dan internal yang mempengaruhi pengelolaan sampah di Kota Depok saat ini dan
yang kedua adalah strategi yang dibuat untuk mengatasi permasalahan sampah di Kota
Depok. Kedua bagian tersebut juga nantinya akan merupakan bagian dari tiga tahap formulasi
strategi yang dikemukakan oleh David (2009) yaitu tahap masukan (input stage), tahap
pencocokan (matching stage) dan tahan pengambilan keputusan (decision stage).
Pembentukan strategi pengelolaan sampah ini termasuk dalam aliran desain desain (design the
school). Aliran Desain mengarah pada penyusunan model pembuatan strategi dengan
mengupayakan terjadinya kesesuaian (match atau fit) antara berbagai kapabilitas internal dan
kemungkinan eksternal.
Pengelolaan sampah merupakan salah satu pelayanan perkotaan seperti yang
dikemukakan Kenneth Devey dan Nick Devas. Pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah
namun memungkinkan juga dikelola oleh pihak swasta. Pengelolaan sampah di Kota Depok
saat ini dikelola penuh oleh pemerintah melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Depok. Dalam tahap input stage dijelaskan faktor-faktor internal melalui kekuatan dan
kelemahan serta faktor-faktor eksternal melalui peluang dan ancaman yang mempengaruhi
pengelolaan sampah Kota Depok .
Faktor Internal berupa kekuatan (strength) diantaranya : 1. Semangat meraih
Adipura melalui GDM: Sejak tahun 2010, untuk mengatasi masalah tersebut DKP melalui
bidang pelayanan kebersihan menggalakkan kembali program Gerakan Depok Memilah
(GDM) . Isi dari kegiatan GDM antara lain sosialisasi dan pelatihan pengolahan sampah
rumah tangga dengan menggunakan metode sederhana yaitu takakura dan biopori, yang
didalamnya menekankan pada gerakan pemilahan sampah dan 3R; 2. Peningkatan Jumlah
bank sampah akibat GDM. Sejak dimulai tahun 2010, GDM banyak menarik simpati para
warga untuk mengikutinya. Sejak GDM disosialisasikan, telah banyak warga yang tergerak
untuk memilah dan membuat bank sampah baru. Dari awalnya terdapat di bawah 10 bank
sampah, Depok kini memiliki 50 lebih bank sampah yang tersebar diberbagai kecamatan.
Faktor Internal berupa kelemahan (weakness) diantaranya: 1. Fasilitas pengangkutan
yang tidak memadai. Kota Depok mempunyai tingkat pelayanan sampah hampir mencapai
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
35% dan jumlah armada untuk proses pengangkutan sampah terdiri dari 57 truck sampah.
Permasalahan pengangkutan di Kota Depok juga menyangkut tentang jumlah armada dan
durasi atau waktu yang dibutuhkan dalam pengangkutan sampah untuk mengcover seluruh
kota (Pramono, 2005). Dengan kemampuan armada truk yang ada saat ini tidak cukup untuk
mengangkut seluruh sampah di Kota Depok. Akibat dari kurangnya armada truk untuk
mengangkut sampah mengakibatkan petugas terbatas untuk mengangkut sampah dari rumah
warga. Dengan 57 buah armada truk sangat kurang untuk mengangkut sampah dari seluruh
wilayah kota Depok setiap harinya; 2. Fasilitas UPS tidak memadai. Sejak dibangun tahun
2006, dengan nama awal SIPESAT, UPS terus menuai kontroversi dari berbagai kalangan
terutama masyarakat. Dari 44 UPS yang sudah dibangun, hanya 17 diantaranya yang masih
beroperasi. Beberapa diantaranya sempat beroperasi namun karena berbagai persoalan,
akhirnya UPS tersebut tidak lagi beroperasi. Beberapa diantaranya sudah banyak yang ditutup
karena protes dari warga dari sekitar UPS yang merasa terganggu dengan bau yang tidak
sedap dari UPS. Kualitas mesin-mesin di UPS juga sangat buruk dan sering mengalami
kerusakan. Namun meskipun demikian, DKP sulit untuk melakukan pernggantian mesin
karena biayanya yang tinggi. Selain berbagai permasalahan UPS diatas sebuah penelitian dari
Institut Pertanian Bogor menyatakan bahwa volume sampah yang diolah di UPS atau
persentase hasil olahan sampah masih sangat minim dan belum mencapai skala ekonomi. Dan
meskipun sudah diopersikan, UPS belum dapat memberikan nilai tambah yang signifikan
dalam peningkatan cakupan pelayanan persampahan. Hasil olahan UPS seperti kompos juga
belum memiliki pasar dan permintaan yang jelas sehingga tidak dapat membiayai kegiatan
operasionalnya secara berkelanjutan (Dewi, 2008); 3. Fasilitas TPA tidak memadai. TPA
Cipayung diperkirakan tidak bisa lagi menampung sampah yang ada di Depok. Pengelolaan
sampah saat ini hampir seluruhnya berakhir di TPA sehingga menyebabkan beban TPA
menjadi sangat berat, selain diperlukannya lahan yang cukup luas, juga fasilitas
perlindungan lingkungan yang sangat mahal; 4. Kurangnya jumlah dan kualitas SDM
(sumber daya manusia). Meskipun pegawai di kantor DKP dan di lapangan sudah
mencukupi dari segi jumlah, akan tetapi bagi petugas di lapangan masih belum mencukupi
dari sisi pengetahuan. Hal itu tidak dapat disangkal mengingat petugas yang direkrut juga
rata-rata memiliki pendidikan yang rendah. Tidak adanya rekruitmen yang jelas dalam
menempatkan orang-orang yang bekerja di lapangan memperburuk kinerja dari DKP dalam
melakukan pelayanan persampahan; 5. Pembiayaan: Kurangnya dana untuk pengelolaan
sampah. Untuk meningkatkan pelayanan pengelolaan sampah, pemerintah Pemerintah Kota
Depok menaikkan retribusi sampah sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No. 5/2012
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
tentang Retribusi Pelayanan Persampahan atau Kebersihan. Meskipun telah retribusi telah
dinaikkan, namun jumlahnya msih tidak memcukupi untuk membiayai pengelolaan sampah di
Kota Depok yang membutuhkan biaya yang sangat besar. Retribusi sangat kecil dampaknya
dalam pembiayaan pengelolaan sampah di Kota Depok. Jumlah anggaran yang dikeluarkan
oleh pemerintah untuk mengelola sampah di Kota Depok adalah sebesar 30 milyar. Namun
retribusi yang masuk hanya sebesar 3 milyar rupiah. Tentu saja hal itu sangat tidak sebanding
dengan upaya yang dikeluarkan oleh pemerintah; 6. Regulasi: Peraturan daerah yang tidak
memadai. Terkait dengan regulasi internal atau regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah
Kota Depok tentang sampah, di Kota Depok hanya terdapat Peraturan Daerah (Perda) No. 5
Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Peraturan tentang
pengelolaan sampah saat ini belum mencakup keseluruhan pengelolaan sampah dari hulu ke
hilir. Yang diatur hanya tentang retribusi pengangkutan saja, sementara untuk pengelolaan
sampah juga belum ada. Khususnya UPS, pengoperasian UPS memerlukan adanya prosedur
tertentu atau prosedur pengoperasian baku (SOP) UPS agar peralatan yang ada dapat
diperasikan secara efektif dan terawat dengan baik.
Faktor Eksternal berupa peluang (Opportunity) antara lain: 1. Peran serta
masyarakat: Munculnya paradigma baru dalam pengelolaan sampah. Peran serta
masyarakat dari masyarakat yang memiliki paradigma baru dalam mengelola sampah tentu
menjadi peluang yang sangat besar bagi pengelolaan sampah di Kota Depok. Untuk itu perlu
dilakukan usaha untuk mengubah cara pandang “sampah dari bencana menjadi berkah”
(WPL,2013). Paradigma yang berkembang di masyarakat selama ini adalah sampah
merupakan hal yang negatif dan harus dijauhi. Namun terdapat beberapa masyarakat yang
memiliki pandangan lain terhadap sampah. Sampah yang tadinya tidak bernilai dengan
berbagai cara dapat diubah menjadi barang yang berguna dan memiliki nilai ekonomis yang
tinggi. Seperti kelompok- kelompok berikut ini yang tergerak untuk mengolah sampah
menjadi bernilai ekonomis melalui Bank Sampah diantaranya Poklili, Bank Sampah Mentari,
dan Wanita Peduli Lingkungan; 2. Ekonomi: Peluang Kerjasama dengan Swasta. Untuk
optimalisasi pengelolaan sampah, pemerintah Kota Depok juga melakukan kerjasama dengan
pihak swasta khususnya untuk memperpanjang usia TPA yang diperkirakan apabila
pengelolaan sampah masih seperti saat ini, dikhawatirkan TPA akan overload dan bukan tidak
mungkin mengakibatkan tragedi seperti TPA Leuwi Gajah beberapa tahun lalu; 3. Teknologi
pengelolaan sampah yang semakin canggih. Perkembangan teknologi menjadi sebuah
peluang bagi pengelolaan sampah Kota Depok. Di negara negara maju seperti Denmark, Swis,
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
Amerika dan Prancis telah memaksimalkan proses pengolahan sampah. Tidak hanya
mengatasi bau busuk saja tapi sudah merubah sampah menjadi energi listrik. Khusus di
Denmark 54 % sampah di ubah menjadi energi listrik (Nurlitaseptiani,2012). Khusus di TPA
Cipayung, perkembangan teknologi pengelolaan sampah saat ini dapat menjadi peluang yang
sangat besar. Metode sanitary landfill, insinerasi, solidifikasi, dan chemical conditioning
dapat menjadi alternatif peluang teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan sampah di TPA Cipayung; 4. Regulasi: Terdapat UU tentang Pengelolaan
Sampah. Terkait dengan regulasi eksternal atau regulasi yang tidak dikeluarkan oleh
Pemerintah Kota Depok, peraturan yang mengatur tentang pengelolaan sampah Kota Depok
mengacu kepada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Faktor Eksternal berupa peluang (Opportunity) antara lain:1. Laju pertumbuhan
penduduk yang tinggi. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di Kota Depok membawa
konsekuensi pada peningkatan volume timbulan limbah padat. Semakin banyak penduduk,
semakin banyak pula sampahnya. Berdasarkan perkembangan tersebut diperkirakan jumlah
penduduk yang akan datang ke Kota Depok pada waktu yang akan datang akan semakin
meningkat seiring dengan banyaknya operasional kegiatan jasa dan niaga yang berkembang
pesat di Kota Depok; 2. Pemukiman/Perumahan yang semakin bertambah. Meningkatnya
jumlah penduduk kota Depok disebabkan tingginya urbanisasi penduduk Kota Depok sebagai
akibat pesatnya pengembangan kota yang dapat dilihat dari meningkatnya pengembangan
kawasan perumahan. Pada 2011, penambahan penduduk karena urbanisasi mencapai tiga
persen. Jumlah tersebut meningkat menjadi 4,2 persen pada 2012 dan lebih besar dari rata-rata
urbanisasi nasional yaitu 1,7 persen (Saputri,2013). Hingga saat ini terdapat kurang lebih 18
perumahan yang tersebar di enam kecamatan Kota Depok . Namun meningkatnya jumlah
perumahan tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah yang baik sehingga seiring dengan
bertambahnya perumahan, timbulan sampah juga terus bertambah. Beban petugas pengangkut
dan pengolah sampah pun semakin berat; 3. Sosial: Konflik di TPA dan UPS. Seperti yang
terjadi di beberapa UPS yang ada di Depok yang ditolak keberadaannya oleh warga karena
dianggap mengganggu aktivitas warga akibat bau tidak sedap yang ditimbulkan. Akibatnya
terjadi masalah sosial seperti demo yang kerap kali terjadi sebagai aksi protes warga terhadap
pemerintah. Gerakan masyarakat pun sering terjadi untuk mengkritik kinerja DKP dalam
menjalankan tugas dan fungsinya. Selain demo, aksi protes juga dilakukan warga dengan cara
lain seperti membiarkan ternak mereka berkeliaran di sekitar UPS sehingga mengganggu
aktivitas petugas di UPS; 4. Politik: Oknum-oknum pejabat yang memanfaatkan
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
kekuasaannya. Ancaman politik juga terjadi dalam pengelolaan sampah Kota Depok.
Oknum-oknum pejabat yang memanfaatkan kekuasaannya untuk menjadikan sampah sebagai
lahan bisnis; 5. Culture (budaya masyarakat): Kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan masih rendah. Budaya tidak menghargai lingkungan yang terjadi di masyarakat
menjadi ancaman bagi pengelolaan sampah Kota Depok. Pengelolaan sampah tidak akan
pernah dapat maksimal apabila masyarakat tidak peduli lingkungan. Banyaknya warga yang
membuang sampah sembarangan mengakibatkan lingkungan menjadi kotor dan tidak sehat.
Masyarakat juga enggan untuk memilah sampah rumah tangga yang mengakibatkan banyak
UPS yang overload karena tidak mampu menampung sampah warga yang masih belum
terpilah.
Hasil perhitungan faktor-faktor internal dan eksternal pengelolaan sampah Kota
Depok pada tabel IFAS dan EFAS menunjukkan bahwa dari segi internal organisasi
mempunyai kekuatan yang lebih kecil dibandingkan kelemahannya dan dari segi eksternal
organisasi mempunyai peluang yang lebih besar dibandingkan ancaman yang akan dihadapi.
Hasil perhitungan kondisi internal dan eksternal pada pengelolaan sampah Kota depok
tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan sampah Kota Depok yang telah berjalan hingga
saat ini mempunyai kelemahan yang besar dan peluang yang besar juga, sehingga posisi
organisasi dalam diagram analisis SWOT berada pada kuadran III seperti terlihat dalam grafik
berikut ini:
O
y
W S
0,25
T
Grafik 1.Posisi pengelolaan sampah Kota Depok
Posisi Pengelolaan Sampah
0,6
KUADRAN I (SO)
Agresif
KUADRAN II (ST)
Diversifikasi
KUADRAN IV (WT)
Defensif
KUADRAN III (WO)
Turn Around
KUADRAN I (SO)
Agresif
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
Sumber : Hasil olahan peneliti
Dari hasil analisis SWOT tersebut diketahui bahwa posisi manajemen persampahan,
sehingga dapat dirancang alternatif strategi yang menjadi pertimbangan dalam menyusun
Pengelolaan Persampahan di Kota Depok. Strategi pengelolaan sampah ditetapkan
berdasarkan isu utama dan analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman).
Berdasarkan hasil dari analisis SWOT yang dilakukan, dapat diketahui strategi pengelolaan
sampah di Kota Depok berada pada kuadran ke III, yang artinya strategi untuk memanfaatkan
peluang dan meminimalkan kelemahan yang ada. Dalam tahap ini semua informasi yang
berpengaruh terhadap pengelolaan sampah Kota Depok dibuat ke dalam sebuah matriks yang
disebut dengan Matriks SWOT atau Matriks TOWS. Hasil analisis SWOT dan alternatif
strategi yang menjadi pertimbangan dalam menyusun rencana pengelolaan disajikan dalam
tabel di bawah ini:
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
Tabel 2. Hasil analisis unsur SWOT
Internal Eksternal
S (kekuatan) - Semangat meraih Adipura melalui GDM - Peningkatan Jumlah Bank Sampah
W (kelemahan) - Fasilitas pengangkutan tidak memadai - Fasilitaspengangkutan UPS tidak memadai - Fasilitas TPA tidak memadai - Kurangnya jumlah dan kualitas SDM (sumber
daya manusia) - Kurangnya dana untuk pengelolaan sampah - Perda tidak memadai
O (peluang) - Munculnya paradigma baru dalam
pengelolaan sampah - Peluang Kerjasama dengan Swasta - Teknologi persampahan semakin
canggih - Terdapat UU tentang pengelolaan
sampah
Strategi SO - Sosialisasi semakin digalakkan - Meningkatkan permintaan pasar hasil
olahan sampah
Strategi WO - Peningkatan kualitas SDM dan kapasitas
pengelola - Pengembangan kerjasama dengan swasta - Penggunaan teknologi baru - Membuat Peraturan Daerah yang baru
T (ancaman) - Laju pertumbuhan penduduk yang
tinggi - Pemukiman/perumahan bertambah - Konflik di TPA dan UPS - Oknum-oknum pejabat yang
memanfaatkan kekuasaannya - Kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan masih rendah
Strategi ST - Peningkatan partisipasi masyarakat - Membuat sistem “lapak terpadu”
Strategi WT - Bekerja sama dengan pihak Universitas untuk
melakukan sosialisasi
Sumber: hasil olahan peneliti
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
134
Berdasarkan hasil pengolahan matriks urgensi, hasil analisis SWOT terlihat strategi
WO memiliki skor tertinggi pada alternatif strategi pembuatan Peraturan Daerah baru, dan
peningkatan partisipasi masyarakat dan pengembangan kerjasama dengan swasta.
SIMPULAN
Berdasarkan pemaparan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:1.
Faktor internal yang mempengaruhi pengelolaan sampah Kota Depok dibagi menjadi dua yaitu
kekuatan dan kelemahan yang dilihat dari faktor sumber daya manusia, teknik operasional,
regulasi, dan pembiayaan. Faktor eksternal yang mempengaruhinya juga dibagi menjadi dua
yaitu peluang dan ancaman yang dapat dilihat dari faktor sosial,demografi, politik, teknologi,
masyarakat, culture, dan regulasi; 2. Posisi pengelolaan sampah kota Depok setelah diolah
dengan matriks IFAS dan EFAS terletak pada kuadran ketiga atau disebut dengan strategi WO.
Strategi yang digunakan diantaranya peningkatan kualitas SDM dan kapasitas pengelola,
pengembangan kerjasama dengan swasta, penggunaan teknologi baru, dan membuat Peraturan
Daerah yang baru.
SARAN
Berdasarkan sejumlah data yang penulis dapatkan, berikut adalah saran yang dapat
penulis berikan:1. Pemerintah Kota Depok, DKP, beserta segenap jajarannya agar melakukan
evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan sampah saat ini. Dan untuk menanggulangi masalah
sampah, pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan pihak swasta khususnya untuk
pengadaan teknologi baru dan pembiayaannya. Prioritas alternatif strategi yang dapat dijalankan
adalah pembuatan Peraturan Daerah baru, peningkatan partisipasi masyarakat dan
pengembangan kerjasama dengan swasta; 2. Pihak swasta yang ingin bekerja sama dengan
Pemerintah Kota Depok agar segera mengajukan proposalnya; 3. Masyarakat agar lebih peduli
lagi terhadap lingkungannya, membiasakan diri untuk membuang sampah sembarangan,
membiasakan untuk memilah sampah dan menggunakan barang-barang yang ramah lingkungan KEPUSTAKAAN
David, Fred R. 2009. Manjemen Strategis Konsep. Jakarta: Salemba Empat.
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013
135
Dewi, Rahmi Sari. 2008. Evaluasi Ekonomi dan Sosial Unit Pengelolaan Sampah(UPS) Kota
Depok Program Studi Pertanian dan Sumbar Daya Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Djunedi, Praptono. Implementasi Public-Private Partnerships dan Dampobrya Ke AP BN'
www.fiskal. depkeu. go. idht ebbffikajion% scattikel_pp p jrap.pdf
Hunger, J. D and Wheelen, T. L. 1996. Strategic Management Fiveth Edition, Massachucetts: Addison-
Wesley Publishing.
Nurmandi, Achmad. 1999. Manajemen Perkotaan. Jakarta: Putaka Lingkaran Bangsa.
Pearce and Robinson. 2007. Manajemen Strategi. Jakarta: Salemba Empat.
Rangkuti. 2001.
Sinambela, LP. 1992. Ilmu dan Budaya: Perkembangan Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: Pustaka
Press.
Suprihatin, Agung, Dwi Prihanto, Michael Gilbert. 1996. Pengelolaan Sampah. Malang: PPPGT/VEDC
Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013