strategi pengelolaan sampah kota depok

17
STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK Jupita Sinurat , Roy Valiant Salomo Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ABSTRAK Ditetapkannya Depok sebagai salah satu Kota terkotor di Indonesia pada tahun 2006 menjadikan pengelolaan sampah menjadi hal yang banyak menjadi sorotan publik. Buruknya pengelolaan sampah di Kota Depok dapat terlihat dari tidak memadainya fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah yang ada seperti pengangkutan, Unit Pengelolaan Sampah (UPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ditambah lagi dengan jumlah penduduk Depok yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebagai akibat dari arus urbanisasi yang tinggi menjadikan beban pelayanan sampah menjadi semakin berat. Dengan menggunakan pendekatan positivis-kualitatif, dan menggunakan analisis SWOT, peneliti mengetahui bahwa posisi pengelolaan sampah di Kota Depok memungkinkan untuk diterapkannya strategi WO yaitu strategi yang dapat diterapkan dengan kondisi mengalami beberapa kendala internal/ kelemahan tetapi juga memiliki peluang yang sangat besar. Strategi yang digunakan diantaranya peningkatan kualitas SDM dan kapasitas pengelola, pengembangan kerjasama dengan swasta, penggunaan teknologi baru, dan membuat Peraturan Daerah yang baru. Kata Kunci: analisis SWOT; pengelolaan sampah; strategi ABSTRACT To the issuance one of the dirtiest Cities in Indonesia in 2006 has made waste management a lot of things into the public spotlight. Poor waste management in the city of Depok can be seen from the inadequate waste management facilities as transport, waste management Unit (UPS) and Landfills (LANDFILL) coupled with the population There who continue to experience increased from year to year as a result of the high urbanisation make rubbish service burden becoming increasingly heavier. By using qualitative, positivist approach-and use the SWOT analysis, the researchers found that the position of waste management in the city of Depok allows for implementing a strategy that WO strategies can be applied to the conditions experienced some internal constraints/weaknesses but also has huge opportunities. Strategies used include improving the quality of human resources and management capacity, the development of cooperation with the private sector, the use of new technologies, and create new areas of Regulation. Key words: SWOT analysis ; waste management; strategy PENDAHULUAN Penetapan Kota Depok sebagai salah satu kota terkotor di Indonesia menjadi cambuk bagi pemerintah Kota Depok untuk lebih meningkatkan lagi pelayanan di bidang kebersihan yang dalam hal ini ditangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Akan tetapi kinerja dari pemerintah akan menjadi tidak maksimal apabila tidak mendapat dukungan dari masyarakatnya. Seperti halnya di Depok, minimnya peran serta masyarakat dalam memilah sampah membuat pekerjaan pemerintah semakin berat. Oleh karena itu, Dinas Kebersihan Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

Jupita Sinurat , Roy Valiant Salomo

Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Indonesia

ABSTRAK Ditetapkannya Depok sebagai salah satu Kota terkotor di Indonesia pada tahun 2006 menjadikan pengelolaan sampah menjadi hal yang banyak menjadi sorotan publik. Buruknya pengelolaan sampah di Kota Depok dapat terlihat dari tidak memadainya fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah yang ada seperti pengangkutan, Unit Pengelolaan Sampah (UPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ditambah lagi dengan jumlah penduduk Depok yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebagai akibat dari arus urbanisasi yang tinggi menjadikan beban pelayanan sampah menjadi semakin berat. Dengan menggunakan pendekatan positivis-kualitatif, dan menggunakan analisis SWOT, peneliti mengetahui bahwa posisi pengelolaan sampah di Kota Depok memungkinkan untuk diterapkannya strategi WO yaitu strategi yang dapat diterapkan dengan kondisi mengalami beberapa kendala internal/ kelemahan tetapi juga memiliki peluang yang sangat besar. Strategi yang digunakan diantaranya peningkatan kualitas SDM dan kapasitas pengelola, pengembangan kerjasama dengan swasta, penggunaan teknologi baru, dan membuat Peraturan Daerah yang baru. Kata Kunci: analisis SWOT; pengelolaan sampah; strategi

ABSTRACT To the issuance one of the dirtiest Cities in Indonesia in 2006 has made waste management a lot of things into the public spotlight. Poor waste management in the city of Depok can be seen from the inadequate waste management facilities as transport, waste management Unit (UPS) and Landfills (LANDFILL) coupled with the population There who continue to experience increased from year to year as a result of the high urbanisation make rubbish service burden becoming increasingly heavier. By using qualitative, positivist approach-and use the SWOT analysis, the researchers found that the position of waste management in the city of Depok allows for implementing a strategy that WO strategies can be applied to the conditions experienced some internal constraints/weaknesses but also has huge opportunities. Strategies used include improving the quality of human resources and management capacity, the development of cooperation with the private sector, the use of new technologies, and create new areas of Regulation.

Key words: SWOT analysis ; waste management; strategy

PENDAHULUAN

Penetapan Kota Depok sebagai salah satu kota terkotor di Indonesia menjadi cambuk

bagi pemerintah Kota Depok untuk lebih meningkatkan lagi pelayanan di bidang kebersihan

yang dalam hal ini ditangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Akan tetapi

kinerja dari pemerintah akan menjadi tidak maksimal apabila tidak mendapat dukungan dari

masyarakatnya. Seperti halnya di Depok, minimnya peran serta masyarakat dalam memilah

sampah membuat pekerjaan pemerintah semakin berat. Oleh karena itu, Dinas Kebersihan

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 2: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

Kota Depok membuat program-program baru yang melibatkan masyarakat yaitu program

pembangunan UPS-UPS. Melalui program unggulan tersebut seluruh masyarakat kota Depok

khususnya berharap pelayanan di bidang kebersihan dapat lebih baik lagi karena suatu negara

tidak dapat terlepas dari kewajibannya untuk menyediakan pelayanan publik. Hal tersebut

mutlak harus dan pasti dilakukan oleh pemerintah negara yang bersangkutan karena pada

dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan

bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia (L.P.Sinambela,

1992:198). Pelayanan publik yang baik adalah pelayanan yang sesuai dengan prinsip-prinsip

pelayanan publik yang ada dan menjadi dambaan setiap manusia.

Masalah persampahan yang dihadapi Kota Depok saat ini bukanlah perkara yang

mudah. Melihat hal tersebut, perlu ada strategi untu mengatasi permasalahan sampah tersebut.

Sehubungan dengan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan oleh penulis, rumusan

masalah yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengelolaan sampah di Depok

dilihat dari faktor internal dan eksternalnya?; 2. Bagaimana strategi yang harus dibuat untuk

mengatasi permasalahan sampah di Kota Depok?. Berdasarkan rumusan masalah yang telah

diuraikan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu: 1. Untuk mengetahui

pengelolaan sampah di Depok dilihat dari faktor eksternal dan internalnya; 1. Untuk

mengetahui strategi yang harus dibuat untuk mengatasi permasalahan sampah di Kota Depok.

TINJAUAN TEORITIS

Dalam penelitian ini, kerangka berpikir penulis dibentuk dari beberapa konsep yaitu

manajemen strategi, pelayanan publik, analisis SWOT dan konsep pengelolaan sampah.

Berikut ini pemaparan mengenai konsep-konsep tersebut. Menurut Hunger dan

Wheelen, manajemen strategik adalah seperangkat keputusan serta tindakan manajerial yang

menentukan kinerja jangka panjang dari suatu organisasi (perusahaan) (Hunger dan Wheelen,

1996). Strategi diperlukan dalam sebuah perencanaan organisasi baik sektor privat maupun

sektor publik. Pearce dan Robinson (2007) mendefinisikan strategi sebagai satu set keputusan

dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana yang dirancang untuk

meraih suatu tujuan sebuah organisasi (Pearce & Robinson, 2007). David (2009) mengatakan

bahwa proses manajemen strategik terdiri dari tiga tahap, yaitu formulasi strategi,

implementasi strategi dan evaluasi strategi. Di dalam formulasi strategi ini termasuk

pembuatan visi dan misi organisasi, identifikasi kesempatan dan ancaman lingkungan luar

terhadap organisasi, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menciptakan tujuan

jangka panjang, membuat strategi-strategi alternatif dan memilih strategi yang tepat untuk

dilakukan. Formulasi strategi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap masukan, tahap

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 3: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

pencocokan, dan tahap keputusan. Pertama adalah tahap masukan (input stage). Tahap ini

pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu

kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu data eksternal dan data internal. Kedua adalah tahap pencocokan atau tahap analisis

(matching stage) dan tahap ketiga adalah tahap pengambilan keputusan (decision stage).

Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan

menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman,

instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk

melaksanakan sebuah strategi. Faktor internal dan eksternal harus dipertimbangkan dalam

analisis SWOT. 1. Strength (Kekuatan) Yaitu faktor internal yang mendukung perusahaan

dalam mencapai tujuannya yang dapat dioptimalkan sehingga bermakna positif untuk

pengembangan organisasi ataupun pelaksanaan sebuah program kerja (proker). Misalnya,

kepemimpinan yang efektif, keadaan keuangan yang kuat, SDM yang berkualitas, proker

unggulan, dan lain-lain; 2. Weakness (Kelemahan) adalah suatu faktor kekuatan “yang

seharusnya dimiliki oleh organisasi” namun tidak ada, yang akhirnya menjadi kelemahan

dalam organisasi tersebut. Maka weakness berarti kekurangan-kekurangan yang berasal dari

dalam organisasi itu sendiri. Misalnya, kualitas SDM yang rendah, kuantitas SDM yang

kurang, keterbatasan dana , fasilitas yang kurang dan lain-lain.; 3. Opportunity (Faktor

Pendukung) merupakan faktor-faktor pendukung dalam pengembangan maupun stabilitas

organisasi maupun pelaksanaan proker. Faktor pendukung ini merupakan faktor yang berasal

dari luar organisasi, bukan dari dalam organisasi/eksternal. Misalnya dukungan dari

pemerintah, perubahan kebijakan, perkembangan teknologi dan lain-lain; 4. Threat (Faktor

Penghambat/Ancaman) merupakan faktor-faktor penghambat atau hal-hal yang dapat

mengancam perkembangan maupun stabilitas organisasi atau pelaksanaan proker, atau bahkan

dapat mengancam keberadaan organisasi atau proker. Faktor ini juga berasal dari luar

organisasi, bukan dari dalam organisasi/eksternal. Misalnya, kebijakan pemerintah yang

merugikan, hilangnya sumber dana dan lain-lain.

Pelayanan publik adalah pengadaan barang dan jasa publik, baik yang dilakukan oleh

pemerintah maupun non-pemerintah. Secara ekstrem terdapat dua jenis barang yaitu barang

publik (public good) dan barang swasta (private good). Barang publik adalah barang yang

penggunaannya mempunya ciri nonrivalry seperti udara, jalan, jembatan, dan sebagainya.

Adapun barang swasta dicirikan oleh adanya rivalitas, seperti baju, sepatu, dan lain-lain. Baik

barang publik maupun privat di sektor permintaan (demand) ditentukan oleh permintaan

konsumen. Bedanya, apabila barang swasta sektor persediaan (supply) ditentukan oleh

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 4: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

produsen yang bertujuan mencari untung (profit motive), persediaan barang publik ditetapkan

melalui proses politik. Diantara keduanya terdapat barang swasta yang memiliki nilai

strategis, sehingga mengundang campur tangan pemerintah untuk mengelolanya. Misalnya

pangan, industri pupuk, industri kimia, industri otomotif, dan sebagainya. Di sisi lain juga

terdapat barang publik dimana swasta tertarik untuk mengelolanya seperti jalan tol, sampah,

air minum, dan seterusnya (Sinambela, 2008). Bagi pelayanan publik bagi masyarakat yang

tinggal di perkotaan, Kenneth Davey (1979) merinci jenis-jenis pelayanan perkotaan meliputi:

jalan, drainase, kebersihan, pengumpulan sampah, penerangan, air bersih, sanitasi dan pasar.

Dalam penyediaan public services oleh pemerintah, tidak tertutup kemungkinan

terjadinya government failure. Dalam hal ini intervensi sektor privat dapat dimungkinkan.

Pengertian Public-Private Partnership (PPP) menurut William J. Parente dari USAID adalah

bentuk perjanjian atau kontrak antara sektor publik dan sektor privat yang terdiri atas

beberapa ketentuan, antara lain: sektor privat menjalankan fungsi pemerintah untuk periode

tertentu; sektor privat menerima kompensasi atas penyelenggaraan fungsi, baik secara

langsung maupun tidak langsung; sektor privat bertanggung jawab atas resiko yang timbul

dari penyelenggaraan fungsi tersebut; dan fasilitas publik, tanah, dan sumber daya lainnya

dapat ditransfer atau disediakan untuk sektor privat (Djunedi, 2010). PPP merupakan bentuk

privatisasi. Savas menemukan bahwa pengumpulan sampah oleh swasta di beberapa negara

ternyata menghasilkan tingkat efisiensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

pengumpulan sampah yang dilakukan oleh pemerintah atau sektor publik. Menurut Savas

dalam Nurmandi (1999), kontrak, konsesi dan franchise atau kompetisi terbuka dapat

diterapkan pada kondisi dimana pola konsumsi yang bersama dan ekslusi-nya berada pada

titik pertengahan antara layak (feasible) dan tidaknya alternatif yang dipilih. Jika pola

konsumsi bersama yang lebih menonjol, maka skema kontrak, konsesi, franchise atau

kompetisi terbuka dapat diterapkan. Sedangkan dilihat dari ekslusi, maka kita tidak dapat

mengabaikan konsumen yang potensial dalam kawasan tersebut dengan menggunakan

kontrak atau konsesi yang lebih cocok. Kontrak adalah suatu model kerjasama yang posisi

pemerintah dapat mengontrak atau memberikan mandat kepada perusahaan negara (atau

daerah kalau di daerah) untuk memberikan pelayanan. Franchise adalah bentuk kerjasama

pemerintah memberikan hak monopoli kepada satu perusahaan swasta untuk memberikan

pelayanan dalam suatu batas geografis tertentu, dan pemerintah menentukan tarif yang harus

dibayar oleh konsumen. Sedangkan konsesi didefinisikan sebagai suatu persetujuan antara

pemerintah dengan pihak swasta, di mana pemerintah memberikan suatu aset (berupa tanah

atau jenis lain) kepadanya dalam suatu periode tertentu sesuai dengan masa kontrak dan

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 5: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

mengembalikan kepada pemerintah setelah masa kontraknya selesai. Konsesi ini pada

prakteknya mempunyai beberapa jenis, yaitu BOT, BOOT dan BOO.

Sampah menurut (Apriadji,2000) adalah zat-zat atau benda-benda yang tidak terpakai

lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun pabrik sebagai sisa

proses industri. Berdasarkan asalnya (Suprihatin dkk,1996) sampah dapat digolongkan

sebagai:a. Sampah organik, yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan

dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, dan

lain-lain. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan sampah organik; b. Sampah non-

organik, yaitu sampah yang berasal dari proses industri dan umumnya sulit diuraikan oleh

alam. Misalnya botol, plastik, kaleng dan sebagainya. Sistem pengelolaan sampah dapat

dibagi menjadi lima aspek yaitu aspek kelembagaan, aspek teknik operasional, aspek

pembiayaan, aspek pengaturan, dan aspek peran serta masyarakat.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan post

positivis. Penelitian dapat dikategorikan menjadi empat jenis penelitian yaitu penelitian

berdasarkan manfaat penelitian termasuk dalam penelitian murni (pure research/basic

research); berdasarkan tujuan penelitian termasuk dalam penelitian deskriptif; berdasarkan

dimensi waktu termasuk dalam kategori penelitian cross sectional dan berdasarkan teknik

pengumpulan data termasuk ke dalam penelitian mix method .Penelitian ini menggunakan

sejumlah teknik dalam pengumpulan datanya. Pengumpulan data yang akan dilakukan dalam

penelitian ini diantaranya studi pustaka, existing statistic, wawancara mendalam, dokumentasi

dan analisis SWOT. Penelitian ini dimulai dengan membuat matriks SWOT. Dalam

pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat, maka perlu melalui

tahapan-tahapan proses sebagai berikut (Rangkuti, 2001): 1. Tahap pengambilan data yaitu

evaluasi faktor eksternal dan internal. Tahap ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-

faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman melalui matriks IFAS dan

EFAS; 2. Mendiskusiakan rencana strategi dengan menggunakan analisis matriks SWOT; 3.

Mendiskusikan strategi prioritas yang dapat merangkum alternatif strategi yang telah

dihasilkan dengan membuat matriks urgensi; 4. Menyusun rencana program/kegiatan secara

partisipasif. Dalam tahap pengambilan keputusan matriks SWOT ini dilakukan dengan

merujuk kembali terhadap KSF yang memiliki bobot yang paling berpengaruh terhadap

pencapaian tujuan. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis,

yaitu: a. Strategi SO. Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan

memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya;

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 6: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

b. Strategi ST . Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan

untuk mengatasi ancaman; c. Strategi WO . Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan

peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada; c. Strategi WT . Strategi

ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan

yang ada serta menghindari ancaman (Rangkuti, 2001). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Tabel berikut:

Tabel 1 Matriks Analisis SWOT

Sumber: Rangkuti, 2001

HASIL PENELITIAN

Kota Depok adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, letak Kota Depok sangat

strategis, karena diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok

semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan

transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya. Kota Depok

sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 20.029 ha.

Pengelolaan sampah di Depok dilakukan oleh 2 instansi yaitu : (1) untuk Dinas

Kebersihan dan Pertamanan menangani sampah di jalan protokol, sapuan jalan, pertokoan

restoran, hotel, industri, perkantoran , fasilitas umum dan pemukiman; (2) sampah di pasar

tradisional dikelola oleh Dinas Pengelolaan Pasar. Namun dalam penelitian ini yang dibahas

hanyalah pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota

Depok. Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) merupakan unsur pelaksana pemerintah

kota di bawah Walikota Depok, yang berfungsi melaksanakan fungsi pengaturan dan

kebijakan serta pelaksanaan teknis pelayanan pengelolaan sampah atau kebersihan dan

pertamanan. Dinas Kebersihan dan Pertamanan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah

(Perda) Kota Depok Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Daerah (Perda) No 6 Tahun 2010 (Perubahan dari Peraturan

Daerah No 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat daerah). Pembentukan Dinas

Kebersihan dan Pertamanan secara tegas diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Huruf d Angka 5.

Sedangkan Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Perangkat Daerah diatur dalam Pasal 54

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 7: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

Ayat (2), selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Walikota No 45 Tahun 2010 (Perubahan

dari Peraturan Walikota No 24 Tahun 2008). Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok

merupakan unsur pelaksana pemerintah kota yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Walikota yang bertugas melaksanakan kewenangan desentralisasi di bidang

kebersihan dan pertamanan. Tugas dan fungsi para pejabat di lingkungan Dinas Kebersihan

dan Pertamanan Kota Depok sesuai dengan Peraturan Walikota Depok Nomor 45 Tahun 2010

tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Depok No 24 tahun 2008 tentang Rincian Tugas,

Fungsi, dan Tata kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Kelembagaan terdiri unsur bentuk

dan struktur organisasi pengelola, personalia dan tata laksana kerja. Pasal 18 ayat (1)

Peraturan Daerah Kota Depok No 6 Tahun 2010 menyebutkan mengenai Susunan organisasi

Dinas Kebersihan dan Pertamanan terdiri dari Kepala Dinas yang membawahkan: Sekretariat,

3 (tiga) Bidang, 3 (tiga) Unit Pelaksana Teknis, dan Kelompok Jabatan. Dalam melaksanakan

tugas dan fungsinya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok didukung oleh 65 orang

karyawan yang terdiri atas 57 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 8 orang tenaga kontrak.

Masing-masing karyawan tersebut dibedakan dalam beberapa komposisi sesuai dengan

tingkat pendidikan, golongan, jabatan struktural, dan pendidikan/penjenjangan. Selain yang

berstatus PNS dan tenaga kontrak, terdapat pula karyawan yang berstatus sukwan Dinas. Pada

umumnya sukwan Dinas bekerja di lapangan, baik yang ada di bidang kebersihan, UPTD

IPLT-TPA, dan UPTD Pemakaman. Jumlah keseluruhan sukwan Dinas yang ada di

lingkungan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok sebanyak 455 orang. Dinas

Kebersihan Kota Depok terdiri dari tujuh bagian atau bidang. Pertama adalah bagian umum

atau secretariat yang terdiri dari sub bagian umum dan sub bagian keuangan. Sub bagian

umum memiliki tugas pokok untuk Melaksanakan administrasi umum, pengkoordinasian

perencanaan dan evaluasi serta pengelolaan keuangan Dinas.

Timbulan sampah perkotaan dapat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain

tersedianya prasarana dan sarana yang dipergunakan penduduk dalam kegiatan sehariharinya

guna memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan Standar SK. SNI S – 04 – 1991- 03 Spesifikasi

Timbulan Sampah untuk kota kecil dan sedang di Indonesia adalah antara 2,75 – 3,25

liter/orang/hari dan berdasarkan perhitungan hasil konsultan terdahulu bahwa produksi

sampah per hari per orang 2,65 liter ( skala kota ) dengan dasar timbulan tersebut

(liter/orang/hari) maka pada tahun 2011dapat dihitung timbulan sampah total dengan jumlah

penduduk kota Depok adalah 1.470.002 jiwa diperkirakan jumlah timbulan sampah perhari

adalah 4.250 m3/hari. Sampah yang terangkut 1140m3/hari, sampah yang tidak terangkut

2.660 m3/hari.

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 8: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

Di daerah pemukiman pada umumnya mempergunakan pewadahan berupa gentong

plastik (bin/tong sampah), keranjang bekas, kaleng bekas cat, kantong plastik bekas dan ada

juga yang tidak mempunyai pewadahan. Sistem pengangkutan sampah di Kota Depok

dilaksanakan dengan pemindahan langsung dari TPS–TPS sampah yang ada, kontainer atau

lokasi tertentu yang belum ada TPS atau langsung dari rumah ke rumah atau dari

toko/bangunan ke toko/bangunan dengan dump truk yang selanjutnya dibuang atau dibawa

ke TPA sampah. Jenis kendaraan yang digunakan adalah dump truk sebanyak 57 unit dan

kontainer 35 unit dilengkapi dengan arm roll sebanyak 10 unit dengan kondisi layak

operasional. Pemindahan erat kaitannya dengan pengolahan sampah. Pengolahan sampah di

Kota Depok dilakukan dengan cara membangun sebuah tempat yang disebut Sistem

Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Terpadu (SIPESAT) merupakan Program yang

dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Depok sejak tahun 2006 yang sekarang dikenal dengan

Unit Pengelolaan Sampah (UPS). Sedangkan pengelolaan akhir sampah Kota Depok terletak

pada Kelurahan Cipayung Kecamatan Pancoran Mas. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Kota Depok sudah dioperasionalkan sejak tahun 1997 dengan system Controlled Landfill.

Sumber utama pembiayaan pengelolaan kebersihan/persampahan kota Depok adalah

APBD kota Depok. Selain dari APBD Kota Depok pengelolaan persampahan dan kebersihan

di Kota Depok telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 5 Tahun 2012 tentang

Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Struktur tarif digolongkan berdasarkan

pelayanan yang diberikan, jenis serta volume yang dihasilkan, dan kemampuan masyarakat.

Aspek peraturan merupakan dasar dalam pelaksanaan pekerjaan pengelolaan

persampahan, karena setiap kegiatan atau kebijakan dalam rangka pelaksanaan dan perbaikan

sistem pengelolaan persampahan harus dilandasi dengan kekuatan hukum yang sumbernya

adalah peraturan hukum. Beberapa peraturan telah dibuat dalam rangka penanganan

persampahan / kebersihan kota Depok yang dapat digolongkan menjadi : a. Pembentukan

Institusi/Lembaga Formal yang berisi tentang dasar hukum yang mengatur organisasi

pengelolaan kebersihan di kota Depok adalah Peraturan Daerah (Perda) No 6 Tahun 2010

(Perubahan dari Peraturan Daerah No 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat daerah); b.

Penentuan Struktur Tarif Retribusi yang mengatur tentang dasar hukum yang mengatur

menganai retribusi/iuran kebersihan/ persampahan di kota Depok adalah Peraturan Daerah

(Perda) No. 5 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.

Terakhir adalah aspek peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam

pengelolaan persampahan yang ada sekarang di kota Depok adalah berpartisipasi dalam

pembiayaan melalui pembayaran retribusi. Selain peran dalam pembiayaan, masyarakat di

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 9: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

Kota Depok juga berperan serta dalam pelaksanaaan teknis operasional pengolahan

persampahan.

PEMBAHASAN

Bab ini memberikan pemaparan tentang hasil temuan dan analisis penulis dalam

penelitian ini. Penulis membagi bab ini ke dalam dua bagian besar yaitu faktor-faktor

eksternal dan internal yang mempengaruhi pengelolaan sampah di Kota Depok saat ini dan

yang kedua adalah strategi yang dibuat untuk mengatasi permasalahan sampah di Kota

Depok. Kedua bagian tersebut juga nantinya akan merupakan bagian dari tiga tahap formulasi

strategi yang dikemukakan oleh David (2009) yaitu tahap masukan (input stage), tahap

pencocokan (matching stage) dan tahan pengambilan keputusan (decision stage).

Pembentukan strategi pengelolaan sampah ini termasuk dalam aliran desain desain (design the

school). Aliran Desain mengarah pada penyusunan model pembuatan strategi dengan

mengupayakan terjadinya kesesuaian (match atau fit) antara berbagai kapabilitas internal dan

kemungkinan eksternal.

Pengelolaan sampah merupakan salah satu pelayanan perkotaan seperti yang

dikemukakan Kenneth Devey dan Nick Devas. Pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah

namun memungkinkan juga dikelola oleh pihak swasta. Pengelolaan sampah di Kota Depok

saat ini dikelola penuh oleh pemerintah melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota

Depok. Dalam tahap input stage dijelaskan faktor-faktor internal melalui kekuatan dan

kelemahan serta faktor-faktor eksternal melalui peluang dan ancaman yang mempengaruhi

pengelolaan sampah Kota Depok .

Faktor Internal berupa kekuatan (strength) diantaranya : 1. Semangat meraih

Adipura melalui GDM: Sejak tahun 2010, untuk mengatasi masalah tersebut DKP melalui

bidang pelayanan kebersihan menggalakkan kembali program Gerakan Depok Memilah

(GDM) . Isi dari kegiatan GDM antara lain sosialisasi dan pelatihan pengolahan sampah

rumah tangga dengan menggunakan metode sederhana yaitu takakura dan biopori, yang

didalamnya menekankan pada gerakan pemilahan sampah dan 3R; 2. Peningkatan Jumlah

bank sampah akibat GDM. Sejak dimulai tahun 2010, GDM banyak menarik simpati para

warga untuk mengikutinya. Sejak GDM disosialisasikan, telah banyak warga yang tergerak

untuk memilah dan membuat bank sampah baru. Dari awalnya terdapat di bawah 10 bank

sampah, Depok kini memiliki 50 lebih bank sampah yang tersebar diberbagai kecamatan.

Faktor Internal berupa kelemahan (weakness) diantaranya: 1. Fasilitas pengangkutan

yang tidak memadai. Kota Depok mempunyai tingkat pelayanan sampah hampir mencapai

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 10: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

35% dan jumlah armada untuk proses pengangkutan sampah terdiri dari 57 truck sampah.

Permasalahan pengangkutan di Kota Depok juga menyangkut tentang jumlah armada dan

durasi atau waktu yang dibutuhkan dalam pengangkutan sampah untuk mengcover seluruh

kota (Pramono, 2005). Dengan kemampuan armada truk yang ada saat ini tidak cukup untuk

mengangkut seluruh sampah di Kota Depok. Akibat dari kurangnya armada truk untuk

mengangkut sampah mengakibatkan petugas terbatas untuk mengangkut sampah dari rumah

warga. Dengan 57 buah armada truk sangat kurang untuk mengangkut sampah dari seluruh

wilayah kota Depok setiap harinya; 2. Fasilitas UPS tidak memadai. Sejak dibangun tahun

2006, dengan nama awal SIPESAT, UPS terus menuai kontroversi dari berbagai kalangan

terutama masyarakat. Dari 44 UPS yang sudah dibangun, hanya 17 diantaranya yang masih

beroperasi. Beberapa diantaranya sempat beroperasi namun karena berbagai persoalan,

akhirnya UPS tersebut tidak lagi beroperasi. Beberapa diantaranya sudah banyak yang ditutup

karena protes dari warga dari sekitar UPS yang merasa terganggu dengan bau yang tidak

sedap dari UPS. Kualitas mesin-mesin di UPS juga sangat buruk dan sering mengalami

kerusakan. Namun meskipun demikian, DKP sulit untuk melakukan pernggantian mesin

karena biayanya yang tinggi. Selain berbagai permasalahan UPS diatas sebuah penelitian dari

Institut Pertanian Bogor menyatakan bahwa volume sampah yang diolah di UPS atau

persentase hasil olahan sampah masih sangat minim dan belum mencapai skala ekonomi. Dan

meskipun sudah diopersikan, UPS belum dapat memberikan nilai tambah yang signifikan

dalam peningkatan cakupan pelayanan persampahan. Hasil olahan UPS seperti kompos juga

belum memiliki pasar dan permintaan yang jelas sehingga tidak dapat membiayai kegiatan

operasionalnya secara berkelanjutan (Dewi, 2008); 3. Fasilitas TPA tidak memadai. TPA

Cipayung diperkirakan tidak bisa lagi menampung sampah yang ada di Depok. Pengelolaan

sampah saat ini hampir seluruhnya berakhir di TPA sehingga menyebabkan beban TPA

menjadi sangat berat, selain diperlukannya lahan yang cukup luas, juga fasilitas

perlindungan lingkungan yang sangat mahal; 4. Kurangnya jumlah dan kualitas SDM

(sumber daya manusia). Meskipun pegawai di kantor DKP dan di lapangan sudah

mencukupi dari segi jumlah, akan tetapi bagi petugas di lapangan masih belum mencukupi

dari sisi pengetahuan. Hal itu tidak dapat disangkal mengingat petugas yang direkrut juga

rata-rata memiliki pendidikan yang rendah. Tidak adanya rekruitmen yang jelas dalam

menempatkan orang-orang yang bekerja di lapangan memperburuk kinerja dari DKP dalam

melakukan pelayanan persampahan; 5. Pembiayaan: Kurangnya dana untuk pengelolaan

sampah. Untuk meningkatkan pelayanan pengelolaan sampah, pemerintah Pemerintah Kota

Depok menaikkan retribusi sampah sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No. 5/2012

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 11: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

tentang Retribusi Pelayanan Persampahan atau Kebersihan. Meskipun telah retribusi telah

dinaikkan, namun jumlahnya msih tidak memcukupi untuk membiayai pengelolaan sampah di

Kota Depok yang membutuhkan biaya yang sangat besar. Retribusi sangat kecil dampaknya

dalam pembiayaan pengelolaan sampah di Kota Depok. Jumlah anggaran yang dikeluarkan

oleh pemerintah untuk mengelola sampah di Kota Depok adalah sebesar 30 milyar. Namun

retribusi yang masuk hanya sebesar 3 milyar rupiah. Tentu saja hal itu sangat tidak sebanding

dengan upaya yang dikeluarkan oleh pemerintah; 6. Regulasi: Peraturan daerah yang tidak

memadai. Terkait dengan regulasi internal atau regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah

Kota Depok tentang sampah, di Kota Depok hanya terdapat Peraturan Daerah (Perda) No. 5

Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Peraturan tentang

pengelolaan sampah saat ini belum mencakup keseluruhan pengelolaan sampah dari hulu ke

hilir. Yang diatur hanya tentang retribusi pengangkutan saja, sementara untuk pengelolaan

sampah juga belum ada. Khususnya UPS, pengoperasian UPS memerlukan adanya prosedur

tertentu atau prosedur pengoperasian baku (SOP) UPS agar peralatan yang ada dapat

diperasikan secara efektif dan terawat dengan baik.

Faktor Eksternal berupa peluang (Opportunity) antara lain: 1. Peran serta

masyarakat: Munculnya paradigma baru dalam pengelolaan sampah. Peran serta

masyarakat dari masyarakat yang memiliki paradigma baru dalam mengelola sampah tentu

menjadi peluang yang sangat besar bagi pengelolaan sampah di Kota Depok. Untuk itu perlu

dilakukan usaha untuk mengubah cara pandang “sampah dari bencana menjadi berkah”

(WPL,2013). Paradigma yang berkembang di masyarakat selama ini adalah sampah

merupakan hal yang negatif dan harus dijauhi. Namun terdapat beberapa masyarakat yang

memiliki pandangan lain terhadap sampah. Sampah yang tadinya tidak bernilai dengan

berbagai cara dapat diubah menjadi barang yang berguna dan memiliki nilai ekonomis yang

tinggi. Seperti kelompok- kelompok berikut ini yang tergerak untuk mengolah sampah

menjadi bernilai ekonomis melalui Bank Sampah diantaranya Poklili, Bank Sampah Mentari,

dan Wanita Peduli Lingkungan; 2. Ekonomi: Peluang Kerjasama dengan Swasta. Untuk

optimalisasi pengelolaan sampah, pemerintah Kota Depok juga melakukan kerjasama dengan

pihak swasta khususnya untuk memperpanjang usia TPA yang diperkirakan apabila

pengelolaan sampah masih seperti saat ini, dikhawatirkan TPA akan overload dan bukan tidak

mungkin mengakibatkan tragedi seperti TPA Leuwi Gajah beberapa tahun lalu; 3. Teknologi

pengelolaan sampah yang semakin canggih. Perkembangan teknologi menjadi sebuah

peluang bagi pengelolaan sampah Kota Depok. Di negara negara maju seperti Denmark, Swis,

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 12: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

Amerika dan Prancis telah memaksimalkan proses pengolahan sampah. Tidak hanya

mengatasi bau busuk saja tapi sudah merubah sampah menjadi energi listrik. Khusus di

Denmark 54 % sampah di ubah menjadi energi listrik (Nurlitaseptiani,2012). Khusus di TPA

Cipayung, perkembangan teknologi pengelolaan sampah saat ini dapat menjadi peluang yang

sangat besar. Metode sanitary landfill, insinerasi, solidifikasi, dan chemical conditioning

dapat menjadi alternatif peluang teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi

permasalahan sampah di TPA Cipayung; 4. Regulasi: Terdapat UU tentang Pengelolaan

Sampah. Terkait dengan regulasi eksternal atau regulasi yang tidak dikeluarkan oleh

Pemerintah Kota Depok, peraturan yang mengatur tentang pengelolaan sampah Kota Depok

mengacu kepada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Faktor Eksternal berupa peluang (Opportunity) antara lain:1. Laju pertumbuhan

penduduk yang tinggi. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di Kota Depok membawa

konsekuensi pada peningkatan volume timbulan limbah padat. Semakin banyak penduduk,

semakin banyak pula sampahnya. Berdasarkan perkembangan tersebut diperkirakan jumlah

penduduk yang akan datang ke Kota Depok pada waktu yang akan datang akan semakin

meningkat seiring dengan banyaknya operasional kegiatan jasa dan niaga yang berkembang

pesat di Kota Depok; 2. Pemukiman/Perumahan yang semakin bertambah. Meningkatnya

jumlah penduduk kota Depok disebabkan tingginya urbanisasi penduduk Kota Depok sebagai

akibat pesatnya pengembangan kota yang dapat dilihat dari meningkatnya pengembangan

kawasan perumahan. Pada 2011, penambahan penduduk karena urbanisasi mencapai tiga

persen. Jumlah tersebut meningkat menjadi 4,2 persen pada 2012 dan lebih besar dari rata-rata

urbanisasi nasional yaitu 1,7 persen (Saputri,2013). Hingga saat ini terdapat kurang lebih 18

perumahan yang tersebar di enam kecamatan Kota Depok . Namun meningkatnya jumlah

perumahan tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah yang baik sehingga seiring dengan

bertambahnya perumahan, timbulan sampah juga terus bertambah. Beban petugas pengangkut

dan pengolah sampah pun semakin berat; 3. Sosial: Konflik di TPA dan UPS. Seperti yang

terjadi di beberapa UPS yang ada di Depok yang ditolak keberadaannya oleh warga karena

dianggap mengganggu aktivitas warga akibat bau tidak sedap yang ditimbulkan. Akibatnya

terjadi masalah sosial seperti demo yang kerap kali terjadi sebagai aksi protes warga terhadap

pemerintah. Gerakan masyarakat pun sering terjadi untuk mengkritik kinerja DKP dalam

menjalankan tugas dan fungsinya. Selain demo, aksi protes juga dilakukan warga dengan cara

lain seperti membiarkan ternak mereka berkeliaran di sekitar UPS sehingga mengganggu

aktivitas petugas di UPS; 4. Politik: Oknum-oknum pejabat yang memanfaatkan

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 13: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

kekuasaannya. Ancaman politik juga terjadi dalam pengelolaan sampah Kota Depok.

Oknum-oknum pejabat yang memanfaatkan kekuasaannya untuk menjadikan sampah sebagai

lahan bisnis; 5. Culture (budaya masyarakat): Kesadaran masyarakat terhadap

lingkungan masih rendah. Budaya tidak menghargai lingkungan yang terjadi di masyarakat

menjadi ancaman bagi pengelolaan sampah Kota Depok. Pengelolaan sampah tidak akan

pernah dapat maksimal apabila masyarakat tidak peduli lingkungan. Banyaknya warga yang

membuang sampah sembarangan mengakibatkan lingkungan menjadi kotor dan tidak sehat.

Masyarakat juga enggan untuk memilah sampah rumah tangga yang mengakibatkan banyak

UPS yang overload karena tidak mampu menampung sampah warga yang masih belum

terpilah.

Hasil perhitungan faktor-faktor internal dan eksternal pengelolaan sampah Kota

Depok pada tabel IFAS dan EFAS menunjukkan bahwa dari segi internal organisasi

mempunyai kekuatan yang lebih kecil dibandingkan kelemahannya dan dari segi eksternal

organisasi mempunyai peluang yang lebih besar dibandingkan ancaman yang akan dihadapi.

Hasil perhitungan kondisi internal dan eksternal pada pengelolaan sampah Kota depok

tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan sampah Kota Depok yang telah berjalan hingga

saat ini mempunyai kelemahan yang besar dan peluang yang besar juga, sehingga posisi

organisasi dalam diagram analisis SWOT berada pada kuadran III seperti terlihat dalam grafik

berikut ini:

O

y

W S

0,25

T

Grafik 1.Posisi pengelolaan sampah Kota Depok

Posisi Pengelolaan Sampah

0,6

KUADRAN I (SO)

Agresif

KUADRAN II (ST)

Diversifikasi

KUADRAN IV (WT)

Defensif

KUADRAN III (WO)

Turn Around

KUADRAN I (SO)

Agresif

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 14: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

Sumber : Hasil olahan peneliti

Dari hasil analisis SWOT tersebut diketahui bahwa posisi manajemen persampahan,

sehingga dapat dirancang alternatif strategi yang menjadi pertimbangan dalam menyusun

Pengelolaan Persampahan di Kota Depok. Strategi pengelolaan sampah ditetapkan

berdasarkan isu utama dan analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman).

Berdasarkan hasil dari analisis SWOT yang dilakukan, dapat diketahui strategi pengelolaan

sampah di Kota Depok berada pada kuadran ke III, yang artinya strategi untuk memanfaatkan

peluang dan meminimalkan kelemahan yang ada. Dalam tahap ini semua informasi yang

berpengaruh terhadap pengelolaan sampah Kota Depok dibuat ke dalam sebuah matriks yang

disebut dengan Matriks SWOT atau Matriks TOWS. Hasil analisis SWOT dan alternatif

strategi yang menjadi pertimbangan dalam menyusun rencana pengelolaan disajikan dalam

tabel di bawah ini:

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 15: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

Tabel 2. Hasil analisis unsur SWOT

Internal Eksternal

S (kekuatan) - Semangat meraih Adipura melalui GDM - Peningkatan Jumlah Bank Sampah

W (kelemahan) - Fasilitas pengangkutan tidak memadai - Fasilitaspengangkutan UPS tidak memadai - Fasilitas TPA tidak memadai - Kurangnya jumlah dan kualitas SDM (sumber

daya manusia) - Kurangnya dana untuk pengelolaan sampah - Perda tidak memadai

O (peluang) - Munculnya paradigma baru dalam

pengelolaan sampah - Peluang Kerjasama dengan Swasta - Teknologi persampahan semakin

canggih - Terdapat UU tentang pengelolaan

sampah

Strategi SO - Sosialisasi semakin digalakkan - Meningkatkan permintaan pasar hasil

olahan sampah

Strategi WO - Peningkatan kualitas SDM dan kapasitas

pengelola - Pengembangan kerjasama dengan swasta - Penggunaan teknologi baru - Membuat Peraturan Daerah yang baru

T (ancaman) - Laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi - Pemukiman/perumahan bertambah - Konflik di TPA dan UPS - Oknum-oknum pejabat yang

memanfaatkan kekuasaannya - Kesadaran masyarakat terhadap

lingkungan masih rendah

Strategi ST - Peningkatan partisipasi masyarakat - Membuat sistem “lapak terpadu”

Strategi WT - Bekerja sama dengan pihak Universitas untuk

melakukan sosialisasi

Sumber: hasil olahan peneliti

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 16: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

134  

 

Berdasarkan hasil pengolahan matriks urgensi, hasil analisis SWOT terlihat strategi

WO memiliki skor tertinggi pada alternatif strategi pembuatan Peraturan Daerah baru, dan

peningkatan partisipasi masyarakat dan pengembangan kerjasama dengan swasta.

SIMPULAN

Berdasarkan pemaparan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:1.

Faktor internal yang mempengaruhi pengelolaan sampah Kota Depok dibagi menjadi dua yaitu

kekuatan dan kelemahan yang dilihat dari faktor sumber daya manusia, teknik operasional,

regulasi, dan pembiayaan. Faktor eksternal yang mempengaruhinya juga dibagi menjadi dua

yaitu peluang dan ancaman yang dapat dilihat dari faktor sosial,demografi, politik, teknologi,

masyarakat, culture, dan regulasi; 2. Posisi pengelolaan sampah kota Depok setelah diolah

dengan matriks IFAS dan EFAS terletak pada kuadran ketiga atau disebut dengan strategi WO.

Strategi yang digunakan diantaranya peningkatan kualitas SDM dan kapasitas pengelola,

pengembangan kerjasama dengan swasta, penggunaan teknologi baru, dan membuat Peraturan

Daerah yang baru.

SARAN

Berdasarkan sejumlah data yang penulis dapatkan, berikut adalah saran yang dapat

penulis berikan:1. Pemerintah Kota Depok, DKP, beserta segenap jajarannya agar melakukan

evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan sampah saat ini. Dan untuk menanggulangi masalah

sampah, pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan pihak swasta khususnya untuk

pengadaan teknologi baru dan pembiayaannya. Prioritas alternatif strategi yang dapat dijalankan

adalah pembuatan Peraturan Daerah baru, peningkatan partisipasi masyarakat dan

pengembangan kerjasama dengan swasta; 2. Pihak swasta yang ingin bekerja sama dengan

Pemerintah Kota Depok agar segera mengajukan proposalnya; 3. Masyarakat agar lebih peduli

lagi terhadap lingkungannya, membiasakan diri untuk membuang sampah sembarangan,

membiasakan untuk memilah sampah dan menggunakan barang-barang yang ramah lingkungan KEPUSTAKAAN

David, Fred R. 2009. Manjemen Strategis Konsep. Jakarta: Salemba Empat.

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013

Page 17: STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK

135  

 

Dewi, Rahmi Sari. 2008. Evaluasi Ekonomi dan Sosial Unit Pengelolaan Sampah(UPS) Kota

Depok Program Studi Pertanian dan Sumbar Daya Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Djunedi, Praptono. Implementasi Public-Private Partnerships dan Dampobrya Ke AP BN'

www.fiskal. depkeu. go. idht ebbffikajion% scattikel_pp p jrap.pdf

Hunger, J. D and Wheelen, T. L. 1996. Strategic Management Fiveth Edition, Massachucetts: Addison-

Wesley Publishing.

Nurmandi, Achmad. 1999. Manajemen Perkotaan. Jakarta: Putaka Lingkaran Bangsa.

Pearce and Robinson. 2007. Manajemen Strategi. Jakarta: Salemba Empat.

Rangkuti. 2001.

Sinambela, LP. 1992. Ilmu dan Budaya: Perkembangan Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: Pustaka

Press.

Suprihatin, Agung, Dwi Prihanto, Michael Gilbert. 1996. Pengelolaan Sampah. Malang: PPPGT/VEDC

Strategi pengelolaan..., Jupita Sinurat, FISIP UI, 2013