korelasi

33
KORELASI (disarikan dari J Marvin Weller. 1960. Stratigraphic Principles and Practice. New York: Haper & Brothers. 540-569) Korelasi secara umum diartikan sebagai proses penentuan hubungan timbal balik. Dalam stratigrafi, istilah tersebut memiliki pengertian yang lebih terbatas, yakni proses penentuan ekivalensi waktu. Salah satu tugas utama dari stratigrafi adalah mengkorelasikan endapan-endapan yang ada di bumi ini. Dalam penelitian stratigrafi, korelasi merupakan pekerjaan pertama yang dilakukan setelah semua tahap pengamatan dan pemerian selesai dilakukan. Dengan sarana ini kita akan mengetahui batuan-batuan mana saja yang seumur, walaupun batuan-batuan itu mungkin terpisah jauh, dan akan mengetahui urut-urutan pembentukan batuan. Tanpa korelasi, kita tidak akan pernah dapat menyusun sejarah geologi karena korelasi merupakan satu-satunya cara untuk mengaitkan berbagai peristiwa yang terjadi pada berbagai tempat dan, oleh karena itu, merupakan sarana untuk menyusun sintesa geologi. 1. INDIKATOR DAN METODA KORELASI Korelasi hendaknya didasarkan pada setiap indikator kesamaan waktu yang ada dalam batuan yang akan dikorelasi-kan. Hingga dewasa ini, indikator-indikator paleontologi lebih banyak digunakan sebagai dasar korelasi. Memang, hingga sekarang indikator-indikator itu merupakan sarana terbaik yang kita miliki untuk

Upload: aenul-nul

Post on 11-Feb-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

korelasi

TRANSCRIPT

Page 1: KORELASI

KORELASI (disarikan dari J Marvin Weller. 1960. Stratigraphic Principles and

Practice. New York: Haper & Brothers. 540-569)

Korelasi secara umum diartikan sebagai proses penentuan hubungan timbal

balik. Dalam stratigrafi, istilah tersebut memiliki pengertian yang lebih terbatas,

yakni proses penentuan ekivalensi waktu. Salah satu tugas utama dari stratigrafi

adalah mengkorelasikan endapan-endapan yang ada di bumi ini. Dalam penelitian

stratigrafi, korelasi merupakan pekerjaan pertama yang dilakukan setelah semua

tahap pengamatan dan pemerian selesai dilakukan. Dengan sarana ini kita akan

mengetahui batuan-batuan mana saja yang seumur, walaupun batuan-batuan itu

mungkin terpisah jauh, dan akan mengetahui urut-urutan pembentukan batuan.

Tanpa korelasi, kita tidak akan pernah dapat menyusun sejarah geologi karena

korelasi merupakan satu-satunya cara untuk mengaitkan berbagai peristiwa yang

terjadi pada berbagai tempat dan, oleh karena itu, merupakan sarana untuk menyusun

sintesa geologi.

1. INDIKATOR DAN METODA KORELASI

Korelasi hendaknya didasarkan pada setiap indikator kesamaan waktu yang

ada dalam batuan yang akan dikorelasi-kan. Hingga dewasa ini, indikator-indikator

paleontologi lebih banyak digunakan sebagai dasar korelasi. Memang, hingga

sekarang indikator-indikator itu merupakan sarana terbaik yang kita miliki untuk

korelasi jarak jauh. Namun jangan dilupa-kan bahwa indikator-indikator fisik sangat

berguna untuk korelasi jarak dekat. Bahkan untuk kasus-kasus tertentu, misal-nya

untuk korelasi antar strata yang ada dalam satu cekungan pengendapan, nilainya

lebih tinggi daripada indikator paleontologi. Di atas itu semua, harus disadari bahwa

kedua kategori indikator itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Semua indikator yang berguna untuk mengenal formasi juga berguna untuk

korelasi. Jenis-jenis indikator korelasi terpenting yang banyak digunakan oleh para

ahli adalah:

A. Indikator-indikator Fisik:

1. Kemiripan litologi.

2. Kesinambungan strata.

3. Posisi stratigrafi.

Page 2: KORELASI

4. Variasi litologi.

5. Sifat listrik.

6. Ketidakselarasan.

7. Tingkat deformasi.

8. Metamorfisme.

9. Radioaktivitas.

B. Indikator-indikator Paleontologi:

1. Fosil penunjuk.

2. Urut-urutan paleontologi.

3. Kemiripan paleontologi.

4. Tingkat perkembangan evolusi.

A. Indikator-Indikator Fisik

Indikator-indikator fisik umumnya dapat diharapkan kehandalannya untuk

korelasi jarak dekat. Meskipun fosil tidak jarang dapat dimanfaatkan untuk tujuan

korelasi jarak dekat, namun penelusuran tipe-tipe lapisan kunci tertentu (misalnya

lapisan bentonit) dapat memberikan hasil yang lebih dapat diandalkan daripada

korelasi dengan memakai indikator paleontologi.

Makin bertambah jarak antar paket stratigrafi yang akan dikorelasikan, makin

rendah kehandalan hasil korelasinya, kecuali apabila indikator-indikator lain

digunakan sebagai tambahan untuk indikator utama.

1. Kemiripan Litologi

Batuan-batuan yang ada di bumi ini sebagian memperlihatkan kemiripan

dalam aspek-aspek tertentu seperti warna, komposisi, tekstur, struktur, dsb.

Kemiripan itu dapat digunakan sebagai indikator korelasi, khususnya apabila paket-

paket stratigrafi yang akan dikorelasikan terletak pada posisi stratigrafi yang satu

sama lain berkorespondensi.

Sebenarnya, kemiripan litologi lebih mengindikasikan kemiripan genesis,

bukan kesamaan umur. Pada satu cekungan pengendapan, kondisi-kondisi

pengendapan yang lebih kurang sama dapat terjadi:

a. Pada wilayah yang luas dan pada satu rentang waktu yang lebih kurang sama.

b. Pada wilayah yang luas, namun rentang waktunya berbeda dari satu tempat ke

tempat lain.

Page 3: KORELASI

c. Pada beberapa tempat terpisah, namun berlangsung pada rentang waktu yang

hampir lebih kurang sama.

d. Pada beberapa tempat terpisah dan terjadi pada rentang waktu yang berbeda pula.

Untuk keempat kasus di atas, pada semua wilayah itu akan terbentuk batuan

yang litologinya mirip satu sama lain. Sejak jaman Werner, banyak korelasi

dilakukan semata-mata berdasarkan kemiripan litologi. Beberapa korelasi jarak jauh,

misalnya antara Eropa Barat dengan bagian timur Amerika Utara, berdasarkan

kemiripan litologi terbukti cukup akurat untuk satuan-satuan stratigrafi tingkat

tinggi. Contoh tersebut mengindikasikan bahwa pada waktu-waktu tertentu di masa

lalu, kedua wilayah transaltantik itu memiliki sejarah geologi yang mirip. Korelasi

pada tingkatan stratigrafi yang lebih rendah pun sebagian memberikan hasil yang

cukup baik.

Pada umumnya korelasi berdasarkan kemiripan litologi diakui bersifat

tentatif dan akan tetap dipertahankan, kecuali apabila kemudian diketahui bahwa

korelasi itu tidak sahih.

Sebagian besar penelitian lapangan stratigrafi, yang mencakup usaha

penelusuran formasi dari satu singkapan ke singkapan lain, sebenarnya sudah

melibatkan aktivitas korelasi. Dalam penelitian seperti itu, kemiripan litologi

biasanya menjadi kriterion utama, ditambah dan dikoreksi oleh kriterion

paleontologi. Dengan cara yang sama, korelasi itu dapat diteruskan hingga mencapai

batas-batas cekungan.

Perlu diketahui bahwa di alam ini ada strata khas yang relatif tipis namun

memiliki penyebaran yang sangat luas dan praktis terbentuk pada waktu yang hampir

bersamaan. Strata seperti itu dapat berupa bentonit, debu vulkanik, batubara, dan

batugamping. Apabila ditemukan, jadikanlah itu sebagai lapisan kunci karena

nilainya sangat tinggi, bahkan lebih tinggi daripada kriteria paleontologi.

2. Kesinambungan Strata

Penelusuran strata sebenarnya merupakan kegiatan korelasi litologi jarak

dekat, dari satu singkapan ke singkapan lain atau dari satu sumur pengeboran ke

sumur pengeboran lain. Kegiatan itu tidak sukar dilakukan pada daerah-daerah

dimana satuan-satuan stratigrafi memperlihatkan keseragaman litologi di setiap

tempat. Namun, kesulitan akan muncul pada tempat-tempat dimana terjadi

Page 4: KORELASI

perubahan fasies secara berangsur. Pada kondisi seperti itu, proses penelusuran

biasanya hanya akan dapat dilanjutkan apabila kita memiliki aspek lain yang dapat

digunakan sebagai indikator korelasi.

Dalam kaitannya dengan cara ini, ada satu hal yang perlu disadari yaitu

bahwa, pada saat melakukan penelusuran, kita sebenarnya akan sulit untuk

mengetahui apakah strata yang ditelusuri itu masih tetap berada pada satu level

stratigrafi atau telah pindah pada level stratigrafi lain. Hal ini terjadi karena proses

penelusuran itu didasarkan pada pengenalan satuan stratigrafi yang didasarkan pada

kemiripan litologi. Padahal, sebagaimana telah dikemukakan di atas, hal itu

mengandung permasalahan dan ketidakpastian. Proses penelusuran juga dapat

didasarkan pada posisi suatu satuan, relatif terhadap suatu lapisan atau kelompok

lapisan yang khas. Hal ini akan dibahas nanti.

Korelasi yang didasarkan pada kesinambungan lateral sering dilakukan oleh

para praktisi stratigrafi. Hal ini terutama penting artinya dalam studi stratigrafi

bawah permukaan. Pengujian paleontologi terhadap hasil korelasi bawah permukaan

umumnya tidak mungkin dilakukan, kecuali apabila strata yang dikorelasikan

mencakup strata bahari yang mengandung mikrofosil serta apabila mikrofosil itu

dapat diketahui dari hasil analisis keratan pengeboran.

3. Posisi Stratigrafi

Setelah sejumlah strata dikorelasikan dengan hasil yang cukup memuaskan,

maka berbagai strata itu dapat berperan sebagai datum-datum pengontrol untuk

mengkorelasikan strata lain. Jika pada paket endapan-endapan yang dikorelasi-kan

itu tidak terdapat ketidakselarasan, maka strata yang terletak relatif dekat dengan

datum-datum pengontrol dapat dikorelasikan, meskipun berbeda litologinya. Jika

datum-datum itu terletak saling berdekatan, maka kita akan memiliki dua bidang

yang dapat digunakan untuk saling mengontrol satu sama lain. Jadi, misalnya saja,

apabila kita memiliki dua lapisan pengandung fosil yang terletak satu di atas yang

lain, maka strata nirfosil (unfossiliferous strata) yang terletak diantara kedua lapisan

itu dapat dikorelasikan, walaupun strata itu memperlihatkan perbedaan fasies yang

menyolok.

Derajat keyakinan terhadap hasil korelasi akan makin menurun dengan makin

jauhnya letak strata yang dikorelasikan dari datum pengontrol. Dalam kegiatan

Page 5: KORELASI

korelasi, ada satu hal yang perlu dipahami dengan benar yaitu bahwa laju

pengendapan dari satu tempat ke tempat lain dapat berbeda-beda, meskipun

berlangsung pada lingkungan pengendapan dan rentang waktu yang sama.

Kelemahan dalam memahami prinsip ini telah menyebabkan banyaknya kekeliruan

dalam korelasi stratigrafi. Ketidakselarasan kemungkinan besar akan memotong

strata yang lebih tua kemudian ditutupi secara berangsur oleh endapan transgresi.

Dengan demikian, ketidakselarasan merupakan faktor yang menyebabkan

komplikasi. Karena itu kita perlu memberikan perhatian khusus pada

ketidakselarasan pada saat akan melakukan korelasi yang didasarkan pada posisi

stratigrafi.

4. Keteraturan Variasi Litologi

Pada kondisi-kondisi tertentu, kita dapat melihat adanya pola perubahan

litologi ke arah lateral. Fenomenon itu berkaitan dengan proses pengendapan.

Sebagai contoh, partikel sedimen umumnya makin halus dengan makin jauhnya

tempat pengendapan sedimen tersebut dari wilayah pantai sehingga, apabila dilihat

secara keseluruhan, proses pengendapan pada wilayah pantai-paparan menghasilkan

sabuk-sabuk endapan yang makin halus ke arah paparan (gambar 1). Dengan

demikian, batupasir akan berubah, melalui batulanau dan serpih, menjadi

batugamping dalam satu satuan kronostratigrafi. Jika kondisi-kondisi pengendapan

berubah dari waktu ke waktu sedemikian rupa sehingga batupasir tua kemudian

tertindih oleh serpih, maka urut-urutan yang sama akan terjadi pada semua bagian

sistem pengendapan tersebut. Korelasi yang didasarkan pada perubahan karakter

litologi seperti ini memerlukan pengetahuan mengenai kondisi-kondisi paleogeografi

dan, sudah barang tentu, hanya dapat dilakukan pada satu cekungan pengendapan.

5. Sifat Listrik

Dalam kegiatan korelasi bawah permukaan yang bersifat rutin, electric well

logs telah menggantikan posisi log litologi. Sifat listrik batuan yang terekam dalam

electric logs tergantung pada sifat-sifat fisik tertentu dari batuan, misalnya porositas,

permeabilitas, kandungan fluida, dsb, serta faktor-faktor luar seperti temperatur,

khuluk lumpur pengeboran, diameter lubang bor, dsb. Karena itu, korelasi electric

logs sebenarnya merupakan metoda tidak langsung untuk menelusuri zona-zona

Page 6: KORELASI

yang litologinya mirip atau untuk menelusuri zona-zona yang secara lateral bersifat

menerus dan dikenali keberadaannya berdasarkan posisi relatifnya terhadap satuan

atau horizon pengontrol tertentu (gambar 2). Korelasi itu tidak mengungkapkan

kesebandingan waktu dengan pasti, dan keterbatasannya secara praktis identik

dengan keterbatasan metoda-metoda tersebut di atas. Penentuan zona stratigrafi

tertentu yang dikenali keberadaannya dari electric logs memerlukan

pembandingannya dengan log litologi dan singkapan. Keandalan hasil korelasi ini

hendaknya diperiksa ulang dengan menggunakan metoda-metoda paleontologi,

kecuali untuk korelasi jarak dekat.

6. Ketidakselarasan

Pengenalan dan penelusuran ketidakselarasan dapat membantu kegiatan

korelasi karena kontak itu menyatakan limit-limit tertentu dari umur strata yang

terletak di atas dan dibawahnya. Jika kita dapat mengetahui adanya dua ketidak-

selarasan, maka keduanya akan dapat berperan sebagai pengontrol dalam

menentukan umur batuan-batuan yang diapitnya. Walau demikian, terjadinya erosi di

bawah ketidakselarasan serta adanya kemungkinan transgressive onlap oleh strata

yang terletak diatasnya menyebabkan korelasi yang eksak tidak dapat dilakukan atas

dasar ini.

Korelasi berdasarkan ketidakselarasan jarang dilakukan. Korelasi ini

terutama dilakukan untuk batuan-batuan yang tidak mengandung fosil, khususnya

batuan Prakambrium.

7. Tingkat Deformasi

Korelasi yang didasarkan pada tingkat deformasi agak mirip dengan korelasi

yang didasarkan pada ketidakselarasan karena keduanya berkaitan dengan episode

diastrofisme dan, pada gilirannya, dengan pembentukan ketidakselarasan menyudut.

Untuk melakukan korelasi berdasarkan tingkat deformasi batuan, maka pertama-

tama perlu dilakukan pembagian paket batuan berdasarkan tingkat deformasinya.

Misalnya saja sejumlah paket batuan dibedakan menjadi batuan-batuan yang

terdeformasi kuat, terdeformasi sedang, dan tidak terdeformasi. Setelah itu, batuan-

batuan yang tingkat deformasinya sama dihubungkan oleh garis-garis korelasi.

Page 7: KORELASI

Jika episode-episode diastrofisme itu diyakini saling berkorespondensi, maka

korelasi umum antar penampang itu dapat dibenarkan. Walau demikian, intensitas

deformasi kemungkinan besar akan menurun dengan cepat dari pusat-pusat

distrofisme. Karena itu, korelasi jarak jauh dengan mendasarkan pada aspek ini tidak

dapat diandalkan.

8. Metamorfisme

Metamorfisme yang dihasilkan oleh diastrofisme jauh lebih intensif

dibanding dengan metamorfisme yang disebabkan oleh deformasi sederhana atau

akibat aktivitas magma. Sebagaimana intensitas deformasi, derajat metamorfisme

sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain meskipun berada pada batuan-

batuan yang praktis sama. Jadi, derajat metamorfisme yang berbeda bukan

merupakan dasar yang dapat diandalkan untuk korelasi, kecuali untuk korelasi jarak

dekat. Selain itu, beberapa tipe batuan lebih mudah terpengaruh oleh metamorfisme

dibanding batuan lain. Sebagai contoh, serpih yang terubah menjadi sekis tidak akan

memperlihatkan jejak-jejak serpih asalnya, sedangkan batupasir yang telah terubah

menjadi kuarsit dengan jelas masih memperlihatkan jejak-jejak batupasir asalnya.

Jadi, jika perbedaan tingkat metamorfisme akan dipakai sebagai kriteria korelasi,

maka proses itu hendaknya hanya dilakukan pada batuan metamorf yang berasal dari

tipe batuan yang sama.

Di masa lalu, banyak korelasi pada ranah Prakambrium dilakukan

berdasarkan tingkat metamorfisme. Batuan-batuan metamorf tingkat tinggi, terutama

sekis dan gneis, pernah dikorelasikan dan dirujuk sebagai batuan Arkeum, sedangkan

batuan-batuan dengan tingkat metamorfisme yang lebih rendah dianggap sebagai

batuan Proterozoikum. Selain itu, batuan sedimen yang tidak termetamorfosakan dan

terletak diantara batuan Proterozoikum dan strata Kambrium yang banyak

mengandung fosil dianggap sebagai tipe ketiga dari batuan Prakambrium. Korelasi

jarak jauh yang hanya didasar-kan pada perbedaan tingkat metamorfisme seperti itu

terbukti kurang dapat diyakini kesahihannya.

9. Radioaktivitas

Page 8: KORELASI

Sebagaimana telah diketahui, peluruhan unsur-unsur radioaktif telah menjadi

sarana untuk menentukan umur batuan tertentu yang dinyatakan dalam satuan tahun.

Sebelum 1940, proses penentuan umur itu praktis hanya didasarkan pada uranium.

Namun, adanya perkembangan yang spetrakuler dalam kimia isotop sejak saat itu

serta adanya penyempurnaan terhadap spektrometer massa telah memperbesar

kemungkinan kita untuk menentukan umur batuan berdasarkan tipe unsur radioaktif

lain. Unsur-unsur radioaktif yang paling sering digunakan sebagai sarana penentuan

umur pada masa kini adalah Carbon-14 dan Kalium-40.

Mineral-mineral pengandung uranium yang pernah diamati di masa lalu

terdapat atau berkaitan dengan intrusi batuan beku tertentu. Karena itu, pentarikhan

uranium dapat diterapkan pada batuan beku atau endapan yang disusun oleh mineral-

mineral tersebut. Walau demikian, nilai umur itu belum dapat dikaitkan dengan skala

waktu relatif secara memuas-kan. Jadi, pentarikhan uranium memang dapat

memberikan informasi mengenai nilai pendekatan untuk mengkalibrasi skala waktu

stratigrafi, namun tidak banyak membantu dalam pentarikhan aktual atau dalam

korelasi batuan berlapis.

Berbeda dengan uranium, karbon dan kalium banyak terdapat dalam batuan

sedimen sehingga dapat berperan sebagai sarana untuk menentukan umur batuan

tersebut secara langsung. Carbon-14, dengan umur paruh sekitar 5500 tahun,

idealnya hanya digunakan untuk menentukan umur endapan yang sangat muda,

misalnya endapan akhir Plistosen. Limit tertua dari endapan yang dapat ditentukan

umurnya berdasarkan metoda ini adalah sekitar 60.000 tahun. Kalium-40, dengan

waktu paruh 1,3 juta tahun, dapat digunakan untuk menentukan umur batuan yang

lebih tua, termasuk batuan-batuan Prakambrium. Semua umur radioaktif

mengandung ketidakpastian dan galat yang besarnya mungkin sekitar 10%. Korelasi

yang didasarkan pada Carbon-14, meskipun mengandung galat, hasilnya jauh lebih

akurat dibanding dengan korelasi yang didasarkan pada umur paleontologi karena

waktu paruh isotop itu jauh lebih singkat dibanding laju evolusi.

Keakuratan metoda pentarikhan dan metoda korelasi yang didasarkan pada

unsur-unsur radioaktif makin rendah dengan makin tuanya umur batuan, bahkan

pada waktu geologi tertentu (kemungkinan untuk batuan yang lebih muda dari akhir

Paleozoikum), hasil yang diperoleh dari metoda radioaktif lebih rendah akurasinya

daripada metoda pentarikhan dan metoda korelasi yang didasarkan pada fosil. Walau

Page 9: KORELASI

demikian, hal itu masih tergantung pada jenis fosilnya. Apabila memungkinkan,

alangkah baiknya apabila hasil korelasi yang didasarkan pada metoda radioaktif

diperiksa ulang dengan metoda paleontology, demikian sebaliknya.

Karena adanya berbagai kesulitan teknis dan karena biayanya mahal,

penentuan umur yang didasarkan pada unsur radioaktif sangat jarang digunakan

untuk korelasi lokal. Korelasi lokal kemungkinan besar akan terus dilakukan

berdasar-kan metoda-metoda konvensional. Walau demikian, korelasi yang

didasarkan pada unsur-unsur radioaktif tidak diragukan lagi akan makin sering

digunakan di masa mendatang untuk berbagai strata yang terpisah jauh.

B. Indikator-Indikator Paleontologi

Fosil makin sering digunakan untuk korelasi stratigrafi sejak William Smith

menemukan bahwa strata tertentu dapat dikenal berdasarkan fosil yang ada

didalamnya.

1. Fosil Penunjuk

Fosil penunjuk (index fosssil; guide fossil) adalah suatu spesies, genus, atau

tingkat taksonomi lain yang dipandang bermanfaat karena diyakini hanya muncul

pada rentang waktu geologi tertentu. Fosil penunjuk sejak lama digunakan sebagai

alat korelasi dan korelasi yang didasarkan pada aspek ini merupakan bentuk korelasi

paleontologi yang paling sederhana. Metoda ini juga dipakai sebagai sarana untuk

mengenal dan menelusuri keberadaan zona-zona biostratigrafi. Prinsip dasar yang

melandasi metoda ini adalah bahwa kehadiran suatu fosil penunjuk dalam suatu

batuan mengindikasi-kan bahwa batuan itu diendapkan pada kisaran hidup fosil

tersebut. Dalam kaitannya dengan prinsip ini, ada dua hal yang perlu dicamkan

bersama. Pertama, prinsip itu hanya dapat diterapkan apabila proses identifikasi fosil

dilakukan dengan akurat. Kedua, hanya kehadiran fosil yang memiliki kebenaan,

sedangkan ketidakhadirannya tidak memiliki arti apa-apa. Jadi, ketidakhadiran suatu

fosil penunjuk dalam suatu strata tidak mengandung pengertian bahwa umur strata

itu berada di luar kisaran umur fosil penunjuk itu.

Sebuah fosil penunjuk yang ideal hendaknya: (1) mudah dikenal dan mudah

dibedakan dari fosil lain; (2) memiliki kisaran umur yang pendek; (3) memiliki

penyebaran geografis yang luas; (4) mampu beradaptasi dengan lingkungan yang

Page 10: KORELASI

beragam sehingga fosil itu dapat ditemukan dalam endapan lingkungan sedimentasi

yang bermacam-macam; dan (5) memiliki kelimpahan tinggi. Sayang sekali, fosil

yang dapat memenuhi semua kriteria itu sangat terbatas. Secara khusus, organisme

yang mampu beradaptasi pada lingkungan yang beragam biasanya dapat hidup

dengan sukses untuk rentang waktu yang lama.

Hingga dewasa ini diketahui banyak fosil muncul dalam zona stratigrafi yang

pendek, bahkan sebagian diantaranya muncul dalam zona stratigrafi yang sangat

pendek. Fosil-fosil itu sering dianggap sebagai fosil penunjuk yang sangat baik.

Namun, sebenarnya kita patut meragukan bahwa zona yang diketahui sekarang ini

telah merepresentasikan kisaran stratigrafi total dari fosil itu. Zona stratigrafi yang

sangat pendek seperti ini, dan biasa disebut teilzone, umumnya ekivalen dengan

suatu bagian biozona. Limit-limit ekstrim dari suatu biozona biasanya jarang

diketahui karena hal itu sangat dipengaruhi oleh tipe, jumlah, dan posisi sampel yang

dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan kisaran stratigrafi dari

biozona itu.

Organisme hanya dapat hidup di bawah kondisi-kondisi lingkungan yang

lebih kurang sesuai untuk kehidupannya. Secara geografis, fosil penunjuk hanya

akan menyebar pada tempat-tempat tertentu dimana terdapat kondisi lingkungan

yang sesuai untuk kehidupan fosil penunjuk itu serta pada tempat-tempat yang

mungkin dicapai oleh fosil tersebut melalui proses migrasi. Kisaran vertikal atau

kisaran stratigrafi fosil penunjuk pun dikontrol oleh lingkungan. Jika kondisi

lingkungan di suatu tempat berubah sedemikian rupa sehingga kondisi baru menjadi

tidak sesuai lagi untuk kehidupan suatu populasi organisme, maka populasi

organisme itu akan hilang dan tidak akan dapat digantikan kembali atau populasi itu

akan bermigrasi ke tempat lain dimana terdapat kondisi lingkungan yang sesuai

dengan kehidupannya. Jika terjadi proses migrasi seperti itu, maka kisaran geografis

fosil penunjuk dapat meluas hingga ke tempat yang baru itu. Walau demikian, proses

migrasi hanya dapat berlangsung apabila terhadap sarana yang memungkinkan

berpindahnya suatu populasi organisme dari satu tempat ke tempat lain.

Hingga disini, kita dapat memahami bahwa kisaran geografis dan kisaran

stratigrafi suatu fosil penunjuk atau fosil lain ditentukan oleh (1) kisaran waktu

kehidupannya, yang dibatasi oleh perubahan evolusioner atau oleh kepunahan; (2)

lingkungan; dan (3) ada tidaknya rute migrasi atau penghalang yang tidak dapat

Page 11: KORELASI

ditembus. Faktor pertama dan faktor ketiga tersebut di atas telah diketahui sejak

lama dan telah banyak dibahas oleh para ahli. Di lain pihak, pengaruh lingkungan

atau kontrol ekologi masih sering terabaikan dalam paleontologi. Banyak ahli

paleontologi telah merasa puas apabila sudah dapat membedakan kondisi-kondisi

bahari dan non-bahari. Padahal, setiap lingkungan raksasa itu terdiri dari sekian

banyak lingkungan yang lebih kecil yang masing-masing merupakan lingkungan

yang sesuai atau lingkungan yang tidak sesuai untuk organisme tertentu. Mungkin

banyak ketidaksinambungan rekaman fosil, yang sekarang sering dijelaskan sebagai

akibat hambatan fisik yang tidak memungkinkan terjadinya migrasi atau akibat

perkembangan evolusioner, sebenarnya mencerminkan perbedaan-perbedaan

lingkungan.

Adanya kontrol lingkungan terhadap penyebaran organisme dalam ruang dan

waktu menyebabkan semua fosil dapat berperan sebagai penunjuk lingkungan.

Faktor-faktor yang sebenarnya memungkinkan atau menghambat keberadaan

organisme tertentu pada suatu lingkungan mungkin belum dapat dipahami

sepenuhnya, namun kita perlu berusaha terus-menerus untuk mengetahuinya karena

hal itu sangat penting. Fosil mirip dengan karakter litologi: keduanya menjaddi alat

bantu untuk mengenal daerah-daerah yang memperlihatkan kemiripan dalam segi-

segi tertentu.

Dari seluruh penjelasan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa korelasi

litologi dan korelasi paleontologi sebenarnya memiliki banyak kemiripan.

Perbedaannya terletak pada “fakta” bahwa evolusi dan kepunahan menjadi salah satu

faktor lain yang memberikan batasan tersendiri pada nilai korelasi suatu fosil

penunjuk. Fosil penunjuk memungkin-kan diperolehnya diagram korelasi yang lebih

cermat dibanding korelasi litologi, selama korelasi itu dilakukan dalam limit-limit

biozona fosil penunjuk itu.

2. Urut-urutan Paleontologi

Banyak korelasi dilakukan berdasarkan zona-zona fosil yang sebenarnya

tidak merepresentasikan keseluruhan kisaran stratigrafi dari suatu fosil penunjuk.

Apabila dilakukan pada endapan yang terbentuk pada lingkungan terbatas dan

seragam atau pada endapan yang terbentuk pada suatu bagian lingkungan yang

seragam, korelasi itu dapat akurat. Walau demikian, hendaknya kita selalu ingat

Page 12: KORELASI

bahwa suatu lingkungan biologi dapat bergeser secara berangsur dari waktu ke

waktu sehingga suatu zona yang tampak menerus hingga jarak yang cukup jauh

kemungkinan memotong bidang waktu. Pada daerah-daerah yang terpisah, tidak ada

jaminan bahwa zona-zona lokal, yang ditentukan keberadaannya berdasarkan

kesamaan spesies fosil, memang saling berhubungan atau memiliki ekivalensi waktu

tertentu. Bukti yang lebih kuat diperoleh dari zona-zona lokal yang muncul berulang-

ulang secara sempurna pada tempat yang berbeda-beda. Walau demikian, sekali lagi,

urut-urutan zona lokal seperti itupun dapat bergeser secara geografis dari waktu ke

waktu.

Banyak orang menggunakan fosil sebagai indikator korelasi tanpa memiliki

pengetahuan yang memadai mengenai keseluruhan kisaran stratigrafi dari fosil-fosil

itu. Salah satu diantara sekian banyak fosil yang sering digunakan untuk korelasi

adalah foraminifera yang banyak ditemukan di daerah penghasil minyak. Fosil kecil

seperti itu seringkali mampu berperan sebagai indikator korelasi pada saat indikator

lain justru gagal diterapkan. Sebagian besar zona dari fosil kecil itu bersifat empiris.

Perubahan kondisi-kondisi lingkungan yang berangsur dapat mempengaruhi

daerah yang luas pada waktu yang bersamaan sehingga berbagai perubahan biologi

yang merupakan efek dari perubahan-perubahan lingkungan itu dapat digunakan

sebagai indikator korelasi untuk kisaran geografi atau kisaran stratigrafi yang

terbatas. Untuk kala Plistosen, perubahan-perubahan yang paling banyak dipelajari

adalah perubahan-perubahan yang mencerminkan fluktuasi temperatur atau

kelembaban. Sebagai contoh, perbedaan tipe serbuksari yang ditemukan dalam

postglacial bogs seringkali berlangsung dalam wilayah yang luas sehingga hal itu

dapat digunakan sebagai indikator korelasi.

Perubahan temperatur di laut tidak sehebat seperti yang terjadi di darat.

Walau demikian, zona-zona fosil laut-dangkal dalam endapan pesisir Plistosen yang

terangkat dapat memperlihatkan pola migrasi yang diadaptasikan secara berbeda

oleh berbagai organisme. Salah satu contohnya dapat ditemukan dalam endapan

pesisir Plistosen yang ada di pantai California, Amerika Serikat. Dengan demikian,

perubahan-perubahan tersebut dapat dikaitkan dengan zaman es (glacial age) dan

antar-zaman es (interglacial age) Plistosen. Dalam kaitannya dengan hal ini, para ahli

menemukan pula bahwa nisbah isotop-isotop oksigen yang terperangkap dalam

rangka atau cangkang foraminifera yang disusun oleh material karbonatan juga

Page 13: KORELASI

mencerminkan variasi temperatur muka air laut Plistosen. Nisbah tersebut kemudian

digunakan oleh para ahli untuk mengkorelasikan paket-paket sedimen yang

diperoleh dari hasil pengeboran laut dalam (gambar 3).

Korelasi litologi pada beberapa lapangan batubara sangat sukar untuk

dilaksanakan dan tidak memberikan nilai kepastian yang dapat diandalkan karena

strata pada lapangan itu biasanya demikian monoton sehingga posisi stratigrafi dari

suatu strata seringkali sukar untuk ditentukan. Walau demikian, serbuksari dan spora

yang tersimpan dalam batubara tidak jarang memperlihatkan perbedaan yang berarti

dari satu zona ke zona lain sehingga kedua jenis fosil itu sering digunakan oleh para

ahli geologi batubara untuk mengkorelasikan batuan-batuan yang ada di lapangan

batubara. Jika kondisinya memungkinkan, urut-urutan zona spora yang ada dalam

suatu lapisan batubara pun dapat digunakan untuk mengenal lapisan batubara

tersebut pada suatu wilayah yang relatif luas.

Pada semua kasus yang disebutkan di atas, fosil-fosil itu bukan merupakan

fosil penunjuk dalam arti kata yang sebenarnya. Tipe korelasi tersebut di atas

umumnya melibatkan proses pembandingan strata yang merepresentasikan interval-

interval waktu yang dicirikan oleh jenjang-jenjang fluktuasi iklim yang lebih kurang

tersebar luas. Peranan fosil sebagai indikator perbedaan lingkungan tidak dapat

dimunculkan melalui proses-proses tersebut di atas. Suatu urutan lingkungan yang

unik mungkin dapat diketahui, namun satu siklus dalam suatu deretan yang teratur,

misalnya dalam endapan Plistosen, tidak akan dapat diketahui kecuali apabila posisi

stratigrafi relatifnya dalam sekuen yang lebih besar telah diketahui.

3. Kemiripan Paleontologi

Pada saat kita tidak dapat mengenal adanya fosil penunjuk, banyak korelasi

dapat dilaksanakan dengan cara membandingkan keseluruhan flora atau fauna yang

ada dalam batuan-batuan yang akan dikorelasikan. Pembandingan seperti itu

umumnya digunakan untuk menentukan umur relatif zona fosil atau formasi daerah

yang terletak di luar kisaran rekaman flora atau fauna yang kisaran stratigrafinya

telah diketahui dengan baik (gambar 4). Metoda ini, yang dapat disebut sebagai

metoda prosentase spesies (percentage species method), didasarkan pada jumlah

kesamaan berbagai spesies flora dan fauna yang ada dalam paket-paket batuan yang

akan dikorelasikan dengan spesies flora dan fauna yang masih hidup dewasa ini atau

Page 14: KORELASI

dengan spesies flora dan fauna yang ada dalam paket stratigrafi baku. Makin banyak

jumlah spesies yang sama, makin tinggi pula kemungkinan paket batuan tersebut

untuk mendekati umur paket stratigrafi baku yang menjadi pembandingnya.

Karena jumlah ril dari spesies yang ada dalam suatu paket batuan hampir

dapat dipastikan selalu berbeda, maka untuk membuat pembandingan itu sahih, maka

perlu dilakukan pembandingan dengan merujuk pada prosentase spesies flora atau

fauna tersebut; bukan dengan cara membandingkan jumlahnya. Proses pengubahan

nilai jumlah fosil menjadi prosentase dapat dilaksanakan dengan banyak cara dan

masing-masing cara itu dapat memberikan angka prosentase yang berbeda-beda dan,

pada gilirannya, akan membawa kita untuk sampai pada kesimpulan yang juga

berbeda-beda. Sebagai contoh, persentase spesies yang sama dalam (1) fauna dan

flora masa kini; (2) flora dan fauna dalam paket stratigrafi baku; atau (3) kombinasi

flora dan fauna dapat ditentukan dengan cara-cara yang diperlihatkan pada tabel 1.

Hasilnya jelas berbeda-beda, namun angka prosentase yang terakhir agaknya yang

merupakan indikator yang paling penting.

Sebagian ahli paleontologi lebih menyukai metoda ini dibanding dengan

metoda korelasi yang didasarkan pada fosil penunjuk. Hubungan umur, katanya,

terlihat lebih akurat jika penentuan hubungan umur itu dilakukan berdasarkan

keseluruhan flora dan fauna, bukan hanya didasarkan pada beberapa spesies. Walau

demikian, penelaahan yang seksama pada berbagai tipe spesies menunjukkan bahwa

kebenaan waktu geologinya berbeda-beda. Sebagai contoh, kehadiran spesies yang

memiliki kisaran stratigrafi yang panjang ke dalam dua flora dan fauna bukan

merupakan bukti yang baik dari kemiripan umur, sedangkan ketidakhadiran salah

satu diantaranya merupakan bukti yang lebih baik bahwa umurnya berbeda (lihat

tabel 2).

Pembahasan di atas mengindikasikan bahwa, berdasarkan kebenaannya

dalam korelasi, spesies dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yakni:

1. Spesies yang memiliki kisaran stratigrafi yang pendek dan kehadirannya

mengindikasikan kedekatan umur, namun yang ketidakhadirannya tidak memiliki

arti yang berarti. Spesies seperti itu merupakan fosil penunjuk dalam arti

konvensional.

Page 15: KORELASI

2. Spesies yang banyak ditemukan di berbagai tempat serta kemungkinan besar dapat

ditemukan dalam banyak kumpulan fauna dan flora. Spesies seperti ini umumnya

merupakan indikator yang sangat baik untuk zona-zona stratigrafi inklusif, namun

hanya memiliki nilai korelasi yang sedikit. Ketidakhadiran spesies seperti ini

kemungkinan besar memiliki arti yang justru lebih penting dibanding

kehadirannya.

3. Spesies yang relatif jarang ditemukan dan penyebarannya memiliki kaitan yang

erat dengan lingkungan tertentu. Sebagian besar flora dan fauna termasuk ke

dalam spesies seperti ini. Kehadiran dan ketidakhadiran spesies seperti ini tidak

memiliki kebenaan tersendiri dalam korelasi mendetil.

Ada beberapa kelebihan tersendiri apabila kita menggunakan keseluruhan

flora dan fauna sebagai indikator korelasi dibanding dengan korelasi yang hanya

didasarkan pada fosil penunjuk tertentu. Walau demikian, tidak semua spesies

memiliki kebenaan yang sama. Karena itu, persentase spesies bukan merupakan

jawaban terbaik untuk memecahkan masalah korelasi. Jika semua fosil dapat

dinisbahkan secara pasti pada kategori-kategori spesies tersebut di atas, maka kita

akan dapat memperoleh diagam korelasi yang lebih dapat diandalkan. Sayang sekali,

penggolongan spesies dengan cara seperti itu bukan merupakan hal yang mudah

karena kualitas semua spesies merupakan hal yang relatif serta karena kisarannya

sangat beragam. Selain itu, penggolongan seperti tersebut di atas tidak bersifat

ekslusif. Meskipun tampaknya jelas bahwa spesies tertentu memiliki kebenaan yang

lebih tinggi dalam korelasi dibanding spesies yang lain, namun kebenaan relatifnya

tidak dapat diketahui secara pasti dan kebijaksanaan yang baik merupakan faktor

yang esensil yang harus menjadi bahan pertimbangan.

Apapun pertimbangannya, pembandingan flora dan fauna hanya akan

memiliki arti apabila dilakukan diantara kumpulan litologi dan biologi yang mirip.

Jika fasies menjadi lebih beragam, maka perbedaan-perbedaan dalam kandungan

flora dan fauna kurang memiliki arti karena sejumlah besar spesies mungkin

beradaptasi pada lingkungan-lingkungan yang ekslusif. Dengan demikian, dalam

limit-limit stratigrafi yang relatif tinggi, perbedaan-perbedaan dalam kandungan

flora dan fauna kemungkinan besar lebih berkaitan dengan perbedaan fasies, bukan

dengan perbedaan umur. Banyak contoh seperti itu muncul dalam kasus-kasus

paleontologi.

Page 16: KORELASI

2. LIMITASI KORELASI PALEONTOLOGI

Kebenaan korelasi paleontologi jarang dipertanyakan lagi sejak William

Smith menunjukkan bahwa batuan dapat dikenal keberadaannya berdasarkan fosil

yang terkandung didalamnya. Paleontologi makin sering digunakan untuk tujuan

korelasi dan korelasi paleontologi itu makin lama makin luas dan makin cermat

sejalan dengan terus meningkatnya pengetahuan mengenai fosil. Banyak ahli geologi

dan sebagian ahli paleontologi tampaknya berkeyakinan bahwa proses

perkembangan itu akan terus berlanjut sampai tak berhingga sehingga makin lama

akan diperoleh korelasi yang makin mendetil dan makin sempurna. Dasar-dasar

pemikiran yang menyebabkan timbulnya keyakinan seperti itu perlu dikaji bersama.

Pentarikhan batuan berdasarkan fosil yang terkandung didalamnya

sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan fakta bahwa kehidupan di dunia ini

selalu berubah. Beberapa lineage organisme tertentu terbukti berhasil dalam

kompetisinya dengan organisme lain. Mereka mampu mengadaptasikan diri terhadap

berbagai kesempatan yang ada dalam lingkungan-lingkungan baru, meningkatkan

penyebaran geografisnya, dan kemudian melakukan diferensiasi morfologis dengan

berbagai cara, sehingga akhirnya menghasilkan jenis-jenis organisme baru yang

berbeda dengan organisme leluhurnya. Lineage organisme lain gagal dalam

perjuangannya untuk tetap eksis. Kisaran geografisnya menyempit dan akhirnya

punah. Dua proses yang sebenarnya memiliki kaitan yang erat itu terus berlangsung

sejak kehidupan pertama muncul di muka bumi. Hasil dari proses-proses itu adalah

munculnya aneka ragam flora dan fauna sebagaimana yang kita lihat dewasa ini.

Evolusi dan kepunahan berbagai kelompok organisme berlangsung pada laju

yang beragam dan pada waktu yang berbeda-beda. Salah satu tanggungjawab utama

dari paleontologi adalah menentukan laju evolusi itu serta merekonstruksikan detil-

detil pola evolusi. Hingga dewasa ini telah banyak waktu dan tenaga digunakan

untuk mencapai tujuan itu dan banyak pengetahuan dapat diperoleh dari hasil-hasil

perjuangan itu. Walau demikian, hasil-hasil penelitian itu masih bersifat fragmental,

tidak sedikit diantaranya menjadi bahan penafsiran yang beragam, serta masih begitu

banyak hal yang perlu dipelajari sebelum akhirnya kita dapat memahami kehidupan

di muka bumi ini.

1. Status Pengetahuan Paleontologi Dewasa Ini

Page 17: KORELASI

Dari penjelasan di atas jelas bahwa kecermatan korelasi yang didasarkan

pada kriteria paleontologi tidak dapat melebihi akurasi pengetahuan dan tafsiran

paleontologi yang menjadi landasannya. Sebagian besar ahli paleontologi menyadari

adanya kelemahan dan kekurangan dalam pengetahuan paleontologi yang ada

sekarang ini. Namun, di lain pihak, ada juga ahli geologi yang agaknya tidak

menyadari kekurangan atau kelemahan tersebut. Mereka tidak menyadari bahwa ada

formasi-formasi geologi yang telah dipelajari dan dipetakan lebih dari 100 tahun,

namun fosil yang terkandung didalamnya masih belum diketahui dan dipelajari

secara cermat. Hal itu tidak hanya terjadi pada negara-negara berkembang, namun

terjadi pula di Amerika Serikat, Eropa Barat, dan wilayah-wilayah lain dimana

penelitian geologi sebenarnya telah menjadi sebuah tradisi.

Meskipun masih terdapat sekian banyak lubang besar yang perlu ditutupi,

namun karakter-karakter utama dari sejarah kehidupan di bumi ini telah dapat

diketahui sekarang ini.

3. SUBJEKTIVITAS KORELASI

Korelasi menujukan perhatiannya pada fakta. Strata yang terletak pada

tempat yang berbeda-beda memiliki umur yang sama atau berbeda. Korelasi strata

tersebut hendaknya didasarkan pada semua bukti yang ada serta dilakukan secara

bijaksana. Hingga dewasa ini sangat jarang, atau bahkan tidak pernah, ada satupun

bukti yang bersifat konklusif. Karena itu, semua bentuk korelasi pada dasarnya

merupakan ungkapan dari pendapat orang yang mengkorelasikannya, bukan

ungkapan fakta dari batuan-batuan itu sendiri.

Kemiripan fosil umumnya dianggap sebagai indikator ekivalensi umur.

Namun, sebenarnya akan lebih akurat dan realitstis apabila kita memandang

kemiripan itu dengan sudut pandang yang lain: sebagai bukti yang menggugurkan

pandangan bahwa keduanya berbeda umur. Sebaiknya strata yang mengandung fosil

yang mirip diartikan sebagai strata yang memiliki posisi stratigrafi yang berbeda

dalam kolom stratigrafi. Keduanya memiliki umur yang berbeda. Kondisi seperti itu

dinamakan homotaksis (homotaxis). Penentuan ekivalensi umur yang aktual dan

eksak, atau kronotaksis (chronotaxis), umumnya merupakan sebuah ideal yang tidak

akan pernah dapat tercapai. Satuan-satuan stratigrafi yang terletak pada tempat yang

berbeda-beda kemungkinan besar memiliki umur yang tidak persis sama. Meskipun

Page 18: KORELASI

kedua satuan itu sebagian besar berkorespondensi satu sama lain, namun salah satu

diantara satuan itu kemungkinan besar akan memiliki bagian-bagian yang agak lebih

muda atau agak lebih tua dibanding dengan bagian-bagian yang ada dalam satuan

lain.

Pernyataan yang lebih formal adalah bahwa kemiripan fosil pada daerah-

daerah yang relatif berjauhan bukan merupakan bukti positif dari ekivalensi waktu,

melainkan bukti dari perbedaan umur. Argumen yang disajikan untuk mendukung

pernyataan tersebut adalah bahwa suatu rentang waktu diperlukan untuk

memungkinkan organisme bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain. Tidak ada

seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti seberapa cepat organisme

bermigrasi di masa lalu. Walau demikian, sejumlah contoh masa kini telah disitir

untuk menunjukkan bahwa kisaran geografis penyebaran organisme tertentu

demikian luas dengan laju yang demikian cepat sehingga secara praktis kemiripan

kandungan fosil dapat dikatakan mengindikasikan waktu yang sama menurut standar

geologi.

Catatan:

1. Dalam pembukaan bab ini, Weller (h. 383) mengartikan ketidakselarasan sebagai

sebuah bidang yang mencirikan ketidaksinambungan rekaman stratigrafi.

Pengertian seperti ini pula yang tampaknya dipahami oleh banyak ahli dewasa ini

(lihat ISSC, 1994, h. 48). Sebagaimana yang dijelaskan dalam AGI Glossary serta

oleh Friedman dkk (1992), pengertian seperti ini sebenarnya kurang tepat karena

ketidakselarasan sebernya menyatakan gagasan mengenai hubungan

ketidaksinambungan, bukan bidang ketidaksinambungan. Bidang dimana terjadi

ketidaksinambungan itu disebut bidang ketidakselarasan.

2. Dalam pembahasannya mengenai indikator kemiripan litologi, Weller menyatakan

adanya tiga kasus yang mungkin terjadi pada waktu pengendapan batuan, namun

dia tidak menganalisis apa pengaruh dari setiap kasus tersebut terhadap

metodologi korelasi dengan indikator kemiripan litologi. Disini saya akan

mencoba menganalisisnya. Untuk kasus pertama (batuan-batuan diendapkan pada

suatu wilayah yang luas pada rentang waktu yang sama) maka korelasi

berdasarkan kemiripan litologi dapat menghasilkan gambaran yang mendekati

Page 19: KORELASI

kenyataannya. Untuk kasus kedua (batuan-batuan diendapkan pada wilayah yang

luas, namun berlangsung pada rentang waktu yang berbeda-beda), korelasi

berdasarkan litologi akan menghasilkan gambaran yang tidak tepat karena

korelasi itu akan memotong bidang waktu. Untuk kasus ketiga (batuan-batuan

diendapkan pada tempat-tempat yang berbeda, namun pada waktu yang

bersamaan), korelasi berdasarkan litologi akan menghasilkan gambaran yang

tidak tepat karena korelasi itu akan menimbulkan kesan seolah-olah endapan-

endapan itu merupakan satu kesatuan tubuh batuan dan menyebabkan fenomena

lain yang ada diantara tempat-tempat pengendapan itu menjadi tidak

tergambarkan. Untuk kasus yang keempat (batuan-batuan diendapkan pada

tempat-tempat yang berbeda dan diendapkan pada rentang waktu yang berbeda

pula), maka korelasi berdasarkan kemiripan litologi akan menghasilkan gambaran

ruang-waktu yang salah sama sekali dan berbeda dari kenyataannya. Dari analisis

ini, kita dapat mengambil satu pelajaran penting yakni bahwa korelasi hendaknya

dilakukan setelah kita menafsirkan sifat litologinya (terutama kesinambungan

lateralnya) serta lingkungan pembentukan batuan-batuan tersebut (terutama

dimensi ruang dan waktu dari lingkungan pembentukannya).

3. Bersamaan dengan pembahasan mengenai korelasi berdasarkan posisi stratigrafi,

Weller menjelaskan bahwa makin ke arah pusat cekungan, endapan makin

menebal. Prinsip tersebut dewasa ini terbukti tidak selalu benar adanya. Hal ini

antara lain terbukti dari hasil-hasil survey seismik refleksi dan hasil-hasil analisis

seismik-sekuen stratigrafi. Oleh karena itu, penjelasan tersebut tidak dimasukkan

ke dalam ringkasan ini karena keliru.

4. Dari penjelasan Weller mengenai pengkorelasian yang didasarkan pada variasi

litologi (pada arah lateral), sebenarnya ada satu hal yang mungkin baik sekali

untuk diketahui bahwa metoda korelasi itu menurut hemat saya sebenarnya telah

termasuk di dalam hukum korelasi fasies yang dicetuskan oleh Johannes Walther

pada 1893-1894 (lihat Middleton, 1973).

5. Dari penjelasan Weller mengenai korelasi yang didasarkan pada tingkat

deformasi, terkandung pengertian bahwa korelasi itu didasarkan pada satu asumsi

bahwa deformasi batuan berlangsung secara simultan pada semua tubuh batuan

yang dikorelasikan. Asumsi ini perlu dikaji secara cermat mengingat,

Page 20: KORELASI

sebagaimana dikemukakan sendiri oleh Weller (h. 546), tingkat deformasi batuan

berbeda-beda, relatif terhadap posisinya terhadap pusat diastrofisme. Makin jauh

dari pusat diastrofisme, makin rendah tingkat deformasi batuan. Dengan

demikian, perlu dikaji lagi apakah korelasi dengan cara ini memang

mencerminkan ekivalensi waktu dan bukan mencerminkan posisi suatu batuan,

relatif terhadap posisi pusat diastrofisme. Hal kedua yang perlu diingat adalah

bahwa pengkajian metoda korelasi ini jelas erat kaitannya dengan konsep

tektonik, padahal pada saat Weller menerbitkan bukunya itu, teori tektonik

lempeng belum berkembang. Untuk itu, lakukan pengkajian metodologi ini dari

kacamata tektonik lempeng.

6. Ketika membahas tentang persyaratan dari fosil penunjuk ideal, Weller secara

tersirat telah mengungkapkan bahwa sebenarnya ada “kontradiksi” di dalam

persyaratan tersebut dengan memberikan contoh bahwa organisme yang mampu

beradaptasi dalam lingkungan yang beragam kemungkinan besar akan sukses

sehingga dapat hidup dalam rentang waktu yang lama. Ini merupakan suatu hal

yang menarik sekali dan menurut hemat saya agaknya tidak akan ada fosil yang

dapat memenuhi semua persyaratan tersebut.