koordinasi pemerintahan di daerah - sadu …sadu-wasistiono.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/... ·...

21
KOORDINASI PEMERINTAHAN DI DAERAH OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS

Upload: nguyenkhanh

Post on 18-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KOORDINASI PEMERINTAHAN

DI DAERAH

OLEH :

PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS

A. PENDAHULUAN

• Makin maju suatu masyarakat, maka makin beraneka ragam

kegiatannya disertai dengan spesialisasi bidang pekerjaan

dan keahlian yang semakin mendalam dan khusus. Untuk

memadukan dan menyelaraskan aktivitas tsb diperlukan

generalis yang berfungsi sebagai koordinator.generalis yang berfungsi sebagai koordinator.

• Di bidang pemerintahan, juga telah terjadi spesialisasi

bidang-bidang pekerjaan, yang dari waktu ke waktu menjadi

semakin spesifik. Untuk pencapaian tujuan pemerintahan,

diperlukan adanya koordinator.

B. KOORDINASI PEMERINTAHAN MENURUT

UU NOMOR 5 TAHUN 1974

• Dalam sistem desentralisasinya, UU Nomor 5 Tahun 1974

menganut pendekatan uniteritorial dan unipersonal sebagai

konsekuensi logis dari prinsip integrated field administration.

• Kepala Daerah karena jabatannya adalah juga Kepala • Kepala Daerah karena jabatannya adalah juga Kepala

Wilayah. Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah Kepala

Wilayah menjalankan fungsi koordinasi terhadap semua

instansi vertikal dan dinas daerah yang ada diwilayahnya

(PP Nomor 6 Tahun 1988).

• Untuk memudahkan komunikasi dibangun forum yang

dinamakan MUSYAWARAH PIMPINAN DAERAH

(MUSPIDA).

• Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1976, Pimpinan Muspida secara ex-officio dijabat oleh Kepala Wilayah dengan keanggotaan dari :

- Pimpinan unsur Pertahanan (AD, AL, AU);

- Pimpinan unsur Kepolisian;

- Pimpinan unsur Peradilan;

- Unsur Kejaksaan;

• Kepala Wilayah secara ex-officio menjabat sebagai Pimpinan • Kepala Wilayah secara ex-officio menjabat sebagai Pimpinan MUSPIDA.

• Koordinasi jauh lebih mudah dilaksanakan karena adanya satu garis komando dari masing-masing pimpinan instansi yang semuanya bermuara di tangan Presiden.

• Wibawa Kepala Wilayah sebagai Pimpinan MUSPIDA disegani karena dilengkapi dengan kewenangan yg bersifat desisif.

C. KOORDINASI PEMERINTAHAN MENURUT

UU NOMOR 22 TAHUN 1999.

• UU Nomor 22 Tahun 1999 menggunakan prinsip

kompetensi umum (general competence principles) dengan

memberi kewenangan yang luas kepaa daerah dalam

rangka desentralisasi dengan membatasi asas

dekonsentrasi.dekonsentrasi.

• Di tingkat Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota tidak lagi

menjabat sebagai Kepala Wilayah. Begitu juga di tingkat

kecamatan, Camat bukan lagi Kepala Wilayah melainkan

sbg Perangkat Daerah.

• Posisi Kepala Wilayah hanya ada di tingkat Provinsi yang

secara ex-officio dijabat oleh Gubernur sbg Kepala Daerah

Provinsi.

• Fungsi Gubernur sbg Wakil Pemerintah Pusat di Daerah adalah :

a. melakukan koordinasi dengan instansi vertikal

yang ada di tingkat provinsi.

b. melakukan pembinaan, pengawasan dan

fasilitasi penyelenggaraan otonomi daerah di

kabupaten/kota diwilayahnya. Fungsi ini

dikaburkan dengan bunyi pasal 4 ayat (2) UU

Nomor 22 Tahun 1999 yang mengatakan tidak

adanya hierarkhi antara Daerah Provinsi dengan

Daerah Kabupaten/Kota.

* Bagi Gubernur PP Nomor 6 Tahun 1988 masih dapat digunakan sbg dasar hukum untuk melaksanakan koordinasi horisontal maupun vertikal ke bawah.

Tanggung

jawab

MPRMPR

PemerintahPemerintah

PusatPusat DPRDPR

PemerintahPemerintah

PropinsiPropinsi

��

��

��

DPRDDPRDPropinsiPropinsi

Pengawasan

Tanggung

jawab

Tanggung

Was

WasBin

Bin

Bin

KecamatanKecamatan

PemerintaPemerinta

hh

KecamatanKecamatan

Gambar : Gambar : Model Orbitasi PemerintahanModel Orbitasi Pemerintahan Menurut Menurut

UU No 22 Tahun 1999UU No 22 Tahun 1999

PemerintahPemerintah

Kab./KotaKab./Kota

PemerintahPemerintah

DesaDesa

��

��

DPRDDPRDKab./KotaKab./Kota

BPDBPD

Tanggung

jawab

Tanggung

jawab

WasBin

� : Peraturan Perundang-undangan� : Peraturan Perundang-undangan

RakyatRakyat

Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Rangka Dekonsentrasi Mnrt UU 22/1999

Menteri/

Pimpinan LPND

Presiden

Gubernur

(1) (2) (3)

Dinas Propinsi

Yang Relevan

Perangkat

Daerah

Propinsi

Unit Pelaksana

Khusus

Keterangan:

1. Priode pelaksanaan Dekonsentrasi adalah Dinas Propinsi yang relevan dengan bidang yang dilimpahkan

Perhubungan : Dinas Perhubungan

Pendidikan : Dinas Pendidikan, dsb

2. Apabila Belum ada Dinas Propinsi yang relevan, Gubernur dapat menugaskan perangkat Daerah lainnya;

3. Apabila Alternatif (1) dan (2) tidak tersedia, Gubernur

+ Direktorat ?

+ Biro

Tata Cara Pelimpahan WewenangDalam Rangka Dekonsentrasi Mnrt UU 22/1999

a. Inisiatif dari Presiden

b. Inisiatif dari Menteri/Pimpinan LPND

Presiden

Gubernur

Dengan

Keppres

Usul kpd

PresidePresiden

Menteri/Pimpinan LPND

GubernurIV

Preside

n

Konsultasi

Kewenangan

yg. ada

Keppres

Keterangan:: Garis konsultasi : Garis Koordinasi

: Garis Komando

12

3

4

PEMERINTAH PUSAT

IV

MENTERI

/ PLNDMENTERI

/ PLND

DINAS DAERAH

PROV.

PEJABAT

Pasal 129

UU 32/2004 Psl

GUBERNUR KDH PROPINSI

KBU KBL

Gambar : Instansi Pemerintah di Daerah, IV =Instansi Vertikal, PLND= Pimpinan

Lembaga Non Departemen, KBU = Kewenangan Bidang Utama, KBL=

Kewenangan Bidang Lain

IV

IV CAMAT

KDH K/K

DINAS

DAERAH K/K

PROV.

PEJABAT

UU 32/2004 Psl

10 (3)

• Di tingkat Kabupaten/ Kota, Bupati/Walikota bukan lagi sebagai Kepala Wilayah, sehingga PP Nomor 6 Tahun 1988 tidak dapat digunakan sbg landasan hukum melakukan koordinasi dengan Instansi Vertikal (IV) yang ada di Daerah.

• Kedudukan Bupati/Walikota sbg koordinator pemerintahan di daerahnya tidak diatur secara jelas di dalam UU Nomor 22 Tahun 1999.

• Karena Bupati/Walikota bukan lagi sbg Kepala Wilayah/Wakil Pemerintah Pusat di Daerah, maka komposisi dan hubungan kerja dalam Forum MUSPIDA perlu ditata ulang. Terlebih lagi setelah adanya perubahan paradigma kekuasaan di tingkat nasional.

D. KOORDINASI MENURUT UU NOMOR 32

TAHUN 2004

* Pengaturan koordinasi pemerintahan dalam UU Nomor

32/2004 sama tidak jelasnya dengan pengaturan pada UU

Nomor 22/1999. Pada UU ini, kedudukan Gubernur sbg

Wakil Pemerintah Pusat lebih kuat dibandingkan masa UU

22/1999. Gubernur mempunyai kewenangan untuk 22/1999. Gubernur mempunyai kewenangan untuk

mengevaluasi dan bahkan membatalkan Perda APBD

Kabupaten/Kota. Gubernur juga mempunyai kewenangan

untuk melakukan evaluasi terhadap usulan pengisian

jabatanb eselon II di tingkat Kabupaten/Kota.

PERUBAHAN PARADIGMA

PADA PEMERINTAHAN NASIONAL

• Dengan adanya amandemen UUD 1945 (amandemen I sd

IV), telah terjadi perubahan paradigma dalam pembagian

kekuasaan pemerintahan di tingkat nasional, dari

paradigma pembagian kekuasaan (distribution of power) ke

paradigma pemisahan kekuasaan (separation of power)

mengikuti model Trias Politica dari Montesqieu.mengikuti model Trias Politica dari Montesqieu.

* Pada UUD 1945 yang asli, kekuasaan pemerintahan terpusat

pada tangan Presiden, karena Presiden merupakan satu-

satunya mandataris MPR. Terlebih lagi pada penjelasan

UUD 1945 dikemukakan bahwa : “ Concentration of power

and responsibility upon The President”.

MODEL PEMBAGIAN KEKUASAAN

MENURUT UUD 1945 YANG ASLI

LEGISLATIF EKSEKTUTIF YUDIKATIF AUDITIF

(DPR) (PRESIDEN) (MA) (BPK)

= INTERVENSI KEKUASAAN

KETERANGAN :

• Pada UUD 1945 yang Asli dikemukakan bahwa

Presiden memegang kekuasaan membuat UU dengan

persetujuan DPR (pasal 5 ayat 1).

• Presiden mengangkat duta besar.

• Fungsi-fungsi peradilan berada di bawah Presiden.

• Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan • Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan

rehabilitasi.

• Ketua Badan Pemeriksa Keuangan diangkat oleh

Presiden.

• Ketua Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden.

MODEL PEMISAHAN KEKUASAAN

MENURUT UUD 1945 YANG DIAMANDEMEN

LEGISLATIF EKSEKTUTIF YUDIKATIF AUDITIF

(DPR) (PRESIDEN) (MA) (BPK)

-------- = Koordinasi dan kerjasama

KETERANGAN :

• Kekuasaan menyusun UU berada di tangan DPR,

dengan persetujuan Presiden (pasal 20 UUD 1945

Amandemen).

• Kekuasaan kehakiman berada di bawah Mahkamah

Agung dan bebas dari pengaruh pemerintah.( lihat UU

Nomor 4 Tahun 2004, khususnya pasal 2).Nomor 4 Tahun 2004, khususnya pasal 2).

• Ketua BPK diangkat dari Presiden berdasarkan

rekomendasi DPR.

• Dibangun Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan

persengketaan yang berkaitan dengan UUD.

• Perubahan paradigma pembagian kekuasaan menjadi pemisahan kekuasaan di tingkat nasional, berdampak pada hubungan antar unsur pemerintahan di tingkat Daerah. Mengingat Unsur pengadilan tidak lagi berada di bawah eksekutif – melainkan sebagai institusi di bawah MA yang bebas dari pengaruh kekuasaan cabang-cabang pemerintahan lainnya, maka komposisi MUSPIDA juga perlu disusun ulang. Unsur Pengadilan ( Pengadilan Negeri di tingkat Kabupaten/Kota dan Pengadilan Tinggi di tingkat tingkat Kabupaten/Kota dan Pengadilan Tinggi di tingkat Provinsi) sudah seharusnya tidak lagi menjadi anggota MUSPIDA.

* Diperlukan dasar hukum baru, sekurang-kurangnya dalam bentul PP yang mengatur tentang koordinasi pemerintahan di daerah sebagai pengganti PP Nomor 6 Tahun 1988.

• Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, Bupati/Walikota

tidak lagi berkedudukan sbg Kepala Wilayah. Dengan

demikian tidak otomatis mempunyai kewenangan

melakukan koordinasi instansi vertikal di daerah. Koordinasi

yang dijalankan saat ini, termasuk forum MUSPIDA hanyalah

meneruskan praktik pemerintahan yg selama ada tetapi

tanpa dasar hukum yg jelas. PP Nomor 6 Tahun 1988 tidak

berlaku lagi untuk Bupati/ Walikota maupun Camat.berlaku lagi untuk Bupati/ Walikota maupun Camat.

* Di dalam pasal 25 UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur

mengenai tugas dan wewenang Kepala Daerah sama sekali

tidak disinggung kewenangan mengenai melakukan

koordinasi pemerintahan.

• Instansi Vertikal yang ada di Daerah Kabupaten/

Kota antara lain :

a. Instansi TNI AD (Kodim) TNI AL yang

setingkat atau TNI AU yang setingkat;

b. Instansi Kepolisian ( Polres/Polresta dlsb);

c. Instansi Pengadilan (Pengadilan Negeri);

d. Instansi Kejaksaan (Kejaksaan Negeri);d. Instansi Kejaksaan (Kejaksaan Negeri);

e. Kantor Statistik;

f. Kantor Departemen Agama;

g. Badan Pertanahan Nasional Kab/Kota;

i. Instansi Vertikal lainnya yang bersifat tentatif.

KOORDINASI DI TINGKAT

KECAMATAN

• Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan

melainkan lingkungan kerja perangkat daerah.

• Camat bukan lagi Kepala Wilayah melainkan sebagai

perangkat Daerah.

• Pada pasal 126 ayat (3) UU Nomor 32/2004 disebutkan bahwa • Pada pasal 126 ayat (3) UU Nomor 32/2004 disebutkan bahwa

Camat menjalankan fungsi koordinasi terhadap

penyelenggaraan pemerintahan di tingkat kecamatan. Tetapi

mekanisme koordinasinya belum diatur secara jelas,

termasuk hubungan kerja dan kewenangan camat terhadap-

Instansi Vertikal dan Dinas Daerah yang ada di kecamatan.