kontruksi isu toleransi agama dalam media...
TRANSCRIPT
KONTRUKSI ISU TOLERANSI AGAMA DALAM
MEDIA ONLINE
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos,)
Oleh:
Putri Husnul Aprilia
1113051000132
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440H/2019M
2
2
3
3
4
4
i
ABSTRAK
Putri Husnul Aprilia/111305100132
Konstruksi Isu Toleransi Agama pada Media Online
Pemberitaan mengenai kasus toleransi agama memang
tidak ada habisnya, dari tahun ke tahun ada saja kasus toleransi
agama yang muncul ke kepermukaan dan diberitakan oleh media
massa. Media massa memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi
realitas dan dapat menggiring perspektif masyarakat ke arah nilai
atau ideologi yang di pahami media. Dalam memaknai toleransi
agama, terdapat perbedaan pembingkaian dan pemaknaan nilai
yang disampaikan media satu dengan media lain kepada
khalayak. Dengan menyampaikan penafsiran-penafsiran yang
berbeda, secara tidak langsung media menciptakan perbedaan
pemahaman di masyarakat khususnya dalam memahami
toleransi agama. Hal inilah yang terlihat dari empat media online
popular yakni Republika Online, Kompas.com, Tribunnews.com,
dan Detik.com dalam memberitakan isu mengenai toleransi
agama.
Dari penjabaran di atas, maka peneliti memunculkan
pertanyaan dalam penelitian. Bagaimana media Republika
Online, Kompas.com, Tribunnews.com, dan Detik.com tersebut
dalam membingkai pemberitaan mengenai toleransi beragama di
Indonesia?
Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian
konstruktivis dengan pendekatan penelitian kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan
dokumentasi. Penelitian ini menggunakan metode analisis
framing Robert N. Entman dengan empat elemen framingnya
yakni Problem Identification, Causal Interpretation, Moral
Evaluation, dan Treatment Recommendation.
ii
Berdasarkan hasil temuan yang telah peneliti paparkan,
terlihat perbedaan pembingkaian yang dilakukan oleh keempat
media online Republika Online, Kompas.com, Detik.com dan
Tribunnews.com dalam memberitakan isu toleransi agama.
Republika Online sebagai media yang dipelopori komunitas
muslim dalam konstruksinya memaknai toleransi agama
berdasarkan nilai-nilai. Lain halnya dengan Kompas.com,
Tribunnews.com dan Detik.com memandang toleransi agama
dalam konteks universal yang merujuk kearah nilai-nilai
keberagaman dan Hak asasi manusia (HAM).
Keyword: Framing, Berita, Isu Toleransi Agama.
iii
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam
yang tak pernah henti melimpahkan rahmat, serta taufik dan
hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Tidak lupa Shalawat serta salam penulis junjungkan
kepada nabi besar Muhammad SAW.
Alhamdulillahi rabbil’alamin penulis ucapkan, akhirnya
peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konstruksi
Isu Toleransi Agama di Media Online” ini. Dalam kesempatan
ini, peneliti ingin menyampaikan ucapan terimaksih sebesar-
besarnya kepada kedua orangtua peneliti, Ibunda Wiwi Sujati dan
Ayahanda Agus Irianto yang telah sabar dalam mendidik,
membiayai dan memberikan kasih sayang serta memanjatkan
untaian doa yang tak pernah putus untuk anak-anaknya. Semoga
Ibunda dan Ayahanda diberikan berkah kesehatan dan
keselamatan di manapun mereka berada oleh Allah SWT.
v
Selain itu, peneliti menyadari bahwa dalam proses
penyelesaian skripsi ini, banyak bantuan dan dorongan semangat
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Jakarta, Dr. H. Arief Subhan,
M.A. Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr.
Suparto, M.Ed, Ph.D. Wakil Dekan II Bidang
Administrasi Umum, Dr.Roudhonah, M.Ag. Wakil
Dekan III Bidang Kemahasiswaan Dr. Suhaimi,
M.Si.
2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si
dan Sekretaris, Dra. Hj Musfirah Nurlaily, M.A
yang banyak memberikan kemudahan, masukan,
dan solusi kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Dosen pembimbing skripsi, Bintan Humeira, M.Si
yang telah berkenan meluangkan waktu, memberi
arahan dan sangat sabar dalam membimbing
vi
peneliti sehingga skripsi ini selesai dengan baik
dan bermanfaat.
4. Narasumber penelitian, Editor Pemberitaan
Republika Online Karta Mas Raharja Ucu dan
Editor pemberitaan Kompas.com Mba Sabrina
Asril atas kesediaan meluangkan waktu untuk
membantu peneliti melengkapi data penelitian
yang dibutuhkan.
5. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuan yang bermanfaat kepada peneliti
sejak awal perkuliahan hingga selesai.
6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu
peneliti mengurus administrasi selama perkuliahan
dan penelitian skripsi.
7. Keluarga besar yang peneliti sayangi yakni Ayah
Agus Irianto, Ibu Wiwi Sujati, Eyang Sri
Sulistiawati yang selalu memberikan dukungan,
vii
doa, dan kesabaran untuk peneliti dalam proses
penyelesaian skripsi. Om dan tante serta adik-adik
yang selalu memberikan kebahagiaan dan hiburan
untuk peneliti.
8. Teman-teman dekat peneliti, Lulu Mawaddah,
Dina Karomatunisa, Illadiena Zulfa, Anzalia
Silma, Jasmine Nur Fitri, Khaleda Nur
Ayuningtiyas, Oktavia Rahmawati yang telah
berbagi semangat, motivasi, inspirasi, kebahagiaan
serta hiburan kepada peneliti. Semoga tali
silaturahmi kita tetap terjalin.
9. Kakak Senior Umi Kulsum dan Nofia Natasari
yang telah memberikan bantuan dan nasihat untuk
peneliti dalam proses pekerjaan skripsi.
10. General Manager Dedi Fahrudin dan seluruh
teman-teman peneliti di DNK TV yang telah
memberikan kesempatan peneliti mendapatkan
pengalaman di bidang pertelevisian selama tiga
viii
tahun dan teman-teman lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu.
11. Keluarga Besar KKN Rengasjajar 2016, anggota
kelompok KKN Fromature, Molly, Subhan, Iis,
Widya, Mahda, Mahdi, Cupi, Ubay, Rafli.
Terimakasih sudah memberikan kebahagiaan dan
pengalaman yang sangat berharga.
12. Teman- teman Konsentrasi Jurnalistik angkatan
tahun 2013, Afri, Rara, Firda, Putri Irma, Martini,
dan teman-teman lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Terima kasih atas
kebersamaannya selama menempuh perkuliahan.
13. Semua pihak yang telah memberi kontribusi dalam
penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat peneliti
sebutkan satu per satu, namun hal ini tidak
mengurangi rasa hormat dan ucapan terimakasih
peneliti.
Peneliti hanya dapat mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang berkontribusi dan memberikan dukungan
ix
untuk peneliti. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat
dan kasih saying-Nya kepada kita semua. Peneliti mohon maaf
apabila masih banyak kekeliruan dan kesalahan dalam pembuatan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk
para pembaca. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ciputat, Februari 2019
Putri Husnul Aprilia
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................. xii
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. ......................................................................................L
atar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. ......................................................................................B
atasan Masalah dan Rumusan Masalah ............................... 8
C. ......................................................................................T
ujuan Penelitian ................................................................... 9
D. ......................................................................................M
anfaat Penelitian .................................................................. 9
E. ......................................................................................T
injauan Pustaka .................................................................... 10
F. ......................................................................................K
erangka Teori ....................................................................... 15
G. ......................................................................................M
etodelogi Penelitian ............................................................. 19
H. ......................................................................................S
istematika Penulisan ............................................................ 20
xi
BAB II : LANDASAN TEORI DAN KERANGKA
KONSEPTUAL .................................................................................... 23
A. ......................................................................................A
nalisis Framing .................................................................... 23
B. ......................................................................................M
edia Online .......................................................................... 37
C. ......................................................................................B
erita ...................................................................................... 40
D. ......................................................................................T
oleransi Agama .................................................................... 46
BAB III : GAMBARAN UMUM ........................................................ 61
A. ......................................................................................P
rofil Republika Online ......................................................... 61
B. ......................................................................................P
rofil Kompas.com ................................................................ 65
C. ......................................................................................P
rofil Detik.com .................................................................... 73
D. ......................................................................................P
rofil Tribunnews.com .......................................................... 85
BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS DATA ................................... 91
A. ......................................................................................A
nalisis Framing Roberrt N. Entman Republika Online ....... 91
B. ......................................................................................A
nalisis Framing Roberrt N. Entman Kompas.com .............. 103
xii
C. ......................................................................................A
nalisis Framing Roberrt N. Entman Detik.com ................... 115
D. ......................................................................................A
nalisis Framing Roberrt N. Entman Tribunnews.com ......... 129
E. ......................................................................................I
nterpretasi ............................................................................ 138
BAB V : PENUTUP ............................................................................. 163
A. ......................................................................................K
esimpulan ............................................................................ 163
B. ......................................................................................S
aran ...................................................................................... 165
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perangkat Framing Robert N. Entmant ............................. 17
Tabel 2.1 Dimensi Framing Robert N. Entman ............................... 33
xiii
Tabel 2.2 Perangkat Framing Robert N. Entmant ............................. 34
Tabel 3.1 Redaksi dan Managemen Republika Online ..................... 63
Tabel 3.2 Struktur Republika Online ............................................... 65
Tabel 3.3 Struktur Editorial Kompas.com ....................................... 69
Tabel 3.4 Redaksi Detik.com ............................................................ 76
Tabel 3.5 Redaksi Tribunnews.com .................................................. 86
Tabel 3.6 Struktur Redaksi Tribunnews.com Newsroom
Jakarta .............................................................................................. 88
Tabel 4.1 Pembingkaian Pemberitaan “ Merayakan
Keharmonisan”
Republika Online ............................................................................. 91
Tabel 4.2 Pembingkaian Pemberitaan
“Acara Cap Go Meh Digelar di Masjid, MUI:Astagfirullah!”
Republika Online ............................................................................ 97
Tabel 4.3 Pembingkaian Pemberitaan “Menjaga Toleransi
Lewat Peraturan Daerah” Kompas.com ............................................ 103
Tabel 4.4 Pilkada DKI Dikhawatirkan Timbulkan Intoleransi
di Lingkungan Sekolah Kompas.com .............................................. 111
Tabel 4.5 Pembingkaian Pemberitaan ICMI : Ada Bupati
Tionghoa di Kabupaten 99 Persen Muslim Detik.com .................... 115
Tabel 4.6 Pembingkaian Pemberitaan “Damainya Imlek di
Peunayong, Aceh : Bukti Indahnya Keberagaman Agama”
Detik.com ......................................................................................... 122
xiv
Tabel 4.7 Pembingkaian Pemberitaan “Toleransi dan Jaminan
Hak Kebebasan Beragama Masih Jadi Tantangan di
Indonesia” Tribunnews.com ............................................................. 129
Tabel 4.8 Pembingkaian Pemberitaan “Ketua MPR Sebutkan
Daerah-Daerah yang Patut Dijadikan Contoh Toleransi
Beragama” Tribunnews.com ............................................................ 135
1
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara multikultural yang memiliki
bermacam suku, ras, bahasa, dan agama. Dengan populasi hampir
270.054.853 juta jiwa, Indonesia adalah negara dengan
mayoritas Muslim terbesar di dunia yakni lebih dari 230 juta
jiwa. Meski terkenal sebagai negara dengan berpenduduk
mayoritas muslim, sedikitnya terdapat enam agama yang diakui
oleh negara, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan
Konghucu. Keenam umat agama ini hidup berdampingan dalam
kehidupan sosial bangsa dan negara.
Sebagai negara multikultural toleransi menjadi sikap yang
harus dimiliki setiap individu masyarakat Indonesia. Bagi
Indonesia toleransi adalah jati diri bangsa, hal initerlihat dari
falsafah “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki arti “ Berbeda-
beda namun tetap satu” yang telah menjadi semboyan persatuan.
Toleransi Indonesia pun telah menjadi contoh yang diakui dunia,
seperti yang disampaikan mantan Presiden Amerika Serikat
Barack Obama saat kunjungannya ke Indonesia “ Semangat
negara ini adalah toleransi. Masjid dan gereja bersisian, orang-
orang hidup berdampingan. Indonesia menjadi contoh bagi
negara lainnya. Bhineka tunggal ika,” ujar Obama1. Namun,
1http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/07/01/osekf
7-obama-toleransi-indonesia-jadi-contoh-bagi-negara-lain.
2
tidak dapat dipungkiri bahwa keberagaman yang ada tak jarang
memunculkan perbedaan-perbedaan yang memicu gesekan di
masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus intoleransi yang
muncul di Indonesia dan menjadi pemberitaan di media massa.
Sepanjang tahun 2016 saja, berdasarkan pengaduan yang diterima
Komnas HAM, tercatat ada 97 kasus intoleran. Data ini
meningkat, karena pada 2014 tercatat ada 76 kasus dan 87 kasus
pada 2015. Jawa Barat adalah daerah dengan jumlah aduan
tertinggi. Di urutan kedua adalah DKI Jakarta.2
Pemberitaan mengenai kasus bernuansa agama memang
tidak ada habisnya, dari tahun ke tahun ada saja kasus bernuansa
agama yang muncul ke kepermukaan. Seperti kasus penistaan
agama mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok pada 2016 lalu yang
memicu aksi protes dan demo besar besaran yg dilakukan oleh
organisasi masyarakat Islam di Indonesia. Berbagai kasus seperti
penolakan pembangunan rumah ibadah di beberapa daerah juga
turut menjadi jurnal cerita kasus-kasus intoleransi yang terjadi di
Indonesia. Seperti kasus Masjid As-Syuhada di Kompeks
Aerujang, kota Belitung pada tahun 2015, kasus Masjid Al-
Khairiyah di Eks kampung Teksas Manado pada tahun 2016, dan
kasus penolakan gereja Santa Clara yang terjadi di Bekasi Utara
pada 2017 yang berujung pada kerusuhan antara ormas Islam dan
aparat keamanan. Tak hanya itu, jika menelisik kebelakang
2“Pada 2016 Intoleransi Meningkat”. Diunduh pada 18 Mei 2017
pukul 20:27 WIB dari http://komnasham.go.id/pada-2016-intoleransi-
meningkat.html..
3
terdapat beberapa kasus konflik yang disebabkan perbedaan
agama. Seperti konflik Poso yang terjadi antara umat islam dan
umat kristen. Konflik ini berlangsung dari tahun 1998 hingga
tahun 2000 yang berujung kepada kekerasan dan menyebabkan
banyak korban berjatuhan3. Peristiwa-peristiwa tersebut
menunjukan bahwa toleransi agama di Indonesia memiliki sisi
sensitif yang apabila terjadi gesekan bisa menyebabkan konflik
berkepanjangan.
Sebagai alat pendistribusi informasi, media massa
memiliki peran penting dalam membangun toleransi antar umat
beragama, media memiliki kemampuan untuk memberikan
pemahaman kepada khalayak akan keberagaman yang ada di
muka bumi ini4. Hal ini dikarenakan media massa memiliki
kemampuan untuk mengkonstruksi realitas dan menyebarkan
hasil konstruksinya ke khalayak luas secara simultan. Konstruksi
media ini dapat menggiring opini dan perspektif masyarakat ke
arah nilai atau ideologi yang di pahami media. Dalam
menjalankan praktik jurnalisme media massa memiliki beberapa
fungsi yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun
1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Hal ini dimaksudkan
3 “7 Contoh Konflik Antar Agama yang Pernah Terjadi di Indonesia”.
Diunduh pada 11 Maret 2018 pukul 15:30 WIB, dari
http://hukamnas.com/contoh-konflik-antar-agama
4“Media Berperan Membangun Toleransi Umat
Beragama”https://www2.kemenag.go.id/berita/79895/media-berperan-
membangun-toleransi-umat-beragama , diakses pada 28 Januari 2019 pukul
10:02 WIB
4
agar media massa atau pers dapat menjalankan fungsinya secara
profesional, memenuhi hak, dan kewajibannya5.
Namun, dalam perjalanannya, media massa atau pers
sering melupakan prinsip dan fungsinya. Pergeseran prinsip dan
kode etik ini dikarenakan pengaruh kekusasaan ideologi yang
meliputi industri perusahaan media. Fenomena kebebasan media
atau pers pasca reformasi membuat media memiliki kebebasan
dalam menunjukan keberpihakan. Media yang seharusnya
menjadi alat menyebarkan perdamaian, tak jarang berubah
menjadi alat profokatif para pemilik kepentingan yang cenderung
memanas-manasi sebuah peristiwa, salah satunya adalah
peristiwa konflik keagamaan atau SARA. Seperti yang dikatakan
oleh Mentri Luar Negri Retno Marsudi dalam pemberitaan
Tempo.co (2/11/17) “ Masih ada kebijakan Redaksional yang
sering memanas-manasi ketika terjadi konflik antar kelompok
agama”, disamping peran media yang seharusnya membawa
pesan-pesan damai bagi dunia6. Hal ini menunjukan bahwa
media massa tidak hanya menyampaikan konstruksi realitas,
namun secara tidak langsung mendefinisikan realitas dengan
tujuan untuk mengarahkan publik kearah wacana kepentingan
yang dipahami media. Kecenderungan media dalam memanas-
5 “Pedoman”. Diunduh pada 11 Maret 2018 pukul 14:40 WIB, dari
https://inside.kompas.com/pedoman
6 Shinta Maharani. 2017. “ Menteri Luar Negeri Retno Bicara Media
massa dan Resolusi Konflik”. Di unduh pada 2 november 2017 pukul 8:35
WIB, dari https://nasional.tempo.co/read/1025639/menteri-luar-negeri-retno-
bicara-media-massa-dan-resolusi-konflik
5
manasi suatu peristiwa ini secara tidak langsung memiliki
dampak pada perubahan nilai-nilai di masyarakat dan dapat
memicu timbulnya kebencian terhadap perbedaan atau kepada
kelompok tertentu. Bahasa dan perang wacana yang seringkali
ditampilkan oleh media terhadap suatu peristiwa dapat
mempengaruhi perubahan sikap, prilaku dan tindakan
masyarakat. Hal ini tentu saja dikhawatirkan dapat mengganggu
keutuhan dan persatuan bangsa. Kesalahan media memberitakan
suatu peristiwa akan berakibat pada hubungan antar umat
beragama.
Federasi Jurnalis Internasional UN/UNESCO dalam
seminar Promosi Media Independen dan Pluralis di Sofia,
Bulgaria pada tahun 1997 mengatakan bahwa kecenderungan
media menghadirkan prasangka-prasangka halus dan label
mengenai suatu etnik, agama, atau kelompok tertentu mampu
meningkatkan tindakan intoleransi di masyarakat.
Kecenderungan media ini diakibatkan adanya tekanan yang di
hadapi media massa dari berbagai aspek, mulai dari kompetisi
yang tinggi antar media dalam menarik minat khalayak, hingga
tekanan dan interfensi dari pihak yang memiliki kepentingan
tertentu.7 Selain itu, konstruksi isu yang ditampilkan media
mengenai isu keberagaman, perbedaan, dan toleransi juga
dipengaruhi oleh ideologi perusahaan media. Hal ini
menyebabkan adanya perbedaan pembingkaian dan pemaknaan
7 Federasi Jurnalis Internasional dalam jurnal “Media and Tolerance”,
(UN/UNESCO, Bulgaria: 1997), hal. 2-3.
6
nilai-nilai mengenai keberagaman dan toleransi yang
disampaikan media satu dengan media lain kepada khalayak.
Karena itulah, peneliti tertarik untuk meneliti konstruksi
makna toleransi agama pada media massa khususnya media
online. Peneliti menjadikan media online sebagai objek penelitian
dikarenakan media online merupakan media berbasis teknologi
internet yang memungkinkan masyarakat mengakses berbagai
informasi dengan genggaman tangan. Berbeda dari media massa
yang lain seperti televisi, radio, dan koran. Media online
merupakan media yang dapat menyajikan informasi lebih cepat,
lebih interaktif, dan lebih aktual.
Dalam rangka mengetahui konstruksi media massa dalam
memberitakan toleransi agama di Indonesia, peneliti
menggunakan Analisis Framing Robert N. Entman sebagai
metode penelitian. Analisis Framing merupakan pendekatan yang
bertujuan untuk mengetahui bagaimana wartawan atau media
membingkai dan mengkonstruksi suatu peristiwa. Framing
melihat bagaimana cara pandang yang digunakan oleh wartawan
ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang inilah
yang nantinya menentukan fakta yang diambil, bagian mana yang
ditonjolkan, dan bagian mana yang dihilangkan, serta akan di
bawa kemana berita tersebut. Alasan peneliti menggunakan
framing model Entman dikarenakan pengertian dan definisi
framing yang dirumuskan oleh Entman adalah salah satu
pengertian yang paling banyak digunakan oleh banyak peneliti.
Berbeda dengan Analisis Framing Zhondang yang merinci pada
7
elemen retoris, Framing Entman lebih bergerak pada bagaimana
peristiwa dipahami dan bagaimana pemilihan fakta yang
ditampilkan dalam pemberitaan. Hal ini sesuai dengan maksud
penelitian yang penulis yakni untuk melihat maksud atau
pemaknaan media akan isu toleransi agama
Fokus penelitian ini memaparkan konstruksi media dalam
memberitakan berita bertema toleransi agama. Peneliti memilih
empat media online popular sebagai objek penelitian, yakni
antara lain Republika.co.id, Kompas.com, Tribunnews.com, dan
Detikcom. Keempat media tersebut dipilih karna keempatnya
memiliki keunggulan dan ciri khas yang menonjol dibandingkan
dengan media lain. Republika.co.id dan Kompas.com dikenal
memiliki sudut pandang yang bersebrangan. Hal ini dikarenakan
kedua media tersebut lahir dari latar belakang agama yang
berbeda. Seperti yang telah diketahui, Republika merupakan
koran nasional yang dilahirkan dari kalangan komunitas muslim.8
Begitupun dengan Kompas.com, bentuk situs daring dari koran
Harian Kompas ini merupakan pers yang pada awalnya dibentuk
oleh Partai Katolik untuk menandingi pers komunis yang sedang
berkembang pada masanya. Sedangkan, dua media online lain
yakni Tribunnews.com dan Detik.com dipilih dikarenakan
keduanya memiliki rating pembaca yang paling tinggi dalam situs
Alexa.com. Detik.com menjadi situs pemberitaan yang
menempati peringkat ke-2 dengan traffic web sebesar 17.30%,
8 “Republika”. Di unduh pada 15 November 2017 pukul 09:40 WIB,
dari https://id.wikipedia.org/wiki/Republika_(surat_kabar).
8
dan Tribunnews.com menduduki posisi ke-1 dengan traffic web
sebesar 31.70%. Peringkat tinggi yang ditunjukan keduanya
memperlihatkan bahwa kedua portal ini menjadi portal yang
paling banyak dikunjungi masyarakat. Dengan meneliti Framing
yang dilakukan keempat media online tersebut, penulis berharap
dapat mengetahui kencenderungan pembingkaian yang dilakukan
oleh keempat media dalam mengkonstruksi isu Toleransi
beragama di Indonesia.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis
memutuskan untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul
Konstruksi Isu Toleransi Agama dalam Media Online (
Analisis Framing Robert N. Entman ).
B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Penulis membatasi penelitian pada Analisis
Framing Robert N Entman Pemberitaan Isu Toleransi
Agama di empat media yakni Republika Online,
Kompas.com, Tribunnews.com, dan Detik.com yang terbit
pada bulan Januari-Mei 2017. Hal ini dikarenakan waktu
tersebut bertepatan dengan momen Pilkada DKI Jakarta
yang dalam pelaksanaannya diwarnai dengan sensitifitas
etnis dan agama, serta bertepatan dengan beberapa
perayaan budaya dan agama diantaranya adalah tahun
baru Imlek (28 Januari), dan Cap Go Meh. Dari bulan
Januari hingga Mei sedikitnya terdapat 99 pemberitaan
9
toleransi agama yang dirilis oleh Republika online, 34
pemberitaan Kompas.com, 47 pemberitaan Detik.com,
dan 29 pemberitaan yang dirilis Tribunnews.com. Peneliti
memilih dua pemberitaan dari masing-masing media yang
dapat mewakili dan menunjukan pembingkaian media
online mengenai toleransi agama.
2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini adalah :
Bagaimana Republika Online, Kompas.com,
Tribunnews.com, dan Detik.com membingkai
pemberitaan bertema Toleransi Agama?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini, yaitu :
Untuk mengetahui pembingkaian berita-berita
mengenai Toleransi Beragama pada media online
Republika Online, Kompas.com, Tribunnews.com, dan
Detik.com.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi di bidang akademis terutama ilmu komunikasi
tentang analisis framing media massa. Tak hanya itu,
penulis juga berharap riset ini dapat dijadikan sebagai
bahan informasi, data, serta referensi bagi Mahasiswa di
Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah, khususnya bagi jurusan Jurnalistik.
10
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan kepada masyarakat tentang bagaimana media
mengkonstruksikan makna mengenai toleransi agama
melalui cara pandang yang dibangun oleh media massa.
Selain itu, penelitian ini dapat memberikan
konstribusi pemikiran kepada media massa, khususnya
media online Republika Online, Kompas.com,
Tribunnews.com, dan Detik.com.
E. Tinjauan Pustaka
Setelah peneliti melakukan telaah terhadap
beberapa penelitian,terdapat penelitian yang memiliki
keterkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan :
1. Penelitian Triyono Lukmantoro (2014)
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas FISIP UNDIP
Semarang, dengan judul “ Retorika Tentang
Toleransi Antar Umat beragama : Analisis Wacana
pada Berita-berita Bertopik Tolerannsi Agama
pada situs Pemberitaan Detik.com dan
Kompas.com”
Penelitian ini ingin melihat bagaimana Retorika
media online Detik.com dan Kompas.com dalam
memberitakan kasus toleransi agama. Peneliti
melakukan penelitian pada pemberitaan peristiwa
toleransi Syiah Sampang. Penelitian ini menggunakan
metode Analisis Wacana Kritis yang dikemukakan
oleh Taeun A. Van Dijk (1993). Objek penelitian ini
11
meliputi berita-berita pada periode tahun 2013 yang
berkaitan dengan permasalahan toleransi antar umat
beragama yang ditampilkan Detik.com dan
Kompas.com.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Konflik
yang terjadi antara penganut Islam Sunni dengan
penganut Islam Syiah di Sampang, Madura, dihadirkan
Detik.com bukan sebatas sebagai konflik sebuah
keluarga, melainkan sebagai persoalan yang memiliki
sebab dan akibat. Sedangkan Kompas.com
menghadirkan pemberitaan tersebut dalam berbagai
sudut pandang pemberitaan. Bukan hanya peristiwa
pengusiran para pengikut Syiah yang menjadi fokus
perhatian Kompas.com, melainkan terdapat sejumlah
pokok persoalan yang menyertainya juga dibicarakan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan penulis terdapat pada tema penelitian
yang di ambil, yakni sama-sama mengangkat tema
“Toleransi Beragama”. Persamaan juga terdapat pada
jenis media massa yang diteliti yakni meneliti media
online sebagai subjek penelitian. Sedangkan perbedaan
terdapat pada metode penelitian dan media online yang
diteliti. Penulis menggunakan Analisis Framing Robert
N. Entman sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Triyono Lukmantoro menggunakan Analisis Wacana
Van Disk sebagai metode penelitian. Selain itu,
Triyono Lukmantoro juga menelisik mengenai
12
Retorika yang digunakan media online dalam
memberitakan kasus toleransi antar agama. Sedangkan
penelitian yang dilakukan penulis bermaksud melihat
perbandingan konstruksi pemberitaan isu Toleransi
antar Agama dalam media online Republika.co.id,
Kompas.com, Tribunnews.com, dan Detik.com
2. Penelitian Zubaidah Fakultas Dakwah
Istitusi Agama Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya yang berjudul “Analisis Framing Seputar
Pemberitaan Pluralisme Pasca Wafatnya Gus Dur
Di Harian Kompas dan Jawa Pos” .
Penelitian ini memaparkan deskripsi atau
pandangan media dalam mengkonstruksi berita
pluralisme pasca wafatnya Gus Dur. Objek penelitian
nya meliputi pemberitaan headline pada media Jawa
Pos dan Harian Kompas.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian
penulis terdapat pada tema atau konsep yang diangkat
yakni sama-sama mengangkat wacana keberagamaman
di Indonesia, dalam hal ini penulis meletakan fokus
pada toleransi antar umat beragama. Selain itu
persamaan juga terlihat pada metode penelitian yang
digunakan yakni metode penelitian kualitatif dengan
Analisis
Sedangkan perbedaan terdapat pada model
analisis framing yang digunakan, peneliti
13
menggunakan analisis Robert N. Entman sedangkan
penulis menggunakan pendekatan Zhondang Pan dan
Gerald M. Kosicki. Selain itu perbedaan juga terdapat
pada jenis dan jumlah media yang dijadikan subjek
penelitian. Penulis menggunakan media online sebagai
subjek penelitian sedangkan Penulis menggunakan
media online sebagai subjek penelitian sedangkan
Zubaidah menggunakan media cetak yakni koran
sebagai subjek penelitiannya. Penulis meneliti empat
media online yakni Republika.co.id, Kompas.com,
Tribunnews.com, dan Detik.com.
3. Penelitian Rif’atul Mahmudah (2016)
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta dengan judul “ Framing
Pemberitaan Insiden Pembakaran Masjid di
Tolikara Pada SKH Kompas dan Republika”
Penelitian ini ingin melihat bagaimana
Framing SKH kompas dan Republika dalam
memberitakan Kerusuhan Tolikara. Peneliti melakukan
penelitian pada pemberitaan KSH Kompas dan
Republika edisi 20-24 Juli 2015. Peneliti beranggapan
bahwa masih banyak masyarakat yang mengkritik
media-media nasional yang di nilai kurang fair (adil)
dalam memberitakan kasus SARA seperti peristiwa
14
Tolikara ini. Penelitian ini menggunakan metode
analisis Framing model Robert N. Entman.
Hasil penelitian yang dilakukan peneliti
menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara KSH
kompas dan Republika dalam membingkai kasus
konflik agama di Tolikara ini. KSH kompas
mengungkapkan bahwa kasus Tolikara merupakan
kasus Hukum dan peristiwa penyerangan yang
dilakukan merupakan hasil dari kesalahpahaman
sehingga tidak ada pihak yang perlu disalahkan, dan
menyajikan solusi terbaik masalah ini adalah saling
memafkan dan mengutamakan toleransi serta
mencegah provokasi. Sedangkan Republika
menganggap kasus ini sebagai kasus hukum yakni
berupa tindakan kekerasan dan diskriminasi terhadap
pemeluk agama lain. Sehingga tindakan tersebut
dianggap sebagai tindakan melanggara Hak asasi
manusia, dan solusi yang disajikan adalah penegakan
hukum yang adil dan trasnparan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan penulis terdapat pada tema
pemberitaan yang digunakan, yakni sama-sama
meneliti pemberitaan mengenai kasus toleransi antara
agama. Sedangkan perbedaan terdapat pada model
analisis framing yang digunakan, peneliti
menggunakan analisis Robert N. Entman sedangkan
15
penulis menggunakan pendekatan Zhondang Pan dan
Gerald M. Kosicki. Selain itu perbedaan juga terdapat
pada jenis dan jumlah media yang dijadikan subjek
penelitian. Penulis meneliti empat media online yakni
Republika.co.id, Kompas.com, Tribunnews.com, dan
Detik.com.
F. Kerangka Teori
Analisis framing menurut Todd Gitlin adalah sebuah
strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan
sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca.
Setiap hari jurnalis berhadapan dengan beragam peristiwa dengan
berbagai pandangan dan kompleksitasnya, melalui framing,
jurnalis mengemas peristiwa yang kompleks menjadi peristiwa
yang dapat dipahami, dengan perspektif tertentu dan lebih
menarik perhatian khalayak.
Ada dua aspek dalam framing yakni memilih fakta/realitas
dan menuliskan fakta. Dalam proses pemilihan fakta terdapat dua
kemungkinan, apa yang dipilih (include) dan apa yang dibuang
(exlude). Bagian mana yang diberitakan dan bagaimana yang
tidak diberitakan? Penekanan aspek tertentu dilakukan dengan
memilih angle tertentu, memili fakta tertentu, dan melupakan
fakta lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek
lainnya. Peristiwa dilihat hanya dari sisi tertentu. Sehingga,
pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda
antara satu media dengan media lain.
Sedangkan aspek menuliskan fakta berhubungan dengan
bagaimana fakta yang dipilih di sajikan kepada khalayak.
16
Bagaimana fakta yang dipilih ditekankan dengan pemakaian
perangkat tertentu yang mengakibatkan aspek tertentu yang
ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapatkan alokasi dan
perhatian yang besar dibandingkan aspek lainnya.Sehingga
dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan
diingat oleh khalayak.
Hal ini juga terlihat pada pembingkaian media mengenai
isu toleransi agama. Media massa dengan bebas menentukan
bagian mana dari sebuah peristiwa toleransi yang harus
ditonjolkan dan bagian mana yang disembunyikan. Pembingkaian
yang dilakukan setiap media massa berbeda tergantung bagaimana
ideologi dan keyakinan yang dimiliki media mengenai suatu
peristiwa.9
Untuk meneliti dan membongkar bagaimana media massa
khususnya media online Republika Online, Kompas.com,
Detik.com dan Tribunnews.com dalam membingkai pemberitaan
bertema toleransi agama, peneliti menggunakan Analisis Framing
model Robert N. Entmant. Robert N. Entman adalah seorang ahli
yang meletakan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi
media. Dalam konsepsi Entman, framing sering digunakan untuk
menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu
dari realitas oleh media. Framing dipandang sebagai penempatan
informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga suatu isu
9 9 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2011), Cet. VI, hlm. 80-83
17
mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu lain.10 Perbedaan
analisis framing model Entman dengan analisis framing model
lain yakni model Entman bergerak pada level bagaimana
peristiwa dipahami oleh media dan membongkar bagaimana
pemilihan fakta yang ditampilkan oleh media massa. Berbeda
dengan model framing Pan dan Kosicki yang lebih menekankan
mengenai penggunaan elemen retoris untuk menunjukan
perangkat framing, dan model gamson yang menekankan
mengenai penandaaan dalam bentuk simbolik dan retorika.
Model framing Entman tidak merinci secara detail
mengenai elemen retoris, meski dalam tingkatan analisisnya
Entman tidak sepenuhnya mengabaikan elemen tersebut. Oleh
karena itu, Robert N. Entman menggambarkan framing dengan
empat perangkat yang dimilikinya yakni Problem Identification,
Causal Interpretation, Make Moral Judgment, dan Treatment
Identification.
Tabel 1.1
Perangkat Framing Robert N. Entmant
Define Problem (
Pendefinisian
Masalah)
Bagaimana peristiwa
dimaknai oleh
wartawan. Sebagai
apa? Atau sebagai
masalah apa?
Diagnose Causes Membingkai siapa
10 Robert N Entman dalam
https://id.wikipedia.org/wiki/Robert_N._Entman diakses pada 28 Maret 2018
18
(
Memperkirakan
masalah atau
sumber masalah
)
yang dianggap
sebagai aktor atau
penyebab dari suatu
peristiwa.
Make Moral
Judgment (
Membuat
keputusan moral
)
Memberikan
argumentasi atau
pembenaran pada
pendefinisian
masalah yang sudah
dibuat. Nilai moral
apa yang dipakai
untuk menjelaskan
masalah da
mendelegitimasi
suatu tindakan?
Treatment
Recommendation
(Menekankan
Penyelesaian)
Jalan apa yang
dikehendaki oleh
wartawan untuk
menyelesaikan
masalah.
Penyelesaian apa
yang ditawarkan
untuk mengatasi
suatu isu atau
masalah?
19
G. Metodelogi Penelitian
1. Metode penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
kualitatif. Metode kualitatif bersumber dari pandangan
fenomenologis. Pendekatannya berasumsi bahwa “subject matter”
suatu ilmu sosil amat berbeda dengan “subject matter” dari ilmu
fisik/alamiah dan mempersyaratkan tujuan yang berbeda untuk
inkuiri dan seperangkat metode pebelidikan yang berbeda.
Induktif, berisi nilai (subjektif), holistik, dan beroriantasi proses.11
Penelitian kualitatif memiliki sifat deskriptif analitik. Data
yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil
pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangann, tidak
dituangkan dalam bentuk dan angka-angka. Peneliti melakukan
analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan,
membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya. Hasil
analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti
yang disajikan dalam bentuk uraian naratif. Penelitian kualitatif
berisfat induktif. Penelitian tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi
dimulai dari lapagan yakni fakta empiris. Penelitian ini lebih
mengutamakan makna. Makna diungkap berkisar pada presepsi
orang mengenai suatu peristiwa.
2. Subjek dan objek penelitian
Dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah
Pemberitaan Pemaknaan Toleransi pada media online. Sedangkan
11Andi Prastowo. Memahami Metode-metode Penelitian (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011), Cet. I, h. 50-51
20
objek penelitiannya adalah pembingkaian berita-berita Toleransi
pada media online Republika Online, Kompas.com,
Tribunnews.com, dan Detik.com.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data, peneliti menggunakan
cara-cara seperti :
1. Observasi : Observasi yang dilakukan oleh
peneliti adalah dengan melakukan pengamatan pada artikel berita
mengenai Toleransi Beragama yang dirilis oleh media Republika
Online, Kompas.com, Detik.com dan Tribunnews.com.
2. Wawancara : dalam rangka melengkapi dan
mendukung data penelitian, peneliti juga melakukan wawancara
dengan beberapa key informan yang relevan dengan subtansi
masalah penelitian.
H. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi pendahuluan yang membahas mengenai latar
belakang, batasan, dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penelitian.
BAB II : LANDASAN TEORI DAN KERANGKA
KONSEPTUAL
Berisi landasan teori. Berisi penjelasan paradigma
yang digunakan dalam penelitian, metode analisis isi,
banyaknya populasi dan sampel serta uji reliabelitas.
BAB III : GAMBARAN UMMUM
21
Berisi profil dan sepak terjang media online
Republika.co.id, Kompas.com, Tribunnews.com, dan
Detik.com
BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Berisi Analisis hasil temuan dan interpretasi
penelitian.
BAB V : PENUTUP
Berisi kesimpulan dari hasil penelitian. Berisi
kesimpulan jawaban masalah yang telah dirumuskan secara
singkat, kemudian saran-saran untuk media yang
bersangkutan dan berkaitan dengan hasil temuan dalam
penelitian.
23
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Analisis Framing
1. Pengertian Framing
Dalam penelitian teks media, analisis framing merupakan
salah satu metode yang digunakan para peneliti untuk
membongkar strategi konstruksi yang dilakukan media massa.
Metode ini digagas pertama kali oleh Beterson pada tahun 1955
yang lebih lanjut dikembangkan oleh Goffman pada tahun 1974.
Goffman melihat framing sebagai kepingan-kepingan prilaku
yang membingkai individu dalam membaca realitas.12
Eriyanto dalam buku Analisis Framing Konstruksi
Ideologi dan Politik Media menyebutkan beberapa ahli yang
turut mendefinisikan Framing yakni antara lain: Todd Gitlin yang
merupakan seorang sosiologis memandang framing sebagai
sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan
disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada
khalayak pembaca.13 Sedangkan G.J. Aditjondro mendefinisikan
framing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran
12 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2011), h. 70
13 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media, h. 69
24
tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan di
belokan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap
aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah
yang memiliki konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto,
karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. 14
Framing adalah analisis teks yang berada dalam
paradigma penelitian konstruksionis yang digunakan untuk
mengetahui bagaimana realitas dikonstruksi oleh media.15
Dengan menggunakan analisis framing seorang peneliti dapat
melihat bagaimana perspektif yang digunakan wartawan ketika
menyeleksi isu dan menulis berita. Perspektif wartawan itulah
yang menentukan bagian mana yang digunakan dan dihilangkan
dari suatu peristiwa dalam penulisan berita. Dalam Paradigma
Konstruksionis realitas sosial tidaklah dipandang sebagai suatu
yang natural melainkan merupakan produk dari kegiatan
konstruksi.16
Dengan framing, media dapat menggiring opini dan
prespektif khalayak kedalam pesan dan nilai-nilai yang
disampaikan pada pemberitaan. Seorang wartawan dapat
menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan memahami
14 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media,h. 65
15 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media, h. 3.
16 Muslim, “Kontruksi Media Tentang Serangan Israel Terhadap
Libanon”. Diunduh pada 11 November 2017, dari
https://jurnal.kominfo.go.id/index.php/jskm/article/download/170104/117
25
peristiwa dalam kaca mata tertentu. Hal inilah yang disebut
sebagai kekuatan media dalam menggiring opini dan prespektif
masyarakat.17 Dalam proses framing, media memiliki beberapa
aspek pendukung dalam mengkonstruksi teks pemberitaan, aspek
ini meliputi pemilihan bahasa atau kata, penempatan headline,
dan pemilihan latar tempat suatu berita. Dengan memperhatikan
aspek-aspek ini seorang peneliti mampu membongkar strategi
media dalam mengemas suatu pemberitaan.18
Media memandang peristiwa bukan sebagai sesuatu yang
harus diterima dan didistribusikan kepada khalayak apa adanya,
melainkan sebagai suatu bahan konstruksi yang bisa diolah secara
aktif oleh media berdasarkan ideologi dan nilai-nilai yang
dimilikinya. Realitas yang hadir dalam suatu peristiwa
dikembangkan oleh media sebelum dihadirkan kepada khalayak.
Sehingga, yang menjadi titik perhatian dalam analisis framing
bukanlah apakah media memberitakan dengan cara negatif atau
posistif, melainkan membongkar bingkai yang dikembangkan
oleh media untuk menyajikan realitas dari sebuah peristiwa.19
Framing menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis
Framing. Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media berasal dari
dua konsepsi, yaitu konsepsi psikologis dan sosiologis. Dalam
konsep psikologis, framing dilihat sebagai strategi wartawan
17 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2011), h. 27
18 Jumroni dan Suhaemi, Metode-metode Penelitian Komunikasi,(
Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hal. 92
19 Op.cit. h. 7
26
mengemas dan menekankan suatu pesan menjadi menonjol, dan
bermakna sehingga menarik perhatian khalayak, sedangkan
dalam konsep sosiologis, media dipandang sebagai struktur
organisasi yang kompleks, dimana suatu pemberitaan dibuat
secara bersama-sama didalam praktik profesional struktur
media.20 Hal ini menunjukan bahwa dalam proses pembuatan
suatu berita, wartawan bukanlah satu-satunya yang memiliki
andil dalam membingkai berita, terdapat faktor-faktor lain yang
ikut mempengaruhinya, salah satunya adalah struktur organisasi
dan kebijakan perusahaan media.
Terdapat dua aspek dalam framing. Pertama, memilih
fakta atau realitas. Proses pemilihan fakta yang dilakukan oleh
media massa umumnya didasari oleh asumsi dan prespektif
wartawan ketika melihat suatu peristiwa. Dalam memilih fakta ini
terdapat dua kemungkinan : apa yang dipilih (include) dan apa
yang dibuang (exlude). Media melihat peristiwa hanya dari sisi
tertentu yang sesuai dengan prespektif yang dikehendakinya.
Sehingga pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa
jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Kedua,
menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana
media memilih fakta dan bagaimana media menyajikannya
kepada khalayak. Bagaimana fakta yang dipilih ditekankan
dengan pemakaian perangkat tertentu: penempatan (headline di
depan atau dibelakang), pengulangan, pemakaian grafis,
20 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media,h, 80
27
pemakaian label, dsb. Akibatnya aspek tertentu yang ditonjolkan
mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan
aspek lainnya. Sehingga dimensi tertentu dari konstruksi berita
menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak.21
Representasi yang ditampilkan media massa adalah hasil
dari representasi budaya para redaktur dan desk media massa.
Menurut Burhan Bungin nilai dan norma yang direpresentasikan
oleh redaktur dan desk sebuah media massa tak jarang
dipengaruhi oleh kekuasaan kapitalisme termasuk budayanya,
sehingga nilai-nilai kapitalisme mendominasi pemberitaan media
massa.22 Dampak nilai-nilai yang ditampilkan media massa inilah
yang ikut mempengaruhi kehidupan sosial-kultural masyarakat.
Kesalahan media massa mengkonstruksi suatu pemberitaan
berujung pada dampak negatif yang timbul di masyarakat.
Dengan menggunakan analisis framing seorang peneliti
berusaha mengerti dan menafsirkan makna dari suatu teks dengan
cara menguraikan bagaimana media bercerita dan membingkai
peristiwa. Hal ini dikarenakan cara bercerita yang diperlihatkan
media dalam produk media massa dapat mempengaruhi hasil dari
konstruksi realitas .23 Penelitian analisis framing adalah sebuah
sebuah metode analisis teks kualitatif yang berbeda dibandingkan
dengan analisis kuantitatif. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
21 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media,h. 85
22 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Pranada Media Group,
2006), h.233
23 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 10.
28
Eriyanto dalam bukunya Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi,
dan Politik Media bahwa dalam analisis isi kualitatif, yang
ditekankan adalah isi atau konten dari suatu pesan atau teks
komunikasi. Sedangkan dalam framing, yang menjadi fokus
perhatian adalah pembentukan pesan dari teks dan bagaimana
wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyajikannya kepada
pembaca.24
2. Efek Framing
Efek framing yang paling mendasar adalah penyajian
realitas sosial yang kompleks, disajikan kedalam berita sebagai
sesuatu yang sederhana, beraturan dan memenuhi logika tertentu.
Hal ini dikarenakan media melihat peristiwa secara berbeda
dengan kacamata dan ideologi tertentu yang diyakininya. Hal ini
menyebabkan realitas yang tersaji dihadapan khalayak
merupakan realitas yang telah terbentuk oleh bingkai media. 25
Eriyanto dalam bukunya “Analisis Framing Konstruksi, Ideologi
dan Politik Media” memaparkan dua efek framing media massa:
1. Mobilisasi massa
Framing dapat membentuk opini masyarakat akan
suatu peristiwa. Hal inilah yang menyebabkan framing
memiliki kekuatan dalam memobilisasi masyarakat.
Dengan nilai-nilai yang didistribusikan media dalam teks
pemberitaan memungkinkan timbulnya reaksi
24 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 11.
25 Akbar Ramadhan, Anaisis Framing Pemberitaan Situs
Radikal,Skripsi FIDKOM UIN Jakarta, 2016,hal. 40.
29
dimasyarakat mengenai suatu peristiwa, reaksi ini bisa
berbentuk dukungan maupun penolakan masyarakat
akan sesuatu.26
2. Menggiring khalayak pada ingatan tertentu
Dengan berbagai perangkat dan strateginya, media
massa juga memiliki peran dalam menafsirkan suatu isu
dan peristiwa yang terjadi kepada masyarakat. Hal inilah
yang mempengaruhi dan menggiring khalayak kedalam
penafsiran yang dihadirkan dalam pembingkaian media
massa.27
3. Framing dan Ideologi
Dalam proses produksi pemberitaan, media dipengaruhi oleh
ideology yang telah disepakati bersama. Eriyanto dalam bukunya
menyebutkan bahwa media memiliki fungsi menjaga nilai-nilai
yang telah disepakati dalam kelompok, dan mengontrol
bagaimana nilai-nilai itu dijalankan. Media disebut sebagai
mekanisme integrasi sosial yang berfungsi untuk
mengintegrasikan masyarakat kedalam tata nilai yag sama. Dalam
hal ini, media bertugas untuk mendefinisikan nilai dan perilaku
yang sesuai dengan nilai kelompok serta mengidentifikasi nilai
26 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2011), h. 169.
27 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media, h. 177.
30
apa yang dianggap menyimpang. Sehingga, nilai-nilai ini dapat
dipahami dan diterima kebenarannya oleh khalayak. 28
Kegiatan wartawan dalam memilih peristiwa mana yang
dihadirkan dan mana yang dikeluarkan dalam pemberitaan adalah
konsensus yang dilakukan untuk menghadirkan sebuah kesatuan
di masyarakat. Kosensus menunjukan bagaimana peristiwa
dipahami dan dimaknai bersama. Melalui konsensus realitas
yang komplek dirubah menjadi realitas yang mudah dikosumsi
dan dipahami oleh khalayak. Konsensus inilah yang
menyebabkan berita dan perilaku yang ditampilkan wartawan
menghasilkan nilai-nilai yang disepakati bersama dalam
komunitas. Sedangkan, kelompok yang memiliki pandangan
berbeda dianggap sebagai kelompok yang menyimpang dan akan
dikeluarkan dari pembicaraan. Pandangan negatif mengenai suatu
kelompok didasari oleh konsensus yang bekerja dalam proses
pemberitaan yang ditampilkan oleh media massa.29
Sebagai negara pluralis, terdapat perbedaan mendasar penerapan
konsensus yang dilakukan oleh media massa Indonesia dengan
media massa yang hidup di negara dengan sistem totaliter, dalam
sistem totaliter apabila terdapat kelompok berbeda yang tidak
memenuhi aturan yang berlaku akan langsung dianggap sebagai
pembangkan. Sebaliknya, di negara kita yang menganut sistem
demokratis/pluralis proses konsensus tidak dijalani dengan jalan
28 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media, h.145
29 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media, h. 147
31
paksaan atau kekerasan namun kelompok yang keluar dari nilai-
nilai yang disepakati tersebut hanya dianggap sebagai kelompok
yang menyimpang. Nilai konsensus yang ada dalam masyarakat
akan mempengaruhi penilaian prilaku atau peristiwa yang ada
dimasyarakat.30
Daniel Hallim sebagaimana yang dikutip Eriyanto dalam
bukunya memandang bahwa dunia jurnalistik terbagi kedalam
tiga bidang yakni bidang penyimpangan (sphere of deviance),
bidang kontroversi (sphere of legitimate controversy) dan bidang
konsensus (sphere of consensus). Bidang-bidang ini
memperlihatkan bagaimana wartawan memahami dan
menempatkan peristiwa kedalam peta ideologis. Dalam bidang
penyimpangan, suatu peristiwa, gagasan, atau prilaku tertetu
dikucilkan dan dianggap sebagai hal yang menyimpang dari nilai-
nilai yang telah disepakati bersama dalam kelompok. Sedangkan,
dalam bidang kontroversi, suatu sikap, gagasan, atau peristiwa
yang dianggap menyimpang tidak langsung dipertetangkan
namun masih menjadi hal yang diperdebatkan atau dipandang
kontroversial di dalam kelompok. Selanjutnya bidang
konsensus menunjukan bagaimana realitas disepakati dan
dipahami bersama sebagai nilai-nilai yang sesuai dengan ideologi
kelompok. Dalam ranah ideologis, cara inilah yang digunakan
media massa untuk membentuk konstruksi dan membuat realitas
yang sama bisa dipahami secara berbeda oleh media tergantung
30 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media, h. 149
32
ideologi yang diyakininya.31 Masyarakat atau kelompok yang
memiliki ideologi yang berbeda tentu saja akan meletakan
peristiwa kedalam peta yang berbeda, karena ideologi inilah yang
menempatkan bagaimana sebuah nilai dipahami dan diyakini
bersama untuk digunakan dalam menghadapi berbagai realitas
yang muncul dalam keseharian masyarakat.
4. Framing Model Robert N. Entman
Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang
merumuskan dasar-dasar framing dalam penelitian isi media.
Entman dalam buku Eriyanto Analisis Framing. Kosntruksi,
Ideologi, dan Politik Media membagi framing kedalam dua
dimensi besar, yaitu “ Seleksi Isu” dan “ Penekanan aspek-aspek
realitas”. Hal ini dikarenakan dalam proses konstruksi, media
memiliki kecenderungan untuk menyeleksi isu dan menonjolkan
isu tersebut dengan berbagai strategi wacana yang dimilikinya.
Penonjolan isu bisa dilakukan dengan beberapa cara diantaranya
adalah dengan menempatkan isu atau informasi tersebut lebih
menonjol dibandingkan dengan yang lain serta melakukan
pengulangan informasi yang dianggap penting dan akrab dengan
khalayak. Dengan begitu suatu informasi akan mendapatkan
alokasi yang lebih besar dibandingkan dengan isu lain sehingga
dapat lebih mudah untuk diterima dan diingat oleh khalayak.
Analisis framing yang diperkenalkan Entman melihat
31 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media, 150-151
33
pembingkaian sebagai metode penempatan informasi-informasi
dalam bentuk yang khas dengan tujuan menarik perhatian
khalayak akan isu, nilai, atau peristiwa yang ditampilkan media
massa.32
Tabel 2.1
Dimensi Framing Robert N. Entman
Seleksi Isu Aspek ini berhubungan
dengan pemilihan fakta. Dari
realitas yang kompleks dan
beragam itu, aspek mana yang
diseleksi untuk ditampilkan ?
dari proses ini selalu terkandung
di dalamnya ada bagian berita
yang dimasukan, tetapi ada juga
berita yang dikeluarkan. Tidak
semua aspek atau bagian dari isu
ditampilkan, wartawan memilih
aspek tertentu dari suatu isu.
Penonjolan Aspek Aspek ini berhubungan
dengan penulisan fakta. Ketika
aspek tertentu dari suatu
peristiwa/ isu telah dipilih,
bagaimana aspek tersebut ditulis
32 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media, h. 220.
34
? hal ini sangat berkaitan dengan
pemakaian kata, kalimat,
gambar, dan citra tertentu untuk
ditampilkan kepada khalayak.
Robert N.Entman menuangkan konsep framingnya dalam
sebuah artikel untuk Journal of Political Communication. Dalam
konsepsi Entman, framing dilihat dalam empat elemen yakni
Problem Identification (Pendefinisian Masalah),Causal
Interpretation ( Memperkirakan sumber masalah ), Make Moral
Judgment ( Membuat keputusan moral ), dan Treatment
Recommendation (Menekankan penyelesaian). Konsep framing
yang diperkenalkan oleh Entman pada dasarnnya merujuk kepada
pemberitaan definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi
dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir
tertentu terhadap peristiwa yang diberitakan oleh media. Melalui
keempat konsep framing tersebut seorang peneliti diharapkan
bisa menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai
dan ditandakan oleh wartawan.
Tabel 2.2
Perangkat Framing Robert N. Entman.
Problem
Identification (
Pendefinisian masalah )
Bagaimana suatu
peristiwa/ isu dilihat ?
Sebagai apa? Atau sebagai
35
masalah apa ?
Causal
Interpretation (
Memperkirakan masalah
atau sumber masalah )
Peristiwa itu dilihat
disebabkan oleh apa ?Apa
yang dianggap sebagai
penyebab dari suatu
masalah? Siapa (actor) yang
dianggap sebagai penyebab
masalah ?
Make moral
judgment (Membuat
keputusan moral)
Nilai moral apa yang
disajikan untuk menjelaskan
masalah? Nilai moral apa
yang dipakai untuk
melegitimasi atau
mendelegitimasi suatu
tindakan ?
Treatment
Recommendation
(Menekankan penyelesaian )
Penyelesaian apa
yang ditawarkan untuk
mengatasi masalah/isu?
Jalan apa yang ditawarkan
dan harus ditempuh untuk
mengatasi masalah ?
Problem Identification (pendefinisian masalah) adalah
elemen pertama dari konsep framing Entman. Elemen ini
merupakan elemen paling utama atau bisa disebut sebagai master
frame dari konsep framing Entmant. Elemen ini melihat
36
bagaimana wartawan memahami peristiwa, karna pada dasarnya
peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda dan dibingkai
dengan cara yang berbeda oleh wartawan sehingga membentuk
pemahaman suatu realitas yang berbeda pula.
Elemen kedua dalam framing Entman adalah Causal
Interpretation (memperkirakan penyebab masalah). Elemen ini
melihat siapa yang dianggap sebagai aktor dari sebuah peristiwa
oleh wartawan. Aktor dalam hal ini tidak hanya ‘orang’ atau
berarti siapa (who?), aktor juga bisa berarti apa yang dianggap
sebagai penyebab atau sumber masalah (what?). Melalui elemen
ini dapat terlihat bagaimana wartawan memahami sebuah
peristiwa dan bagaimana ia menentukan apa dan siapa yang
dianggap sebagai sumber masalah dalam peristiwa.
Elemen selanjutnya adalah Make moral judgment
(membuat pilihan moral) yakni elemen framing yang dipakai
untuk memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang
sudah dibuat. Elemen ini melihat argumentasi yang digunakan
wartawan untuk mendukung gagasan yang ditampilkan dalam
pemberitaan. Umumnya gagasan yang dikutip berhubungan
dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.
Elemen yang terakhir adalah Treatment recommendation
(menekankan penyelesaian). Elemen ini dipakai untuk menilai
apa yang dikehendaki oleh wartawan dan jalan apa yang dipilih
untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat
37
tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang
dipandang sebagai penyebab masalah.
Dalam penelitian isi media, pendekatan analisis framing
memandang pemberitaan sebagai arena perang simbolik antara
pihak-pihak yang berkepentingan dan pokok persoalan wacana.
Masing-masing pihak menyajikan perspektif untuk memberikan
pemaknaan terhadap suatu persoalan agar diterima oleh khalayak.
Di sini media massa dilihat sebagai forum bertemunya pihak-
pihak berkepentingan, latar belakang, dan sudut pandang yang
berbeda-beda. Setiap pihak berusaha untuk menonjolkan basis
penafsiran, klaim atau argumentasi masing-masing, berkaitan
dengan persoalan yang diberitakan.Setiap pihak juga
menggunakan bahasa-bahasa simbolik atau retorika dengan
konotasi tertentu. Dampak perang simbolik media menghasikan
efek mendukung dan menentang, yang dalam bentuk konkretnya
berupa penggambaran positif mengenai diri sendiri dan
penggambaran dengan nada negatif pihak lawan bicara.33
B. Media Online
Semakin berkembangnya teknologi, media massa
tradisional sudah mulai tergantikan dengan kemunculan media
massa baru salah satunya adalah media online. Media online
merupakan media massa berbasis jaringan teknologi internet.
33 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media, h, 150
38
Mark Poster dalam bukunya The Second Media Age
(1990), menandai periode baru dimana teknologi interaktif dan
komunikasi jaringan atau dunia maya akan mengubah
masyarakat. Pandangan Mark Poster tersebut memperlihatkan
bahwa kini setiap orang saling terhubung baik kepada rekannya
ataupun kepada informasi yang tersedia di media online. Setiap
orang sudah cukup fasih mencari informasi atau sebuah berita
yang di butukan.34
Menurut Joost van Loon (2006), kata jejaring tidak lagi
mewakili terminologi dalam teknologi informasi saja, melainkan
juga melebar pada terminologi di bidang antropologi, sosiologi,
budaya, dan ilmu-ilmu sosial lainnya yang semakin berkembang
akibat adanya mobilitas dari masyarakat, komoditas, kapital,
tanda-tanda hingga informasi yang berkembang di dunia global.
Oleh karna itu, jejaring tidak hanya melibatkan perangkat seperti
komputer tetapi juga melibatkan individu atau actor networking
(gane and Beer, 2008:16).
Paul Levinson dalam bukunya yang berjudul New Media
menyebutkan setidaknya terdapat 4 layanan yang dapat
dikategorikan dalam new media atau media online :
34 Muhammad Rifefan, “Penggunaan Media Online dalam Memenuhi
Kebutuhan Akademik” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora,
Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. h.10.
39
1. Website adalah situs online yang menyediakan
berbagai macam berita dalam satu tempat yang terdiri
dari beberapa halaman.
2. Media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan
sebagainya yang memberikan keleluasaan pada
penggunannya dalam membagi informasi pribadi dan
melakukan komunikasi menggunakan percakapan
(Chat).
3. Platform seperti Youtube memungkinkan
penggunanya dapat mengunggah dan menikmati
video.
4. Blog merupakan layanan yang memungkinkan kita
menceritakan apa yang terjadi dalam kesehariannya,
sehingga dapat berbagi informasi dengan pengguna
blog lainnya.35
Kehadiran media baru seperti media online bukan untuk
menghapuskan media tradisional, namun meningkatkan
intensitasnya. Teori konvergensi menyatakan bahwa
perkembangan bentuk media terus merentang dari awal siklus
penemuannya. Setiap model media terbaru tersebut merupakan
perpanjangan, atau evolusi, dari model-model terdahulu. Internet
adalah medium baru yang mengkonvergensikan seluruh
35 Muhammad Rifefan, “Penggunaan Media Online dalam Memenuhi
Kebutuhan Akademik” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora,
Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. h.10.
40
karakteristik dari bentuk-bentuk terdahulu. karena itu, hal yang
berubah terdapat pada mode produksi dan perangkat yang
digunakan bukanlah pada subtansi media itu sendiri. 36
Hadirnya media online memperlihatkan perubahan-
perubahan dalam penerapan proses komunikasi. Kecepatan,
aktualitas, harga komunikasi, kapasitas, dan efisiensinya sebagai
sebuah medium adalah keunikan dan kelebihan dari sebuah media
online. Kini khalayak bisa mendapatkan berbagai informasi
secara lebih cepat dan dapat diakses dimana pun mereka berada.
Penerapan bentuk media cyber telah dilakukan oleh
hampir seluruh perusahaan media. Perusahaan media tradisional
kini sudah memiliki web yang hadir dalam berbagai bentuk.
Namun, yang dilakukan media berita tradisional hanyalah sekedar
membentuk edisi online dari medium induk sebelumnya. isi
orisinil sebuah berita diciptakan kembali kedalam versi internet
dengan cara mengintensifkan isi dengan kapabilitas teknis dari
cyberspace. Sejumlah fitur interaktif dengan fungsi-fungsi media
ditambahkan dan isinya diupdate lebih sering dari pada medium
induknya.37
C. Berita
Berita berasal dari bahasa Sangsekerta, yakni Vrit atau
Vritta yang berarti “kejadian” atau “ yang telah terjadi”. Vritta
36 Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer (Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta: 2005),h.135
37 Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer,h.136
41
dalam bahasa Indonesia sendiri menjadi Berita atau Warta.
Menurut Kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka,
‘Berita’ merupakan “Laporan mengenai kejadian atau peristiwa
yang hangat” 38. Terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan
‘Berita’yakni antara lain:
Dr. Willard C. Bleyer mendefinisikan berita sebagai
kenyataan baru yang dipilih wartawan untuk dimuat dalam surat
kabar. Lain halnya dengan J.B Wahyudi yang mendefinisikan
berita sebagai laporan tentang peristiwa atau pendapat yang
memiliki nilai penting dan menarik bagi sebagian khalayak,
masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa.
Peristiwa tidak dapat disebut berita, apabila tidak dipublikasikan
secara priodik pada media massa.39
Dja’far H Assegaf menjelaskan bahwa berita adalah
laporan tentang fakta atau ide yang termasa (baru), yang dipilih
oleh staff redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat
menarik perhatian pembaca. Entah karena luar biasa, entah
karena pentingnya, atau akibatnya, entah pula karena ia
mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan
ketegangan..40 Dengan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat
38 R. Masri Sareb Putra, Tehnik Menulis Berita dan Feature (PT.
INDEKS Kelompok GRAMEDIA), h. 33
39 Totok Juroto, Manajemen Penerbitan Pers (PT RemajaRosdakarya,
Bandung: 2004), h. 46-47
40 “26 Pengertian Berita Menurut Para Ahli serta Unsur Berita
5W+1H”. Diunduh pada 26 November 2018 pukul 14:14. dari
42
disimpulkan berita merupakan laporan informasi mengenai
sebuah peristiwa, mengandung fakta dan ide yang dapat menarik
masyarakat, bersifat baru, memiliki nilai penting, dan
dipublikasikan oleh media untuk disiarkan kepada khalayak atau
pembaca.
Berita dapat dikategorikan kedalam dua jenis yakni hardnews dan
softnews. Hardnews merupakan jenis berita yang berisi informasi
penting bagi khalayak, kehadirannya tidak bisa ditunda, berita ini
disajikan dengan sistem penulisan piramida terbalik, dimana
informasi paling penting diletakan di awal paragraf berita (dalam
cetak/tulisan online) dan dilanjutkan dengan informasi
pendukung di paragraf-paragraf setelahnya. Hardnews biasanya
berisi mengenai informasi politik, persitiwa kriminal, kejadian
luar biasa seperti bencana alam, dan lain-lain. Hardnews dapat
dikatakan sebagai desain utama dari sebuah pemberitaan.
Sedangkan softnews merupakan berita yang isi nya tidak terlalu
penting namun dapat menimbulkan minat dan keterkarikan
masyarakat. Biasanya berita softnews di isi dengan jenis berita
ragam yang tidak terlalu serius namun tetap mengandung
informasi yang dapat menghibur masyarakat.41
Sebuah pemberitaan tidak hanya berupa tulisan yang berisi
laporan mengenai suatu peristiwa. Berita memiliki nilai-nilai
yang dalam buku Septiawan Santana berjudul Jurnalistik
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-berita-menurut-para-ahli-serta-
unsur-berita-5w-1h/.
41 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Obor Indonesia,
Jakarta: 2005), h. 21
43
Kotemporer mengutip pernyataan Downie JR dan Kaiser
merupakan istilah yang tidak mudah didefinisikan dan
dikonsepsikan. Nilai berita merupakan latar dasar wartawan
dalam melakukan laporan berita. Nilai dalam berita terdiri dari :
1. Timeless.
Sebuah berita seringkali dinyatakan sebagai laporan dari
apa yang baru saja terjadi. Timeless berarti kesegaran
peristiwa yang dilaporkan oleh wartawan kepada
khalayak atau pembaca.
2. Proximity
Proximity ialah kedekatan peristiwa dengan pembaca atau
pemirsa dalam keseharian hidup mereka. Khalayak
akan tertarik dengan pemberitaan yang menyangkut
kehidupan mereka, seperti keluarga, teman-teman,
daerah terdekat, kota, hobi, dan kebiasaan sehari-hari
yang terjadi di masyarakat.
3. Consequence
Consequence atau konsekuensi memungkinkan sebuah
berita mengubah kehidupan pembacanya. Seperti
pemberitaan mengenai kenaikan harga BBM (Bahan
bakar minyak), masyarakat secara tidak langsung
akan mengikuti pemberitaan tersebut karna terkait
dengan kalkulasi ekonomi kehidupan mereka sehari-
hari.
4. Conflict
Conflict atau Konflik merupakan pemberitaan yang berisi
peristiwa-peristiwa persseteruan yang terjadi seperti
44
perang, demonstrasi, atau kriminal. Berita Konflik
menarik khalayak dikarenakan berisi kejadian-
kejadian yang tidak biasa yang dapat menggugah
kesadaran moral masyarakat.
5. Oddity
Oddity merupakan peristiwa yang tidak biasa terjadi yang
akan menarik perhatian masyarakat. Seperti kelahiran
kembar tujuh, pencalonan tukan sapu sebagai kandidat
calon gubernur, dll.
6. Sex
Sex, nilai ini tidak jarang menjadi salah satu elemen
utama dari sebuah pemberitaan. hal-hal yang berbau
sex seperti pelecehan seksual, homoseksual, dan
lainnya akan mudah menarik perhatian pembaca di
beberapa pemberitaan seperti berita olahraga,
selebritis, atau kriminal bahkan politik sekalipun.
7. Human interest
Elemen ini menyangkut kisah-kisah yang mengandung
kesedihan, kemarahan, simpati, ambisi, cinta,
kebencian, atau humor.
8. Prominence
Ketika orang menjadi terkenal, secara tidak langsung ia
akan menjadi buruan pemberitaan. Unsur keterkenalan
ini tidak hanya menyangkut pada manusia namun juga
terjadi pada tempat-tempat yang memiliki nama yang
sudah dikenal banyak orang.
9. Suspense
45
Elemen ini menunjukan sesuatu yang ditunggu-tunggu
terhadap sebuah peristiwa oleh masyarakat. Seperti
penantian masyarakat terhadap pelaku bom bali.
Ketegangan masyarakat tetap terjadi selama kasus
tersebut dilaporkan media, khususnya kepada rincian
fakta kejadiannnya beserta wacana politik yang
membayanginya.
10. Progress
Elemen ini adalah elemen yang ditunggu masyarakat
yakni mengenai perkembangan sebuah peristiwa.42
Eriyanto mengutip pernyataan Tuchman dalam bukunya
yang berjudul Making News yang mengilustrasikan ‘Berita’
sebagai “Jendela Dunia”. Melalui berita, kita dapat mengetahui
apa yang terjadi di daerah-daerah seperti Aceh, papua, dan di luar
negeri sekalipun. Melalui berita kita dapat melihat dan
mengetahui kegiatan elite politik dan segala kebijakan yang
dikeluarkannya. Secara tidak langsung kita turut menjadi
pengawas kebijakan politik dan kenegaraan. Namun, apa yang
kita lihat tergantung pada jendela yang dipakai, apakah dengan
jendela itu kita bisa bebas melihat ke luar atau hanya bisa
mengintip di balik jerujinya. Dalam berita, jendela tersebut
disebut sebagai frame atau bingkai.43
42 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Obor Indonesia,
Jakarta: 2005), h. 18-20.
43 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2011), Cet. VI, hlm. 25-26.
46
D. Toleransi Agama
1. Pengertian Toleransi Agama
Pengertian toleransi menurut kamus besar bahasa
Indonesia (KBBI), berarti sikap menenggang (menghargai,
membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda
atau bertentangan dengan pendirian sendiri44. Sedangkan, istilah
toleransi sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu tolerantia, yang
memiliki arti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan, dan
kesabaran. Dalam proses pendefinisian toleransi terdapat
berbagai ahli yang turut menyumbangkan pendapat dan
pandangannya yakni antaralain:
Menurut W.J.S Purwadarminta toleransi adalah sikap atau
sifat meneggang berupa menghargai serta membolehkan suatu
pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang
lainnya yang berbeda dengan pendirian sendiri.
Djohan Efendy mengartikan toleransi sebagai sikap
menghargai terhadap kemajemukan, Dengan tidak hanya
mengakui eksistensi dan hak-hak orang lain, melainkan lebih dari
itu yakni terlibat dalam usaha mengetahui dan memahami adanya
kemajemukan.45
44 “Toleran”.Di unduh pada 28 Mei 2017 pukul 21:15 WIB, dari ,
dalam http://www.kbbi.web.id/toleran.
45 Zakky, “Pengertian Toleransi Secara Umum dan Menurut Para Ahli
Beserta Contohnya”. Diunduh pada 14 January 2019 pukul 9:48 WIB dari
https://www.zonareferensi.com/pengertian-toleransi/.
47
Umar Hasyim memandang toleransi sebagai pemberian
kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga
masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur
hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama
dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak
melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas
terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.46
Secara universal toleransi telah menjadi pembahasan yang
disetujui berdasarkan prinsip-prinsip toleransi yang ditanda
tangani negara-negara anggota UNESCO pada 18 November
1995 pada pasal 1 berbunyi : “ Toleransi adalah rasa hormat,
penerimaan dan apresiasi terhadap keragaman budaya dunia kita,
berbagai bentuk ekspresi diri dan cara-cara menjadi manusia. Hal
ini didorong oleh pengetahuan, keterbukaan, komunikasi, dan
kebebasan berpikir, hati nurani dan keyakinan. Toleransi adalah
kerukunan dalam perbedaan. Hal ini tidak hanya kewajiban
moral, juga merupakan persyaratan politik dan hukum. Toleransi,
kebaikan yang membuat perdamaian jadi mungkin, yang
menyumbang penggantian budaya perang dengan budaya
perdamaian.” 47
46 MN Fahmi “ Definisi Toleransi”. Diunduh pada 14 Januari 2019
pukul 9:41 WIB dari http://digilib.uinsby.ac.id/10995/4/bab%202.pdf
47 “ Deklarasi Prinsip-Prinsip Tentang Toleransi Diumumkan dan
Ditandatangani Oleh Negara-Negara Anggota UNESCO pada 16 November
1995” diakses dari Koleksi Pusat Dokumentasi Elsam pada 06 November
2017 pukul 10:00 WIB.
48
2. Toleransi Agama dalam Islam
Dalam ajaran Islam toleransi dikenal dengan istilah Tasamuh.
Tasamuh merupakan etika sosial yang harus dipegang oleh
seorang muslim dalam membina dan membangun toleransi
terhadap perbedaan, baik dalam hal keagamaan maupun dalam
masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.48 Said Aqil Husein Al
Munawar dalam buku Fikih Hubungan Antar Agama
mengartikan bahwa toleransi mengandung sebuah konsensi, yang
berarti kemurahan dan kebaikan hati, bukan didasarkan pada hak.
Toleransi adalah perilaku yang diterapkan ditengah-tengah
perbedaan yang ada tanpa mengorbankan prinsip dan keyakinan
pribadi dengan tujuan untuk mengkormati satu sama lain.49
Terdapat berbagai ahli yang mendefinisikan toleransi
agama. Menurut Ahsanul Khalikin dan Fathuri dalam bukunya
“Toleransi Beragama di Daerah Rawan Konflik”, toleransi
beragama diartikan sebagai sikap lapang dada seseorang untuk
menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk
melaksanakan ibadah mereka menurut ajaran dan ketentuan
agama yang diyakini, tanpa mengganggu atau memaksakan baik
dari orang lain maupun keluarga sekalipun.50
48 Bisri Effendy, Modul Islam dan HAM,(Jakarta: ELSAM, 2010)
h.25-26
49 Said Aqil Husein Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (PT.
Ciputat Press: 2005),h. 13.
50 Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam
Keberagaman ( Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), h. 13.
49
Dalam agama terdapat dua pola dasar hubungan yang
harus dilaksanakan oleh pemeluknya, yaitu : hubungan secara
vertikal dan hubungan secara horizontal. Hubungan secara
vertikal merupakan hubungan antara individu dengan sang khalik
yang dilaksanakan dalam bentuk ibadah dan keimanan yang telah
digariskan oleh setiap agama. Sedangkan hubungan horizontal
meliputi hubungan sesama manusia sebagai mahluk Tuhan.
Hubungan ini tidak terbatas hanya kepada manusia yang memiliki
kesamaan agama, namun berlaku juga kepada semua orang yang
ada di lingkungan sosial kehidupannya. Hubungan Horizontal
inilah yang menjadi refleksi dari tindakan toleransi antar agama
dalam kehidupan sehari-hari51. Berdasarkan hal ini, Islam
sebagai agama paripurna membagi toleransi kedalam dua konsep
yakni toleransi ibadah, dan toleransi muamalah. Toleransi ibadah
adalah bentuk penghormatan atas ajaran, keyakinan (Tauhid) dan
cara peribadahan yang dilakukan umat beragama kepada sang
Khalik. Sedangkan toleransi muamalah mengartur segala bentuk
toleransi yang berkaitan dengan hubungan sosial dan
kemanusiaan. Dalam Islam terdapat batasan dan aturan dalam
melaksanakan toleransi, khususnya menyangkut hal-hal yang
prinsipal yang menyangkut akidah dan tauhid sebagai seorang
muslim. Toleransi tidak diartikan sebagai sikap yang bebas
melainkan memiliki aturan dan batasan yang tidak boleh
dilanggar. Agama tidak pernah berhenti mengatur tata kehidupan
51 Said Agil Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama (Jakarta :
Ciputat Press, 2003), h. 14.
50
manusia karena itu kerukunan dan toleransi antar umat beragama
bukan hanya sekedar hubungan yang pasif, melainkan
diwujudkan dengan saling berbuat baik dan berlaku adil sesama
manusia tanpa mendiskriminasi agama dan kepercayaan.52
Dengan adanya toleransi setiap warga negara memiliki
kebebasan untuk memeluk agama dan menjaga keyakinan serta
menjalankan ibadahnya. Toleransi beragama membutuhkan sifat
kejujuran, kebijaksanaan, dan tanggung jawab agar
menghilangkan rasa egoistis dan menumbuhkan solidaritas
seperti bekerja sama antar umat beragama dalam membangun
kehidupan bermasyarakat yang cinta damai. 53 Dalam
menjalankan toleransi agama diperlukan adanya nilai-nilai
penghayatan agama secara mendalam. Hal ini dikarenakan agama
memiliki pedoman dasar yang dapat digunakan untuk menata
kehidupan harmonis antar manusia baik sesama umat Islam
ataupun umat lainnya. Islam mengajarkan kepada umatnya
beberapa upaya yang dapat ditempuh untuk menjaga
keharmonisan hubungan antar umat beragama, yakni antara lain :
Pertama,tokoh agama seperti para pendeta, da’i, ataupun
pemuka agama lain perlu menanamkan kepada umatnya bahwa
keberagaman merupakan takdir Allah SWT yang tak bisa
dipungkiri dan harus disyukuri keberadaannya yang dalam Islam
istilah ini dikenal dengan Sunnatullah. Islam tidak membenarkan
adanya sikap merasa paling benar antar umat beragama, hal ini
52 Said Agil Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, h. 16
53 Said Agil Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, h. 17
51
dikarenakan akan menyebabkan kesalahpahama dan
menimbulkan perpecahan. Seperti yang telah tertuang dan dapat
ditemukan dalam Qs, Al-Baqarah (2:62) :
ب رى وٱلص إن ٱلذين ءامنوا وٱلذين هادوا وٱلنص نيوء وٱلء نين منء ءامن ٱل
ز همء ول همء يحء ف علنيء رهمء عند رٱ همء ول خوء لحا فلهمء أجء خر وعمل ص 54٢٦نون ٱلء
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-
orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin,
siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada
Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima
pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. Surah ini
menerangkan bahwa sikap menganggap diri sebagai umat
beragama yang paling benar atau paling suci adalah sikap yang
ditentang oleh Al-Qur’an.
Kedua, dalam ajaran islam, tidak ada paksaan untuk
menganut agama. Mengingat keberagaman agama merupakan
Sunnatullah dan prinsip kebebasan dalam memeluk suatu agama
adalah salah satu yang diajarkan dalam islam. Seperti yang tertera
pada Qs. Al- Baqarah (2:256) :
فقد من ٱل غوت ويؤءفرء ٱللط فمن يكء غي د من ٱلء شء ين قد تبنين ٱلر راه في ٱلد ل إكء
سمنيع علنيم قى ل ٱنفصا لها وٱ وثء وة ٱلء عرء سك ٱللء تمء 55 ٦٥٢ٱسء
Artinya : “ Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan
yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut
54 Al-Baqarah diakes dari Qur.an Add-ins pda 05 January 2019
55 Al-Baqarah diakes dari Qur.an Add-ins pda 05 January 2019
52
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan
putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Surah ini menunjukan sikap toleransi dalam Islam untuk
selalu menghormati pendapat dan keyakinan orang lain meski
keyakinan tersebut bertentangan dengan keyakinan diri sendiri.
Ketiga, menerapkan metode keberagaman yang toleran
dan rasa menghormati satu sama lain antar umat beragama.
Secara normatif, Islam sebagai agama yang agama mayoritas di
Indonesia telah memberikan tuntutan kebaikan, tidak hanya
berbuat baik kepada sesama muslim, namun juga berlaku baik
pada selain muslim. Allah dalam Surah Al-Mumtahanah (60:8)
berfirman :
ركمء أن ن دي رجوكم م ين ولمء يخء تلوكمء في ٱلد عن ٱلذين لمء يق كم ٱ هى ل ينء
سطنين مقء يحب ٱلء همء إن ٱ سطوا إلنيء وهمء وتقء 56 ٨تبر
“ Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karna agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesunggunya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil”.57
Kerukunan antar umat beragama tidak berarti meleburkan
agama-agama yang ada kepada suatu kebenaran yang sama,
melainkan sebagai sarana untuk mengatur dan mempertemukan
56 Al-Baqarah diakes dari Qur.an Add-ins pda 05 January 2019
57 Mursyid Ali, Studi Agama-Agama di Perguruan Tinggi Bingkai
Sosio-Kultural Kerukunan Hidup antar Umat Beragama di Indonesia seri
3,(Departemen Agama RI, Jakarta: 1999), h. 4-5
53
hubungan luar antara golongan umat beragama dalam setiap
proses kehidupan masyarakat. Dengan kerukunan yang tercipta
dapat membina hubungan baik dalam kehidupan sosial
masyarakat sehingga mewujudkan kesatuan pandangan dan
menanamkan sikap tanggung jawab bersama antar umat
beragama.
Said Aqil Hussein megatakan bahwa dalam Islam hakikat
manusia beragama adalah dengan meyakini adanya Tuhan dan
mengabdi kepada Allah SWT. Hal ini telah menjadi ajaran tauhid
umat Islam. Perbedaan ajaran Islam dengan ajaran agama lainnya
sebenarnya terletak pada Tauhid uluhiyah atau kepercayaan dan
penegasan bahwa tuhan adalah Allah SWT dan Nabi Muhammad
SAW adalah utusan Allah SWT.58 Dalam surah Al-Baqarah ayat
213 pun dijelaskan bahwa manusia diciptakan dari umat yang
satu, namun karna faktor-faktor yang meliputi manusia itu sendiri
yang menjadikan adanya perbedaan. Seperti yang tercantum
dalam surah al- Baqarah (2:213):
حد ة و ٱلنبني كان ٱلناس أم ب ة فبعث ٱ كت معهم ٱلء رين ومنذرين وأنز ن مب
د تلف فنيه إل ٱلذين أوتوه من ٱعء تلفوا فنيه وما ٱخء ن ٱلناس فنيما ٱخء كم ٱنيء لنيحء حق ما ٱللء
ا ني ت ٱغء بني ن هم ٱلء جاءتء نهۦ وٱ ٱإذء حق تلفوا فنيه من ٱلء ٱلذين ءامنوا لما ٱخء فهدى ٱ نهمء ٱنيء
تقنيم سء ط م دي من ياء إلى صر ٦١٢59يهء
Artinya : “ Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah
timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai
pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka
58 Said Aqil Husein Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (PT.
Ciputat Press: 2005),h. 200
59 Al-Baqarah diakes dari Qur.an Add-ins pda 05 January 2019
54
Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia
tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih
tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada
mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-
keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada
kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan
kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”.60
Pada intinya, agama adalah salah satu kebutuhan
mendasar manusia dalam menjalani kehidupan. Kebutuhan itu
didorong dari kesadaran akan kebenaran yang diyakini dan
sekaligus diterapkan dalam proses kehidupan.61 Perbedaan yang
terdapat dalam agama-agama memang tidak bisa dihidari dan
disadari betul oleh masyarakat sebagai suatu yang alamiah. Oleh
sebab itu, perbedaan itu harus disikapi dengan sikap saling
menghormati keyakinan masing-masing tanpa adanya
diskriminasi dan iterfensi satu sama lain. Sikap ini harus
didukung dengan pemahaman yang benar mengenai subtansi
ajaran agamanya sehingga sebagai umat beragama kita dapat
memperkuat keimanan sebagaimana yang kita yakini dan
menyadari akan adanya keyakinan yang diimani pemeluk agama
lain sebagai takdir Allah SWT.
60 Said Aqil Husein Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (PT.
Ciputat Press: 2005), 201.
61 Said Agil Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, 202.
55
Sebagai negara majemuk, kesadaran akan keberagaman
agama merupakan keharusan bagi masyarakat Indonesia.
Mengingkari atau menolak keberagaman yang ada adalah bentuk
penolakan akan kebenaran sejarah, dan semangat persatuan yang
dijunjung tinggi bangsa. Pemahaman akan pentingnya kesatuan
sebagai sebuah negara yang beragam dapat mewujudkan
kehidupan beragama dan bernegara yang sejuk dan damai.62
Dengan kerukunan antar umat beragama, Indonesia memiliki
identitas yang kuat dihadapan negara-negara lain sekaligus
menjadi contoh penerapan toleransi dan kerukunan ditengah
perbedaan yang ada dimasyarakat.63
3. Toleransi dan Media Massa
Pada praktiknya, kehadiran media massa memiliki peran
dalam mengedukasi nilai-nilai toleransi di masyarakat. Ade
Armando dalam buku Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis
karya Anis Malik Thoha melihat bahwa selama ini media kurang
memperhatikan kasus-kasus intoleransi yang terjadi. Penelusuran
di berbagai situs media memperlihatkan bahwa kasus bernuansa
agama seperti kasus penindasan hak beragama tidak diberitakan
secara luas oleh media massa. Hanya terdapat beberapa media
saja yang memberikan ruang, itupun tidak ditempatkan secara
menonjol. Kasus-kasus tersebut umumnya hanya ditampilkan
dalam format ‘hard news’, secara singkat dan padat tanpa
62 Said Agil Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama,h.210-211.
63 Said Agil Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, h. 5-6.
56
dibarengi oleh penjelasan konteks masalah yang terjadi. Dalam
hal ini, Ade Armando melihat bahwa media massa yang
sebenarnya memiliki kemampuan lebih untuk menyoroti berbagai
kasus intoleransi yang terjadi, justru malah mereduksi fungsinya
menjadi lebih terbatas. Media massa yang diharapkan bisa
menjadi perekat persatuan bangsa, justru memilih menghindar
sehingga membiarkan keretakan antar umat beragama terus
berlangsung.64
Pembahasan mengenai peran media dalam toleransi juga
dibahas oleh Federasi jurnalis internasional UN/UNESCO dalam
seminar Promosi Media Independen dan Pluralis di Sofia,
Bulgaria pada tahun 1997 merilis jurnal berjudul Media dan
Toleransi. Dalam jurnal tersebut, Federasi Jurnalis Internasional
melihat bahwa media memiliki pengaruh dalam meningkatkan
sikap rasisme dan ekstremis politik. Kecenderungan media
menghadirkan prasangka-prasangka halus dan label mengenai
suatu etnik, agama, atau kelompok tertentu mampu meningkatkan
tindakan intoleransi di masyarakat. Kecenderungan media ini
sebagai akibat adanya tekanan yang dihadapi media massa dari
berbagai aspek, mulai dari kompetisi yang tinggi antar media
dalam menarik minat khalayak, hingga tekanan dan interfensi
dari pihak yang memiliki kepentingan tertentu.65
64 Anis Malik Thoha, “Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis”(
Gema Insani, Depok: 2005), hal. 20
65 Federasi Jurnalis Internasional dalam jurnal “Media and
Tolerance”, (UN/UNESCO, Bulgaria: 1997), hal. 2-3.
57
Terdapat istilah popular dalam ranah pemberitaan media
yakni bad news is good news. Istilah ini menunjukan bahwa
dalam praktiknya media lebih menyoroti pemberitaan-
pemberitaan yang memiliki unsur konflik di dalamnya. Hal ini
dibuktikan dengan kecenderungan media dalam memberitakan
kasus intoleransi yang pernah terjadi seperti kasus Poso, Ambon,
Ahmadiyah, kasus Sampang, dan kasus bermuatan konflik antar
agama lain. Media membingkai kasus tersebut dengan war
journalism yakni dengan menonjolkan konflik yang
mengakibatkan berita tersebut semakin panas. Pembingkaian
media ini secara tidak langsung membawa pembaca untuk larut
dalam pemberitaan sehingga peristiwa yang seharusnya bersifat
lokal menjadi meluas dan megundang pihak lain dalam jangkauan
yang lebih luas untuk larut kedalam konflik yang sama66.
Dari penjelasan diatas media massa yang seharusnya
menjadi tumpuan dalam merekatkan masyarakat ditengah
perbedaan yang ada, namun dalam praktiknya media kebanyakan
justru menampilkan war journalism dengan menonjolkan konflik
dari suatu peristiwa. Selain itu, ideologi organisasi media juga
turut serta mempengaruhi pemaknaan toleransi agama di media
massa. Perbedaan ideologi inilah yang menyebabkan toleransi
agama diartikan secara berbeda-beda oleh masing-masing media.
Nina Sibal seorang representatif dari United Nation
Educational dalam press release UNESCO yang berjudul “Role
66 Moch. Choirul Arif dalam jurnal komunikasi Islam UIN Sunan
Ampel Surabaya yang berjudul “Toleransi Umat Beragama dalam Konstruksi
Wartawan Surabaya”, h, 223
58
of Media In Promotion of Tolerance and Peace Stressed as Third
Commmittee Continues Review of Human Right” mengatakan
bahwa idependensi media massa menjadi kunci bagi toleransi dan
perdamaian. Menurut Sibal, saat ini peran media dalam
mempengaruhi sikap kekerasan menjadi perdebatan dan perhatian
global. Namun tak dapat dipungkiri di lain sisi media juga
mampu berperan dalam membangun perdamaian di daerah
konflik.67
Penelitian mengenai peran media massa terhadap toleransi
sudah banyak dilakukan baik oleh peneliti di dalam negeri
maupun luar negri. Mayoritas penelitian-penelitian tersebut
menghasilkan kesimpulan bahwa produk yang ditampilkan oleh
media massa khususnya yang berkaitan dengan perbedaan dan
keberagaman memiliki pengaruh dalam pembentukan toleransi
maupun intoleransi di masyarakat. Seperti yang ditunjukan pada
penelitian Barmark Pazhwak bahwa di Pakistan, media
cenderung menggambarkan wanita, etnik, dan keyakinan
minoritas dengan prespektif negatif. Media yang seharusnya
menjadi kunci pengembangan toleransi, perdamaian, dan
keberagaman sosial, malah membangun gagasan dan praktik
diskriminasi di masyarakat secara nasional.68
67 UNESCO, “Role of Media In Promotion of Tolerance and Peace
Stressed as Third Commmittee Continues Review of Human Right”. Diunduh
pada 08 Februari 2019 pukul 16:27 dari
https://www.un.org/press/en/1998/19981109.gash3502.html
68 Barmark Pazhwak, “Diversity, Peace and Tolerance ini Pakistan’s
Media”. Diunduh pada 06 Februari 2019 pukull 21:51 WIB dari
59
Jessi Mccabe dari Wayne State University pada
penelitiannya yang berjudul “Online News Media Use and
Political Tolerance” melihat bahwa media online dan media
tradisional memiliki pengaruh yang berbeda terhadap
pengembangan toleransi. Penggunaan media online mendorong
dan mengharuskan pengguna untuk membuka dan menavigasi
informasi secara selektif berdasarkan pilihan pribadi, sedangkan
pada media tradisional khalayak mau tidak mau mengikuti
pemberitaan yang disajikan media massa saat itu. Penetian ini
menunjukan bahwa berkembangnya toleransi salah satunya
dipengaruhi oleh berbagai ide dan prespektif yang dipaparkan
oleh media massa. Mccabe melihat bahwa pemberitaan dengan
berbagai sudut pandang yang berbeda justru dapat meningkakan
toleransi kepada orang lain. Sedangkan, pemberitaan yang
ditampilkan secara selektif justru akan mengurangi pemahaman
masyarakat mengenai toleransi itu sendiri.69
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media massa
memiliki pengaruh yang besar dalam membangun kualitas
toleransi di masyarakat. Prespektif yang ditampilkan media massa
mengenai perbedaan dan keberagaman berpengaruh terhadap
kuatnya pemahaman toleransi dimasyarakat. Dengan kekuatan
yang dimilikinya, media massa bisa menjadi alat pemersatu dan
https://www.usip.org/publications/2011/08/diversity-peace-and-tolerance-
pakistans-media
69 Jessi Mccabe, “Online News Media Use and Political Tolerance”,
(Wayne State University: 2010), h. 37-46.
60
perdamaian di daerah konflik. Sedangkan di lain sisi kekuatan
yang dimiliki media juga mampu meningkatkan intoleransi dan
diskriminasi itu sendiri.
61
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Republika Online
Republika online hadir kehadapan khalayak dua tahun
setelah Harian Republika terbit yakni sejak 17 Agustus 1995.
Republika Online merupakan portal berita yang menyajikan
informasi secara teks, audio, dan video yang terbentuk
berdasarkan teknelogi hypermedia dan hiperteks.70
Republika adalah Koran nasional yang dilahirkan oleh
kalangan komunitas muslim bagi publik Indonesia. Dipimpin
oleh eks wartawan Tempo, Zaim Uchrowi, penerbitan harian
Republika merupakan puncak dari upaya panjang kalangan umat
Islam yang teralh menempuh berbagai langkah. Kehadiran Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang saat itu diketuai BJ
Habibie dapat menembus pembatasan ketat pemerintah untuk izin
penerbitan saat itu memungkinkan upaya-upaya tersebut berbuah.
Republika terbit perdana pada 4 Januari 1993.71
70 Republika Online, “Profil, Republika Online”. Diunduh tanggal
12/08/2018, https://www.republika.co.id/page/about
71 Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Republika, Wikipedia Bahasa
Indonesia. Diunduh tanggal 12/08/2018,
https://id.wikipedia.org/wiki/Republika_(surat_kabar)
62
Pada awalnya Republika berdiri di bawah perusahaan PT
Abdi Bangsa, namun setalah BJ Habibie tidak langi menjadi
presiden dan seiring dengan surutnya kiprah politik ICMI selaku
pemegang saha mayoritas, pada akhir tahun 2000, Republika
beralih kepemilikan di bawah kelompok Mahaka Media. PT Abdi
Bangsa selanjutnya menjadi perusahaan induk, dan Republika
berada di bawah bendera PT Republika Media Mandiri, salah satu
anak perusahaan PT Abdi Bangsa. Di bawah bendera Mahaka
Media, kelompok ini juga menerbitkan Majalah Golf Digest
Indonesia, Majalah Parents Indonesia, stasiun radio Jak FM, Gen
FM, Delta FM, FeMale Radio, Prambors, Jak tv, dan Alif TV.
Walaupun berganti kepemilikan, Republika tidak
mengalami perubahan, baik visi maupun misi. Visi Republika
adalah Modern, Moderat, Muslim, Kebangsaan, dan Kerakyatan.
Sedangkan Misi Republika adalah sebagai koran masyarakat baru
yang maju, cerdas, dan beradab. Harus diakui, ada perbedaan
gaya dibandingkan sebelumnya. Sentuhan bisnis dan
independensi Republika menjadi lebih kuat. Karena itu, secara
bisnis, koran ini terus berkembang. Republika menjadi semakin
profesional dan matang sebagai koran nasional untuk komunitas
muslim.
Direktur utama Republika saat ini adalah Erick
Thohir yang juga merupakan ketua umum Asosiasi Televisi
Swasta Indonesia (ATVSI) periode 2010 - 2013. Hingga kini,
Republika telah mengalami berkali-kali pergantian pemimpin
redaksi. Pemimpin redaksi yang pertama adalah Parni Hadi, lalu
63
Andi Makmur Makka, Zaim Uchrowi, Tommy Tamtomo, Yayat
Supriyatna, Asro Kamal Rokan, Ikhwanul Kiram Mashuri,
Nasihin Masha, dan saat ini adalah Irfan Junaidi.72
Tabel 3.1
Redaksi dan Managemen Republika Online
Pimpinan Redaksi Irfan Junaidi
Wakil Pemimpin
Redaksi
Nur Hasan Murtiaji
Redaktur
Pelaksana ROL
Elba Damhuri
Wakil Direktur
Pelaksana ROL
Joko Sadewo
Asisten Redaktur
Pelaksana ROL
Didi Purwadi, Muhammad
Subarkah, Budi Rahardjo
Tim Redaksi Agung Sasongko, Bayu
Hermawan, Bilal Ramadhan,
Esthi Maharani,Hazliansyah,
Ilham Tirta, Indira Rezkisari,
Israr Itah, Winda Destiana
Putri, Yudha Manggala
Putra, M.Amin Madani,
72 Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Republika, Wikipedia Bahasa
Indonesia. Diunduh tanggal 12/08/2018,
https://id.wikipedia.org/wiki/Republika_(surat_kabar)
64
Sadly Rachman, Ririn
Liechtiana, Fian Firatmaja,
Ani Nursalikah, Dwi
Murdaningsih, Nidia Zuraya,
Nur Aini, Teguh Firmansyah,
Andi Nur Aminah, Karta
Raharja Ucu, Andri Saubani,
Agus Yulianto, Reiny
Dwinanda,Wisnu Aji
Prasetiyo,Fakhtar Khairon
Lubis,Ratna Puspita,Endro
Yuwanto
Tim Sosmed Fanny Damayanti, Asti Yulia
Sundari, Dian Alfiah, Inarah
Tim IT dan Desain Mohamad Afif, Abdul Gadir,
Nandra Maulana Irawan,
Mardiah, Kurnia Fakhrini
Kepala Support
dan GA
Slamet Riyanto
Tim Support Riky Romadon Firmasnyah
Sekred Erna Indriyanti
65
Tabel 3.2
Struktur PT Republika Media Mandiri
B. Profil Kompas.com
Kompas.com pertama kali hadir di internet pada 14
september 1995.pada awalnya, Kompas Online atau KOL yang
diakses dengan alamat kompas.co.id hanya menampilkan replika
dari berita-berita harian Kompas yang terbit dengan tujuannya
untuk memberikan layanan kepada para pembaca
harian Kompas di tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh
jaringan distribusi Kompas.
Komisaris utama Erick Thohir
Wakil Komisaris Utama Muhammad Lutfi
Direktur Utama Agoosh Yoosran
Wakil Direktur Utama Mira Rahardji Djarot
Direktur Oprasional Arys Hilman Nugraha
Direktur Marketing Ronggo Sadono
Manager Senior
Keuangan, SDM,
Umum
Ruwito Brotowidjoyo
Manager Senior
Pengembangan Klien
Yulianingsih Yamin
66
Pada awal tahun 1996 alamat Kompas Online berubah
menjadi www.kompas.com. Dengan alamat baru ini Kompas
Online menjadi semakin populer buat para pembaca setia
harian Kompas di luar negeri. Melihat potensi dunia digital yang
besar, Kompas Online kemudian dikembangkan menjadi sebuah
unit bisnis tersendiri di bawah bendera PT Kompas Cyber Media
(KCM) pada 6 Agustus 1998. Sejak saat itu, Kompas Online lebih
dikenal dengan sebutan KCM. Di era ini, para pengunjung KCM
tidak lagi hanya mendapatkan replika harian Kompas, tapi juga
mendapatkan update perkembangan berita-berita terbaru yang
terjadi sepanjang hari.
Pada 29 Mei 2008, Kompas Online me-rebranding dirinya
menjadi Kompas.com, merujuk kembali pada brand Kompas yang
selama ini dikenal selalu menghadirkan jurnalisme yang sarat
makna. Kanal-kanal berita ditambah. Produktivitas sajian berita
ditingkatkan demi memberikan sajian informasi yang update dan
aktual kepada para pembaca. Rebranding Kompas.com ingin
menegaskan bahwa portal berita ini ingin hadir di tengah
pembaca sebagai acuan bagi jurnalisme yang baik di tengah
derasnya aliran informasi yang tak jelas kebenarannya.
Dengan tagline Jernih Melihat Dunia, Kompas.com ingin
memosisikan diri sebagai media yang selalu menyajikan
informasi dalam perspektif yang obyektif, utuh, independen, tidak
bias oleh berbagai kepetingan politik, ekonomi, dan kekuasaan.
Oleh karena itu, Kompas.com tidak hanya menyajikan informasi
67
terkini dalam bentuk berita hardnews
yang update mengikuti nature-nya media online, tapi juga berita
utuh dalam berbagai perspektif untuk menjelaskan duduknya
perkara sebuah persoalan yang kerap simpang siur.
Reportase disajikan Kompas.com dalam berbagai bentuk,
mulai dari hardnews, softnews/feature, wrap-up, berbagai isu
disajikan tiap pagi, liputan khusus yang memberikan
kelengkapan update informasi tiap saat, hingga liputan mendalam
berupa long-form. Laporan mendalam atau indepth di sajikan
kompas.com dalam bentuk multimedia story telling yang dikenal
sebagai Visual Interaktif Kompas (VIK).
Disaat media online lain berlomba menyajikan informasi
secara cepat, Kompas.com dengan adagium jurnalistik lama yang
diembannya yakini "Get it first, but first get it right" kompas.com
memandang bahwa kecepatan bukanlah tujuan utama.
Kompas.com berusaha menyajikan kebenaran informasi kepada
khalayak sebagai prioritas utama.Di era digital dan media sosial
saat ini, ketika kebenaran sulit ditemukan di antara lautan
informasi, menemukan kebenaran menjadi sangat
relevan. Kompas.com tidak ingin menjadi bagian dari kegaduhan
(noise) di media sosial. Kompas.com berupaya memberi jawaban
atas kegaduhan-kegaduhan itu (voice). Oleh sebab itu,
tim Kompas.com terbiasa bekerja untuk memfilter informasi,
baik informasi di lapangan maupun informasi di media sosial,
apakah fakta ataukah hoaks. Kami ingin
memastikan, Kompas.com bisa menjadi referensi pembaca untuk
68
memvalidasi apakah sebuah informasi itu hoaks atau bukan.
Demi mendapatkan kebenaran jurnalistik itu kompas.com
melakukan verifikasi atas fakta dan data yang kami dapatkan di
lapangan atau di media sosial. Ada tiga hal yang menjadi
perhatian dalam proses verifikasi: observasi lapangan,
narasumber, dan data. Observasi lapangan adalah prioritas
pertama yang di lakukan kompas untuk mendapatkan fakta
orisinal. fakta tersebut kemudian didalami dengan mencari
narasumber yang dapat dipercaya.
Dalam praktiknya, setiap
wartawan Kompas.com memastikan narasumber yang dikutip
adalah sumber pertama yang berada saat peristiwa terjadi.
Informasi dari sumber kedua dan ketiga diperlakukan dengan
sikap skeptis.Selanjutnya, semua informasi dari narasumber wajib
dicek dan cek ulang ke pihak-pihak yang terkait dengan topik
yang dibahas.Kredibilitas narasumber menyangkut latar
belakang, rekam jejak, dan kredibilitasnya juga menjadi perhatian
utama demi mendapatkan pandangan yang obyektif dari mereka.
Kompas.com menyertakan sumber resmi lembaga sebagai
pemberi informasi (misal berupa link siaran pers atau link ke
sebuah data) di dalam tubuh berita sebagaimana diatur dalam
kode etik jurnalistik. Untuk data, Kompas.com memastikan data
yang diperoleh berasal dari sumber resmi yang kredibel, apakah
lembaga pemerintah atau lembaga internasional. Data yang
ditampilkan menyebutkan sumber data maupun tautan (link)
sumber tersebut. Kompas.com juga didukung lembaga riset
69
mandiri yaitu Pusat Penelitian dan Pengembangan
(Litbang) Kompas yang selama puluhan tahun teruji dengan data
yang obyektif, valid, dan independen73.
Tabel 3.3
Struktur Editorial Kompas.com74
Editor in Chief Wisnu Nugroho
Managing Editor Amir Sodikin
Assistant Managing
Editor
Johanes Heru Margianto,
Ana Shofiana Syatiri,
Laksono Hari Wiwoho,
Moh. Latip, Aris
Fertonny Harvenda
Editors Agustinus Wisnubrata,
Sandro Gatra, Bayu
Galih Wibisono, Sabrina
Asril, Inggried Dwi
Wedhaswary, Krisiandi,
Icha Rastika, Egidius
Patnistik, Kurnia Sari
Aziza, Dian Maharani,
Caroline Sondang
73 Kompas, “About Us”. Diunduh pada 04 December 2019 dari
https://inside.kompas.com/about-us.
74 Kompas.com, about us dalam https://inside.kompas.com/about-us,
diakses pada 04 December 2018 pukul 21:16 WIB
70
Andhikayani Damanik,
Reni Susanti, Farid
Assifa, Erlangga
Djumena, Ervan
Hardoko, Glori Kyrious
Wadrianto, Bambang
Priyo Jatmiko, Aprillia
Ika, Hilda Hastuti,
Kistyarini, Taslimah
Widianti Kamil, Irfan
Maullana, Aris Fertonny
Harvenda, Agung
Kurniawan, Azwar
Ferdian, Lusia Kus Anna
Maryati, Bestari Kumala
Dewi, I Made Asdhiana,
Shierine Wangsa
Wibawa, Muhammad
Reza Wahyudi, Reska
Koko Nistanto, Aloysius
Gonsaga AE, Jalu Wisnu
Wirajati, Yunanto Wiji
Utomo, Eris Eka Jaya,
Palupi Annisa Auliani
Reporters Fabian Januarius
71
Kuwado, Ihsanuddin,
Dani Prabowo,
Ambaranie Nadia
Kemala Movanita, Abba
Gabrillin, Nabilla
Tashandra, Kristian
Erdianto, Rakhmat Nur
Hakim, Robertus
Belarminus, Alsadad
Rudi, Jessi Carina, Andri
Donnal Putera, Kahfi
Dirga Cahya, Akhdi
Martin Pratama, Nibras
Nada Nailufar, David
Oliver Purba, Nursita
Sari, Yoga Sukmana,
Sakina Rakhma Diah
Setiawan, Pramdia
Arhando Julianto, Iwan
Supriyatna, Achmad
Fauzi, Arimbi
Ramadhiani, Ridwan Aji
Pitoko, Andi Muttya
Keteng, Tri Susanto
Setiawan, Dian Reinis
Kumampung, Ira Gita
72
Natalia Sembiring,
Donny Apriliananda,
Febri Ardani Saragih,
Ghulam Muhammad
Nayazri, Stanly Ravel
Pattiwaelapia, Aditya
Maullana, Setyo Adi
Nugroho, Wahyu Adityo
Prodjo, Sri Anindiati
Nursastri, Silvita
Agmasari, Anggita
Muslimah, Oik Yusuf
Araya, Yoga Hastyadi
Widiartanto, Fatimah
Kartini Bohang, Ferril
Dennys Sitorus, Nugyasa
Laksamana, Antonius
Tjahjo Sasongko, Jodhi
Yudono
Photographers Roderick Adrian Mozes,
Heribertus Kristianto
Purnomo, Dino
Oktaviano Sami Putra,
Ari Prasetyo, Garry
Andrew Lotulung,
73
Andreas Lukas A., Lulu
Cinantya
Administrative &
Scretary
Adinda Dwi Putri, Ira
Fauziah
Content Marketing Josephus Primus, Sri
Noviyanti, Mikhael
Gewati, Erwin Kusuma
Oloan Hutapea, Dimas
Wahyu Trihardjanto
C. Profil Detik.com
Detik.com mulai hadir dengan sajian lengkap pada 9 Juli
1998. Didirikan oleh beberapa praktisi media seperti Budiono
Darsono (eks wartawan DeTik), Yayan Sopyan (eks
wartawan DeTik), Abdul Rahman (mantan wartawan Tempo),
dan Didi Nugrahadi. Semula detik.com focus pada berita politik,
ekonomi, dan teknologi informasi, namun setelah situasi politik
mulai reda dan ekonomi mulai membaik, detikcom mulai
menghadirkan berita hiburan dan olahraga Detik.com unggul
dalam penyajian berita-berita baru atau breaking news dan
menggantungkan pendapatan dari bidang iklan. Dengan menjual
breaking news dan berita-berita terupdate detik.com sukses
menjadi situs inofrmasi digital popular dikalangan pengguna
internet.
74
Kesuksesan detik.com sebagai situs pemberitaan dapat
dilihat dari perkembangan jumlah pengunjungnya, pada awal
kemunculannya yakni pada Juli 1998 situs detikcom per harinya
menerima 30.000 hits (ukuran jumlah pengunjung ke sebuah
situs) dengan sekitar 2.500 user (pelanggan Internet). Sembilan
bulan kemudian, Maret 1999, hits per harinya naik tujuh kali
lipat, tepatnya rata-rata 214.000 hits per hari atau
6.420.000 hits per bulan dengan 32.000 user. Pada bulan Juni
1999, angka itu naik lagi menjadi 536.000 hits per hari
dengan user mencapai 40.000. Terakhir, hits detikcom mencapai
2,5 juta lebih per harinya. selain itu, detik.com juga menjadi salah
satu situs yang memiliki page view (jumlah halaman yang
diakses) tinggi. Page view detikcom sekarang mencapai 3 juta per
harinya. sekarang detik.com menempati posisi ke enam tertinggi
dari alexa.com untuk seluruh kontent di Indonesia
Detik.com berdiri dibawah perusahaan milik Chairul Tanjung
yakni CT Corp atau Trans Corp sejak 3 Agustus 2011 . Chairul
Tanjung, pemilik CT Corp membeli detikcom secara total (100
persen) dengan nilai US$60 juta atau Rp 521-540 miliar. Sebelum
diakuisisi oleh CT Corp, saham detikcom dimiliki oleh Agranet
Tiger Investment dan Mitsui & Co. Agranet memiliki 59% saham
di detikcom, dan sisanya dimiliki oleh Tiger 39%, dan Mitsui 2%.
Detik.com merupakan salah satu portal berita yang
memiliki situs beragam. Situs-situs tersebut antara lain :
75
detikNews (news.detik.com) Berisi informasi berita
politik-peristiwa
detikFinance (finance.detik.com) Memuat berita ekonomi
dan keuangan
detikFood (food.detik.com) Informasi tentang resep
makanan dan kuliner
detikHot (hot.detik.com) Berisi info gosip artis/selebriti
dan infotainment
detiki-Net (inet.detik.com) Memuat informasi teknologi
informasi
detikSport (sport.detik.com) Berisi info olahraga termasuk
sepak bola
detikHealth (health.detik.com) Memuat info dan artikel
kesehatan
20detik (tv.detik.com/20detik/) Memuat original konten
video mulai dari news sampai lifestyle
detikFoto (foto.detik.com) Memuat berita foto
detikOto (oto.detik.com) Memuat informasi mengenai
otomotif
detikTravel (travel.detik.com) Memuat informasi tentang
liburan dan pariwisata
76
detikEvent (event.detik.com) Memuat event-event yang
diadakan dan kerjasama dengan Detikcom
detikForum (forum.detik.com) Tempat diskusi online
antar komunitas pengguna Detikcom
blogDetik (blog.detik.com) Tempat pengakses mengisi
info atau artikel, foto, video di halaman blog pribadi
Wolipop (wolipop.detik.com) Berisi informasi tentang
wanita dan gaya hidup
Iklan Baris (iklanbaris.detik.com) Berisi Iklan yang
langsung diisi konsumen
Pasangmata (pasangmata.detik.com) Informasi berita dari
pengguna dan dimoderasi oleh Admin75
Tabel 3.4
Redaksi Detik.com76
Direktur
Pemberitaan
: Ahmad Ridwan Dalimunthe
Pemimpin : Iin Yumiyanti
75 Wikipedia, “Detik.com”. Diunduh pada 11 Februari 2019 Pukul
22:26 WIB dari https://id.wikipedia.org/wiki/DetikCom
76 Detik.com, “Redaksi”. Diunduh pada diakses pada 11 Februari
2019 Pukul 22:26
WIB dari https://www.detik.com/dapur/redaksi.
77
Redaksi/Penanggung
Jawab
Wakil Pemimpin
Redaksi
: Andi Abdullah Sururi, Ardhi
Suryadhi, Elvan Dany Sutrisno
Kepala Peliputan Ahmad Toriq (Jakarta), Triono
Wahyu Sudibyo (Daerah dan Luar
Negeri)
DetikNews : Fajar Pratama (Redaktur Pelaksana),
Hestiana Dharmastuti (Wakil
Redaktur Pelaksana)
Aditya Fajar Indrawan, Aditya
Mardiastuti, Andi Saputra, Bagus
Prihantoro Nugroho, Bahtiar Rifai,
Bisma Alief, Danu Damarjati,
Dhani Irawan, E Mei Amelia
Rahmat, Edward Febriyatri
Kusuma, Elza Astari Retaduari,
Erwin Dariyanto, Ferdinan,
Herianto Batubara, Idham Khalid,
Indah Mutiara Kami, Jabbar
Ramdhani, Kartika Sari Tarigan, M
Taufiqurrahman, Nathania Riris
Michico, Nograhany Widhi K, Novi
78
Christiastuti Adiputri, Ray Jordan,
Rina Atriana, Rita Uli Hutapea,
Rivki, Ahmad Ziaul Fitrahudin,
Muhammad Fida Ul Haq, Niken
Purnamasari, Andhika Prasetia,
Noval Dhwinuari Antony, Bartanius
Dony A, Arief Ikhsanudin, Ibnu
Haryanto, Gibran Maulana, Haris
Fadhil, Galang Aji Putro, Ahmad
Bil Wahid, Dewi Irmasari, Heldania
Utri Lubis, Kanavino, Cici Marlina
DetikFinance : Angga Aliya ZRF (Redaktur
Pelaksana)
Hans Henricus B.S.A, Dana
Aditiasari, Zulfi Suhendra, Ardan
Adhi Chandra, Eduardo
Simorangkir, Fadhly Fauzi
Rachman, Hendra Kusuma, Danang
Sugianto, Puti Aini Yasmin, Sylke
Febrina Laucereno, Trio
Hamdani, Selfie Miftahul
Jannah, Achmad Dwi Afriyadi
DetikSport : Doni Wahyudi (Redaktur
Pelaksana), Kris Fathoni (Wakil
Redaktur Pelaksana)
79
Amalia Dwi Septi, Femi Diah N,
Fredy Meylan Ismawan, Lucas
Aditya, Mercy Raya, Mohammad
Resha Pratama, Novitasari Dewi
Salusi, Okdwitya Karina Sari, Rifqi
Ardita Widianto
DetikHot : Nurul Ken Yunita (Redaktur
Pelaksana), Nugraha Rodiana
(Wakil Redaktur Pelaksana)
Asep Syaifullah,Delia Arnindita
Larasati, Desy Puspasari, Devy
Octafiani, Dicky Ardian, Komario
Bahar, Mahardian Prawira Bhisma,
Mauludi Rismoyo, Prih Prawesti,
Tia Agnes Astuti, Febriyantino Nur
Pratama, Dyah Paramita Saraswati,
Hanif Hawari, Veynindia Esaloni
DetikInet : Achmad Rouzni Noor II (Redaktur
Pelaksana), Fino Yurio Kristo
(Wakil Redaktur Pelaksana)
Anggoro Suryo Jati,Rachmatunnisa,
Josina, M. Alif Goenawan, Adi Fida
Rahman
DetikHealth : AN Uyung Pramudiarja (Redaktur
Pelaksana)
80
Firdaus Anwar, M Reza
Sulaiman, Radian Nyi Sukmasari,
Rahma Lillahi Sativa, Suherni
Wolipop : Eny Kartikawati (Redaktur
Pelaksana), Hestianingsih (Wakil
Redaktur Pelaksana)
Alissa Safiera, Daniel Ngantung,
Kiki Oktaviani, Rahmi
Anjani, Mohammad Abduh
DetikFood : Odilia Winneke (Redaktur
Pelaksana)
Lusiana Mustinda, Maya Safira,
Andi Annisa Dwi Rahmawati
DetikTravel : Fitraya Ramadhanny (Redaktur
Pelaksana), Afif Farhan (Wakil
Redaktur Pelaksana)
Johanes Randy, Kurnia Yustiana,
Wahyu Setyo Widodo, Ahmad
Masaul Khoiri
DetikOto : Dadan Kuswaraharja (Redaktur
Pelaksana), M. Luthfi Andika
(Wakil Redaktur Pelaksana)
Khairul Imam Ghozali, Dina
Rayanti, Rangga Rahadiansyah
81
DetikX : Irwan Nugroho (Redaktur
Pelaksana), Sapto Pradityo (Wakil
Redaktur Pelaksana)
Aryo Bhawono, Deden Gunawan,
Ibad Durrohman, Melisa Mailoa , M
Rizal Maslan, Pasti Liberti Mappapa
DetikFoto : Dikhy Sasra (Redaktur Pelaksana)
Rachman Haryanto, Agus Purnomo,
Aries Suryono, Agung Pambudhy,
Ari Saputra, Grandyos Zafna,
Rengga Sancaya, M. Ridho Suhandi
20Detik : Gagah Wijoseno (Redaktur
Pelaksana), Fuad Fariz (Wakil
Redaktur Pelaksana)
M. Abdurrosyid, Achmad Triyanto,
Adil Pradipta Huwa, Aji Bagoes
Risang, Anggoro Fajar
Purnomo, Billy Triantoro, Budi
Setiawan, Deny Fitrianto, Didik
Dwi, Esty Rahayu Anggraini,
Fahrur Rozi, Ihsan Dana, Lintang
Jati Rahina, Ichsan Luthfi,
Iswahyudy, Marisa, Isfari Hikmat
Muhammad Zaky Fauzi Azhar,
Nandya Bachtiar, Niza Sari Pratiwi,
82
Nugroho Tri Laksono, Okta
Marfianto, Rahma Yoga Wedar,
Raisha Anazga, Septiana Ledysia,
Suci Seto, Tri Aljumanto, Wirsad
Hafiz, Yandra Wijaya
Brand Newsroom : Mega Putra Ratya (Head), Niken
Widya Yunita
Redaktur Bahasa : Habib Rifai, Hadi Prayuda
Biro Daerah dan
Luar Negeri
Jawa Timur : Budi Sugiharto (Kepala Biro)
Surabaya : Budi Hartadi, Fatichatun
Nadiroh, Imam Wahyudiyanta, Rois
Jajeli, Zainal Effendi, Nila Ardiani
Banyuwangi : Putri Akmal
DI Yogyakarta : Bagus Kurniawan (Kepala Biro)
Yogyakarta : Sukma Indah
Permana, Ati Dirgawati
Jawa Barat : Erna Mardiana (Kepala Biro)
Bandung: Avitia Nurmatari, Baban
Gandapurnama, Mukhlis Dinillah
83
Purwakarta : Tri Ispranoto
Jawa Tengah : Muchus Budi
Rahayu (Solo), Angling Adhitya
Purbaya (Semarang)
Riau : Chaidir Anwar Tanjung (Pekanbaru)
Sulawesi Selatan : Muhammad Nur
Abdurrahman (Makassar)
Research and
Development
: Sudrajat (Head), Dwi Arif
Ikhwanto, Dedi Irawan, Nita
Rachmawati, Andhika
Akbaryansyah, Edi Wahyono, Fuad
Hasim, Luthfy Syahban, Mindra
Purnomo, Zaki Alfarabi
Community dan
Pasangmata.com
: Meliyanti Setyorini (Head) , Ai
Chintia Ratnawati, Ardi Cahya
Rosyadi, Marwan, M Fayyas,
Radiyanto, Sari Amalia, Stefanus
Agung Pratomo, Winati Suhestia
Sekretaris Redaksi : Marina Deviyanti (Head), M Sidik,
Febby Kusuma Dewi, Satika
Putriana, Tisna Rias Pratiwi, Siti
84
Nurhasanah
Alamat Redaksi : Gedung Transmedia - Lantai 8-9
Jln. Kapten Tendean kav. 12-14A,
Jakarta Selatan, 12790 Telp: (021)
7918 7722 (Hunting)
Fax. (021) 7918
7727 Email: redaksi[at].detik.com
Kontak Iklan : Telp: (021) 7918 7722
Email: sales[at]detik.com
Alamat Biro
Yogyakarta
: Jl Gayam No. 5, Ruko Mutiara 1
Baciro, Gondokusuman Yogyakarta
55225
Telp: (0274) 292 3597
Alamat Biro Jawa
Timur
: Jl. Mangkunegoro No. 8 Surabaya
Telp/ Fax: (031) 99531416
Email: redaksi[at]detiksurabaya.com
Alamat Biro Jawa
Barat
: Management Office Trans Studio
Bandung P3, Jl Gatot Subroto no
289, Bandung 40273
Email: redaksi[at]detikbandung.com
85
D. Profil Tribunnews.com
Tribnnews.com adalah situs berita yang dikelola oleh PT
Tribun Digital Online yang merupakan divisi Koran Daerah
Kompas Gramadia (Group of Regional Newspaper) berlokasi di
Gedung Group of Regional Newspaper Kompas Gramedia, Jl
Palmerah Selatan No 3, Jakarta Pusat Tribunnews.com
menyajikan jenis pemberitaan yang cukup lengkap yakni meliputi
berita nasional, regional, internasional, olahraga, ekonomi dan
bisnis, serta berita selebritis dan lifestyle. Tribunnews.com
merupakan situs induk bagi lebih dari 20 situs berita daerah
Tribun Network. Situs pemberitaan ini menyajikan halaman
digital paper dari Koran-koran Tribun Network. Berbeda dari
epaper lain yang merupakan replica dari edisi cetak, digital paper
Tribunnews.com adalah Koran yang hanya terbit secara online
dalam format digital tanpa adanya versi cetak.77
Tribunnews menyediakan wadah bagi masyarakat untuk
ikut serta dalam berbagi informasi ataupun menyampaikan
gagasan dan pengalaman empiris yang bermanfaat bagi
kehidupan bangsa melalui dua rubrik Tribunnews, yaitu
Tribuners dan Citizen Reporter. . Tribunnews juga mengelola
forum diskusi serta beberapa komunitas online, seperti melalui
Facebook, Twitter, dan Google+. Sesuai dengan perkembangan
zaman, Tribunnews juga menyediakan Tribunnews mobile
dengan alamat m.tribunnews.com, sehingga memudahkan para
77 Tribunnews.com, “About Us”. Diunduh pada 04 Agustus 2019 dari
http://www.tribunnews.com/about-us.
86
pembaca dan memungkinkan untuk memperoleh berita
dimanapun dan kapanpun.
Portal Berita Tribunnews menurut Alexa menempati
posisi pertama diatas detik.com dan Kompas.com Portal Berita
ini didukung oleh 500 wartawan dari 22 surat kabar di 19 kota.78
Tabel 3.5
Redaksi Tribunnews.com79
Director : Herman Darmo, Sentrijanto
General
Manager
: Dahlan Dahi
Board of Editor : Herman Darmo, Febby Mahendra Putra,
Achmad Subechi, Dahlan Dahi
78 Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Tribunnews.com”, Wikipedia
Bahasa Indonesia, Diunduh pada 04/08/2018,
https://id.wikipedia.org/wiki/Tribunnews.com
79 Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Tribunnews.com”, Wikipedia
Bahasa Indonesia, Diunduh pada 04/08/2018,
https://id.wikipedia.org/wiki/Tribunnews.com
87
Editor in Chief : Dahlan Dahi
News Manager : Yulis Sulistyawan
Assistant
Content
: Yudie Thirzano
Editor : Agung Budi Santoso, Anita
Kusumawardhani, Antonius
Bramantoro, Choirul Arifin, Dewi
Agustina, Fajar Anjungroso,
Hasanuddin Aco, Hendra Gunawan,
Husein Sanusi, IGN Sawabi, Johnson
Simanjuntak, Hasiolan Eko Purwanto
Gultom, Ravianto, Sanusi, Choirul
Arifin, Sugiyarto, Samuel Febriyanto,
Yogi Gustaman, Adi Suhendi, Eko
Sutriyanto, Willem Jonatan
Editor Image : Dani Permana, FX Ismanto
88
Editor Video : Bian Harnansa, Sapto Nugroho
Tabel 3.6
Struktur Redaksi Newsroom Jakarta80
Editor : Ade Mayasanto, Rahmad Hidayat, Deny
Budiman, Dodi Esvandi, Willy
Widianto, Muhammad Barir o
Reporter : Abdul Qodir Zaelani, Adiatmaputra
Fajar Pratomo, Danang Setiaji,
Deodatus S Pradipto, Eri Komar Sinaga,
Ferdinand Waskita, Glery Lazuardi,
Imanuel Nicolas Manafe, Muhammad
Zulfikar, Nurmulia Rekso Purnomo,
Srihandriatmo Malau, Theresia
Felesiani, Wahyu Aji, Taufik Ismail,
Seno Tri Sulistiyono, Achmad Rafiq,
Reynas Abdila, Fahdi Fahlevi, Ruth
Vania, Dennis Destryawan , Ruth Vania
Christine, Amriyono Prakoso
Fotografer
(Jakarta)
: Herudin, Jeprima, Irwan Rismawan Dahi
80 Ibid
89
Reporter/
Forografer
(Daerah)
Tribun Network
91
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Framing Robert N. Entman Republika Online
Tabel 4.1
Analisis Pemberitaan “ Merayakan Keharmonisan”,
Rilis : 30 January 2017
PERANGKAT ANALISIS MERAYAKAN
KEHARMONISAN
Problem Identification
(Pendefinisian masalah )
Imlek Ada peleburan batas-batasan
agama danbudaya dalam
perayaan Imlek
Causal Interpretation
(Memperkirakan penyebab
masalah)
Etnis Tionghoa muslim yang
menganggap bahwa Imlek hanya
perayaan budaya
Moral Evaluation
(Membuat pilihan moral)
Imlek dijadikan sarana untuk
menjalin komunikasi dan
silaturahmi.
Treatment Recommendation Masyarakat khusunya muslim
tionghoa harus tahu batasan
92
(Menekankan penyelesaian) mana yang diperbolehkan
dalam merayakan Imlek
Problem Identification (Pendifinisian masalah),
merupakan elemen pertama dalam analisis framing Entman.
Elemen ini melihat bagaimana wartawan memahami sebuah
peristiwa yang nantinya akan dikemas menjadi pemberitaan.
Dalam elemen ini Republika Online melihat bahwa terdapat
peleburan batasan agama dan budaya dalam perayaan Imlek. Hal
ini terlihat dalam penggalan teks pemberitaan berikut :
“Bagi warga keturunan Tionghoa, perayaan Imlek
adalah hari besar yang paling dinanti. Sejatinya, perayaan
Imlek adalah penanda bermula hari pertama di bulan
pertama dalam penanggalan Tionghoa. Untuk merayakan
awal yang baru, mereka merayakan kemeriahan itu dalam
berbagai jamuan dan keriaan. Perayaan Imlek seolah
melebur batas agama dan status sosial dalam kemeriahan
yang sangat khas.” – paragraph ke-681
Melalui pemberitaan ini Republika Online ingin
menunjukan bahwa masyarakat Indonesia masih belum bisa
membedakan batasan-batasan agama dan budaya dalam perayaan
Imlek. Hal ini dikarenakan kemeriahan perayaan Imlek yang
sangat kental dengan unsur budaya seperti pertunjukan barongsai,
dan pertunjukan kebudayaan china lainnya yang bisa dinikmati
oleh seluruh lapisan masyarakat dan tidak terbatas bagi etnis
81 Endah Hapsari, “ Merayakan Keharmonisan”. Diunduh pada 03
Januari 2018 pukul 19:30 WIB, dari
https://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/17/01/30/okkr4613-
merayakan-keharmonisan.
93
Tionghoa saja. Namun, disatu sisi Imlek juga identik dengan
berbagai ritual keagamaan seperti sembahyang di vihara atau
klenteng dan menyediakan sesajian tertentu untuk para leluhur.
Kegiatan inilah yang dilarang dan tidak bisa dilakukan oleh umat
Islam.
Causal Interpretation (memperkirakan penyebab masalah),
dalam Causal Interpretation terlihat bagaimana wartawan
mengidentifikasi sumber masalah baik siapa saja yang dianggap
sebagai aktor dalam sebuah peristiwa (who), atau apa yang
menjadi penyebab masalah? (what).
Identifikasi Republika Online mengenai Imlek sebagai
perayaan budaya dan bukan perayaan agama ditunjukan dengan
adanya etnis Tionghoa mualaf yang masih merayakan Imlek
dengan status barunya sebagai seorang muslim. Terdapat tiga
etnis Tionghoa muslim yang dihadirkan Republika Online dalam
pemberitaan yakni antara lain Muhammad Andriansyah (28
tahun), Yurike (25), Syarif Siangan Tanudjaya yang merupakan
tokoh Muslim Tionghoa. Ketiga narasumber menceritakan
bagaimana mereka merayakan Imlek dengan statusnya sebagai
seorang muslim. Melalui pendapat Syarif Siangan Tajudjaya
Republika online menyatakan bahwa tidak ada larangan bagi
umat muslim untuk merayakan Imlek. Hal ini dikarenakan
Republika Online melihat bahwa Imlek adalah perayaan budaya
dan bukan perayaan agama. Seperti yang terlihat pada teks
berikut :
94
"Kita sebagai etnis Tionghoa merayakan Imlek tidak
ada kaitannya dari segi agama. Imlek merupakan
perayaan tahun baru etnis Tionghoa, siapa pun etnis
Tionghoa ikut merayakan," kata Syarif kepada
Republika, Rabu (25/1).82
Bagi para etnis Tionghoa, Imlek adalah perayaan budaya
yang siapapun boleh ikut merayakannya. Hal inilah yang
membuat perayaan Imlek dapat meleburkan perbedaan agama
dan status sosial. Tanpa memandang agama atau status sosial
apapun, semua etnis Tionghoa atau masyarakat lain pun dapat
ikut serta dalam perayaan Imlek.
Moral Evaluation (Membuat pilihan moral), elemen ini
digunakan untuk membenarkan argumentasi pada pendefinisian
masalah yang telah dibuat. Terdapat suatu gagasan atau nilai yang
disampaikan kepada khalayak melalui teks pemberitaan,
umumnya gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu
yang familiar oleh khalayak.
Republika Online melihat Imlek sebagai ajang
silaturahmi, komunikasi dan toleransi. Hal ini ditunjukan oleh
narasumber etnis Tionghoa muslim yang dihadirkan Republika
Online dalam pemberitaan. Ketiga narasumber mengatakan
bahwa tujuan mereka merayakan Imlek semata-mata untuk
menjalin silaturahmi dan komunikasi dengan sanak keluarga
82 Endah Hapsari, “ Merayakan Keharmonisan”. Diunduh pada 03
Januari 2018 pukul 19:30 WIB dari
https://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/17/01/30/okkr4613-
merayakan-keharmonisan.
95
sesama etnis Tionghoa. Seperti pernyataan Syarif Siangan
Tajudjaya pada teks pemberitaan berikut ;
“Tokoh Muslim Tionghoa yang menjadi pembina
mualaf, Syarif Siangan Tanudjaya mengatakan, bagi
Muslim Tionghoa perayaan Imlek semata-mata untuk
menjalin komunikasi dengan etnis Tionghoa, khususnya
dengan keluarga yang non-Muslim. Jadi, Imlek sebagai
salah satu sarana menjalin komunikasi.”83
Selain itu, Republika Online juga melihat bahwa perayaan
Imlek bisa dijadikan sebagai ajang dakwah dan menunjukan
toleransi dalam Islam. Hal ini ditunjukan Republika Online
melalui pernyataan salah satu narasumber etnis Tionghoa mualaf
Muhammad Andriansyah pada lead pemberitaan :
“Perayaan Imlek tahun ini tampaknya menjadi
perayaan yang berbeda untuk Muhammad Andriansyah
(28 tahun). Inilah kali pertama dia merayakan Imlek
dengan status barunya sebagai seorang Muslim. Pada
Agustus tahun lalu, dia resmi memeluk agama Islam.
Maka itu, saat Imlek tahun ini, Andriansyah pun
merayakannya dengan mengemban misi tersendiri.
''Imlek bisa menjadi sarana dakwah untuk mensyiarkan
Islam,'' ujarnya.”
“Bagi dia, kehadiran Muslim Tionghoa di tengah
perayaan menunjukkan kebersamaan. Hal tersebut juga
menunjukkan umat Islam yang toleran.”84
Dengan turut serta dalam perayaan Imlek, secara tidak
langsung para etnis Tionghoa Muslim dapat memperkenalkan
83 Ibid
84 Ibid
96
Islam kepada sanak keluarga yang non muslim dan
memperlihatkan bahwa Islam adalah agama yang toleran. Islam
bukanlah agama yang kaku dan tidak melarang umatnya untuk
merayakan budaya Imlek apalagi dengan tujuan untuk
bersilaturahmi kepada sanak saudara yang non muslim.
Treatment Recomendation( Menekankan Penyelesaian ),
solusi yang ditampilkan Republika Online dalam pemberitaan ini
adalah mengenai pelaksanaan toleransi yang memiliki batasan.
Meski tidak ada larangan bagi etnis Tionghoa muslim merayakan
Imlek, namun dalam pelaksanaannya etnis Tionghoa muslim
harus mengetahui batasan yang bisa dilakukan dan hal-hal yang
harus dihindari dalam perayaan Imlek. Seperti yang terlihat pada
penggalan teks berikut :
“Kendati begitu, Andriansyah telah menetapkan
batasannya. Untuk dia, Muslim Tionghoa yang ikut
merayakan Imlek tetap ada batasan. Sebagai seorang
Muslim, dia menghormati dan mengucapkan selamat
tahun baru bagi etnis Tionghoa. Namun, tidak mengikuti
ritual keagamaan yang biasa dilakukan kalangan non-
Muslim saat Imlek.”
“Misalnya, bila saat perayaan Imlek dihidangkan
makanan dan ternyata di antara makanan tersebut ada
makanan yang tidak boleh dimakan menurut ajaran Islam,
dia bakal menolak mentah-mentah. "Setelah memeluk
Islam, sekarang saya enggak makan kalau ikut ke
perayaan Imlek," katanya.”85
85 Ibid
97
Sebagai seorang muslim, etnis tionghoa muslim yang
turut serta merayakan Imlek harus menghindari hal-hal yang
dilarang dalam Islam seperti memakan makanan yang tidak halal,
dan menghindari ritual-ritual agama lain yakni sembahyang di
vihara dan memberikan sesembahan tertentu untuk para leluhur.
Solusi inilah yang ditampilkan Republika Online untuk para
pembaca khususnya etnis Tionghoa muslim dalam merayakan
Imlek. Dalam Islam terdapat aturan dan batasan dalam
melakukan toleransi, inilah salah satu hal yang ditonjolkan oleh
Republika Online dalam pemberitannya. Republika Online
menggolongkan toleransi agama bukan sebagai sikap menerima
dan menghormati umat agama lain dalam artian yang bebas dan
tanpa batas. Namun, toleransi dilakukan dengan cara yang baik
dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Islam di dalamnya.
Tabel 4.2
Analisis Pemberitaan “Acara Cap Go Meh Digelar di Masjid,
MUI:Astagfirullah!”, Rilis : 18 Februari 2017
PERANGKAT ANALISIS Acara Cap Go Meh Digelar
di Masjid, MUI:
Astagfirullah!
Problem Identification
(Pendefinisian masalah )
Acara Cap Go Meh di Masjid
adalah praktik toleransi yang
keluar batas.
98
Causal Interpretation
(Memperkirakan penyebab
masalah)
Masyarakat dan pemerintah
kurang memahami batasan
toleransi.
Moral Evaluation
(Membuat pilihan moral)
Masjid sebagai tempat Ibadah
sangat dijaga kecuciannya
sehingga tidak bisa dikaitkan
dengan toleransi muamalah
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Pemerintah diaharapkan untuk
membuat acara yang religious
dan menghindari acara-acara
profokattif untuk menjaga
kerukunan dan toleransi antar
umat beragama.
Problem Identification (Pendefinisian masalah), dalam
pemberitaan ini Republika Online menuliskan tentang tanggapan
MUI mengenai rencana pelaksanaan Acara Cap Go Meh di
Masjid Agung Semarang. Republika Online mengidentifikasi
bahwa pelaksanaan Acara Cap Go Meh di Masjid Agung
semarang adalah praktik toleransi yang keluar batas. Hal ini
ditunjukan Republika Online melalui pernyataan Anton Tabah
Digdoyo berikut :
"Saya langsung istighfar mohon ampun pada
Allah, kok sampai segitunyaminta toleransi?" kata mantan
jendral petinggi Polri ini saat
dihubungi Republika.co.id, Sabtu (18/2).
99
“Anton yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum
MUI Pusat ini mengatakan dalam budaya Jawa ada ajaran
luhur ngono yo ngono nanging ojo ngonoyang artinya
tindakan berlebihan dan semena-mena bisa merubah
simpati masyarakat. "Maknanya sangat dalam, ini harus
saling memahami sehingga bisa saling menjaga hati. Good
will," ujarnya.”86
Dengan melaksanakan Acara Cap Go Meh di Masjid
Republika Online menilai bahwa panitia dan aparat pemerintahan
bertindak intoleran karna tidak menghargai aturan dalam Islam.
Hal ini terlihat pada penggalan teks berikut :
“Anton meminta semua umat bisa menghargai
aturan Islam, karena Islam agama terakhir yang paripurna
ajarannya karena lebih detail dari agama-agama lain.
Bahkan masalah buang air kecil pun, Anton mengatakan
diatur adabnya dalam Islam.”87
Dalam pemberitaan ini, Republika Online menampilkan
penolakannya terhadap rencana Acara Cap Go Meh di Masjid.
Penolakan ini diperllihatkan Republika Online mulai dari
penggunaan judul pemberitaan yakni “Acara Cap Go Meh
Digelar di Masjid, MUI:Astagfirullah!”. Penggunaan kata
“Astagfirullah” pada judul memperlihatkan penolakan Republika
Online pada masalah yang terjadi. Hal ini dikarenakan kata
86 Andi Nur Amniah, “ Acara Cap Go Meh Digelar di Masjid MUI:
Astagfirulah!” dalam https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
nusantara/17/02/18/oljl40384-acara-cap-go-meh-digelar-di-masjid-mui-
astaghfirulah, diakses pada 20 Januari 2018 pukul 12:00 WiB
87 Ibid
100
“Astagfirullah” dalam Islam memiliki arti “Aku memohon ampun
kepada Allah” sering digunakan umat Islam ketika melakukan
kesalahan atau melihat sesuatu kekeliruan.
Causal Interpretation (Memperkirakan penyebab
masalah), dalam pemberitaan ini Republika Online melihat
bahwa intoleransi yang terjadi disebabkan oleh kurangnya
pemahaman aparat pemerintah dan masyarakat umum mengenai
batasan toleransi. Seperti yang terlihat dalam penggalan teks
berikut :
“Mantan ajudan presiden ke dua ini menuturkan
ajaran Islam sangat detil tentang masjid sebagai ranah
ibadah bukan muamalah. Sehingga jangan dikaitkan
dengan toleransi. Karena kata dia, toleransi itu saling
hormati dalam beribadah bukan lalu boleh apa saja.”88
Melalui pemberitaan ini Republika Online membagi
toleransi kedalam dua jenis yaitu toleransi muamalah dan
toleransi ibadah. Toleransi muamalah adalah toleransi yang
dilakukan antar manusia sebagai bagian dari lingkungan sosial
seperti membantu antar tetangga, gotong royong dalam
membangun negara, dan saling melindungi antar sesama
masyarakat. Sedangkan toleransi ibadah adalah bentuk
penghormatan akan ibadah dan keyakinan umat agama lain tanpa
mencampuri atau mengusik ajaran yang diimani oleh umat agama
tersebut. Oleh sebab itu, pelaksanaan acara Cap Go Meh di
Masjid merupakan salah satu bentuk intoleransi karena Masjid
bukanlah ranah muamalah melainkan ranah ibadah umat Islam
88 Ibid
101
yang tidak boleh diganggu karna sangat dijaga kesuciannya
dalam Islam.
Make Moral Judgment (Membuat pilihan moral), dalam
pemberitaan ini Republika Online menunjukan kepada pembaca
bahwa masjid sebagai tempat ibadah umat Islam yang sangat
dijaga kesuciannya. Terdapat aturan dan adab yang harus dipatuhi
ketika seseorang ingin memasuki masjid. Hal ini terlihat dari
beberapa penggalan teks berikut :
“Anton menuturkan sebuah bangunan masjid
dalam Islam bukan bangunan biasa tapi termasuk rumah
Allah. Sehingga ada etika dan tata cara tersendiri untuk
masuk ke dalam masjid. Di antaranya harus suci dari
hadas kecil maupun besar. "Apalagi ketika umat Muslim
berada di dalam masjid tidak setiap orang boleh masuk
masjid," katanya lagi.
"Tentang masjid rumah Allah khusus untuk
agungkan dan muliakan Allah dijelaskan antara lain
dalam Alquran surat 24 ayat 36. Dijelaskan oleh Nabi
SAW dalam gadits Musilm nomor 1.070 dan nomor 4.867
yang sangat menggetarkan hati kita," katanya.
“Mantan ajudan presiden ke dua ini menuturkan
ajaran Islam sangat detil tentang masjid sebagai ranah
ibadah bukan muamalah. Sehingga jangan dikaitkan
dengan toleransi. Karena kata dia, toleransi itu saling
hormati dalam beribadah bukan lalu boleh apa saja.”89
Pentingnya menjaga kesucian masjid sebagai tempat
ibadah umat Islam sangat ditekankan oleh Republika Online. Hal
ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada pembaca
89 Ibid
102
bahwa dalam Islam terdapat etika dan aturan yang tidak boleh
diabaikan. Masjid sebagai ranah Ibadah tidak boleh dikaitkan
dengan penerapan toleransi muammalah. Oleh sebab itu,
pemerintah dan masyarakat diharapkan bisa mengerti dan
menghormati aturan-aturan yang diyakini dalam Islam.
Treatment Recomendation (Menekankan penyelesaian),
elemen ini memerlihatkan jalan apa yang dipilih untuk
menyelesaikan masalah. Dalam pemberitaan ini Republika
Online meminta pemerintah untuk tidak melaksanakan acara-
acara yang bersifat profokatif. Seperti yang dapat dilihat dalam
paragraf akhir pemberitaan berikut :
“Menurut Anton yang juga Ketua Penanggulangan
Penodaan Agama itu, festival semacam itupun sejujurnya
tak lazim jika diadakan di negara atau kota mayoritas
Muslim. Seharusnya dia mengatakan, pemerintah
setempat jika membuat acara buatlah acara yang religius
dan tidak provokatif sehingga kerukunan toleransi selalu
terjaga.”90
Melalui pernyaaan tersebut, Republika Online meminta
pemerintah untuk lebih menghargai umat Islam dengan tidak
menyelenggarakan acara-acara yang dapat memprofokasi
masyarakat. Peran pemerintah sebagai pembuat keputusan atau
take holder dinilai menjadi solusi bagi intoleransi yang
berkembang di masyarakat. Pemerintah dirasa perlu lebih
memahami mengenai toleransi yang sebenarnya, dan tidak
mencampurkan toleransi ibadah dan muamalah. Pemerintah juga
90 Ibid
103
diharapkan dapat lebih memahami batasan toleransi dan
menghormati ajaran Islam sebagai agama paripurna terlebih
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk
beragama Islam terbesar di dunia.
B. Analisis Framing Entmant Kompas.com
Tabel 4.3
Pembingkaian Pemberitaan “Menjaga Toleransi Lewat
Peraturan Daerah”, Rilis : 29 Maret 2017
PERANGKAT ANALISIS Menjaga Toleransi
Lewat Peraturan
Daerah
Problem
Identification(Pendefinisian
masalah )
Peraturan Daerah Diskriminatif
melanggar Hak Asasi
Manusia dan Kebebasan
beribadah dan beragama
Causal Interpretation
(Memperkirakan penyebab
masalah)
Besarnya wewenang yang
dimiliki pemda tidak jarang
disalahgunakan sehingga
menghasilkan sejumlah
kebijakan yang justru
mengancam persatuan dan
kesatuan.
Moral Evaluation (Membuat pilihan
moral)
Masyarakat harus memiliki
nilai toleransi yang
104
tertanam di diri masing-
masing.
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Harapan besar disematkan ke
pemerintah agar bertindak
tegas terhadap praktik
intoleran.
Problem Identification (Pendefinisian masalah), dalam
pemberitaan ini Kompas.com menuliskan mengenai Peraturan
Diskriminatif yang terdapat di daerah-daerah. Kompas.com
menilai bahwa kehadiran Perda diskriminatif telah melanggar
Hak Asasi Manusia. Hal ini ditunjukan Kompas.com di beberapa
teks pemberitaan, salah satunya terlihat dalam penggalan teks
berikut:
“Ancaman terhadap persatuan terjadi di sejumlah
daerah dalam bentuk tindakan intoleran. Peraturan
daerah diharapkan menjadi tumpuan pencegahan.” –
paragraph ketiga
“Salah satu bentuknya adalah dengan
menerbitkan peraturan daerah (perda).Besarnya
wewenang yang dimiliki pemda tidak jarang
disalahgunakan sehingga menghasilkan sejumlah
kebijakan yang justru mengancam persatuan dan
kesatuan.”91 Paragraph kelima
91 Ida Ayu, “ Merayakan Keharmonisan” dalam
https://nasional.kompas.com/read/2017/03/29/10170511/menjaga.toleransi.lew
at.peraturan.daerah?page=all, diakses pada 20 January 2018 pukul 11:37
105
Kompas.com melihat permasalahan Perda Diskriminatif
sebagai bentuk pelanggaran atas Hak Asasi Manusia. Penilaian
ini diperlihatkan Kompas.com dengan menggunakan data yang
berasal lembaga yang bergerak dalam bidang HAM seperti
Komnas HAM, DUHAM, dan Wahid Insitute. Seperti yang
terdapat dalam penggalan teks berikut :
“Sejak awal Desember 2015, Komnas HAM
melakukan kajian terhadap kebijakan daerah yang
diskriminatif di enam daerah, Kota Bekasi, Kota Bogor,
Kota Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten
Cianjur, dan Kabupaten Kuningan.”- Paragraf keenam
“Kajian Komnas HAM dilakukan untuk
memetakan perda-perda intoleran di wilayah tertentu.” –
Paragraf ketujuh
“Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pekan lalu
memperlihatkan bahwa publik menolak kehadiran perda
yang mengancam harmonisasi kehidupan bangsa dan
bernegara.” – Paragraf kedelapan
Terlihat dalam teks diatas, Kompas.com selalu menarik
permasalahan dalam pemberitaan kepada nilai-nilai hak asasi
manusia khususnya dalam ranah kebebasan beribadah dan
beragama (KBB). Perhatian besar Kompas.com dalam menyoroti
kehadiran Perda Diskriminatif ditunjukan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Litbang Kompas sendiri mengenai tanggapan
masyarakat akan kehadiran perda diskriminatif.
Hasil kajian ini dihadirkan Kompas.com dalam bentuk
diagram yang diletakan ditengah pemberitaan. Penggunaan
diagram merupakan salah satu cara media untuk menekankan
106
pesan dalam pemberitaan, diagram memungkinkan data bisa
dilihat lebih mudah dan menarik perhatian pembaca.
Gambar 4.1
Dalam hal ini Kompas.com secara khusus mensorot Perda
yang mengatur hal-hal yang berkenaan dengan hak teologis
warga negara. Seperti yang terdapat pada penggalan
paragrafberikut :
“Bentuk-bentuk obyek pengaturan yang ditolak
adalah hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan.”
“Misalnya, perda-perda yang membatasi kegiatan
ibadah ataupun mempersulit pembangunan rumah
ibadah kelompok minoritas.”92
Causal Interpretation ( memperkirakan penyebab
masalah), dalam hal ini Kompas.com melihat bahwa wewenang
besar yang diemban oleh Pemerintah Daerah sebagai penyebab
masalah dalam pemberitaan. Hal ini dapat dilihat dari penggalan
paragraf berikut :
“Peraturan daerah diharapkan menjadi tumpuan
pencegahan.Setelah reformasi, pemerintah daerah
92 Ida Ayu, “ Merayakan Keharmonisan”. Diunduh pada diakses pada 20 January 2018 pukul 11:37 WIB
dari https://nasional.kompas.com/read/2017/03/29/10170511/menjaga.toleransi.lewat.peraturan.daerah?page=all
107
(pemda) memiliki wewenang yang lebih besar untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
atau yang dikenal sebagai otonomi daerah.Salah satu
bentuknya adalah dengan menerbitkan peraturan daerah
(perda).Besarnya wewenang yang dimiliki pemda tidak
jarang disalahgunakan sehingga menghasilkan sejumlah
kebijakan yang justru mengancam persatuan dan
kesatuan.”93
Melalui teks diatas, Kompas.com melihat bahwa
wewenang besar yang diberikan kepada Pemerintah Daerah untuk
mengatur daerahnya secara keseluruhan justru disalah gunakan
untuk membuat kebijakan dan peraturan yang mendiskriminasi
umat minoritas. Seperti yang terdapat dalam penggalan teks
berikut :
“Salah satu bentuknya adalah dengan menerbitkan
peraturan daerah (perda). Besarnya wewenang yang
dimiliki pemda tidak jarang disalahgunakan sehingga
menghasilkan sejumlah kebijakan yang justru mengancam
persatuan dan kesatuan.”
“Akan tetapi, tidak jarang kebijakan yang dikeluarkan
pemda justru mempertajam perbedaan dan intoleran. Hal
ini tentu mengundang sorotan dan penolakan oleh pegiat
HAM.”94
Kompas.com menilai bahwa pemerintah daerah lebih
berpihak kepada umat mayoritas dan mengesampingkan hak-hak
93 Ida Ayu, “ Merayakan Keharmonisan”. Diunduh pada diakses pada
20 January 2018 pukul 11:37 WIB dari
https://nasional.kompas.com/read/2017/03/29/10170511/menjaga.toleransi.lew
at.peraturan.daerah?page=all
94 Ibid
108
umat minoritas. Padahal seharusnya peraturan daerah berfungsi
sebagai penampung keragaman daerah serta penyalur aspirasi
masyarakat di daerah tanpa terkecuali. 95 Penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan oleh Pemda dalam membuat perda
dikriminatif merupakan tindakan melanggar konstitusi. Penilaian
ini dilakukan Kompas.com dengan menghadirkan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan mengatur berbagai asas dalam setiap materi
muatan sebuah peraturan perundang-undangan. Dalam undang-
undang ini tercantum asas-asas dalam pembuatan materi sebuah
peraturan perudang-undangan yang dihadirkan kompas.com
sebagai berikut :
“Asas-asas tersebut antara lain Bhinneka Tunggal Ika,
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,
serta kemanusiaan.”
“Asas-asas tersebut berarti peraturan perundang-
undangan, termasuk perda, harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan serta
melindungi HAM.”96
Melalui pemberitaan ini Kompas.com menilai bahwa
pemerintah daerah tidak bisa mengemban wewenang besar yang
dimilikinya dengan baik.
95 Febrian Chandra,http://www.sangkoeno.com/2014/07/kedudukan-
fungsi-hierarki-dan-materi.html, diakses pada 14/08/2018 pukul 21:06 WIB
96 Ida Ayu, “ Merayakan Keharmonisan”. Diunduh pada diakses pada
20 January 2018 pukul 11:37 WIB dari
https://nasional.kompas.com/read/2017/03/29/10170511/menjaga.toleransi.lew
at.peraturan.daerah?page=all
109
Moral Evaluation (membuat pilihan moral), Kompas.com
melihat bahwa hadirnya Perda diskriminatif disebabkan oleh
kurangnya pemahaman pemerintah daerah maupun masyarakat
mengenai nilai-nilai toleransi. Hal ini ditunjukan dalam
penggalan teks berikut :
“Di sisi lain, masyarakat juga harus memiliki nilai
toleransi yang tertanam di diri masing-masing.”97
Pemahaman mengenai toleransi sangat penting untuk
menghindari masyarakat dari segala macam bentuk perbuatan
intoleransi. Toleransi memungkinkan terciptanya rasa persatuan
dan keharmonisan antar masyarakat meski hidup ditengah-tengah
perbedaan yang ada. Penerapan toleransi juga harus didukung
dengan pemahaman mengenai keberagaman. oleh sebab itu,
melalui pemberitaan ini Kompas.com juga menekankan
mengenai pentingnya implementasi dan pemahaman tolerasi
dengan penekanan akan nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika. Sebagai
salah satu semboyan bangsa, Bhineka tunggal ika mencerminkan
semangat persatuan ditengah perbedaan yang ada di masyarakat
Indonesia. Dengan memahami nilai-nilai Bhineka tunggal ika dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari akan
membuat masyarakat sadar akan pentingnya persatuan bangsa
dan menghindari masyarakat dari perbuatan intoleransi yang
memecah belah.
97 Ida Ayu, “ Merayakan Keharmonisan”. Diunduh pada diakses pada
20 January 2018 pukul 11:37 WIB dari
https://nasional.kompas.com/read/2017/03/29/10170511/menjaga.toleransi.lew
at.peraturan.daerah?page=all
110
Treatment Recommendation (Menekankan
penyelesaian), dalam elemen ini Kompas.com melihat bahwa
Pemerintah Pusat memiliki wewenang untuk membatalkan atau
merevisi perda intoleransi. Hal ini disampaikan Kompas.com
pada penggalan paragraph berikut :
“Pemerintah pusat sendiri memiliki wewenang
membatalkan atau merevisi perda jika bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi.”
“Pada Juni tahun lalu, pemerintah melalui
Kementerian Dalam Negeri membatalkan 3.143 perda
(Kompas, 14/6/2016).”
“Sayangnya, pemerintah pusat belum menaruh
perhatian besar terhadap perda intoleran. Mayoritas
perda yang dibatalkan mengenai perizinan dan
investasi.”98
Pemerintah pusat memiliki wewenang yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pemerintah daerah. Oleh sebab itu,
pemerintah pusat diharapkan bisa membatalkan dan mencegah
munculnya peraturan daerah intoleran. Hal ini dikarenakan
pemerintah memiliki kewajiban untuk mengayomi dan
melindungi warganya tanpa memandang suku, ras, dan agama.
Namun, pada praktiknya Kompas.com melihat bahwa selama ini
pemerintah pusat pun masih kurang memperhatikan kehadiran
peraturan daerah diskriminatif itu sendiri.
98 Ida Ayu, “ Merayakan Keharmonisan”. Diunduh pada diakses pada
20 January 2018 pukul 11:37 WIB dari
https://nasional.kompas.com/read/2017/03/29/10170511/menjaga.toleransi.lew
at.peraturan.daerah?page=all
111
Tabel 4.4
Pembingkaian Pemberitaan “Pilkada DKI Dikhawatirkan
Timbulkan Intoleransi di Lingkungan Sekolah”, Rilis : 01
Mei 2017
PERANGKAT ANALISIS Pilkada DKI Dikhawatirkan
Timbulkan Intoleransi di
Lingkungan Sekolah
Problem Identification
(Pendefinisian masalah )
Adanya benih-benih intoleransi
pada siswa
Causal Interpretation
(Memperkirakan penyebab
masalah)
Politik praktis dan kontroversi
pada Pilkada DKI
Moral Evaluation (Membuat
pilihan moral)
Benih intoleransi ini muncul
karena berbagai faktor seperti
tingkat pemahaman akan nilai
kebangsaan yang sempit di
sekolah, penanaman nilai
agama yang eksklusif, hingga
faktor keluarga yang masih
kuat ikatan primordialnya.
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Benih-benih intoleransi perlu
diatasi dengan pendidikan
kebinekaan.
112
Problem Identification (Pendefinisian masalah), dalam
elemen ini Kompas.com melihat bahwa permasalahan terdapat
pada adanya benih-benih intoleransi pada siswa sekolah. Hal ini
disampaikan kompas.com dengan menampilkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Kemedikbud berikut ini :
“Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Kemendikbud, ada potensi intoleransi terjadi di sekolah
karena ada 8,2 persen yang menolak Ketua OSIS dengan
agama yang berbeda. Selain itu, ada pula 23 persen yang
merasa nyaman dipimpin oleh seseorang yang satu
agama.”99 – Paragraf kedua
Melalui penggalan teks diatas, Kompas.com
mengidentifikasi bahwa sikap siswa yang memilih pemimpin
berdasarkan latar belakang agama yang dipeluknya adalah salah
satu bibit intoleransi pada siswa. Hal ini menunjukan bahwa
Kompas.com melihat toleransi sebagai bentuk penerimaan akan
keberagaman atau pluralitas, dimana tidak memasukan agama
pada segala bentuk proses demokrasi, baik dalam lingkup kecil
seperti sekolah ataupun dalam lingkup demokrasi besar yakni
negara.
Causal Interpretation (Memperkirakan penyebab
masalah), politik praktis pada ajang Pilkada DKI Jakarta dinilai
99 Estu Suryowati, “ Pilkada DKI Dikhawatirkan Timbulkan
Intoleransi di Lingkungan Sekolah”. Diunduh pada 20 January 2018 pukul
11:39 WIB, dari
https://nasional.kompas.com/read/2017/05/02/14210661/pilkada.dki.dikhawati
rkan.timbulkan.intoleransi.di.lingkungan.sekolah.
113
Kompas.com sebagai salah satu penyebab munculnya intoleransi
pada siswa. Hal ini terlihat pada penggalan paragraf berikut :
"Mereka terbuka mengatakan bahwa mereka korban '98.
Mereka bilang bisa melewati itu semua, tetapi tidak bisa
membayangkan bagaimana dengan anak-anaknya," kata
Henny. Politik praktis tidak secara langsung mengganggu
kegiatan belajar-mengajar. Namun, lanjut Henny, hal itu
berdampak terhadap kemerdekaan berpikir anak-anak.
Henny juga menyampaikan, beberapa waktu lalu ia
mendapatkan laporan penelitian dari Kemendikbud di
sekolah-sekolah di Singkawang dan Salatiga mengenai
toleransi, kesetaraan dan kerja sama. "Ada keengganan
anak dipimpin ketua OSIS yang berbeda agama," kata
Henny.100
Terlihat dari paragraf diatas, bahwa Kompas.com
menyamakan kondisi dan suasana pilitik pada Pilkada DKI
dengan peristiwa yang menimpa Indonesia ada tahun 1998.
Dimana ketidakstabilan politik dan ekonomi menyebabkan
perpecahan yang berujung kerusuhan masa pada saat itu. Ajang
Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 memang diwarnai berbagai
macam kontroversi dan sensitifitas, hal ini dikarenakan kasus
penistaan agama yang menjerat mantan Gubernur Jakarta yakni
Basuki Tjahya Purnama atau Ahok. Latar belakang Ahok yang
merupakan seorang keturunan Tionghoa dan beragama non
muslim menyebabkan kasus ini erat dengan isu keagaaman dan
etnis. Hal inilah yang menyebabkan Kompas.com menyamakan
kasus ini dengan peristiwa tahun 1998 yang pada peristiwa
100 Ibid
114
tersebut juga melibatkan konflik antara pribumi dan etnis China
di Indonesia.
Moral Evaluation (Membuat pilihan moral),
pendefinisian moral pada pemberitaan ini terlihat dari penggalan
paragraf berikut :
“Penelitian itu mengungkapkan benih intoleransi
ini muncul karena berbagai faktor seperti tingkat
pemahaman akan nilai kebangsaan yang sempit di
sekolah, penanaman nilai agama yang eksklusif, hingga
faktor keluarga yang masih kuat ikatan primordialnya.”101
Melalui penggalan teks diatas, Kompas.com melihat
bahwa intoleransi tidak muncul dengan begitu saja pada diri
individu tanpa adanya faktor yang memicunya. Salah satu faktor
yang menjadi penyebab adalah kurangnya pemahaman dan
pendidikan mengenai keberagaman. Oleh sebab itu,
diperlukannya upaya dalam meningkatkan wawasan mengenai
nilai-nilai keberagaman dan nasionalisme di diri masing-masing
masyarakat untuk mencegah segala bentuk tindakan intoleransi.
Treatment Recomendation (Menekankan penyelesaian),
solusi yang ditawarkan kompas.com pada pemberitaan ini adalah
dengan meningkatkan edukasi dan pendidikan kebhinekaan. Ini
terdapat pada paragraf penutup pada pemberitaan berikut :
“Ada tujuh pertanyaan yang ditanyakan kepada responden
terkait dengan nilai kebinekaan yang mereka anut.
Hasilnya, memang menunjukkan masyarakat di
Singkawang dan Salatiga cukup toleran.Namun,
101 Ibid
115
penelitian ini memotret masih adanya benih-benih
intoleransi di lingkungan pendidikan yang perlu diatasi
dengan pendidikan kebinekaan”.
“Benih-benih intoleransi itu tampak pada masih adanya
siswa maupun guru yang menganggap Ketua OSIS harus
dari agama mayoritas, pemimpin harus yang seagama,
memilih teman yang seagama atau pun satu etnis, hingga
tidak mengucapkan selamat hari raya kepada orang yang
berbeda agama. Penelitian itu mengungkapkan benih
intoleransi ini muncul karena berbagai faktor seperti
tingkat pemahaman akan nilai kebangsaan yang sempit di
sekolah, penanaman nilai agama yang eksklusif, hingga
faktor keluarga yang masih kuat ikatan primordialnya”.102
Kompas.com melihat bahwa kurangnya pemahaman dan
pengetahuan mengenai kebhinekaan dinilai sebagai salah satu
penyebab rentanya siswa terpapar tindakan intoleransi. Dengan
menanamkan nilai-nilai kebhinekaan diharapkan para siswa
memiliki pengetahuan dan kesadaran bahwa mereka hidup di
negara yang beragam, dan dapat menjadikan perbedaan sebagai
kekuatan untuk untuk membangun bangsa.
C. Analisis Framing Entmant Detik.com
Tabel 4.5
Pembingkaian Pemberitaan ICMI : Ada Bupati
Tionghoa di Kabupaten 99 Persen Muslim, Rilis : 01 Januari
2017
PERANGKAT ANALISIS ICMI : Ada Bupati
Tionghoa di Kabupaten 99
102 Ibid
116
Persen Muslim
Problem Identification
(Pendefinisian masalah )
Jimly menilai bahwa masyarakat
Indonesia terlalu pendek cara
berpikirnya karna hanya
memikirkan Pilkada saja.
Causal Interpretation
(Memperkirakan penyebab
masalah)
Pola pikir masyarakat dan
sikap seorang pemimpin yang
menimbulkan antipati
masyarakat.
Moral Evaluation (Membuat
pilihan moral)
1. Pilkada hanyalah ajang
sesaat dan masih ada masalah-
masalah lain yang lebih
penting di hadapi Indonesia.
2. Tidak ada masalah
dengan latar belakang agama
dan etnis dalam pemilihan
pemimpin daerah.
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
cendekiawan harus ikut
membimbing bangsa agar
persatuan tetap tercipta.
Problem Identification (Pendefinisian masalah), pada
pemberitaan ini, Detik.com menuliskan mengenai pandangan
117
Ketua Umum ICMI Jimly Asshidiqie mengenai konstroversi dan
sensitifitas yang terjadi di Pilkada DKI. Jimly melihat bahwa
masyarakat Indonesia cenderung berpikiran pendek mengenai
Pilkada saja. Hal ini ditampilkan detik.com pada penggalan teks
lead berikut :
“Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengingatkan agar
masyarakat Indonesia tidak berpikir pendek tentang
pemilihan kepala daerah (pilkada) saja. Jimly menyebut
musim pilkada saat ini cukup membahayakan
persatuan.”103
Berbagai kontroversi dan sensitifitas yang terjadi pada
Pilkada DKI sangat menarik perhatian masyarakat Indonesia
sehingga masyarakat sangat focus dengan masalah yang ada
Pilkada saja. Isu tentang suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA) yang tengah gencar dalam musim pilkada memang
menimbulkan berbagai kontroversi dan sensitifitas di masyarakat.
Jimly mengatakan bahwa pola pikir yang pendek akan membuat
masyarakat mudah terbawa konflik sesaat yang berpotensi
memecah belah dan mengancam persatuan bangsa.
Causal Interpretation (Memperkirakan penyebab
masalah), pada pemberitaan ini Detik.com mengidentifikasi
bahwa pola pikir masyarakat dan sikap seorang pemimpin yang
103 Heldania Ultri Lubis, “ ICMI : Ada Bupati Tionghoa di
KAbupaten 99 Persen Muslim “. Diunduh pada 20 Januari 2018 pukul 11:50
WIB, dari https://news.detik.com/berita/3386774/icmi-ada-bupati-tionghoa-di-
kabupaten-99-persen-muslim.
118
memicu munculnya sensitifitas dan kontroversi di Pilkada
sebagai penyebab masalah dalam pemberitaan. Hal ini terlihat
dari awal lead pemberitaan :
“Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengingatkan agar
masyarakat Indonesia tidak berpikir pendek tentang
pemilihan kepala daerah (pilkada) saja. Jimly menyebut
musim pilkada saat ini cukup membahayakan persatuan.”
"Karena masyarakat kita terlalu pendek cara
berpikirnya. Hanya gara-gara kasus pilkada, orang di
dunia ini seputar pilkada saja. Padahal kan masih panjang
negara kita ini. Ini nanti kalau sudah selesai pilkada, agak
turun suhunya. Kita dorong mudah-mudahan demikian,"
kata Jimly di kantor pusat program ICMI, Jalan
Proklamasi 53, Jakarta Pusat, Selasa104
Melalui teks diatas Detik.com mengidentifikasi
“Masyarakat” sekaligus “Pemimpin” sebagai penyebab masalah
dalam pemberitaan. Hal ini ditunjukan dengan pernyataan Jimly
Assidiqqie yang mentargetkan “masyarakat” dalam beberapa
pernyataan yang disajikan. Seperti yang terdapat pada lead ,
dalam pernyataan tidak langsungnya Jimly mengingatkan
“masyarakat” agar tidak berpikir pendek terhadap Pilkada saja,
dan kata “karna masyarakat” juga terlihat digunakan di awal
pernyataan Jimly Asshidiqqie. Kata “karena” dalam kamus besar
bahasa Indonesia adalah kata hubung yang berguna untuk
menandai sebab atau alasan. Dengan menggunakan kata “karena
masyarakat” terlihat bahwa Detik.com menilai masyarakat
sebagai salah satu aktor penyebab masalah dalam pemberitaan.
104 Ibid
119
Selain itu, Detik.com juga melihat bahwa “sikap seorang
pemimpin” juga memiliki andil dalam konflik yang terjadi.
Menurut Jimly sifat atau prilaku yang ditampilkan pemimpin
memiliki dampak kepada kepercayaan dan pola pikir masyarakat
Hal ini terlihat dalam penggalan teks berikut :
"Cendekiawan harus membimbing bangsa kita
dengan intelektualitas, bukan hanya membimbing sebatas
pilkada. Pilkada itu urusan sepele nih, ya kan. Lihat saja
nanti. Yang disukai oleh rakyat, itulah yang akan menang.
Lihat saja, pemimpin harus mencari simpati rakyat, bukan
mencari antipati rakyat," ucapnya.105
Detik.com menilai bahwa etnisitas dan latar belakang
agama bukanlah penyebab utama konflik dan kontroversi yang
terjadi pada Pilkada DKI, melainkan disebabkan oleh pola pikir
masyarakat dan sikap personal seorang pemimpin yang memicu
antipasti masyarakat.
Moral Evaluation (Membuat pilihan moral), dalam
pemberitaan ini Detik.com menunjukan kepada pembaca bahwa
bangsa Indonesia masih memiliki masalah-masalah lain yang
lebih penting dibandingkan Pilkada. Pilkada dipandang Jimly
hanyalah ajang sepele diantara masalah-masalah besar lain yang
sedang dihadapi bangsa. Hal ini terlihat pada penggalan teks
berikut :
"Karena masyarakat kita terlalu pendek cara
berpikirnya. Hanya gara-gara kasus pilkada, orang di
dunia ini seputar pilkada saja. Padahal kan masih panjang
105 Ibid
120
negara kita ini. Ini nanti kalau sudah selesai pilkada, agak
turun suhunya. Kita dorong mudah-mudahan demikian,"
kata Jimly di kantor pusat program ICMI, Jalan
Proklamasi 53, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2017)106.
Pilkada bukanlah masalah yang harus dipikirkan berlarut-
larut oleh masyarakat. Berbagai sensitifitas dan kontroversi yang
terjadi di Pilkada dipandang Jimly hanya masalah sepele dan
biasa terjadi diajang demokrasi seperti pemilihan kepala daerah
dan pemilihan umum. Jimly juga memberikan contoh mengenai
pelaksanaan pilkada daerah lain yang lebih aman, damai dan
tentram. Menurutnya tidak ada masalah dengan perbedaan etnis
dan agama dalam pemilihan seorang pemimpin. Hal ini
dicontohkan Jimly dalam penggalan teks berikut :
"Saya beri tahu Saudara, tahun lalu, 2015, di
Kabupaten Sula 99 persen muslim, yang terpilih adalah
pengusaha Tionghoa yang beragama Protestan jadi
bupati. Itu Kabupaten Sula di Maluku Utara. Tidak ada
masalah dengan etnisitas, tidak ada masalah, nggak ada
masalah dengan agama. Tapi, kalau orang tidak suka,
mau diapain? Jadi, kalau si A terpilih, bukan karena
etnis, bukan karena agama, tapi karena orang suka," kata
Jimly.107
Melalui teks diatas, Jimly melihat bahwa sikap seorang
pemimpinlah yang menjadi perhatian dan inti dalam proses
pemilihan kepala daerah. Berbagai kontroversi dan sensitifitas
yang muncul dalam Pilkada bukan disebabkan karna perbedaan
etnis atau agama, namun lebih disebabkan oleh pola pikir
106 Ibid
107 Ibid
121
masyarakat itu sendiri dan sikap pemimpin yang justru
menimbulkan konflik.
Treatment Recommendation (Menekankan
penyelesaian), kontroversi dan sensitifitas agama yang
mengiringi pelaksanaan pemilihan daerah atau pilkada khususnya
Pilkada DKI Jakarta menyebabkan masyarakat ikut larut kedalam
drama politik yang mengancam persatuan bangsa Indonesia.
Solusi penyelesaian yang ditawarkan Detik.com dalam
pemberitaan ini terlihat pada paragraf ketiga dalam pemberitaan
berikut :
“Jimly mengaku ada kekhawatiran tentang perpecahan
kelompok setelah pilkada nantinya. Menurut Jimly,
cendekiawan harus ikut membimbing bangsa agar
persatuan tetap tercipta.”
"Cendekiawan harus membimbing bangsa kita dengan
intelektualitas, bukan hanya membimbing sebatas pilkada.
Pilkada itu urusan sepele nih, ya kan. Lihat saja nanti.
Yang disukai oleh rakyat, itulah yang akan menang. Lihat
saja, pemimpin harus mencari simpati rakyat, bukan
mencari antipati rakyat," ucapnya.108
Detik.com menilai peran cendikiawan sebagai aktor
pembimbing masyarakat sangat dibutuhkan untuk meredam
tingginya sensitifitas masyarakat. Cendikiawan sebagai tokoh
yang memiliki intelektualitas tinggi memiliki peran dalam
mengedukasi masyarakat bahwa Pilkada hanyalah ajang sesaat
yang pasti dialami negara demokratis seperti Indonesia.
108 Ibid
122
Tabel 4.6
Analisis Pemberitaan “Damainya Imlek di Peunayong,
Aceh : Bukti Indahnya Keberagaman Agama”, Rilis : 29
Januari 2017
PERANGKAT
ANALISIS
Damainya Imlek di Peunayong,
Aceh : Bukti Indahnya
Keberagaman Agama
Problem Identification
(Pendefinisian masalah )
Perbedaan tidak menghalangi
persaudaran antar etnis dan umat
beragama di Aceh
Causal Interpretation
(Memperkirakan
penyebab masalah)
Sejarah persaudaraan yang kuat
antara etnis Tionghoa dan Aceh
Moral Evaluation
(Membuat pilihan
moral)
Meski Aceh berstatus daerah syariat
Islam, kenyamanan beribadah
masyarakat non-muslim amat
terjamin.
Treatment
Recommendation
Menekankan penyelesaian)
Keberadaan rumah ibadah di
ibukota Provinsi Aceh ini
memiliki izin resmi dari
pemerintah, sehingga tetap
dijaga keberadaannya oleh
masyarakat, tidak pernah
diusik.
Melihat Aceh secara dekat
123
karna Aceh tidak seperti yang
dibayangkan dan
digambarkan orang.
Problem Identification ( Pendefinisian Masalah ), dalam
pemberitaan ini Detik.com memperlihatkan mengenai
keharmonisan perayaan Imlek di peunayong Aceh. Aceh adalah
salah satu provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam
sebagai landasan hukum menunjukan jalinan persaudaraan yang
sangat erat antara penduduk asli Aceh dengan warga etnis
Tionghoa dalam perayaan Imlek. Seperti yang terlihat di
beberapa penggalan teks berikut :
“Prosesi ibadah berjalan lancar dengan aparat
kepolisian dan TNI berjaga-jaga di pintu masuk Vihara.
Selain warga etnis Tionghoa, tak ada yang diizinkan
masuk ke dalam. Warga pribumi memenuhi di luar pagar
melihat langsung jalannya ibadah. Mereka berdiri tertib
tidak mengusik ketenangan umat Budha.”
“Berjarak ratusan meter dari Vihara Dharma
Bhakti, suara tabuh gendang menggema di
belakangViharaSakyamunniPeunayong Banda Aceh. Satu
Barongsai meliuk-liuk menghibur ratusan warga. Sorak
riuh penonton terdengar mengiringi aksi barongsai yang
mengundang decak kagum warga.”109
109 Agus Setyadi, “Damainya Imlek di Peunayong, Aceh : Bukti
Indahnya Keberagaman Agama”. Diunduh pada 20 January 2018 pukul 11:55
WIB ,darihttps://travel.detik.com/travel-news/d-3408408/damainya-imlek-di-
peunayong-aceh-buktiindahnya-keberagaman-agama.
124
Melalui teks diatas, Detik.com menunjukan sikap saling
menghormati yang ditunjukan masyarakat asli Aceh kepada etnis
Tionghoa yang sedang beribadah. Sedangkan di lain sisi,
masyarakat asli Aceh juga turut menikmati pementasan budaya
khas Imlek yakni barongsai. Sikap tersebut menunjukan
pemahaman toleransi yang ditunjukan masyarakat Aceh yakni
dengan tidak mengusik ibadah satu sama lain namun tetap
berbaur dan berinteraksi dalam suasana perayaan budaya yang
disajikan.
Persaudaraan yang erat antar masyarakat Aceh juga
ditunjukan oleh Detik.com melalui narasumber yang disajikan
dalam pemberitaan. Detik.com membagi pemberitaan kedalam
tiga sub judul yang masing-masing sub judul diwakili oleh satu
tokoh. Seperti yang terlihat dalam teks berikut :
“Rati Puspasari, Gadis Pribumi Berjilbab Merah” –
sub judul
“Kru pertunjukan barongsai tidak hanya warga
etnis China saja. Satu gadis pribumi berjilbab merah, baju
dan celana berwarna serupa ikut ambil bagian. Ia terlihat
lihai memainkan alat musik simbal. Dara bernama Rati
Puspasari (19) ini sudah empat tahun bergabung dengan
tim barongsai Golden Dragon”
“Pementasan barongsai itu menandakan jalinan
persaudaraan dan toleransi yang kentaldiPeunayong,
yangmerupakanpecinannya Aceh. Di kota yang terletak
dipinggirKrueng Aceh itu, hidup beragam etnis dengan
125
beragam agama dan kepercayaan. Tidak terdengar ada
kericuhan antar umat beragama di sini.”110
Melalui teks diatas, detik.com menunjukan bahwa
perbedaan agama dan etnis tidak menghalangi jalinan
persaudaraan di masyarakat Aceh. Hal ini ditunjukan dengan
penggunaan kata “ pribumi “ yang menunjukan identitas etnis dan
“ Berjilbab merah” yang secara tidak langsung menunjukan
identitas agama narasumber yang berbeda dengan mayoritas etnis
Tionghoa dalam perayaan Imlek. Perbedaan agama dan etnis
seakan melebur dengan ikatan persaudaraan yang kuat di dalam
masyarakat peunayong.
Causal Intrepretation (Memperkirakan Penyebab
Masalah), dalam elemen ini Detik.com menunjukan bahwa
persaudaraan dan toleransi yang kuat di masyarakat peunayong
Aceh dikarenakan toleransi sudah terbangun semenjak awal
kedatangan etnis Tionghoa ke Aceh. Hal ini ditampilkan
detik.com dalam teks pemberitaan berikut :
“Menurut sejarah, hubungan antara Aceh dan
China telah terjalin sejak abad ke 17 masehi. Saat itu, para
pedagang dari China silih berganti datang ke Aceh.
Mereka adalah pedagang musiman dan ada juga yang
permanen. Mereka tinggal di perkampungan China di
ujung kota dekat pelabuhan.”
“Rumah mereka berdekatan satu sama lainnya.
Lokasi yang dulu digunakan etnis China sebagai tempat
menurunkan barang sebelum didistribusikan kini dikenal
110 Ibid
126
dengan nama Peunayong. Kata Peunayong sendiri berasal
dari "Peu payong" yang berarti memayungi, melindungi.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa, Peunayong
merupakan tempat Sultan Iskandar Muda memberikan
perlindungan atau menjamu tamu kerajaan yang datang
dari Eropa dan Tiongkok.”
“Hal itulah yang menyebabkan masyarakat Banda
Aceh melabelkan Peunayong sebagai kampung China.
Kerukunan umat beragama di sana hingga kini masih
terjaga. Saat bulan Ramadan, misalnya, warga etnis
Tionghoa ikut menjajakan penganan berbuka. Begitu juga
saat hari-hari besar agama lain, warga non muslim tetap
leluasa merayakannya.”111
Melalui teks diatas, Detik.com memperlihatkan bahwa
toleransi dan persaudaraan di peunayong Aceh tidak terbangun
begitu saja, namun telah menjadi bagian sejarah masyarakat
peunayong Aceh. Meski Aceh menerapkan Syariat Islam sebagai
landasan hukum, namun hal tersebut tidak menghalangi toleransi
antara umat beragama di Aceh.
Moral Evaluation ( Membuat pilihan moral ), penilaian
moral yang ditampilkan oleh Detik.com dalam pemberitaan ini
adalah bahwa penerapan Syariat Islam tidak menghalangi
kebebasan beribadah umat non muslim di Aceh. Seperti yang
ditunjukan dalam penggalan teks berikut :
“Meski Aceh berstatus daerah syariat Islam,
kenyamanan beribadah masyarakat non-muslim amat
terjamin. Penduduk Aceh memang mayoritas muslim,
namun ada juga Nasrani, Budha, dan Hindu. Bedasarkan
sensus penduduk 2010 yang dilakukan Badan Pusat
111 Ibid
127
Statistik (BPS), sebanyak 4.413.244 atau 98,18 persen
penduduk Aceh beragama Islam. Sedangkan pemeluk
Kristen berjumlah 50.309 jiwa, Katolik 3.315 jiwa, Budha
7.062 jiwa, Hindu 136 jiwa, dan Khong Hu Chu 36
jiwa.” 112
Detik.com menunjukan bahwa penerapan syariat Islam
tidak berarti mengekang dan membatasi ibadah umat agama lain.
Hal ini dibuktikan dengan keharmonisan dan jaminan kebebasan
beribadah umat agama lain di Aceh. Hal ini ditegaskan Detik.com
sebagai penutup pemberitaan berikut ini :
“Toleransi umat beragama di Aceh, kata Aky,
menjadi tolak ukur bagi warga di luar tanah Rencong.
Menurutnya, orang di luar Aceh terus memantau
kerukunan antar umat beragama di daerah yang resmi
menerapkan syariat Islam sejak 2002 silam.”113
Melalui teks diatas, Detik.com meluruskan bahwa Aceh
tidak seperti presepsi masyarakat luar Aceh yang mengganggap
penerapan Syariat Islam menjadikan Aceh sebagai daerah yang
kaku, ketat, anti keberagaman budaya dan agama. Namun
sebaliknya, dengan penerapan syariat Islamnya, Aceh mampu
menunjukan keharmonisan dan toleransi yang kental di dalam
masyarakat. Hal inilah yang harus dijadikan tolak ukur dan
contoh bagi daerah-daerah lain diluar Aceh.
Treatment Recommendation (Menekankan
penyelesaian), dalam pemberitaan ini Detik.com menilai bahwa
toleransi yang terjaga di masyarakat juga disebabkan oleh
112 Ibid
113 Ibid
128
kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah setempat. Seperti yang
terlihat dalam teks berikut :
“Keberadaan rumah ibadah di ibukota Provinsi
Aceh ini memiliki izin resmi dari pemerintah, sehingga
tetap dijaga keberadaannya oleh masyarakat, tidak pernah
diusik.”114
Teks diatas menunjukan bahwa pemerintah memiliki
peran dalam mengatur dan menjaga keharmonisan di masyarakat.
Kebijakan yang dibuat Pemerintah untuk melindungi hak-hak
kebebasan beribadah umat minoritas akan membuat masyarakat
menyadari bahwa keberagaman dan perbedaan yang ada adalah
hal yang harus diterima dan dilindungi keberadaannya.
Selain itu, dalam pemberitaan ini Detik.com juga meminta
masyarakat luar Aceh untuk mengubah pandangannya mengenai
kota Aceh. Hal ini terlihat dari teks berikut :
"Saya punya pengalaman ada teman datang dari
Lampung sekitar 20 orang. Mereka kaget begitu datang ke
Aceh tidak seperti yang dibayangkan dan digambarkan
orang. Begitu mereka turun kapal dari Sabang hanya satu
kata yang mereka sebut "ternyata orang Aceh ramahnya
minta ampun". Begitu kata mereka katanya," beber Aky.
"Itu membuat persepsi orang itu dan mereka akan
sampaikan ternyata Aceh itu luar biasa," jelas
Aky. (msl/msl)115
114 Ibid
115 Ibid
129
Masyarakat diharapkan tidak mempercayai prespektif
negatif mengenai kota Aceh tanpa mengkonfirmasi
kebenarannya langsung. Hal ini karena prespektif negatif
tersebut muncul dari ketidaktahuan masyarakat mengenai Aceh
dan penerapan Syariat Islamnya.
D. Analisis Framing Entmant Tribunnews.com
Tabel 4.7
Pembingkaian Pemberitaan “Toleransi dan Jaminan
Hak Kebebasan Beragama Masih Jadi Tantangan di
Indonesia”, Rilis : 5 januari 2017.
PERANGKAT
ANALISIS
Toleransi dan Jaminan Hak
Kebebasan Beragama Masih
Jadi Tantangan di Indonesia.
Problem Identification
(Pendefinisian masalah )
Alamsyah M Dja’far menilai bahwa
toleransi dan jaminan hak
kebebasan bergama dan
berkeyakinan masih menjadi
tantangan di Indonesia.
Causal Interpretation
(Memperkirakan penyebab
masalah)
1. Intoleransi berbasis agama
terjadi karena dipicu factor
kesenjangan pengetahuan,
ekonomi dan politik.
2. Aparat pemerintah kadang
bertindak melampaui
kewenangannya dan berlaku
130
diskriminatif
Moral Evaluation (Membuat
pilihan moral)
Zulkifli Hasan menyebutkan
bahwa intoleransi dan ujaran
kebencian meningkat menjelang
momen politik
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
komitmen dan usaha semua pihak
mengatasi intoleransi
Problem Identification (Pendefinisian masalah), Dalam
pemberitaan ini, Tribunnews.com menyajikan pendapat dan
pandangan Alamsyah M Dja’far mengenai kondisi toleransi di
Indonesia. Alamsyah M Dja’far menilai bahwa saat ini toleransi
dan jaminan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB)
masih tantangan bagi bangsa. Hal ini terlihat dari lead
pemberitaan berikut :
“Program Officer Advokasi dan Riset Wahid
Foundation Alamsyah M Dja’far menilai toleransi dan
jaminan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan
(KBB) masih menghadapi tantangan di Indonesia.”116
Penggunaan kata “masih menghadapi tantangan” pada
lead diatas menunjukan bahwa Alamsyah M Dja’far tidak
116 Muhammad Zulfikar, “Toleransi dan Jaminan Hak Kebebasan
Beragama Masih Jadi Tantangan di Indonesia”. Diunduh pada 20 Januari 2018
Pukul 11:41 WIB,
dari http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/01/05/toleransi-dan-
jaminan-hak-kebebasan-beragama-masih-jadi-tantangan-di-indonesia.
131
sepenuhnya menilai toleransi di Indonesia dalam kondisi yang
buruk, namun masih terdapat beberapa masalah toleransi yang
harus diperbaiki. Hal ini ditandai dengan maraknya tindakan
intoleransi seperti ujaran kebencian atau hate speech di media
sosial. Seperti yang terlihat pada penggalan teks berikut :
“Dikatakannya, sepanjang tahun 2016, sejumlah
peristiwa intoleransi dan pelanggaran masih terjadi.
Beragam ujaran kebencian atau hate speech juga semakin
berkembang terutama di media sosial.”117
Causal Interpretation (Memperkirakan penyebab
masalah), dalam pemberitaan ini Tribunnews.com melihat
terdapat dua hal yang menyebabkan intoleransi di masyarakat
yakni masih adanya kesenjangan pengetahuan, ekonomi dan
politik dimasyarakat dan adanya perundang-undangan
diskriminatif. Seperti yang ditampilkan Tribunnews.com dalam
penggalan teks berikut :
“Bisa juga dipahami intoleransi berbasis agama
terjadi karena dipicu factor kesenjangan pengetahuan dan
ekonomi sekaligus, termasuk pengaruh konflik luar
negeri”
“Dalam kasus pelanggaran hak beragama, seperti
pelarangan atau perusakan tempat ibadah termasuk juga
aksi sweeping oleh ormas tertentu, kata Alamsyah, dapat
pula dipengaruhi sejumlah peraturan perundang-undangan
yang diskriminatif dan hingga kini belum dihapus.”118
117 Ibid
118 Ibid
132
Tribunnews.com melihat kondisi toleransi di Indonesia
masih mengkhawatiran. Tingginya kesenjangan pengetahuan,
politik, dan ekonomi di masyarakat serta mudahnya masyarakat
Indonesia terpengaruh konflik yang terjadi di luar negeri menjadi
faktor krusial yang dapat mengganggu keharmonisan bangsa.
Selain itu, masih adanya peraturan perundang-undangan
diskriminatif menjadi penyebab lain yang memicu tindakan
intoleransi di masyarakat. Dalam hal ini, Tribunnews.com
menilai bahwa pemerintah malah menjadi salah satu aktor yang
memicu tindakan intoleransi dan dikriminasi itu sendiri dengan
membuat kebijakan-kebijakan yang dinilai diskriminatif.
Moral Evaluation (Membuat pilihan moral), dalam
eleman ini Tribunnews.com melihat bahwa intoleransi cenderung
meningkat pada momen-momen pesta demokrasi seperti Pilkada
ataupun Pilpres. Seperti yang terdapat dalam penggalan teks
berikut :
“ Intoleransi dan pelanggarann dipengaruhi
banyak factor, mulai dari sosial, ekonomi maupun politik.
Banyak kajian misalnya yang menyebut jika ujaran
kebencian meningkat menjelang momen-momen politik
seperti pilkada maupun Pilpres,” kata Alamsyah dalam
diskusi ‘Potret Toleransi di Indonesia Tahun 2017’ di
Balai Kartini, Jakarta (5/1/2017).” 119
Menjelang Pemilu atau Pilkada, isu etnis dan agama kerap
dijadikan komoditas politik untuk mendukung atau menolak
calon pemimpin. Di negara majemuk seperti Indonesia isu SARA
119 Ibid
133
menjadi isu sensitif yang bisa menimbulkan konflik
berkepanjangan. Sebagai negara yang menjunjung tinggi ideologi
demokrasi, permasalahan toleransi menjadi tantangan terberat
yang dihadapi Indonesia.120 Melalui penggalan teks diatas
Tribunnews.com mencoba menghimbau pembaca untuk tidak
terpengaruh dengan isu-isu yang memecah belah pada ajang
Pilkada maupun Pilpres.
Treatment Recommendation (Menekankan
penyelesaian), penyelesaian masalah pada pemberitaan ini
diletakan Tribunnews.com pada akhir peberitaan. Seperti yang
terlihat pada penggalan teks berikut :
"Modal mengatasi tantangan-tantangan ini
cukup besar. Asal ada komitmen dan usaha semua
pihak sinergi semua pemangku kepentingan
seperti organisasi masyarakat sipil, pegiat
perdamaian, tokoh agama, pemerintah menjadi
salah satu kunci mengatasi tantanggan toleransi
dan KBB," tandasnya.121
Tribunnews.com menganggap intoleransi sebagai masalah
yang harus di atasi bersama. Perlu adanya upaya dari semua
120Jeffrie Geovanie, “Demokrasi Membutuhkna toleransi”. Diunduh
pada 03 November 2018 pukul 10:20 WIB, dari
https://geotimes.co.id/kolom/demokrasi-membutuhkan-toleransi/.
121 121 Muhammad Zulfikar, “Toleransi dan Jaminan Hak Kebebasan
Beragama Masih Jadi Tantangan di Indonesia”. Diunduh pada 20 Januari 2018
Pukul 11:41 WIB
dari http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/01/05/toleransi-dan-
jaminan-hak-kebebasan-beragama-masih-jadi-tantangan-di-indonesia.
134
pihak dalam memperbaiki kondisi toleransi di Indonesia. Pihak
yang dimaksud dalam hal ini adalah para tokoh yang memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi dan mengontrol masyarakat
seperti pemerintah, organisasi masyarakat, dan tokoh agama.
Tabel 4.8
Pembingkaian Pemberitaan “Ketua MPR Sebutkan
Daerah-Daerah yang Patut Dijadikan Contoh Toleransi
Beragama” , Rilis : 01 Februari 2017
PERANGKAT ANALISIS Ketua MPR Sebutkan
Daerah-Daerah yang Patut
Dijadikan Contoh
Toleransi Beragama
Problem Identification
(Pendefinisian masalah )
Zulkifli Hasan mengatakan
bahwa Pilkada yang
bermasalah hanya terjadi di
Jakarta.
Causal Interpretation
(Memperkirakan penyebab
masalah)
Zulkifli Hasan mengatakan
bahwa perbedaan agama tidak
menjadi masalah dalam
pemilihan pemimpin di
daerah lain.
Moral Evaluation (Membuat
pilihan moral)
Di Kabupaten Sula terdapat
93 persen penduduk muslim
dengan bupati beragama
135
Kristen.
Treatment Recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Zulkifli Hasan menghimbau
daerah-daerah lain untuk tidak
ikut-ikutan polemik yang
terjadi di Pilkada DKI Jakarta.
Problem Identification (Pendefinisian Masalah), Dalam
pemberitaan ini Tribunnews.com menuliskan mengenai
pernyataan Ketua MPR Zulkifli Hasan saat berkunjung ke
Kupang, NTT. Zulkifli Hasan mengatakan bahwa konflik antar
entis dan agama dalam pemilihan seorang pemimpin daerah
hanya terjadi di Jakarta. Seperti yang terlihat pada penggalan
teks berikut :
“Pilkada yang bermasalah, lanjut Zulkifli, hanya
terjadi di Jakarta, sehingga ia meminta warga di daerah
jangan meniru apa yang terjadi di Jakarta.”122
Dengan kata “ Jangan meniru” Zulkifli menjadikan
Pilkada DKI Jakarta sebagai contoh buruk pelaksanaan Pilkada.
Hal ini dikarenakan munculnya isu SARA dalam perhelatan
Pilkada DKI Jakarta yang disebabkan oleh kasus penistaan agama
yang melibatkan mantan Gubernur DKI Basuki Tjahya Purnama
122 Malvyandie Haryadi, “Ketua MPR Sebutkan Daerah-daerah yang
Patut Dijadikan Contoh Toleransi Beragama”. Diunduh pada 20 Januari 2018
pukul 11:45 WIB ,dari http://www.tribunnews.com/nasional/2017/02/01/ketua-
mpr-sebutkan-daerah-daerah-yang-patut-dijadikan-contoh-toleransi-beragama.
136
atau Ahok. Pentas demokrasi daerah yang seharusnya berjalan
kondusif, kali ini dipenuhi oleh sensitifitas yang sempat membuat
kegaduhan nasional. Suasana gaduh dan munculnya kontroversi
dalam pemilihan daerah di Indonesia dinilai Zulkifli bersumber
dan hanya terjadi di daerah DKI Jakarta.
Causal Interpretation ( Memperkirakan Penyebab
Masalah), dalam elemen ini Tribunnews.com melihat bahwa di
daerah lain perbedaan etnis dan agama tidak menjadi masalah
dalam proses pemilihan seorang pemimpin. Hal ini diperlihatkan
Tribunnews.com dengan mencontohkan pelaksanaan Pilkada di
daerah lain yang tetap kondusif dan aman meski terdapat
perbedaan kepercayaan dan etnis di dalamnya. Seperti yang
terdapat dalam penggalan teks berikut:
“Menurut Zulkifli, bentuk toleransi yang baik di
provinsi yang berbatasan dengan Negara Timor Leste dan
Australia itu yakni mayoritas masyarakatnya beragama
Katolik, namun ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) NTT beragama muslim yang bernama Anwar
Pua Geno.”
“Dimana-mana, selalu saya jadikan NTT sebagai
contoh, karena mayoritas beragama Katolik, tapi ketua
DPRD-nya muslim. Tidak ada masalah dan aman-aman
saja dan tidak ada ribut di sini,” kata Zulkifli saat
memberikan sambutan dalam acara pelantikan badan
pengurus pusat organisasi Uni Timor Aswain (Untas) di
Hotel Ima Kupang, NTT, Selasa (31/2/2017) kemarin.”123
Menurut Zulkifli contoh toleransi yang baik adalah ketika
masyarakat bisa mempercayai seorang pemimpin bukan karna
123 Ibid
137
latar belakang kepercayaan dan etnis yang dimilikinya, namun
karna sikap dan kinerja yang ditunjukan seorang pemimpin
tersebut. Dengan begitu, masyarakat dan pemimpin dapat
bersinegri bersama dalam proses pembangunan daerah.
Moral Evaluation ( Pemilihan Moral ), pendefinisian
moral pada pemberitaan ini terdapat pada penggalan paragraf
berikut :
“Ada juga di Kabupaten Sula itu 93 persen
penduduknya beragama muslim, tapi bupatinya Kristen.
Sebelumnya bupatinya muslim, tetapi pembangunan tidak
maju-maju, sehingga rakyat marah dan memilih bupati
yang beragama Kristen. Di sana aman-aman saja dan
rakyat senang dan tidak ada masalah. Di Kalimantan
Barat itu gubernurnya Kristen sudah 10 tahun, tapi tidak
ada masalah,” ucapnya.124
Penggunaan kata sambung “tetapi” dalam teks diatas
merupakan koherensi pertentangan. Kata tersebut menunjukan
penekanan Tribunnews.com bahwa latar belakang agama seorang
pemimpin tidak menjamin dirinya bisa menjalankan tugas dengan
baik dan amanah. Latar belakang agama bukanlah alasan utama
masyarakat memilih seorang pemimpin, kepercayaan terhadap
kinerja dan sikap baik seorang pemimpinlah yang dapat
menggerakan hati masyarakat. Melalui hal ini, secara tidak
langsung Tribunnews.com menghimbau kepada para pemimpin
untuk bersikap lebih bijak dan amanah dalam mengemban jabatan
yang dipercayakan masyarakat.
124 Ibid
138
Treatment Recomendation( Penyelesaian Masalah),
dalam pemberitaan ini Tribunnews.com menghimbau daerah lain
di luar Jakarta untuk tidak terpengaruh dan tidak ikut-ikutan
kontroversi yang terjadi dalam Pilkada DKI. Seperti yang
terdapat pada akhir pemberitaan berikut:
“Kita janganlah ikut-ikutan Jakarta. Biarkan
mereka menyelesaikan persoalannya sendiri. Mudah-
mudahan setelah selesai PilkadaJakarta, bisa aman
tenteram dan bergandengan tangan yang erat kembali,”
katanya.125
Daerah lain diharapkan bisa menjaga kualitas toleransi
dan menghindari konflik-konflik yang berpotensi membawa
perpecahan di masyarakat. Melalui pernyataan diatas
Tribunnews.com juga menyisipkan harapan untuk ibu kota
Jakarta agar bisa kembali kondusif dan dapat menyatukan rasa
persaudaraan kembali setelah Pilkada usai.
E. Interpretasi
Sebagai media yang hidup di negara majemuk seperti
Indonesia, isu toleransi agama memiliki news value (nilai berita)
yang membuat isu ini layak disajikan kepada khalayak. Berikut
beberapa nilai berita yang terkandung dalam isu toleransi agama
yakni proximity (kedekatan), Konflik, dan Human Interest.
Proximity adalah unsur kedekatan peristiwa yang terjadi dengan
pembaca dalam kehidupan keseharian mereka. Selanjutnya isu
toleransi agama terkadang memunculkan unsur konflik yang
125 Ibid
139
menampilkan perseteruan antar individu atau kelompok
dikarenakan perbedaan kepercayaan. Adanya konflik merupakan
salahsatu hal yang menarik minat khalayak untuk mengikuti
sebuah pemberitaan, semakin rumit dan besar konflik semakin
besar juga keterarikan khalayak terhadap isu tersebut. Selain itu,
pembahasan mengenai toleransi agama tak jarang juga
memunculkan kisah-kisah yang memainkan emosi pembaca
(human interest). Pada unsur Human Interest, pembaca diajak
untuk ikut merasakan emosi yang ditampilkan dalam
pemberitaan, seperti kebahagiaan, kebanggaan, simpati, ataupun
kebencian.126
Berdasarkan hasil temuan yang telah peneliti paparkan,
terlihat konstruksi yang dilakukan oleh keempat media online
Republika Online, Kompas.com, Detik.com dan Tribunnews.com
dalam memberitakan isu toleransi agama. Republika Online
sebagai media yang dipelopori komunitas muslim dalam
konstruksinya memaknai toleransi agama berdasarkan nilai-nilai
islam dengan membedakan pelaksanaan toleransi ibadah dan
toleransi muamalah. Lain halnya dengan Kompas.com,
Tribunnews.com dan Detik.com memandang toleransi agama
dalam konteks universal yang merujuk kearah nilai-nilai
keberagaman dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam dua pemberitaan Republika Online yang berjudul
“ Merayakan Keharmonisan” dan “Acara Cap Go Meh Digelar di
126 Septiawan Santana K, “Jurnalisme Kontemporer”, ( Jakarta :2005,
Yayasan Obor Indonesia), h. 18-19
140
Masjid, MUI:Astagfirullah!” terlihat tiga sudut pandang yang
digunakan Republika Online dalam mengkonstruksi pemberitaan
bertema toleransi agama yakni antara lain : Pertama, Republika
Online mempresentasikan Islam sebagai agama yang toleran. Hal
ini dilakukan Republika Online dengan menghadirkan tiga
narasumber etnis tionghoa muslim pada pemberitaan berjudul
“Merayakan Keharmonisan”. Dalam konstruksinya, Republika
Online melihat potret etnis tionghoa muslim yang mengunjungi
dan bersilaturahmi dengan sanak keluarganya saat hari raya Imlek
sebagai bentuk toleransi yang ditunjukan umat Islam kepada non
muslim. Hari raya Imlek dipandang Republika Online sebagai
kesempatan para etnis tionghoa muslim untuk mendakwahkan
dan memperkenalkan ajaran Islam yang toleran. Melalui
pembingkaiannya Republika Online menggolongkan Imlek
sebagai perayaan budaya yang tidak ada larangan bagi umat
Islam untuk menjalankannya, asalkan tidak melanggar ajaran dan
batasan-batasan dalam Islam.
Kedua, Republika online melihat bahwa terdapat
kesalahpahaman mengenai penerapan toleransi yang dilakukan
oleh pemerintah dan masyarakat kepada umat Islam. Hal ini
terlihat dari pemilihan kata dan diksi pada pemberitaan “Acara
Cap Go Meh Digelar di Masjid, MUI:Astagfirullah!”. Kalimat
“Astagfirullah!” yang memiliki arti “aku memohon ampun
kepada Allah” yang digunakan Republika Online dalam judul
merupakan kalimat yang biasa di ucapkan umat Islam ketika
melakukan kesalahan atau melihat kekeliruan. Dalam framing
141
penggunaan dan pemilihan kata-kata atau diksi yang ditampilkan
dalam pemberitaan tidak hanya sekedar teknis jurnalistik, namun
merupakan bentuk politik bahasa, dimana bahasa dapat
menciptakan realitas dan mengarahkan khalayak pada cara pikir
dan keyakinan tertentu.127 Dalam hal ini Republika Online
tampak ingin menunjukan bahwa Acara Cap Go Meh di Masjid
menurut prespektif MUI merupakan sebuah tindakan keliru yang
keluar batas. Sebagai lembaga yang menjadi rujukan umat Islam,
penggunaan MUI dan pemilihan diksi “Atagfirullah!” dalam
judul merupakan salah satu bentuk politis bahasa yang ditunjukan
Republika Online untuk mengarahkan khalayak kepada prespektif
yang diyakini oleh media. Dengan strategi ini Republika Online
ingin menyampaikan bahwa pelaksanaan acara Cap Go Meh di
Masjid adalah salah satu bentuk tindakan intoleransi. Hal ini
dikarenakan Masjid adalah tempat Ibadah yang dijaga
kesuciannya, dengan melaksanakan Acara Cap Go Meh di Masjid
tentu saja akan mengganggu prosesi ibadah umat Islam.
Republika Online tampak menggunakan narasumber-
narasumber kredibel yang mampu mendukung frame mereka.
Terlihat dari teks pemberitaan, Republika Online menghadirkan
Anton Tabah Digdoyo sebagai narasumber yang memiliki
kredibilitas tinggi dengan berbagai latar belakang jabatan yang
pernah didudukinya seperti Dewan Pakar ICMI Pusat, mantan
jendral petinggi Polri, Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat,
mantan ajudan presiden, dan ketua penanggulangan penodaan
127 Ibid, h. 200
142
agama. Penyebutan berbagai latar belakang jabatan pada
narasumber menunjukan bahwa Republika Online ingin meraih
simpati dan kepercayaan para pembaca akan pesan atau nilai
yang disampaikan pada pemberitaan. Hal ini seperti yang
dikatakan oleh Stuart Hall bahwa penggunaan kelompok elit yang
diidentifikasi sebagai sumber yang kredibel oleh media tidak
hanya sebatas sumber untuk memperoleh informasi, namun
sumber bisa menjadi pendefinisi utama dari realitas yang
ditampilkan media (Primary Definers)128.
Ketiga, Republika Online tidak setuju dengan penerapan
toleransi saat ini yang dinilai lebih menjurus kearah relativisme
agama, yakni paham yang menganggap semua agama memiliki
kebenaran ajaran yang sama termasuk ketika menyangkut
pelaksanaan toleransi itu sendiri. Hal ini ditunjukan Republika
Online melalui pernyataan narasumber dalam pemberitaan.
dimana rencana pelaksanaan Acara Cap Go Meh di Masjid dinilai
sebagai bentuk permohonan toleransi yang keluar batas yang
dilakukan oleh pemerintah setempat kepada umat Islam.
Pemerintah dinilai Republika Online tidak mengerti batasan-
batasan toleransi dalam Islam. Pendangan ini dikonfirmasi oleh
Republika Online melalui pernyataan Karta Raharja Ucu selaku
Editor pemberitaan Republika Online saat diwawancarai berikut :
“Sebenarnya kalo boleh disampaikan sih, kita
boleh toleransi ya tapi jangan segitunya, ada nilai-nilai
128 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, ideologi, dan Politik
Media (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2002), h. 162
143
yang tidak boleh dilewati, jangan lompat pager lah
ibadaratnya. Kan gak mungkin ibadah jumatan di gereja..
contohnya gini deh, kan biasanya kalo mereka
melakukan misa natal itu di katedral, itu biasanyakan
buat tempat parker itu mereka di Istiqlal, dan
kebalikannya pas kita sholat id ngga ada parkir itu pasti
ditempatkan digereja. Nah itu kan toleransi secara sosial,
artinya gini dia membantu umat lain untuk beribadah tapi
tidak mengganggu atau membantu secara akidah
mereka.”129
Melalui pernyataan diatas tampak bahwa Republika Online
mendukung adanya toleransi agama dalam ranah sosial
kemasyarakat yakni saling menghormati, melindungi, dan
membantu sebagai sesama manusia, namun menolak toleransi
agama dalam ranah ibadah dan akidah.
Dalam proses konstruksi yang dilakukannya pada judul
“Acara Cap Go Meh Digelar di Masjid, MUI:Astagfirullah!”
Republika.co.id hanya menggunakan Anton Tabah Digdoyo
sebagai narasumber tunggal dan tidak mencantumkan pernyataan
dari pihak pemerintah dan panitia acara Cap Go Meh sebagai
pihak yang dipersalahkan. Terlihat bahwa Republika.com
mengabaikan unsur dua sisi atau cover both side dalam
pemberitaannya, dan menjadikan pendapat narasumber tunggal
sebagai alat pendefinisi masalah dan pembuat keputusan dalam
pemberitaan tanpa memberikan ruang konfirmasi bagi pihak yang
di persalahkan. Hal ini berbeda dengan pernyataan Editor
Republika Online ketika di wawancarai :
129 Wawancara Pribadi dengan Editor Repubublika Online Karta
Raharja Ucu pada 28 November 2018
144
“Oh iya sudah pasti, karna biasanya dari budgeting itu,
editor atau bahkan user yang bakal ambil berita itu
biasanya dia minta narsumnya, entah lembaga terkait,
lembaga keagamaan, organisasi masa, atau organisasi
masa misalkan yang di luar islam terkait keagamaan
tertentu, atau misalkan kita soal benturan lah misalkan,
benturan penjagaan gereja dan toleransi agama islam dan
Kristen lah misalkan itu kita dua lembaga terkait.
Tujuannya untuk keberimbangan berita cover both side
setelah itu biasanya ada keberimbangan juga dari
kepolisian.”130
Republika Online mengkonstruksikan toleransi sebagai
sikap saling menghormati dan mengharfai antar umat beragama,
namun tidak dalam pengertian yang bebas dan tanpa aturan.
Toleransi memiliki batasan yang harus dijaga. Dalam
pemberitaan, terlihat Republika Online membagi Toleransi
kedalam dua ranah yang harus dipisahkan yakni toleransi
muamalah dan toleransi ibadah. Namun di lain sisi, Republika
Online tidak menampik akan adanya keberagaman agama dalam
kehidupan sosial masyarakat dan menganjurkan terjalinnya
komunikasi antar umat beragama. Seperti yang dikatakan oleh
Editor pemberitaan Republika Online berikut :
“Kalo kami itu memandang toleransi sebagai toleransi
sosial itu diperbolehkan tapi toleransi secara akidah itu
tidak diperbolehkan, itu yang mau diperjuangkan
Republika itu. Artinya gini ketika ada umat agama lain
melakukan ritual ibadahnya ya kita tidak boleh
mengganggu, umat Islam tidak boleh mengganggu bahkan
harusnya dilindungilah. Tapi batasan melindungi itu yah
kita tidak boleh ikut-ikutan. Toleransi secara sosial ya kita
130 Wawancara Pribadi dengan Editor Repubublika Online Karta
Raharja Ucu pada 28 November 2018
145
ketika ada umat agama lain izin ibadahnya sudah direstui
oleh pihak lain seperti kepolisian kan itu harus meminta
izin juga penjagaan segala macam yaa republika
memandang kalo misalkan toleransi secara akidah ya
ngga bisa, toleransi secara sosial ya bisa. Mereka
menjalankan ibadahnya yaudah silahkan tapi jangan
mengganggu ajarann kira juga. Ya untukmu agamamu
untukku agama ku.131
“Republika itukan rumpunnya umat Islam yah. Kalo
secara umum itu Republika rumahnya masyarakat
Indonesia lah, secara khusus Republika rumahnya umat
Islam. Artinya Umat Islam tidak memandang umat agama
lain sebagai musuh, Jadinya Republika memandang
toleransi beragama yah kita harus menjalankan toleransi
agama apalagi di Indonesia tidak hanya Islam aja tapi ada
agama-agama lain yang diakui oleh Negara gitu kan dan
Republika menjalankan konstitusi itu.”132
Dari kutipan diatas nampak jelas bahwa Republika Online
memandang toleransi berdasarkan nilai-nilai keislaman dengan
menekankan mengenai penerapan toleransi sosial atau muamalah
dan menolak toleransi akidah yang menjurus kepada relativisme
agama. Sebagai media yang memiliki latar belakang dari
komunitas muslim, pembingkaian Republika Online mengenai
isu Toleransi agama sangat wajar karena visi yang diemban
131Wawancara Pribadi dengan Editor Repubublika Onle Karta Raharja
Ucu pada 28 November 2018
132 Wawancara Pribadi dengan Editor Repubublika Onle Karta
Raharja Ucu pada 28 November 2018
146
Republika yaitu untuk menjadi media Modern, Moderat, Muslim
dan Kebangsaan dan Kerakyatan133.
Lain halnya dengan pembingkaian yang dilakukan
Kompas.com dan Tribunnews.com. Kedua media ini terlihat
memiliki fokus yang sama dalam membingkai dan memaknai isu
toleransi beragama yakni menyoroti tantang Hak Kebebasan
Beribadah dan Berkeyakinan umat minoritas. Hal ini dikarenakan
kedua media ini berdiri di bawah organisasi perusahaan yang
sama yakni PT. Kompas Gramedia Group. Dalam proses
produksi berita, organisasi media memiliki peran dalam
mengkategorisasikan dan menyeleksi peristiwa yang akan
diberitakan. Organisasi media tidak hanya mempunyai struktural
pola kerja, tetapi juga mempunyai ideologi professional. Ideologi
professional ini menentukan nilai-nilai pada pemberitaan,
peristiwa apa yang layak diberitakan dan bagaimana peristiwa itu
akan dikemas. Praktik organisasi dan idoleogi professional
menentukan rutinitas yang terjadi dalam pemberitaan, bagaimana
seorang wartawan dikontrol untuk memberitakan peristiwa dalam
prespektif tertentu.134
Terdapat empat sudut pandang yang terlihat dari dua
pemberitaan Kompas.com yang berjudul “Menjaga Toleransi
Lewat Peraturan Daerah” dan “Pilkada DKI Dikhawatirkan
Timbulkan Intoleransi di Lingkungan Sekolah” : Pertama,
133 Redaksi Republika,“Republika”. Diunduh pada 18 Januari 2019
pukul 16:48 WIB. dari https://id.wikipedia.org/wiki/Republika_(surat_kabar).
134 Ibid, 113-119.
147
Kompas.com menilai bahwa terdapat ketidakadilan yang
dilakukan oleh pemerintah kepada umat keyakinan minoritas. Hal
ini terlihat dari konstruksi yang dilakukan Kompas.com pada
pemberitaan “Menjaga Toleransi Dengan Peraturan Daerah”.
Kompas.com melihat bahwa Otoritas yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur
sendiri daerahnya sering disalahgunakan dengan pembuatan
Perda diskriminatif. Kesan ini ditampilkan kompas.com dengan
cara menghadirkan beberapa data berupa diagram hasil jejak
pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas mengenai
kehadiran Peraturan Daerah Diskriminatif. Survey yang
dilakukan oleh Litbang Kompas menunjukan keseriusan media
Kompas dalam menyoroti persmasalahan Hak Kebebasan
Beribadah dan Beragama umat minoritas. Dalam proses
penyajian data Kompas.com menyadari bahwa penggunaan tabel
atau diagram akan lebih memudahkan pembaca memahami fakta
yang disajikan dan memberikan kesan validitas pada pesan yang
disampaikan.
Kedua, Kompas.com melihat permasalahan toleransi
agama sebagai salah satu bentuk pelanggaran terhadap Hak Asasi
Manusia. Hal ini terlihat dari data yang ditampilkan dalam
pemberitaan yang mayoritas berasal dari lembaga sosial yang
begerak di bidang HAM. Seperti penggunaan data Indek Kerja
HAM variable kebebasan beragama dan berkeyakinan yang
menunjukan terjadinya penurunan toleransi masyarakat yang
terjadi pada tahun 2015 ke 2016 yakni 2,57 ke 2,47. Selain, itu
148
Kompas.com juga menggunakan pernyataan lembaga seperti
DUHAM, Wahid Instittute, dan Setara Institute untuk
mendefinisikan realitas dalam pemberitaan.
Ketiga, toleransi dimaknai Kompas.com dari sudut
pandang humanisme dan universal yakni sebagai sikap lahiriyah
yang sudah dimiliki manusia sejak lahir berupa rasa untuk saling
menghormati atas keyakinan satu sama lain tanpa melihat agama
mana yang paling benar atau mana yang paling salah. Hal ini
dikonfirmasi kompas.com dalam wawancara yang peneliti
lakukan :
“Kalo toleransi agama sebenarnya kaya pribadi kita ,
sebenarnya kita dari lahir kita sudah punya itu jadi.
Kalo kita toleransi agama ya lebih menghargai aja, apa
keyakinan dia tidak mengganggu tidak mengganggu
keyakinan orang lain. Dan kita tidak sampai ke masuk
ke ajaran dia ini benar atau salah, jadi yaudah kita
hargai aja oh dia percaya keyakinannya begini ngga
papa dia percaya dengan kita jadi jangan sampai
kepercayaan dia itu menganggu umat lainnya. Jadi
tidak malah membenturkan oh ini dia salah kaya
misalnya kelompok Ahmadiyah atau akbp viladefia.
Kita tetep mengangkat kelompok minoritas itu sebagai
isu yaah ini bahwa ada kelompok ini jangan diganggu
soal kepercayaan mereka apa yaudah biarkan mereka
berjalan asalkan mereka tidak mengganggu kelompok
lainnya, jadinya kita tidak mengusik kearah keyakinan-
keyakinan. Jadi lebih kearah kemanusiaanya lebih
diangkat lebih universal.”135
135 Wawancara Pribadi dengan Editor Kompas.com Sabrina Asril
pada 03 Januari 2019
149
Pandangan Kompas.com mengenai penerapan toleransi
terlihat pada pemberitaan yang berjudul “Pilkada DKI
Dikhawatirkan Timbulkan Intoleransi di Lingkungan Sekolah”.
Dalam pemberitaan ini Kompas.com menggolongkan bahwa
memilih seorang pemimpin berdasarkan latar belakang agama
merupakan salah satu bentuk intoleransi. Hal ini dilakukan
Kompas.com dengan menghadirkan hasil survey yang dilakukan
oleh Kemendikbud pada bulan Juli-September 2016 mengenai
bibit intoleransi pada siswa bahwa terdapat 8,2 persen siswa yang
menolak pemimpin yang berbeda agama. Kompas.com
menonjolkan fakta tersebut sebagai bukti adanya bibit intoleransi
yang disebabkan karena adanya politik praktis dan isu SARA
dalam ajang Pilkada DKI Jakarta. Melalui penonjolan fakta ini
terlihat pandangan Kompas.com mengenai penerapan toleransi
agama dalam konteks politik, dimana tidak menjadikan latar
belakang agama sebagai landasan untuk menolak atau menerima
seorang pemimpin.
Peneliti melihat terdapat kejanggalan pada data dan fakta
yang disajikan pada pemberitaan. Data yang disajikan
merupakan penelitian yang dilakukan jauh sebelum ajang Pilkada
DKI dilaksanakan yakni pada bulan Juli-September 2016
sedangkan Kompas.com menjadikan hasil penelitian ini sebagai
dampak adanya isu agama dan politik praktis Pilkada DKI
Jakarta. Ketika dikonfirmasi, Kompas.com menyatakan bahwa
terdapat kesalahan dalam penyajian berita, kesalahan ini
disebabkan karena kurangnya ketelitian wartawan dalam
150
mengkonfirmasi kebenaran fakta yang disampaikan oleh
narasumber pemberitaan. Sehingga dalam akhir pemberitaan ini
Kompas.com mencantumkan catatan redaksi mengenai perubahan
pada pemberitaan. Hal ini dikonfirmasi Kompas.com melalui
Sabrina Asril selaku editor pemberitaan berikut:
“Jadi sebenarnya pemberitaan itu ada koreksi, memang
kita ada kesalahan karna ternyata reporternya itu di data
awalnya salah. Makanya berita terbarunya dibawahnya
kita kasih catatan redaksi dan ada tambahan penelitiannya
lebih lengkap. Pas kita cek memang ini murni kekeliruan
kita, ternyata itu bukan penelitian si narasumbernya
bahwa dia hanya mengutip penelitian orang lain. Pas kita
krosceklah ke orang yang benar-benar punya
penelitiannya bahwa ternyata penelitiannya adalah bahwa
mayoritas memang masing memegang toleransi namun
ada benih-benih walaupun angka mereka masih yang
kecil”136
Melalui wawancara yang dilakukan, kompas.com
menyatakan bahwa pemberitaan ini dirilis semata-mata untuk
menunjukan fakta kepada khalayak akan adanya bibit intoleransi
pada siswa walaupun presentasinya kecil. Hal ini sesuai dengan
teori dalam framing yang melihat adanya dua aspek yang
mempengaruhi pembentukan pemberitaan yakni pemilihan fakta
dan penulisan fakta. Dalam bukunya Analisis Framing Konstruksi
Media Massa Eriyanto melihat bahwa pemilihan fakta yang
dilakukan oleh media didasarkan pada asumsi wartawan dalam
melihat sebuah peristiwa. Pada proses ini terdapat fakta yang
ditampilkan dan terdapat pula yang disembunyikan. Proses ini
136 Wawancara Pribadi dengan Editor Kompas.com Sabrina Asril
pada 03 Januari 2019
151
merupakan seleksi yang dilakukan oleh media untuk
menonjolkan pesan yang dikehendakinya.137 Hal ini senada
dengan pernyataan editor Kompas.com Sabrina Asril berikut :
“…Kadang-kadangkan penelitian itu bisa
framing, subjektif penelitinya jugakan padahal secara
mayoritas tidak masalah namun dia menganggat bahwa
ada concern disitu, padahal setelah kita lihat angkanya
kecil, makanya kita agak bingung juga nih gimana.
Yaudah ngga papa kita potret juga, bahwa memang ada
fakta kecemasan itu walaupun kecil makanya di lead nya
langsung di ubah walaupun sebagian kecil ini bisa saja
menjadi benih dan itu rombak abis pemberitaannya.”138
Meskipun, Kompas.com mengakui bahwa terdapat
kekeliruan dalam melakukan pengutipan informasi dalam
pemberitaan, namun peneliti mengasumsikan hal ini sebagai salah
satu strategi media dalam membelokan realitas dengan cara
menghadirkan data yang sebenarnya tidak memiliki keterkaitan
langsung dengan kondisi yang sedang terjadi dalam pemberitaan.
Seperti yang dikatakan oleh G.J. Aditjondro bahwa framing
sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang
suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan di belokan
secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek
tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang memiliki
137 Ibid,69
138 Wawancara Pribadi dengan Editor Kompas.com Sabrina Asril
pada 03 Januari 2019
152
konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat
ilustrasi lainnya. 139
Di lain sisi, Kompas.com juga tidak menampik bahwa
toleransi agama di masyarakat berada dalam kondisi yang baik.
Mayoritas masyarakat masih menjunjung tinggi keberagaman
sebagai karakteristik bangsa Indonesia. Dalam hal ini
Kompas.com berusaha memenuhi unsur dua sisi atau Cover Both
Side yang menjadi salah satu kewajiban media dalam
memberitakan sebuah peristiwa, namun upaya ini tidak menutupi
konstruksi dan penonjolan yang dilakukan Kompas.com pada
pemberitaan yang disajikan.
Sudut pandang yang keempat, Kompas.com menekankan
mengenai nilai-nilai persatuan sebagai mana yang terdapat dalam
semboyan Bhineka Tunggal Ika. Pengembalian kepada nilai-nilai
Bhineka Tunggal Ika diperlihatkan Kompas.com dengan cara
menempatkan nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika pada lead
pemberitaan “Menjaga Toleransi Agama Lewat Peraturan
Daerah”. Pemahaman dan penanaman nilai-nilai persatuan dalam
Bhineka Tunggal Ika dalam setiap Individu masyarakat Indonesia
dibingkai oleh Kompas.com sebagai salah satu solusi dalam
menghadapi intoleransi.
Pembingkaian yang hampir sama juga diperlihatkan
Tribunnews.com dalam pemberitaannya yakni “Ketua MPR
139 Eriyanto, Analisis Framing. Kosntruksi, Ideologi, dan Politik
Media (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2011),h. 60
153
Sebutkan Daerah-Daerah yang Patut Dijadikan Contoh Toleransi
Beragama” dan “Toleransi dan Jaminan Hak Kebebasan
Beragama Masih Jadi Tantangan di Indonesia.” Terdapat tiga
sudut pandang yang terlihat dari pemberitaan Tribunnews.com
yakni:
Pertama, Tribunnews.com melihat bahwa toleransi dan
kebebasan beragama masih menjadi masalah di Indonesia. Hal ini
diperlihatkan Tribunnews.com dalam pemberitaan yang berjudul
“Toleransi dan Jaminan Hak Kebebasan Beragama Masih Jadi
Tantangan di Indonesia.” yang secara langsung menunjukan
permasalahan yang diangkat dalam pemberitaan. Selain itu,
dalam pemberitaan ini Tribunnews.com menghadirkan
narasumber yang berasal dari lembaga Wahid Foundation. Wahid
Foundation adalah lembaga sosial yang dipelopori oleh Alm.
Abdurrahman Wahid atau Gusdur yang bergerak dalam
pengembangan toleransi dan keberagaman masyarakat
Indonesia140. Wahid Foundation digunakan Tribunnews.com
sebagai pendifinisi realitas dalam pemberitaan, hal ini terlihat
dengan penempatan pernyataan narasumber Alamsyah M Dja’far
selaku Program Officer Advokasi dan Riset Wahid Foundation
pada lead permberitaan yang menyatakan bahwa toleransi dan
kebebasan beragama di Indonesia masih menjadi masalah yang
harus diatasi. Dalam framing pemilihan kata dan pemilihan
narasumber dalam pemberitaan merupakan salah satu perangkat
140 “Tentang kami”. Diunduh pada 27 Januari 2019 pukul
11:22 WIB dari http://wahidfoundation.org/index.php/page/index/About-Us,
154
media dalam mengkonstruksi realitas yang bertujuan untuk
mengarahkan prespektif pembaca kedalam nilai-nilai yang
disampaikan dalam pemberitaan. Melalui pemberitaan ini terlihat
kesamaan sudut padang antara Tribunnews.com dan Kompas.com
yakni sama-sama mensoroti tentang hak kebebasan beribadah dan
beragama (KBB).
Kedua, Tribunnews.com melihat bahwa intoleransi
disebabkan oleh adanya kesenjangan ekonomi, politik, dan
pengetahuan yang ada di masyarakat. Dalam konstruksinya
Tribunnews.com tidak melihat perbedaan ras, etnis dan agama
sebagai pemicu munculnya intoleransi, namun melihat bahwa
terdapat faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi toleransi di
Indonesia. Seperti yang ditemukan dalam pemberitaan
Tribunnews.com yang berjudul “Ketua MPR Sebutkan Daerah-
Daerah yang Patut Dijadikan Contoh Toleransi Beragama”.
Melalui pernyataan narasumber Zulkifli Hasan mengenai
kabupaten Sula yang mayoritas masyarakat memeluk agama
Islam dipimpin oleh bupati yang beragama Kristen,
Tribunnews.com mengkonstruksikan bahwa latar belakang agama
bukanlah penyebab munculnya konflik intoleransi di ajang
demokrasi. Munculnya intoleransi lebih dikarenakan ada faktor-
faktor lain seperti kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik yang
mempengaruhi masyarakat.
Pemberitaan ini juga dirilis oleh Kompas.com di hari yang
sama yakni pada tanggal 1 February 2017, namun terdapat
perbedaan pengemasan judul yang ditampilkan. Tribunnews.com
155
menggunakan kata “ Patut dijadikan contoh Toleransi Beragama”
sedangkan Kompas.com menampilkan judul “ Ketua MPR
Sebutkan Daerah-daerah yang Jadi Contoh Toleransi yang Baik”.
Perbedaan kata-kata pada judul tidak mengubah makna yang
ditampilkan kedua media secara signifikan, perbedaan terdapat
pada judul yang digunakan Tribunnews.com lebih
memperlihatkan penekanan dan penegasan dengan penggunaan
kata “Patut”. Hal ini menunjukan bahwa dalam proses konstruksi
dan penyampaian nilai-nilai pemberitaan keduanya dipengaruhi
oleh ideologi perusahaan yang menaunginya yakni PT. Kompas
Gramedia Group. Perbedaan keduanya hanya terdapat pada
pemilihan kata atau diksi yang dihadirkan kedalam teks
pemberitaan.
Ketiga, Tribunnews.com melihat bahwa pemerintah masih
bertindak diskriminatif terutama menyangkut hak teologi warga
negara. Hal ini dilakukan Tribunnews.com dalam pemberitaan
“Toleransi dan Jaminan Hak Kebebasan Beragama Masih Jadi
Tantangan di Indonesia. Dalam pemberitaan ini, Tribunnews.com
juga membahas mengenai adanya perda diskriminatif sebagai
salah satu factor pemicu tindakan intoleransi dimasyarakat.
Seperti hal nya Kompas.com, Tribunnews.com juga menuntut
akan kesetaraan hak kebebasan beribadah dan beragama antara
umat mayoritas dan minoritas. Penilaian kedua media yang lebih
menonjolkan nilai-nilai humanism dan HAM merupakan hal yang
wajar dikarenakan dari segi segmentasi pembaca media Kompas
Gramedia terkenal didukung oleh masyarakat pembaca yang
156
menerima HAM Universal seperti demokrasi dan pluralisme.141
Hal ini senada dengan pernyataan Editor Kompas.com Sabrinal
Asril ketika diwawancarai berikut ini :
“Yah kalo kita sih, di Indonesia ini kan pasti ada
yang mayoritas dan minoritas tetep punya hak. Ngga
melulu yang minoritas ini harus di mengikuti mayoritas,
ya artinya kalo dia kaya begitu hak dia lama-lama
tergerus juga dong. Jadinya dua kelompok ini hidup
bersama tanpa benturan. Jadi yang mayoritas tetep
diberitakan. Tapikan selama ini mayoritas ini tidak punya
masalah besarkan karna sebagai mayoritas mereka punya
wakil-wakilnya di otoritas, di pejabat, dipemerintahan,
artinya kepentingan mereka sejauh ini lumayan
terpenuhi. Sementara kelompok minoritas a channel
saluran mereka untuk mengungkapkan hak mereka lebih
susah dibandingka nkelompok mayoritas. Nah media
berperan untuk memperhatikan hak mereka. Misalkan
Ahmadiyah kita beritakan bukan soal ajaran kepercayaan
mereka yang kita bela, tapi lebih kepada hak-hak mereka
sebagai penduduk warga Negara untuk tinggal di
Komplek rumah yang mereka miliki dengan upaya
mereka. Kita tidak membahas mereka salah atau benar,
tapi lebih ke mereka punya hak yang sama untuk
dilindungi dan selama mereka tidak mengganggu
kelompok lainnya mah.”142
Sebagai media massa nasional, Kompas.com dan
Tribunnews.com merasa memiliki tanggung jawab untuk
memperhatikan hak-hak umat minoritas khususnya mengenai hak
141Armando, Ade, dkk, Media dan Integrasi Sosial : Jembatan antar
Umat Beragama, ( Center for the Study of Religion and Culture, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah :2011),h.27
142 Wawancara Pribadi dengan Editor Kompas.com Sabrina Asril
pada 03 Januari 2019
157
kebebasan beribadah dan beragama. Hal ini dikarenakan
Indonesia tidak hanya ditinggali oleh satu agama, terdapat enam
agama yang diakui oleh negara dengan mayoritas masyarakat
memeluk agama Islam. Keduanya menilai umat minoritas
kekurangan ruang untuk menyampaikan aspirasi mereka
khususnya menyangkut hak-hak mereka sebagai warga negara
Indonesia. Kompas.com dan Tribunnews.com mengartikan
toleransi agama sebagai sikap saling menghormati, menghargai,
melindungi, dan mengakui adanya keberagaman antar umat
beragama sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia.
Sedangkan, Detik.com dalam pemberitaannya memaknai
toleransi agama sebagai jati diri bangsa Indonesia yang tidak
perlu diragukan lagi. Hal lni terlihat dari konstruksi Detik.com
dalam dua pemberitaan yang berjudul “ICMI : Ada Bupati
Tionghoa di Kabupaten 99 Persen Muslim” dan “Damainya
Imlek di Peunayong, Aceh, Bukti Indahnya Keberagaman
Agama”, terlihat beberapa sudut pandang Detik.com dalam
mengemas pemberitaan mengenai toleransi agama seperti berikut
:
Pertama, Detik.com melihat bahwa perbedaan latar
belakang ras dan agama bukanlah penyebab munculnya
intoleransi. Kesan ini diperlihatkan Detik.com dengan pemilihan
diksi dalam pemberitaan pada pemberitaan “ICMI : Ada Bupati
Tionghoa di Kabupaten 99 Persen Muslim”. Penggunaan kata
“Tionghoa” yang disandingkan dengan “99 Persen Muslim”
menunjukan bahwa perbedaan RAS dan Agama bukan menjadi
158
masalah dalam pemilihan kepala daerah. Penggunaan lembaga
ICMI pada judul merupakan salah satu strategi konstuksi
Detik.com untuk mengarahkan prespektif pembaca kepada
penilaian yang ditampilkan dalam pemberitaan. Hal ini
dikarenakan ICMI atau Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia
adalah salah satu organisasi muslim yang menjadi rujukan bagi
mayoritas masyarakat Indonesia. Sebagaimana dalam analisis
Framing, judul adalah aspek yang memiliki fungsi Framing yang
kuat, judul dapat mempengaruhi bagaimana kisah dimengerti
kemudian digunakan untuk menunjukan bagaimana wartawan
mengkonstruksi isu. 143
Kedua, dalam mengkonstruksi pemberitaan, Detik.com
berusaha bersikap netral dengan melihat permasalahan dari dua
sisi yakni menempatkan masyarakat dan pemimpin sebagai aktor
penyebab masalah dalam pemberitaan. Terlihat dengan
penggunaan kata “masyarakat”, “masyarakat kita” dan “bangsa
kita” dalam pemberitaan. Penggunaan kata “kita” sendiri dalam
KBBI Online merujuk pada pronominal persona pertama jamak,
yang mengartikan diri orang yang berbicara dengan orang yang
diajak bicara. Kata “kita” juga merupakan kata yang
menggambarkan “kepemilikan bersama”. Dengan menggunakan
kata “kita” tampak bahwa Detik.com tidak secara khusus
menunjuk satu pihak sebagai penyebab masalah, namun
menempatkan semua golongan baik masyarakat biasa maupun
143 Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi dan POlitik
Media ( Yogyakarta; LkiS, 2001), h. 257-258.
159
pemimpin untuk instropeksi diri dan lebih bijak dalam
menanggapi sebuah peristiwa. Berbeda dengan tiga media
sebelumnya yang melihat adanya masalah pada penerapan
toleransi. Dalam kedua pemberitannya Detik.com meletakan
permasalahan pada faktor psikologis masyarakat Indonesia yang
masih lemah dalam menanggapi sebuah peristiwa dan sikap
pemimpin yang menimbulkan antipati masyarakat. Detik.com
melihat bahwa sensitifitas yang saat ini muncul hanyalah masalah
musiman yang biasa terjadi dan akan mereda ketika ajang
demokrasi telah usai.
Ketiga, Islam sebagai agama mayoritas menjunjung
tinggi nilai toleransi. Hal ini terlihat pada pemberitaan yang
berjudul “Damainya Imlek di Peunayong, Aceh, Bukti Indahnya
Keberagaman Agama”. Terlihat dari judul yang disajikan,
Detik.com menggunakan kata yang menunjukan indahnya
keberagaman ditengah-tengah perayaan Imlek. Hari raya Imlek
merupakan perayaan tahun baru warga keterunan china atau
tionghoa, sedangkan Aceh merupakan salah satu kota di
Indonesia yang terkenal dengan penerapan Syariat Islam.
Detik.com membingkai syariat Islam bukan sebagai penghalang
bagi toleransi beragama seperti yang dipresepsikan masyarakat
pada umumnya. Hal ini ditunjukan Detik.com dengan
menampilkan potret harmonis perayaan Imlek di kota Aceh yang
menerapkan Syariat Islam sebagai contoh indahnya keberagaman
agama di Indonesia. Hal ini sesuai dengan pernyataan detik.com
160
dalam Skripsi yang berjudul Analisis Framing Pemberitaan Aksi
Teror di Islamic Center of Quebec, Canada:
“ Detik selama ini mengutip pernyataan dari
tokoh-tokoh muslim MUI, Muhammadiyah dan yang
lainnya yang menonjolkan bahwa Islam itu agama yang
rahmatan lilalamin. Islam itu juga lakum dinukum
waliyadiin. Toleransi itu ada di Islam, bukan malah
mengangkat kelompok-kelompok yang anti NKRI.”144
Sebagai media yang hidup di negara mayoritas muslim,
detik.com sadar mengenai segmentasi pembacanya yang
mayoritas beragama Islam. Hal ini diakui detik.com dalam
wawancara yang dilakukan oleh Farihunisa pada skripsi yang
berjudul Aksi Teror di Islamic Center of Quebec, Canada
berikut:
“Mungkin Islam, karena kondisi Negara kita ini
mengistimewakan agama Islam, dan kita mengikuti objek
yang digunakan. Karna banyak sumber yang tersedia
mayoritas Islam”145
Dalam konstruksinya detik.com menggunakan beberapa
istilah dalam teks pemberitaan yakni antara lain penggunaan kata
“ Pribumi” sebagai bentuk labeling pada masyarakat asli Aceh
yang disandingkan dengan masyarakat etnis Tionghoa. Dengan
menggunakan kata ini Detik.com menekankan kategori rasial
144 Wawancara yang dilakukan oleh Farihunnisa pada Skripsi yang
berjudul Analisis Framing Pemberitaan Aksi Teror di Islamic Center of
Quebec, Canada Dalam Republika Online dan Detik.com”
145 Wawancara yang dilakukan oleh Farihunnisa pada Skripsi yang
berjudul Analisis Framing Pemberitaan Aksi Teror di Islamic Center of
Quebec, Canada Dalam Republika Online dan Detik.com”
161
dalam pemberitaan yakni menekankan kepada perbedaan antar
ras dalam konteks yang positif yakni menyatukan antara kedua
ras yang berbeda kedalam satu kesatuan keharmonisan dalam
kehidupan bermasyarakat.146
Melalui konstruksi yang dilakukan tampak bahwa
Detik.com memaknai toleransi sebagai sikap penerimaan dan
penghormatan akan keberagaman baik RAS, Suku, atau Agama
yang ada di Indonesia. Perbedaan yang ada dipandang Detik.com
sebagai sebuah karakteristik bangsa yang tidak perlu diragukan
lagi. Pemaknaan Detik.com mengenai toleransi agama ini hampir
sama dengan pandangan yang ditunjukan oleh Kompas.com dan
Tribunnews.com. Perbedaan ketiganya terdapat pada fokus
permasalahan yang diangkat dalam pemberitaan. Detik.com
berusaha bersikap netral dengan tidak menyalahkan salah satu
pihak baik dari masyakat ataupun pemerintah. Detik.com lebih
mengajak masyarakat untuk intropeksi diri atas peristiwa yang
terjadi. Sedangkan, Kompas.com dan Tribunnews.com melihat
bahwa pemerintah memiliki andil atas intoleransi dan
diskriminasi yang terjadi di masyarakat khususnya kepada umat
keyakinan minoritas. Berbeda dengan Republika Online yang
melihat pemerintah dan masyarakat keliru dalam memahami dan
memprakitkan toleransi agama. Hal ini menunjukan bahwa
dalam proses konstruksi realitas, media memiliki kemampuan
untuk mengkonstruksi citra dan menghadirkannya kepada
146 “Rasialisme” dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Rasialisme,
diakses pada 10 November 2018 pukul 14:12 WIB
162
khalayak, sebagaimana yang dikatakan oleh Burhan Bungin
dalam bukunya Kontruksi Media Massa bahwa pembentukan
citra adalah salah satu tujuan adanya konstruksi yang dilakukan
media.
163
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang peneliti lakukan mengenai
analisis framing pemberitaan isu toleransi agama pada media
online Republika.co.id, Kompas.com, Detik.com dan
Tribunnews.com yang rilis pada awal 2017 dengan menggunakan
metode Robert N. Entman. Dari keempat media yang diteliti
terlihat bagaimana prespektif media dalam melihat dan memaknai
toleransi agama yakni antara lain:
Republika.co.id melihat toleransi agama dalam prespektif
ajaran Islam yakni sebagai sikap saling menghormati,
menghargai, dan bersilaturahmi antar umat agama dengan
membagi toleransi kedalam dua ranah yakni akidah dan
muamalah. Republika secara tegas menolak konsep toleransi
yang cenderung menjerumus kearah relativisme agama yang
menganggap semua agama sama rata dengan menekankan konsep
toleransi yang memiliki batas.
Sedangkan Detik.com Kompas.com dan Tribunnews.com
memandang toleransi agama dalam artian yang universal yakni
sebagai kesadaran dan penerimaan akan adanya keberagaman
agama sebagai realitas sosial tanpa mencampur adukan keyakinan
yang satu dan keyakinan yang lain. Namun terdapat perbedaan
dalam pembingkaian yang dilakukan oleh ketiga media.
Kompas.com dan Tribunnews.com meletakan perhatian besar
164
terhadap hak-hak masyarakat minoritas terutama menyangkut
kebebasan beribadah dan beragama. Persamaan keduanya tidak
lain dikarenakan keduanya berdiri dibawah naungan perusahaan
yang sama yakni PT. Kompas Gramedia. Kedua media ini
memandang permasalahan toleransi dari segi Humanisme dan
HAM yang patut dijaga dan dilindungi. Keduanya juga menuntut
pemerintah lebih adil dan perhatian terhadap hak-hak
berkeyakinan masyarakat minoritas.
Sedangkan Detik.com menilai tidak ada masalah dengan
toleransi masyarakat Indonesia. Detik.com dalam pemberitaannya
mengajak masyarakat serta pemimpin untuk sama-sama
intropeksi diri atas permasalahan yang terjadi. Detik.com melihat
toleransi sebagai jati diri dan karakteristik bangsa Indonesia yang
tidak perlu untuk diragukan lagi, Detik.com melihat
permasalahan yang ada dikarenakan sikap dan pola pikir
masyarakat itu sendiri yang mencederai toleransi Indonesia
Di luar dari apa yang dikonstruksi oleh keempat media
terhadap isu toleransi agama, kita harus mengetahui bahwa
toleransi agama dapat dimaknai secara berbeda tergantung
preskpektif yang diyakini oleh individu atau perusahaan media.
Terdapat dua prespektif yang terlihat dari penelitian ini yakni
toleransi agama dalam prespektif Islam dan toleransi agama
dalam prespektif universal.
165
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat
beberapa poin yang dapat peneliti sarankan adalah :
1. Saran kepada media online;
Portal berita Online sebagai bagian dari media massa
memiliki peran yang sangat besar sebagai control sosial di
masyarakat.. Perbedaan media dalam menafsirkan dan
memaknai suatu isu atau peristiwa memiliki dampak bagi
pola pikir masyarakat. Ideologi dan kepentingan yang
merangkul setiap perusahaan media membuat media tidak
memiliki batasan yang sama dalam menyampaikan suatu
nilai di masyarakat. Oleh karena itu, pemberitaan
mengenai toleransi agama yang disajikan hendaklah
bersifat mendidik dan mengarahkan masyarakat kepada
persatuan.
2. Saran yang ditunjukan kepada mahasiswa/ secara
umum ;
Masyarakat sebagai konsumen media massa
diharapkan lebih cerdas dan bijak dalam memandang suatu
isu dan peristiwa yang diberitakan oleh media, hal ini
dikarenakan media-media memiliki ideologi dan nilai yang
berbeda-beda dalam membingkai suatu peristiwa atau isu.
Jangan sampai karna perbedaan pandangan ini mayarakat
larut kedalam arus konflik yang berujung kedalam
perpecahan dimasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta:
LKiS Yogyakarta, 2002.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakary, 2009.
Rifefan, Muhammad. “Penggunaan Media Online dalam Memenuhi Kebutuhan
Akademik” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas Islam
Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosadakarya,
2008.
Effendy, Bisri. Modul Islam dan HAM. Jakarta: ELSAM, 2010.
Khalikin, Ahsanul dan Fathuri. Toleransi Beragama di Daerah Rawan Konflik.
Jakarta : Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang
Kehidupan Agama, 2016.
Abdullah, Masykuri. Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keberagaman.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001.
Al Munawar, Said Agil. Fiqih Hubungan Antar Agama.Jakarta : Ciputat Press, 2003.
Prastowo, Andi. Memahami Metode-metode Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2011.
Nasrullah, Rulli, Metode Penelitian Media, Modul Mata Kuliah Riset Media,Modul
pembelajaran Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2013.
Armando, Ade, dkk, Media dan Integrasi Sosial : Jembatan antar Umat Beragama,
Center for the Study of Religion and Culture, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2011.
Santana, Septiawan. Jurnalisme Kontemporer.Yayasan Obor Indonesia, Jakarta:
2005.
Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Prenadamedia Group,
2008.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Pranada Media Group, 2006.
Putra, Masri Sareb. Tehnik Menulis Berita dan Feature I. PT. INDEKS Kelompok
GRAMEDIA.
Juroto, Totok. Manajemen Penerbitan Per.PT RemajaRosdakarya, Bandung: 2004.
Jumroni dan Suhaemi. Metode-metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006.
Ali, Mursyid. Studi Agama-Agama di Perguruan Tinggi Bingkai Sosio-Kultural
Kerukunan Hidup antar Umat Beragama di Indonesia seri 3. Departemen
Agama RI, Jakarta: 1999
Thoha, Anis Malik.Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. Gema Insani, Depok:
2005
Ramadhan, Akbar. “Anaisis Framing Pemberitaan Situs Radikal”.Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negri Jakarta, 2016.
Husein Al Munawar, Said Aqil. Fikih Hubungan Antar Agama. PT. Ciputat Press:
2005.
Mccabe, Jessi,”Online News Media Use and Political Tolerance”, Disertasi
Komunikasi Wayne State University Amerika, 2010.
Farihunnisa, “Analisis Framing Pemberitaan Aksi Teror di Islamic Center of
Quebec, Canada”,Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negri Jakarta, 2018
Moch. Choirul Arif. Toleransi Umat Beragama dalam Konstruksi Wartawan
Surabaya. Jurnal komunikasi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. 223
Federasi Jurnalis Internasional, Media and Tolerance.Bulgaria:UN/UNESCO: 1997.
Internet
Fira Nursyahbani, Obama : Toleransi Indonesia Jadi Contoh Bagi Negara Lain, di
akses 02/11/2017,
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/07/01/osekf7-obama-
toleransi-indonesia-jadi-contoh-bagi-negara-lain.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pada 2016 Intoleransi Meningkat, di akses
pada 18 Mei 2017, http://komnasham.go.id/pada-2016-intoleransi-
meningkat.html
Hukamnas.com, 7 konflik antar Agama yang pernah terjadi di Indonesia, di akses
pada 11/03/2018, http://hukamnas.com/contoh-konflik-antar-agama
Kemenag.co.id, Media Berperan Membangun Toleransi Umat Beragama, di akses
pada 28/01/2019 https://www2.kemenag.go.id/berita/79895/media-berperan-
membangun-toleransi-umat-beragama,
Media, Kompas Cyber, Pedoman, diakses
11/03/2018,https://inside.kompas.com/pedoman
Shinta Maharani, Menteri Luar Negeri Retno Bicara Media Massa dan Resolusi
Konflik, diakes 02/11/17, https://nasional.tempo.co/read/1025639/menteri-
luar-negeri-retno-bicara-media-massa-dan-resolusi-konflik
Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, Republika, di akes 15/11/2017,
https://id.wikipedia.org/wiki/Republika_(surat_kabar)
Nuramalina Prihatiny, Pengertian Media Massa, diakes 22/05/2017,
www.kompasiana.com /nur.amalina22/pengertian-media-massa
Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses tanggal 28/05/2017KBBI,
http://www.kbbi.web.id/toleran
Romeltea,Fungsi Media Massa, diakses 15/12/2017, http://romeltea.com/media-
massa-makna-karakter-jenis-dan-fungsi/
Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, Media massa, diakses 15/12/2017,
https://id.wikipedia.org/wiki/Media_massa
Samhis Setiawan, 26 Pengertian Berita Menurut Para Ahli serta Unsur Berita
5W+1H, diakses 26/11/2018, https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-
berita-menurut-para-ahli-serta-unsur-berita-5w-1h/
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, diakses 03/02/2019, https://www.komnasham.go.id (di akses pada
03 February 2019).
Husein Al Munawar, Said Aqil. Fikih Hubungan Antar Agama. PT. Ciputat Press:
2005.
Zakky, Pengertian Toleransi Secara Umum dan Menurut Para Ahli Beserta
Contohnya, diakses 14/01/2019, https://www.zonareferensi.com/pengertian-
toleransi/
MN Fahmi. Definisi Toleransi, diakses 15/12/2017,
http://digilib.uinsby.ac.id/10995/4/bab%202.pdf
Achmad, Nur. Pluralitas Agama Kerukunan dalam keragaman. Kompas, 2001.
UNESCO, Role of Media In Promotion of Tolerance and Peace Stressed as Third
Commmittee Continues Review of Human Right, diakses 08/02/2019,
https://www.un.org/press/en/1998/19981109.gash3502.html
Barmark Pazhwak, Diversity, Peace and Tolerance ini Pakistan’s Media, diakes
06/02/2019, https://www.usip.org/publications/2011/08/diversity-peace-and-
tolerance-pakistans-media
Republika Online, Profil, Republika Online, diakses tanggal 12/08/2018,
https://www.republika.co.id/page/about
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Republika, Wikipedia Bahasa Indonesia, diakses
tanggal 12/08/2018, https://id.wikipedia.org/wiki/Republika_(surat_kabar)
Kompas.com, About Us, diakses tanggal 04/08/2018,
https://inside.kompas.com/about-us
Tribunnews.com, About Us, diakses tanggal 04/08/2018,
http://www.tribunnews.com/about-us
Wikipedia, Detik.com, diakses 11/02/2019 dalam
https://id.wikipedia.org/wiki/DetikCom,
1 Detik.com, Redaksi, diakses 11/02/2019, dalam
https://www.detik.com/dapur/redaksi diakses
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Tribunnews.com, Wikipedia Bahasa Indonesia,
diakses tanggal 04/08/2018, https://id.wikipedia.org/wiki/Tribunnews.com
Febrian Chandra, Kedudukan, Fungsi. Hirearki, dan Materi Muatan Peraturan Daerah,
di akses tanggal 14/08/2018, http://www.sangkoeno.com/2014/07/kedudukan-
fungsi-hierarki-dan-materi.html
Jeffrie Geovanie, Demokrasi Membutuhkna toleransi, di akses tanggal 03/11/2018,
https://geotimes.co.id/kolom/demokrasi-membutuhkan-toleransi/
Wahid Foundation,Tentang kami,diakses 27/01/2019,
http://wahidfoundation.org/index.php/page/index/About-Us,
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Rasialisme, diakses 10/11/2018,
https://id.wikipedia.org/wiki/Rasialisme
Elsam, Deklarasi Prinsip-Prinsip Tentang Toleransi Diumumkan dan Ditandatangani
Oleh Negara-Negara Anggota UNESCO, pada 16 November 1995” diakses
06/11/2017, http://referensi.elsam.or.id/2014/10/deklarasi-prinsip-prinsip-
tentang-toleransi/
Muslim,Kontruksi Media Tentang Serangan Israel Terhadap Libanon diakses
11/11/2017
,https://jurnal.kominfo.go.id/index.php/jskm/article/download/170104/117
Lain-lain
Hasil wawancara dengan dengan Editor Repubublika Online Karta Raharja Ucu pada
28 November 2018
Hasil wawancara dengan Editor Kompas.com Sabrina Asril pada 03 Januari 2019
Al-Baqarah, diakes 05 January 2019, Qur.an Add-ins
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Berita Republika Online
Merayakan Keharmonisan Senin 30 Jan 2017 11:00 WIB
Red:
Perayaan Imlek tahun ini tampaknya menjadi perayaan yang berbeda untuk
Muhammad Andriansyah (28 tahun). Inilah kali pertama dia merayakan Imlek
dengan status barunya sebagai seorang Muslim. Pada Agustus tahun lalu,
dia resmi memeluk agama Islam. Maka itu, saat Imlek tahun ini, Andriansyah
pun merayakannya dengan mengemban misi tersendiri. ''Imlek bisa menjadi
sarana dakwah untuk mensyiarkan Islam,'' ujarnya.
Bagi dia, kehadiran Muslim Tionghoa di tengah perayaan menunjukkan
kebersamaan. Hal tersebut juga menunjukkan umat Islam yang toleran.
Pria yang juga masuk dalam jajaran pengurus Mualaf Center Bandung
mengungkapkan, umat Islam tidak melarang mereka merayakan Imlek sesuai
kebudayaan Tionghoa. Ia juga berencana berkumpul bersama keluarganya
yang non-Muslim saat Imlek. "Yang penting kita toleran, datang ke keluarga
(saat Imlek) dan mengucapkan selamat. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak
menolak dan melarang," ujarnya.
Kendati begitu, Andriansyah telah menetapkan batasannya. Untuk dia,
Muslim Tionghoa yang ikut merayakan Imlek tetap ada batasan. Sebagai
seorang Muslim, dia menghormati dan mengucapkan selamat tahun baru
bagi etnis Tionghoa. Namun, tidak mengikuti ritual keagamaan yang biasa
dilakukan kalangan non-Muslim saat Imlek.
Misalnya, bila saat perayaan Imlek dihidangkan makanan dan ternyata di
antara makanan tersebut ada makanan yang tidak boleh dimakan menurut
ajaran Islam, dia bakal menolak mentah-mentah. "Setelah memeluk Islam,
sekarang saya enggak makan kalau ikut ke perayaan Imlek," katanya.
Bagi warga keturunan Tionghoa, perayaan Imlek adalah hari besar yang
paling dinanti. Sejatinya, perayaan Imlek adalah penanda bermula hari
pertama di bulan pertama dalam penanggalan Tionghoa. Untuk merayakan
awal yang baru, mereka merayakan kemeriahan itu dalam berbagai jamuan
dan keriaan. Perayaan Imlek seolah melebur batas agama dan status sosial
dalam kemeriahan yang sangat khas.
Tak terkecuali bagi warga Muslim Tionghoa. Seperti Andriansyah, Yurike (25)
juga merayakan Imlek dengan statusnya sebagai seorang Muslim.
Sejak 2014 lalu, ketika masih kuliah di Universitas Padjadjaran, Bandung, dia
memutuskan untuk menjadi mualaf. Kendati telah menjadi seorang Muslim,
dia tetap rajin mengikuti perayaan Imlek. Dia pun tetap menjalin silaturahim
dengan keluarga dan kerabat meski berbeda keyakinan. Tahun ini juga
Yurike tetap ikut perayaan Imlek.
Meski demikian, menurut dia, ikut perayaan Imlek tetap dalam batasan
tertentu. Jika anggota keluarga lain yang non-Muslim sedang melakukan
ritual, sebagai Muslim dia memilih tidak mengikuti ritual tersebut. Dengan
begitu, dia turut merayakan Imlek tanpa melanggar ajaran Islam.
Tokoh Muslim Tionghoa yang menjadi pembina mualaf, Syarif Siangan
Tanudjaya mengatakan, bagi Muslim Tionghoa perayaan Imlek semata-mata
untuk menjalin komunikasi dengan etnis Tionghoa, khususnya dengan
keluarga yang non-Muslim. Jadi, Imlek sebagai salah satu sarana menjalin
komunikasi.
"Kita sebagai etnis Tionghoa merayakan Imlek tidak ada kaitannya dari segi
agama. Imlek merupakan perayaan tahun baru etnis Tionghoa, siapa pun
etnis Tionghoa ikut merayakan," kata Syarif kepada Republika, Rabu (25/1).
Ia menerangkan, meski ikut merayakan Imlek, Muslim Tionghoa tidak
sembahyang di wihara dan melaksanakan ritual-ritual lainnya, seperti yang
biasa dilakukan warga non-Muslim pada hari Imlek. Para Muslim Tionghoa
tetap merayakan Imlek dengan tujuan untuk menghormati. Mereka
berkunjung ke rumah saudara dan menjalankan tradisi yang ada di
lingkungan etnis Tionghoa.
Ketua Umum Himpunan Bina Mualaf Indonesia (HBMI) ini menjelaskan,
walaupun telah menjadi mualaf, mereka tetap melakoni tradisi dan budaya
sebagai seorang keturunan Tionghoa. Syaratnya, tidak melanggar akidah
dan syariat Islam. Misalnya, saat menghadiri perayaan Imlek di tempat
kerabat, Muslim Tionghoa melihat dulu apa yang dihidangkannya.
"Kalau yang dihidangkan ternyata yang diharamkan menurut ajaran agama
(Islam), kita tentu tidak memakannya. Tapi, kita hadir ke rumahnya, turut
merayakan tahun baru Imlek," ujarnya.
Ia mengungkapkan, Imlek juga bisa sebagai sarana dakwah yang berarti
bahwa Islam tetap bertoleransi dan mampu selaras dengan etnis dan budaya
lainnya.
Syarif menilai, Imlek bisa menjadi sarana komunikasi dan dakwah. Dia pun
tetap menghadiri perayaan Imlek, termasuk pada tahun ini. Baginya, Imlek
tidak ada kaitannya dengan agama tertentu. Terlebih Imlek adalah perayaan
tahun baru etnis Tionghoa dari musim gugur ke musim semi. "Saya punya
tante, bibi, kakak perempuan yang merayakan Imlek, padahal dia (kakak)
beragama Katolik, tapi dia merayakan Imlek," katanya menjelaskan.
Kendati begitu, bagi pria berusia 66 tahun ini, Imlek kali ini terkesan sedikit
berbeda. Untuknya, tahun ini ada keprihatinan dalam kemeriahan Imlek.
Adanya isu seperti kehadiran tenaga asing asal Cina hingga persoalan
seperti dominasi perekonomian membuatnya gelisah.
"Padahal, kalau saya sebagai orang Indonesia dari etnis Tionghoa, saya
yakin etnis Tionghoa peranakan yang sudah turun-temurun di sini
(Indonesia), saya kira tidak punya pikiran ke arah sana," katanya.
Ia menjelaskan, etnis Tionghoa yang sudah menetap lama di Indonesia tidak
punya jalan komunikasi dengan negara leluhur. Namun, untuk etnis Tionghoa
yang baru satu sampai dua generasi tinggal di Indonesia, boleh jadi masih
punya kampung halaman di Cina. Namun, agaknya Syarif tidak akan
membiarkan kegelisahannya itu menyurutkan antusiasmenya merayakan
Imlek. Dia sendiri memang tidak menyiapkan perayaan khusus Imlek. Selama
ini pun dia lebih sering merayakan Imlek di rumah orang tuanya.
Kini, setelah menjadi Muslim selama 41 tahun, Syarif tetap memilih untuk
tidak menggelar pesta di rumah saat Imlek. "Saya sekarang merayakannya
dengan cara menghadiri (perayaan Imlek) di tengah-tengah keluarga,
komunitas Tionghoa yang merayakan, kita mengucapkan selamat," katanya.
N ed: endah hapsari
https://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/17/01/30/okkr4613-merayakan-keharmonisan
Acara Cap Go Meh Digelar di Masjid, MUI: Astaghfirulah!
Sabtu 18 Feb 2017 06:26 WIB
Rep: c62/ Red: Andi Nur Aminah
Masjid Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pakar ICMI Pusat Anton Tabah
Digdoyo mengaku sangat kaget mendengar Cap Go Meh akan digelar di
Masjid Agung Semarang. Acara budaya Cina itu rencananya digelar Ahad
(19/2) setelah mendapat persetujuan pemerintah setempat dan juga aparat.
"Saya langsung istighfar mohon ampun pada
Allah, kok sampai segitunyaminta toleransi?" kata mantan jendral petinggi
Polri ini saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (18/2).
Anton yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat ini mengatakan
dalam budaya Jawa ada ajaran luhur ngono yo ngono nanging ojo
ngonoyang artinya tindakan berlebihan dan semena-mena bisa merubah
simpati masyarakat. "Maknanya sangat dalam, ini harus saling memahami
sehingga bisa saling menjaga hati. Good will," ujarnya.
Anton menuturkan sebua bangunan masjid dalam Islam bukan bangunan
biasa tapi termasuk rumah Allah. Sehingga ada etika dan tata cara tersendiri
untuk masuk ke dalam masjid. Di antaranya harus suci dari hadas kecil
maupun besar. "Apalagi ketika umat Muslim berada di dalam masjid tidak
setiap orang boleh masuk masjid," katanya lagi.
Anton menjelaskan, tidak sembarang orang bisa masuk ke masjid.
Jangankan bukan Muslim, orang Muslim saja yang dalam kondisi tidak suci
dilarang masuk masjid. Misalnya, dalam keadaan jinabat (usai berhubungan
pasutri belum mandi besar) atau wanita Muslimat yang dalam keadaan haid
atau nifas juga dilarang masuk masjid.
"Jadi ada aturan-aturan spesifik termasuk orang-prang non-Muslim dilarang
masuk masjid. Nah ini apalagi mau acara budaya Cap Go Meh," katanya.
Anton meminta semua umat bisa menghargai aturan Islam, karena Islam
agama terakhir yang paripurna ajarannya karena lebih detail dari agama-
agama lain. Bahkan masalah buang air kecil pun, Anton mengatakan diatur
adabnya dalam Islam.
"Tentang masjid rumah Allah khusus untuk agungkan dan muliakan Allah
dijelaskan antara lain dalam Alquran surat 24 ayat 36. Dijelaskan oleh Nabi
SAW dalam gadits Musilm nomor 1.070 dan nomor 4.867 yang sangat
menggetarkan hati kita," katanya.
Mantan ajudan presiden ke dua ini menuturkan ajaran Islam sangat detil
tentang masjid sebagai ranah ibadah bukan muamalah. Sehingga jangan
dikaitkan dengan toleransi. Karena kata dia, toleransi itu saling hormati dalam
beribadah bukan lalu boleh apa saja.
"Saya heran kok Cap Go Meh mau di masjid. Apa ini korelatif dengan festival
kuliner babi panggang juga di Semarang beberapa hari yang lalu," katanya.
Menurut Anton yang juga Ketua Penanggulangan Penodaan Agama itu,
festival semacam itupun sejujurnya tak lazim jika diadakan di negara atau
kota mayoritas Muslim. Seharusnya dia mengatakan, pemerintah setempat
jika membuat acara buatlah acara yang religius dan tidak provokatif sehingga
kerukunan toleransi selalu terjaga.
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/02/18/oljl40384-acara-cap-go-meh-digelar-di-masjid-mui-astaghfiru
Berita Kompas.com
Menjaga Toleransi Lewat Peraturan Daerah
Kompas.com - 29/03/2017, 10:17 WIB
Mural berjudul Toleransi di Bawah Batu karya seniman Eko Nugroho di dinding kolong Tol
Bintaro, Jakarta, Selasa, (12/11/2013). Gambar mural ini merupakan bagian dari Jakarta
Biennale ke-15 yang mengambil tema Siasat.(KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO)
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Berbeda-beda tetapi
tetap satu, di dalam kebenaran tidak ada kerancuan.
Semboyan bangsa Indonesia ini menggambarkan kekayaan perbedaan,
tetapi tetap bisa bersatu.
Ancaman terhadap persatuan terjadi di sejumlah daerah dalam bentuk
tindakan intoleran. Peraturan daerah diharapkan menjadi tumpuan
pencegahan.
Setelah reformasi, pemerintah daerah (pemda) memiliki wewenang yang
lebih besar untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
atau yang dikenal sebagai otonomi daerah.
Salah satu bentuknya adalah dengan menerbitkan peraturan daerah (perda).
Besarnya wewenang yang dimiliki pemda tidak jarang disalahgunakan
sehingga menghasilkan sejumlah kebijakan yang justru mengancam
persatuan dan kesatuan.
Sejak awal Desember 2015, Komnas HAM melakukan kajian terhadap
kebijakan daerah yang diskriminatif di enam daerah, Kota Bekasi, Kota
Bogor, Kota Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Cianjur, dan
Kabupaten Kuningan.
Kajian Komnas HAM dilakukan untuk memetakan perda-perda intoleran di
wilayah tertentu.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pekan lalu memperlihatkan bahwa
publik menolak kehadiran perda yang mengancam harmonisasi kehidupan
bangsa dan bernegara.
Hanya sejumlah kecil responden yang menyetujui keberadaan perda yang
mendukung intoleransi.
Jajak Pendapat Kompas soal Toleransi (KOMPAS)
Perda intoleran
Sorotan publik ditujukan kepada sejumlah perda yang menurut mereka
secara substansi bisa memicu tindakan intoleran.
Mayoritas responden menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keberadaan
sejumlah perda tersebut.
Bentuk-bentuk obyek pengaturan yang ditolak adalah hal-hal yang berkaitan
dengan keyakinan.
Misalnya, perda-perda yang membatasi kegiatan ibadah ataupun
mempersulit pembangunan rumah ibadah kelompok minoritas.
Pemda memiliki wewenang membuat perda dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan kondisi khusus daerahnya.
Akan tetapi, tidak jarang kebijakan yang dikeluarkan pemda justru
mempertajam perbedaan dan intoleran. Hal ini tentu mengundang sorotan
dan penolakan oleh pegiat HAM.
Padahal, konstitusi menjamin setiap penduduk memeluk dan beribadah
menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Sayangnya,
pengamalan pasal ini masih terasa jauh.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan mengatur berbagai asas dalam setiap materi muatan
sebuah peraturan perundang-undangan.
Asas-asas tersebut antara lain Bhinneka Tunggal Ika, kesamaan kedudukan
dalam hukum dan pemerintahan, serta kemanusiaan.
Asas-asas tersebut berarti peraturan perundang-undangan, termasuk perda,
harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan
serta melindungi HAM.
Meskipun demikian, masih terdapat sebagian kecil responden yang
menyatakan setuju terhadap perda intoleran.
Aturan-aturan hukum kadang memfasilitasi pelanggaran terhadap kebebasan
berkeyakinan.
Bentuk pelanggaran tidak hanya berupa intimidasi, tetapi juga bisa sampai
berujung kekerasan. Perda bukannya mengantisipasi pelanggaran HAM,
tetapi justru memperkeruh suasana.
Pemerintah seharusnya mengayomi dan melindungi warganya tanpa
memandang suku, agama, atau ras.
Pemerintah pusat sendiri memiliki wewenang membatalkan atau merevisi
perda jika bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Pada Juni tahun lalu, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri
membatalkan 3.143 perda (Kompas, 14/6/2016).
Sayangnya, pemerintah pusat belum menaruh perhatian besar terhadap
perda intoleran. Mayoritas perda yang dibatalkan mengenai perizinan dan
investasi.
Tindakan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) mengartikan tindakan
intoleransebagai tindakan yang menghalangi orang dalam menikmati
kebebasan dasar yang tertuang dalam DUHAM.
Wahid Institute menyatakan, intoleransi keagamaan mencakup prasangka
negatif yang sewaktu-waktu dapat menjelma dalam aksi intimidasi atau
kekerasan.
Hasil Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama yang dilakukan
Kementerian Agama pada 2015 menunjukkan nilai rata-rata kerukunan umat
beragama adalah 75,36.
Nilai ini sebenarnya masuk ke dalam kategori tinggi. Sayangnya, nilai secara
nasional ini tidak mencerminkan apa yang terjadi di daerah.
Konflik pendirian rumah ibadah banyak terjadi di sejumlah daerah. Konflik ini
terjadi di daerah yang memiliki tingkat kerukunan di bawah rerata nasional
(Kompas, 6/1).
Setara Institute mencatat pada 2016 terdapat 208 peristiwa intoleran dan 270
tindakan intoleran.
Skor kebebasan beragama/berkeyakinan dalam Indeks Kinerja HAM 2016
adalah nomor dua terendah, yakni hanya 2,47. Itu pun turun dari 2,57 pada
2015.
Penilaian publik terhadap kondisi keharmonisan kehidupan berbangsa dan
bernegara saat ini cenderung berimbang meski lebih banyak proporsi
responden yang mengatakan belum harmonis.
Sebanyak 48,3 persen responden menyatakan sudah harmonis, sedangkan
51 persen menyatakan belum.
Situasi politik yang terjadi akhir-akhir ini juga turut andil memperkeruh
keharmonisan di Indonesia. Politisasi agama dalam pilkada cukup
berpengaruh mempertajam perbedaan.
Namun, hasil jajak pendapat pada pertengahan Januari lalu menyatakan
separuh responden mendukung pluralisme di negara ini.
Publik yakin bahwa kemelut politik tidak berbahaya bagi kelangsungan
negara ini.
Peran negara
Mayoritas responden (85 persen) menyatakan khawatir terhadap kasus-
kasus intoleran yang terjadi selama ini.
Publik menganggap peristiwa ini bisa merusak keharmonisan di masyarakat.
Peran negara sangat dibutuhkan di tengah kondisi seperti saat ini.
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah mengeluarkan
Nawacita, sembilan agenda prioritas. Salah satunya adalah memperteguh
kebinekaan.
Sebanyak 67,2 persen responden menyatakan, kinerja pemerintah belum
memadai dalam menangani kasus-kasus intoleran di masyarakat.
Harapan besar disematkan ke pemerintah agar bertindak tegas terhadap
praktik intoleran.
Senada dengan hasil ini, hasil jajak pendapat pada minggu lalu juga
menyatakan separuh responden menilai pemerintah belum memadai dalam
meredam ketegangan hubungan antar-pemeluk agama.
Peran pemuka agama juga dinilai sangat penting oleh publik. Namun, saat ini
peran mereka masih belum maksimal.
Alih-alih menyejukkan suasana, beberapa pemuka agama larut dalam
politisasi agama demi kepentingan sesaat.
Lebih dari separuh responden menyatakan peran pemuka agama belum
memadai dalam merajut tenun kebangsaan.
Di sisi lain, masyarakat juga harus memiliki nilai toleransi yang tertanam di
diri masing-masing.
Implementasi Bhinneka Tunggal Ika seyogianya diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Negara ini akan menginjak usia 72 tahun, tentunya perbedaan
yang sudah ada sejak awal tak bisa memecah belah sampai kapan pun.
(LITBANG KOMPAS/IDA AYU GRHAMTIKA SAITYA)
Jajak Pendapat Kompas tentang Kebebasan Beragama (KOMPAS) Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Maret 2017, di halaman 5 dengan judul "Menjaga Toleransi Lewat Peraturan
Daerah". Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menjaga Toleransi Lewat Peraturan
Daerah", https://nasional.kompas.com/read/2017/03/29/10170511/menjaga.toleransi.lewat.peraturan.daerah?page=all
Home/News/Nasional
Pilkada DKI Dikhawatirkan Timbulkan
Intoleransi di Lingkungan Sekolah
ESTU SURYOWATI
Kompas.com - 02/05/2017, 14:21 WIB
Warga melintas di dekat mural yang menyuarakan semangat kebersamaan dalam
perbedaan di Jalan Kramat Jaya Baru, Jakarta Pusat, Senin (31/3/2014). Mural tersebut
menjadi media bagi warga sekitar untuk menjaga kerukunan dan kedamaian di tengah
perbedaan suku, agama, warna kulit, dan jender.(Kompas/WAWAN H PRABOWO)
JAKARTA, KOMPAS.com - Isu agama yang diangkat dalam
pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta dikhawatirkan guru dan orangtua bisa
berdampak kepada para siswa. Mereka tidak ingin perpecahan yang
terjadi saat tahun 1998 kembali terulang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kemendikbud, ada potensi
intoleransi terjadi di sekolah karena ada 8,2 persen yang menolak
Ketua OSIS dengan agama yang berbeda. Selain itu, ada pula 23
persen yang merasa nyaman dipimpin oleh seseorang yang satu
agama.
Meski demikian, mayoritas masih menjunjung tinggi nilai toleransi
dengan menghargai adanya perbedaan agama maupun etnis di
lingkungan sekolah.
"Pilkada DKI Jakarta ini, satu momentum, yang imbasnya ke mana-
mana," kata Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo dalam sebuah
diskusi peringatan Hari Pendidikan Nasional yang digelar Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, di Jakarta, Selasa (2/5/2017).
Henny mengatakan, beberapa pekan lalu ia sempat berkunjung ke
sebuah agenda dengan guru-guru dan orangtua murid di Bandung. Di
sana, kata Henny, beberapa orangtua mengatakan kondisi politik
hampir serupa dengan kejadian tahun 1998.
"Mereka terbuka mengatakan bahwa mereka korban '98. Mereka bilang
bisa melewati itu semua, tetapi tidak bisa membayangkan bagaimana
dengan anak-anaknya," kata Henny.
Politik praktis tidak secara langsung mengganggu kegiatan belajar-
mengajar. Namun, lanjut Henny, hal itu berdampak terhadap
kemerdekaan berpikir anak-anak.
Henny juga menyampaikan, beberapa waktu lalu ia mendapatkan
laporan penelitian dari Kemendikbud di sekolah-sekolah di Singkawang
dan Salatiga mengenai toleransi, kesetaraan dan kerja sama.
"Ada keengganan anak dipimpin ketua OSIS yang berbeda agama,"
kata Henny.
Hasil penelitian Kemendikbud
Pernyataan Henny soal potret intoleransi seperti itu berkaca pada hasil
penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengambangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada bulan Juli-September
2016.
Penelitian mengambil sampel di dua sekolah di Singkawang dan dua
sekolah di Salatiga. Total responden yang dilibatkan mencapai 160
orang yang terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, dinas pendidikan,
hingga akademisi.
Penelitian dilakukan secara kualitatif melalui teknik pengumpulan data
berupa wawancara, pengisian kuesioner, observasi, dan focus group
discussion (FGD).
Hasilnya, mayoritas lingkungan pendidikan di kedua wilayah itu cukup
toleran terhadap perbedaan.
Hal ini ditunjukan pada jawaban atas pertanyaan seperti memberikan
ucapan selamat hari raya kepada teman sekolah yang berbeda agama.
Sebanyak 57,5 persen sangat setuju; 30,6 persen setuju; 10 persen
ragu-ragu; 1,3 persen tidak setuju; dan 0,6 persen sangat tidak setuju.
Pertanyaan lainnya seperti OSIS sebaiknya diketuai siswa dari agama
mayoritas, sebagian besar menjawab tidak setuju. Rinciannya, 36,3
persen sangat tidak setuju; 42,5 persen tidak setuju; 13,1 persen ragu-
ragu; 6,3 persen setuju; 1,9 persen sangat setuju.
Selain itu, pertanyaan seperti kenyamanan dipimpin oleh seseorang
dengan agama yang sama dijawab tidak setuju oleh mayoritas
responden. Rinciannya yakni 16,8 persen sangat tidak setuju dan 34,8
persen tidak setuju. Sementara 19,3 persen setuju dan 3,7 persen
sangat tidak setuju. Sebanyak 25,5 persen mengaku ragu-ragu.
Ada tujuh pertanyaan yang ditanyakan kepada responden terkait
dengan nilai kebinekaan yang mereka anut. Hasilnya, memang
menunjukkan masyarakat di Singkawang dan Salatiga cukup toleran.
Namun, penelitian ini memotret masih adanya benih-benih intoleransi di
lingkungan pendidikan yang perlu diatasi dengan pendidikan
kebinekaan.
Benih-benih intoleransi itu tampak pada masih adanya siswa maupun
guru yang menganggap Ketua OSIS harus dari agama mayoritas,
pemimpin harus yang seagama, memilih teman yang seagama atau
pun satu etnis, hingga tidak mengucapkan selamat hari raya kepada
orang yang berbeda agama.
Penelitian itu mengungkapkan benih intoleransi ini muncul karena
berbagai faktor seperti tingkat pemahaman akan nilai kebangsaan yang
sempit di sekolah, penanaman nilai agama yang eksklusif, hingga
faktor keluarga yang masih kuat ikatan primordialnya.
Catatan Redaksi:
Tulisan ini sudah diperbarui dengan menambah data dari
Kemendikbud soal potret keberagaman di tingkat sekolah. Penyajian
data ini dimaksudkan agar pembaca mendapat gambaran yang lebih
menyeluruh. Judul berita ini juga diubah dari yang sebelumnya "
Intoleransi terjadi di Sekolah, Siswa Tolak Ketua OSIS Beda Agama"
menjadi "Pilkada DKI Dikhawatirkan Timbulkan Intoleransi di
Lingkungan Sekolah" Video Pilihan
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pilkada DKI
Dikhawatirkan Timbulkan Intoleransi di Lingkungan
Sekolah", https://nasional.kompas.com/read/2017/05/02/14210661/pilk
ada.dki.dikhawatirkan.timbulkan.intoleransi.di.lingkungan.sekolah.
Penulis : Estu Suryowati
Berita Tribunnews.com
Toleransi dan Jaminan Hak Kebebasan Beragama
Masih Jadi Tantangan di Indonesia
Kamis, 5 Januari 2017 13:48 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Officer Advokasi dan Riset Wahid
Foundation, Alamsyah M Dja'far menilai toleransi dan jaminan hak kebebasan
beragama dan berkeyakinan (KBB) masih menghadapi tantangan di Indonesia.
Dikatakannya, sepanjang tahun 2016, sejumlah peristiwa intoleransi dan pelanggaran
masih terjadi. Beragam ujaran kebencian atau hate speech juga semakin berkembang
terutama di media sosial.
"Intoleransi dan pelanggaran dipengaruhi banyak faktor, mulai dari sosial, ekonomi
maupun politik. Banyak kajian misalnya yang menyebut jika ujaran kebencian
meningkat menjelang momen-momen politik seperti pilkada maupun Pilpres," kata
Alamsyah dalam diskusi 'Potret Toleransi di Indonesia Tahun 2017' di Balai
Kartini, Jakarta, Kamis (5/1/2017).
"Bisa juga dipahami intoleransi berbasis agama terjadi karena dipicu faktor
kesenjangan pengetahuan dan ekonomi sekaligus, termasuk pengaruh konflik di luar
negeri," kata Alamsyah.
Dalam kasus pelanggaran hak beragama, seperti pelarangan atau perusakan tempat
ibadah termasuk juga aksi sweeping oleh ormas tertentu, kata Alamsyah, dapat pula
dipengaruhi sejumlah peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan hingga
kini belum dihapus.
Dikatakannya, pada saat yang sama, aparat pemerintah kadang bertindak melampui
kewenangannya atau berlaku diskriminatif, terutama menyangkut perkara teologis
warga negara.
"Modal mengatasi tantangan-tantangan ini cukup besar. Asal ada komitmen dan
usaha semua pihak sinergi semua pemangku kepentingan seperti organisasi
masyarakat sipil, pegiat perdamaian, tokoh agama, pemerintah menjadi salah satu
kunci mengatasi tantanggan toleransi dan KBB," tandasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Toleransi dan Jaminan Hak
Kebebasan Beragama Masih Jadi Tantangan di
Indonesia, http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/01/05/toleransi-dan-
jaminan-hak-kebebasan-beragama-masih-jadi-tantangan-di-indonesia.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Sanusi
Ketua MPR Sebutkan Daerah-daerah yang Patut
Dijadikan Contoh Toleransi Beragama
Rabu, 1 Februari 2017 10:10 WIB
Zulkifli Hasan saat memberikan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk Pelajar
berprestasi dan masyarakat desa di Kupang, NTT Selasa (31/1/2017).
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Zulkifli Hasan mengaku selalu menyebutkan sejumlah daerah yang memiliki toleransi
tinggi dalam berbagai kesempatan saat mengunjungi beberapa daerah di Indonesia.
Misalnya, ia selalu menyebutkan bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah
contoh toleransi yang baik antarumat beragama.
Menurut Zulkifli, bentuk toleransi yang baik di provinsi yang berbatasan dengan
Negara Timor Leste dan Australia itu yakni mayoritas masyarakatnya beragama
Katolik, namun ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT beragama
muslim yang bernama Anwar Pua Geno.
“Dimana-mana, selalu saya jadikan NTT sebagai contoh, karena mayoritas beragama
Katolik, tapi ketua DPRD-nya muslim. Tidak ada masalah dan aman-aman saja dan
tidak ada ribut di sini,” kata Zulkifli saat memberikan sambutan dalam acara
pelantikan badan pengurus pusat organisasi Uni Timor Aswain (Untas) di Hotel Ima
Kupang, NTT, Selasa (31/2/2017) kemarin.
Zulkifli mengaku, selain NTT, ada beberapa daerah lainnya juga selalu ia jadikan
contoh toleransi yang baik, yakni Kabupaten Sula, Maluku Utara dan Provinsi
Kalimantan Barat.
“Ada juga di Kabupaten Sula itu 93 persen penduduknya beragama muslim, tapi
bupatinya Kristen. Sebelumnya bupatinya muslim, tetapi pembangunan tidak maju-
maju, sehingga rakyat marah dan memilih bupati yang beragama Kristen. Di sana
aman-aman saja dan rakyat senang dan tidak ada masalah. Di Kalimantan Barat itu
gubernurnya Kristen sudah 10 tahun, tapi tidak ada masalah,” ucapnya.
Zulkifli juga menyinggung Pemilihan Kepala Daerah serentak 2015 lalu pada 260
daerah di seluruh Indonesia. Meski pilihannya berbeda, tetapi semuanya aman dan
berjalan lancar.
Pilkada yang bermasalah, lanjut Zulkifli, hanya terjadi di Jakarta, sehingga ia
meminta warga di daerah jangan meniru apa yang terjadi di Jakarta.
“Kita janganlah ikut-ikutan Jakarta. Biarkan mereka menyelesaikan persoalannya
sendiri. Mudah-mudahan setelah selesai Pilkada Jakarta, bisa aman tenteram dan
bergandengan tangan yang erat kembali,” katanya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ketua MPR Sebutkan
Daerah-daerah yang Patut Dijadikan Contoh Toleransi
Beragama, http://www.tribunnews.com/nasional/2017/02/01/ketua-mpr-sebutkan-
daerah-daerah-yang-patut-dijadikan-contoh-toleransi-beragama.
Editor: Malvyandie Haryadi
Berita Detik.com
detikTravel Travel News Detail Artikel Minggu, 29 Jan 2017 17:30 WIB
TRAVEL NEWS
Damainya Imlek di Peunayong, Aceh: Bukti Indahnya Keberagaman Agama
Agus Setyadi detikTravel
Share 0 Tweet 0 Share 0 4 komentar
Foto: Agus Setyadi
Jakarta - Asap pembakaran dupa memenuhi seisi ruangan Vihara Dharma
Bhakti Banda Aceh. Aromanya yang khas menusuk hidung. Warga
etnis Tionghoa datang silih berganti untuk beribadah dan memanjatkan
doa. Mereka bersuka cita merayakan Imlek 2568 atau tahun baru
China 2017.
Dupa beragam ukuran memenuhi vihara yang membuat asap sisa-sisa
pembakarannya mengepul dan membuat mata perih. Di salah satu
sudut Vihara, panitia Imlek sibuk melayani warga yang hendak
beribadah. Di sana mereka mengambil peralatan seperti dupa, lilin
atau lainny lalu berdoa, dan meninggalkan lokasi.
Prosesi ibadah berjalan lancar dengan aparat kepolisian dan TNI
berjaga-jaga di pintu masuk Vihara. Selain warga etnis Tionghoa, tak
ada yang diizinkan masuk ke dalam. Warga pribumi memenuhi di luar
pagar melihat langsung jalannya ibadah. Mereka berdiri tertib tidak
mengusik ketenangan umat Budha.
Berjarak ratusan meter dari Vihara Dharma Bhakti, suara tabuh gendang
menggema di belakangViharaSakyamunniPeunayong Banda Aceh.
Satu Barongsai meliuk-liuk menghibur ratusan warga. Sorak riuh
penonton terdengar mengiringi aksi barongsai yang mengundang
decak kagum warga.
Rati Puspasari (19) (Agus Setyadi/detikTravel)
Rati Puspasari, Gadis Pribumi Berjilbab Merah
Kru pertunjukan barongsai tidak hanya warga etnis China saja. Satu
gadis pribumi berjilbab merah, baju dan celana berwarna serupa ikut
ambil bagian. Ia terlihat lihai memainkan alat musik simbal. Dara
bernama Rati Puspasari (19) ini sudah empat tahun bergabung
dengan tim barongsai Golden Dragon.
"Dulu awalnya iseng-iseng lihat orang ini tampil. Terus diajak gabung,
karena menarik saya ikut gabung," kata Rati saat ditemui detikTravel,
Sabtu (28/1/2017).
Selama bergabung sebagai anggota aktif, Rati sudah empat kali ikut
dalam pertunjukan pada perayaan imlek. Ia menjadi bagian dari tim
barongsai binaan Yayasan Hakka Aceh sejak 2013 silam. Selama itu
pula, ia pernah ikut ajang perlombaan di beberapa provinsi di
Indonesia.
Pementasan barongsai itu menandakan jalinan persaudaraan dan
toleransi yang kentaldiPeunayong, yangmerupakanpecinannya Aceh.
Di kota yang terletak dipinggirKrueng Aceh itu, hidup beragam etnis
dengan beragam agama dan kepercayaan. Tidak terdengar ada
kericuhan antar umat beragama di sini.
Warga sedang berdoa (Agus Setyadi/detikTravel)
Kho Khie Siong, Ketua Umum Perkumpulan Hakka Banda Aceh
Umat minoritas bebas beribadah menurut agama masing-masing
meski provinsi berjuluk Serambi Mekkah menerapkan syariat Islam.
Mereka di sana saling menghormati satu sama lain dan tidak saling
mengusik. Di dekat Vihara Buddha Sakyamuni terdapat dua vihara
lainnya, yaitu Maitri dan Dewi Samudera. Ketiga vihara ini
berdampingan dengan Gereja Protestan Indonesia bagian Barat. Di
dekatnya lagi ada Gereja Methodist. Lalu, tak jauh dari situ, di ujung
Jalan Panglima Polem berdiri megah sebuah masjid.
"Toleransi dalam ibadah keagamaan untuk akar rumput masyarakat
umum tidak ada gesekan sama sekali," kata Ketua Umum
Perkumpulan Hakka Banda Aceh Kho Khie Siong saat ditemui.
Di pusat pasar Peunayong Banda Aceh, pedagang dari berbagai etnis
berbagi lapak. Mereka saling berinteraksi di antara lalu lalang para
pembeli. Suasana Gang Pasar Sayur, di Jalan WR. Supratman,
Peunayong, Banda Aceh, selalu ramai saban hari. Meski berbeda
etnis, pembeli di sana tidak membeda-bedakan saat berbelanja.
Menurut sejarah, hubungan antara Aceh dan China telah terjalin sejak
abad ke 17 masehi. Saat itu, para pedagang dari China silih berganti
datang ke Aceh. Mereka adalah pedagang musiman dan ada juga
yang permanen. Mereka tinggal di perkampungan China di ujung kota
dekat pelabuhan.
Rumah mereka berdekatan satu sama lainnya. Lokasi yang dulu
digunakan etnis China sebagai tempat menurunkan barang sebelum
didistribusikan kini dikenal dengan nama Peunayong. Kata Peunayong
sendiri berasal dari "Peu payong" yang berarti memayungi, melindungi.
Dalam sebuah hikayat disebutkan bahwa, Peunayong merupakan
tempat Sultan Iskandar Muda memberikan perlindungan atau
menjamu tamu kerajaan yang datang dari Eropa dan Tiongkok.
Warga China di Banda Aceh merupakan generasi ke-4 atau ke-5 dari
buyut mereka yang datang pada abad 19. Mereka adalah suku Khek,
yang berasal dari Provinsi Kwantung, Tiongkok. Mereka belum
bercampur dengan suku Kong Hu Cu, Hai Nan, dan Hok Kian.
"Penduduk China paling banyak tinggal di Peunayong," jelas Kho Khie
Siong.
Hal itulah yang menyebabkan masyarakat Banda Aceh melabelkan
Peunayong sebagai kampung China. Kerukunan umat beragama di
sana hingga kini masih terjaga. Saat bulan Ramadan, misalnya, warga
etnis Tionghoa ikut menjajakan penganan berbuka. Begitu juga saat
hari-hari besar agama lain, warga non muslim tetap leluasa
merayakannya.
Kehidupan masyarakat etnis China dan suku asli Aceh terbilang
harmonis. Kho yang lahir dan dibesarkan di Aceh ini tidak pernah
merasakan adanya tekanan dari masyarakat Aceh saat melaksanakan
ibadah. Di Banda Aceh, belum pernah ada keributan antara satu
agama dengan agama lainnya.
"Tidak pernah ribut antara agama Islam dengan agama Hindu, Budha,
dan Kristen. Tidak pernah," jelas pria yang akrab disapa Aky ini.
Selain Peunayong, kampung keberagaman di Banda Aceh yaitu
Kampung Mulia dan Kampung Laksana. Di sana, juga dihuni ragam
pemeluk agama baik Islam, Nasrani, dan Budha dan berbagai etnis.
Khusus di Kampung Mulia, terdapat rumah ibadah antar umat
beragama dalam jarak tidak terlalu jauh.
Selain masjid sebagai rumah ibadah warga mayoritas, juga terdapat
tiga gereja masing-masing Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat
(GPIB) yang bersebelahan dengan Gereja Methodis Indonesia (GMI)
di Jalan Pocut Baren, dan gereja adat Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP) di Jalan Pelangi. Kemudian ada pula tiga vihara di dalamnya.
Meski Aceh berstatus daerah syariat Islam, kenyamanan beribadah
masyarakat non-muslim amat terjamin. Penduduk Aceh memang
mayoritas muslim, namun ada juga Nasrani, Budha, dan Hindu.
Bedasarkan sensus penduduk 2010 yang dilakukan Badan Pusat
Statistik (BPS), sebanyak 4.413.244 atau 98,18 persen penduduk
Aceh beragama Islam. Sedangkan pemeluk Kristen berjumlah 50.309
jiwa, Katolik 3.315 jiwa, Budha 7.062 jiwa, Hindu 136 jiwa, dan Khong
Hu Chu 36 jiwa.
Penduduk Kota Banda Aceh berjumlah 223.446 jiwa. Dari jumlah itu,
sebanyak 216.941 jiwa memeluk Islam, 1.571 beragama Kristen, 431
Katolik, 2.535 memeluk Budha, 3 orang beragama Khong Hu Chu, dan
50 jiwa beragama Hindu.
Sebaran terbanyak pemeluk Kristen, Katolik, Budha, dan Islam yaitu di
Peunayong, Kampung Mulia dan Kampung Laksana. Ketiga desa ini
terletak di Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh.
Di Banda Aceh terdapat empat gereja yakni GPIB, GMI, HKBP, dan
Gereja Khatolik Hati Kudus yang masing-masing memiliki sekolah
sendiri. Selanjutnya untuk umat Budha ada empat rumah ibadah, yaitu
Vihara Sakyamuni, Vihara Maitri, Vihara Dewi Samudra, dan Vihara
Dharma Bhakti. Sedangkan bagi umat Hindu juga memiliki Kuil Palani
Andawer di Jalan Teugku Dianjong, Keudah, atau hanya berjarak
puluhan meter dari Masjid Jamik Keudah.
Keberadaan rumah ibadah di ibukota Provinsi Aceh ini memiliki izin
resmi dari pemerintah, sehingga tetap dijaga keberadaannya oleh
masyarakat, tidak pernah diusik. Seorang warga Tionghoa, Hendry,
mengatakan sudah tinggal di Aceh sejak lahir. Masyarakat Aceh dan
China saling berkunjung satu sama lain untuk membangun
silaturrahmi.
"Kamisalingbersilaturrahmi," jelasnya.
Seorang warga berdoa dengan disertai penyalaan dupa (Agus Setyadi/detikTravel)
Zaini Abdullah, Gubernur Aceh
Gubernur Aceh Zaini Abdullah, dalam beberapa kesempatan sempat
menyinggung soal toleransi di Tanah Rencong. Zaini mencontohkan,
di Banda Aceh berdiri gereja sejak puluhan tahun silam yang letaknya
tak jauh dari Masjid Raya Baiturrahman. Keberadaan rumah ibadah
umat Kristiani tersebut tidak pernah diganggu oleh masyarakat
mayoritas.
Selain itu, di kawasan Peunayong juga terdapat kuil dan kelenteng.
Umat non-muslim juga bebas beribadah di sana. Hal ini, jelas Zaini,
membuktikan toleransi di Aceh sangat tinggi.
"Toleransi di Aceh cukup tinggi. Saat Aceh di bawah kepemimpinan
Sultan Iskandar Muda, juga sudah berhubungan dengan semua
negara, bukan hanya dengan negara Islam saja," kata Zaini dalam
pertemuan dengan Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Swedia
merangkap Latvia, Bagas Hapsoro di Pendopo Gubernur, Kamis (7/1)
tahun lalu.
Untuk menjaga hubungan antara warga Tionghoa dengan penduduk
pribumi, Yayasan HAKKA pada perayaan tahun baru Imlek 2566 atau
2015 lalu mendeklarasikan Peunayong sebagai kampung
keberagamaan. Sejak pendeklarasian itu, mereka kerap menggelar
pertunjukan berkolaborasi dengan kesenian lokal.
Beberapa waktu lalu, pernah ada pertunjukan barongsai tampil dengan
Seudati, Rapai Geleng dan sejumlah tarian Aceh lainnya. HAKKA
Banda Aceh juga berkominten untuk terus membangun keberagaman
dan toleransi dengan masyarakat Aceh.
Pada tahun baru Imlek kali ini yang dinamakan dengan ayam api, Aky
berharap toleransi umat agama di Aceh khususnya dan Indonesia
umumnya terus ditingkatkan. Ia juga mempunyai harapan agar
perekonomian Indonesia semakin baik ke depannya.
"Jangan ada keributan apalagi dalam hal keagamaan. itu sangat
mengganggu sekali perkembagan ekonomi kita," ungkap Aky.
Toleransi umat beragama di Aceh, kata Aky, menjadi tolak ukur bagi
warga di luar tanah Rencong. Menurutnya, orang di luar Aceh terus
memantau kerukunan antar umat beragama di daerah yang resmi
menerapkan syariat Islam sejak 2002 silam.
"Saya punya pengalaman ada teman datang dari Lampung sekitar 20
orang. Mereka kaget begitu datang ke Aceh tidak seperti yang
dibayangkan dan digambarkan orang. Begitu mereka turun kapal dari
Sabang hanya satu kata yang mereka sebut "ternyata orang Aceh
ramahnya minta ampun". Begitu kata mereka katanya," beber Aky.
"Itu membuat persepsi orang itu dan mereka akan sampaikan ternyata
Aceh itu luar biasa," jelas Aky. (msl/msl)
imlek aceh banda aceh
https://travel.detik.com/travel-news/d-3408408/damainya-imlek-di-peunayong-aceh-
buktiindahnya-keberagaman-agama
Selasa 03 Januari 2017, 16:17 WIB
ICMI: Ada Bupati Tionghoa di
Kabupaten 99 Persen Muslim Heldania Ultri Lubis - detikNews Share 0TweetShare 01 komentar
Ketum ICMI Jimly Asshiddiqie (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly
Asshiddiqie mengingatkan agar masyarakat Indonesia tidak berpikir pendek
tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) saja. Jimly menyebut musim
pilkada saat ini cukup membahayakan persatuan.
"Karena masyarakat kita terlalu pendek cara berpikirnya. Hanya gara-gara
kasus pilkada, orang di dunia ini seputar pilkada saja. Padahal kan masih
panjang negara kita ini. Ini nanti kalau sudah selesai pilkada, agak turun
suhunya. Kita dorong mudah-mudahan demikian," kata Jimly di kantor pusat
program ICMI, Jalan Proklamasi 53, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2017).
Jimly mengaku ada kekhawatiran tentang perpecahan kelompok setelah
pilkada nantinya. Menurut Jimly, cendekiawan harus ikut membimbing
bangsa agar persatuan tetap tercipta.
"Cendekiawan harus membimbing bangsa kita dengan intelektualitas, bukan
hanya membimbing sebatas pilkada. Pilkada itu urusan sepele nih, ya kan.
Lihat saja nanti. Yang disukai oleh rakyat, itulah yang akan menang. Lihat
saja, pemimpin harus mencari simpati rakyat, bukan mencari antipati rakyat,"
ucapnya.
Kemudian, Jimly menyebut isu tentang suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA) tengah gencar dalam musim pilkada. Menurutnya, toleransi
masyarakat Indonesia sebenarnya telah terbukti, tetapi malah beberapa pihak
memanfaatkan hal itu untuk kepentingan sendiri.
"Saya beri tahu Saudara, tahun lalu, 2015, di Kabupaten Sula 99 persen
muslim, yang terpilih adalah pengusaha Tionghoa yang beragama Protestan
jadi bupati. Itu Kabupaten Sula di Maluku Utara. Tidak ada masalah dengan
etnisitas, tidak ada masalah, nggak ada masalah dengan agama. Tapi, kalau
orang tidak suka, mau diapain? Jadi, kalau si A terpilih, bukan karena etnis,
bukan karena agama, tapi karena orang suka," kata Jimly.
"Maka jadilah pemimpin yang tidak menimbulkan antipati dari rakyatnya,
jadilah pemimpin untuk semua golongan, tidak bisa hanya jadi pemimpin
untuk diri sendiri," Jimly menegaskan.
TRANSKRIP WAWANCARA REPUBLIKA ONLINE
Narasumber : Karta Raharja Ucu ( Editor )
Tempat dan waktu wawancara : Kantor Republika, 28 November 2018
1. Bagaimana Strategi Republika Online menyajikan berita dengan baik
sehingga layak untuk diberitakan?
Kalo di Republika kami punya defisi namanya newsroom kalo ditempat lain itu
sebutannya kaya korlip, hmm.. Kordinator liputan. Kalo ditempat lain kordinator
liputannya per desk, kami tidak per desk tapi dijadiin satu payungnya newsroom.
Nah, newsroom pagi-pagi itu bagi-bagi desk. Biasanya isu itu dilakukan kalo di
Koran itu dia budgetingnya dari malam, malam siang dan finishing. Nah kalo online,
eee.. dia sama tapi biasanya dia ada perubahan. Kalo Koran dia sudah terencana dari
malam karna kalo diakan eee… harus membuat halaman korannya sesua space. Nah,
kalo online karna di spacenya tidak terbatas nah itu dia lebih fleksible, artinya gini
malam ada budgeting, misalkan nih untuk isu harian biasanya dikerjakan sama
reporter user itu khusus untuk ROL ada 12 sampai 13 orang. Diluar itu ada desk-desk
lain, nasional, politik, jabodetabek itu yang megang khusus ada kordinator liputannya
khusus. Pemberitaannya itu biasanya dari budgetingnya itu. Misalkan untuk toleransi
agama nih, ada peristiwa pemboman tolong dong besok diliput, atau ada natal tolong
dong diliput. Itu H-1 untuk isu harian bahkan isu mingguan.
2. Bagaimana Republika Online mempertimbangkan dan menentukan
konten pemberitaan ?
3. Bagaimana Republika Online menentukan narasumber pada setiap
pemberitaan? terutama ketika meliput berita bertema Toleransi Agama?
Oh iya sudah pasti, karna biasanya dari budgeting itu, editor atau bahkan user yang
bakal ambil berita itu biasanya dia minta narsumnya, entah lembaga terkait, lembaga
keagamaan, organisasi masa, atau organisasi masa misalkan yang di luar islam terkait
keagamaan tertentu, atau misalkan kita soal benturan lah misalkan, benturan
penjagaan gereja dan toleransi agama islam dan Kristen lah misalkan itu kita dua
lembaga terkait. Tujuannya untuk keberimbangan berita cover both side setelah itu
biasanya ada keberimbangan juga dari kepolisian.
4. Bagaimana proses produksi pemberitaan Republika Online? apakah ada
tahap editing ?
Sesuai prosedur juga, reporter yang dilapangan menyediakan bahan beritanya dikirim
ke kantong newsroom atau newswrap namanya. Editor ROL atau editor Koran bisa
ambil di kantong newsroom atau newswrap. Itu biasanya terkumpul di satu situ..
5. Bagaimana Republika Online menyiapkan materi pemberitaan?
6. Apakah wartawan Republika Online dibebaskan dalam menentukan
sudut pandang dalam pemberitaan ?
Kan ada budgeting sesuai budgeting, tapi kami tidak membatasi reporter dilapangan
untuk mengkreasikan apa yang mereka ambil. Misalkan anglenya, itukan tergantung
ya. Misalkan gini, anglenya si wartawan pengennya mengenai toleransi beragama itu
ormas A menjaga .. apa .. gereja misalkan. Menjaga gereja itu bagi ormas Islam yang
A ini bagus secara toleransi. Tapi ternyata untuk ormas islam yang lain oh ngga perlu
dijaga dong karna dia sudah punya ormas sendiri, nah.. tergantung reporter
dilapangan. Ketika reporter dilapangan ngebentuk tidak apa-apa bisa jadi kebijakan
kantor tidak mengambil itu. Jadi berdasarkan kebijakan lembaga berdasarkan
budgeting juga. Nah biasanya diarkan ke reportenya tolong yaah ambil anglenya
seperti ini, atau kita sebagai media massa tidak memihak manapun. Kita tuh, sebab
republika khususnya yah tidak memihak atau tidak menjudge salah satu..
7. Apakah Republika Online memiliki waktu tertentu untuk menggugah
berita?
8. Apa saja ketentuan atau Visi misi pemberitaan di Republika Online ?
Itu seperti yang saya bilang, visinya kita itu, kita menjadi media massa yang
bahasanya itu bikin adem, jadi kita tetap di posisi netral. Contoh misalkan kita di
pilpres itu kita tetap netral, pemberitaan kita tetap dari dua calon, dua sudut pandang.
Toleransi agama dua-duanya tetap diambil.
9. Bagaimana pertimbangan Republika Online dalam memilih diksi untuk
memberitakan sebuah peristiwa ?
10. Apakah Kompas.com memiliki criteria tersendiri dalam mengutik
dalam pernyataan narasumber?
Tergantung kode etik juga sih, kan kode etik itu ada beberapa pasal yah, salah
satunya kan misalkan narasumber memberikan pernyataan SARA misalkan atau
beliau mengucapkan ucapan yang kotor ya tidak bisa kita muat atau narasumber
misalkan kasus pelecehan seksual narasumber memberikan keterangan secara detail
kronologis itu biasanya tidak dimuat. Jadi ada rules nya itu ya di kode etik.
11. Bagaimana Republika Online memaknai toleransi agama itu sendiri? dan
bagaimana Republika Online memandang isu toleransi yang akhir-akhir ini
menjadi topik hangat dimasyarakat?
Republika itukan rumpunnya umat Islam yah. Kalo secara umum itu Republika
rumahnya masyarakat Indonesia lah, secara khusus Republika rumahnya umat Islam.
Artinya Umat Islam tidak memandang umat agama lain sebagai musuh, Jadinya
Republika memandang toleransi beragama yah kita harus menjalankan toleransi
agama apalagi di Indonesia tidak hanya Islam aja tapi ada agama-agama lain yang
diakui oleh Negara gitu kan dan Republika menjalankan konstitusi itu.
12. Ada pandangan yang diperlihatkan oleh Republika mengenai toleransi
saat ini yang menjurus kea rah relativisme agama, itu bagaimana ?
Kalo kami itu memandang toleransi sebagai toleransi sosial itu diperbolehkan tapi
toleransi secara akidah itu tidak diperbolehkan, itu yang mau diperjuangkan
Republika itu. Artinya gini ketika ada umat agama lain melakukan ritual ibadahnya
ya kita tidak boleh mengganggu, umat Islam tidak boleh mengganggu bahkan
harusnya dilindungilah. Tapi batasan melindungi itu yah kita tidak boleh ikut-ikutan.
Toleransi secara sosial ya kita ketika ada umat agama lain izin ibadahnya sudah
direstui oleh pihak lain seperti kepolisian kan itu harus meminta izin juga penjagaan
segala macam yaa republika memandang kalo misalkan toleransi secara akidah ya
ngga bisa, toleransi secara sosial ya bisa. Mereka menjalankan ibadahnya yaudah
silahkan tapi jangan mengganggu ajarann kira juga. Ya untukmu agamamu untukku
agama ku. ( Mengenai pemberitaan Cap Go Meh di Mesjid), ya harusnya kalo itu
acara perayaan umat agama lain ya kenapa harus di masjid kan harusnya ada tempat
lain, atau kalo tidak punya tempat lain ya tidak harus dirumah ibadah. Sebenarnya
kalo boleh disampaikan sih, kita boleh toleransi ya tapi jangan segitunyaa, ada nilai-
nilai yang tidak boleh dilewati, jangan lompat pager lah ibadaratnya. Kan gak
mungkin ibadah jumatan di gereja.. contohnya gini deh, kan biasanya kalo mereka
melakukan misa natal itu di katedral, itu biasanyakan buat tempat parker itu mereka
di Istiqlal, dan kebalikannya pas kita sholat id ngga ada parkir itu pasti ditempatkan
digereja. Nah itu kan toleransi secara sosial, artinya gini dia membantu umat lain
untuk beribadah tapi tidak mengganggu atau membantu secara akidah mereka.
13. Kalau di Republika Online sendiri ada kepentingan politik atau tidak?
14. Bagaimana Republika Online mengkonstruksi berita tentang isu
Toleransi agama?
TRANSKRIP WAWANCARA KOMPAS.COM
Narasumber : Sabrina Asril ( Editor )
Tempat dan waktu wawancara : Kantor Menara Kompas lt.5, 01 Januari 2019
1. Bagaimana Strategi Kompas.com menyajikan berita dengan baik
sehingga layak untuk diberitakan?
Sebenarnya standar kaya dasar-dasar jurnalistik pada umumnya sih, jadi kita melihat
bahwa memang kita skalanya nasional pokonya ada kepentingan masyarakat luas
disini, entah kausus kekerasan, atau segala macem deh apa ada peraturan baru,
kebijakan baru, jadi apakah itu dinilai penting untuk masyarakat, penting untuk
pelaku bisnis, penting untuk otoritas pejabat nah itu yang bisa kita angkat. Jadi ada
nilai valuenya ya yang dinilai penting masyarakat , otoritas apakah pelaku bisnis atau
ada ngo yang perlu disitu. Jadi sebenarnya orang belom tau apa-apa tapi kita
munculkan sebagai concern, jadi ini ada concern disini . kaya kompas cetak yang
mengangkan sampah plastic, yang kaya gitu-gitu jadinya.. ya itu selain masalah value
important nya ya soal itu sih tokohnya yang terlibat disitu siapa. Misalkan ada berita-
berita kaya misalkan kalo ini sih lebih ke entertainment yaah, misalkan ada berita
perceraian nah, sebenarnyakan perceraian itu privasi yaah, tapi karna dia itu tokoh
masyarakat jadi pemberitaan perceraian itu kita angkat tapi tidak sampai menguak2
maslaah apa sih apakah karna dia selingkuh atau bagaimana tidak sampai digoreng-
goreng kesana, tapi lebih ke faktanya, pas ada persidangan diikuti persidangannya,
kalo misalkan mereka mau kasih komentar ya kaish komentar ya kalau engga ya kita
juga harus hargai privasi mereka. Atau mungkin kasus perselingkuhan pejabat, kita
ngga mengangkat kaya esek-eseknya itu namun karna dia posisinya pejabat. Misalkan
mentri siapa gitu,, kaya kemarin misalkan ada kasus pecabulan dewan pengawas
masih dugaan sih, dewan pengawan bpjs ketenaga kerjaan pecabulan ke staff
khususnya .. nah itukan kita angkat karna di tokoh ada kasus hukumnya juga
disitukan, nah itu sih lebih ke value2 yang kesitu sih kita angkat.
2. Bagaimana Kompas.com mempertimbangkan dan menentukan konten
pemberitaan ?
3. Bagaimana Kompas.com menentukan narasumber pada setiap
pemberitaan? terutama ketika meliput berita bertema Toleransi Agama?
4. Bagaimana proses produksi pemberitaan Kompas.com? apakah ada
tahap editing ?
Kalau kita dikompas.com kita ada dibagi perdesk, jadi kalo di news itu ada regional,
nasional, megapol. Nah satu desk itu ada editor dan assiten editor, jadi disatu desk itu
ada 5 atau 6 editor di satu kepalanya itu. Nah jadi dibawahnya ada reporter,
tergantung sih itu ada yang sepuluh ada yang lima, ya tergantunglah lot kerjanya, kalo
di nasional ada sepuluh reporter, biasanya tiap hari kita framing isu, bukan framing
isu sih tapi ploting agenda pada saat itu, misalkan sekarang soal isu kabar bohong ada
sepuluh container surat suara yang katanya sudah dicoblos. Nah itukan hebohkan ,
tapi pas di cek kesana ternyata hoaks. Ya kaya gitu hari ini biasanya masuk ke listing,
biasanya kita tiap pagi itu penugasan temen-temen reporter, jadi editor pagi itu kasih
penugasan ploting, kamis tanggal segini siapa kesini. Diatasnya kita sudah kasih, hari
ini kita focus ke isu misalnya isu soal 7 kontainer itu, teru sosal dana kampanye
sumber dana kampanye. Kasus misalnya soal persidangan komisi 7 kaya gitu-gitu,
jadi sudah ada pemetaannya hari itu gituu. Habis itu biasanya reporter jalan sudah ada
agenda2 yang terjadwal kan naah, kalo misalkan kita ada follow up isu apa kita
tinggal hubungin reporter untuk hubungin narsumnya. Mereka bikin tulisannya, jadi
kalau dikita mereka yang mewawancarai mereka juga yang menulis. Jadi ada juga di
beberapa media lain mereka hanya melaporkan, dikita tidak begitu jadi wartawan
yang ada dilapangan juga bertanngung jawab atas tulisannya dia. Kan mereka yang
mengerti suasananya kan. Jadi setelah mereka selesai menulis mereka kasih ke kita,
kita editing , dari situ ada proses juga namanya edit bahasa, terus udah terus tayang..
tapi edit bahasnya itu setelah tayang, itu juga kalo ada major inilah correction gituloh.
5. Bagaimana Kompas.com menyiapkan materi pemberitaan?
6. Apakah wartawan Kompas.com dibebaskan dalam menentukan sudut
pandang dalam pemberitaan ?
Kita sih untuk yang berita2 faktual kita sangat membatasi, apalagi soal isu sensitive
seperti SARA itu sangat kita batasi, ee opini pribadi kita, jadi kita lebih ke pendapat
omongan otoritas, polisi. Jadi kita tidak memasukan kalimat-kalimat yang subjektif
gitu, ka nada pilihan2 kata yang subjektif kita bisa lihat dari situkan.. itu sih yang
biasanya diiniin sih biasanya dipoles lagi di editor.
7. Apakah Kompas.com memiliki waktu tertentu untuk menggugah berita?
Sehari bisa, kita editor ditargeting 18 berita dalam sehari tapikan reporter dilapangan
ditargetkan itu 8 dan mereka biasanya selalu melampaui target jadi sepuluhlah,
sepuluh kali.. rata2 bisa seratus isu lah dalam sehari. Kan kalo dionline kangitu kan
dipecah2 gitu jadi banyaaak gitu.
8. Apa saja ketentuan atau Visi misi pemberitaan di Kompas.com ?
Aku sudah di beberapa media magang sih sebelumnya, di relax, udah lama sih jaman
dulu udah ngga ada lagi sekarang. Kalo di online yang sebelumnya aku itu kayanya
lebih ke traffic gitukan, kalo disini kita yang aku rasain kita ngejarnya bukan Cuma
traffic tapi validasi berita. Misalnya soal ahok cerai, itu kan sebenarnya juga privasi
tapikan dia tokoh jadi kita tetep angkat. Nah waktu itu juga pertama gimana nih kita
naikin isu ini atau engga tapi ya karna dia tokoh ya dinaiikin dan ngga ada orang
yang ngomong tapi sumber terpecayanya dan temen juga melihat dilapangan bahwa
ada form cerai itu. Oh oke fix .. jadinya kita ngga pernah naikin berita tanpa
omongan, jadi kita valid dulu dapetinnya, pasti ini.
9. Bagaimana pertimbangan Kompas.com dalam memilih diksi untuk
memberitakan sebuah peristiwa ?
10. Apakah Kompas.com memiliki criteria tersendiri dalam mengutik
dalam pernyataan narasumber? Terutama untuk kasus toleransi agama?
Nah itu untuk kasus-kaus sara ya itu terutama di nasional sih kita ngebatasin buat
untuk kasus-kasus sara itu memang sensitive banget. Jadi kita utamai pertama
penegakan hukumnya, jadi isu sara itu jangan digiring sebagai persinggungan antar
kelompok karna bisa makin melebarkan gitu kan kalo kita makin panas-panasin nih
dua kelompok ini . kita lebih mengkecilkan isu itu sebagai oknum. Misalnya ini ada
kadang-kadangkan isu sara misalkan kaya di Ambon ternyata kaya senggolan dipasar
senggolan antara supir Angkot dan pemuda , jadi lebih keawal permasalahannya..
misalkan kaya kepembakaran bendera oleh banser nu kemaren , nah itukan kalo NU
iniin kelompok Islam yang lain gitu membakar bendera kelompok Islam yang lain,
kesannya kan panaskan. Jadinya kita Cuma mengkecilkan yaudah si oknum banser itu
kita dorong untuk proses hokum sementara untuk yang lainnya diminta tenang dan
yang lainnya menjaga kerukunan gitu kan, ya caranya kita milih narsumnya juga
milih-milih, jadi bukan nattsum yang malah memprofokasi tapi narsum yang bisa
lebih bikin adem. Misalkan tokoh-tokoh agamanya kaya yang lebih inilah apa lebih
guyub bukannya malah manas-manasin gitu solusinya tuh damai bukannya.
11. Bagaimana Kompas.com memaknai toleransi agama itu sendiri? dan
bagaimana Kompas.com memandang isu toleransi yang akhir-akhir ini menjadi
topik hangat dimasyarakat?
Kalo toleransi agama sebenarnya kaya pribadi kita , sebenarnya kita dari lahir kita
sudah punya itu jadi. Kalo kita toleransi agama ya lebih menghargai aja, apa
keyakinan dia tidak mengganggu tidak mengganggu keyakinan orang lain. Dan kita
tidak sampai ke masuk ke ajaran dia ini benar atau salah, jadi yaudah kita hargai aja
oh dia percaya keyakinannya begini ngga papa dia percaya dengan kita jadi jangan
sampai kepercayaan dia itu menganggu umat lainnya. Jadi tidak malah
membenturkan oh ini dia salah kaya misalnya kelompok Ahmadiyah atau akbp
viladefia. Kita tetep mengangkat kelompok minoritas itu sebagai isu yaah ini bahwa
ada kelompok ini jangan diganggu soal kepercayaan mereka apa yaudah biarkan
mereka berjalan asalkan mereka tidak mengganggu kelompok lainnya, jadinya kita
tidak mengusik kearah keyakinan-keyakinan. Jadi lebih kearah kemanusiaanya lebih
diangkat lebih universal.
12. Kesetaraan mayoritas dan minoritas berdasarkan framing kompas?
Yah kalo kita sih, di Indonesia ini kan pasti ada yang mayoritas dan minoritas tetep
punya hak. Ngga melulu yang minoritas ini harus di mengikuti mayoritas, ya artinya
kalo dia kaya begitu hak dia lama-lama tergerus juga dong. Jadinya dua kelompok ini
hidup bersama tanpa benturan. Jadi yang mayoritas tetep diberitakan. Tapikan selama
ini mayoritas ini tidak punya maslah besarkan karna sebagai mayoritas mereka punya
wakil-wakilnya di otoritas, di pejabat, dipemerintahan, artinya kepentingan mereka
sejauh ini lumayan terpenuhi. Sementara kelompok minoritas istilahnya channel
saluran mereka untuk mengungkapkan hak mereka lebih susah dibandingka
kelompok mayoritas. Nah media berperan untuk meiniin hak mereka, tapi yaah kita
menyuarakan hak merepa tapi ya tidak misalkan ahmadiyah kita bukan soal ajaran
kepercayaan mereka yang kita bela, tapi lebih kepada hak-hak mereka sebagai
penduduk warga Negara untuk tinggal di Komplek rumah yang mereka miliki dengan
upaya mereka. Kita tidak membahas mereka salah atau benar, tapi lebih ke mereka
punya hak yang sama untuk dilindungi yaudah kalau mereka tidak mengganggu
kelompok lainnya mah..
13. Menurut Kompas.com ada ngga sihi pengaruh Pilkada 201 kemarin
dengan intoleransi ?
Ada sih menurut aku, soalnya sampai saat ini masih ada kaya benih-benihnya gitu,
maksudnya aku Islam tapi kok ngeliat di media sosial dari 201 kok Hate Speech
masih banyak, terus kayanya dulu ngga kenapa-napa gitu, biasa-biasa aja kok
sekarang jadi masalah. Jadi kayanya gimana ya kaya kuat-kuatan, sama-sama ya yang
kristennya juga gini yang Islamnya juga begini, kalo aku sih ngeliatnya masih kasus
yang menimpa ahok di 2016 itu masih banget tuh menyisakan ya ketidak puasan,
yang satu tidak puas ahok berasa dizalimin, yang satu tidak puas kok agama gue di
injak-injak. Ya mulai dari situlah, masing-masing kelompok menguatkan identitasnya
masing-masing, padahal sebenarnya identitas itu boleh tapi kalo dibenturkan gak ada
yang bener dan ngga ada yang salah ya yaudaah.
14. Mengenai data survey yang ada di pemberitaan ?
Itu sebenarnya agak susah sih, jadi sebenarnya pemberitaan itu ada koreksi,
memang kita ada kesalahan karna ternyata reporternya itu di apa data awalnya
makanya berita terbarunya itu dibawahnya kita kasih catatan redaksi dan ada
tambahan penelitiannya lebih lengkap. Karna diakan mencontohkan hasil penelitian,
Cuma karna salah, reporternya juga miss jadinya berita itu ramai di media sosial,
rame banget itu viral banget beritanya karna waktu itu lagi moment pilkada gitu.
Terus setelah itu pas udah rame gitu kita cek lagi penelitian kesiapa. Pas kita cek
memang ini murni kekeliruan kita, ternyata itu bukan penelitian si narasumbernya
bahwa dia hanya mengutip penelitian orang lain. Pas kita krosceklah ke orang yang
benar-benar punya penelitiannya bahwa ternyata penelitiannya adalah bahwa
mayoritas memang masing memegang toleransi namun ada miss bahwa benih2
walaupun angka mereka masih yang kecil menurut penelitinya ini juga perlu di
waspadai karna takutnya benih-benih yang angkanya kecil ini bisa berkembang kalao
dibumbu2in sama ya kalo sekarang ini yah kan banyak hate specch segala macem dan
itu semakin menguatnya politik identitas , kadang2kan penelitian ini framing,
subjektif penelitinya jugakan padahal secara mayoritas tidak masalah namun dia
menganggat bahwa ada concern disitu, padahal setelah kita lihat angka kecil disitu,
makanya kita agak bingung juga nih gimana. Yaudah ngga papa kita potret juga,
bahwa memang ada fakta kecemasan itu walaupun kecil makanya di leadnya
langsung di ubah walaupun sebagian kecil ini bisa saja menjadi benih dan itu rombak
abis pemberitaannya.