kontribusi serat sintetis pada …konteks.id/p/11-mtr-11.pdfmtr-87 gambar 3.2 kurva hubungan kuat...
TRANSCRIPT
Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017
MTR-83
KONTRIBUSI SERAT SINTETIS PADA PENINGKATAN KUAT TARIK LENTUR
BETON GEOPOLIMER
Firdaus1 dan Ishak Yunus
1
1Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Bina Darma, Jl. A. Yani No1, Palembang
Email: [email protected] , [email protected]
ABSTRAK
Potensi penggunaan bahan non semen pada produk beton menjadi potensi yang dapat
diperhitungkan untuk terus dikembangkan. Penelitian sebelumnya berupa penggunaan bahan dasar
flyash dengan perlakuan berupa penyaringan sehingga diperoleh tingkat kehalusan yang lebih baik
dari bahan dasar flyash tanpa perlakuan menghasilkan perbaikan dalam karakteristik beton.
Rumusan masalah penelitian ini adalah untuk melihat perilaku beton geopolimer dengan
penambahan serat didalam campuran beton. Dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
peningkatan kuat tarik lentur akibat dari penambahan serat. Penelitian menggunakan bahan
geopolimer dari komposisi optimum yang sudah diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya. Bahan
dasar flyash dari didapat dari hasil penyaringan berupa tingkat kehalusan zona 0 dan 3,merupakan
bahan yang dipergunakan pada pembuatan beton geopolimer ini. Bahan aktivator yang digunakan
dalam pembuatan geopolimer berupa Na2SiO3 dan Natrium Hidroxide (NaOH). Sedangkan bahan
tambahan lain berupa serat sintetis yang akan digunakan sebagai material pada penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan berupa pembuatan balok lentur dengan ukuran 27 cm x 7,5 cm x 7,5 cm.
Pengujian balok berupa uji lentur dengan tujuan untuk mendapatkan kekuatan tarik. Parameter yang
digunakan adalah prosentase serat yang digunakan adalah 0%, 0,25%, 0,35%, dan 0,45% terhadap
berat flyash. Dari hasil penelitian di dapat peningkatan kuat lentur maksimum diperoleh pada
penambahan serat 0,45% untuk kehalusan flyash Z0 sebesar 3,01 Mpa, dan untuk kehalusan flyash
Z3 kuat lentur maksimum pada penambahan serat 0,45% sebesar 3,17 Mpa.
Kata kunci : beton geopolimer, fly ash, serat sintetis, aktivator, lentur
1. PENDAHULUAN
Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh batubara berasal dari sisa pembakaran batu bara yang berupa abu
terbang (fly ash), abu dasar, slag dan flue gas merupakan elemen yang paling berbahaya yang dapat menimbulkan
hujan asam. Limbah padat berupa abu sebanyak 1.000-1.500 ton per hari yang dapat menghasilkan debu di musim
kering. Limbah tersebut selanjutnya dipindahkan ke lokasi pembuangan abu dan menumpuk di lokasi PLTU dalam
jumlah besar. Dengan bertambahnya jumlah abu batu bara maka sebaiknya ada penelitian untuk memanfaatkan
limbah batu bara.
Salah satu pemanfaatan flyash sebagai bahan campuran dalam pembuatan beton geopolimer. Beton geopolimer tidak
menggunakan campuran semen dalam proses pembuatannya sehingga dapat mengurangi pelepasan karbon dioksida
(CO2) ke atmosfer. Hal ini bisa terjadi karena setiap penggunaan sebanyak 1 ton semen Portland dibutuhkan energi
yang besar tetapi juga menghasilkan 1 ton gas CO2 yang bisa merusak lapisan atmosfer (Lloyd & Rangan, 2009).
Dengan melihat perilaku yang dimiliki beton geopolimer serta material-material yang menyusun beton geopolimer,
sifat dari beton geopolimer adalah sangat getas. Sifat getas beton geopolimer adalah saat menerima tegangan tarik.
Beton bersifat getas adalah karena adanya agregat. Tidak bisa dipungkiri agregat adalah bahan utama penyusun
beton, namun jika dilihat dari sifat getas yang ditimbulkan agregat akan membuat banyak kerugian pada
konstruksi bangunan pada keadaan bebas batas, lebih jelasnya secara struktural beton mempunyai tegangan tekan
cukup besar, sehingga sangat bermanfaat untuk struktur dengan gaya-gaya tekan dominan. Kelemahan struktur
beton adalah kuat tariknya yang sangat rendah dan bersifat getas.
MTR-84
2. TINJUAN PUSTAKA
Beton Geopolimer
Geopolimer adalah material yang dihasilkan dari geosintesis alumino silikat polimerik dan alkali-silikat yang
menghasilkan kerangka polimer SiO4 dan AlO4 yang terikat secara tetrahedral (Davidovits, 1994). Saat SiO2 dan
Al2O3 terikat secara tetrahedral dengan berbagai atom oksigen, harus ada ion positif
Geopolimer sangat ramah lingkungan karena selain bisa menggunakan bahan-bahan limbah industri, proses
pembuatan beton geopolimer tidak memerlukan energi seperti halnya pembuatan semen yang setidaknya
memerlukan suhu hingga 800 derajat Celsius. Dengan suhu lebih kurang 60 derajat Celsius selama kurang lebih 24
jam sudah dapat menghasilkan beton kualitas tinggi. Karenanya, pembuatan beton geopolimer dapat menurunkan
emisi gas rumah kaca yang diakibatkan oleh proses produksi semen.
Hasil riset selama ini telah menunjukkan bahwa beton geopolimer memiliki kekuatan dan ketahanan yang tinggi.
Hal yang memberikan perbedaan cukup penting antara beton geopolimer dengan beton polimer organik yang sudah
lebih dulu diperkenalkan, terutama adalah biaya pembuatannya. Beton geopolimer bisa diproduksi dengan biaya
yang setara dengan beton biasa yang jauh lebih murah dibanding biaya untuk menghasilkan beton polimer organik.
Fly Ash (abu terbang)
Abu terbang merupakan limbah yang berasal dari hasil akhir dari proses pembarakan pada industri dan PLTU yang
kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa permbakaran yang ditangkap menggunakan elektrostatic
precipitatir.Pembakaran batubara pada pembangkit listrik terbentuk tiga jenis abu yaitu abu terbang ( fly ash ),
boilerslag dan abu dasar( bottom ash ). Partikel abu yang terbawa gas buang disebut abu terbang.Sedangkan abu
yang tertingal dan dikeluarkan dari bawah tungku disebut abu dasar. Sebagian abu dasar berupa lelehan abu disebut
terak ( Boilerslag) abu terbang ditangkap dengan Electrical precipilator sebelum dibuang ke udara melalui
cerobong. Pozzoland dapat dipakai sebagai bahan tambahan atau bahan penganti sebagian semen Portland.Bila
dipakai sebagai penganti sebagian semen Portland umumnya berkisar antara 10% - 15% berat semen (
Tjokrodimulyo, 1996 ).
Alkaline activator
Sodium silikat dan sodium hidroksida digunakan sebagai alkalin aktivator (Hardjito Djuwantoro, 2005). Kegunaan
dari sodium silikat adalah mempercepat prosesnya polimerisasi, sedangkan sodium hidroksida berfungsi sebagai
mereaksikan unsur-unsur Al dan Si yang terkandung dalam fly ash yang dapat menghasilkan ikatan yang kuat.
Sodium silikat
Sodium silikat merupakan bahan yang paling aman yang sering digunakan dalam industri kimia, hal ini karena
proses pembuatan yang sederhana, sejak tahun 1818 hingga sekarang sodium silikat terus berkembang dengan
cepat.Sodium silikat dibagi menjadi 2 proses yaitu proses kering dan proses basah. Pada proses kering, pasir akan
dicampur dengan sodium carbonate (Na2Co3) atau dengan pottasium carbonate (K2CO3) pada temperatur 1100-
1200oC. Hasil Reaksi tersebut akan menghasilkan kaca yang dilarutkan kedalam air dengan tekanan tinggi menjadi
cairan yang bening dan agak kental. Sedangkan pada proses pembuatan basah, pasir (SiO2) dicampur dengan
sodium hidroxide (NaOH) melalui proses filtrasi sehingga akan menghasilkan sodium silikat yang murni.
Dalam industri, berbagai kelas Sodium silikat yang ditandai dengan SiO2 mereka: rasio berat Na2O (rasio berat
dapat dikonversi ke molar rasio dengan perkalian dengan 1,032), yang dapat bervariasi antara 2: 1 dan 3,75Kelas 1
denganrasio ini di bawah 2.85: 1 yang disebut 'basa'. Mereka dengan SiO2 tinggi: rasio Na2O digambarkan sebagai
'netral'.
Sodium silikat terdapat dalam dua bentuk, yaitu berupa padat dan larutan, Untuk campuran beton lebih banyak
digunakan berbentuk larutan. Sodium silikat biasa juga dikenal dengan nama water glass, pada mulanya digunakan
sebagai bahan campuran dalam pembuatan sabun, tetapi dalam perkembangannya sodium silikat dapat digunakan
untuk berbagai macam keperluan, antara lain untuk bahan campur semen, pengikat keramik, campuran cat serta
berbagai keperluan industri seperti kertas, serat dan teksil.
MTR-85
Sodium hdiroksida
Sodium Hydroxide (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, soda api, atau Sodium Hydroxide, adalah
sejenis basa logam kaustik. Sodium hydroxide terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air.
Natrium hidroksida membentuk larutanalkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air.
Sodium Hydroxide (NaOH) digunakan sebagai pembuatan pupuk, sabun, pembersih pipa. Sodium Hydroxide adalah
basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia. Sodium Hydroxide murni berbentuk putihpadat
dantersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%yang biasa disebut larutan Sorensen.
Iabersifat lembap cair dan secaraspontan menyerap carbon dioxide dari udara bebas.
Sodium hidroksida sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, karena pada proses
pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan
NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutanKOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-
polar lainnya. Larutan Sodium hydroxide akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Richardson IG).
Dalam Geopolimer sodium hidroksida berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur Al dan Si yang terkandung dalam
fly ash sehingga dapat menghasilkan polimer yang kuat.
Beton serat
Beton dengan serat dapat didefinisikan sebagai beton yang terbuat dari semen portland atau bahan pengikat hidrolis
lainnya yang ditambah dengan agregat halus dan kasar, air, dan diperkuat dengan serat. Interaksi antara serat dan
matrik beton merupakan sifat dasar yang mempengaruhi kinerja dari material komposit beton serat. Pengetahuan
tentang interaksi ini diperlukan untuk memperkirakan kontribusi serat dan meramalkan perilaku dari komposit.
Ananta Ariatma (2005) menjelaskan bahwa kuat tekan pada beton mutu tinggi meningkat 14,67% dan pada kuat
lentur meningkat 48,06%.
Suhendro (1991), dalam penelitiannya digunakan tiga jenis kawat lokal yaitu kawat baja, kawat bendrat dan kawat
biasa yang berdiameter ± 1 mm dengan panjang ± 60 mm. Konsentrasi fiber yang diteliti adalah 0,5% dan 1%.
Diameter kerikil maksimal yang dipakai adalah 20 mm. Hal tersebut dikarenakan akan mempermudah penyebaran
fiber kawat secara merata kedalam adukan beton. disimpulkan bahwa dengan adanya serat pada beton dapat
mencegah membesarnya retak-retak rambut, dapat meningkatkan ketahanan terhadap kuat lentur, daktilitas, dan kuat
tekan
Untuk penelitian Wibowo (2006), penambahan fiber lokal kedalam adukan beton, kuat tekan beton (umur 28 hari)
bertambah 7 %. Ini menunjukan bahwa penambahan fiber lokal kedalam adukan beton tidak berpengaruh banyak
pada kuat tekan beton, namun bahan lebih bersifat daktail.
3. PROGRAM EKSPERIMENTAL
Parameter dan variabel penelitian
Parameter dan variabel penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini terdiri dari kehalusan flyash dan
prosentase penambahan serat fiber terhadap peningkatan kuat tarik lentur beton geopolimer. Campuran beton
geopolimer menggunakan molaritas 10.
Tabel 3.1 Parameter dan Variabel Penelitian
Kehalusan
flyash
Persentase
Serat (%)
Kode Benda Uji Jumlah Sampel
(Buah)
Z0 0 Z0-0-1 3
Z0 0,25 Z0-0,25-2 3
Z0 0,35 Z0-0,35-3 3
Z0 0,45 Z0-0,45-4 3
Z3 0 Z3-0-1 3
Z3 0,25 Z3-0,25-2 3
Z3 0,35 Z3-0,35-3 3
Z3 0,45 Z3-0,45-4 3
Penyaringan flyash
Flyash yang diperoleh dari sumbernya tidak digunakan secara langsung sebagai bahan campuran mortar beton,
namun dilakukan perlakuan berdasarkan parameter jarak jatuh flyash yang dipengaruhi oleh kehalusan flyash
(firdaus, 2015).
MTR-86
Gambar 1. Penyaringan flyash berdasarkan zona jatuh
Hasil Pengujian
Pengujian kuat lentur beton geopolimer dilakukan pada umur 28 Hari. Hasil uji kuat lentur beton geopolimer dapat
dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Hasil pengujian kuat lentur beton geopolimer
No Kode Benda Uji Beban Rata-Rata
(N)
Kuat Lentur Rata-Rata
(Mpa)
1 Z0-0
4500 2,33
2 Z0-0,25 4800
2,49
3 Z0-0,35 5500
2,85
4 Z0-0,45 5800
3,01
5 Z3-0-1
4800 2,49
6 Z3-0,25 5200
2,70
7 Z3-0,35 5650
2,93
8 Z3-0,45 6100
3,17
Gambar 3.1 Kurva hubungan Kuat Lentur Vs Defleksi untuk benda uji Z0
Fan Blower
Fly Ash Zona 0 Fly Ash Zona 1 Fly Ash Zona 2 Fly Ash Zona 3
Pipa Paralon
Fly Ash Masuk
MTR-87
Gambar 3.2 Kurva hubungan Kuat Lentur Vs Defleksi untuk benda uji Z3
Dari tabel 3.1 terlihat bahwa ada pengaruh peningkatan kuat lentur dengan penambahan serat sintetis pada campuran
beton geopolimer. Untuk kehalusan flyash zona 0 pada penambahan serat 0,25% dibandingkan serat 0% didapat
peningkatan kuat lentur sebesar 0,16 Mpa (6,87%), penambahan serat 0,35% sebesar 0,52 Mpa (22,32%), dan
penambahan serat 0,45% sebesar 0,68% (29,18%). Untuk kehalusan flyash zona 3 pada penambahan serat 0,25%
dibandingkan serat 0% didapat peningkatan kuat lentur sebesar 0,21Mpa (8,43%), penambahan serat 0,35% sebesar
0,44 Mpa (17,67%), dan penambahan serat 0,45% sebesar 0,67 MPa (27,31%).
Dari Gambar 3.1 dan 3.2 terlihat bahwa ada pengaruh penambahan serat pada campuran beton geopolimer pada
defleksi yang terjadi. Untuk kehalusan flyash zona 0 dan 3, semakin besar prosentase penambahan serat
memberikan perilaku yang lebih daktail pada benda uji.
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Prosentase penambahan serat pada campuran beton geopolimer dengan kehalusan flyash yang sama
menunjukan peningkatan kuat lentur pada benda uji. Untuk kehalusan Z0, kuat lentur maksimum didapat pada
prosentase serat 0,45% sebesar 3,01 Mpa. Untuk kehalusan Z3, kuat lentur maksimum didapat pada prosentase
serat 0,45% sebesar 3,17 Mpa.
2. Adanya pengaruh kehalusan flyash yang digunakan pada campuran beton dalam meningkatkan kuat lentur
benda uji.
3. Prosentase serat pada campuran beton geopolimer memberikan pengaruh pada perilaku lentur benda uji.
Semakin besar prosentase serat, menunjukan perilaku yang semakin daktail.
DAFTAR PUSTAKA
Ananta Ariatma (2005). “ Analisis Pengaruh Penambahan Serat Berkait Pada Beton Mutu Tinggi Berdasarkan
Optimasi Diameter Serat”
Davitdovits, J. (1994). ” Properties of Geopolymer Cements. Saint-Queuntin”, France, 1994
Firdaus (2015). “Pemanfaatan Limbah Flyash dalam Rekayasa Mortar dan Beton Geopolimer Berdasarkan
Karakteristik Kehalusan Flyash dan Jenis Aktivator”, Laporan Akhir Penelitian Hibah Fundamental
Hardjito, Djwantoro. 2005. Studies of fly ash-based geopolymer concrete. Ph. D. Curtin University of Technology,
Dept. of Civil Engineering.
MTR-88
SNI 4431:2011, Cara Uji Kuat Lentur Dengan Sistem Dua Pembebanan
Suhendro. (1991) “Pengaruh fiber kawat pada sifat-sifat beton dan beton bertulang”
Tjokrodimulyo, K., 1996, Teknologi Beton, Biro Penerbit, Yogyakarta.
Wibowo (2006). “Pengaruh penambahan serat polyethylene untuk meningkatkan kapasitas lentur balok beton”