kontradiksi dalam praktek pelatihan terhadap penilaian

6
Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 JanuariJuli 2017 218 ISSN ISSNL 23376686 23383321 KONTRADIKSI DALAM PRAKTEK PELATIHAN TERHADAP PENILAIAN KOMPETENSI HM. Thamrin Akademi Maritim “Djadajat” Email: [email protected] ABSTRAK: Dalam menyoroti kontradiksi dalam system pendidikan dan pelatihan Maritim saat ini Maritime Education Trainee (MET) yang didasarkan pada kompetensi berbasis pendidikan, pelatihan dan penilaian, dan teori perlunya kegagalan untuk membuat pelatihan lebih bermanfaat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemungkinan permasalahan dalam praktek CBT (Computer Base Training) dalam domain Maritim yang mengarah ke efek suboptimal (tidak optimalnya) dari sistem pelatihan. Dengan metode deskriptif dengan sebuah studi kasus pendidikan dan pelatihan domain Maritim International. Sumber data termasuk dokumen sejarah, aturan dan peraturan tentang Maritime Education Trainee (MET) silabus, handout, contoh, pertanyaan, catatan lapangan, dan wawacara dengan para pelaut dan dosen yang berpengalaman pada perguruan tinggi maritim. Hasil dari penelitian ini adalah: 1) Studi menunjukan kontradiksi yang jelas dalam sistem dirancang untuk memperbaiki pendidikan dan pelatihan bagi pelaut, 2) tidak mengklaim bahwa kontradiksikontradiksi ini menyebabkan kompetensi yang rendah dan menyebabkan pelaut banyak terjadi kecelakaan laut yang disebabkan oleh kesalahan manusia atau individu yang paling kompeten, 3) cara mengatasinya apa yang diperlukan adalah membuat pendidikan dan pelatihan lebih relevan, meminta saransaran dari pelaut yang berpartisipasi dalam kursus untuk memperbaiki sistem. Studi menunjukan kontradiksi yang jelas dalam sistem dirancang untuk memperbaiki pendidikan dan pelatihan bagi pelaut. Kata kunci: Samudra, laut, pelatihan berbasis kompetensi, keselamatan kelautan, kualifikasi ABSTRACT : In highlighting contradictions in the education and training system is currently Maritime Education Trainee (MET) based on competencebased education, training and assessment, and the theory of the need for the failure to make the training more useful. The purpose of this study to find out where, most likely trouble spots in the practice of CBT (Computer Base Training) in the maritime domain leads to suboptimal effect (suboptimal) of the training system. With descriptive methods of design methodology approach a case study of the education and training of the International Maritime domain. Sources of data include historical documents, rules and regulations on Maritime Education Trainee (MET) syllabus, handouts, examples, questions, field notes, and interview with the sailors and experienced lecturers at maritime colleges. The conclusion of this study are: 1). The study shows a clear contradiction in the system designed to improve education and training for seafarers, 2) do not claim that these contradictions led to the low competency and caused many accidents sailor sea caused by human error or individuals most competence, 3) the fix what is needed is to make education and training more relevant, ask for suggestions from sailors who participated in the course of weeks to fix the system. Studies have shown a clear contradiction in a system designed to improve education and training for seafarers. Keywords: ocean, sea, competencybased training, maritime safety, qualifications PENDAHULUAN Latar belakang dari penelitian ini adalah bahwa meskipun sistem pendidikan dan pelatihan Inter nasional cukup berkembang luas, yang membutuhkan para pelaut untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sepanjang dunia kehidupan kerja, masih saja ada sejumlah besar kecelakaan maritim yang pada akhirnya disebabkan oleh kesalahan manusia. Mitropoulos, sekretaris Jenderal Organisasi Maritim International (IMO), sebuah lembaga teknis dari PBB, mengingatkan komite keselamatan maritim menyusul serangkaian kecelakaan di laut yang serius barubaru ini. Hal ini sangat menyedihkan dan mengecewakan bahwa kecelakaan yang disebabkan dari kapal masih terjadi, terlepas dari kerja secara menyeluruh yang terdaftar pada International Maritime Organization melakukan selama bertahuntahun, sementara itu dan meskipun kita belum mencapai setengah tahun, ada kekhawatiran dengan jumlah korban meninggal secara tragis sejak awal. Penilaian didasarkan pada hilangnya total nyawa kurang lebih 1.400 jiwa penumpang kapal ferry dalam konteks korban yang melibatkan kecelakaan kapal ferry penumpang (Mitropolos, 2006). Lebih dari 80 persen dari kecelakaan Maritim disebabkan oleh kesalahan Manusia (Human Error) diatas kapal yang dikenal dengan istilah “Human Element on board ship” dan kecelakaan maritim bukanlah fenomena baru. Alasan mengapa kecelakaan terus menimpa kapal, dalam sebagian besar kasus, karena faktor manusianya yang tidak mengalami tindakan yang tepat untuk mencegah masalah, atau melakukan sesuatu tetapi dengan cara yang salah (O’Neil, 2003). Dalam menanggapi masalah itu dan dengan tujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan (O’Neil 2001), International Maritime Organization (IMO) mengadopsi konvensi standar pelatihan,

Upload: others

Post on 02-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONTRADIKSI DALAM PRAKTEK PELATIHAN TERHADAP PENILAIAN

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017218

ISSNISSN­L

2337­66862338­3321

KONTRADIKSI DALAM PRAKTEK PELATIHAN TERHADAPPENILAIAN KOMPETENSI

HM. ThamrinAkademi Maritim “Djadajat”

Email: [email protected]

ABSTRAK: Dalam menyoroti kontradiksi dalam system pendidikan dan pelatihan Maritim saat ini Maritime Education Trainee (MET)yang didasarkan pada kompetensi berbasis pendidikan, pelatihan dan penilaian, dan teori perlunya kegagalan untuk membuat pelatihanlebih bermanfaat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemungkinan permasalahan dalam praktek CBT (Computer Base Training)dalam domain Maritim yang mengarah ke efek suboptimal (tidak optimalnya) dari sistem pelatihan. Dengan metode deskriptif dengansebuah studi kasus pendidikan dan pelatihan domain Maritim International. Sumber data termasuk dokumen sejarah, aturan danperaturan tentang Maritime Education Trainee (MET) silabus, handout, contoh, pertanyaan, catatan lapangan, dan wawacara denganpara pelaut dan dosen yang berpengalaman pada perguruan tinggi maritim. Hasil dari penelitian ini adalah: 1) Studi menunjukankontradiksi yang jelas dalam sistem dirancang untuk memperbaiki pendidikan dan pelatihan bagi pelaut, 2) tidak mengklaim bahwakontradiksi­kontradiksi ini menyebabkan kompetensi yang rendah dan menyebabkan pelaut banyak terjadi kecelakaan laut yangdisebabkan oleh kesalahan manusia atau individu yang paling kompeten, 3) cara mengatasinya apa yang diperlukan adalah membuatpendidikan dan pelatihan lebih relevan, meminta saran­saran dari pelaut yang berpartisipasi dalam kursus untuk memperbaiki sistem.Studi menunjukan kontradiksi yang jelas dalam sistem dirancang untuk memperbaiki pendidikan dan pelatihan bagi pelaut.

Kata kunci: Samudra, laut, pelatihan berbasis kompetensi, keselamatan kelautan, kualifikasi

ABSTRACT: In highlighting contradictions in the education and training system is currently Maritime Education Trainee (MET) basedon competence­based education, training and assessment, and the theory of the need for the failure to make the training more useful.The purpose of this study to find out where, most likely trouble spots in the practice of CBT (Computer Base Training) in the maritimedomain leads to sub­optimal effect (suboptimal) of the training system. With descriptive methods of design methodology approach a casestudy of the education and training of the International Maritime domain. Sources of data include historical documents, rules andregulations on Maritime Education Trainee (MET) syllabus, handouts, examples, questions, field notes, and interview with the sailorsand experienced lecturers at maritime colleges. The conclusion of this study are: 1). The study shows a clear contradiction in the systemdesigned to improve education and training for seafarers, 2) do not claim that these contradictions led to the low competency andcaused many accidents sailor sea caused by human error or individuals most competence, 3) the fix what is needed is to make educationand training more relevant, ask for suggestions from sailors who participated in the course of weeks to fix the system. Studies haveshown a clear contradiction in a system designed to improve education and training for seafarers.

Keywords: ocean, sea, competency­based training, maritime safety, qualifications

PENDAHULUANLatar belakang dari penelitian ini adalah bahwa

meskipun sistem pendidikan dan pelatihan Inter­nasional cukup berkembang luas, yang membutuhkanpara pelaut untuk terus meningkatkan pengetahuandan keterampilan sepanjang dunia kehidupan kerja,masih saja ada sejumlah besar kecelakaan maritimyang pada akhirnya disebabkan oleh kesalahanmanusia. Mitropoulos, sekretaris Jenderal OrganisasiMaritim International (IMO), sebuah lembaga teknisdari PBB, mengingatkan komite keselamatan maritimmenyusul serangkaian kecelakaan di laut yang seriusbaru­baru ini.

Hal ini sangat menyedihkan dan mengecewakanbahwa kecelakaan yang disebabkan dari kapal masihterjadi, terlepas dari kerja secara menyeluruh yangterdaftar pada International Maritime Organizationmelakukan selama bertahun­tahun, sementara itu danmeskipun kita belum mencapai setengah tahun, ada

kekhawatiran dengan jumlah korban meninggalsecara tragis sejak awal. Penilaian didasarkan padahilangnya total nyawa kurang lebih 1.400 jiwapenumpang kapal ferry dalam konteks korban yangmelibatkan kecelakaan kapal ferry penumpang(Mitropolos, 2006).

Lebih dari 80 persen dari kecelakaan Maritimdisebabkan oleh kesalahan Manusia (Human Error)diatas kapal yang dikenal dengan istilah “HumanElement on board ship” dan kecelakaan maritimbukanlah fenomena baru. Alasan mengapa kecelakaanterus menimpa kapal, dalam sebagian besar kasus,karena faktor manusianya yang tidak mengalamitindakan yang tepat untuk mencegah masalah, ataumelakukan sesuatu tetapi dengan cara yang salah(O’Neil, 2003). Dalam menanggapi masalah itu dandengan tujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan(O’Neil 2001), International Maritime Organization(IMO) mengadopsi konvensi standar pelatihan,

Page 2: KONTRADIKSI DALAM PRAKTEK PELATIHAN TERHADAP PENILAIAN

HM. Thamrin,218 ­ 223

Kontradiksi Dalam Praktek PelatihanTerhadap Penilaian Kompetensi

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017219

certification dan Watchkeeping for seafares 1978(STCW’78) tidak terbukti efektif (Mc Carter, 1999).IMO secara lengkap merevisi ketentuan­ketentuandan memperkenalkan sistem pelatihan bertujuankompetensi, tingkat atribusi dari unsur manusiadalam kecelakaan terus meningkat (Alop, 2004).

Penelitian ini bertujuan dirancang untuk menge­tahui di mana, kemungkinan titik permasalahandidalam praktek CBT (Computer Base Training)dalam domain maritim yang mengarah ke efek sub­optimal (tidak optimalnya) dari sistem pelatihan.

METODOLOGI PENELITIANMetode penelitian ini deskripsi, dan melaporkan

studi kasus ini dari komponen yang berbeda daripendidikan maritim dan pelatihan, MET (MaritimeEducation Trainee) dan kemudian dilanjutkan untukmengartikulasikan cara di mana prakek penilaianbelajar mempengaruhi pembelajaran dan fokus daripeserta pelatihan. Hasil penelitian dalam pelatihanselalu tidak serius hampir rata­rata saat menerimamata kuliah atau pembelajaran para peserta pelatihan,selalu menggunakan handphone bila ada kesempatandi dalam ruangan belajar atau ada yang menggunakandegan cara SMS­an, ini menyatakan ketidak seriusanatau tidak dapat fokus dalam menerima ilmukelautan, menyimpulkan dengan beberapa sarandengan sistem Marine Education Trainee (MET).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah PelautPelaut, atau awak kapal, termasuk petugas dek

dan mechanics, mengoperasikan kapal ke seluruhdunia. Masing­masing memiliki spesifikasi, tingkatkesulitan dan tanggung jawab pekerjaan yangbervariasi dalam pelaksanaannya. Kebutuhan pemilikkapal yang ingin memastikan bahwa karyawan atauawak kapal mereka harus terlatih, terampil, dan andaldalam mengoperasikan kapal atau mengolah gerakkapal, dengan pergerakan mesin kapal. MenurutLasse (2014:41), pergerakan kapal pada berbagailiteratur dikatakan bahwa mengendalikan gerakankapal adalah seni. Olah gerak kapal meng­kombinasikan sejumlah variabel yang kompleks dantidak dapat disebut secara beberapa kali dikeluarkankomando. Awalnya pemerintah secara sendiri­sendiirimenetapkan standar pelatihan mereka masing­masing, sertifikasi petugas, pengawasan danpenilaian, sering tanpa mengacu pada praktek yang

ada di negara lain. Akibatnya, standar dan prosedurbervariasi (Mop, 2004). Tapi fakta bahwa duniaperkapalan secara historis sudah mendunia semuaindustri perkapalan dunia membutuhkan sertifikasistandar tunggal seluruh dunia.

Pengembangan sertifikasi standar tunggal didalam Universitas standar, telah diakui bahwa caraterbaik untuk meningkatkan keselamatan di lautadalah melalui pengembangan peraturan Internationalyang disebut International Safety Management–Code(ISM­Code), tahun 2009, atau manajemen kese­lamatan Internasional, Menurut Undang­Undang No.17 tahun 2008 Tentang pelayaran, Keselamatan dankeamanan pelayaran adalah: keadaan terpenuhinyapersyaratan keselamatan dan keamanan yang me­nyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, danlingkungan maritim. Pada tahun 1948 per­serikatanBangsa­Bangsa menerbitkan Inter­GovernmentalMaritime Consultative Organization (IMO) sejaktahun 1982, Visi asli dari IMO adalah untukmeningkatkan keselamatan dengan mengikatkanaspek teknis pengiriman barang melalui kapal.

Konvensi International tentang standar pelatihan,sertifikat dan pengawasan Watch Keeping untukpelaut 1978 STCW’78 menetapkan standarkualifikasi untuk petugas senior, mekanik dan awakkapal, yang harus di penuhi oleh semua negara.

Kompetensi Berbasis PelatihanKompetensi berbasis kinerja pada tahun 1960

perkembangan di Amerika Serikat pada pendidikanguru keguruan berbasis kinerja (FBTE). Kemudiandapat ditelusuri lebih jauh pada tahun 1920­an,gagasan reformasi pendidikan terkait dengan industrimodel/bisnis berpusat pada spesifikasi hasil dalamperilaku (Burke, 1989). Pelatihan mendatangkanperubahan. Pelatihan (training), adalah pendidikanmelalui jalur non­formal, yakni sebagai pengganti,tambahan dan/atau pelengkap pendidikan jalurformal. Pelatihan ditujukan untuk menciptakankeseimbangan antara kebutuhan dalam menjalankantugas secara prima di satu sisi lain.

Pelatihan berbasis kompetensi didasrkan padaeksplisit perilaku atau berbasis hasil penyataan,Ivansevich dalam Lasse (2014) menyatakan:

“Training is the systematic process of altering thebehavior of employees in a direction that willachieve organization goals, Training is related topresent job skills and abilities. It has a currentorientation and helps employees master specificskills and abilities needed to be successful“

Page 3: KONTRADIKSI DALAM PRAKTEK PELATIHAN TERHADAP PENILAIAN

HM. Thamrin,218 ­ 223

Kontradiksi Dalam Praktek PelatihanTerhadap Penilaian Kompetensi

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017220

Telah dicatat bahwa ide CBT tidak baru, sepertipelatihan kerja dilakukan ratusan tahun yangdilakukan ratusan tahun yang lalu (Blank, 1982). Iniadalah cara kembali ke pribadi, pendekatan individualuntuk transfer keterampilan dari senior untuk pemula,Pendidikan dan Pelatihan berbasis kompetensi,kadang­kadang dimodifikasi istilahya menjadi“Berbasis Kinerja“ atau “Berbasis Hasil“ atauBerbasis Standar/Validasi” memicu timbulnyagelombang baru pada 1980­an terutama di Eropa. Dibeberapa Negara CBT diintegrasikan ke dalam sistempendidikan nasional, (Lewan, 2002a), seperti sistemkualifikasi kejujuran Nasional di Inggris, diikuti olehSkotlandia, Wales, Australia, dan Selandia Baru, kerja1998. Manajemen Kinerja terdapat beberapapandangan para pakar tentang pengertian manajemenkinerja. Manajemen sebagai proses komunikasi yangdilakukan secara terus­menerus dalam kemitraanantara karyawan dengan atasan langsungnya,(Wibowo, 2016:7). Sumber Daya Manusia berbasisKompetensi dan Profesional, menurut Veithzal Rivaidan Sagala (2010:289) adalah keberadaan manusiadalam organisasi memiliki posisi yang sangat vital.Keberhasilan organisasi sangat ditentukan olehkualitas orang­orang yang bekerja di dalamnya.Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntutkemampuan mereka dalam menangkap fenomenaperubahan tersebut. Pelatihan berbasis kompetensididasarkan pada eksplisit perilaku atau berbasis hasilpernyataan (Smith dan Keating, 1997). Bahwa ituberhubungan dengan kehidupan sehari­hari kinerjadiluar sekolah dan mencerminkan output dari padainput, (Fletcher, 2000). Pendapat Sudaryono(2014:123), perilaku organisasi (organizationbehavior) merupakan bidang studi yang melengkapidan mempelajari pengaruh yang dimiliki olehindividu, kelompok, dan struktur terhadap perilakudalam organisasi.

IMO mengadopsi standar Model Inggris CBTuntuk STCW”95 (Window, 2005). Pendidikanberbasis kompetensi dianggap oleh beberapa orangsebagai jawabannya, tetapi oleh orang lain dianggapsebagai jawaban yang salah, untuk peningkatanpendidikan dan pelatihan di dunia yang komplekssaat ini. Pendukung CBT mempromosikan sebagaicara untuk meningkatkan korespondensi antarapendidikan/pelatihan dan persyaratan kerja (Harrisdkk, 1995). Itu membuat sejelas mungkin apa yangharus dicapai dan standar untuk mengukur pretasi.Namun tidak ada pemisahan yang diperlukan antara

kompetensi dan Pendidikan, Manajemen SumberDaya Manusia Berbasis Kompetensi, menurutWibowo (2016:280), kondisi lingkungan bisnisdimasa depan menunjukan meningkatnya teknologidan perusahaan sosial. Di satu sisi harus mengikutiperkembangan teknologi, di sisi lain semakinmeningkat tanggung jawab sosial organisasi. Per­geseran informasi ekonomi memerlukan knowledgeworker, tingkat sumber daya manusia memilikipengetahuan semakin tinggi, sementara itupersaingan global semakin intensif.

Praktek Pendidikan dan Pelatihan MaritimPendidikan dan pelatihan sistem maritim diatur

oleh konvensi internasional. Seperti Konvensi AsliSTCW’78, sepenuhnya direvisi untuk memenuhitujuannya. Meskipun ini standar baru (STCW’95)atribusi unsur manusia dalam kecelakaan kapal tidakmenurun. Kurangnya keberhasilan konvensi barudalam mencapai tujuannya, (Chawla, 2006, Wilson,2007) penelitian menemukan kontradiksi. Studimenunjukan bahwa pelaut terlatih dalam sistem iniumumnya tidak yakin bahwa pendidikan yangmereka terima tidak banyak manfaat bagi mereka.Salah satu pelaut yang menyatakan hal itu dengancara yang “agak khas“. Pendidikan ini hanyamembuat kita seperti patung, dirancang untuk tidakmembantu kita dalam bekerja. Peserta lain yangbersertifikat, mengungkapkan pengalamannya darisistem ini dan tidak mempercayai kualitas dirinyasendiri, meskipun ia berhasil dalam ujian kompetensi.Dia hanya belajar sedikit. Komentar ini dari pelautberpengalaman menghadiri kursus persyaratan untuksertifikat tingkat kedua kompetensi yang tidak bisa.Pertanyaan adalah bagaimana praktek saat dalampendidikan maritim, pelatihan dan sertifikasimengakibatkan kontradiksi yang jelas antara niatkurikulum dan pengalaman siswa? Menurut standarbaru, masing­masing calon sertifikat sebagai pejabatyang bertanggung jawab atas pengawasan navigasikapal harus mampu menunjukan kompetensi yangditentukan dalam konvensi.

Pendidikan Perguruan TinggiPendidikan formal dirancang untuk memberikan

pengetahuan dan pemahaman yang diperlukan olehuntuk mendasari tugas masa depan mereka padapekerjaan. Begitu juga halnya dengan MET: Tujuanutamanya adalah untuk memberikan siswa latarbelakang teoritis dan pengetahuan yang merekabutuhkan di kapal, tetapi dalam prakteknya tidak

Page 4: KONTRADIKSI DALAM PRAKTEK PELATIHAN TERHADAP PENILAIAN

HM. Thamrin,218 ­ 223

Kontradiksi Dalam Praktek PelatihanTerhadap Penilaian Kompetensi

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017221

semuanya terlaksana. Studi menunjukan mengapatujuan dari MET tidak sepenuhnya mencapaitujuannya dalam praktek. Pelaut dan Dosen dalampenelitian tidak percaya pada gagasan pengetahuanyang dapat ditransfer ke pekerjaan. MenurutArwildayanto (2013:118) manajemen pendidikantinggi setelah membahas masalah budaya kerjadosen, terdiri dari nilai, sikap, dan kebiasaan yangberaneka ragam dalam konteks manajemenpendidikan tinggi sangat relevan untuk dipahami.Manajemen Pendidikan Tinggi sebagai kegiatanpembagian pekerjaan dan pengkoordinasian kembalisumber daya manusia yang terlibat dalam kegiatandemi realisasi tujuan Tridharma Perguruan Tinggimau tidak mau bukan saja psyche dosen yangdikelola terhadap tugas yang diembannya danlingkungan kerjanya.

Oleh karena itu sebuah kontradiksi munculantara apa yang diharapkan menjadi kasus dan apasebenarnya terjadi dalam pendidikan dan pelatihan.Kompetensi yang diatur oleh Administrasi Maritim:apa yang diajarkan untuk penilaian sertifikasi tidakbertetapan dengan apa yang dibutuhkan di atas kapal­board kapal, sehingga siswa belajar untuk lulus tesbukan belajar untuk kesiapan kerja. Pendidikanperguruan tinggi bukanlah persyaratan untukmemperoleh sertifikat tetapi keberhasilan dalampenilaian keterampilan tertentu baik secara tertulisdan lisan yang dilakukan oleh penilai merupakanpersyaratan wajib. Setelah sukses ujian tetulis dalambentuk ganda dan jawaban panjang, siswa jugamengikuti ujian lisan, ada persyaratan khusus daripemerintah untuk menilai kompetensi calon untuksemua tugas.

Pelatihan Berbasis Perguruan TinggiBerbeda dengan bagian pendidikan lain,

pelatihan di perguruan tinggi maritim lebih efektifuntuk mencapai tujuan, tetapi pelatihannya hanyaterbatas mencakup bagian dari keterampilan yangdibutuhkan pelaut di kapal. Akibatnya tidak menutupkesenjangan yang ada antara apa yang dipelajari danapa yang dibutuhkan pada pekerjaan. Pelatihan yangefektif dan sukses adalah didalam serangkaian kursusteknik durasi pendek diperguruan tinggi adalah aspekwajib dari sistem sertifikasi. Kursus pelatihanumumnya disetujui oleh pemerintah. Ini berartibahwa dalam kasus perguruan tinggi memilikikewenangan untuk menilai siswa dan menerbitkansertifikat.

Persyaratan Pelaut dan Pelatihan BerdasarkanPeraturan

Berdasarkan peraturan Menteri PerhubunganNomor PM 70 tahun 2013 tentang Pendidikan danPelatihan, Sertifikasi serta Dinas Jaga Laut,menjelaskan selain peraturan ini masih banyak lagiperaturan­perturan yang berhubungan pendidikan danpelatihan­pelatihan didalam ketentuan umum dalamkeputusan aturan ini menyatakan definisi­definisiseperti Kepelautan, Pengawakan, Pendidikan,Pensertifikatan, Kewenangan serta hak dan kewajibanpelaut, pendidikan dan pelatihan kepelautan yangdisingkat, Diklat Kepelautan, pencapaian tingkatkeahlian dan keterampilan tertentu sesuai denganjenjang dan jenis kompetensi untuk pengawakankapal niaga.

Program pendidikan dan pelatihan keahlianpelaut adalah program Diklat untuk mendapatkankecakapan dan keterampilan untuk melakukan tugasdan/atau fungsi tertentu di kapal. LembagaPendidikan dan pelatihan kepelautan adalah lembagadiklat yang dikelola oleh pemerintah ataumasyarakat dalam menyelenggarakan program diklatkeahlian dan/atau keterampilan pelaut yang sesuaiketentuan peraturan perundang­undangan.Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristikyang dimiliki oleh seseorang berupa seperangkatpengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harusdihayati dan dikuasai untuk melaksanakan tugaskeprofesionalisme. Sertifikat Keahlian Pelaut adalahsertifikat yang diterbitkan dan dilakukan untukNakhoda, Perwira, Operator Rado melakukan tugasdi atas kapal sesuai dengan GMDSS (GlobalMaritime Distress and Safety System).

Pelatihan di KapalDi antara pelaut, latihan di kapal umumnya

dianggap bagian terbaik dari sistem dalammengembangkan kompetensi yang mereka butuhkanuntuk bertindak berhasil di kapal. Sedangkan adapotensi besar dalam pelatihan di kapal, penelitianmenunjukan bahwa dalam prakteknya tidak dianggapserius oleh sebagian besar staf kapal dan siswa dan,sebagai hasilnya, hasil belajar tidak bisa ditebak.Masalah utama yang dihadapi adalah kurangnyapengawasan dan kerja sama dengan siswa yangbelajar di kapal, baik pada petugas, perusahaanpelayaran, dan lembaga pelatihan (Lewarn, 2002b).Bekerja di kapal untuk jangka waktu tertentu jugamerupakan prasyarat untuk sertifikat kompetensi.

Page 5: KONTRADIKSI DALAM PRAKTEK PELATIHAN TERHADAP PENILAIAN

HM. Thamrin,218 ­ 223

Kontradiksi Dalam Praktek PelatihanTerhadap Penilaian Kompetensi

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017222

Calon diminta untuk memberikan bukti bahwamereka berhak untuk mendapatkan sertifikat. Idenyaadalah agar kandidat mendapatkan kompetensi yangberhubungan dengan pekerjaan yang merekaperlukan. Tidak ada pengawasan untuk latihan pelautdi kapal dan tidak ada jaminan bahwa siswa benar­benar memperoleh kompetensi yang diperlukan, yangdi tetapkan oleh MET.

Ada metode alternatif untuk pelatihan terstrukturdikapal yang disebutkan di atas. Metode alternativeini dinyatakan dalam STCW 95 (regulasi II/1 bagian22) pada saat pelatihan di kapal harus menghasilkanwaktu yang lebih lama. Dengan cara ini calon tidakharus memberikan bukti aktual pelatihan in­serviceselain menghabiskan waktu di kapal. Dalam metodeini tidak ada pengawasan terhadap siswa belajar ditempat kerja dan sebagai hasilnya tidak adapengawasan terhadap siswa belajar di tempat kerjadan sebagai hasilnya tidak ada penilaian. Semuapelaut dalam penelitian telah menerima pelatihanmereka dengan cara ini. Kerja terstruktur dan tanpapengawasan, menciptakan hasil pelatihan yang takterduga. Tidak akan ada sistem pelatihan di tempatuntuk mengontrol variabel yang mempengaruhikompetensi yang diperoleh. Pengamatan menunjukanbahwa pelaut tidak menerima level targetketerampilan dan kompetensi yang dibutuhkan. Salahsatu pelaut mengalami menyatakan:

“Waktu dilaut tidak terstruktur sama sekalidengan cara apapun. Hanya manusia di kapalyang melakukan pekerjaan yang siapa pun akanmelakukannya. Anda tidak melatih diri anda ditempat kerja. Anda belajar sendiri dan tahukahanda, jika anda termotivasi itu baik dan jika andatidak, anda tidak akan tahu apa yang anda akanlakukan di dunia kerja nanti.”

Meskipun STCW"95 menetapkan bahwapelatihan kerja di kapal adalah salah satu bagian yangpaling penting dari sistem pelatihan, ternyata dalamprakteknya, aspek ini yang paling menjanjikan daripelatihan dikaitkan dengan hasil pelatihan yang sudahdiprediksi.

Penilaian untuk SertifikasiPenilaian merupakan bagian penting dari setiap

sistem pelatihan. Ini memberikan gambaran apakahtujuan dari sistem bertemu dan apakah siswamengembangkan keterampilan dan pengetahuan yangditargetkan (Lefrancois, 2000). Tetapi, di sekolah­sekolah menengah umum menunjukan, penilaiansebenarnya bertentangan dengan pencapaian tujuan

pendidikan (misalnya Roth, 1998, 2000). Pengamatandalam penelitian baru­baru ini menunjukan bahwa inijuga terjadi di MET, yang mengarah ke kontradiksididalam beberapa aspek dari sistem menjadihambatan untuk mencapai tujuan dari CBT secarakeseluruhan. Setelah menyelesaikan pendidikan danpelatihan di perguruan tinggi dan di kapal,administrator memastikan apakah calon memenuhisyarat untuk menerima sertifikat kompetensi.Meskipun STCW menetapkan sertifikasi maritimharus didasarkan pada kompetensi, penelitianmenunjukan penekanan pada penilaian pengetahuandengan cara ujian tertulis dan lisan.

Hal ini akan mengubah cara pelaut melaksanakanpendekatan belajar mereka dan menggeser tujuanmereka dari memperoleh kompetensi untukmenghafal apa yang diperlukan agar lulus ujian.Persepsi siswa tentang penilaian membentuk carapendekatan mereka untuk belajar. Mereka membahasmateri ujian sejak dari awal kursus dan takut terhadappertanyaan­pertanyaan ujian, siswa hanya terfokuspada satu permasalahan saja di ujian. Misalnya,mereka meragukan keabsahan soal ujian, mengingatpertanyaan yang tidak relevan dan tidak memilikiimplikasi praktis untuk pekerjaan mereka di kapal.Kim berpendapat mengungkapkan “Banyak hal padaujian seperti, informasi yang tidak relevan dengan apayang di praktekkan dan bahkan dengan teori yang dipelajari hari ini." Instruktur tampaknya setuju,“Cukup sering ujian mencerminkan sejarah, daninformasinya sudah ketinggalan jaman. Misalnya,mahasiswa menjawab pertanyaan­pertanyaan dalamujian yang untuk topik, ujian pada tahun 1976”.

Cara sistem penilaian Kovensional yang saat inibahkan tidak mencapai tujuannya yang menilaipengetahuan seorang petugas yang dibutuhkandikapal yang di tuntut keberhasilannya dalampelaksanaan tugas. Karena pertanyaan ujian diambildari bank soal, mereka mungkin muncul identik diujian dengan waktu yang berbeda: “Ya mereka semuasama. Mereka tidak berubah dalam tiga puluh tahun,empat puluh tahun, Anda tahu, mereka telahdikonversi dari imperial ke metric.“ Temuan­temuanharus konsisten dengan penelitian lain yangmenunjukan ujian yang digunakan kembali padatahun yang berbeda, pertanyaan yang sama dari tahunke tahun (Stutman, 1997). Menurut Boud (1995) danStryven dkk (2005), persepsi siswa tentang penilaiansecara signifikan mempengaruhi pendekatan merekauntuk belajar dan belajar. Hal ini mempengaruhi

Page 6: KONTRADIKSI DALAM PRAKTEK PELATIHAN TERHADAP PENILAIAN

HM. Thamrin,218 ­ 223

Kontradiksi Dalam Praktek PelatihanTerhadap Penilaian Kompetensi

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017223

seluruh sistem pendidikan dan pelatihan bagi siswayang betujuan lulus ujian, mengetahui semua itumereka yang harus lakukan adalah bersiap­siap untukserangkaian pertanyaan yang sebagian besardiketahui.

Instruktur lainnya harus mengajarkan anda untuklulus ujian, hak mereka harus mengajarkan jenis tipudaya untuk mendapatkan anda lulus ujian. Hal inisangat membuang­buang waktu. Menjawabpertanyaan­pertanyaan ini menjadi tujuan utamabelajar mengajar, yang membuat instruktur untukterus memikirkan solusinya, “Jadi apa yang harusdilakukan adalah mencoba untuk mencari tahu apayang diinginkan Training Center (TC) dan yang harusdihentikan adalah membuang­buang banyak waktubelajar siswa untuk pembelajaran sejarah dan bukanmengajar yang up to date hari ini“. Dia jugaberorientasi mengajar pengetahuan yang sudah usang,karena ia ingin siswa untuk berhasil dalam ujiansertifikasi, daripada berfokus pada pengajaranketerampilan yang berguna dengan pengetahuan yangmasa kini.

PENUTUP

KesimpulanStudi menunjukan kontradiksi yang jelas dalam

sistem dirancang untuk memperbaiki pendidikan danpelatihan bagi pelaut. Tidak mengklaim bahwakontradiksi­kontradiksi ini menyebabkan kompetensiyang rendah dan menyebabkan pelaut banyak terjadikecelakaan laut yang disebabkan oleh kesalahanmanusia atau individu­individu yang palingkompeten. Cara mengatasinya apa yang diperlukanadalah membuat pendidikan dan pelatihan lebihrelevan, meminta saran­saran dari pelaut yangberpartisipasi dalam kursus untuk memperbaiki

sistem. Studi menunjukan kontradiksi yang jelasdalam sistem dirancang untuk memperbaikipendidikan dan pelatihan bagi pelaut.

Saran­saranDifokuskan terutama pada dua isu, program itu

sendiri dan ujian. Ada beberapa menyarankan bahwaperbaikan harus terutama berasal dari administrator,mereka regulator dan juga pengawas Ujian. Trainingsiswa harus patuh dan disiplin jika didalam kelas saatmenerima pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKAArwildayanto. Manajemen Pendidikan Tinggi Membahas Budaya

Kerja Dosen Terdiri, Nilai, Sikap, dan Kebiasaan BeranekaRagam. Alfabeta. Bandung. 2013.

_________. Tentang Pelatihan Awak Kapal. Raja GrafindoPersada Jakarta. 2014.

International Maritime Organization (IMO). Organisasi Pelautsedunia yang ada PBB Kota London, ISM_Code,International Safety management Koda, ManajemenKeselamatan dikapal. Produk IMO. London. 2009.

_________. Konvensi­Konvensi Tentang Kepelautan. Produk dariIMO. London. 2015.

Lasse, D.A. Pelatihan Kelautan, Raja Grafindo Persada. Jakarta.2014.

_________. Pergerakan Kapal Keselamatan Pelayaran diLingkungan Teritorial. Raja Grafindo Persada. Jakarta.2014.

Republik Indonesia. Undang­Undang no. 17 tahun 2008 tentangPelayaran. Kementerian Perhubungan. 2008

Sudaryono. Prilaku dan Organisasi Merupakan Bidang Studiyang Mengkaji Mempelajari Pengaruh yang Dimiliki OlehIndividu. Lentera Ilmu Cendikia. Jakarta. 2014.

Standar Training Watch Keeping ’78. London. 1978.Standar Training Watch Keeping ’95 (STCW’95). Manila. 2010.Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala, SDM Berbasis

Kompetensi dan Profesionalisme. Raja Grafindo Persada.Jakarta. 2010.

Wibowo. Manajemen Kinerja. Raja Grafindo Persada. Jakarta.2016.

_________. Manajemen SDM Berbasis Kompetensi, KondisiLingkungan Bisnis Dimasa Depan Meningkatnya Teknologi.Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2016.