konsep risk & return dan aplikasinya di lks
DESCRIPTION
Memahami risiko dan return dari konsep dasar dan peentuan harga pada bank syariahTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem ekonomi Islam memberikan kesempatan kepada umatnya untuk beribadah
dan bermuamalah dalam rangka memenuhi kebutuhan rohani dan jasmaninya. Anjuran
untuk menjadi orang kaya dalam islam melekat kepada perintah untuk menunaikan zakat
sebagai bentuk terpenuhinya tingkat kesejahteraan dalam islam (Muzaki)1. Salah satu
cara menuju tingkat sejahtera adalah dengan meningkatkan income dengan cara
memanfaatkan harta secara produktif2. Salah satu cara manusia untuk memproduktifkan
hartanya adalah dengan cara melakukan kegiatan investasi.
Investasi merupakan salah salah satu ajaran dari konsep Islam yang memenuhi
proses tadrij (ilmu pengetahuan yang memiliki gradasi) dan trichotomy (tiga jenis
pengetahuan, yaitu pengetahuan instrumental, pengetahuan intelektual dan pengetahuan
spiritual3. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa konsep investasi selain sebagai
pengetahuan juga bernuansa spiritual karena menggunakan norma syariah, sekaligus
merupakan hakikat dari sebuah ilmu dan amal.
Dalam Al-Quran surat Lukman : 34 Allah secara tegas menyatakan bahwa tiada
seorang-pun yang dapat mengetahui apa yang akan diperbuat dan diusahakannya, serta
peristiwa yang akan terjadi pada esok hari. Sehingga dengan ajaran tersebut seluruh
manusia diperintahkan melakukan usaha/investasi4.
1 Perintah berinfak, zakat dan sedekah; Allah Swt berfirman dalam (QS. Al-Baqarah [2]:267) yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”, (Al-quran in word 2010).
2 Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmuuúl Fatawaa (21/144) menyebutkan bahwa “mencari kekayaan itu bisa jadi hukumnya adalah wajib, yaitu berlaku pada perkara-perkara yang harus dilakukan untuk menunaikan kewajiban-kewajiban.” Para ulama ushul mengatakan, “Maa Laa Yatimmul waajibu illa bihi, fa huwa waajib.. ” Ketika suatu kewajiban tidak dapat sempurna (terlaksana) kecuali dengan sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu menjadi wajib hukumnya.
3 Pendapat Scheller yang dituangkan oleh Rich dalam bukunya the knowledge cycle.4 Dalam Q.S Luqman ayat 34 Allah berfirman yang artinya Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-
Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok[1187]. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-quran in word 2010).
[1187] Maksudnya: manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, Namun demikian mereka diwajibkan berusaha.Ayat tersebut menjadi dasar pemikiran konsep risiko dalam Islam, khususnya kegiatan usaha dan investasi. Selanjutnya dalam surat Al Hasyr ayat 18, Allah berfirman yang artinya “ Hai orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-quran in word 2010).
1
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw bersabda Dari Amr bin Syuaib, dari
ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda: Ingatlah, Barangsiapa
menjadi wali anak yatim yang memiliki harta, hendaklah dia menggunakannya berbisnis
(keuntungannya) untuk anak yatim, dan jangan membiarkan harta itu dimakan oleh
sedekah (zakat)5. (H.R Baihaqi)
Selain itu kegiatan investasi atau perputaran harta dalam Islam tidak boleh hanya
dalam satu golongan saja. Hal ini sesuai dengan apa yang tertuang dalam Q.S Al-Hasyr
ayat 7 yang artinya:” ....Supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya
diantara kamu.”
Kegiatan investasi yang sesuai dengan syariah Islam adalah usaha untuk
menghasilkan kehidupan yang mulia (falah), memberikan manfaat (maslahah) dan
menghindari cara investasi yang dilarang, yaitu riba, gharar dan maysir. Namun
demikian, investasi yang produktif dapat dilakukan dengan saling bekerjasama dan
profesional dalam melaksanakan prinsip tujuan utama syariat6.
Investasi baik dalam konteks konvensional maupun syariah adalah kegatan usaha
yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian sehingga
perolehan kembaliannya atau return tidak pasti dan tidak tetap. Manusia merencanakan
Allah yang menentukan. Unit ekonomi ketika dihadapkan dengan ketidakpastian
berusaha melakukan spekulasi, memprediksi, atau memahami masa depan dengan
informasi yang tersedia dan alat pemproses informasi tersebut. Secara natural, dalam
kegiatan usaha, di dunia ini tidak ada seorangpun yang menginginkan usaha atau
investasinya mengalami kerugian. Bahkan dalam tingkat makro, sebuah negara juga
mengharapkan neraca perdagangannya yang positif7.
5 Meskipun hadits ini tergolong dlaif, sehingga muncul perbedaan pendapat mengenai kewajiban zakat atas harta anak yatim yang belum baligh, tetapi pendapat yang kuat menyatakan bahwa anak yatim yang kekayaannya telah mencapai satu nishab, - mungkin dia dapatkan dari warisan atau lainnya- maka walinya wajib mengeluarkan zakat atas harta itu. http://www.stiualhikmah.ac.id/index.php/kecerdasan-finansial/188-investasi-dalam-pandangan-al-qur-an-sunnah. Accesed 20 Oktober 2015.
6 Anugerah Allah Swt yang tiada terhingga Allah Swt berfirman dalam (QS. An-Nahl [16]:14): “Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (Al-quran in word 2010).
Dalam (QS. Al-Hijr [15]:19-20) Allah berfirman yang artinya “ Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya.” (Al-quran in word 2010).
Ayat ini menjelaskan diperbolehkannya manusia untuk memanfaatkan hasil bumi, baik pertanian, pertambangan, bahkan hewan dan tumbuhan untuk kebutuhan manusia. Manusia bisa memanfaatkannya untuk kemakmuran hidup atau jalan memperoleh kekayaan.
2
Kaidah syariah tentang imbal hasil dan risiko adalah Al ghunmu bil ghurmi,
artinya risiko akan selalu menyertai setiap ekspektasi return atau imbal hasil. (risk goes
along return). Dalil al kharaj bi al dlaman merupakan dasar pada semua bentuk kontrak
keuangan dalam hukum islam. Rumusan atau dalil tersebut dalam arti yang sederhana
mensyaratkan bahwa manfaat (return) dan kewajiban (risiko) berjalan secara bersama-
sama8. Sehingga ketidakpastian secara intrinsik yang terkandung dalam setiap aktivitas
ekonomi dapat di ukur dan diperdiksi secara logis sesuai probabilitasnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat di ambil permalasahan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah konsep risiko menurut pandangan konvensional dan keuangan
islam?
2. Bagaimanakah konsep return menurut pandangan konvensional dan keuangan
Islam?
3. Bagaimanakah kaidah fikih risiko dan return dan mitigasinya risiko menurut
Islam?
C. Kerangka Berfikir
7 http://www.yarsi.ac.id/web-directory/kolom-dosen/70-fakultas-ekonomi/196-risiko-dan-spekulasi-dalam-investasi-syariah.html
8 Najmudin. 2011. Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iiyyah Modern. Yogyakarata: Andi Offset.
3
Al-QuranHadistFikih
Risiko ReturnUsaha
InvestasiBisnis
Pandangan Konvensional & Pandangan Islam
Analisis
Hasil
PEMBAHASAN
A. Risiko dalam Pandangan Konvensional
Risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau
kehancuran. Lebih luas, risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang
tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan. Dalam industri keuangan pada
umumnya, terdapat suatu jargon “high risk bring about high return”, artinya jika ingin
memperoleh hasil yang lebih besar, akan dihadapkan pada risiko yang lebih besar pula.
Contohnya dalam investasi saham. Volatilitas atau pergerakan naik-turun harga saham
secara tajam akan membuka peluang untuk memperoleh hasil yang lebih besar, namun
sebaliknya, jika harga bergerak ke arah yang berlawanan, maka kerugian yang akan
ditanggung sangat besar.9
Menurut Ricky W. Griffin dan Ronald Ebert, risiko adalah uncertainty about
future event, adapun Joel G.Siegel dan Jae K.Sim mendefinisikan risiko pada 3 hal:
1. Keadaan yang mengarah kepada sekumpulan hasil khusus dimana hasilnya dapat
diperoleh dengan kemungkinan yang telah diketahui oleh pengambilan keputusan
2. Variasi dalam keuntungan penjualan atau variabel keuangan lainnya
3. Kemungkinan dari sebuah masalah keuangan yang mempengaruhi kinerja operasi
perusahaan atau posisi keuangan
David K. Eiteman, Arthur I Stonehill dan Michael H. Moffet mengatakan bahwa
risiko dasar adalah the mismatching of interest rate bases for associated assets and
liabilities. Sehingga secara umum risiko dapat ditangkap sebagai bentuk keadaan
ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya dengan keputusan yang
diambil berdasarkan suatu pertimbangan. Menurut salah satu definisi, risiko (risk) adalah
sama dengan ketidakpastian (uncertainty). Secara umum risiko dapat diartikan sebagai
suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan
yang merugikan. Van Deer Haidjen (1996) telah membagi ketidakpastian menjadi 3
kategori, yaitu:
9 Fery N. Indroes dan Sugiarto, Manageman Risiko Perbankan, 2006, hal. 7
4
1. Risk, kemungkinannya memiliki preseden historis dan dapat dilakukan estimasi
probabilitas untuk hasil yang mungkin muncul.
2. Structural uncertainties, kemungkinan terjadinya suatu bersifat unik, tidak
memiliki preseden di masa lalu, tetapi tetap mungkin terjadi dalam logika
kausalitas.
3. Unknowables, yaitu kejadian yang secara ekstrim kemunculannya tidak
terbayangkan sebelumnya.
Dalam kategori ini risiko (risk) adalah sebutan bagi kemungkinan kejadian yang
ada preseden historisnya dan mengikuti suatu distribusi probabilitas. Karenanya, risiko
ini dapat diperkirakan setidaknya secara teoritis. Sementara itu Al Suwailem (1999)
menggunakan kata risiko untuk segala sesuatu yang tejadi secara tidak pasti di masa
depan. Ia membaginya dalam 2 kategori, yaitu:
1. Pasive risk, yaitu risiko yang terjadi di mana benar-benar tidak terdapat
perkiraan dan perhitungan yang dapat dipakai. Jadi, hal ini benar-benar suatu
teka-teki yang sama sekali tidak diketahui jawabannya. Perkiraan atas risiko ini
hanya mengandalkan keberuntungan (game of chance), karenanya seseorang
hanya dapat bersifat pasif.
2. Responsive risk, yaitu risiko yang munculnya memiliki penjelasan kausalitas
dan memiliki distribusi probabilitas. Risiko jenis ini, karenanya dapat
diperkirakan dengan menggunakan cara-cara tertentu. Memperkirakan risiko
responsive ini sering disebut pula game of skill, karena perkiraanya didasarkan
atas skill tertentu.
Risiko investasi dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya perbedaan antara
actual return dan expected return, sehingga setiap investor dalam mengambil keputusan
investasi harus selalu berusaha meminimalisasi berbagai risiko yang timbul, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Setiap perubahan kondisi ekonomi baik mikro ataupun
makro akan mendorong investor untuk melakukan strategi yang harus diterapkan untuk
tetap memperoleh return. Risiko dalam sistem profit-share (bagi hasil) tidak terdapat
suatu fixed and certain return sebagaimana bunga, tetapi dilakukan loss and profit
sharing berdasarkan produktifitas nyata dari dana tersebut. Meskipun nisbah bagi hasil
disepakati pada saat awal, tetapi perolehan riil dari bagi hasil ini baru diketahui setelah
dana benar -benar menghasilkan. Sehingga yang bersifat pasti dari sistem ini adalah
nisbah bagi hasilnya, bukan nilai riil bagi hasilnya. Terdapat kemungkinan fluktuasi
5
dalam bagi hasil yang nyata, tergantung pada produktifitas nyata dari pemanfaatan
dana10. Menurut Jones, ada dua tipe risiko, yaitu11:
1. Risiko sistematik (systematic Risk)
Adalah risiko yang berkaitan dengan kondisi yang terjadi di pasar secara
umum, yaitu risiko tingkat bunga, risiko politik, risiko inflasi, risiko nilai tukar, dan
risiko pasar. Disebut pula risiko tidak diversifikasi.
2. Risiko non-sistematik (non-systematic risk)
Adalah risiko yang berkaitan dengan kondisi perusahaan yang terjadi secara
individual, yakni risiko bisnis, risiko laverage, dan risiko likuiditas. Disebut pula
risiko diversifikasi, risiko residual, risiko unik, atau risiko khusus perusahaan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu
penyimpangan tingkat pengembalian yang nyata terhadap tingkat pengembalian
yang diharapkan.
B. Risiko dalam Bisnis dan Keuangan Islam
Sederhananya, risiko adalah kehilangan miliknya (modal/barangnya) atau
kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Dibedakan menjadi dua hal12:
1. Risiko yang wajib adalah risiko dalam investasi yang tidak bisa dihindarkan
sebagai konsekuensi bisnis secara alami. Dalam investasi risiko harus berbanding
lurus dengan keuntungan, jika ada risiko maka ada hak atas keuntungan dan
sebaliknya, jika tidak ada risiko maka tidak ada hak atas keuntungan. Dalam
bisnis risiko memiliki tiga kriteria:
a. Dapat diabaikan ( al-gharar al-yasir)
Untuk suatu torelabe risk kemungkinan dari kegagalan haruslah lebih
kecil daripada kemungkinan tingkat keberhasilannya.
b. Tidak dapat dihnarkan (inevitable/ la yumkinu at-taharruz ‘anhu)
Mengindikasi bahwa tingkat penambahan nilai dari suatu aktivitas
transaksi tidak dapat di wujudkan tanpa adanya kesiapan untuk
menanggung risiko.
c. Tidak diinginkan dengan sengaja (unintentional/ ghairu maqshud)
10 M. B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, , cet. I (Yogyakarta: EKONOSIA, Oktober 2003), hal. 250.
11 Jones, Charles P (2002), Investment: Analysis And Management, 7th ed, New York: Jon Willy and Sons, hal 132.
12 Dr. Oni sahroni, MA, Ir. Adiwarma A. Karim, SE, MBA, MAEP, 2015. Maqashid Bisnis Dan Keuangan Islam, Sintesis Fikih Dan Ekonomi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada) , hal. 212.
6
Mengisyaratkan bahwa tujuan dari suatu transaksi ekonomi yang normal
adalah menciptakan nilai tambah, bukan untuk menaggung risiko.
Sehingga risiko bukan meruoakan sesuatu yang menjadi keinginan dari
suatu transaksi keuntungan investasi13.
2. Risiko yang tidak dibolehkan adalah spekulasi dan teruhan seperti maisir (judi).
Kedua jenis ini adalah gharar dan spekulasi yang di haramkan dalam islam
sebagaimana di tegaskan oleh ibnu taimiyah dalam majmu fatawa:
“Risiko tebagi menjadi dua, yang pertama adalah risiko bisnis yaitu seseorang
yang membeli barang dengan maksud menjualnya kembali dengan tingkat
keuntungan tertentu dan dia bertawakala kepada Allah atas hal tersebut. Ini
adalah risiko yang harus di ambil oeh para pebisnis...bisnis tidak mungkin
terjadi tanpa hal tersebut.. yang kedua adalah maisir yang berarti memakan
harta orang lain dengan cara baathil spekulai iniah yang dilarang Allah dan
rasulnya”.14
3. Maisir (zero, sum game) yang mengandung tindakan memakan harta sesma
secara bathil. Jenis inilah yang di haramkan oleh Allah dan rasulnya.
C. Teori Uncertainty/Ketidakpastian
Uncertainty adalah sebuah kondisi dimana terdapat kemungkinan munculnya
hasil yang lebih dari satu, tetapi probabilitas masing-masing hasil tersebut tidak
diketahui besarnya. Ada perbedaan antara uncertainty dengan risiko, karena risiko
mengacu pada situasi dimana kita dapat merinci semua hasil yang akan muncul beserta
masing-masing probabilitasnya, sementara dalam uncertainty probabilitas dari hasil
tersebut tidak diketahui besarnya15.
Namun dalam beberapa hal, istilah uncertainty dan risiko secara bergantian
digunakan untuk maksud yang sama. Istilah uncertainty sering diterjemahkan dari kata
Bahasa Arab taghrir ( تغرير – yang berarti : akibat, bencana, bahaya, risiko, dan ,(غرر
ketidakpastian. Dalam istilah Fiqih Mu`amalat, taghrir berarti melakukan sesuatu
secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi, atau mengambil risiko
13 Muhammad gunawan Yasni, Risiko dan regulasi bank/kredit dalam persfektif syariah.14 Ibnu Tamiyah, majmu’ fatwa15 Frank Knight membedakan antara uncertainty dengan risiko, dilihat dari probabilitas hasil yang
tidak bisa diketahui besarnya (uncertainty) dan yang bisa diketahui besarnya (risiko). Lihat Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, Edisi Ketiga, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, h : 199-200
7
sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung risiko, tanpa mengetahui dengan persis
apa akibatnya, atau memasuki kancah risiko tanpa memikirkan konsekuensinya16.
Taghrir sama seperti tadlis, keduanya terjadi karena adanya incomplete
information. Namun berbeda dengan tadlis, dimana incomplete information ini hanya
dialami oleh satu pihak saja (unknown to one party, misalnya pembeli saja atau penjual
saja), sementara dalam taghrir, incomplete information ini dialami oleh kedua belah
pihak (baik pembeli maupun penjual). Karena itu kasus taghrir terjadi bila ada unsur
ketidakpastian yang melibatkan kedua belah pihak (uncertain to both parties)17.
Dalam ilmu ekonomi, taghrir lebih dikenal sebagai ketidakpastian (uncertainty)
atau risiko. Dalam situasi kepastian (certainty), hanya ada satu hasil atau kejadian yang
akan muncul dengan probabilitas sebesar 1, (probabilitas mengacu pada besarnya
kemungkinan suatu kejadian akan muncul). Di pihak lain, dalam situasi ketidakpastian
(uncertainty), ada lebih dari satu hasil atau kejadian yang mungkin akan muncul dengan
probabilitas yang berbeda-beda. Dengan demikian terjadi distribusi probabilitas, seperti
dalam gambar berikut ini18 :
Gambar Kepastian : Hasil Tunggal, A (Single Outcome)
Sumber: Adiwarman, 2010.
Sumbu vertikal menyatakan besaran probabilitas, sedangkan sumbu horizontal
menyatakan hasil kejadian. Gambar ini memperlihatkan situasi kepastian (certainty),
dimana hanya ada satu kejadian yang muncul (yaitu A), dengan probabilitas sebesar 1,
dengan demikian kita mengetahui bahwa kejadian A pasti akan muncul.16 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Penerjemah : Soeroyo & Nastangin, Dana Bhakti Wakaf,
Yogyakarta, 1995, Jilid 3, h : 16117 Adiwarman A. Karim, Ekonomi.., hal. 162.18 Ibid., hal 161.
8
HasilA
0,0
1,0
Probabilitas
Gambar Ketidakpastian : Hasil Lebih Dari Satu, A, B dan C (multiple)
Sumber: Adiwarman, 2010.
Gambar ini memperlihatkan situasi ketidakpastian (uncertainty), dimana terdapat
tiga hasil yang mungkin akan muncul, yakni : A, B dan C. Tiga hasil tersebut memiliki
kemungkinan muncul yang berbeda-beda, kemungkinan A muncul adalah 0,25, B
muncul adalah 0,5, sedangkan C muncul adalah 0,25. Jumlah masing-masing
probabilitas tersebut adalah 119. Sebagaimana tadlis, taghrir terjadi dalam empat
bentuk20:
1. Taghrir dalam kuantitas. Contohnya adalah sistem ijon, dimana seorang petani
sepakat untuk menjual hasil panennya (misalnya beras dengan kualitas A)
kepada tengkulak dengan harga Rp. 750.000,00 padahal pada waktu
kesepakatan dilakukan, tanaman padi petani belum dapat dipanen. Dengan
demikian, kesepakatan jual beli dilakukan tanpa menyebutkan spesifikasi
mengenai berapa kuantitas yang dijual (berapa ton, berapa kuintal), padahal
harga sudah ditetapkan. Maka terjadi ketidakpastian dalam hal ini,
menyangkut kuantitas barang obyek transaksi.
2. Taghrir dalam kualitas. Contohnya adalah menjual anak sapi yang masih
dalam kandungan induknya. Penjual sepakat untuk menyerahkan anak sapi
tersebut segera setelah lahir, seharga Rp. 1.000.000,00. Dalam hal ini, baik
penjual maupun pembeli tidak dapat memastikan kondisi fisik anak sapi
tersebut bila sudah lahir. Apakah akan lahir normal, atau cacat, atau bahkan
19 Ibid.20 Ibid.
9
0,5
0,25
0,0A B C
Hasil
Probabilitas
lahir dalam keadaan mati. Dengan demikian terjadi ketidakpastian
menyangkut kualitas barang obyek transaksi.
3. Taghrir dalam harga. Contohnya adalah seorang penjual menyatakan bahwa ia
akan menjual satu unit panci merk A seharga Rp. 10.000,00 bila dibayar tunai,
atau Rp. 50.000,00 bila dibayar dengan kredit selama 5 bulan, kemudian
pembeli setuju. Ketidakpastian muncul karena adanya dua harga dalam satu
akad, tidak jelas harga mana yang berlaku, Rp. 10.000,00 atau Rp. 50.000,00.
Misalkan ada pembeli yang membayar lunas pada bulan ke-3, berapa harga
yang berlaku? Bagaimana menentukan harga bila dibayar lunas sehari sebelum
akhir bulan ke-5?. Dalam kasus ini, walaupun kuantitas dan kualitas barang
sudah ditentukan, tetapi terjadi ketidakpastian dalam harga barang, karena
penjual dan pembeli tidak menyepakati satu harga tertentu dalam akad.
4. Taghrir menyangkut waktu penyerahan. Contoh : Samir kehilangan sepeda
motor Suzuki Shogun-125-nya, Ali kebetulan sudah lama ingin memiliki
motor seperti milik Samir, dan karenanya ingin membelinya. Akhirnya Samir
dan Ali membuat kesepakatan untuk menjual motor tersebut seharga Rp.
8.000.000,00, sedangkan harga pasaran motor tersebut adalah
Rp.13.000.000,00. Motor tersebut akan diserahkan kepada Ali segera setelah
ditemukan. Dalam contoh ini terjadi ketidakpastian menyangkut waktu
penyerahan barang, karena barang yang dijual tidak diketahui keberadaannya.
Mungkin motor tersebut akan ditemukan 1 bulan lagi, 1 tahun lagi, dan bahkan
mungkin tidak akan ditemukan sama sekali.
Secara umum, ketidakpastian dapat terjadi pada empat hal, yaitu : dalam
pertukaran, dalam hasil permainan, dalam bisnis atau investasi, dan dalam risiko murni21.
1. Ketidakpastian dalam Pertukaran
Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, akad/kontrak dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu22:
a. Natural Certainty Contracs
Natural Certainty Contracs adalah akad dalam bisnis yang memberikan
kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu
(timing)-nya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena 21 Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, ibid, h
: 79-8122 Ibid.
10
sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad.
Kontrak-kontrak ini secara `sunnatullah` (by their nature) menawarkan
return yang tetap dan pasti, jadi sifatnya fixed and predetermined. Obyek
pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal
akad dengan pasti, baik dari segi kuantitasnya, kualitasnya, harganya dan
waktu penyerahannya. Yang termasuk dalam kategori ini adalah : kontrak
jual beli, upah mengupah, sewa menyewa dan lain-lain.
Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling bertukar
asetnya (baik real assets maupun financial assets). Jadi masing-masing
pihak tetap berdiri sendiri dan tidak saling bercampur membentuk usaha
baru, sehingga tidak terjadi penanggungan risiko bersama. Misalnya A
memberikan barang ke B, kemudian sebagai gantinya B menyerahkan
uang ke A, di sini barang ditukar dengan uang, sehingga terjadi kontrak
jual-beli. Kontrak-kontrak natural certainty ini dapat dijelaskan dengan
sebuah teori umum yang diberi nama teori pertukaran (the theory of
exchange).
b. Natural Uncertainty Contracs.
Di lain pihak, natural uncertainty contracs adalah akad dalam bisnis yang
tidak memberikan kepastian return (pendapatan), baik dari segi jumlah
maupun waktunya. Tingkat return-nya bisa positif, negatif, atau nol. Yang
termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi, karena
kontrak-kontrak investasi secara sunnatullah (by their nature) tidak
menawarkan return yang tetap dan pasti, maka sifatnya tidak fixed and
predetermined. Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi
saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets)
menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama
untuk mendapatkan keuantungan. Di sini keuntungan dan kerugian
ditanggung bersama. Natural uncertainty contracs ini juga dapat dijelaskan
oleh teori umum yang disebut teori percampuran (the theory of venture).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter kontrak pertukaran
adalah memberikan kepastian, baik dari segi jumlah maupun waktu. Maka
jika di dalamnya mengandung aksi spekulasi, suatu pertukaran akan
menghasilkan ketidakpastian, karena akan menghasilkan tiga
kemungkinan, yaitu : untung, rugi, dan tidak untung dan tidak rugi
11
(impas). Ketidakpastian yang timbul dari aksi spekulasi dalam suatu
pertukaran inilah yang disebut dengan taghrir (gharar) dan dilarang dalam
Islam.
2. Ketidakpastian dalam permainan.
Permainan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga hal, yaitu : permainan peluang,
permainan ketangkasan dan permainan atas suatu peristiwa alamiah. Dalam ketiga
permainan tersebut, faktor ketidakpastian merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari, dengan kata lain, pada dasarnya suatu permainan akan selalu
memberikan ketidakpastian : menang, kalah, atau bahkan seri (draw). Jika
mengandung zero sum game, yaitu salah satu pihak harus menanggung kerugian
material, sementara pihak yang lainnya memperoleh keuntungan, permainan
tersebut dikategorikan sebagai tindakan perjudian (maysir), yang dilarang dalam
Islam. Adapun jika tidak ada satu pihak yang dirugikan secara material (non-zero
sum game), permainan tersebut diperbolehkan dalam Islam, dan pemberian yang
diberikan kepada pemenang dikategorikan sebagai hadiah.
3. Ketidakpastian dalam bisnis atau investasi.
Bisnis atau investasi pada dasarnya merupakan sebuah aktivitas yang tidak bisa
terlepas dari suatu ketidakpastian (uncertainty contracs). Dalam kerja sama bisnis
atau investasi, para pelaku pasti akan menghadapi salah satu dari tiga
kemungkinan yang ada, yaitu : untung, rugi, dan tidak untung dan tidak rugi. Jika
keuntungaan atau kerugian dari aktivitas bisnis atau investasi ini sejak awal
ditetapkan hanya ditanggung oleh salah satu pihak, aktivitas ini dapat
dikategorikan sebagai aktivitas ribawi, karena memperlakukan suatu kontrak yang
berkarakter tidak pasti (uncertainty contracs) menjadi pasti (certainty contracs),
dan dilarang oleh Islam. Namun jika kedua belah pihak bersepakat sejak awal
untuk melakukan sharing terhadap risiko dan keuntungan, maka aktivitas bisnis
ini sah dan diperbolehkan oleh Islam.
4. Ketidakpastian dalam risiko murni.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia akan menghadapi berbagai risiko murni.
Risiko-risiko tersebut bersifat tidak pasti, bisa menimpa manusia, bisa juga tidak.
Dengan demikian, outcome dari ketidakpastian risiko ini adalah hanya loss atau
no loss, dan tidak ada profit. Orang yang bepergian ke suatu daerah misalnya,
hanya akan menghadapi dua kemungkinan risiko : selamat sampai tujuan atau
tidak. Jika selamat, dia tidak memperoleh keuntungan, tetapi hanya terhindar dari
12
musibah (no loss). Sebaliknya, jika tidak bisa berhasil selamat sampai tujuan atau
tertimpa kecelakaan, berarti dia menderita kerugian (loss). Dalam menghadapi
risiko ini, manusia dapat menanggungnya secara individual dan dapat pula secara
bersama-sama. Dalam hal menanggung risiko secara bersama-sama, mereka dapat
melakukan kerjasama yang bersifat saling menolong (non-komersial), yaitu setiap
individu mendonasikan dananya (tabarru`)untuk digunakan membantu diantara
mereka yang tertimpa musibah.
D. Return dalam Pandangan Konvensioanal dan Islam
Return atau pengembalian adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan,
individu dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukan. Menurut R. J.
Shook, return merupakan laba investasi, baik melalui bunga atau deviden23.
Pengembalian hasil (return) dapat didefinisikan sebagai tingkat keuntungan yang
diperoleh atau diharapkan dari suatu investasi selama satu periode waktu, yang akan
diperoleh di masa mendatang. Return merupakan kompensasi atas risiko yang harus
ditanggung oleh investor atas investasi yang dilakukannya24. Tingkat pengembalian
hasil yang diharapkan (expected rate of return) adalah perolehan nilai rata-rata dari
distribusi probabilitas untuk hasil-hasil yang mungkin dicapai25. Dalam konsep
investasi konvensional, return di bagi menjadi dua, yaitu Expected return (return
ekspektasi) dan Acrual return/Realize return (return yang terjadi). Variabel yang
berpengaruh terhadap return diantaranya probabilitas, standar deviasi, dan fortofolio
investasi.
Sumber-sumber return investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu yield
dan capital gain (loss). Yield merupakan komponen return yang mencerminkan
aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi. Jika
berinvestasi pada sebuah obligasi atau mendepositokan uang di bank, maka besarnya
yield ditunjukkan dari bunga obligasi atau bunga deposito yang diterima. Jika kita
berinvestasi dalam saham, yield ditunjukkan oleh besarnya dividen yang kita
peroleh. Sedangkan, capital gain (loss) sebagai komponen kedua dari return
merupakan kenaikan (penurunan) harga suatu surat berharga (saham atau obligasi),
yang bisa memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor.
23 Irham Fahmi dan Yovi Lavianti Hadi, Teori Portofolio dan Analisis Investasi “Teori dan Soal Jawab”, 2009, hal. 151-152.
24 Namora, “Perbandingan Market Performance dan Karakteristik Keuangan Perusahaan Sektor AnekaIndustri dengan Sektor Properti – Real Estat, Tesis, Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Pelita Harapan Jakarta (2006), hal 13.
25 J. Fred Weston, Eugene F. Brigham, Essentials of Finance, Erlangga, hal. 117.
13
Pada dasarnya tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan
return. Return dapat berupa return realisasi ataupun return ekspektasi.
Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi yang dihitung
berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah
satu pengukur kinerja dari perusahaan serta sebagai dasar penentuan return
ekspektasi (expected return) untuk mengukur risiko di masa yang akan datang.
Return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh
investor di masa yang akan datang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya
sudah terjadi, return ekspektasi ini sifatnya belum terjadi.
Suad Husnan (2005) menyebutkan bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan
(expected return) adalah laba yang akan diterima oleh pemodal atas investasinya
pada perusahaan emiten dalam waktu yang akan datang dan tingkat keuntungan ini
sangat dipengaruhi oleh prospek perusahaan di masa yang akan datang. Seorang
investor akan mengharapkan return tertentu di masa yang akan datang tetapi jika
investasi yang dilakukannya telah selesai maka investor akan mendapat return
realisasi (realized return) yang telah dilakukan.
Konsep pendapatan atau return di dalam Islam adalah Islam menganjurkan
kepada umatnya untuk mencari penghidupan sebanyak mungkin demi kesejahteraan
hidupnya didunia26. Dalam aplikasi keuangan syariah sumber pendapatan dalam
diperoleh dari kegiatan-kegiatan investasi bisnis atau usaha dengan akad Syirkah,
Buyu’ dan ijarah. Imbal hasil akad syirkah berbentuk bagi hasil, akad buyu’ berupa
margin dan akad ijarah berupa ujroh atau sewa.
Return diterangkan dalam hadits Nabi yang berbunyi: “Carilah
kebahagiaan (mencari harta sebanyak-banyaknya) di dunia seakan-akan engkau
akan hidup selamanya. Dan beribadahlah kamu setiap saat seakan-akan engkau
akan mati esok hari.” Jika Merujuk pada Quran surat At-Taubah : 34-3527 Kata
26 Sebagaimana tertuang di dalam al-Qur’an surah Al-Jumu’ah ayat 10 yang artinya apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Quran in word 2010)
Diterangkan juga dalam al-Quran Surah Al-Qashas ayat 77 yang artinya dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Quran in word 2010).
27 Yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (35) pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi
14
yang berarti menyimpan, menurut Abu Dzar diartikan bahwa umat
manusia hanya diperintahkan mencukupkan harta benda sebatas pada kebutuhan
pokoknya semata. Abu Dzar berpendapat bahwa haram hukumnya memiliki harta
benda melebihi kebutuhan manusia. Dan setiap kelebihan harus didistribusikan ke
jalan-jalan Allah melalui mekanisme zakat, infaq dan shadaqah28.
Dari perumpamaan tersebut, dapat pula dikatakan menurut paham Abu Dzar,
bekerja dalam Islam diwajibkan, namun mengambil return atas investasi melebihi
kebutuhan pokoknya diharamkan. Kelebihan harta atas kebutuhan pokok harus
didistribusikan dalam instrumen-instrumen keuangan. Namun bila ditinjau lebih
jauh, tidak terdapat unsur kuantitas dalam ayat tersebut. Artinya, hukuman Allah
diperuntukkan hanya bagi (harta untuk dirinya
sendiri) tanpa mempertimbangkan kemaslahatan umat. Dalam hal ini bisa dikatakan
sebagai perilaku penimbunan (ikhtikar).
Secara kontekstual, hukuman Allah di atas tidak termasuk didalamnya bagi
para penabung (iddtikar) untuk persiapan hari esok. Kehidupan di dunia bersifat
fluktuatif, kebutuhan manusia-pun sifatnya labil. Bisa berarti kebutuhan tersier hari
ini merupakan kebutuhan pokok di masa mendatang. Untuk itulah menabung sangat
perlu guna berjaga-jaga (precantionary motive) di hari esok. Menurut jumhur ulama
dinyatakan bahwa tidak ada batasan maksimal kepemilikan harta sejauh menjaga
kaidah-kaidah dalam berusaha dan menggunakan harta benda sesuai syariat.
Manusia tidak bersalah dan tidak akan dihisab karena mengumpulkan harta benda
yang tidak terkira dan tidak terhitung tersebut29.
E. Kaidah Fikih dan Mitigasi Risiko
Konsep ketidakpastian dalam ekonomi islam menjadi salah satu pilar penting
dalam proses manajemen risiko islami30. Kaidah syariah tentang imbal hasil dan
risiko adalah Al ghunmu bil ghurmi, artinya risiko akan selalu menyertai setiap
ekspektasi return atau imbal hasil.
mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (Quran in word 2010).
28 Abdullah Lam bin Ibrahin, Fiqih Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon Hartawan Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah, (diterjemahkan oleh Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan), (Solo : Era Intermedia; 2005), Hlm. 31
29 Ibid., Hal. 33.30 Disebutkan dalam QS. Al Hasyr : 18 yang artinya ”Hai orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
15
Para ulama telah bersepakat bahwa terdapat dua kaidah penting yang harus
diperhatikan dalam menjalankan bisnis dan setiap transaksi usaha, yaitu kaidah al-
kharaj bidh dhaman (pendapatan adalah imbalan atas tanggungan yang diambil) dan
al ghunmu bil ghurmi (keuntungan adalah imbalan atas kesiapan menanggung
kerugian). Kedua kaidah tersebut bersumber dari hadis nabi shalalahu ‘alaihi wa
sallam:
“dari aisyah radhiyallahu anha bahwasannya seseorang lelaki membeli seorang budak laki-laki. Kemudian budak tersebut tinggal bersamanya selama beberapa waktu. Suatu hari sang pembeli mendapakan adanya cacat pada budak tersebut. Kemudian pembeli mengadukan penjual kepada nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan nabi –pun memutuskan agar budak tersebut dikembalikan. Maka penjual berkata “ya rasulullah! Sungguh ia telah memperkerjakan budakku? “. Maka rasulullah bersabda: “keuntungan adalah imbalan atas kerugian. “(HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Abu dawud, An-Nasai dan dihasankan oleh Al-Bani).
Orang yang berhak mendapatkan keuntungan ialah orang yang punya
kewajiban menanggung kerugian (jika hal itu terjadi). Keuntungan merupakan
kompensasi yang pantas atas kesediaan seseorang menanggung potensi kerugian.
Seorang pedagang berhak mengambil keuntungan atas kesedian seseorang
menanggung potensi kerugian. Seorang pedagang berhak mengambil keuntungan
atas barang yang dijualnya karena ia telah menanggung seluruh risiko terkait barang
dagangnya (kerusakan barang sebelum terjual, kehilangan barang dagang, tidak laku,
dan lain sebagainya). Seorang mudharib dan shahibul maal dalam transaksi
mudharabah masing-masing berhak atas pembagian keuntungan usaha karena setiap
pihak menanggung risiko kehilangan modal dan mudharib menanggung risiko, maka
keduanya pun berhak atas bagian keuntungan usaha. Dengan kedua kaidah tersebut,
islam menghilangkan ketidakadilan dan melindungi hak setiap pihak yang terlibat
dalam transaksi bisnis.
Konsekuensi logis lainnya dari kaidah “al-kharaju bidh dhamani” dan “al-
ghunmu bil ghurmi” adalah islam melarang setiap jenis transaksi yang didalamnya
terjadi ketidakseimbangan antar risiko dan keuntungan. Dengan kata lain islam
melarang setiap jenis transaksi yang menghasilkan keuntungan tanpa adanya
kesediaan menanggung kerugian. Itulah mengapa islam melarang adanya tambahan
(bunga)31 dalam transaksi utang seperti biasa terjadi dalam sistem keuangan
konvesional. Pemberi pinjaman tidak memiliki risiko apa pun atas dana yang
31 salah satu sebab mengapa bunga bank adalah riba karena pemilik modal tidak menanggung risiko atas modal yang diinvestasikan. Bunga bank tidak memenuhi prinsip “no risk no gain”.
16
dipinjamkannya karena islam mewajibkan setiap pinjaman untuk melunasi utangnya.
Oleh karena itu setiap tamabahan atas pengembalian utang dianggap sebagai riba.
Jika tambahan atas untang diperbolehkan, maka akan terjadi ketidakadilan.
Menurut Rosly Islam mendukung pengambil keputusan untuk berani
mengambil risiko karena adanya prinsip al-ghorm bil ghonm dan tidak mendukung
risk avoiding behavior. Menurut Rosly keuntungan boleh diakui dalam Islam jika
menghasilkan nilai tambah (kasb)32, dilakukan dengan kerja usaha serta ada unsur
risiko (ghorm) yang mesti ditanggung. Meskipun demikian, Islam melarang
pengambil keputusan mengambil risiko yang berlebihan yang dinamakan gharar.
Dengan demikian, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil lebih sesuai, karena
pemilik modal akan menanggung risiko kerugian jika keuntungan tidak sesuai
dengan perkiraan, tetapi tidak sampai ke peringkat gharar. Pembiayaan dengan
kontrak jual beli dipandang tidak memenuhi prinsip al-ghorm bil ghonm karena
return yang diterima bank bersifat tetap.33
Dalam produk keuangan syariah, dalam akad mudharabah, pemilik modal
berhak ata keuntungan dan berisiko kehilangan modalnya jika usahanya pailit.
Mudharib berhak atas keuntungan dan berisiko rugi waktu dan tenaganya bahkan
bisa berisiko mengganti modal yang pailit jika di akibatkan oleh mudharib.
Dalam akad Buyu’, Penjual berhak atas margin dan berisiko kehilangan
barang yang di jualnya di tangan pembeli pada saat tawar-menawar. Pembeli berhak
atas barang dan berisiko mengganti barang yang rusak.
Dalam akad ijarah, penyewa berhak aatas manfaat dan jasa dan berisiko
mengganti manfaat jika barangnya rusak di tangannya. Pihak yang menyewakan
berhak atas upah sewa dan berisiko barang yang di sewakan rusak/hilang.
Konsep Mitigasi risiko dalam Islam dapat di ambil dari kisah sebagai berikut:
1. Kisah abbas bin abdul muthalib
Diriwayatkan, jika ibnu abbas menyerahkan modal mudharabah maka ia memberikan isyarat kepada pengelola agar tidak melewati lautan, jurang, tidak untuk di belikan tunggangan yang memiliki hatiyang basah. Jika si pengelola melakukn hal-hal tersebut, maka ia bertanggung jawab. Kemudian ibnu abbas
32 Prinsip ini sesuai dengan kaidah “al jazā’u min jinsil al ‘amal”, bahwa balasan itu tergantung dari perbuatannya. Maka setiap laba yang dihasilkan melalui melalui sumber yang diharamkan atau proses transaksi bisnis yang ilegal tidak diakui oleh syari’ah. Hal ini bisa dilihat melaui model-model bisnis yang dikembangkan oleh Rasulullah dalam meraih laba yang benilai materil serta keberkahan.
33 Rosly. (2005). Critical Issue on Islamic Banking and Financial Markets. Dinamas Publishing, Kuala Lumpur, Malaysia.
17
menanyakan syarat-syarat tersebut kepada rosullulah saw. Kemudian rosulullah membolehkannya34.
2. Penjelasan Ibnu Taimiyah
Ibnu taimiyah berkata: akad musaqah dan muzara’ah di berlakukan dengan mengandalkan komitmen (amanah) pengelola. Sesuatu yang sulit terjadi/sulit dilakukan. Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan akad ijarah, karena dengan akad ijarah, harta yang disewakan itu terjamin. Oleh karena masyarakat di banyak tempat dan kondisi meninggalkan transaksi muzara’ah dan memilih ijarah sebagai alternatif kareana sebab tersebut diatas. 35
Perspektif Islam dalam pengelolaan risiko suatu organsiasi dapat dikaji dari
kisah Yusuf dalam mentakwilkan mimpi sang raja pada masa itu36. M. Quraish
Shihab menafsirkan bahwa Nabi Yusuf memahami tujuh ekor sapi sebagai tujuh
tahun masa pertanian. Boleh jadi karena sapi digunakan membajak, kegemukan sapi
adalah lambang kesuburan, sedang sapi kurus adalah masa sulit dibidang pertanian,
yakni masa paceklik. Bulir-bulir gandum lambang pangan yang tersedia. Setiap bulir
sama dengan setahun. Demikian juga sebaliknya37.
Dari kisah tersebut, bisa dikatakan bahwa pada tujuh tahun kedua akan
timbul kekeringan yang dahsyat. Ini merupakan suatu risiko yang menimpa negeri
Yusuf tersebut. Namun dengan adanya mimpi sang raja yang kemudian ditakwilkan
oleh Yusuf maka kemudian Yusuf telah melakukan pengukuran dan pengendalian
atas risiko yang akan terjadi pada tujuh tahun kedua tersebut. Hal ini dilakukan
Yusuf dengan cara menyarankan kepada rakyat seluruh negeri untuk menyimpan
sebagian hasil panennya pada panenan tujuh tahun pertama demi menghadapi
paceklik pada tujuh tahun berikutnya. Dengan demikian maka terhindarlah bahaya 34 Dr. Muhammad al Qurri bin ‘ied, at-tahwwuth fi al-‘amaliyatt al-maliah hal 9. Menukil dari bada’i
ash-shanai’ 13/150.35 Ibid, 30/23536 Al-Qur’an Surat Yusuf 43 yang artinya “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina
yang gemuk-gemuk di makan oleh tujuh ekor sapi sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.’Hai orang-orang yang terkemuka: ’Terangkanlah kepadaku tentang ta’bir mimpiku itu jika kamu dapat mena’birkan mimpi.’(Quran in Word 2010).Dilanjutkan dengan kisah Yusuf mentakwilkan mimpi sang raja dijelaskan dalam al-Qur’an Surat Yusuf:46-47 yang artinya sebagai berikut: (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur." (Quran in Word 2010).
37 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Cet. Ke-V, hal. 471-472.
18
kelaparan yang mengancam negeri Yusuf tersebut. Sungguh suatu pengelolaan risiko
yang sempurna. Proses manajemen risiko diterapkan Yusuf melalui tahapan
pemahaman risiko, evaluasi dan pengukuran, dan pengelolaan risiko.
Dalam Hadits juga dikisahkan, salah seorang sahabat Rasulullah Saw. yang
meninggalkan untanya tanpa diikatkan pada sesuatu, seperti pohon, tonggak dan
lain-lain, lalu ditinggalkan. Beliau s.a.w. bertanya: "Mengapa tidak kamu ikatkan?"
Ia menjawab: "Saya sudah bertawakkal kepada Allah." Rasulullah Saw. tidak dapat
menyetujui cara berfikir orang itu, lalu bersabda, "Ikatlah dulu lalu
bertawakkallah."
PENUTUP
A. Kesimpulan
Risiko merupakan suatu kejadian dimana muncul ukuran ketidakpastian
(uncertainty) terhadap volatilitas atau pergerakan fluktuasi nilai equivalent rate
keuntungan yang di harapkan. Sebagai seorang investor atau pengambil keputusan
harus dapat memahami risiko melalui ukuran ketidakpastian yang dapat diamati dari
preseden historis atau data historis yang menunjukkan suatu kemungkinan bahwa
19
tingkat pengembalian (return) aktual tidak akan menyimpang dari tingkat
pengembalian (return) yang diharapkan. Apabila risiko-risiko ini tetap terjadi, maka
adanya seni untuk mengelola risiko mutlak di perlukan agar tujuan menuju
kesejahteraan bisa tercapai. Tepenuhinya informasi dalam aktifitas ekonomi
memungkinkan pelaku ekonomi untuk bisa menentukan tingkat return optimal dan
tercapainya sebuah keputusan yang bermuara kepada maqashid syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim,. 2010. Bank Islam Analisis Fikih dan Keuangan, edisi 4. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
__________________. 2007. Ekonomi Mikro Islami, Edisi Ketiga, RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
20
__________________.2006. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada).
Afzalur Rahman, 1995. Doktrin Ekonomi Islam, Penerjemah : Soeroyo & Nastangin, Dana
Bhakti Wakaf, Yogyakarta.
Ali Sakti, “Konsep Investasi dalam Islam” Ekonomi Islam, 25 September 2007.
Fery N. Indroes dan Sugiarto, Manageman Risiko Perbankan, 2006.
http://www.yarsi.ac.id/web-directory/kolom-dosen/70-fakultas-ekonomi/196-risiko-dan-
spekulasi-dalam-investasi-syariah.html
Irham Fahmi dan Yovi Lavianti Hadi, 2009, Teori Portofolio dan Analisis Investasi “Teori
dan Soal Jawab”.
J. Fred Weston, Eugene F. Brigham, Essentials of Finance, Erlangga.
Jayani Nurdin, “Risiko Investasi pada Saham Properti di Bursa Efek Jakarta”, Usahawan, No.
03 Th.XXVIII (Maret 1999), hal. 1 kolom I.
Jones, Charles P (2002), Investment: Analysis And Management, 7th ed, New York: Jon
Willy and Sons
M. B. Hendrie Anto, 2003, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, , cet. I (Yogyakarta:
EKONOSIA, Oktober).
Muhammad Budi Setiawan, “Pengantar Manajemen Investasi, Manajemen Investasi Syariah”
artikel dalam www. Blog.cakwawan.com, diakses tanggal 22 september 2015.
Najmudin. 2011. Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iiyyah Modern. Yogyakarata:
Andi Offset.
Namora, 2006. “Perbandingan Market Performance dan Karakteristik Keuangan Perusahaan
Sektor AnekaIndustri dengan Sektor Properti – Real Estat,. Tesis, Program Studi
Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Pelita Harapan Jakarta .
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Cet. Ke-V.
Dr. Muhammad al Qurri bin ‘ied, at-tahwwuth fi al-‘amaliyatt al-maliah.
Rosly. (2005). Critical Issue on Islamic Banking and Financial Markets. Dinamas
Publishing, Kuala Lumpur, Malaysia.
Abdullah Lam bin Ibrahin, Fiqih Financial; Referensi Lengkap Kaum Hartawan dan Calon
Hartawan Muslim untuk Mengelola Hartanya Agar Menjadi Berkah, (diterjemahkan
oleh Abu Sarah, Taufiq Khudlori Setiawan), (Solo : Era Intermedia; 2005
Dr. Oni sahroni, MA, Ir. Adiwarma A. Karim, SE, MBA, MAEP, 2015. Maqashid Bisnis
Dan Keuangan Islam, Sintesis Fikih Dan Ekonomi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada).
21
22