konsep pendidikan kh hasyim asyari

13
PEMIKIRAN PENDIDIKAN KH. HASYIM ASY’ARI Mohamad Arfan Hakim Lektor, STAIN Datokarama Palu [email protected] Abstrak Berbicara mengenai pendidikan Islam, khususnya pendidikan pesantren di Indonesia, tentu tidak bisa dilupakan nama legendaris dikalahan umat Islam Indonesia yaitu K.H. Hasyim Asy’ari. Perhatiannya terhadap pendidikan pesantren tertuang dalam karyanya Adab al-’Alim wa al-Muta’allim yang menguraikan tentang hubungan timbal balik antara guru dan murid yang terjadi dalam pola pendidikan di pesantren. Dalam pandangannya hubungan guru (kiai) dan murid (santri) harus didasarkan pada etika yang mengatur keduanya. Oleh karena itu Hasyim Asy’ari menekankan bagaimana etika Guru terhadap murid, etika murid terhadap guru, etika guru dan murid terhadap ilmu dan segala sesuatu yang dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai ilmu yang bertujuan untuk mancapai keridaan Allah swt. Speaking of Islamic education, especially islamic boarding school in Indonesia, certainly can not forget the name of the legendary Indonesian Muslim, namely KH Hasyim Asy'ari. His concern for islamic boarding school is written in his Adab al- 'Alim wa al-Muta'allim which describes the reciprocal relationship between teacher and student that occurred in the pattern of islamic boarding school. In his view, the relationship of teachers (kiyai) and pupils (students) should be based on the ethics that govern them. Therefore, Hasyim Asy'ari emphasizes the ethics of teacher to student, the ethics of student to teacher, the ethics of teachers and students to science and all things that can lead a person to achieve the science that aims to achieve the pleasure of Allah swt. Kata kunci: Etika Guru, Etika Murid. A. Latar Belakang Dunia pendidikan sudah menjadi bagian paling penting dalam hidupnya. Selain ayah dan kakeknya adalah juga para kiai yang memiliki pesantren-pesantren besar di Jawa Timur, ia sendiri menghabiskan sebagian besar hidupnya di pesantren. Sejak kecil ia mulai menuntut ilmu di pesantren dibimbing ayah dan kakeknya.

Upload: hafis-muaddab

Post on 14-Dec-2015

88 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

PEMIKIRAN PENDIDIKAN KH. HASYIM ASY’ARI

Mohamad Arfan Hakim

Lektor, STAIN Datokarama Palu [email protected]

Abstrak

Berbicara mengenai pendidikan Islam, khususnya pendidikan pesantren di Indonesia, tentu tidak bisa dilupakan nama legendaris dikalahan umat Islam Indonesia yaitu K.H. Hasyim Asy’ari. Perhatiannya terhadap pendidikan pesantren tertuang dalam karyanya Adab al-’Alim wa al-Muta’allim yang menguraikan tentang hubungan timbal balik antara guru dan murid yang terjadi dalam pola pendidikan di pesantren. Dalam pandangannya hubungan guru (kiai) dan murid (santri) harus didasarkan pada etika yang mengatur keduanya. Oleh karena itu Hasyim Asy’ari menekankan bagaimana etika Guru terhadap murid, etika murid terhadap guru, etika guru dan murid terhadap ilmu dan segala sesuatu yang dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai ilmu yang bertujuan untuk mancapai keridaan Allah swt. Speaking of Islamic education, especially islamic boarding school in Indonesia, certainly can not forget the name of the legendary Indonesian Muslim, namely KH Hasyim Asy'ari. His concern for islamic boarding school is written in his Adab al-'Alim wa al-Muta'allim which describes the reciprocal relationship between teacher and student that occurred in the pattern of islamic boarding school. In his view, the relationship of teachers (kiyai) and pupils (students) should be based on the ethics that govern them. Therefore, Hasyim Asy'ari emphasizes the ethics of teacher to student, the ethics of student to teacher, the ethics of teachers and students to science and all things that can lead a person to achieve the science that aims to achieve the pleasure of Allah swt.

Kata kunci: Etika Guru, Etika Murid.

A. Latar Belakang Dunia pendidikan sudah menjadi bagian paling penting dalam

hidupnya. Selain ayah dan kakeknya adalah juga para kiai yang memiliki pesantren-pesantren besar di Jawa Timur, ia sendiri menghabiskan sebagian besar hidupnya di pesantren. Sejak kecil ia mulai menuntut ilmu di pesantren dibimbing ayah dan kakeknya.

Page 2: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

Menginjak remaja, seperti umumnya santri saat itu, ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain untuk melanjutkan studinya.

Bila sebelumnya pesantren hanya semata-mata mengajarkan Bahasa Arab dan kitab-kitab kuning(Marwan Saridjo, 2010:42-43), Hadratusy-Syaikhmencoba memasukkan pelajaran yang masih dianggap tabu, antara lain: baca-tulis huruf latin, pidato, berorganisasi, dan menggalakkan bacaan-bacaan tentang pengetahuan umum di pesantren Tebuireng Jombang yang didirikannya. Sekalipun pesantren memang disiapkan untuk mencetak calon ahli agama, namun bukan berarti pengetahuan lain tidak perlu dimiliki. Sampai pada titik ini, HasyimAsy’ari sebenarnya sudah mulai memelopori adanya integrasi ilmu pengetahuan.

Ia pun mulai mengubah sistem pendidikan pesantren menjadi klasikal. Di Tebuireng para santri belajar dengan sistem kelas selama tujuh jenjang yang dibagi menjadi dua tingkatan yang disebut siffir. Dua jejang pertama disebutsiffir awal dan lima tahun berikutnya disebut siffir tsani. Awalnya sistem ini agak ditentang, namun akhirnya banyak pesantren yang mengikutinya.

Ketokohan Hasyim di dunia pendidikan, terutama pesantren, bukan hanya karena tulisan dan pesantrennya. Lebih dari itu, dari Tebuireng telah lahir ulama-ulama besar dan ratusan pesantren lain yang mengikuti jejak Tebuireng. Ketokohannya menjadi semakin bersinar semenjak ia bersama K.H. Wahab Hasbullah dan ulama lainnya mendirikan Nahdhatul Ulama (NU) pada tahun 1926. Ia dipercaya menjadi Rais ‘Am (Ketua Umum) pertama jam’iyyah ini. Dan NU kemudian menjadi perhimpunan pesantren dan tokoh-tokoh pesantren terbesar di negeri ini.

Selain mengenai sistem, yang paling penting dari Hasyim Asy’ari mengenai pendirikan adalah pikiran dan konsep pendidikannya yang tertuang dalam karyanya Adab Al-‘Alim wa al-Muta’allim fii māYahtāju ilaih fī Ah}wāmāli Ta’līmih wa māYatawaqqafA<laih al-Mu’allimfi Maqa>māt Ta’li>mih yang lebih dikenal dengan judul Adab al-Alim wa al-Muta’allim. Dalam buku ini Hasyim sepakat dengan hampir semua ulama Islam terdahulu bahwa belajar merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah. Belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan. Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat (Haidar Putra Daulay, 2009:41).

Atas dasar pemikiran itu, hal mendasar yang harus dikembangkan dalam pendidikan adalah masalah adab ilmu. Ilmu yang baik akan lahir dari ketaatan semua, guru dan murid, terhadap adab-adab ilmu ini. Jadi, proses pembelajaran dan pendidikan bukan semata transfer ilmu, melainkan sebuah usaha melahirkan manusia-

Page 3: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

manusia beradab (ta’di>b). Manusia beradab adalah manusia yang berilmu tinggi sekaligus takut pada Allah SWT. B. Rumusan Masalah

Berdasar uraian di atas, makalah ini berusaha untuk mengkaji lebih jauh tentang KH. Hasyim Asy’ari dan pemikirannya tentang pendidikan Islam. Untuk itu pokok masalah yang dikemukakan bagaimana pemikiran pendidikan Islam K>.H. Hasyim Asy’ari? Pokok masalah ini di jabarkan lebih detail ke dalam dua submasalah yaitu: 1. Siapa K.H. Hasyim Asy’ari? 2. Bagaimana pemikiran pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari yang

terdapat dalam kitab Adab al-A>lim wa al-Mu’allim? Kajian terhadap kedua submasalah di atas, dilakukan dengan

pendekatan historis, dan analitis kritis. Dengan demikian makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih detail tentang pokok-pokok pikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang pendidikan. C.Riwayat Hidup Singkat dan Karya KH. Hasyim Asy’ari 1. Riwayat Hidup Singkat KH. Hasyim Asy’ari

Nama lengkap K.H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari Selasa Kliwon, 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871(Latiful Khuluq, 2009:16).

Asal-usul dan keturunan K.H M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak. Salasilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A.Wahab Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya yang kedua iaitu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII) (Latiful Khuluq, 2009:17).

Menurut penuturan ibunya, tanda kecerdasan dan ketokohan Hasyim Asy’ari sudah tampak saat ia masih berada dalam kandungan. Di samping masa kandung yang lebih lama dari umumnya kandungan, ibunya juga pernah bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke dalam kandungannya. Mimpi tersebut kiranya bukanlah isapan jempol dan kembang tidur belaka, sebab ternyata tercatat dalam sejarah, bahwa pada usianya yang masih sangat muda, 13 tahun, Hasyim Asy’ari sudah berani menjadi guru pengganti (badal) di pesantren untuk mengajar santri-santri yang tidak jarang lebih tua dari umurnya sendiri (Latiful Khuluq, 2009:18-19).

Bakat kepemimpinan K.H. Hasyim Asy’ari sudah tampak sejak masa kanak-kanak. Ketika bermain dengan teman-teman sebayanya, Hasyim kecil selalu menjadi penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan menegurnya. Dia membuat

Page 4: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

temannya senang bermain, karena sifatnya yang suka menolong dan melindungi sesama.

Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan Sidoarjo, ternyata K. H. Hasyim Asy’ari merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada K. H. Ya’kub yang merupakan kiai di pesantren tersebut. Kiai Ya’kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy’ari melangsungkan pernikahan dengan putri K.H. Ya’kub tersebut (Sya’roni, 2007:54-55).

Setelah nikah, K. H. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji. Sekembalinya dari tanah suci, mertua K.H. Hasyim Asy’ari menganjurkannya menuntut ilmu di Mekkah. Dimungkinkan, hal ini didorong oleh tradisi pada saat itu bahwa seorang ulama belum dikatakan cukup ilmu, jika belum mengaji di Mekkah selama bertahun-tahun. Di tempat itu, K. H. Hasyim Asy’ari mempelajari berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu fiqh Syafi’iyah dan ilmu Hadis, terutama literatur S}ah}ih} Bukhari dan Muslim. Kesungguhanyya dalam mempelajari ilmu-ilmu tersebut dibuktikan dengan pengakuan akan silsilah keilmuan KH. Hasyim Asy’ari seperti yang ditulisnya dalam kitab Adab al-‘A>lim wa al-Muta’allim(Muhammad Ishamuddin Khaziq, t.th: د-ت ).

Disaat K. H. Hasyim Asy’ari bersemangat belajar, tepatnya ketika telah menetap 7 bulan di Mekkah, istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinya pun tidak terselamatkan. Walaupun demikian, hal ini tidak mematahkan semangat belajarnya untuk menuntut ilmu. Semasa tinggal di Mekkah, Hasyim Asy’ari berguru kepada Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani.

Ia tinggal di Mekkah selama 7 tahun. Pada tahun 1900 M/1314 H., K. H. Hasyim Asy’ari pulang ke kampung halamannya. Di tempat itu ia membuka pengajian keagamaan yang dalam waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa (Latiful Khuluq, 2009:20)

K. H. Hasyim Asy’ari dikenal sebagai salah seorang pendiri NU (Nahdatul Ulama). Pada masa pendudukan Jepang, Hasyim Asy’ari pernah ditahan selama 6 bulan, karena dianggap menentang penjajahan Jepang di Indonesia. Karena tuduhan itu tidak terbukti, ia

Page 5: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

dibebaskan dari tahanan, atas jasa-jasanya dalam perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang, Hasyim Asy’ari dianugerahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional oleh Presiden RI.

Pada tahun 1926, K. H. Hasyim Asy’ari mendirikan partai Nahdatul Ulama (NU). Sejak didirikan sampai tahun 1947 Rais ‘Am (ketua umum) dijabat oleh K. H. Hasyim Asy’ari. Ia pernah menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama pada zaman pendudukan Jepang untuk wilayah Jawa dan Madura (Latiful Khuluq, 2009:8). 2. Karya-karya K.H. Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim Asy’ari dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Selain itu KH. Hasyim Asy’ari juga memiliki peninggalan yang sangat berharga dalam bentuk sejumlah kitab yang beliau tulis disela-sela kehidupan beliau didalam mendidik santri, mengayomi ribuat umat, membela dan memperjuangkan bumi pertiwi dari penjajahan. Ini merupakan bukti riil dari skap dan prilakunya, pemikiranya dapat dilacak dalam beberapa karyanya yang rata-rata berbahasa Arab.

Tetapi sangat disayangkan, karena kurang lengkapnya dokumentasi, kitab-kitab yang sangat berharga itu lenyap tak tentu rimbanya. Sebenarnya, kitab yang beliau tulis tidak kurang dari dua puluhan judul. Namun diakungkan yang bisa diselamatkan hanya beberapa judul saja, diantaranya: 1. Al-Nur al-Mubin Fi Mahabah Sayyid al-Mursalin. Kajian

kewajiban beriman, mentaati, mentauladani, berlaku ikhlas, mencinatai Nabi SAW sekaligus sejarah hidupnya.

2. Al-Tanbihat al-Wajibat Liman Yashna' al-Maulid Bi al-Munkarat. Kajian mengenai maulid nabi dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar

3. Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Kajian mengenai pandangan terhadap bid’ah, Konsisi salah satu madzhab, dan pecahnya umat menjadi 73 golongan.

4. Al-Durar al-Muntaqirah Fi Masail Tis’a ‘asyarah,berisi tentang uraian masalah terekat, wilayah dan hal-hal yang berelasi dengan masalah pokok para pengikut tarekat.

5. Al-Tibyan Fi al-Nahyi'An Muqatha'ah al-Arham Wa al-Qarib Wa al-Ikhwan, berisipenjelasan tentang pentingnya jalinan silaturahmi antar sesama manusia dan bahaya putusnya persaudaraan.

6. Adabul ‘Alim Wa Muta’alim. Pandangan tentang etika belajar dan mengajar didalam pendidikan pesantrren pada khususnya

7. D}au' al-Misbah Fi Bayani Ahkami Nikah. Kajian hukum-hukum nikah, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan.

8. Ziyadah Ta’liqat. Kitab yang berisikan polemik beliau dengan Syaikh Abdullah bin Yasir Pasuruan yang menghina NU (Sya’roni, 2007:63-64).

D.Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari

Page 6: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

Untuk menuangkan pemikirannya tentang pendidikan islam, KH. Hasyim Asy'ari telah merangkum sebuah kitab karangannya yang berjudul "Adab al-A>lim wa al-Muta'allim Fi>ma> Yahta>j Ilaih Al-Muta'alim Fi Ahwa>l Ta’li>mih Wama> Yatawaqqaf‘Alaih Al-Mu'allim Fi Maqa>ma>t Ta'limih" (untuk selanjutnya dalam makalah ini disebut “Adab al-‘A>lim wa al-Muta’allim”). Kitab ini disusun pada tahun 1343 H/1923 M.

Syekh Sa'id bin Muhammad al-Yamani (ulama Syafi'iyah, pengajar di Masjid al-Haram Mekkah al-Mukarramah) mengatakan: “Setelah membaca beberapa bagian dari isi kitab ini (Adabal-'A<lim wa al-Muta'allim), di dalamnya saya temukan banyak sekali petunjuk yang sangat baik (bermanfaat) bagi para ulama (guru) maupun siswa(Muhammad Ishamuddin Khadziq, t.th:102).

Syekh Abdul Hamid Hadidiy (ulama Hanafiyah, pengajar di Masjid al-Haram Mekkah al-Mukarramah) berpendapat “Setelah memperhatikan isi kitab berjudul Adabal-'Alim wa al-Muta'allim yang ditulis oleh Syekh Muhammad Hasyim bin Muhammad Asy'ari, seorang ulama asal Jombang, Jawa Timur, yang terkenal dengan sikap wara' dan ketakwaannya, dan dengan melihat kedalaman makna, ketepatan kalimat serta gaya ungkapannya, saya berkeyakinan bahwa kitab ini lahir dari keutamaan dan ketulusan jiwa penulisnya. Ibarat air, kitab ini akan menghapuskan dahaga bagi mereka yang kehausan. Oleh karenanya, tidaklah berlebihan apabila saya katakan bahwa dengan mempelajari kitab ini seorang siswa tidak perlu lagi meminta wejangan-wejangan (petunjuk) dari orang lain. Begitupun halnya dengan para guru. .... Kitab ini memiliki sistematika yang sangat baik, jelas, serta memiliki dasar yang kokoh sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara universal bagi para guru dan murid ((Muhammad Ishamuddin Khadziq, t.th:103-105).

Syekh Hasan bin Sa'id al-Yamani (pengajar di Masjid al-Haram Mekkah al-Mukarramah) berpendapat bahwa kitab ini ibarat air sungai yang mengalir dari sumber mata air balaghah (ilmu tentang gaya dan keindahan bahasa), serta mengandung ungkapan-ungkapan yang tepat, jelas, dan mendalam di samping pengutipan dalil-dalil syariat yang hampir mewarnai seluruh pembahasan kitab tersebut(Muhammad Ishamuddin Khadziq, t.th: 105-107).

Syekh Muhammad Ali bin Sa'id al-Yamani memberikan penilaian berikut: “Setelah memperhatikan kitab Adabul 'Alim wa al-Muta'allim karangan Baginda Kyai Muhammad Hasyim bin Asy'ari al-Junbani (Jombang), banyak saya temukan di dalamnya kilauan mutiara adab (etika) sebagaimana bintang-bintang yang berkerlip di langit. Kalimat-kalimat dan ungkapan yang ada di dalamnya sangat teratur dan terpadu dalam jalinan sistematika yang sangat baik. Kitab ini adalah anugerah untuk para pecinta ilmu pengetahuan, yaitu para 'alim (guru) dan muta'allim (murid). Oleh karena itu, pantas kiranya jika saya katakan di sini hendaknya mereka saling berlomba-

Page 7: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

lomba untuk meraih kesempatan untuk menyelami kitab ini, sebagai buah karya dan hasil pemikiran yang cemerlang serta berkat kedalaman perasaan penulisnya ((Muhammad Ishamuddin Khadziq, t.th:107-108) Maslani, dalam Sya’roni mengatakan bahwa penulisan kitab ini didorong oleh situasi pendidikan yang mengalami perubahan cepat, dari sistim tradisional (pesantren) ke dalam sistem pendidikan modern akibat sistem pendidikan yang diterapkan oleh Belanda Penulisan kitab ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa akhlak merupakan komponen yang sangat penting. Seluruh amal keagamaan, baik yang berkaitan dengan persoalan jasmani atau jiwa, ucapan maupun perbuatan, tidak bisa dianggap sah atau maksimal tanpa disertai kebaikan akhlak. Dalam kitab yang terdiri atas 110 halaman tersebut KH. Hasyim Asy’ari merangkum pemikirannya tentang pendidikan Islam kedalam delapan bab (Syamsul Nizar, 2002:155), yaitu: 1. Keutamaan ilmu dan Ulama,keutamaan mempelajari dan

mengajarkan dan mengamalkannya ( h. 12-24) 2. Etika seorang pelajar (h.24-28) 3. Etika seorang pelajar kepada gurunya (h.29-42) 4. Etika seorang pelajar terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus

dipedomi berasama guru (h.43-55) 5. Etika yang harus dipedomani seorang guru (h.55-70) 6. Etika guru ketika dan akan mengajar (h.71-80) 7. Etika guru terhadap murid-muridnya (h.80-95) 8. Etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal

yang terkait dengannya (h.95-101) Dari delapan pokok pemikiran di atas, secara global Hasyim Asy'ari membagi pokok pikirannya kedalam empathal, yaitu: 1. Signifikansi (Keutamaan) Pendidikan 2. Pendidikan Akhlak bagi santri 3. Akhlak seorang guru. 4. Akhlak kepada kitab atau segala sesuatu yang terkait sebagai alat

dalam proses belajar(Syamsul Nizar, 2002:156). Pada dasarnya, keempat kelompok pemikiran tersebut adalah hasil integralisasi dari delapan dasar pendidikan yang dituangkan oleh KH. Hasyim Asy'ari. 1. Sigifikansi Pendidikan

Dalam membahas masalah ini, KH.Hasyim Asy'ari mengorientasikan pendapatnya berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Sebagai contoh, KH. Hasyim Asy’ari mengemukakan QS. Al-Mujadilah/58:11 yang kemudian ia uraikan secara singkat dan jelas. Misalnya ia menyebutkan bahwa prioritas yang paling utama dalam menuntut ilmu adalah mengamalkan apa yang telah dituntut. Secara langsung ia akan menjelaskan maksud dari kata itu,

Page 8: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

yaitu agar seseorang tidak melupakan ilmu yang telah dimilikinya dan bermanfaat bagi kehidupannya di akherat kelak.

KH. Hasyim Asy'ari menyebutkan bahwa dalam menuntut ilmu harus memperhatikan dua hal pokok selain dari keimanan dan tauhid. Dua hal pokok tersebut adalah: 1. Seorang peserta didik hendaknya ia memiliki niat yang suci untuk

menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal yang bersifat duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekannya

2. Guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu tidak semata-mata hanya mengharapkan materi, disamping itu hendaknya apa yang diajarkan sesuai dengan apa yang diperbuat (Syamsul Nizar, 2002:157).

Hasyim Asy'ari juga menekankan bahwa belajar bukanlah semata-mata hanya untuk menghilangkan kebodohan, namun untuk mencari ridho Allah yang mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat. Karena itu hendaknya belajar diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam bukan hanya semata-mata menjadi alat penyeberangan untuk mendapatkan meteri yang berlimpah. 2. Tugas dan Tanggung Jawab Murid Murid sebagai peserta didik memiliki tugas dan tanggung jawab berupa etika dalam menuntut ilmu, yaitu: a. Etika yang harus diperhatikan dalam belajar

Dalam hal ini Hasyim Asy'ari mengungkapkan ada sepuluh etika yang harus dipenuhi oleh peserta didik atau murid, yaitu: 1. membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan

keduniawian 2. meluruskan niat 3. tidak menunda-nunda kesempatan belajar 4. bersabar dan qana’ah terhadap segala macam pemberian dan

cobaan 5. pandai mengatur waktu 6. menyederhanakan makan dan minum 7. bersikap hati-hati atau wara ' 8. menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan

kemalasan yang pada akhirnya menimbulkan kebodohan 9. menyediakan waktu tidur selama tidak merusak kesehatan 10. meninggalkan hal-hal yang kurang berguna untuk perkembangan

diri.(Hasyim Asy’ari, t.th:155) Dalam hal ini tidak diizinkan ketika seorang yang menuntut

ilmu hanya menekankan pada hal-hal yang bersifat spiritual atau duniawiah saja, karena keduanya adalah penting. b. Etika Seorang Murid Terhadap Guru

Etika seorang murid murid kepada guru, sesuai yang dikatakan oleh Hasyim Asy'ari hendaknya harus memperhatikan sepuluh etika utama, yaitu:

Page 9: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

1. hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang dijelaskan atau dikatakan oleh guru

2. memilih guru yang wara', artinya orang yang selalu berhati-hati dalam bertindak disamping profesionalisme

3. mengikuti jejak guru yang baik 4. bersabar terhadap kekerasan guru 5. berkunjung ke guru pada tempatnya atau mintalah izin terlebih

dahulu kalau harus memaksa kondisi pada bukan tempatnya 6. duduklah yang rapi dan sopan ketika berhadapan dengan guru 7. berbicaralah dengan sopan dan lemah lembut 8. dengarkan segala fatwanya 9. jangan sekali-kali menyela ketika sedang menjelaskan 10. dan gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu

kepadanya(Hasyim Asy’ari, t.th:29-42). c. Etika Murid Terhadap Pelajaran Dalam menuntut ilmu murid hendaknya memperhatikan etika berikut: 1. memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu 'ain untuk dipelajari 2. harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu-ilmu fardhu

'ain 3. berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama 4. mendiskusikan atau menyetorkan apa yang telah ia pelajari pada

orang yang dipercayainya 5. senantiasa menganalisa, menyimak dan meneliti ilmu 6. pancangkan cita-cita yang tinggi 7. pergaulilah orang berilmu lebih tinggi (intelektual) 8. ucapkan bila sampai ditempat Majelis taklim (tempat belajar,

sekolah, pesantren, dan lain-lain) 9. bila ada hal-hal yang belum diketahui hendaknya ditanyakan 10. bila kebetulan bersamaan banyak teman, jangan mendahului

antrian bila tidak mendapatkan izin 11. kemanapun kita pergi dan dimanapun kita berada jangan lupa

bawa catatan 12. pelajari pelajaran yang telah diajarkan dengan continue

(istiqomah) 13. tanamkan rasa semangat dalam belajar(Hasyim Asy’ari, t.th:43-

55). 3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Dalam dunia pendidikan tidak hanya seorang murid yang memiliki tanggung jawab. Namun seorang guru juga memiliki tanggung jawab yang hampir serupa dengan murid, yaitu: a. Etika Seorang Guru Seorang guru dalam menyampaikan ilmu pada peserta didik harus memiliki etika sebagai berikut: 1) selalu mendekatkan diri kepada Allah 2) senantiasa takut kepada Allah

Page 10: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

3) senantiasa bersikap tenang 4) senantiasa berhati-hati 5) senantiasa tawadhu 6) senantiasa khusyu' 7) mengadukan segala persoalannya kepada Allah SWT 8) tidak menggunakan ilmunya untuk keduniawian saja 9) tidak selalu memanjakan anak didik 10) terjadi zuhud dalam kehidupan dunia 11) menghindari berusaha dalam hal-hal yang rendah 12) menghindari tempat-tempat yang kotor atau maksiat 13) senantiasa menjaga syiar Islam dan mengamalkannya 14) mengamalkan sunnah nabi 15) tekun (istiqamah) dalam melaksanakan amalan sunnah 16) bergaul dengan sesama manusia dengan akhlak terpuji 17) membersihkan diri dari perbuatan yang tidak disukai Allah 18) menumbuhkan semangat untuk mengembangkan dan

menambah ilmu pengetahuan 19) tidak menyalahgunakan ilmu dengan menyombongkannya 20) membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas(Hasyim

Asy’ari, t.th:55-70). Dalam pembahasan ini ada satu hal yang sangat menarik, yaitu tentang poin yang terakhir guru harus rajin menulis, mengarang dan meringkas. Hal ini masih sangat jarang ditemukan, ini juga merupakan menjadi salah satu faktor mengapa masih sangat sulit ditemukan karya-karya ilmiah. Padahal dengan adanya guru yang selalu menulis, menulis dan merangkum, ilmu yang dia miliki akan terabadikan. 1. Etika Guru dalam mengajar

Seorang guru ketika mengajar dan ingin mengajar hendaknya memperhatikan etika-etika berikut: 1. mensucikan diri dari hadats dan kotoran 2. berpakaian yang sopan dan rapi serta berusaha berbau

wewangian 3. berniat beribadah ketika dalam mengajarkan ilmu 4. menyampaikan hal-hal yang diajarkan oleh Allah (walaupun

hanya sedikit) 5. membiasakan membaca untuk menambah ilmu pengetahuan 6. memberikan salam ketika masuk kedalam kelas 7. sebelum belajar berdo'alah untuk para ahli ilmu yang telah

terlebih dahulu meninggalkan kita 8. berpenampilan yang kalem dan menghindarkan hal-hal yang

tidak pantas dipandang mata 9. menghindari dari gurauan dan banyak tertawa 10. jangan sekali-kali mengajar dalam kondisi lapar, makan, marah,

mengantuk, dan lain sebagainya 11. hendaknya mengambil tempat duduk yang strategis

Page 11: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

12. usahakan berpenampilan ramah, tegas, lugas dan tidak sombong 13. dalam mengajar hendaknya mendahulukan materi yang penting

dan disesuaikan dengan profesionalisme yang dimiliki 14. jangan mengajarkan hal-hal yang bersifat subhat yang dapat

menyesatkan 15. perhatikan msing-masing kemampuan murid dalam

meperhatikan dan jangan mengajar terlalu lama 16. menciptakan ketengan dalam belajar 17. menegur dengan lemah lembut dan baik ketika ada murid yang

bandel 18. terbuka dengan berbagai persoalan yang ditemukan 19. berilah kesempatan pada murid yang datang terlambat dan

ulangilah penjelasannya agar mudah dipahami apa yang dimaksud

20. dan ketika sudah selesai berilah kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti(Hasyim Asy’ari, t.th:71-80).

Dari pemikiran yang ditampilkan oleh Hasyim Asy'ari tersebut, terlihat bahwa pemikirannya tentang etika guru dalam mengajar ini sesuai dengan apa yang beliau dan kita alami selama ini. Hal ini mengindikasikan bahwa apa yang ia pikirkan adalah bersifat fragmatis atau berdasarkan pengalaman. Sehingga hal inilah yang memberikan nilai tambah begi pemikirannya. 2. Etika Guru Bersama Murid

Guru dan murid pada dasarnya memiliki tanggung jawab yang berbeda, namun terkadang seorang guru dan murid memiliki tanggung jawab yang sama, diantara etika tersebut adalah: 1. berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan

menghidupkan syari'at islam 2. menghindari ketidak ikhlasan dan mengejar keduniawian 3. hendaknya selalu melakukan instropeksi diri 4. menggunakan metode yang sudah dipahami murid 5. membangkitkan semangat murid dengan memotivasinya, begitu

murid yang satu dengan yang lain 6. memberikan pelatihan - pelatihan yang bersifat membantu 7. selalu memperhatikan kemapuan peserta didik yang lain 8. terbuka dan lapang dada 9. membantu memecahkan masalah dan kesulitan peserta didik 10. Tampilkan sikap yang arif dan tawadhu 'kepada peserta didik

yang satu dengan yang lain(Hasyim Asy’ari, t.th:80-95). Murid dengan guru tidak hanya memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda, tetapi juga memiliki tugas yang sama seperti tersebut di atas. Ini mengindikasikan bahwa pemikiran Hasyim Asy'ari tidak hanya tertuju pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh peserta didik dan guru, namun juga keasamaan yang dimiliki dan

Page 12: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

yang harus dijalani. Hal ini pulalah yang memberikan indikasi nilai utama yang lebih pada hasil pemikirannya. Memperhatikan uraian yang telah dikemukakan, dapat digambarkan bahwa konsep K.H. Hasyim Asy’ari tentang etika relasi pelajar dan gurudalam bentuk relasi dua arah yang dapat disederhanakan dalam diagram berikut :

Relasi Guru dan Murid (Model Dua Arah)

Diadaptasi dari (Sya’roni, 2007:72)

E. Kesimpulan 1. K.H. Hasyim Asy’ari adalah salah seorang Pahlawan Nasional

Republik Indonesia sekaligus pendiri Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, pendiri Nahdhatul Ulama. Berasal dari garis keturunan Sultan Hadiwijaya raja Kerajaan Pajang sebagai pecahan dari Kerajaan Mataram Islam. KH Hasyim As’ari lahir tanggal 10 April 1875 dan wafat tanggal 25 Juli 1947 dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur.

2. Pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari lebih terfokus pada persoalah etika hubungan antara pendidik dan peserta didik. Pendidik harus memiliki etika terhadap dirinya, terhadap ilmu yang diajarkannya nya dan profesinya sebagai pendidik. Demikian pula halnya dengan peserta didik, harus memiliki etika terhadap dirinya

Sikap Ideal Pelajar:

- Tawadhu - Hormat dan Patuh - Sabar - Ikhlas - Ulet - Mengakui otoritas

intelektual guru

Sikap Ideal Guru

- Tawadhu - Menghargai Murid - Ikhlas - Mendoakan - Mendorong - Menolong - Ramah - Ridha

Tujuan Akhir: علم النافع البتغاء مرضاة هللا

Page 13: Konsep Pendidikan KH Hasyim Asyari

sendiri, pendidiknya dan ilmu yang dipelajarinya. Antara pendidik dan peserta didik mesti memjalin pola interaksi yang berimbang, yakni etika tidak hanya berlaku bagi peserta didik terhadap gurunya, tetapi juga berlaku bagi pendidik terhadap peserta didiknya.

Daftar Pustaka A., Mujib, (dkk)., Intelektualisme Pesantren, Jakarta: PT. Diva

Pustaka, 2004 Asy’ari, KH. Hasyim. Adab al-Alim wa al-Muta’allim Fima Yahtaj ilaih

al-Mu’allim fi Ah}wali Ta’limih wama Yatawaqqaf ‘alaih al-Mu’allim fi Maqamat Ta’limih. Jombang: Maktabah al-Turas al-Islamiy Pondok Pesantren Tebuireng, 1415 H.

Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009

Efendi, Djohan. Pembaharuan Tanpa Membongkar Tradisi. Jakarta: Kompas, Maret 2010.

Hadziq, K.H. Muhammad Ishomuddin, (Ed.) Kumpulan Kitab Karya Hadratus Syaikh K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari. Jombang: Makatabah al-Turas al-Islamiy Pondok Pesantren Tebuirang, t.th.

Khuluq, Lathiful. Fajar Kebangunan Ulama: Biografi K.H. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta: LKiS, 2009

Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009

Nizar, Syamsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press, 2002

Saridjo, Marwan. Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan Kebijakan Publik Terhadap Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ngali Aksara dan Penamadani, 2010.

Sya’roni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid: Telaah atas Pemikiran al-Zarnuji dan KH. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta: Teras, 2007