konsep menua sehat

7
SEKEDAR PENYEGAR Penatalaksanaan Penderita Lanjut Usia Secara Terpadu R. BOEDHI-DARMOJO Guru Besar Emeritus Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, RS Dr. Kariadi Semarang Pendahuluan Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Banyak teori mengenai proses menua ini. Teori yang menjelaskan tentang sebab-sebab menua antara lain: 1. Genetic Clock Theory 2. Somatic Mutation Theory (=Error Catastrophe). Errors in Transcription and Translation Process. 3. Immune System Destruction Theory (with incised Auto-Antibodies) 4. Metabolic Theory: Mammals with hibernation live longer, Exercise can cause longer longevity. 5. Free Radicals Theory. Free radicals, a.o. superoxyde, hydroxyl, hydrogen peroxide etc. can cause cell destruction etc. Existing anti-oxidants can reduce destruction process. (Hanya teori-teori yang penting yang disebutkan di sini). Dengan mengembangkan teori-teori ini, timbullah konsep menjadi tua dan sehat. Konsep "Menua Sehat" Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua, tetapi tetap sehat (healthy aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Dalam hal ini, yang terpenting adalah promosi kesehatan dan pencegahan penyakit yang juga harus dimulai sedini mungkin dengan cara dan gaya hidup sehat. Menurut persepsi penulis, prevensi yang dimaksudkan adalah mencegah agar proses menua tadi tidak disertai dengan proses patologik. Timbullah gagasan penulis untuk membuat suatu model pencapaian hal tersebut, seperti tertera pada bagan 1. Healthy aging akan dipengaruhi oleh faktor-faktor: (gambar 1) 1. Endogenic aging, dimulai dengan cellular aging lewat tissue dan anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh. Proses ini seperti jam yang terus berputar. 2. Exogenic factor, dibagi dalam penyebab lingkungan (environtment) di mana seseorang hidup dan faktor sosio-ekonomi, sosio budaya, atau

Upload: intan-soraya

Post on 30-Nov-2015

237 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

fghfgh

TRANSCRIPT

Page 1: konsep menua sehat

SEKEDAR PENYEGAR

Penatalaksanaan Penderita Lanjut Usia Secara Terpadu

R. BOEDHI-DARMOJO Guru Besar Emeritus Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, RS Dr. Kariadi Semarang

Pendahuluan

Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Banyak teori mengenai proses menua ini. Teori yang menjelaskan tentang sebab-sebab menua antara lain:

1. Genetic Clock Theory 2. Somatic Mutation Theory (=Error Catastrophe). Errors in Transcription and Translation

Process. 3. Immune System Destruction Theory (with incised Auto-Antibodies) 4. Metabolic Theory: Mammals with hibernation live longer, Exercise can cause longer

longevity. 5. Free Radicals Theory. Free radicals, a.o. superoxyde, hydroxyl, hydrogen peroxide etc.

can cause cell destruction etc. Existing anti-oxidants can reduce destruction process. (Hanya teori-teori yang penting yang disebutkan di sini). Dengan mengembangkan teori-teori ini, timbullah konsep menjadi tua dan sehat.

Konsep "Menua Sehat"

Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua, tetapi tetap sehat (healthy aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Dalam hal ini, yang terpenting adalah promosi kesehatan dan pencegahan penyakit yang juga harus dimulai sedini mungkin dengan cara dan gaya hidup sehat. Menurut persepsi penulis, prevensi yang dimaksudkan adalah mencegah agar proses menua tadi tidak disertai dengan proses patologik. Timbullah gagasan penulis untuk membuat suatu model pencapaian hal tersebut, seperti tertera pada bagan 1.

Healthy aging akan dipengaruhi oleh faktor-faktor: (gambar 1)

1. Endogenic aging, dimulai dengan cellular aging lewat tissue dan anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh. Proses ini seperti jam yang terus berputar.

2. Exogenic factor, dibagi dalam penyebab lingkungan (environtment) di mana seseorang hidup dan faktor sosio-ekonomi, sosio budaya, atau yang paling tepat disebut gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging tadi, kini lebih dikenal dengan sebutan "faktor risiko".

Konsep Faktor Risiko (FR) dan Penyakit Degeneratif

Penyakit degeneratif mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan faktor risiko yang biasanya selalu lebih dari satu, yang bekerjasama menimbulkan penyakit degeneratif tadi. FR adalah suatu kebiasaan, kelainan, dan faktor yang bila ditemukan atau dipunyai seseorang menyebabkan orang tersebut secara bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu. Misalnya, penyakit jantung koroner, stroke, kanker, osteoporosis, dst. Pada gambar 2, di sebelah kiri adalah FR dan sebelah kanan penyakit degeneratif. Beberapa FR melalui suatu "core" dapat menyebabkan penyakit degeneratif tertentu. Penyakit degeneratif sendiri dapat

Page 2: konsep menua sehat

merupakan FR penyakit degeneratif yang lain. Misalnya, penyakit jantung dan hipertensi merupakan FR stroke.

Dari tabel tersebut, Brocklehurst dan Allen menambahkan bahwa penderita usia lanjut lebih mudah terkena penyakit akut (infeksi dan penyakit akut lain), selalu terdapat aspek psikologik dan sosial ekonomi, serta penyakit-penyakit iatrogenik (Brocklehurst dan Allen, 1987).

Penanganan Holistik (Hadi Martono, 1999; Kane et al, 1999)

Mengingat sifat dan karakteristik penderita usia lanjut seperti disebutkan di atas, maka penanganannya harus bersifat holistik, yaitu:

1. Penegakan diagnosis: berbeda dengan tata cara diagnosis yang dilaksanakan pada golongan usia lain, penegakan diagnosis pada penderita usia lanjut dilaksanakan dengan tata cara khusus yang disebut dengan asesmen geriatrik. Cara ini merupakan suatu analisis multidimensional dan sebaiknya dilakukan oleh suatu tim geriatrik.

2. Penatalaksanaan penderita: penatalaksanaan penderita juga dilaksanakan oleh suatu tim multidisipliner yang bekerja secara interdisipliner dan disebut sebagai "tim geriatri". Hal ini perlu mengingat semua aspek penyakit (fisik-psikis), sosial-ekonomi, dan lingkungan harus mendapat perhatian yang sama. Susunan dan besar tim bisa berbeda-beda tergantung pada tingkatan pelayanan. Di tingkat pelayanan dasar, hanya diperlukan tim "inti" yang terdiri dari dokter, perawat, dan tenaga sosiomedik.

3. Pelayanan kesehatan vertikal dan horisontal: aspek holistik dari pelayanan geriatri harus tercermin dari pemberian pelayanan vertikal, yaitu pelayanan yang diberikan dari Puskesmas sampai ke pusat rujukan geriatri tertinggi, yaitu di rumah sakit provinsi. Pelayanan kesehatan horizontal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan menyeluruh. Dengan demikian, ada kerjasama lintas sektoral dengan bidang kesejahteraan lain, misalnya agama, pendidikan/kebudayaan, olah raga, dan sosial.

4. Jenis pelayanan kesehatan: sesuai dengan batasan geriatri seperti tersebut di atas, maka pelayanan kesehatan yang diberikan harus meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitasi dengan memperhatikan aspek psiko-sosial serta lingkungan.

Tugas masing-masing anggota tim adalah sebagai berikut:

Asesmen lingkungan/sosial: petugas sosio-medik Asesmen fisik: dokter/perawat Asesmen psikis: dokter/perawat/psikolog-psikogeriatris Asesmen fungsional/disabilitas: dokter/terapis rehabilitasi Asesmen psikologik: dokter-psikolog/psikogeriatri

Dengan tata cara asesmen geriatric yang terarah dan terpola, maka kemungkinan terjadinya "mis/under diagnosis" yang sering didapatkan pada praktik geriatri dapat dihindari atau dieliminasi sekecil mungkin.

Anamnesis (Kane et al; Hadi Martono; 1999)

Awal anamnesis serupa dengan semua anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas penderita. Tetapi, pertanyaan-pertanyaan berikutnya dilakukan dengan lebih terinci dan terarah sebagai berikut:

Identitas penderita: nama, alamat, umur, perkawinan, anak (jumlah, jenis kelamin dan berapa yang masih tinggal bersama penderita), pekerjaan, serta keadaan sosial ekonomi. Termasuk dalam bagian ini adalah anamnesis mengenai faktor risiko sakit,

Page 3: konsep menua sehat

yaitu usia sangat lanjut (> 70 tahun), duda hidup sendiri, baru kematian orang terdekat, baru sembuh dari sakit/pulang opname, gangguan mental nyata, menderita penyakit progresif, gangguan mobilitas, dan lain-lain.

Anamnesis tentang obat, baik sebelum sakit ini maupun yang masih diminum di rumah, baik yang berasal dari resep dokter maupun yang dibeli bebas (termasuk jamu-jamuan).

Penilaian sistem: bagian ini berbeda dengan anamnesis penderita golongan umur lain, karena tidak berdasarkan "model medik" (tergantung pada keluhan utama). Harus selalu diingat bahwa pada usia lanjut, keluhan tidak selalu menggambarkan penyakit yang diderita, seringkali justru memberikan keluhan yang tidak khas. Penilaian sistem dilaksanakan secara urut, misalnya dari sistem syaraf pusat saluran napas atas dan bawah, seterusnya sampai kulit integumen dan lain-lain.

Untuk mendapatkan jawaban yang baik, seringkali diperlukan alo-anamnesis dari orang/keluarga yang merawatnya sehari-hari.

Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok, mengunyah tembakau, minum alkohol, dan lain-lain).

Anamnesis tentang berbagai gangguan yang terdapat: menelan, masalah gigi, gigi palsu, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang terbatas pada anggota badan, dan lain-lain.

Kepribadian perasaan hati, kesadaran, dan afek (alo-anamnesis atau pengamatan) konfusio, curiga/bermusuhan, mengembara, gangguan tidur atau keluhan malam hari, daya ingat, dan lain-lain. Apabila hasil anamnesis ini membingungkan atau mencurigakan, perlu dicatat untuk dapat dilaksanakan asesmen khusus kejiwaan atau bahkan konsultasi psiko-geriatrik.

Riwayat tentang problema utama geriatri (sindrom geriatrik): pernah stroke, TIA/RIND, hipotensi ortostatik, jatuh, inkontinensia urin/alvi, dementia, dekubitus, dan patah tulang.

Perlu digarisbawahi bahwa anamnesis pada lansia harus meliputi auto-dan alloanamnesis. Pada akhir anamnesis harus dicatat derajat kepercayaan informasi yang diperoleh.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital (seperti pada golongan umur lain), walaupun rinciannya mungkin terdapat beberapa perbedaan, antara lain:

Pemeriksaan tekanan darah, harus dilaksanakan dalam keadaan tidur, duduk, dan berdiri, masing-masing dengan selang 1--2 menit, untuk melihat kemungkinan adanya hipotensi ortostatik. Kemungkinan hipertensi palsu juga harus dicari (dengan perasat Osler).

Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem ini perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa/dokter. Bila yang melakukan perawat, tentu saja tidak serinci dokter umum, yang pada gilirannya tidak serinci hasil pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis. Yang penting adalah bahwa pemeriksaan dengan sistem ini menghasilkan ada/tidaknya gangguan organ atau sistem (walaupun secara kasar).

Pada pelaksanaannya dilakukan pemeriksaan fisik dengan unitan seperti pada anamnesis penilaian sistem, yaitu:

Pemeriksaan syaraf kepala Pemeriksaan panca indera, saluran napas atas, gigi-mulut Pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising arteri karotis

Page 4: konsep menua sehat

Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung, dan seterusnya sampai pada pemeriksaan ekstremitas, refleks-refleks, kulit-integumen.

Dengan kata lain, pemeriksaan organ-sistem adalah melakukan pemeriksaan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki secara sistematis, tanpa melihat apakah terdapat keluhan pada organ/sistem itu atau tidak.

Pemeriksaan status gizi dengan menggunakan patokan BMI (Body Mass Index) harus bisa melengkapi.

Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan tambahan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi penderita, tingkat keahlian pemeriksa (perawat/dokter umum/dokter spesialis), tetapi minimal harus mencakup pemeriksaan rutin usia lanjut. Pemeriksaan laboratorium rutin di sini meliputi:

Pemeriksaan darah, urin, feces rutin, gula darah, lipid, fungsi hepar/renal, albumin/globulin, elektrolit (terutama FE, Ca, P, sedang trace elements bila ada indikasi saja).

Perlu pula pemeriksan X-foto thorax dan EKG. EEG, EMG, CT-scan, Echo-c, dan sebagainya hanya dilakukan bila perlu.

Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau diperlukan tindakan diagnostik/terapeutik lain, dapat dilakukan konsultasi/rujukan kepada disiplin lain, yang hasilnya dapat dievaluasi oleh tim.

Pemeriksaan Fungsi

Hal ini dianggap merupakan fokus sentral. Pelaksanaan asesmen fungsi fisik dan psikis penderita dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu: '

Aktivitas hidup sehari-hari (AHS fisik) yang hanya memerlukan kemampuan tubuh untuk berfungsi sederhana, misalnya bangun dari tempat tidur, berpakaian, ke kamar mandi/WC (lihat tabel 2).

Aktivitas hidup sehari-hari instrumental (AHS instrumental), yang selain memerlukan kemampuan dasar juga memerlukan berbagai koordinasi kemampuan otot, susunan syaraf yang lebih rumit, juga kemampuan berbagai organ kognitif lain (lihat tabel 2).

Kemampuan mental dan kognitif, terutama menyangkut fungsi intelek, memori lama, dan memori tentang hal-hal yang baru saja terjadi.

Dari asesmen ketiga fungsi tersebut, dapat ditentukan tiga tingkat kemampuan dari seorang penderita lansia, yaitu:

Kemampuan untuk melakukan kegiatan tersebut di atas tanpa bantuan orang lain. Kemampuan untuk melakukan kegiatan dengan sedikit bantuan. Sama sekali tidak mampu untuk melakukan kegiatan di atas tanpa bantuan orang lain.

{Kane et al (1994)}

Hasil penelitian Boedhi-Darmojo dkk. (1992; 1996) mengenai AHS (ADL) terhadap komunitas lansia di Semarang dan desa sekitarnya dapat dilihat pada tabel 2.

AHS fisik pada umumnya masih dapat dilakukan cukup baik oleh para lansia, terutama oleh lansia di bawah 70 tahun dan menurun kemampuannya pada usia makin tua.

Page 5: konsep menua sehat

AHS instrumental memang lebih jelas menurun, juga lebih nyata sesudah usia 70 tahun hingga kemandirian akan lebih berkurang.

AHS fisik dapat diartikan sebagai kegiatan sehari-hari terhadap diri sendiri.

Penatalaksanaan dan Pengobatan Medik

Prinsip penting seperti pada pengobatan penderita lain, yaitu mulai dengan non-drug treatment, juga berlaku pada penderita lansia ini.

Bila kita mulai berketetapan menggunakan obat, baik simtomatik maupun kausal, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Perubahan anatomik, fisiologik, dan komposisi tubuh penderita lansia tadi, berupa massa otot, albumin serum, serta fungsi postural yang menurun. Selain itu, juga fungsi sekresi dan detoksifikasi hati serta ginjal

Kemungkinan polifarmasi dan efek samping obat yang lebih sering terjadi. Iatrogenesis yang diakibatkannya.

Dokter yang merawat harus mengetahui betul sifat farmakodinamik dan farmakokinetik obat yang diberikan.

Menyempitnya "therapeutic window" pada lansia (lihat gambar 4). Faktor lupa dan ketaatan (compliments) minum obat. Hal ini perlu dimonitor lebih cermat. Perlunya individualisasi pada tiap kasus. Perlu disadari dan dilaksanakan semboyan "Start slow, go slow". Pemberian nutrisi yang baik dan seimbang perlu melengkapi tindakan-tidakan tersebut di

atas.

Untuk penderita lansia yang dirawat di rumah sakit, sering timbul masalah khusus yang perlu diperhatikan oleh dokter yang merawat seperti tertera pada tabel 3.

Demikianlah telah dengan jelas diuraikan dan dijelaskan bahwa penderita lansia, tidaklah hanya sekadar penderita dewasa yang lanjut usia, tetapi mempunyai sifat anatomik, fisiologik/fungsional, dan patologik yang khas sehingga memerlukan pendekatan penatalaksanaan yang khusus pula, yang harus cermat diperhatikan.

Data Penelitian Penyakit pada Penderita Lanjut Usia Indonesia

Akhirnya, makalah ini akan dilengkapi dengan beberapa data penelitian penyakit pada lansia di Indonesia, dengan catatan bahwa data ini haruslah dilengkapi dengan data di daerah lain dan dilakukan updating data tsb.

Daftar Pustaka

1. Boedhi-Darmojo R.: WHO-Community Study on Health of the Elderly, Indonesia Country Report, Colombo, 1992

2. Boedhi-Darmojo R.: Clinical Features of myocardial infarction in erderly patients, Asia-Oceania International Congress of Gerontology, Yokohama, 1992

3. Boedhi-Darmojo R.: Aspek Kesehatan pada Golongan Lanjut Usia, Simposium Nasional Gerontologi Geriatri, Dewan Riset Nasional, Jakarta (Serpong) 1994, hal 40-45

4. Boedhi-Darmojo R.: Kesehatan, Gizi, dan Beberapa Keadaan Sosial Golongan Usia Lanjut di Lingkungan Kota dan Desa Jawa Tengah, Dalam Bunga Rampai Karangan Ilmiah Buku I, 1996, hal 318-332

5. Boedhi-Darmojo R.: Simposium Nasional ke-1 Geriatric Cardiology, Perki Jakarta , 2000, hal 18-29

Page 6: konsep menua sehat

6. Boedhi-Darmojo R.: Orasi Purna-Tugas, Buku Kenangan, Fakultas Kedokteran Un. Diponegoro, 2001

7. Brocklehurst, JC & Allen, SC: Geriatric Medicine for Students, 3rd Ed. Churchill & Livingstone, 1987

8. Dep. Kesehatan, Balitbang Kesehatan, SKRT, 1986 9. Hadi Martono R.: Penderita Geriatri dan Asesmen Geriatri, dalam Buku Ajar Geriatri,

Editor Boedhi-Darmojo R. dan Hadi Martono, Edisi ke-2, 2000, hal. 82-106 10. Hadi Hartono, Nasution I & Handayani R: Penggunaan Obat Secara Rasional pada Usia

lanjut, Buku Ajar Geriatri, Editor Boedhi-Darmojo R dan Balai Pnerbit FK Universitas Indonesia, 1999, hal 538-548

11. Kane RL. Ouslander JG & Abrass IB: Essentials of Clinical Geriatrics, 4 th Ed. McGraw Hill, NY, 1999

12. Stieglitz EJ: Geriatric Medicine, 3rd Ed., JE Lippincott Co., Philadelphia, 1954