konsep lansia.pdf

30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penuaan populasi dunia adalah suatu fenomena global abad 21 ini. Fenomena ini terjadi karena adanya proses penuaan struktur penduduk yang terjadi di dunia. Ratio populasi lansia sekarang yaitu 1:10 dan diperkirakan tahun 2050, ratio akan meningkat 1:5. Diperkirakan antara tahun 1970-2025 penduduk lansia dunia bertambah 694 juta atau 233% menjadi 1,2 miliar (Sidik et al, 2004). Populasi lansia di Indonesia pada satu dekade terakhir ini mengalami peningkatan cukup berarti. Menurut data Pusat Stasitik, jumlah lansia di Indonesia pada tahun 1980 adalah sebanyak 7,7 juta jiwa atau hanya 5,2% dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lansia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9%. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 23,9 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat lagi secara signifikan sebesar 11,4% atau sebanyak 28,8 juta jiwa pada tahun 2020. Hal ini berkorelasi positif dengan peningkatan kesejahteraan yang dialami oleh masyarakat Indonesia khususnya di bidang kesehatan yang ditunjukkan dengan semakin tingginya angka harapan hidup masyarakat Indonesia. Pada tahun 1980, angka harapan hidup masyarakat Indonesia hanya sebesar 52,2 tahun, sepuluh tahun kemudian meningkat menjadi 59,8 tahun pada tahun 1990 dan satu dasa warsa berikutnya naik lagi menjadi 64,5 tahun. Pada tahun 2010 usia harapan hidup lansia

Upload: indah-setiadewi

Post on 21-Nov-2015

387 views

Category:

Documents


88 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Penuaan populasi dunia adalah suatu fenomena global abad 21 ini. Fenomena

    ini terjadi karena adanya proses penuaan struktur penduduk yang terjadi di dunia.

    Ratio populasi lansia sekarang yaitu 1:10 dan diperkirakan tahun 2050, ratio akan

    meningkat 1:5. Diperkirakan antara tahun 1970-2025 penduduk lansia dunia

    bertambah 694 juta atau 233% menjadi 1,2 miliar (Sidik et al, 2004).

    Populasi lansia di Indonesia pada satu dekade terakhir ini mengalami

    peningkatan cukup berarti. Menurut data Pusat Stasitik, jumlah lansia di Indonesia

    pada tahun 1980 adalah sebanyak 7,7 juta jiwa atau hanya 5,2% dari seluruh jumlah

    penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lansia meningkat menjadi 11,3 juta

    orang atau 8,9%. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah lansia di Indonesia pada

    tahun 2010 sebesar 23,9 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat lagi secara

    signifikan sebesar 11,4% atau sebanyak 28,8 juta jiwa pada tahun 2020. Hal ini

    berkorelasi positif dengan peningkatan kesejahteraan yang dialami oleh masyarakat

    Indonesia khususnya di bidang kesehatan yang ditunjukkan dengan semakin

    tingginya angka harapan hidup masyarakat Indonesia. Pada tahun 1980, angka

    harapan hidup masyarakat Indonesia hanya sebesar 52,2 tahun, sepuluh tahun

    kemudian meningkat menjadi 59,8 tahun pada tahun 1990 dan satu dasa warsa

    berikutnya naik lagi menjadi 64,5 tahun. Pada tahun 2010 usia harapan hidup lansia

  • 2

    adalah 67,4 tahun dan diperkirakan pada tahun 2020 harapan hidup penduduk

    Indonesia akan mencapai 71,1 tahun (Subijanto et al, 2011).

    Semakin bertambahnya angka harapan hidup seseorang berarti semakin

    banyak jumlah lansia. Di sisi lain, jumlah lansia yang semakin banyak justru menjadi

    permasalahan tersendiri jika tidak disertai penanganan yang tepat. Banyak masalah

    kesehatan yang harus dihadapi oleh kaum lansia baik fisik maupun mental (Apriani,

    2009).

    Depresi merupakan masalah yang paling banyak ditemui pada lansia.

    Prevalensi depresi pada lansia di dunia sekitar 8-15%. Hasil survey dari berbagai

    negara di dunia diperoleh prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5%.

    Sementara prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan Panti

    Perawatan sebesar 30-45% (Apriani, 2009).

    Depresi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa yang ditandai dengan

    kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga kehilangan

    gairah hidup, tetapi tidak mengalami gangguan dalam menilai realita dan perilaku

    dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal. Salah satu penyebab depresi adalah

    stressor psikososial sebagai dampak dari pola hidup yang individualistis, materialistis

    dan sekuler. Terhadap kelompok ini pendekatan keagamaan sangat besar manfaatnya

    (Hawari, 2005).

    ADL adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari-hari. ADL merupakan

    aktivitas pokok pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain ke toilet, makan,

  • 3

    berpakaian (berdandan), mandi, dan berpindah tempat . (Hardywinito & Setiabudi,

    2005).

    Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2002) ADL adalah aktifitas

    perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan

    tuntutan hidup sehari-hari .ADL adalah ketrampilan dasar dan tugas okupasional yang

    harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri yang dikerjakan

    seseorang sehari-harinya dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan

    perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat (Sugiarto,2005)

    Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha

    Budi Sejahtera Banjarbaru didapatkan jumlah lansia sebanyak 110 orang, seluruhnya

    berusia 60 tahun. Lansia di PSTW tersebut 95,5% Muslim yaitu sebanyak 105

    orang, mereka melaksanakan berbagai macam kegiatan seperti senam dan pengajian,

    namun diantara mereka merupakan warga yang tidak pernah dihiraukan keluarganya

    lagi. Oleh karena itu, calon peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

    apakah terdapat hubungan antara tingkat depresi terhadap activity daily living pada

    lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka rumusan

    masalah penelitian yang dapat diajukan yaitu apakah terdapat hubungan antara

    tingkat depresi terhadap activity daily living pada lansia di Panti Sosial Tresna

    Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.

  • 4

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat

    depresi terhadap activity daily living pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi

    Sejahtera Banjarbaru.

    Tujuan khusus penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui aktifitas perawatan diri pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha

    Budi Sejahtera Banjarbaru.

    2. Mengetahui tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi

    Sejahtera Banjarbaru.

    3. Menganalisis mengetahui hubungan antara tingkat depresi terhadap activity daily

    living pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.

    D. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang

    positif terhadap berbagai pihak yaitu hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan

    referensi dan pengembangan penelitian selanjutnya. Penelitian ini juga diharapkan

    dapat memberi manfaat pada masyarakat untuk menambah informasi dan wawasan

    mengenai hubungan mengetahui hubungan antara tingkat depresi terhadap activity

    daily living pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Konsep Lansia

    1. Definisi Lansia

    Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu

    suatu periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang

    lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock,

    1980).

    Secara biologis lansia adalah proses penuaan secara terus menerus, yang

    ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap

    serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian (Wulansari, 2011).

    2. Batasan Lansia

    Barbara Newman dan Philip Newman membagi masa lansia ke dalam 2

    periode, yaitu masa dewasa akhir (later adulthood) (usia 60 sampai 75 tahun) dan

    usia yang sangat tua (very old age) (usia 75 tahun sampai meninggal dunia) (Hayati,

    2010).

    Sementara batasan usia lansia menurut WHO meliputi lanjut usia (elderly),

    antara 60 sampai 74 tahun; lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun; usia

    sangat tua (very old), diatas 90 tahun. Pemerintah Indonesia dalam hal ini

    Departemen Sosial membagi lansia ke dalam 2 kategori yaitu usia lanjut potensial

  • 6

    dan usia lanjut non potensial. Usia lanjut potensial adalah usia lanjut yang memiliki

    potensi dan dapat membantu dirinya sendiri bahkan membantu sesamanya.

    Sedangkan usia lanjut non potensial adalah usia lanjut yang tidak memperoleh

    penghasilan dan tidak dapat mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhannya sendiri

    (Hayati, 2010).

    3. Proses Menua

    Proses menua (aging) adalah suatu keadaan alami selalu berjalan dengan

    disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling

    berinteraksi. Hal tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum

    maupun kesehatan jiwa. Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses

    menua secara alamiah (Halis et al, 2008).

    Menua didefinisikan sebagai perubahan progresif pada organisme yang telah

    mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya

    kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya

    penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama

    lain. Proses menua yang terjadi pada lansia secara linier dapat digambarkan melalui

    tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional

    limitations), ketidakmampuan (disability) dan keterhambatan (handicap) yang akan

    dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Santi, 2009).

    Proses menua dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Apabila

    seseorang mengalami proses menua secara fisiologis maka proses menua terjadi

  • 7

    secara alamiah atau sesuai dengan kronologis usianya (penuaan primer). Proses

    menua seseorang yang lebih banyak dipengaruhi faktor eksogen, misalnya

    lingkungan, sosial budaya dan gaya hidup disebut mengalami proses menua secara

    patologis (penuaan sekunder) (Fatimah, 2008).

    4. Kebutuhan Hidup Lansia

    Secara lebih detail, kebutuhan lansia terbagi atas (Subijanto et al, 2011):

    a. Kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan.

    b. Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati dan mendapatkan

    perhatian lebih dari sekelilingnya.

    c. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar.

    d. Kebutuhan ekonomi, meskipun tidak potensial lansia juga mempunyai kebutuhan

    secara ekonomi sehingga harus terdapat sumber pendanaan dari luar, sementara

    untuk lansia yang potensial membutuhkan adanya tambahan keterampilan,

    bantuan modal dan penguatan kelembagaan.

    e. Kebutuhan spiritual.

    5. Permasalahan pada Lansia

    Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia

    antara lain (Wulansari, 2011):

    a. Permasalahan umum :

    1) Makin besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan.

    2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga

  • 8

    yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.

    3) Keterbatasan kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia oleh pemerintah dan

    masyarakat, baik berupa keterbatasan tenaga professional, pelayanan dan fasilitas

    bagi para lansia.

    4) Peningkatan mobilitas penduduk (termasuk lansia) menyebabkan semakin

    meningkatnya kebutuhan terhadap kemudahan transportasi atau komunikasi bagi

    para lansia saat ini belum tersedia memadai.

    b. Permasalahan khusus :

    1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,

    mental maupun sosial.

    2) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.

    3) Rendahnya produktivitas kerja lansia.

    4) Banyaknya lansia yang miskin, telantar dan cacat.

    5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat

    individualistik.

    6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu

    kesehatan fisik lansia.

    6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia

    Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut

    (Wulansari, 2011):

    a. Perubahan-perubahan fisik

  • 9

    Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh

    diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem

    pengaturan temperatur tubuh, sistem respirasi, muskuloskletal, gastrointestinal,

    genitourinaria, endokrin dan integument.

    b. Perubahan-perubahan mental

    Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental, yaitu:

    1) Kesehatan umum

    2) Tingkat pendidikan

    3) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan

    4) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan

    keluarga

    5) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap gambaran diri,

    perubahan konsep diri .

    c. Perkembangan spiritual

    1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.

    2) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam

    berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.

  • 10

    B. Konsep Depresi

    1. Definisi Depresi

    Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan

    (mood) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup,

    perasaan tidak berguna dan putus asa (Subijanto, Dhani, Yoni, 2011). Depresi pada

    masa sekarang diperkirakan dapat menjadi potensial kondisi parah dengan implikasi

    sosial dan klinik yang negatif. Diperkirakan pada tahun 2020, depresi akan menjadi

    peringkat pertama terkait dengan ketidakmampuan (Camara et al, 2008).

    2. Depresi pada Lansia

    Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang sering ditemukan pada

    pasien geriatri. Pada pasien usia lanjut tampilan yang paling umum adalah keluhan

    somatis, hilang selera makan dan gangguan pola tidur. Depresi pada pasien geriatri

    sering berkomorbid dengan penyakit lain, oleh karena itu gejala dan keluhannya

    sering tersamar dan bertumpang tindih dengan kondisi penyakit lain yang diderita,

    bahkan dengan proses penuaan normal sendiri (Dewi dkk, 2007). Lansia mempunyai

    risiko tinggi dalam perkembangan depresi daripada populasi umum. Lansia dengan

    umur 85 dan lebih tua lebih mudah diserang depresi daripada kelompok umur lain.

    Pada lansia, gejala depresi berkaitan dengan tingginya medikasi dan penggunaan

    layanan kesehatan (Jeon & Ruth, 2009).

    Depresi mempunyai konsekuensi kesehatan yang serius seperti biaya

    kesehatan meningkat, distress pasien dan pemberi keperawatan, ketidakmampuan

  • 11

    fisik yang signifikan, fungsi peran dan sosial, dan meningkatkan mortalitas berkaitan

    penyakit medis dan bunuh diri (Diwan et al, 2004).

    Depresi pada lanjut usia berhubungan dengan status ekonomi rendah,

    kematian pasangan, penyakit fisik yang menyertai dan isolasi sosial. Depresi pada

    lanjut usia sering tampak sebagai gejala somatik. Kondisi depresi cenderung

    meningkatkan produksi adrenalin dan kortisol yang diketahui dapat menurunkan

    tingkat kekebalan tubuh sehingga seseorang dengan depresi beresiko mudah terserang

    penyakit. Dampak gangguan depresi pada lanjut usia berasal dari faktor fisik,

    psikologis dan sosial yang saling berinteraksi secara merugikan dan memperburuk

    kualitas hidup dan produktifitas kerja pada lanjut usia. Faktor fisik yang dimaksud

    adalah penyakit fisik yang diderita lanjut usia. Faktor psikologis meliputi kondisi

    sosial ekonomi dan kepribadian premorbid, sedangkan faktor sosial yang berpengaruh

    adalah berkurangnya interaksi sosial atau dukungan sosial dan kesepian yang dialami

    lanjut usia (Agustin & Sarah, 2008).

    Prevalensi depresi mayor untuk populasi lansia umum yaitu 1-3% dan 8-16%

    mempunyai gejala depresif yang signifikan. Prognosis tingkat depresif ini buruk

    (Cole & Nandini, 2003). Sebagian besar lansia yang mempunyai gejala depresif yang

    signifikan tidak memenuhi kriteria diagnostik depresi mayor (Carriere et al, 2011).

    Depresi mayor sering menjadi gangguan kronik pada orang lanjut usia, dengan lebih

    74% orang dalam komunitas yang tetap terkena depresi 1 tahun setelah deteksi.

    Penyakit yang mempengaruhi fisik mungkin membuat farmakologi konvensional

    kurang diinginkan, dan faktor seperti kehilangan dan isolasi sosial membuat

  • 12

    intervensi psikologis lebih relevan (Serfaty et al, 2009).

    Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu keterampilan dan

    pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik (perasaan sedih, kurang

    semangat, hilangnya minat/hobi atau menurunnya aktivitas) sering tidak muncul.

    Tidaklah mudah untuk membedakan sekuel gejala psikologik akibat penyakit fisik

    dari gangguan depresi atau gejala somatik depresi dari efek sistemik penyakit fisik.

    Keduanya bisa saja terjadi pada seorang individu usia lanjut pada saat yang sama.

    Seorang usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja mengeluhkan mood yang

    menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya mood depresi. Menurut Brodaty

    (1991) gejala yang sering tampil adalah anxietas atau kecemasan, preokupasi gejala

    fisik, perlambatan motorik, fatigue (kelelahan), mencela diri sendiri, pikiran bunuh

    diri, dan insomnia (www.dinkes-sulsel.go.id, 2011).

    Depresi mempunyai hubungan dengan mortalitas pada lansia dan hal

    berkaitan dengan gender serta variasi tingkat gejala. Hubungan ini dimodifikasi

    ketika ada penggunaan antidepresan, yang mengindikasikan pentingnya memasukkan

    faktor ini dalam mengkaji risiko mortalitas. Risiko mortalitas meningkat pada laki-

    laki dengan depresi sub-klinis. Bagi tenaga kesehatan sangan penting untuk

    mendeteksi gejala depresif (Ryan et al, 2008). Berdasarkan hasil penelitian,

    hubungan terjadinya depresi dengan umur lebih kompleks, yang mengingatkan

    petugas kesehatan pentingnya mengkaji semua faktor yang berkaitan dengan penuaan

    dan tidak hanya memperhatikan umur lansia saja (Mitchell &Hari, 2005).

  • 13

    Lansia yang berada dalam Panti dengan berbagai alasan akan merasa kesepian

    bila tidak ada kegiatan yang terorganisir dan jarangnya dikunjungi oleh keluarga.

    Perasaan ini terjadi akibat terputusnya atau hilangnya interaksi sosial yang

    merupakan salah satu faktor pencetus terjadi depresi pada lansia di Panti (Sumirta,

    2009).

    3. Faktor Predisposisi

    Faktor-faktor predisposisi terhadap depresi adalah sebagai berikut (Wulansari,

    2011):

    a. Genetik, dari sejumlah penyelidikan yang telah dilakukan ditemukan bahwa

    terdapat dukungan keterlibatan herediter dalam penyakit depresi.

    b. Kehilangan objek, menyatakan bahwa penyakit depresif terjadi jika pribadi

    tersebut terpisah atau ditolak orang terdekat (seperti keluarga) selama 6 bulan

    pertama kehidupan. Proses ikatan diputuskan dan individu menarik diri dari orang

    lain dan lingkungan.

    c. Ketidakberdayaan, yang dipelajari menunjukan bahwa bukan semata-mata trauma

    menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mampunyai

    kendali terhadap hasil yang penting dalam hidupnya. Orang ini percaya tidak

    seorang pun yang dapat membantunya dan tidak seorang pun dapat melakukan

    sesuatu untuknya. Keyakinan yang negatif tersebut yang menyebabkan orang

    tersebut putus harapan, bersikap pasif, dan ketidakmampuan untuk bersikap

    asertif pada dirinya dan orang lain.

  • 14

    4. Faktor Pencetus

    Ada empat sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam

    perasaan (Wulansari, 2011):

    a. Kehilangan keterikatan yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan

    cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri.

    b. Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu episode

    depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi

    sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.

    c. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan

    depresi, terutama pada wanita.

    d. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik,

    seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik dapat

    mencetuskan gangguan alam perasaan.

    5. Pemeriksaan Depresi pada Lansia

    Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah

    mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau

    prosedur khusus untuk penapisan / skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah

    satu kriteria penilaian yang dapat digunakan dalam menilai status depresi lansia

    adalah Geriatric Depression Scale (GDS) yang terdiri atas 30 pertanyaan yang harus

    dijawab oleh pasien sendiri. GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15

    pertanyaan saja (McCormack et al, 2011).

  • 15

    Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi, harus

    dilakukan lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut (Wulansari, 2011):

    a. Riwayat klinik / anamnesis

    1) Riwayat keluarga

    2) Gangguan psikiatri yang lampau

    3) Kepribadian

    4) Riwayat sosial

    5) Ide / percobaan bunuh diri

    6) Gangguan-gangguan somatik

    7) Perkembangan gejala-gejala depresi

    b. Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala gejala

    depresi sering disertai dengan penyakit fisik.

    c. Pemeriksaan kognitif

    Penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) pada usia lanjut yang

    menunjukkan gejala depresi bermanfaat dalam tindak lanjut penatalaksanaan pasien.

    Perbaikan pada MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi, menunjukkan

    bahwa pasien dengan depresi mengalami masalah konsentrasi dan memori yang

    mempengaruhi fungsi kognitifnya.

    d. Pemeriksaan status mental

    1) Penampilan dan perilaku

    2) Mood/ suasana perasaan hati

  • 16

    3) Pembicaraan

    4) Isi pikiran

    5) Gejala hipokondriakal

    C. Konsep ADL (Activity Daily Living)

    1. Definisi ADL (Activity Daily Living)

    ADL adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari-hari. ADL merupakan

    aktivitas pokok pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain ke toilet, makan,

    berpakaian (berdandan), mandi, dan berpindah tempat . (Hardywinito & Setiabudi,

    2005).

    Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2002) ADL adalah aktifitas

    perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan

    tuntutan hidup sehari-hari .ADL adalah ketrampilan dasar dan tugas okupasional yang

    harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri yang dikerjakan

    seseorang sehari-harinya dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan

    perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat (Sugiarto,2005).

    2. Macam Macam ADL (Activity Daily Living)

    a. ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki

    seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum,

    toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar

    dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga

  • 17

    disertakan kemampuan mobilitas (Sugiarto,2005)

    b. ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat atau

    benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan,

    menggunakan telefon, menulis, mengetik, mengelola uang kertas ADL dasar,

    sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang

    untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi,

    berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air

    kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan

    kemampuan mobilitas (Sugiarto,2005)

    c. ADL vokasional, yaitu ADL yang berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan

    sekolah.

    d. ADL non vokasional, yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi, dan mengisi

    waktu luang.

  • 18

    BAB III

    LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

    A. Landasan Teori

    Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari

    suatu waktu tertentu, tapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Proses ini membawa

    perubahan-perubahan yang mempengaruhi struktur baik fisik maupun mentalnya

    serta fungsi-fungsinya juga (Hurlock, 1980). Ada dua aspek penting yang terkait pada

    proses menua, yaitu penurunan progresif fungsi-fungsi biologis dan penurunan

    ketahanan terhadap berbagai bentuk stressor dan peningkatan kerentanan terhadap

    berbagai penyakit. Pada lansia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan

    jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi

    normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan

    memperbaiki kerusakan yang terjadi (Suaib, 2011).

    Kemunduran-kemunduran yang telah disebutkan di atas memiliki dampak

    terhadap perilaku dan perasaan lansia nantinya. Di samping itu, ada peningkatan

    sensitifitas emosional yang dapat menjadi sumber masalah pada proses menua. Salah

    satu gangguan yang dapat muncul adalah gangguan mental, dan yang paling sering

    muncul adalah gangguan depresi (Suaib, 2011).

    Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan

    alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya. Pada lansia gejala-gejala depresi

    sering sulit untuk diamati karena terselubung oleh kondisi medis lain sehingga sulit

  • 19

    untuk didiagnosa. Akibatnya, lansia yang menderita depresi tidak akan diterapi

    dengan cepat dan tepat sehingga depresi akan bertambah parah dan dapat

    menimbulkan ketidakmampuan, memperburuk kondisi medis dan meningkatkan

    risiko bunuh diri (Suaib, 2011).

    ADL terdiri dari aspek motorik yaitu kombinasi gerakan volunter yang

    terkoordinasi dan aspek propioseptif sebagai umpan balik gerakan yang dilakukan.

    ADL dasar dipengaruhi oleh :

    1. ROM sendi

    2. Kekuatan otot

    3. Tonus otot

    4. Propioseptif

    5. Persepti visual

    6. Kognitif

    7. Koordinasi

    8. Keseimbangan (Sugiarto,2005)

    Menurut Hadiwynoto (2005) faktor yang mempengaruhi penurunan Activities

    Daily Living adalah:

    1) Kondisi fisik misalnya penyakit menahun, gangguan mata dan telinga

    2) Kapasitas mental

    3) Status mental seperti kesedihan dan depresi

    4) Penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh

    5) Dukungan anggota keluarga

  • 20

    Keterangan :

    : Arah yang diteliti

    : Arah yang tidak diteliti

    : Variabel diteliti

    : Variabel tidak diteliti

    Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Antara Tingkat Depresi

    Terhadap Activity Daily Living Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi

    Sejahtera Banjarbaru

    B. Hipotesis

    Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara tingkat depresi

    terhadap activity daily living pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi

    Sejahtera Banjarbaru.

    Proses Menua

    Kebutuhan

    Sosial

    Lansia

    Spiritual

    Mental

    Kemunduran

    Fisik Psikis

    Depresi

    Fisik

    Menua

    Ekonomi

    Relaksasi

    Religius

    Activity Daily

    Living

  • 21

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    A. Rancangan Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah penelitian non eksperimen. Data diperoleh dengan

    pendekatan cross sectional. Pengukuran dilakukan terhadap variabel bebas dan terikat

    secara bersamaan dalam satu waktu untuk mengetahui adanya hubungan antara

    rtingkat depresi terhadap activity daily living pada lansia di Panti Sosial Tresna

    Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.

    B. Populasi dan Sampel

    Populasi dalam penelitian ini adalah lanjut usia (lansia) yang tinggal di Panti

    Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru, yaitu berjumlah 110 orang.

    Sampel dalam penelitian ini adalah lanjut usia (lansia) yang tinggal di Panti

    Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru, dengan kriteria inklusi dan ekslusi

    sebagai berikut:

    1. Kriteria inklusi

    a. Lansia berusia minimal 60 tahun

    b. Bersedia menjadi responden

    c. Dapat berkomunikasi dengan baik

    d. Memiliki gangguan jiwa depresi

    e. Menurunnya activity daily living

  • 22

    2. Kriteria ekslusi

    a. Meninggal dunia

    b. Menolak mengisi kuesioner

    Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling

    method.

    C. Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Aspek yang

    disajikan terdiri dari identitas responden dan beberapa pertanyaan yang menyangkut

    tingkat depresi terhadap activity daily living.

    Tingkat depresi dengan menggunakan kuesioner GDS (Geriatric Depression

    Scale). Kuesioner tidak divalidasi karena sudah divalidasi menurut data Internasional

    sebelumnya. Getriatric depresression scale (GDS) terdiri dari 15 pertanyaan dimana

    pada option yang bercetak tebal memiliki nilai l, dan yang tegak memiliki nilai 0,

    sehingga nilai total adalah:

    < 5 : baik = 1

    5-9 : cukup = 2

    > 10 : kurang = 3

    ADL mencakup kategori yang sangat luas dan dibagi-bagi menjadi sub kategi

    atau domain seperti berpakaian, makan minum, toileting/higieni pribadi, mandi,

    berpakaian, transfer, mobilitas, komunikasi, vokasional, rekreasi, instrumental ADL

  • 23

    dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang

    untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi,

    berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil

    dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan

    mobilitas (Sugiarto,2005)

    Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan atau besarnya

    bantuan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.Pengukuran kemandirian ADL

    akan lebih mudah dinilai dan dievaluasi secara kuantitatif denagn sistem skor yang

    sudah banyak dikemukakan oleh berbagai penulis ADL dasar, sering disebut ADL

    saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya

    meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang

    memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL

    dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas

    (Sugiarto,2005)

    D. Variabel Penelitian

    1. Variabel Bebas

    Variabel bebas pada penelitian ini adalah tingkat depresi.

    2. Variabel Terikat

    Variabel terikat pada penelitian ini adalah activity daily living pada lansia di

    Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.

  • 24

    E. Definisi Operasional

    1. Depresi pada lansia adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang banyak

    dialami oleh lansia yang ditandai oleh suasana perasaan yang murung, hilang

    minat terhadap kegiatan, hilang semangat, lemah, lesu, dan rasa tidak berdaya.

    Variabel depresi pada lansia tersebut menggunakan skala pengukuran ordinal.

    2. ADL adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari-hari. ADL merupakan

    aktivitas pokok pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain ke toilet,

    makan, berpakaian (berdandan), mandi, dan berpindah tempat.

    Variabel activity daily living pada lansia tersebut menggunakan skala pengukuran

    ordinal.

    F. Prosedur Penelitian

    1. Persiapan

    Pada tahap persiapan yang dilakukan yaitu menetapkan tema dan judul

    penelitian, melakukan konsultasi dengan pembimbing untuk pembuatan proposal

    penelitian, mengurus surat izin penelitian, melakukan studi pendahuluan pada lansia

    di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru, membuat proposal

    penelitian, membuat kuesioner untuk pengumpulan data.

    2. Pelaksanaan

    Calon Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria inklusi.

    Pengumpulan data dilaksanakan pada Februari-Maret 2012 di Panti Sosial Tresna

  • 25

    Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru yang dilakukan sendiri oleh calon peneliti.

    Pengisian kuesioner dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera

    Banjarbaru dan didampingi dalam pengisian kuesioner. Kuesioner diisi secara

    langsung oleh responden atau dibantu oleh calon peneliti dalam membacakan

    pertanyaan dan menuliskan jawaban dalam lembar kuesioner. Lembar kuesioner

    diperiksa kelengkapan pengisiannya dan apabila terdapat pertanyaan yang belum

    dijawab, maka responden diminta untuk melengkapi kuesioner tersebut. Kuesioner

    akan dikumpulkan segera setelah pengisian.

    G. Teknik Pengumpulan Data

    Data primer diperoleh langsung dengan menggunakan kuesioner. Responden

    diberikan penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan dan manfaat penelitian serta cara

    pengisian kuesioner. Responden yang menyetujui penelitian ini selanjutnya diminta

    mengisi informed consent. Kemudian responden yang telah mengisi informed

    consent, diminta mengisi kuesioner. Calon peneliti juga menggunakan data sekunder

    yang didapatkan dari pihak panti.

    H. Cara Analisis Data

    Cara analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman

    Rank untuk mengetahui hubungan antara tingkat depresi pada lansia dengan activity

    daily living pada lansia. Uji ini mengkorelasi data ordinal dan data dari kedua

    variabel tidak harus terdistribusi normal (Santi, 2009).

  • 26

    I. Waktu dan Tempat Penelitian

    1. Waktu penelitian

    Waktu penelitian dilaksanakan pada Februari-Maret 2012.

    Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian

    No Kegiatan Bulan

    Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei

    1 Konsultasi

    2 Pengumpulan referensi

    3 Permintaan izin

    4 Pengambilan data sekunder

    5 Penyusunan proposal penelitian

    6 Seminar KTI I

    7 Pelaksanaan Penelitian

    8 Pengolahan Data

    9 Seminar KTI II

    10 Penggandaan dan pengumpulan

    KTI ke UP KTI FK UNLAM

    2. Tempat penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera

    Banjarbaru.

    J. Biaya Penelitian

    Rencana biaya yang diperlukan adalah sebagai berikut:

    1. Pengumpulan referensi Rp. 150.000,-

    2. Pengetikan dan penjilidan Rp. 150.000,-

    3. Transportasi Rp. 100.000,-

    4. Pengumpulan data dan pengolahan data Rp. 200.000,-

    5. Pengadaan kuesioner Rp. 75.000,-

  • 27

    6. Perbaikan Rp. 150.000,-

    7. Pengandaan proposal Rp. 200.000,- +

    Jumlah Biaya Rp. 1.025.000,-

  • 28

    DAFTAR PUSTAKA

    Agustin D, Sarah U. Perbedaan tingkat depresi pada lansia sebelum dan sesudah

    dilakukan senam bugar lansia di panti wredha wening wardoyo ungaran. Media Ners

    2008;2(1):37-44.

    Apriani T. Hubungan Tingkat Depresi dengan Ketergantungan dalam ADL pada

    Lansia Di PSTW Darma Bhakti Pajang Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan

    Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009. 2-3.

    Camara CDL, Pedro S, Raul LA, et al. Depression in the elderly community: ii.

    outcome in a 4,5 years follow-up. Europe Journal Psychiatry 2008;22(3):141-150.

    Carriere I, Laure AG, Karine P, et al. Late life depression and incident activity

    limitations: influence of gender and symptom severity. Journal of Affective Disorders

    2011;3:1-9.

    Cole MG, Nandini D. Risk factors for depression among elderly community subjects:

    a systematic review and meta-analysis. American Journal Psychiatry

    2003;160(6):1147-1156.

    Departemen Kesehatan Sulawesi Selatan. Panduan Kesehatan Jiwa pada Lansia.

    http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman_keswa_lansia.pdf. Diakses pada

    tanggal 20 Desember 2011.

    Dewi SY, Danardi, Suryo D, dkk. Faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya

    depresi pada pasien geriatri yang dirawat di rs dr. cipto mangunkusumo. Cermin

    Dunia Kedokteran 2007;34(156):117-123.

    Diwan S, Satya SJ, Rashmi G. Differences in the structure of depression among older

    asian indian immigrants in the united states. Journal of Applied Gerontology

    2004;23(4):370-384.

    Fatimah DN. Hubungan Disabilitas Fungsional dengan Kejadian Depresi pada Lanjut

    Usia di PSTW Budi Sejahtera Banjarbaru Maret 2008. Skripsi. Fakultas Kedokteran

    Universitas Lambung Mangkurat, 2008. 2-5.

    Halis F, Wahyuningsih, Ganif D. Hubungan tingkat depresi dengan tingkat

    kemandirian dalam aktivitas sehari-hari pada pasien lansia di panti werda griya asih

    kabupaten malang. Jurnal Kesehatan 2008;6(2):160-166.

  • 29

    Hawari D. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. Jakarta: Balai

    Penerbit FKUI, 2005. 122-123.

    Hayati S. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kesepian pada Lansia. Skripsi.

    Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2010. 30-31.

    Hodge DR. A template for spiritual assessment: a review of the jcaho requirements

    and guidelines for implementation. Sosial Work 2006;51(4):317-326.

    Hurlock EB. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

    Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga, 1980. 380-401.

    Indriyati. Hubungan Tingkat Activity Daily Living (ADL) Dengan Tingkat Depresi

    Pada Pasien Stroke Di Bangsal Anggrek 1 Rs.Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta :

    UMS. 2009

    Jeon HS, Ruth ED. Stress and depression among the oldest- old: a longitudinal

    analysis. Research on Aging 2009;31(6):661-687.

    Mardiyono, Praneed S. Islamic relaxation outcomes: a literature review. The

    Malaysian Journal of Nursing 2009;1(1):25-30.

    McCormack B, Duncan B, Gill L, Gavin RM. Screening for depression among older

    adults referred to home care services: a single-item depression screener versus the

    geriatric depression scale. Home Health Care Management 2011;23(1):13-19.

    Mitchell AJ, Hari S. Prognosis of depression in old age compared to middle age:

    systematic review of comparative studies. American Journal Psychiatry

    2005;162:1588-1601.

    Rezaei M, Adib HM, Seyedfatemi N, Hoseini F. Prayer in iranian cancer patients

    undergoing chemotherapy. Complementary Therapies in Clinical Practice

    2008;14(2):90-97.

    Ryan J, Isabelle C, Karen R, et al. Late-life depression and mortality: influence of

    gender and antidepressant use. The British Journal of Psychiatry 2008;192:1-25.

    Santi NF. Hubungan antara Senam dengan Kualitas Hidup Lansia Di Panti Sosial

    Tresna Werdha Yogyakarta Unit Budhi Luhur. Skripsi. Program Studi Ilmu

    Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2009. 10-40.

  • 30

    Serfaty MA, Deborah H, Martin B, et al. Clinical effectiveness of individual cognitive

    behavioral therapy for depressed older people in primary care. Arch Gen Psychiatry

    2009;66(12):1332-1340.

    Sidik SM, Lekhraj R, Mustaqim A. Physical and mental health problems of the

    elderly in a rural community of sepang, selangor. Malaysian Journal of Medical

    Sciences 2004;11(1):52-59.

    Suaib A. Pengaruh Dzikir terhadap Tingkat Depresi pada Lansia di Padokan Lor,

    Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta. Skripsi. Program Studi

    Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

    2011. 2-5.

    Subijanto HAA, Dhani R, Yoni FV. Modul Pembinaan Posyandu Lansia guna

    Pelayanan Kesehatan Lansia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2011. 1-11.

    Sumirta IN. Hubungan antara aktivitas fisik dengan depresi pada lansia di panti

    pelayanan lanjut usia wana seraya denpasar. Jurnal Ilmiah Keperawatan

    2009;2(1):77-83.

    Sugiarto, Andi.Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari

    Pada Lansia Dip Anti Werdha Pelkris Elim Semarang Dengan Menggunakan Berg

    Balance Scale Dan Indeks Barthel. Semarang : UNDIP, 2005.

    Wulansari D. Hubungan Dukungan Keluarga dan Tingkat Depresi Lansia Di Karang

    Lansia Kakak Tua Banjarmasin. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

    Kedokteran Universitas lambung Mangkurat, 2011. 4-11.