konsep kepemimpinan dalam agama baha’i dan...
TRANSCRIPT
KONSEP KEPEMIMPINAN DALAM AGAMA BAHA’I DAN
PERSEPSINYA TERHADAP POLA KEPEMIMPINAN
NEGARA DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh :
Dewi Haneh Amisani
NIM: 1110032100065
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
KONSEP KEPEMIMPINAI\I AGAMA BAIIA'I DAI\I PERSEPSINYATERHADAP POLA KEPEMIMPINAI{ NEGARA
DIII\IDONESIA
Skripsi
Diajukao untuk Merrenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S. Th.L)
Dewi Haneh Ainisani1110032100065
Diperiksa dan disetujui,Di Bawah Bimbingan
Prof. Dr. M. Ridwan Lubis- MANIP. 19471 01 9 I 9077 031002
PROGRAM STI]DI PERBAT{DINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
I]NIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2ot4MJ1435H.
PENGESAHAN PA}IITIA UJIAIY
Skripsi berjudul KONSEP KEPEMIMPINAhT DALAM AGAMA BAHA,I
DAN PERSEPSINYA TERIIADAP POLA KEPEMIMPINAI\I NEGARA DI
INDOIIESIA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushaluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 23 Desember 2014. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sa{ana Theologi Islam (S.Th.I.) pada
Program Studi Perband ingan Agama.
Ciputat, 23 Desember 2014
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Seketaris Merangkap Anggota,
Dra. Halimah SM. M. AeNIP. t9590413 199603 2 001
Anggota,
Penguji II,
t98603 2 001
Prof. Dr. M. Ridwan Lubis. MA
NIP. | 947 I 0 I 9t 9077031002
ltl
19751019 200312
19560417
LEMBARPERIYYATAAIT
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (SI) di IJIN Syarif
Hidayahrllah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini rclah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayahrllah Jakarta'
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatr.rllah Jakarta'
lv
Ciputat, 23 Desember 20 I 4
v
ABSTRAK
Dewi Haneh Amisani
Konsep Kepemimpinan Dalam Agama Baha’i Dan Persepsinya Terhadap
Pola Kepemimpinan Negara Di Indonesia
Kepemimpinan menurut Baha’i dipandang tidak seperti kepemimpinan
yang ada pada umumnya, karena menurut Agama Baha’i untuk zaman saat ini
tidak diperlukan lagi kepemimpinan yang bersifat individu atau perseorangan. Hal
ini sudah diramalkan dalam tulisan-tulisan suci Baha’u’llah jauh sebelum Shoghi
Efendi ditunjuk sebagai wali agama Tuhan. Bahwa akan ada suatu masa dimana
tidak akan diperlukan lagi pemimpin perseorangan dalam agama Baha’i dan
semua urusan agama Baha’i akan dijalankan oleh Lembaga. Lembaga-lembaga itu
yang mengatur tanpa perlu ada jabatan seorang pemimpin, diantaranya: Majelis
Rohani Setempat, majelis Rohani Nasional, dan Balai Keadilan Sedunia.
Administrasi Bahai ini tidak hanya mengurusi persoalan-persoalan spiritual tetapi
juga mengurusi urusan sosial kemasyarakatan. Sedangkan kepemimpinan negara
di Indonesia dikenal dengan sebutan Presiden dan Wakil Presiden. Presiden
Indonesia adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Yang
dipilih sebagaimana bunyi UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 yang mengatakan bahwa
calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh Partai Politik yang telah
memenuhi persyaratan.
Agama Baha’i merupakan agama yang menekankan pada persatuan
seluruh umat manusia, sehingga terdapat dalam hukum agama Bahai tidak
memperbolehkan umatnya ikut serta dalam partai politik. Menurutnya partai
politik merupakan pemisah antara manusia satu dengan yang lainnya, memiliki
kecendrungan untuk memenangkan kelompoknya masing-masing.
Meskipun demikian umat Baha’i di seluruh dunia di wajibkan untuk patuh
pada pemerintahan dimana ia berada. Termasuk umat Baha’i yang tinggal di
Indonesia, meskipun ia tidak terjun dalam partai politik ia tetap melaksanakan
tugas-tugasnya sebagai warga negara Indonesia yang baik.
Penelitian ini membahas tentang Konsep Kepemimpinan menurut Agama
Baha’i dan Persepsinya terhadap Pola Kepemimpinan negara di Indonesia.
Adapun tujuan adalah untuk mengetahui konsep Kepemimpinan dalam pandangan
Bahai dan persepsinya terhadap pola kepemimpinan negara di Indonesia.
menanggapi hukum yang melarang umat Baha’i untuk ikut campur dalam partai
politik yang jika dikaitkan dengan pola kepemimpinan di Indonesia yakni
pemilihan presiden Indonesia menganut sistem demokrasi yang penyangga pilar
utamanya adalah partai politik dan tanggapan Umat Baha’i mengenai hal tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah (field research) merupakan
sumber yang di peroleh dari buku-buku terbitan Majelis Rohani Indonesia yang
merupakan buku resmi Agama Baha’i dan wawancara dengan pihak-pihak utama
penganut agama Baha’i. Sedangkan (library research) Adalah sumber yang di
peroleh dari buku, artikel jurnal, internet, arsip, ensiklopedia, informasi surat
kabar dan lain-lain.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan judul “Konsep Kepemimpinan Agama Baha’i dan
Persepsinya Terhadap Pola Kepemimpinan Negara di Indonesia”. Penulisan
skripsi ini dimaksudkan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (SI) pada
program Studi Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan untuk semua umat sampai
akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, baik dari bahasa yang di gunakan
maupun sistematika penulisan, hal tersebut dikarenakan terbatasnya kemampuan
penulis. Namun berkat bantuan, bimbingan, serta dorongan dari berbagai pihak
akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Dengan penuh rasa hormat
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. M. Ridwan Lubis selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu dan menyumbangkan pikiran untuk membimbing,
memberikan pengarahan, dorongan dan membantu menyelesaikan
masalah dalam proses penyusunan skripsi.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Prof.
Dr. M. Ikhsan Tanggok, Msi., Dr. M. Suryadinata, MA., dan Dr. Faizah
Ali Syibromalisi selaku pembantu Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
3. Dr. Media Zainul Bahri, M.A., dan Dra. Halimah SM, M. Ag., selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Perbandingan Agama atas motivasi yang
diberikan kepada penulis dan sudah banyak membantu penulis dalam
mengurus semua keperluan skripsi dan sampai selesai.
4. Dra. Marjuqoh, M.A., selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membantu mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Sri Mulyati, MA. Dan Syaiful Azmi, MA. Yang telah menjadi Dosen
Penguji Skripsi, dengan memberikan masukan dan kritik yang
membangun terhadap hasil skripsi ini yang lebih baik.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin yang telah mendidik penulis
memberikan ilmu, pengalaman serta pengarahan kepada penulis selama
masa perkuliahan.
7. Seluruh staf Perpustakaan Utama (PU) dan Perpustakaan Fakultas (PF)
yang sudah menyediakan buku sebagai referensi dan selalu melayani
dalam proses peminjaman buku.
8. Kedua Orang tua tercinta ayahanda Drs. Moh. Fajeri dan ibunda Siti
Murtafiah yang tak henti mendoakan serta memotivasi tanpa lelah. Atas
pengorbanan dan cinta kasihnya yang tak terhingga serta dukungan moril
dan materil yang diberikan kepada penulis. Jika ada ungkapan yang lebih
indah dan lebih pantas dari terimakasih di dunia ini, maka itu untuk mu
kedua orang tuaku. kalian adalah alasan terselesaikannya skripsi ini.
9. Kakak-kakak tersayang M. Tajudin dan M. Ibrahim yang selalu
memberikan motivasi dan dukungan baik secara moril maupun materil.
viii
10. Adik-adik tercinta yang selalu memberikan support untuk menyelesaikan
skripsi ini.
11. Keluarga ibu Nasrin Astani dan Bapak Benedict Chee yang telah menjadi
narasumber utama dan memberikan dukungan, motivasi, bantuan tanpa
pamrih serta memberikan fasilitas perpustakaan bagi penulis. Semoga
Tuhan memberikan balasan dan posisi yang terbaik.
12. Keluarga ibu Rina yang sudah sangat membantu dan bersedia
meluangkan waktu serta memberikan ilmunya pada saat di wawancara.
13. Seluruh teman-teman seperjuangan Perbandingan Agama angkatan 2010.
Dan semua teman-teman KKN Win Project, selamat berjuang teman.
Semoga kita sukses dalam meniti karir. Tak lupa Senior dan Junior
Perbandingan Agama, yang telah memberikan support dan dukungannya
kepada penulis
14. Semua saudara-saudara yang selalu mendoakan penulis dan seluruh
orang yang tercinta serta semua pihak yang sudah turut membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
ix
Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada
semua pihak yang telah memberikan sumbangsih kepada penulis, dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, bagi mereka yang mengerti indahnya
perdamaian dalam perbedaan dan bagi kita semua masyarakat Indonesia pada
umumnya.
Akhir kata penulis mengucapkan mohon maaf apabila terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penulisan dan penyajian skripsi ini.
Ciputat, 09 Desember 2014
Penulis,
Dewi Haneh Amisani
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 9
D. Kegunaan Penelitian ............................................................ 9
E. Tinjauan Pustaka ................................................................. 10
F. Metode Penelitian ................................................................ 11
G. Sistematika Penulisan .......................................................... 14
BAB II AGAMA BAHA’I DI INDONESIA ........................................ 15
A. Sejarah Agama Bahai .......................................................... 15
B. Ajaran-ajaran dalam Agama Baha’i .................................... 25
C. Agama Baha’i di Indonesia ................................................. 30
BAB III KONSEP KEPEMIMPINAN BAHA’I ................................... 33
A. Konsep Kepemimpinan menurut Bahai............................... 33
B. Dasar Hukum Memilih Majelis Rohani .............................. 36
xi
C. Tugas-tugas Majelis Rohani ................................................ 42
D. Bentuk Administrasi Baha’i ................................................ 45
BAB IV PERSEPSI UMAT BAHA’I TERHADAP KONSEP
KEPEMIMPINAN NEGARA DI INDONESIA .................... 56
A. Pengertian dan Konsep Kepemimpinan di Indonesia .......... 56
B. Memilih Pemimpin Negara di Indonesia ............................. 62
C. Persepsi Umat Baha’i terhadap Konsep Kepemimpinan
Negara di Indonesia ............................................................. 66
BAB V PENUTUP .................................................................................. 71
A. Kesimpulan .......................................................................... 71
B. Saran .................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kajian agama–agama dunia sangat menarik untuk dibahas, khususnya bagi
mahasiswa Ushuluddin jurusan Perbandingan Agama. Pada dasarnya agama
merupakan sarana terbesar untuk menciptakan tata tertib di dunia dan kebahagiaan
yang sentosa bagi semua yang berada didalamnya. Setiap agama memiliki
prinsip, ajaran, hukum dan kewajiban bagi pemeluknya, setiap pemeluk agama
diwajibkan untuk mentaati seluruh komponen yang ada didalam agama tersebut
untuk mendapatkan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Begitu pula dengan
agama Baha‟i yang memiliki prinsip, ajaran, hukum dan kewajiban. Hal ini
merupakan pondasi dari setiap agama. Sebagai mahasiswa jurusan Perbandingan
Agama penulis mengkaji tentang agama-agama dunia khususnya ajaran-ajaran
dan hukum-hukumnya, karena setiap agama memiliki corak hukum yang berbeda-
beda. Perbedaan hukum dan ajarannya inilah merupakan suatu khazanah dalam
kehidupan umat beragama. Salah satu hukum yang menarik untuk dibahas
khususnya pada saat ini adalah tentang kepemimpinan negara, cara bagaimana
memilih pemimpin, salah satunya saat ini sedang berlangsung kampanye dari
masing-masing partai untuk mengusung calonnya agar terpilih menjadi pemimpin
negara yakni Presiden Indonesia pada pemilu 2014.
Berbicara bagaimana cara memilih pemimpin Negara, di Indonesia erat
kaitanya dengan politik. dikatakan dalam buku “Ilmu Pengantar Politik”
karangan Padmo dan Nazarudin, bahwa pemerintahan merupakan lembaga politik
2
yang resmi, dimana ada asap disitu ada api, dimana ada pemerintahan disitu ada
politik, dan dimana ada politik disitu ada kekuasaan, yang distribusinya tidak
merata.1
Selayang pandang tentang negara, asal-usul negara selalu dikaitkan dengan
memperlihatkan adanya kelompok yang menjadi cikal bakal lahirnya masyarakat.
Setelah sejarah panjang perjalanan umat manusia, kelompok-kelompok
masyarakat yang semakin membesar dan membiak, tata aturan yang sedari awal
sudah disusun secara bersama oleh anggota komunitas dengan sanggat sederhana,
mulai mengalami gerak evolusi dengan tata nilai dan aturan yang kian kompleks.
Saat itu masyarakat mengalami fase perbesarannya dengan jejaring sistem
pemerintahan yang kian rumit dan menjadi latar bagi terbentuknya sebuah negara.
Pengertian Negara sendiri berdasarkan catatan sejarahnya yang paling
awal, yakni manusia dalam mempertahankan hidupnya selalu berkumpul bersama-
sama, diawali perkumpulan-perkumpulan yang akhirnya dapat membuka jalan
menuju suku-suku, desa-desa, kota-kota bertembok, perkebunan, kerajaan,
kekaisaran dan bagian-bagiannya, dan yang paling baru adalah Negara2. Setiap
Negara pasti mengusahakan pemerintahan yang baik bagi warga negaranya.
Pemerintahan disini bertindak sebagai pemimpin bagi warga negaranya, dan
politik merupakan alat di Indonesia dalam memilih pemimpin.
Sejak manusia pertama kali berpikir tentang politik,mereka terombang
ambing diantara dua interpretasi yang saling bertentangan secara diametrik. Bagi
1Padmo Wahjono dan Nazarudin Syamsudin, Pengantar Ilmu Politik (Jakarta: Pt Raja
Grafindo Persada, 2009), h. 2. 2Mansyur Semma, Negara dan Korupsi ,pemikiran Mochtar Lubis atas Negara, Manusia
Indonesia, dan berprilaku politik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h.2.
3
sebagian orang politik secara hakiki pergolakan pertempuran. Kekuasaan
memungkinkan kelompok-kelompok dan indivudu-individu yang memegangnya
untuk mempertahankan dominasinya terhadap masyarakat dan untuk
mengeksploitirnya; kelompok dan individu lain menentang dominasi dan
eksploitasinya dengan berusaha melawan dan membinasakannya. Tafsiran
menganggap politik sebagai suatu usaha untuk menegakkan ketertiban dan
keadilan. Kekuasaannya melindungi kemakmuran umum dan kepentingan umum
(common good) dari tekanan dan tuntutan kelompok-kelompok kepentingan yang
khusus. Bagi yang pertama politik bertugas untuk mempertahankan hak-hak
istimewa suatu minoritas terhadap mayoritas. Bagi yang kedua, adalah alat untuk
mengintegrasikan setiap orang dalam komunitas dan menciptakan “kota adil”
yang dibicarakan Aristoteles.
Hakekat politik memiliki arti yang sesungguhnya bahwa politik senantiasa
ambivalen. Dewa Janus yang bermuka dua adalah citra yang benar dari kekuasaan
dan mengunggkapkan kebenaran politik yang paling dalam. Pada saat yang
bersamaan politik merupakan alat dominasi sekelompok tertentu atas kelompok
lain, untuk keuntungan sendiri dan kerugian bagi yang lain. Pada saat yang sama,
dia juga alat menjamin ketertiban sosial tertentu, sejenis integrasi dari semua
orang di dalam komunitas demi kepentingan umum. Paham bahwa politik
mencakup baik konflik antara individu-individu dan kelompok untuk memperoleh
kekuasaan.3
3 Maurice Duverger, Sosiologi Politik (Jakarta: CV.Rajawali, 1988), h. 28-30.
4
Sebuah sistem politik yang mengakui hak rakyat untuk berpartisipasi
dalam keputusan-keputusan politik, baik secara langsung ataupun tidak langsung
melalui wakil-wakil mereka yang terpilih, untuk mendistribusikan dan mengatur
kekuasaan politik dibawah pengawasan dari mayoritas adalah demokrasi.4
Dan konsep kepemimpinan di negara Indonesia dulu pada zaman orde
baru, semua kepala daerah dipilih oleh Presiden. Presiden dipilih MPR. Dan
MPR-DPR dipilih berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh melalui partai
politik, dan partai politik dipilih oleh rakyat. Kemudian runtuhnya zaman orde
baru digantikan dengan zaman reformasi, dimana Indonesia telah menganut
sistem demokrasi. Demokrasi yang dimaksud bahwa rakyat Indonesia berhak
memilih langsung siapa yang akan menjadi pemimpinnya, baik dari kepala
daerah, ketingkat DPR-MPR bahkan Presiden, rakyat Indonesia diberikan hak
suaranya untuk memilih langsung. Dengan demikian hak-hak suara untuk
menentukan pemimpin sepenuhnya diberikan kepada rakyat.
Dalam kepemimpinan negara, pemilihan presiden yang dipilih oleh rakyat,
itu mencerminkan sistem demokrasi. Untuk menjadi pemimpin di Indonesia,
selain kemampuan sebagai seorang pemimpin, ada dua kriteria lagi yang harus
terpenuhi. Pertama pemimpin negara dipilih berdasarkan moral agama. Artinya
tidak bisa seorang pemimpin negara yang atheis atau tidak mengakui adanya salah
satu agama dan Tuhan. Kedua, pemimpin negara yang memiliki kriteria
berdasarkan moral lokal bangsa Indonesia. Artinya seorang pemimpin itu harus
paham atas budaya bangsa Indonesia yang majemuk, dan memiliki rasa akan cinta
4Ahmed Vaezi, Agama Politik, Nalar Politik Islam (Jakarta: Citra, 2006), h. 60.
5
tanah air.5 Akan tetapi seorang calon pemimpin negara tidak bisa mencalonkan
dirinya untuk menjadi Presiden tanpa mengusungkan diri dari partai politik.
Pemimpin negara di Indonesia harus diusung dari partai politik. Tidak bisa
seseorang mencalonkan dirinya menjadi pemimpin secara independen.
Sedangkan dalam pandangan Agama Baha‟i, agama Baha‟i memiliki cara
pandang sendiri dalam kepemimpinan. Menurut umat Baha‟i, agama Baha‟i
memiliki administrasi negara yang menurutnya unik di banding dengan konsep-
konsep yang sudah ada, karena langsung bersumber dari Sang Perwujudan Tuhan
yakni Baha‟ullah yang telah merancang suatu rancangan sistem administrasi yang
mengagumkan. Rancangan ini disebut tata tertib dunia Baha‟ullah, dan
administrasi Baha‟i adalah sebagai tata tertib itu. Perlu diketahui dalam
administrasi Baha‟i tidak ada kepemimpinan perseorangan. Semua aturan dan
kebijakan-kebijakan masalah bangsa dipecahkan oleh Balai Keadilan sedunia.
Setiap negara diwakili oleh Majelis Rohani Nasional, dibawah Majelis Rohani
Nasional terdapat Majelis Rohani Setempat, dan setiap perwakilannya itu
berjumlah sembilan. Pada sistem pemilihannya mulai dari lembaga terendah yakni
Majelis Rohani Setempat dipilih oleh masyarakat setempatnya yang sudah berusia
21 tahun, Majelis Rohani Nasional dipilih oleh utusan-utusan yang dikirim ke
Konvensi Nasional untuk memilih siapa saja yang pantas menggemban tugas
sebagai anggota Majelis Rohani Nasional. dan Balai Keadilan Sedunia dipilih
oleh anggota-anggota Majelis Rohani Nasional untuk mengurusi masyarakat
Baha‟i antar negara. Setiap wakil-wakil yang berada di Majelis-majelis Rohani
5Tambahan dari Dosen Pak Media Zainul Bahri.
6
dan Balai Keadilan Sedunia tidak bisa mencalonkan ataupun dicalonkan untuk
menjadi wakil-wakil atau bagian dari kesemuanya. Ini merupakan sedikit
gambaran dari Administrasi menurut Baha‟i.
Administrasi Baha‟i adalah rencana Tuhan untuk zaman ini yang
ditetapkan melalui perwujudan-Nya, yaitu Baha‟ullah, dan administrasi ini
diciptakan untuk membawa ketertiban dan kedamaian di antara berbagai bangsa di
dunia. Oleh sebab itu agama Baha‟i memberikan aturan atau hukum bagi para
pemeluknya agar umat Baha‟i tidak ikut terlibat dalam partai politik yang
merupakan suatu sarana menjadi pemimpin di Indonesia. Dari sebab ini, penulis
ingin mengangkat judul bagaimana persepsi umat Baha‟i terhadap konsep
kepemimpinan Negara di Indonesia.
Sekilas pandang tentang Agama Baha‟i. Agama Baha‟i merupakan agama
yang ada dihampir 200 negara. Dalam buku Taman Baru, dikatakan bahwa semua
manusia adalah ciptaan Tuhan yang Maha Esa, jika kita percaya pada bapak
surgawi yang satu maka kita harus saling mengnganggap satu sama lain sebagai
saudara, anggota dari satu keluarga yakni keluarga manusia6. Umat manusia
diumpamakan sebagai suatu kebun yang luas, yang didalamnya tumbuh
berdampingan bunga-bunga yang beraneka warna, bentuk dan wanginya.
Keindahan dan daya tarik dari kebun itu terletak pada keaneka ragaman tersebut.
Agama Baha‟i merupakan salah satu agama dengan jumlah penganut tidak
sebanyak agama-agama besar akan tetapi kehadiran agama Baha‟i sesungguhnya
6Hushmand fathea‟ zam, Taman Baru (t.t : Majelis Rohani Bahai Indonesia, 2009), h. 58.
7
diakui sebagai masyarakat agama. Agama Baha‟i ini tetap eksis dan berkembang
serta menjadi fenomena keagamaan yang menarik di penjuru dunia.7
Agama Baha‟i adalah agama yang independen dan bersifat universal,
bukan sekte dari agama lain. Agama Baha‟i dimulai di Iran pada abad 19. Dimulai
saat pengumuman Sang Bab tahun 1844. Pada abad kedua puluh satu, jumlah
penganut Baha‟i sekitar enam juta orang yang berdiam dilebih dari seratus
sembilan puluh negeri di seluruh dunia. Dalam ajaran Agama Baha‟i, sejarah
keagamaan dipandang sebagai suatu proses pendidikan bagi umat manusia melalui
para utusan Tuhan, yang disebut “Perwujudan Tuhan”.8 Baha‟ullah merupakan
Perwujudan Tuhan untuk zaman ini. Ia mengaku sebagai pendidik Ilahi yang telah
di janjikan bagi semua umat dan yang di nubuatkan dalam agama-agama
sebelumnya. Ia menyatakan bahwa misinya adalah untuk meletakkan pondasi bagi
persatuan seluruh dunia.
Baha‟u‟llah artinya kemuliaan Tuhan, pembawa wahyu agama Baha‟i
serta utusan tuhan yang dipercaya sebagai “Dia yang dijanjikan segala zaman”.
Lahir di Persia pada tahun 1817 dan wafat di Palestina pada 29 Mei 1892. Ajaran-
ajaran Baha‟ulah selaras dengan ajaran-ajaran semua agama yang ada
sebelumnya, namun ajaran-ajaran Baha‟ullah ditunjukkan untuk kondisi umat
manusia saat ini. Seperti kita tahu, dalam tradisi-tradisi dari semua kaum ada janji
tentang masa depan ketika perdamaian dan keselarasan akan didirikan dimuka
bumi dan umat manusia akan hidup dalam kemakmuran. Umat Baha‟i percaya
7Siti Nadroh dan Syaiful Azmi, Agama-agama Minor (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013),
h. 1. 8Seorang Utusan Tuhan sebagai pendidik Ilahi.
8
bahwa saat yang dijanjikan itu sudah tiba, dan Baha‟u‟llah adalah sosok luhur
yang ajaran-ajarannya akan memungkinkan umat manusia membangun dunia
baru.
Salah satu ajaran Baha‟ullah terkait dengan kasus terhangat saat ini adalah
pemilihan pemimpin, yakni presiden yang mana calon-calonnya berasal dari
partai-partai politik yang berbeda. Ini merupakan hal yang menarik untuk di
angkat menjadi judul skripsi. Karena kepemimpinan negara di Indonesia, sistem
pemilihannya melalui proses partai politik, sedangkan dalam agama Baha‟i
adanya suatu larangan bagi umat Baha‟i untuk terlibat dalam partai politik.
Kemudian timbullah ketertarikan penulis untuk mengungkapkan apa persepsi
umat Baha‟i terhadap konsep kepemimpinan negara di Indonesia dengan adanya
larangan umat Baha‟i untuk terlibat dalam partai politik dan bagaiman umat
Baha‟i yang berdiam di Indonesia menyikapi hal tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti dan lebih
mengemukakan apa persepsi umat Baha‟i terkait konsep kepemimpinan Negara di
Indonesia, mengapa agama Baha‟i melarang umatnya untuk terlibat dalam partai
politik. Sehingga penulis mengangkat tema dengan judul “Konsep Kepemimpinan
dalam Agama Baha‟i dan Persepsinya terhadap Pola Kepemimpinan Negara di
Indonesia”.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
Agama Baha‟i memiliki ajaran dan hukum yang tidak semua sama dengan
ajaran-ajaran agama yang lain. Ajaran dan hukum-hukum dalam suatu agama
pada dasarnya untuk mengajarkan kebaikan kepada umatnya. Agama Baha‟i
9
melarang umatnya untuk ikut terlibat dalam partai politik. Disinilah penulis ingin
memaparkan melalui tulisan ini dan sekaligus ingin memberikan batasan yaitu
pada masalah persepsi umat bahai terhadap konsep kepemimpinan negara di
Indonesia adalah suatu yang menarik bagi penulis untuk membahasnya.
Untuk menghindari kesalah fahaman serta mencapai presepsi yang benar
dalam masalah yang hendak ditulis dan agar tidak melebar pembahasannya maka
penulis membatasi Dari latar belakang masalah yang sudah di paparkan di atas
maka penulis mengangkat pokok – pokok permasalahan dalam skripsi ini dalam
bentuk pertanyaan:
1. Bagaimana konsep kepemimpinan agama Baha‟i?
2. Bagaimana pandangan umat Baha‟i terkait kepemimpinan negara di
Indonesia?
C. TUJUAN PENELITIAN
Dari uraian latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan
penulis melakukan penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep kepemimpinan dalam agama Baha‟i.
2. Untuk mengetahui pandangan umat Baha‟i terkait kepemimpinan
negara di Indonesia.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
10
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu
Perbandingan Agama dan juga dapat memberikan penjelasan tentang perspektif
agama Baha‟i tentang kepemimpinan terkait partai politik.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat di jadikan rujukan bagi mahasiswa
Fakultas Ushuluddin khususnya dan mahasiswa UIN pada umumnya sebagai
wacana pengembangan, wacana keilmuan, dan terlebih lagi sebagai acuan dan
bahan pertimbangan.dan juga penelitian ini di harapkan dapat memberikan
kontribusi berupa bahan bacaan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dan di harapkan dapat Menambah khasanah keilmuan di Fakultas Ushuluddin.
Serta memberikan kontribusi pemikiran bagi seluruh masyarakat.
E. TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mendapatkan pengakuan dan validitas yang utuh, maka penulis
melakukan kajian kepustakaan supaya penelitian yang dilakukan mendapatkan
posisi yang lebih jelas dan juga agar tidak terjadi bentuk pengulangan pembuatan
skiripsi maka di sini penulis akan memberikan tinjauan pustaka.
Dari hasil penelusuran penulis menemukan hasil penelitian yang terkait
dengan tema yang akan di teliti yaitu sebagai berikut :
Skripsi UIN Jakarta, karangan Yudha Bhakti. Berjudul “Ritual Dalam
Agama Baha‟i” tahun 2012. Dalam skripsi tersebut Yudha menjelaskan konsep
ajaran agama Bahai tentang doa, sembahyang dan puasa. Ia menyinggung tentang
Balai Keadilan Sedunia yang merupakan rencana global mengembangkan pusat
11
Baha‟i Sedunia. Sedangkan fokus penulis terhadap model kepemimpinan umat
Baha‟i yakni Administrasi Baha‟i yang salah satu lembaga tertingginya adalah
Balai Keadilan Sedunia. Sehingga jauh berbeda dengan penulisan skripsi
karangan Yudha Bhakti.
Dan penulis memasukkan satu tinjauan pustaka lagi, yaitu Skripsi UIN
Jakarta, karangan Aisiah berjudul “ Kedudukan Perempuan Dalam Agama
Baha‟i” tahun 2013. Dalam skripsi tersebut Aisiah membahas sedikit tentang
Majelis Rohani Setempat, dan kemudian penulis menjelaskan bahwa ada
tingkatan yang lebih tinggi dari Majelis Rohani Setempat. Yakni Majelis Rohani
Nasional dan Balai Keadilan Sedunia. Yang itu semua merupakan tingkatan-
tingkatan model kepemimpinan dalam Agama Baha‟i.
F. METODE PENELITIAN
Pemilihan metode yang tepat dalam sebuah karya ilmiah sangat membantu
untuk mencapai hasil yang optimal, oleh karena itu penulis juga menggunakan
beberapa metode yaitu:
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini
adalah metode penelitian Deskriptif Analitis. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti
apa adanya.9 Kemudin dilanjutkan dengan metode analitis kritis yang artinya
memberikan uraian-uraian kritis dan sistematis terhadap pokok-pokok
pembahasan dan permasalahan tanpa adanya upaya memberikan penilaian tertentu
9Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian (Jakarta: STIA - LAN Press, 1999),
h.60.
12
terhadap pembahasan skripsi ini. Hal ini bertujuan demi menghasilkan alur yang
jelas dan sistematis.
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mempermudah penelitian selain mengumpulkan data dari sumber
kepustakaan, Penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data,
diantaranya yaitu:
a. Penelitian Lapangan (field research) guna mengumpulkan data
sebagai pelengkap dan pembanding.
b. Wawancara (interview), yakni penulis mengumpulkan data dengan
cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada
pemeluk agama tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan skripsi
ini. Sifat wawancara yang digunakan adalah wawancara tak terstruktur
Wawancara ini adalah wawancara bersifat bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara tak berstruktur yang
disebut juga wawancara terbuka, digunakan dalam penelitian
pendahuluan atau untuk penelitian yang lebih mendalam tentang
subjek yang diteliti. Peneliti berusaha mendapatkan informasi awal
tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada objek, sehingga
peneliti dapat menemukan secara pasti permasalahan apa yang harus
diteliti. Dalam wawancara tak berstruktur, peneliti belum mengetahui
13
secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih
banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh narasumber.
Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari narasumber, maka
peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih
terarah pada suatu tujuan.10
3. Sumber Data
a. Data Primer
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah wawancara
langsung kepenganut agama Baha‟i dan menggunakan buku-buku
terbitan Majelis Rohani Indonesia yang merupakan buku resmi
Agama Baha‟i.
b. Data Sekunder
Adalah sumber yang di peroleh dari buku-buku dan literatur
kepustakaan atau sejenisnya, artikel-artikel di surat kabar dan internet
yang relevan dengan kebutuhan penelitian ini.
4. Jenis Data
Jenis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
Kualitatif. Penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, motivasi, tindakan, dll. secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
10
http://www.slideshare.net/ocwunj_fip/penelitian-kualitatif diakses rabu 20 Agustus
2014.
14
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.11
Berkaitan denga teknik penulisan, Penulis merujuk pada buku yang
dijadikan pedoman di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu judul “Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta; CeQDA
UIN, 2007).”
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mendapatkan gambaran dan mempermudah telaah skripsi ini,
penulis membagi skripsi ini kedalam lima bab.
Bab I: merupakan bab pendahuluan yang berisi antara lain, latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: pada bab ini penulis akan memuat pembahasan tentang sejarah
agama Baha‟I, ajaran agama Baha‟i dan agama Baha‟i di Indonesia.
Bab III: pada bab ini penulis akan memuat pembahasan tentang konsep
kepemimpinan menurut Baha‟i, Syarat memilih Majelis Rohani dan Bentuk
Administrasi Baha‟i.
Bab IV: pada bab ini penulis akan memuat pembahasan tentang pengertian
dan konsep kepemimpinan di Indonesia, memilih pemimpin di Indonesia dan
persepsi umat Baha‟i terhadap kepemimpinan negara di Indonesia.
Bab V: merupakan bab penutup yang isinya memuat kesimpulan, daftar
pustaka dan lampiran-lampiran.
11
Lexy J. Moleong, Metode Penelitia Kualitatif (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2012),
h.6.
15
BAB II
AGAMA BAHA’I DI INDONESIA
A. Sejarah Agama Baha’i
Agama Baha‟i merupakan salah satu agama dengan jumlah penganut tidak
sebanyak agama-agama besar, akan tetapi kehadiran agama Baha‟i sesungguhnya
diakui sebagai masyarakat agama.12
Agama Baha‟i ini tetap eksis dan berkembang
serta menjadi fenomena keagamaan yang menarik di penjuru dunia. Umat Baha‟i
bertempat tinggal di 191 negara dan 46 wilayah teritorial13
dan mereka semua
berasal dari berbagai kepercayaan yang berlainan bahkan bertentangan. Mereka
dahulunya ada yang beragama Budha, Yahudi, Islam, Zoroaster, Hindu, Protestan,
Katolik dan tidak jarang dari mereka yang sebelumnya tidak menganut agama
sama sekali. Mereka semua menemukan sesuatu dalam ajarah Baha‟i yaitu apa
yang dapat mempersatukan mereka dan menjadikan mereka saudara-saudara yang
saling mencintai.14
Agama Baha‟i adalah agama yang independen dan bersifat universal,
bukan sekte dari agam lain. Pada tanggal 23 Mei 1844 menandai suatu era baru
dalam sejarah manusia. Seorang pembawa wahyu yang dijanjikan Tuhan telah
hadir untuk menjadikan perdamaiaan dan keselarasan yang akan didirikan di
bumi. Fajar hari yang baru itu menyaksikan munculnya tidak hanya satu, tapi dua
12
Siti Nadroh dan Syaiful Azmi, Agama-agama Minor (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013),
h. 1. 13
Agama Baha’i (T.Tp: Majelis Rohani Nasional Bahai Indonesia, 2013), h. 32. 14
Abdusabur Marzuk, Apakah Sekte Baha’I itu ( Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1978), h. 54.
16
Perwujudan Tuhan,15
yaitu Sang Bab dan Baha‟u‟llah.16
Agama Baha‟i dimulai di
Iran pada abad 19. Dalam ajaran Agama Baha‟i, sejarah keagamaan dipandang
sebagai suatu proses pendidikan bagi umat manusia melalui para utusan Tuhan,
yang disebut “Perwujudan Tuhan”. Baha‟ullah merupakan Perwujudan Tuhan
untuk zaman ini. Ia mengaku sebagai pendidik Ilahi yang telah di janjikan bagi
semua umat dan yang di nubuatkan dalam Agama-agama sebelumnya. Baha‟i
adalah agama yang terorganisir yang menyatakan bahwa misi atau tujuan
utamanya adalah untuk meletakkan pondasi bagi persatuan seluruh umat manusia.
Pada kurun zaman Sang Bab dari tahun 1844 hanya berlangsung selama
Sembilan tahun. Tujuan utamanya adalah mempersiapkan jalan bagi kedatangan
Sang Suci Baha‟u‟llah pembawa Wahyu Tuhan yang dijanjikan itu. Walaupun
singkat, namun kurun zaman Sang Bab mempunyai kehebatan rohani yang begitu
besar sehingga pengaruhnya dapat dirasakan selama beratus-ratus generasi
mendatang.17
1. Sang Bab
Sang Bab yang bernama Sayyid „Ali Muhammad, dilahirkan pada tanggal
20 Oktober 1819 di Shiraz, sebuah kota dibagian selatan negeri Iran atau Persia. Ia
lebih dikenal dengan gelarnya Sang Bab, kata Bab berarti “Pintu Gerbang”. Pintu
atau gerbang suatu kerajaan baru, yakni kerajaan Tuhan di bumi. Kebanyakan
15
Kata “mewujudkan” artinya memunculkan, menyingkapkan sesuatu yang sebelumnya
tidak diketahui. Para Perwujudan Tuhan adalah orang-orang khusus yang menyampaikan firman
dan kehendak Tuhan kepada manusia. 16
Ibi, Perwujudan Kembar (T.Tp: Majelis Rohani Nasional Baha‟i Indonesia, t.t), h. 2. 17
Perwujudan Kembar, h. 23.
17
orang di Iran adalah penganut Islam sekte Syi‟ah yang menunggu kedatangan
seorang yang dijanjikan Tuhan yang bernama Qa‟im. Kata Qa‟im artinya bangkit.
Sang Bab berasal dari keluarga terkemuka dan mulia yang merupakan
keturunan Nabi Muhammad. Ayah-Nya18
meninggal ketika Sang Bab Masih
kecil, dan Ia dibesarkan oleh paman-Nya (dari pihak ibu) yang memasukkan-Nya
ke sekolah pada saat ia masih muda. Ia dikirim kepada seorang guru yang
mengajarkan Al-Qur‟an dan pelajaran-pelajaran dasar. Meskipun Sang Bab telah
dianugrahi dengan pengetahuan bawaan dan tidak perlu diajari oleh manusia,
namun Ia mengikuti keinginan paman-Nya. Tetapi dari masa kanak-kanan Sang
Bab berbeda dari anak-anak yang lain sehinnga guru-Nya segera mengetahui
kemampuan Sang Bab dan menyadari bahwa dia tidak mampu mengajari anak
yang luar biasa itu.
Sang Bab masih sangat muda ketika Ia mengumumkan diri kepada orang-
orang mengenai Misi yang telah Tuhan Berikan kepada-Nya. Ia berumur dua
puluh lima tahun pada waktu itu. Selama masa muda-Nya, Sang Bab
menunjukkan tanda-tanda kekuasaan dan keagungan yang tidak tertandingi oleh
siapapun. Sudah tampak pula sifa-sifat yang luar biasa yang menjadi ciri-ciri misi-
Nya yang singkat dan tragis itu. Sewaktu Sang Bab mengumumkan hakikat-Nya
sebagai seorang Perwujudan Tuhan, baik paman maupun guru-Nya percaya
kepada-Nya karena mereka telah mengenal-Nya sejak Ia masih kecil , dan melihat
18
Nya di tulis dengan huruf kapital sebagai penghormatan umat Bahai.
18
perbedaan diantara Dia dan anak-anak lainnya. Paman-Nya bahkan meninggal
sebagai Syuhada.19
Sebelum Sang Bab mengumumkan Misi-Nya, beberapa orang diseluruh
dunia mengetahui dalam lubuk hati mereka bahwa yang dijanjikan akan segera
datang. Salah satu orang yang sholeh itu adalah Khazim Rasyti, pemimpim
mazhab Syaikhiyah yang tinggal di kota suci Syi‟ah Karbila Irak. Sayyid Khazim
mempunyai banyak murid, dan dia mengabdikan hidupnya untuk mempersiapkan
mereka akan kedatangan Sang Qa‟im yang telah lama di tunggu.
Setelah Sayyid Khazim wafat, pada tahun 1844 seorang murid Sayyid
Khazim bernama Mulla Husayn pergi kesebuah masjid untuk berdoa dan
bermeditasi selama 40 hari. Sebagaimana yang telah diamanatkan oleh gurunya
yang bernama Sayyid Khazim, agar Mulla Husayn mencari Qa‟im. Ia setelah
menyelesaikan masa empat puluh harinya itu, kemudian ia meninggalkan Irak
dengan ditemani oleh dua orang dan mulai mencari Dia yang Dijanjikan. Mula-
mula dia pergi ke Bushihr, dan dengan adanya suatu yang kuat dia segera ke arah
utara, berangkat ke Shiraz.20
Pada akhirnya ia bertemu dengan Bab, yang menyatakan bahwa dirinya
adalah Qa‟im yang dijanjikan. Sang Bab menunjukan kepada Mulla Husayn,
dengan bukti-bukti yang jelas dan tepat, bahwa beliaulah Qa‟im yang dijanjikan.
Ia menulis dengan cepat bagian pertama dari tafsir Al-Qur‟an surat Yusuf,
kemudian Ia menyampaikan kata-kata berikut kepada Mulla Husayn:
19
Hushmand fathea‟ zam, Taman Baru (T.Tp : Majelis Rohani Nasional Bahai Indonesia,
2009), h. 29. 20
Perwujudan Kembar, h. 25.
19
“Wahai engkau yang pertama beriman kepada-Ku! Sesungguhnya aku
katakan, Akulah Bab, pintu Tuhan dan engkaulah Babul-Bab pintu dari
pintu itu.”
Sang Bab mengajarkan bahwa banyak tanda dan peristiwa yang ada dalam
kitab-kitab suci harus dimengerti dalam arti kias, bukan arti harfiah. Pengumuman
Sang Bab ini terjadi pada malam tanggal 23 Mei 1844, pada saat itu Beliau
berusia 25 tahun. Kata “Bab” berarti pintu atau gerbang. Sang Bab
mengumumkan bahwa seorang utusan Tuhan yang lain akan segera muncul, yang
akan menyatukan semua orang di dunia dalam satu keluarga.
Jumlah pengikut Sang Bab berkembang dengan cepat, Sang Bab
mendapatkan banyak penganut tetapi juga mendapatkan tantangan keras
pemerintah dan pemimpin agama. Sang Bab dipenjarakan dibenteng Mahku
dipegunungan Azerbijan, yang penduduknya bersuku Kurdi, tetapi menyambutnya
dengan ramah. Kemudian Sang Bab dipenjarakan lagi di benteng Chihriq tetapi
itu juga tidak berhasil mengurangi pengaruhnya.21
Pada tahun 1850 Sang Bab
dimatisyahidkan yang pada saat itu Sang Bab baru berusia 31 tahun. Sang Bab
mengorbankan hidupnya agar orang-orang didunia mengerti tujuan hidup mereka
dan menghadap kerajaan Tuhan yang kekal. Sang Bab mengorbankan hidup-Nya
untuk menyiapkan kedatangan Baha‟ullah.22
2. Baha’u’llah
Baha‟u‟llah merupakan seorang yang bernama Mirza Husyn Ali,
dilahirkan pada tanggal 12 November 1817 di Teheran, ibukota Persia. Ayahnya,
21
Siti Nadroh dan Syaiful Azmi, Agama-agama Minor (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013),
h. 117. 22
Baha’u’llah artinya kemuliaan Tuhan, pembawa wahyu agama Baha‟i serta utusan
tuhan yang dipercaya sebagai “Ia yang dijanjikan segala zaman”. Lahir di Persia pada tahun 1817
dan wafat di Palestina pada 29 Mei 1892.
20
Mirza Buzurg, adalah seorang bangsawan terkemuka yang memiliki kedudukan
tinggi di istana Raja Persia. Sejak kecil, Baha‟u‟llah telah menunjukkan tanda-
tanda kebesaran dan memperlihatkan pengetahuan serta kebijaksanaan yang
sangat luar biasa. Dia tidak belajar di sekolah umum dan hanya menerima sedikit
pelajaran dirumah. Dengan semakin tumbuh dan dewasanya Baha‟u‟llah, tanda-
tanda kebesarannya pun semakin nyata, karena Ia di anugrahi Tuhan dengan
pengetahuan bawaan.
Ketika mencapai usia remaja, Ia termasyhur karena kecerdasan-Nya yang
tinggi, akhlak-Nya yang unggul, serta kasih sayang dan kedermawanan-Nya. Ia
mampu memecahkan masalah-masalah yang pelik dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang rumit dan besar. Tetapi walaupun memiliki kemampuan yang
luar biasa, ia tidak pernah mengejar kedudukan dan pangkat. Ketika ayah-Nya
meninggal, Baha‟u‟llah diminta mengikuti jejeak ayahnya dan menggantikan
kedudukannya di istana Raja, namun dia menolak. Dia tidak tertarik pada gelar
dan pangkat didunia ini. Keinginannya adalah membela kaum miskin dan
melindungi orang-orang yang tidak mampu. Pada usia delapan belas tahun,
Baha‟u‟llah menikahi Asiyih Khanum dan rumah mereka menjadi tempat
berteduh bagi semua orang.
Pada saat Baha‟u‟llah berusia dua puluh lima tahun, Ia menerima surat dari
Sang Bab yang berisi beberapa tulisan suci, yang dikirimkan oleh pengikut Sang
Bab bernama Mulla Husayn, merupakan amanat Sang Bab yang diterima pada
saat mengumumkan Misi-Nya di Shiraz. Hanya berjarak tiga bulan setelah
21
peristiwa bersejarah itu. Baha‟u‟llah langsung naik saksi akan kebenaran wahyu
Sang Bab dan bangkit memajukan ajaran-Nya.
Sang Bab merujuk kepada Baha‟u‟llah sebagai “Dia yang akan Tuhan
wujudkan”. Tulisan sang Bab dalam kitab paling suci-Nya, Al-Bayan, berisi
rujukan pujian yang tak terhitung banyaknya terhadap Ia yang akan Tuhan
wujudkan. Berikut ini kutipan dari tulisan sang Bab berupa pandangan sekilas
tentang kedudukan Baha‟u‟llah:
“Dan ketahuilah dengan pasti bahwa Surga artinya mengenal dan tunduk
kepada Dia yang akan Tuhan wujudkan, dan api neraka artinya berada
bersama jiwa-jiwa yang tidak mau tunduk pada-Nya atau berserah dari
rida-Nya.”
“Katakanlah, sesungguhnya rida Dia yang akan Tuhan wujudkan adalah
rida Tuhan, sedangkan ketidaksenangan Dia yang akan Tuhan wujudkan
tak lain adalah ketidaksenangan Tuhan.”
Para pejabat pemerintah, tidak ingin mengakui kebenaran yang
diumumkan oleh sang Bab, mereka mulai menganiaya orang-orang yang beriman
kepada-Nya, dengan demikian dimulailah berbagai penderitaan Baha‟u‟llah. Pada
tahun 1852, Ia ditangkap dan dirantai di salah satu penjara yang paling
mengerikan di Teheran. Dalam penjara itu, Tuhan mewahyukan kepada
Baha‟u‟llah bahwa Dialah orang yang dijanjikan oleh sang Bab dan semua nabi
pada masa lampau.
Setelah dipenjara selama empat bulan, Baha‟u‟llah diasingkan dalam
waktu kurang lebih 40 tahun dari tanah air-Nya dari Teheran ke Persia, Baghdad,
Konstatinopel/ Adrianopel kemudian diasingkan lagi dengan membuang-Nya
lebih jauh lagi yaitu ke Akka. Akka adalah penjara tempat para penjahat dan
penghasut negeri dibuang. Di Akka Baha‟u‟llah menulis berjilid-jilid bimbingan
22
bagi umat manusia, termasuk kitab Al-Aqdas,23
kitab tersuci-Nya. Selama tahun-
tahun terakhir masa hidupnya, Baha‟u‟llah tinggal dirumah Bahji yang terletak
diluar tembok kota.
Pada bulan Mei 1892 Baha‟u‟llah wafat. Tempat persemayaman-Nya,
yang sekarang dikelilingi oleh taman yang indah, merupakan tempat tersuci
dibumi. Akka dan Haifa yang terletak didekatnya, merupakan pusat administratif
dan rohani bagi masyarakat Baha‟i yang berjuang menegakkan tatanan dunia
Baha‟u‟llah dan kesejahteraan umat manusia.24
3. Abdul Baha’
Abdul-Baha25
adalah putra sulung Baha‟u‟llah dan Asiyih Khanun,
dilahirkan pada tanggal 23 Mei 1844 di Teheren, tepat ketika sang Bab
mengumumkan Misi-Nya. Ketika Baha‟u‟llah wafat, Ia menyerahkan pelaksanaan
rencana Ilahi-Nya ke tangan putranya. Ia mengangkat Abdul-Baha‟ sebagai pusat
perjanjiannya dan sebagai juru tafsir sabda-sabda-Nya serta meminta kepada para
pengikutnya agar mendapat bimbingan dari Abdul-Baha‟.
Nama Abdul-Baha‟ memiliki arti hamba Baha‟. Abdul-baha‟berusia
delapan tahun ketika Baha‟ulla dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah yang
mengerikan. Sejak masa kanak-kanan Ia dengan sukarela ikut serta dalam
penderitaan-penderitaan ayah-Nya yang Ia cintai. Ia menyertai Baha‟u‟llah dalam
23
Kitab Al-Aqdas, merupakan buku utama Agama Baha‟i yang ditulis oleh pendiri agama
Baha‟i, Baha‟u‟llah. Ini memiliki status yang sama seperti Al-Qur‟an bagi umat Islam, Al-Kitab
bagi umat Kristen. Kitab ini ditulis dalam bahasa Arab al-Kitabu l-Aqdas, tetapi sering disebut
dengan judul Persia, Kitab Aqdas. 24
Perwujudan Kembar, h. 182. 25
Abdul Baha artinya hamba Baha. Ia lahir pada tanggal 23 Mei 1844 dan wafat pada
November 1921. Abdul Baha merupakan putra sulung Bha‟u‟llah.
23
perjalanannya yang sulit dari Teheran ke Baghdad dan melewatkan empat puluh
tahun dari hidupNya sebagi tawanan dan orang buangan. Akhirnya sewaktu
Abdul-Baha dibebaskan, usianya sudah lanjut.
Setelah wafatnya Baha‟u‟llah agama Baha‟i mengalami perkembangan
yang diteruskan oleh anaknya, yaitu Abdul Baha hingga menyebar kebelahan
dunia yang lain. Dalam wasiatnya Baha‟u‟llah menunjuk Abdul Baha sebagai
pusat perjanjian dan juru tafsir agama Baha‟i, hal itu untuk menjamin agar agama
Baha‟i tidak mengalami perpecahan. Baha‟u‟llah sendirilah yang mendidik Abdul
Baha agar memiliki semua sifat seorang Baha‟i yang sejati. Ia merupakan anugrah
paling berharga yang diberikan kepada umat manusia. Teladan yang sempurna
dari semua ajaran Baha‟i. Dari kehidupan-Nyalah kita belajar sifat-sifat rohani
seperti cinta, kasih sayang, kesabaran, kedermawanan dan lain-lain.26
Setelah ayahnya wafat tanggung jawab untuk membimbing masyarakat
Baha‟i jatuh dipundaknya. Dia menulis ribuan loh kepada individu dan kelompok
untuk menjelaskan ajaran-ajaran ayah-Nya. Semua tulisannya merupakan bagian
yang sangat penting dari tulisan-tulisan agama Baha‟i. Dengan berpusat pada
Abdul Baha sebagai pusat perjanjian Baha‟u‟llah, orang-orang Baha‟i diseluruh
dunia tetap bersatu dalam usaha mereka untuk hidup secara Baha‟i dan untuk
menciptakan peradaban baru.
Abdul Baha memulai perjalanannya selepas dari pengasingan dan
pemenjaraan yang panjang. Ia melakukan perjalanan keberbagai negara,
diantaranya Mesir, Inggris, Skotlandia, Perancis, Amerika Serikat, Jerman,
26
Agama Baha’i, Majelis Rohani Nasional Baha‟i Indonesia, 2008.
24
Austria dan Hungaria guna mengumumkan prinsip-prinsip ajaran agama Baha‟i.
Abdul Baha hidup selama 77 tahun dan meninggal pada tanggal 28 November
1921 di Haifa dan dikuburkan disalah satu ruang dari makan sang Bab. Dalam
wasiatnya Abdul Baha menunjuk cucu tertuanya Shoghi Effendi Rabbani sebagai
Wali Agama Baha‟i dan setelah Abdul Baha wafat, Shoghi Effendi menjadi
penafsir yang sah dari ajaran-ajaran Baha‟i.
4. Shoghi Effendi
Shoghi effendi dilahirkan pada tanggal 1 Maret 1897. Ibunya adalah putri
Abdul Baha dan ayahnya adalah keluarga dekat dengan sang Bab. Abdul baha
telah menamakan Shoghi effendi “mutiara yang paling mengagumkan yang unik
dan tak ternilai, yang berkilau dari lautan kembar yang bergelombang dan dahan
suci yang telah bercabang dari pohon-pohon suci kembar. Karena dalam dirinya,
keluarga sang Bab dan Baha‟u‟llah menjadi satu.
Selama masa hidupnya, Shoghi effendi menterjemahkan banyak tulisan
suci Baha‟i, melaksanakan berbagai rencana global untuk pengembangan
masyarakat Baha‟i, mengembangkan pusat Baha‟i sedunia, melakukan surat-
menyurat dengan banyak masyarakat dan individu Bahai diseluruh dunia dan
membangun struktur administrasi Baha‟i yang mempersiapkan jalan untuk
didirikannya Balai Keadilan Sedunia. Menurut rencana ini, semua teman Baha‟i
didunia harus bekerja sama dengan erat ketika membawa amanat Baha‟u‟llah dan
daerah-daerah lainnya di dunia dimana agama Baha‟i belum didirikan. Sang wali
sendiri mengawasi kemajuan rencana ini pada tahap-tahap pertamanya, dan
25
sebelum ia meninggal lebih dari 4200 pusat Baha‟i telah didirikan didunia, dan
literatur Baha‟i telah diterjemahkan kedalam lebih dari 200 bahasa.27
Shoghi effendi meninggal dunia pada tanggal 4 November 1957 di london,
sewaktu ia sedang pergi untuk membeli bahan-bahan untuk pembangunan gedung
lembaga-lembaga Administrasi Baha‟i di tanah Suci yang merupakan Gedung
Arsip Internasional, yang didalamnya tersimpan tulisan-tulisan asli sang Bab dan
Baha‟u‟llah, maupun peninggalan-peninggalan lain yang berharga.
B. Ajaran-ajaran dalam Agama Baha’i
a. Kesatuan dan Keanekaragaman
Baha‟u‟llah telah mengajarkan kepada kita kesatuan umat manusia. Semua
manusia adalah ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Jika kita percaya kepada Bapa
Surgawi yang satu, maka kita harus saling menggap satu sama lain sebagai
saudara, anggota dari satu keluarga, yakni keluarga manusia. Agama Bahá‟í
percaya bahwa semua manusia adalah satu dan setara dihadapan Tuhan dan
mereka harus diperlakukan dengan baik, harus saling menghargai dan
menghormati. Segala bentuk prasangka baik ras, suku bangsa, agama, warna kulit,
jenis kelamin dan lain-lain harus dihilangkan dan prasangka merupakan
penghalang terbesar bagi terwujudnya suatu kehidupan yang damai dan harmonis
di dalam suatu masyarakat yang beraneka ragam.28
“Orang-orang yang dianugerahi dengan keikhlasan dan iman, seharusnya
bergaul dengan semua kaum dan bangsa di dunia dengan perasaan gembira
dan hati yang cemerlang, oleh karena bergaul dengan semua orang telah
memajukan dan akan terus memajukan persatuan dan kerukunan, yang
27
Hushmand fathea‟ zam, Taman Baru (T.Tp : Majelis Rohani Nasional Bahai Indonesia,
2009), h. 55. 28
www.Bahaiindonesia.org Diakses pada senin 13 oktober 2014.
26
pada gilirannya akan membantu memelihara ketenteraman di dunia serta
memperbarui bangsa-bangsa.” (Bahá‟u‟lláh)
b. Pendidikan Universal
Bahá‟u‟lláh memberi kewajiban kepada orangtua untuk mendidik anak-
anak mereka, baik perempuan maupun laki-laki. Di samping pelajaran
keterampilan, keahlian, seni, dan ilmu pengetahuan, dan yang paling diutamakan
adalah pendidikan akhlak dan moral anak-anak. Tanpa pendidikan, seseorang
tidak mungkin mencapai seluruh potensinya atau memberikan kontribusi positif
kepada masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan haruslah universal dan wajib bagi
semua. Jika orang tua mengabaikan pendidikan anak-anaknya, mereka
bertanggung jawab dihadapan Tuhan. Inilah perintah Baha‟u‟llah:
“telah diwajibkan bagi setiap ayah agar mendidik para putra-putrinya
dalam kepandaian membaca dan menulis .... ”
“Kami menetapkan bagi semua manusia, apa yang akan memuliakan
Firman Tuhan di tengah hamba-hamba-Nya, dan juga akan memajukan
dunia wujud dan meluhurkan jiwa-jiwa. Sarana terbaik untuk mencapai
tujuan itu adalah pendidikan anak-anak. Semua orang harus berpegang
teguh pada hal itu.”
Tujuan pendidikan haruslah mendidik laki-laki dan perempuan agar
percaya bahwa “Bumi hanyalah satu tanah air dan umat manusia warganya”
dengan demikian mereka memberikan cinta mereka dan pengabdian mereka demi
perbaikan seluruh dunia. Jika orang-orang memakai cara pendidikan seperti ini,
maka hanya akan memerlukan satu generasi untuk mendirikan persatuan seluruh
umat manusia.
c. Persamaan Hak antara Perempuan dan Laki-laki
Tuhan telah menciptakan kita semua sebagai manusia, dan tak ada
bedanya bagi Dia apakah kita laki-laki atau perempuan. Bagi orang tua yang
27
penyayang, anak laki-laki maupun perempuan sama-sama dicintai. Abdul Baha
berkata bahwa: “ Baha‟u‟llah telah mengatakan bahwa kedua-duanya (laki-laki
dan perempuan) adalah manusia, dan dalam pandangan Tuhan mereka adalah
sama, karena masing-masing saling melengkapi dalam rencana ciptaan Ilahi. Satu-
satunya perbedaan diantara mereka dalam pandngan Tuhan adalah kesucian dan
kejujuran dalam perbuatan dan tindakan mereka, karena Tuhan lebih menyukai
orang yang hampir menyerupai gambaran rohani Sang Pencipta.29
Harus tersedia kesempatan yang sama bagi perkembangan wanita dan pria,
terutama kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Wanita dan pria
adalah bagaikan dua belah sayap dari burung kemanusiaan. Perkembangan
seluruh kemampuan dan potensi masyarakat hanya dapat diwujudkan bila kedua
sayapnya itu sama kuat.
“Umat manusia bagaikan seekor burung dengan kedua sayapnya: laki-laki
dan perempuan. Burung itu tak dapat terbang ke langit kecuali kedua sayapnya
kuat dan digerakkan oleh kekuatan yang sama.” (Abdu‟l-Bahá) Kesetaraan penuh
dan kesadaran yang kuat akan kemitraan antara perempuan dan laki-laki sangatlah
penting bagi kemajuan manusia dan transformasi masyarakat.
d. Penghapusan Prasangka
Bahá‟u‟lláh mengajarkan bahwa segala bentuk prasangka harus
dihapuskan, baik prasangka kebangsaan, ras, politik maupun keagamaan. Selama
orang-orang masih berpegang pada prasangka, kita tidak akan mendapatkan
perdamaian di bumi ini. Semua peperangan yang telah terjadi di masa lalu, segala
29
Hushmand fathea‟ zam, h. 69
28
pertumpahan darah, disebabkan karena prasangka-prasangka itu. Masyarakat
Bahá„i percaya bahwa semua jenis prasangka dapat dihilangkan melalui proses
pendidikan yang memberikan keleluasan pencarian kebenaran secara bebas tanpa
paksaan dan tekanan.30
“Wahai anak-anak manusia! Tidak tahukah engkau mengapa Kami
menjadikan engkau semua dari tanah yang sama? Supaya yang satu janganlah
meninggikan dirinya di atas yang lainnya. Renungkanlah selalu dalam kalbumu
bagaimana engkau dijadikan. Karena Kami telah menjadikan engkau semua dari
zat yang sama, maka adalah kewajibanmu untuk menjadi laksana satu jiwa,
berjalan dengan kaki yang sama, makan dengan mulut yang sama, dan berdiam
dalam negeri yang sama…” (Bahá‟u‟lláh)
e. Mencari Kebenaran Secara Independen
Setiap manusia telah dibekali oleh Sang Pencipta dengan instrumen-
instrumen yang diperlukan untuk dapat menentukan jalan kebenarannya secara
bebas dan mandiri. Kebenaran adalah tunggal bila diselidiki secara bebas, dan
kebenaran tidak menerima perpecahan. Oleh karena itu penyelidikan kebenaran
secara independen akan mengarah pada kesatuan umat manusia. Melalui
penyelidikan kebenaran secara mandiri dan independen kemanusiaan dapat
terselamatkan dari kegelapan ikut-ikutan dan akan mencapai pada kebenaran.
Hanya bila keyakinan itu ia dapat melalui cara ini, ia dapat menikmati kemajuan
jasmani dan rohaninya di dunia ini.31
30
www.Bahaiindonesia.org Diakses pada senin 13 oktober 2014. 31
www.Bahaiindonesia.org Diakses pada senin 13 oktober 2014.
29
Ketahuilah bahwa Tuhan telah menciptakan dalam diri manusia kekuatan
pikiran agar dia mampu menyelidiki realita. Tuhan tidak bermaksud agar manusia
secara buta mengikuti nenek moyangnya. Dia telah memberikan pikiran dan akal
dengan mana ia menyelidiki dan menemukan kebenaran; dan apa yang dia temui
sebagai benar dan nyata haruslah dia terima. Dia tidak boleh menjadi imitator dan
pengikut buta dari siapapun. Dia tidak boleh hanya bergantung pada pendapat dari
siapapun tanpa penyelidikan.
“Wahai Putra Roh! Di dalam pandangan-Ku, keadilanlah yang teramat
Kucintai; janganlah berpaling darinya jika engkau menginginkan Daku, dan
janganlah mengabaikannya agar Aku percaya padamu. Dengan pertolongannya
engkau akan melihat dengan matamu sendiri, bukan dengan mata orang lain, dan
engkau akan mengetahui melalui pengetahuanmu sendiri, bukan melalui
pengetahuan orang lain. Pertimbangkanlah hal ini dalam hatimu, bagaimana
engkau seharusnya. Sesungguhnya, keadilan adalah pemberian-Ku dan tanda
kasih sayang-Ku kepadamu. Maka letakkanlah keadilan di depan matamu.
(Bahá‟u‟lláh)
f. Surga dan Neraka
Para perwujudan Tuhan telah menerangkan adanya ganjaran dan hukuman
melalui kiasan dan perumpamaan. Ganjaran dan hukuman sangatlah perlu agar
ada tata tertib di dunia. Ganjaran dan hukuman adalah konsekuensi yang wajar
bagi perbuatan-perbutan kita. Semua pesuruh Tuhan dimasa lampau telah
berusaha untuk menyadarkan kita bahwa apa yang kita kerjakan di dunia ini tidak
saja mempengaruhi hidup kita disini, tetapi terus membawa akibat setelah
30
kematian kita. Jika perbuatan-perbuatan kita baik, ini akan memberikan hasil yang
baik dan akan menjadi sebab kebahagiaan abadi; jika perbuatan-perbuatan kita
buruk, ini akan membawa hasil yang buruk pula dan menyebabkan penderitaan
yang abadi bagi kita.32
C. Agama Baha’i di Indonesia
Masuknya Agama Bahá‟i di Indonesia berdasarkan catatan yang ada,
berawal di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Jamal Effendi merupakan orang yang
dipilih oleh Bahá‟u‟lláh untuk mengadakan perjalanan ke India. Ia tiba di India
sekitar tahun 1875. Selain mengunjungi beberapa wilayah di India, Ia juga
mengunjungi Sri Langka. Pada perjalanan-perjalanan berikutnya, Ia didampingi
oleh Sayyid Mustafa Rumi termasuk kunjungan ke Burma (Myanmar), pada tahun
1878 dan juga Penang (sekitar tahun 1883).
Pada sekitar tahun 1884-1885, mereka meninggalkan usaha dagang
mereka di Burma dan kembali melakukan perjalanan ke India. Dari sini mereka
melanjutkan perjalanan ke Dacca (sekarang dikenal dengan nama Dhaka, ibu kota
Bangladesh), kemudian ke Bombay dan setelah tinggal di sana selama tiga
minggu, mereka pergi ke Madras.
Dari Madras, Jamal Effendi dan Sayyid Mustafa Rumi berlayar ke
Singapura ditemani dua orang pelayan yaitu Shamsu‟d-Din dan Lapudoodoo dari
Madras. Setelah mendapatkan ijin untuk berkunjung ke Jawa, mereka tiba di
Batavia (Jakarta), dimana mereka ditempatkan di pemukiman Arab, Pakhojan.
Mereka hanya diijinkan untuk mengunjungi kota-kota pelabuhan di Indonesia oleh
32
Ajaran agama bahai http://bahaiindonesia.org/ajaran-agama-bahai/ Diakses Senin 13
Oktober 2014.
31
pemerintah Belanda. Sayyid Mustafa Rumi, yang sangat berbakat dalam
mempelajari bahasa, segera menguasai bahasa Melayu, menambah daftar panjang
bahasa-bahasa yang telah dikuasainya. Dari sini mereka berkunjung ke Surabaya,
dan sepanjang garis pantai, mereka juga singgah di pulau Bali dan kemudian
Lombok. Disini, melalui kepala bea cukai, mereka diatur untuk bertemu dan
disambut oleh Raja yang beragama Buddha dan permaisurinya yang beragama
Islam, dan mereka berbicara mengenai hal-hal kerohanian dengan Raja dan
permaisurinya. Pemberhentian mereka selanjutnya adalah Makassar, di pulau
Sulawesi. Menggunakan sebuah kapal kecil mereka berlayar ke pelabuhan Pare-
Pare.33
Mereka disambut oleh Raja Fatta Arongmatua Aron Rafan dan anak
perempuannya, Fatta Sima Tana. Fatta Sima Tana, belakangan, menyiapkan surat-
surat adopsi untuk dua orang anak asli Bugis, bernama Nair dan Bashir, untuk
membantu dan mengabdi di rumah di Akka. Sang Raja juga sangat tertarik dengan
agama baru ini. Lalu mereka melanjutkan perjalanan ke Sedendring, Padalia dan
Fammana dengan menggunakan sampan, mereka melanjutkan perjalanan
sepanjang sungai sampai mereka tiba dengan selamat di Bone. Disini, Raja Bone,
seorang lelaki muda dan terpelajar, meminta mereka untuk menyiapkan suatu
buku panduan untuk administrasi kerajaan dan Sayyid Mustafa Rumi melaporkan
bahwa mereka telah menulisnya sejalan dengan ajaran-ajaran Bahá‟i. Karena
batas kunjungan empat bulan yang secara tegas diberikan oleh Gubernur Belanda
di Makassar, mereka meninggalkan Sulawesi menuju ke Surabaya dan kemudian
33
http://bahaiindonesia.org/masyarakat-bahai/masuknya-agama-bahai-di-asia-selatan-dan
asia-tenggara/ Diakses Senin 13 Oktober 2014
32
kembali ke Batavia. Setelah itu kembali ke Singapura dan ke bagian-bagian lain di
Asia Tenggara. Bashir, salah satu anak laki-laki Bugis itu, berhasil mencapai
Akka dan bekerja di rumah Bahá‟u‟lláh.34
Tidak banyak sejarah yang
menceritakan bagai mana proses penyebaran agama Baha‟i ini di Indonesia, hanya
catatan singkat utusan Baha‟u‟llah jamal effendi yang di tugaskan
memberitahukan agama baru ini keberbagai penjuru wilayah. Selebihnya tidak
diketahui bagaimana umat Baha‟i bisa tersebar di Indonesia.
34
http://bahaiindonesia.org/masyarakat-bahai/masuknya-agama-bahai-di-asia-selatan-dan
asia-tenggara/ Diakses Senin 13 Oktober 2014.
33
BAB III
KONSEP KEPEMIMPINAN BAHA’I
A. Konsep Kepemimpinan menurut Baha’i
Secara umum kepemimpinan dilihat dari segi etimologinya mempunyai
arti yang berasal dari kata dasar “pimpin” (dalam bahasa Inggris “lead”) berarti
bimbing atau tuntun, dengan begitu didalamnya ada dua pihak yaitu yang
dipimpin (umat) dan memimpin (imam). Setelah dilengkapi dengan awalan “ke-“
menjadi “kepemimpinan” (dalam bahasa Inggris “leadership”) berarti kemampuan
dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar
melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang
bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok. Setiap memimpin
ada sasaran dan tujuan yang hendak dicapai. Ada orang atau sejumlah orang yang
bertekad mencapai tujuan itu. Pemimpin menjadi pemberi ilham, pemberi
dorongan, penggerak dan perintis jalan ketujuan.35
Agama Baha‟i memiliki aturan dalam hal kepemimpinan, seperti yang
tertuang dalam administrasi Baha‟i. Kepemimpinan menurut Baha‟i dipandang
tidak seperti kepemimpinan yang ada pada umumnya, karena dalam agama Baha‟i
untuk zaman saat ini tidak ada yang namanya kepemimpinan perseorangan.
Karena setelah wali Agama Tuhan yakni Shoghi Efendi meninggal tidak ada lagi
yang namanya kepemimpinan perseorangan. menurutnya untuk zaman saat ini
tidak diperlukan lagi kepemimpinan yang bersifat individu ataupun perseorangan.
Hal ini sudah diramalkan dalam tulisan-tulisan suci Baha‟u‟llah jauh sebelum
35
J. Riberu, Dasar-dasar Kepemimpinan (Jakarta: Cv Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h. 2.
34
Shoghi Effendi ditunjuk sebagai wali agama Tuhan. Bahwa akan ada suatu masa
dimana tidak akan diperlukan lagi pemimpin perseorangan dalam agama Baha‟i
dan semua urusan agama Baha‟i akan dijalankan oleh lembaga. Oleh karena itu
agama Baha‟i mengatakan bahwa kepemimpinan dalam pandangan agama Baha‟i
adalah agama tanpa kepemimpinan perseorangan.
Dalam pandangan agama Baha‟i kita umat manusia semua adalah sama,
hal ini merujuk pada sejarah, bahwasannya pada zaman dulu perlu ada
sekelompok orang yang bertugas untuk mengatur urusan-urusan agama dalam
masyarakat. Orang-orang biasa pada waktu itu buta huruf atau tidak mempunyai
waktu untuk mempelajari agama mereka dengan sungguh-sungguh. Oleh karena
itu, mereka menugaskan beberapa orang tertentu yang tidak mempunyai pekerjaan
dalam hidupnya kecuali belajar agama dan mengawasi umatnya agar mematuhi
hukum-hukumnya. Oleh karena itulah ada Brahmin diantara umat Hindu, Biksu
dalam umat Budha, pendeta untuk umat Nasrani dan Alim ulama bagi umat
Islam.36
Berbeda dengan agama Baha‟i, yang memang dengan sengaja meniadakan
hal semacam jabatan atau profesi sebagai kependetaan atau ahli agama yang
dijadikan sebagai ladang untuk mencari nafkah. Inilah salah satu ciri yang
membedakan penyebaran agama bahai yang tidak banyak diketahui siapa tokoh
penyebar agamanya. Dalam buku Taman Baru dikatakan Baha‟u‟llah bersabda
“bahwa meskipun pada zaman dulu jabatan ini dibutuhkan, namun tidak
diperlukan lagi pada zaman kita ini.” Baha‟u‟llah mengajak masing-masing dari
36
Hushmand fathea‟ zam, taman baru (T.Tp : Majelis Rohani Nasional Bahai Indonesia,
2009), h.103.
35
kita agar mencari kebenaran bagi diri sendiri. Dengan begitu kita dapat melihat
dengan mata kita sendiri dan bukan melalui mata orang lain, mendengar dengan
telinga kita sendiri dan mengerti dengan kekuatan pikiran atau pengertian kita
sendiri.
Orang-orang Baha‟i diharapkan dapat mencari pengetahuan lebih dalam
dan lebih banyak mengenai agamanya dengan jalan menyelidiki kebenaran
sendiri. Setiap orang Baha‟i harus berdoa untuk dirinya sendiri, tidak bolleh
membayar orang lain untuk mendoakan dia. Orang Baha‟i harus memohon sendiri
rahmat dan pengampunan dari Tuhan, tidak memerlukan seorang pendeta untuk
melakukan hal itu melalui ritual dan upacara buatan manusia. Setiap orang Baha‟i
dapat berhubungan dengan Tuhan melalui perwujudan-Nya, dan tidak perlu ada
perantara diantara dia dan Baha‟u‟llah.
Dalam pandangan agama Baha‟i memang banyak sekali pendeta dan
ulama yang baik dan hebat, tetapi dalam setiap zaman banyak perpecahan dalam
agama yang disebabkan karena mereka. Diumpamakan ada dua pendeta atau
ulama hidup bersebelahan disuatu tempat. Mereka tidak selalu sependapat dalam
pemecahan masalah agama, dan ketidaksetujan mereka telah banyak
menimbulkan kesulitan di dunia. Ada yang berpendapat pendeta atau ulama yang
ini yang benar, sedangkan yang lainnya percaya bahwa yang lainlah yang benar.
Dengan demikian, perpecahan muncul dalam setiap agama. Lambat laun terbentuk
banyak sekte dan orang-orang bertentangan satu sama lain mengenai tafsir dari
tulisan-tulisan suci mereka. Hal ini menimbulkan peperangan bahkan
pertumpahan darah mengatas namakan agama.
36
Perpecahan semacam ini tidak akan terjadi dalam agama Baha‟i. Karena
dalam agama Baha‟i tidak ada pendeta atau ulama yang dapat membentuk sekte
atau kelompok diantara para mukmin. Dalam agama Baha‟i semua adalah setara.
Juga, tak seorangpun mempunyai hak untuk menafsirkan ajaran dan tulisan
Baha‟u‟llah. Kewenangan ini hanya diberikan kepada Abdul Baha oleh
Baha‟u‟llah sendiri, dan setelah Abdul Baha, hak untuk menafsirkan hanya
diberikan kepada Shoghi Efendi. Inilah sebabnya mengapa ditiadakannya lagi
kepemimpinan perseorangan. karena ditakutkan menimbulkan perpecahan
diantara umat Baha‟i. Baha‟u‟llah telah menghapuskan lembaga kependetaan dan
keulamaan ini agar tak seorangpun dapat menyalahgunakan agama untuk
kepentingan pribadi dan duniawi.
B. Dasar Hukum Memilih Majelis Rohani
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam pandangan agama Baha‟i tidak
ada konsep kepemimpinan perseorangan. Disinilah letak yang berbeda mengenai
kepemimpinan dibanding dengan sistem ataupun konsep yang ada mengenai
kepemimpinan itu sendiri. Dalam kitab Aqdas, Baha‟u‟llah memerintahkan bahwa
jika orang dewasa Baha‟i berjumlah sembilan orang atau lebih disuatu tempat,
maka majelis rohani setempat harus dibentuk.37
Majelis rohani ini merupakan
suatu badan yang akan mengabdi kepada masyarakat ditempat itu. Berikut hal-hal
yang perlu diperhatikan untuk memilih majelis Rohani.
1. Mereka dapat memilih majelis mereka hanya pada tanggal 21 April, yakni
hari peringatan pengumuman Baha‟u‟llah. Pada hari itu Baha‟u‟llah
37
Sang Suci Baha‟u‟llah, Kitab Aqdas ayat 30, h. 42.
37
mengumumkan Diri ditaman Ridwan, bahwa Ia adalah Dia yang dijanjikan
oleh segala zaman. Tanggal 21 April adalah hari pertama dari hari raya
Ridwan yang berlangsung selama 12 hari, dan hanya pada hari pertama
orang-orang Baha‟i dapat memilih majelis rohani mereka. Jika suatu
majellis tidak dipilih dalam waktu 24 jam mulai dari terbenamnya
matahari pada tanggal 20 April hingga terbenamnya matahari pada tanggal
21, maka dalam tahun itu majelis rohani tidak dapat dipilih dan harus
menunggu tanggal 21 April tahun berikutnya.
2. Hanya orang Baha‟i yang berumur 21 tahun keatas yang dapat memilih
dan dipilih untuk menjadi anggota majelis rohani. Misalnya, diantara 60
orang Baha‟i yang ada disuatu desa ada 35 orang pria dan wanita yang
berumur 21 tahun keatas, maka hanya 35 orang inilah yang dapat memilih
majelis rohani mereka; dan anggota-anggota yang mereka pilih harus juga
dari 35 orang Baha‟i itu.
3. Setiap orang yang memilih, harus menulis nama-nama kesembilan38
orang
yang ia anggap patut menjadi anggota majelis rohani. Kertas pemilihan itu
tidak berlaku jika tertulis lebih atau kurang dari sembilan nama orang
Baha‟i, atau satu nama diulang.
4. Orang-orang tidak dipilih menjadi anggota majelis rohani karena kekayaan
atau kemasyhurannya dalam masyarakat, atau karena mereka pernah
memperlihatkan kebaikan terhadap kita dan kita ingin membalas budi
kepadanya. Orang-orang harus dipilih karena kesungguhan hati dan
38
Sembilan merupakan lambang yang menandakan nama tertinggi, yang tersembunyi
dan nyata (Sang Suci Baha‟u‟llah, Kitab Aqdas) ayat 28, h. 41.
38
kesetiaan dan pengabdiannya pada agama Tuhan. Setiap orang Baha‟i
yang akan memilih anggota-anggota majelis rohani harus
mempertimbangkan karakter dan sifat-sifat rohani setiap orang, laki-laki
dan perempuan, dalam masyarakat, dan harus berdoa kepada Tuhan agar ia
dibimbing untuk menulis nama-nama orang yang layak untuk menjadi
anggota-anggota majelis itu.
5. Orang Baha‟i tidak diizinkan untuk memberi komentar atau
mempromosikan bahwa seseorang patut menjadi anggota majelis rohani,
betapapun baik orang itu Baha‟u‟llah telah melarang kita untuk
mencalonkan seseorang atau mencoba menarik perhatian pada seseorang,
sebelum dan selama pemilihan berlangsung. Tak seorangpun dalam
masyarakat Baha‟i boleh mengetahui siapa yang telah dipilih oleh orang
lain. Bahkan suami istri atau sahabat-sahabat terdekat tidak dapat
bermusyawarah bersama untuk menentukan siapa yang harus mereka pilih.
Setiap orang Baha‟i harus memohon petunjuk dari Tuhan saja dan
membuat keputusan sendiri dalam hal ini tanpa dipengaruhi oleh pendapat
orang lain. Hanya orang Baha‟i yang tidak dapat menulis diizinkan untuk
meminta kepada seseorang yang ia percayai untuk menuliskan nama-nama
yang ia sebutkan.
Agama Baha‟i percaya bahwa setiap manusia diciptakan mulia dan
dilengkapi dengan potensi-potensi rohani yang diperlukan untuk hidup dalam
keluhuran dan kemuliaan jati dirinya. Tuhan tidak menciptakan ketidak-
sempurnaan. Sifat-sifat yang merugikan itu adalah indikasi dari tidak tumbuh dan
39
berkembangnya potensi-potensi tersebut dan bukan merupakan ketidak-
sempurnaan pencipta-Nya. Kekacauan, ketidakadilan dan degradasi moral dunia
ini hanyalah cerminan distorsi dari jiwa manusia, dan sama sekali bukan tabiat
sejatinya. Setiap manusia akan bisa menggapai seluruh potensi-potensi Ilahiah
yang dimilikinya dan mampu mencerminkan sifat keluhuran tersebut dalam suatu
wujud peradaban yang luhur. Hal ini dapat terjadi hanya melalui proses
pendidikan rohani yang sistematis dan partisipatif, tanpa prasangka, serta berbasis
pada proses pencarian kebenaran yang bebas tanpa paksaan, serta berdasarkan
akal dan hati nuraninya sendiri.39
Beberapa sifat yang harus ditanamkan dalam
diri umat Baha‟i, diantaranya:
a. Budi Pekerti Yang Luhur
Umat Baha‟i percaya bahwa manusia harus berupaya memperoleh sifat-
sifat mulia serta bertingkah laku sesuai dengan standar moral yang tinggi. Salah
satu tujuan dasar kehidupan Baha‟i adalah mengembangkan dan memperoleh
sifat-sifat mulia seperti kebaikan hati, kedermawanan, toleransi, belas kasihan,
sifat dapat dipercaya, niat yang murni dan semangat pengabdian. Kejujurann
adalah dasar dari segala kebajikan manusia, tanpa kejujuran kemajuan dan
keberhasilan dalam semua alam Tuhan tidaklah mungkin bagi siapapun.40
“Wahai
orang-orang, perindahlah lidahmu dengan berbicara jujur, dan hiasilah jiwamu
dengan hiasan kejujuran.41
Umat Baha‟i dilarang bergunjing, berbohong, mencuri
dan berjudi. Kebajikan-kebajikan tersebut diajarkan kepada anak-anak sejak usia
39
Agama Baha’i (T.tp: Majelis Rohani Nasional Baha‟i Indonesia, 2013), hal. 25. 40
Ibi, Renungan Tentang Kehidupan Roh (T.Tp : Majelis Rohani Nasional Bahai
Indonesia, 2006), h. 14. 41
Himpunan dari Tulisan Sang Suci Baha‟u‟llah. No 136.
40
dini, sehingga menjadi bagian utama dari akhlak mereka dan mengarahkan
mereka kepada Tuhan, sehinga dengan demikian mereka akan lebih mampu
mengabdi pada umat manusia.42
“Maksud Tuhan Yang Maha Esa dalam menyatakan Dirinya adalah untuk
memanggil seluruh umat manusia kepada kejujuran dan ketulusan, kepada
kesalehan dan dapat dipercaya, kepada ketawakalan serta ketaatan pada kehendak
Tuhan, kepada ketabahan dan kebaikan hati, kepada keadilan dan kearifan.
Tujuan-Nya adalah untuk membalut setiap manusia dengan pakaian watak yang
suci, serta menghiasinya dengan perhiasan perbuatan-perbuatan yang suci dan
baik.”
“Cahaya dari watak yang baik melebihi cahaya dan kecermelangan
matahari. Barangsiapa mencapai tingkat ini, dianggap sebagai permata diantara
manusia. Kemuliaan dan keluhuran dunia tergantung padanya...”-Baha‟u‟llah
“Semua manusia diciptakan untuk memajukan peradaban yang terus
berkembang. Kebajikan-kebajikan yang sesuai dengan harkat manusia ialah
kesabaran, belas kasihan, kemurahan hati dan cinta kasih terhadap semua kaum
dan umat di bumi..”-Baha‟u‟llah
b. Kehidupan Yang Murni dan Suci
Hakikat manusia adalah pikirannya, bukan badan jasmaninya. Manusia
bisa dikatakan merupakan bagian dari alam hewan, bedanya manusia memiliki
kemampuan berpikir yang yang lebih unggul daripada semua makhluk lainnya.
Jika seseorang selalu ditunjukan pada soal-soal ketuhanan, orang itu akan menjadi
42
Agama Baha’i, h. 15.
41
orang yang suci, tetapi sebaliknya bila pikirannya dipusatkan pada hal-hal duniawi
saja, orang itu akan semakin tenggelam dalam hal-hal duniawi hingga akhirnya ia
sampai pada keadaan yang hanya sedikit lebih baik dari pada hewan.43
Baha‟u‟llah telah menetapkan hukum-hukum moral individu dan keluarga
yang bertujuan untuk mengembangkan sifat rohani individu dan meningkatkan
persatuan dan kesejahteraan dalam keluarga dan masyarakat. Umat Baha‟i
memahami bahwa keluarga adalah unit dasar dari suatu masyarakat. Bila
keluarga-keluarga bersifat rohani, sehat dan bersatu, maka demikian pulalah
masyarakatnya.
“kehidupan yang murni dan suci itu, yang mengandung arti
kesederhanaan, kesucian, penahanan diri, kesopanan dan pikiran bersih,
mengharuskan adanya suatu sikap sedang dalam segala hal yang berkenaan
dengan pakaian, ungkapan, hiburan, serta semua kegemaran seni dan sastra.
Kehidupan seperti itu menuntut kewaspadaan terus-menerus untuk mengendalikan
hawa nafsu dan kecendrungan buruk. Kehidupan yang murni dan suci
menghendaki ditinggalkannya tingkahlaku yang tidak karuan, yang terlalu
mementingkan kenikmatan-kenikmatan yang remeh dan seringkali menyesatkan.
Kehidupan semacam ini mengharuskan pantangan yang total dari semua minuman
yang beralkohol, dari candu serta dari obat-obatan yang mencandukan. Agama
Baha‟i mencela pelacuran seni dan sastra, praktek-praktek nudisme dan hidup
bersama diluar pernikahan, penyelewengan dalam pernikahan, dan segala macam
promiskuitas, perbuatan tidak senonoh dan asusila. Ia tidak mengenal kompromi
43
........., Khotbah-khotbah Abdul Baha’ di Paris terjemahan dari Paris Talks, Addresses
Given by Abdul Baha in 1911(T.Tp : Majelis Rohani Nasional Bahai Indonesia, 2008), h.5.
42
terhadap semua teori, norma, kebiasaan dan ekses-ekses jaman yang rusak ini.
Sebaliknya, melalui daya keteladanan yang dinamis dan melalui kehidupan yang
murni dan suci itu berupaya untuk menunjukkan sifat merusak yang dimiliki oleh
teori-teori itu, kepalsuan norma-norma itu, kosongnya tuntunan-tuntunan itu,
keburukan dari kebiasaan-kebiasaan itu dan sifat asusila dari ekses-ekses itu.” –
Shoghi Efendi44
C. Tugas-tugas Majelis-majelis Rohani
Mengenai tugas-tugas Majelis-majelis Rohani, Baha‟u‟llah telah menulis:
“Mereka harus menjadi orang-orang yang dipercayai oleh Yang Maha Pengasih
diantara manusia, dan menganggap diri mereka sebagai wali-wali yang diangkat
oleh Allah bagi semua yang tinggal dibumi. Diwajibkan bagi mereka untuk
bermusyawarah bersama dan memperhatikan kepentingan-kepentingan hamba-
hamba Tuhan, demi Dia bahkan seperti mereka memperhatikan kepentingan-
kepentingan mereka sendiri, dan memilih apa yang patut dan cocok. Demikianlah
diperintahkan kepadamu oleh Tuhanmu, yang Maha Perkasa, yang Maha
Pengampun. Berhati-hatilah jangan sampai engkau mengabaikan apa yang
dengan jelas diwahyukan dalam Loh45
-Nya. Takutlah kepada Tuhan, wahai
engkau yang melihat.46
Oleh karena itu, Majelis Rohani disetiap desa atau kota harus menjaga
kepentingan orang-orang Baha‟i di daerahnya. Pekerjaan yang paling penting dari
setiap Majelis Rohani adalah menolong teman-teman Baha‟i untuk
44
Agama Baha’i (T.Tp : Majelis Rohani Nasional Bahai Indonesia, 2013), h. 16. 45
Salah satu umat Baha‟i mengatakan, bahwa pengertian Loh saat ini sama artinya seperti
surat yang berisikan doa-doa dan tulisan suci. 46
Sang Suci Baha‟u‟llah, Kitab Aqdas ayat 30, h. 42.
43
menyampaikan firman Tuhan. Amanat Baha‟u‟llah adalah sumber rahmat bagi
seluruh umat manusia, dan Majelis-majelis Rohani haruslah menjadi saluran
kurnia yang besar, yang dapat mencapai orang-orang disetiap bagian dunia ini.
Jika Majelis Rohani telah terbentuk, tugas yang paling penting dan paling utama
adalah menyampaikan firman Tuhan.
Tugas penting lainnya dari majelis rohani ialah agar berusaha menciptakan
persahabatan dan cinta diantara para mukmin. Majelis harus menciptakan suasana
persatuan yang penuh kasih sayang diantara umat Baha‟i, majelis itu harus
berusaha agar setiap orang dapat merasa gembira berada dalam lingkungan itu.
Jika ada suatu masalah diantara teman-teman, majelis rohani harus dapat berusaha
menyelesaikan masalah itu. Majelis Rohani harus laksana orang tua yang
bijaksana dalam membimbing orang-orang Baha‟i di daerahnya.47
Tugas-tugas Majelis Rohani, sang Wali menulis: “pada setiap waktu
mereka harus dengan sepenuhnya mengulurkan bantuan kepada yang miskin,
yang sakit, yang cacat, yang yatim piatu, yang janda, tanpa memandang warna
kulit, kasta dan kepercayaan.
Setiap Majelis-majelis Rohani harus mempunyai dana sendiri. Dana itu
dikumpulkan melalui sumbangan sukarela dari teman-teman Baha‟i guna
memperkaya dana Majelis mereka, sehingga dapat memberikan bantuan kepada
mereka yang membutuhkan pertolongan.48
Pendidikan anak-anak dan pemuda-pemudi Baha‟i adalah tanggung jawab
Majelis Rohani juga. Dalam kata-kata sang wali yang tercinta, “mereka, dengan
47
Hushmand fathea‟ zam, h. 112. 48
Hushmand fathea‟ zam, h. 113.
44
cara apapun yang mereka sanggupi, harus meningkatkan kemajuan muda-mudi
baik dari segi materi maupun rohani, cara-cara untuk pendidikan anak-anak,
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Baha‟i jika memungkinkan,
menyelenggarakan dan mengawasi pekerjaan lembaga itu dan menyediakan cara-
cara yang terbaik bagi kemajuan dan perkembangan mereka.
Tugas penting lainnya dari Majelis Rohani menurut sang Wali, “mereka
harus melakukan persiapan untuk pertemuan-pertemuan tetap bagi teman-teman,
pertemuan Sembilan Belas Harian, hari-hari peringatan dan pertemuan-pertemuan
khusus yang bertujuan untuk melayani dan memajukan kepentingan-kepentingan
sosial, pendidikan dan kerohanian sesama manusia.”49
Yang telah disebutkan diatas adalah beberapa tugas penting dari setiap
Majelis Rohani setempat. Anggota-anggota Majelis Rohani harus berhati-hati
jangan sampai gagal dalam melakukan tugas-tugas mereka. Mereka harus selalu
ingat sabda Baha‟u‟llah:
“Mereka harus menjadi orang-orang yang dipercayai oleh Yang Maha
Pengasih diantara manusia, diwajibkan bagi mereka untuk bermusyawarah
bersama dan memperhatikan kepentingan-kepentingan hamba-hamba Tuhan,
demi Dia, bahkan seperti mereka memperhatikan kepentingan-kepentingan
mereka sndiri...”50
49
Hushmand fathea‟ zam, h. 114. 50
Kitab Aqdas, ayat 30.
45
D. Bentuk Admnistrasi Baha’i
Baha‟u‟llah telah merencanakan suatu rancangan sistem administrasi yang
mengagumkan, yang melaluinya Air Hayat dialirkan kedunia wujud. Rancangan
ini disebut Tata Tertib Dunia Baha‟u‟llah, dan Administrasi Baha‟i adalah
sebagian dari tata tertib itu. Diibaratkan sebuah sungai disuatu sisi dan disisi lain
ada hamparan tanah pertaniaan yang luas. Kita perlu mengalirkan air sungai
tersebut keladang-ladang tanah pertanian itu, agar dapat diolah dan ditanami.
Pertama-tama kita menggali sebuah saluran yang besar untuk mengalirkan cukup
banyak air untuk mengairi seluruh tanah pertanian. Kemudian kita menggali
saluran-saluran yang lebih kecil untuk mengalirkan dari saluran yang besar
keseluruh bagian tanah pertanian itu. Lalu kita membutuhkan banyak selokan
kecil untuk mengalirkan air kesetiap ladang ditanah pertanian itu. Jika saluran-
saluran air dan selokan-selokan itu sudah lengkap, sungai itu dapat mengairi
semua tanah pertanian.
Shoghi Effendi telah memberitahu kita bahwa administrasi Baha‟i adalah
bagaikan suatu sistem saluran dan selokan, “yang melalui Roh Suci dari Tuhan
tercurah kepada masyarakat-masyarakat Baha‟i yang tersebar diseluruh dunia.”51
Kabar gembira mengenai Tata Tertib Dunia Baha‟u‟llah mula-mula diumumkan
oleh Sang Bab dalam sabda-Nya berikut ini:
“Berbahagialah bagi dia yang mengarahkan pandangannya pada Tata
Tertib Baha’u’llah, dan mengucapkan syukur kepada Tuhannya! Karena
Ia pasti akan diwujudkan.”
51
Hushmand fathea‟ zam, h. 106.
46
Baha‟u‟llah meletakkan dasar dari Tata Tertib Dunia ini dan membuat
rencana dari tata tertib itu. Kemudian Abdul Baha menjelaskan rencana Ilahi ini
secara terperinci dan memulai pembangunannya. Melalui usaha-usaha Shoghi
Effendi selama hidupnya, administrasi Baha‟i ini berangsur-angsur berdiri, dan
masyarakat Baha‟i yang tersebar dimana-mana dapat bergabung bersatu dan
menjadikan mereka bagian-bagian dari satu kesatuan masyarakat yang besar.
Administrasi Baha‟i adalah rencana Tuhan untuk zaman ini yang
ditetapkan melalui perwujudan-Nya, yaitu Baha‟u‟llah dan administrasi ini
diciptakan untuk membawa ketertiban dan kedamaian diantara berbagai bangsa di
dunia. Administrasi Baha‟i terdiri dari beberapa bagian yang berhubungan satu
sama lain. Administrasi ini terdiri dari Majelis-majelis Setempat yang dipilih oleh
umat Baha‟i dari suatu desa atau kota, Majelis Rohani Nasional dipilih oleh umat
Baha‟i dari suatu negara; dan Balai Keadilan Sedunia dipilih oleh semua orang
Baha‟i di dunia melalui Majelis-majelis Nasional.52
Diibaratkan Majelis-majelis Rohani Setempat sebagai selokan-selokan
yang membawa air keberbagai ladang. Majelis-majelis rohani nasional dapat
diumpamakan sebagai saluran-saluran yang menghubungkan selokan-selokan itu
dengan saluran yang besar. Saluran besar atau saluran utama yang mendapatkan
air langsung dari sungai itu adalah Balai Keadilan Sedunia. Balai Keadilan
Sedunia ini merupakan lembaga tertinggi dalam administrasi baha‟i. Melalui balai
keadilan sedunia bimbingan Tuhan mengalir kesemua bagian dunia.
52
Hushmand fathea‟ zam, h. 107.
47
Setiap orang dalam masyarakat adalah bagaikan biji-biji gandum disuatu
ladang. Tiap-tiap biji gandum itu akan dapat tumbuh dan berkembang berkat air
yang mengalir keladang itu. Kita harus mengetahui bahwa kebahagian setiap
orang terletak pada kesejahteraan masyarakat yang bersatu, dan kita harus
berusaha untuk memperkukuh administrasi ini yang merupakan tumpuan harapan
umat manusia untuk masa depan.
Administrasi Baha‟i tidak dapat dipisahkan dari ajaran-ajaran Baha‟u‟llah.
Seorang Baha‟i tidak dapat percaya kepada Baha‟u‟llah tanpa menerima dan
bekerja dengan administrasi-Nya, karena amanat Tuhan tidak diturunkan hanya
untuk kebahagiaan perorangan saja tetapi juga untuk kesatuan dan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan. Dalam kasus-kasus tertentu, kepentingan
individu. Tetapi, kepentingan tertinggi masyarakat adalah demi mendukung
kesejahteraan para individu.53
Administrasi ini terdiri dari Majelis-majelis Rohani, yaitu majelis-majelis
rohani setempat, Majelis-majelis rohani nasional dan Balai Keadilan Sedunia.
Administrasi Bahai ini tidak hanya mengurusi persoalan-persoalan spiritual saja
tetapi juga mengurusi urusan sosial kemasyarakatan.
a. Para Pengurus Majelis Rohani
Anggota-anggota majelis rohani adalah sembilan orang Baha‟i yang telah
mendapat suara terbanyak pada hari pemilihan. Hal pertama yang harus dilakukan
oleh anggota-anggota majelis setelah pemilihan mereka adalah berkumpul dan
mengadakan pertemuan mereka yang pertama, pertemuan mereka yang pertama
53
Hushmand fathea‟ zam, h. 109.
48
harus secepat mungkin diselenggarakan dan diatur oleh orang yang mendapat
suara terbanyak diantara sembilan orang yang telah dipilih.
Dalam setiap pertemuan harus dimulai dengan doa-doa dan memohon
kepada Tuhan agar menolong mereka dalam menjunjung agama-Nya dan
mengabdi kepada masyarakat yang telah memilih mereka. Setelah itu, mereka
harus memilih para pengurus majelis rohani untuk tahun ini. Berikut beberapa
persyaratan untuk menjadi anggota Majelis Rohani:54
Kesetiaan yang tidak dapat
diragukan, Pengabdian yang tidak mementingkan diri sendiri, Pikiran yang
terlatih dengan baik, Kemampuan yang diakui, dan Pengalaman yang matang.
Setiap majelis rohani harus mempunyai seorang ketua, wakil ketua,
sekretaris dan bendahara. Hal ini sangat penting dan akan memudahkan pekerjaan
majelis itu. Pekerjaan ketua adalah memimpin pertemuan-pertemuan dan
membantu majelis dalam membuat beberapa keputusan. Jika anggota-anggotanya
hanya berkumpul untuk berbicara tanpa mengambil keputusan yang jelas, sia-
sialah pertemuan mereka. Ketua harus memberi kesempatan pada semua anggota
untuk mengeluarkan pendapat mereka untuk memberikan suara agar tercapai
suatu keputusan mengenai persoalan yang dimusyawarahkan.55
Ketua adalah yang memimpin pertemuan, jika ketua tidak dapat hadir
misalnya ketika sedang sakit, wakil ketualah yang memimpin pertemuan Majelis.
Sekertaris adalah orang yang mencatat semua pekerjaan Majelis, baik rencana
yang harus dikerjakan maupun yang telah dikerjakan. Sekretaris menulis semua
surat yang harus dikirim kepada perorangan, majelis setempat lainnya dan kepada
54
Majelis Rohani Setempat (T.tp, Majelis Rohani Nasional Baha‟i Indonesia ), h. 2. 55
Hushmand fathea‟ zam, h.115.
49
Majelis Rohani Nasional. Melalui sekertarislah setiap Majelis Setempat
berhubungan dengan masyarakat Baha‟i diseluruh dunia. Bendahara bertugas
dalam hal keuangan Majelis. Ia memberikan kwitansi-kwitansi kepada semua
yang menyumbang pada dana Baha‟i dan dana ini dapat dipakai untuk biaya dan
pengeluaran yang telah diputuskan oleh Majelis Rohani disetiap pertemuan.
Ketika memilih para pengurus Majelis, para anggota harus melihat pada
kesanggupan masing-masing dari mereka dan memilih siapa diantara mereka yang
lebih cocok dalam melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan jabatannya.
Aturan-aturan pemilihan anggota Mejelis telah dijabarkan diatas.
Pemilihan ini diselenggarakan secara rahasia tanpa propaganda apapun.
Tidak dibenarkan memilih seseorang berdasarkan kedudukannya dalam
masyarakat. Misalnya dalam pemilihan ketua, tidak diperbolehkan memilih
seseorang yang dihormati dalam masyarakat karena umurnya, kecuali dialah
orang yang paling sanggup melakukan tugas ini. Demikian pula halnya bagi
seseorang yang kaya atau seseorang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat.
Perlu diketahui bahwa pengurus-pengurus Majelis Rohani tidak
mempunyai kedudukan khusus dalam masyarakat. Misalnya, seorang ketua
bukanlah pemimpin masyarakat atau orang yang paling dihormati. Diluar Majelis
Rohani kedudukannya sama dengan orang Baha‟i yang lainnya, dan segera setelah
pertemuan Majelis selesai, ia tidak punya hak yang lebih dari pada orang lain
dalam masyarakat.
Dalam jiwa kerjasama dan keselarasan yang penuh kasih sayang orang-
orang Baha‟i memilih Majelis Rohani mereka, dan anggota Majelis Rohani itu
50
memilih para pengurusnya. Sang wali yang tercinta menulis bahwa para anggota
Majelis Rohani: “... harus menjalankan tugas mereka dengan sangat rendah hati,
dan berusaha dengan pikiran terbuka, rasa keadilan dan kewajiban yang tinggi,
keterusterangan, kesederhanaan, kesetiaannya yang penuh pada kesejahteraan dan
kepentingan teman-teman, agama dan umat manusia, untuk meraih bukan saja
kepercayaan dan dukungan yang tulus serta rasa hormat dari mereka yang
dilayani, tapi juga penghargaan dan rasa kasih sayang mereka yang sedalam-
dalamnya.
b. Cara kerja Majelis rohani
Musyawarah adalah cara kerja Majelis Rohani. Administrasi Baha‟i
bekerja melalui musyawarah. Musyawarah digunakan dalam Sembilan Belas
Harian, pertemuan Majelis Rohani Setempat, Konvensi, pertemuan Majelis
Rohani Nasional dan dalam pertemuan-pertemuan panitia. Sang Wali
mengingatkan agar selalu ingat pada dua kebajikan penting ketika kita sedang
bermusyawarah dalam pertemuan-pertemuan Baha‟i, yaitu kejujuran dan
keterbukaan.56
Ketika berkumpul dalam suatu pertemuan Baha‟i, kita harus merasa bahwa
Baha‟u‟llah bersama kita secara Rohani. Ini menimbulkan suasana kerohanian
yang menakjubkan, yang membantu kita dalam bermusyawarah. Jika kita merasa
Baha‟u‟llah hadir dalam pertemuan kita, kita akan selalu berusaha menjadi
penganut-penganut yang layak dalam agama-Nya. Baik sewaktu mengabdi pada
Majelis atau suatu panitia, ataupun dalam Sembilan Belas Harian. Kita akan
56
Hushmand fathea‟ zam, h. 120.
51
berusaha sekuat tenaga untuk menghapuskan agenda pribadi atau pernyataan yang
tidak adil pada waktu bermusyawarah. Tidak ada sedikitpun jejak ketidaktulusan
dalam pembahasan dan tidak ada yang lain selain kebenaran yang dibicarakan,
karena Baha‟u‟llah bersabda:
“Wahai orang-orang yang lalai!
“Janganlah menyangka bahwa rahasia-rahasia hati itu pasti tersembunyi,
sesungguhnya, ketauhilah dengan pasti bahwa semua rahasia itu tertulis dalam
huruf-huruf yang terang dan terlihat jelas di Hadirat suci.”
Dalam musyawarah Baha‟i, setiap orang harus mengemukakan
pendapatnya dengan penuh pengabdian, sopan santun, teliti, tidak bersikeras
terhadap pendapatnya sendiri dan harus menyelidiki kebenaran. Agar terhindar
dari percekcokan dan perselisihan.57
. Ia harus memikirkan kepentingan agama
saja, dan harus melupakan hubungan pribadinya dengan individu-individu lain.
c. Majelis Rohani Nasional
Majelis Rohani Nasional adalah badan yang dipilih oleh umat Baha‟i
disuatu negara melalui suatu konvensi Nasional. Utusan-utusan dikirim dari
seluruh penjuru negeri ke konvensi itu. Aturan-aturan dasar dalam pemilihan
Baha‟i majelis Rohani Setempat, berlaku pula pada pemilihan Majelis Rohani
Nasional. Bagi umat Baha‟i pemilihan Baha‟i adalah suatu kewajiban suci yang
bersifat rohani, tidak ada pencalonan ataupun propaganda.
Tujuan Majelis Rohani Nasional adalah mengordinasi dan menyatukan
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh semua orang Baha‟i diseluruh negara itu
57
Musyawarah Baha’i (T.tp, Majelis Rohani Nasional), h. 5.
52
dan memberi semangat kepada mereka dalam melakukan kegiatan-kegiatan.
Masyarakat Baha‟i bekerja sama dengan Majelis Rohani Nasional melalui Majelis
Rohani Setempat. Majelis Rohani Nasional berhubungan dengan orang-orang
Baha‟i diseluruh negara melalui surat-surat dan buletin. Berita-berita mengenai
berbagai kegiatan orang-orang Baha‟i dan kemajuan agama diseluruh dunia
disampaikan kepada teman-teman Baha‟i oleh Majelis Rohani Nasional.58
Berita dari Majelis Nasional dibacakan oleh sekertaris atau wakil yang
ditunjuk oleh Majelis Rohani Setempat dalam Sembilan Belas Harian. Dalam
bagian kedua sembilan belas harian, yaitu bagian dimana teman-teman diajak
bermusyawarah, setiap orang Baha‟i dipersilahkan untuk memberi pandangan dan
usulnya, atau memberi janji kerjasama mereka. Hasil musyawarah sembilan belas
harian akan dikirim ke Majelis Rohani Nasional oleh Majelis Rohani setempat
disetiap daerah. Kemudian Majelis Rohani Nasional mempertimbangkan usul-usul
ini dan akan diambil setelah bermusyawarah dengan teliti.
Jika tidak ada Majelis Rohani Setempat disuatu daerah, dan yang hanya
ada sekelompok orang Baha‟i yaitu kurang dari 9 orang, Majelis Rohani Nasional
mengadakan surat-menyurat dengan salah seorang yang telah dipilih sebagai
sekretaris dari kelompok itu. Jika hanya ada satu orang Baha‟i disuatu tempat,
maka majelis Nasional akan mengadakan surat-menyurat langsung dengan dia.
Majelis Rohani Nasional mempunyai berbagai tugas yang harus
diperhatikan, maka ia membentuk panitia-panitia untuk membantunya. Anggota-
anggota yang bekerja dalam panitia ini ditunjuk oleh Majelis Nasional sendiri dan
58
Hushmand fathea‟ zam, h. 140.
53
setiap panitia diberi suatu tugas khusus. Misalnya, jika Majelis Rohani Nasional
memutuskan untuk mendirikan rumah ibadah diwilayahnya, ia akan menunjuk
suatu panitia khusus yang akan menangani semua rincian pekerjaan itu dan
memberi usul-usul dari panitia itu. Contoh dari panitia-panitia lain yang dapat
dibentuk oleh Majelis Nasional untuk membantu pekerjaannya adalah panitia
Nasional Wanita, Panitia Nasional Muda-mudi, panitia Nasional Pendidikan
Anak-anak dan lain-lain. Panitia-panitia ini juga dapat dibentuk oleh Majelis
Rohani setempat. panitia yang telah dibentuk bertanggung jawab langsung kepada
Majelis yang membentuknya. Semua Majelis Rohani Setempat bertanggung
jawab kepada Majelis Rohani Nasional dan Majelis Nasional adalah lembaga
tertinggi umat Baha‟i di setiap negara.59
Majelis Rohani Nasional juga memilih ketua, wakil ketua, sekretaris dan
bendahara dan tugas para pengurus Majelis Rohani Nasional sama dengan tugas-
tugas pengurus Majelis Rohani Setempat, tetapi untuk tingkat Nasional. Anggota-
anggota Majelis Rohani Nasional dipilih melalui konvensi Nasional setiap tahun
sekali.60
Pemilihan anggota ini dilakukan secara tidak langsung. Setiap
masyarakat Baha‟i atau unit pemilihan, memilih utusan-utusan dalam jumlah
tertentu diantara warga Baha‟i didaerahnya sendiri, dan utusan-utusan inilah yang
akan mewakili umat Baha‟i diseluruh negara itu. Para utusan ke Konvensi
dikumpulkan disuatu tempat antara tanggal 21 April sampai 2 Mei, yaitu pada hari
Raya Ridwan.61
Beberapa hal yang perlu diketahui mengenai Konvensi Nasional:
59
Hushmand fathea‟ zam, h. 141. 60
Majelis Rohani Nasional (T.tp, Majelis Rohani Nasiona, Baha‟i Indonesia ), h.15. 61
Hushmand fathea‟ zam, h. 142
54
1. Para utusan Konvensi harus memilih anggota-anggota Majelis Rohani
Nasional dari orang-orang Baha‟i diseluruh daerah dinegeri itu. Mereka
tidak perlu memilih anggota-anggota Majelis Rohani dari para utusan
Konvensi. Mereka dapat memilih siapa saja sejumlah sembilan orang dari
seluruh masyarakat umat Baha‟i di negara itu.
2. Mereka yang terpilih sebagai utusan-utusan Konvensi tidak mempunyai
tugas atau hak istimewa lain selain bermusyawarah di Konvensi dan
memilih Majelis Rohani Nasional yang baru. Jika Konvensi telah berakhir,
tugas-tugas mereka sebagai utusan juga berakhir. Konvensi bukanlah suatu
badan yang tetap, dan tidak memiliki anggota tetap setelah Konvensi itu
sendiri berakhir.
3. Konvensi adalah sebuah badan konsultatif (bersifat musyawarah). Hasil-
hasil musyawarahnya berupa rekomendasi-rekomendasi, diteruskan ke
Majelis Rohani Nasional dan bebas untuk menerima dan menolak usul-
usul itu.
4. Konvensi tidak lebih tinggi dari Majelis Rohani Nasional. majelis Rohani
Nasional adalah lembaga tertinggi disetiap negara dan berkuasa atas semua
Majelis Rohani Setempat dan orang-orang Baha‟i di negara itu.62
d. Balai Keadilan Sedunia
Balai Keadilan Sedunia adalah salah satu lembaga yang unik dalam agama
Baha‟i, yang anggotanya dipilih dari umat Baha‟i diseluruh dunia melalui Majelis
Rohani Nasional mereka. Baha‟u‟llah telah meyakinkan kepada umat Baha‟i
62
Hushmand fathea‟ zam, h. 143.
55
bahwa Ia akan terus membimbing umat-Nya melalui Balai Keadilan Sedunia
selama kurun zaman Baha‟i berlangsung.
Baha‟u‟llah telah memberikan hukum-hukum dan ajaran-ajaran dasar
Tuhan untuk zaman ini. Tetapi Ia telah mengatakan bahwa kita juga
membutuhkan peraturan-peraturan sosial lain, yang secara berangsur-angsur akan
ditetapkan bagi kita yang selalu berubah.63
63
Hushmand fathea‟ zam, h. 144.
56
BAB IV
PERSEPSI UMAT BAHA’I TERHADAP KONSEP KEPEMIMPINAN
NEGARA DI INDONESIA
A. Pengertian dan Konsep Kepemimpinan Negara di Indonesia
1. Pengertian
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok
yaitu: pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin
mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan
juga menunjukkan ataupun mempengaruhi dan mengawasi orang lain untuk
mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan. Pemimpin
mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap
keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu
tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam
menjalankan ke-pemimpinannya.64
Negara dapat diartikan sebagai sebuah
organisasi raksasa, yang merupakan produk hasil perkembangan sejarah manusia.
Sehingga Kepemimpinan Negara Indonesia merupakan negara Indonesia yang
memiliki suatu sistem kepemimpinan guna mengatur, mempengaruhi dan
mengawasi masyarakatnya yang menetap diwilayah Indonesia dibawah satu
komando seorang pemimpin untuk mengatur dan mengejar kemakmuran serta
kesejahteraan secara adil bagi masyarakatnya.
Menurut Prof. Dr. Mustopadidjaja, bahwa kepemimpinan negara Indonesia
adalah Kepemimpinan Nasional yang diartikan sebagai Sistem Kepemimpinan
64
Edi Cahyo, “kepemimpinan”, artikel diakses Kamis 21 Agustus 2014 dari
http://diecahyouinyogya.blog.com/2011/06/06/adi/.
57
dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, meliputi
berbagai unsur dan srtuktur kelembagaan yang berkembang dalam kehidupan
Pemerintahan negara dan masyarakat, yang berperan mengemban misi perjuangan
mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa sesuai dengan posisi masing-masing
dalam Pemerintahan dan masyarakat, mernurut niali-nilai kebangsaan dan
perjuangan yang diamanatkan konstitusi negara. Secara struktural, Kepemimpinan
Nasional terdiri dari pejabat lembaga-lembaga pemerintahan negara dan
pemimpin lembaga-lembaga yang berkembang dalam masyarakat, yang secara
fungsional berperan dan berkewajiban memimpin orang dan lembaga yang
dipimpinnya dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.
Menurut Anwar Ibarahim, bahwa kepemimpinan haruslah peka dan
prihatin terhadap suara dan aspirasi rakyat serta merumuskan cara pendekatan
yang melibatkan rakyat. Beliau menekankan pada konsep Syura‟ (musyawarah)
dan demokrasi penyetaraan. Pemimpin Nasional adalah sosok yang mampu
memahami kebutuhan dan aspirasi rakyat Indonesia secara keseluruhan dan
menghayati nilai-nilai yang berlaku, agar mempunyai kemampuan memberi
inspirasi kepada bangsa Indonesia dan mempunyai visi yang sesuai dengan cita-
cita bangsa Indonesia.65
2. Konsep Kepemimpinan Negara di Indonesia
Negara Republik Indonesia adalah negara yang menganut konsep negara
hukum yang demokratis yaitu pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak
65
Imron Fauzi, “Konsep Kepemimpinan di Indonesia, artikel diakses Senin 25 Agustus
2014 dari alamat http://imronfauzi.wordpress.com/.
58
dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Hal ini yang
terdapat dalam undang-undang Dasar 1945 sebelum amandemen,66
bahwa:
1. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
MPR
2. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechsstaat) dan tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (machsstaat).
3. Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) dan tidak
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Presiden Indonesia adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan
Indonesia. Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia
di dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil presiden dan
menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari. Presiden (dan Wakil Presiden)
menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan
yang sama untuk satu kali masa jabatan.
Sejarah pemerintahan indonesia telah melewati sejarah yang panjang
dengan berbagai ekperimen sistem pemerintahan yang pernah diadopsi.
Pertimbangan ini tentulah menjadi bagian penting dalam upaya mencari sistem
ideal bagi Indonesia di masa yang akan datang. Amandemen UUD 1945 tentang
sistem pemerintahan Indonesia tampaknya merupakan hasil terpenting dari
sintesis dimaksud, sekalipun masih banyak hal yang belum mampu terakomodasi
secara baik. Inilah yang kemudian disebut sistem campuran (mixed system).
66
Tim Wahyu Media, Pedoman Resmi UUD 1945 dan Perubahannya (jagakarsa: PT
Wahyu Media, 2014), h. 57.
59
Sistem pemerintahan hanyalah merupakan suatu pilihan atas apa yang
diinginkan oleh rakyat banyak. Dalam sistem pemerintahan Indonesia dewasa ini,
kecenderungan yang dapat dilihat pasca diberlakukannya Amandemen UUD 1945
adalah lebih pada sistem presidensial.67
Hal ini terlihat di mana Presiden dan
wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
Menurut UUD 1945, negara Republik indonesia Pemerintahannya
dipimpin oleh Presiden dan dibantu oleh seorang wakil presiden. Presiden sebagai
kepala negara ia juga sebagai kepala pemerintahan. Dalam konteks Indonesia
yang menganut sistem Presidensil, “kepresidenan” cenderung memiliki kekuasaan
yang dominan dan menentukan. 68
Pada masa awal pemerintahan, kekuasaan presiden dalam menjalankan
pemerintahan berdasarkan Pasal IV aturan peralihan UUD yang berbunyi :
“sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan
Dewan Pertimbangaan Agung dibentuk menurut undang-undang dasar ini, segala
kekuasaannya dijalankan oleh Presiden.
Indonesia setelah kemerdekaannya telah mengamandemen UUD 1945
sebayak empat kali. Undang–undang Dasar 1945 merupakan hukum tertinggi
dimana kedaulatan berada ditangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut
UUD 1945. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi
67
M. Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan. suatu kajian, teori, konsep, dan
pengembangannya (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 112. 68
Beddy Irawan Maksudi, Sistem Politik Indonesia (jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012), h. 225.
60
pancasila69
. Dan penyangga pilar utama demokrasi adalah partai politik. Karena
itu partai politik merupakan salah satu komponen yang penting di dalam dinamika
perpolitikan sebuah bangsa. Artinya, tidak ada demokrasi tanpa partai politik.
Melalui partai politik dipandang sebagai salah satu cara seseorang atau
sekelompok individu untuk meraih kekuasaan.70
Dengan demikian, partai politik adalah konsep yang sangat penting untuk
dipahami, karena ia merupakan kelengkapan utama dalam masyarakat dan negara.
Partai politik juga berperan sebagai penghubung antara rakyat disatu pihak dan
pemerintah dilain pihak. Oleh karena itu partai politik dianggap sebagai
perwujudan dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi
rakyat.
Partai politik menurut Undang-Undang No.2/2008 didefinisikan sebagai
organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara
Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa
dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945.71
69
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang sesuai dengan tradisi dan filsafat hidup
masyarakat Indonesia. merupakan demokrasi yang sehat, berlandaskan pada suatu ideologi
tunggal, yaitu Pancasila. 70
Rumidan Rabi‟ah, Lebih Dekat Dengan Pemilu di Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo
persada, 2009), h.28. 71
Beddy iriawan , h.268.
61
Indonesia memiliki struktur ketatanegaraan yang dikenal dengan
menggunakan teori Trias Politika72
yang didalamnya adalah eksekutif (kekuasaan
pelaksana undang-undang), legislatif (kekuasaan pembuat undang-undang) dan
yudikatif (kekuasaan mengadili).73
Di Indonesia susunan kelembagaan negaranya
pernah mengalami beberapa amandemen. Amandemen UUD 1945 yang telah
dilakukan sebanyak empat kali menggulirkan berbagai perubahan dalam struktur
ketatanegaraan, dengan pemisahan kekuasaan antara lain adanya lembaga negara
yang dihapus maupun yang lahir baru. Badan legislatif terdiri dari anggota MPR,
DPR, DPD, badan Eksekutif terdiri dari Presiden dan Wakil Presiden, sedang
Yudikatif terdiri atas kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Agung (MA),
sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial sebagai lembaga
baru. Lembaga negara lama yang dihapus adalah dewan pertimbangan agung
(DPA), dan badan pemeriksa keuangan (BPK) tetap ada hanya diatur tersendiri
diluar kesemuanya. Lihat dalam bagan gambar berikut ini:74
Legislatif Eksekutif Yudikatif
72
Trias politica merupakan gagasan Mostiquie (1689-1744) yang berarti sistem pemisahan
kekuasaan dalam negara yang dibagi menjadi tiga bentuk kekuasaan. Yaitu, legislatif, eksekutif,
dan yudikatif. 73
Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara (Bogor Ciawi: Ghalia Indonesia,
2004), h.97. 74
Beddy Irawan Maksudi, h. 142
UUD 1945
MPR
DPR
DPD
PRESIDEN
WAKIL PRESIDEN
BPK
KEKUASAAN
KEHAKIMAN
MA/MK/KY
62
Berdasarkan bagan diatas, Kepala negara indonesia atau presiden dan
wakil presiden merupakan bagian dari eksekutif. Yang dipilih sebagaimana bunyi
UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 yang mengatakan bahwa Partai Politik melakukan
rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi anggota Partai Politik,
bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dan bakal calon
Presiden dan Wakil Presiden. Jelas dikatakan bahwa presiden dan wakil presiden
di pilih menjadi kandidat bakal calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi
persyaratan.75
B. Memilih Pemimpin di Indonesia
Seorang calon kepala negara atau presiden dan wakil presiden indonesia
harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang.
Persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden Indonesia, diantaranya:76
a. berbertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
c. tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak
pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya;
75
Undang-undang Republik Indonesia nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan umum
presiden dan wakil presiden menetapkan UU tentang pemilihan Presiden dan wakil presiden Bab I
ketentuan umum pasal 1 ayat 4. 76 http://www.pemiluindonesia.com/files/UU-No-42-Tahun-2008.pdf diakses Senin 10
November 2014.
63
d. mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden;
e. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
f. telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang
memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara;
g. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau
secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan
keuangan negara;
h. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
j. terdaftar sebagai Pemilih;
k. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan
kewajiban membayar pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang dibuktikan
dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Orang Pribadi;
l. belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2
(dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
m. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17
Agustus 1945;77
77
Skripsi Tigore Einsten, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam Rangka
Pelaksanaan Kedaulatan Rakyat di Indonesia (Analisis Yuridis UUD no 42 Tahun 2000 tentang
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden), Fakultas Syariah dan Hukum, Program Studi Ilmu
Hukum, UIN Syarif Hidayatullah,2014.
64
n. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
o. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun;
p. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat;
q. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia,
termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung
dalam G.30.S/PKI; dan
r. memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan
negara Republik Indonesia.78
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun,
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu
kali masa jabatan.79
Presiden dan wakil Presiden memiliki hak, wewenang, dan
kewajiban antara lain:
a. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
b. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut
dan Angkatan Udara
78
Undang-undang Republik Indonesia nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan umum
presiden dan wakil presiden menetapkan UU tentang pemilihan Presiden dan wakil presiden Bab
III bagian ke 1 pasal 5. 79
Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, edisi Revisi (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2010) h. 188.
65
c. Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian
persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi
UU.
d. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam
kegentingan yang memaksa)
e. Menetapkan Peraturan Pemerintah
f. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
g. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara
lain dengan persetujuan DPR.
h. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
i. Menyatakan keadaan bahaya.
j. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden
memperhatikan pertimbangan DPR.80
k. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR.
l. Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung.81
m. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
n. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur
dengan UU.82
80
Perubahan Pasal 13 UUD 1945. 81
Perubahan Pasal 14 UUD 1945. 82
Perubahan Pasal 15 UUD 1945.
66
o. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
p. Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial
dan disetujui DPR
q. Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR,
dan Mahkamah Agung
r. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan
persetujuan DPR.
Wewenang dan kewajiban diatas diberikan kepada Presiden dan wakil
Presiden selama masih menjabat sebagai kepala negara Indonesia yang semuanya
diatur oleh undang-undang.aq
C. Persepsi Umat Baha’i terhadap Konsep Kepemimpinan Negara di Indonesia
Umat Baha‟i mempunyai hukum ajaran, dan kami umat Baha‟i tetap
berpegang terhadap ajaran kami, yang salah satunya berbeda dengan apa yang
memang diterapkan di Indonesia, tentang tatacara pencalonan kepala negara yang
berdasarkan undang-undang harus diusulkan oleh partai politik yang telah
memenuhi persyaratan. Hal ini berbeda dengan ajaran kami yang tidak
diperbolehkan ikutserta dalam partai politik untuk dapat menempati posisi sebagai
orang yang memiliki kekuasaan untuk mengatur masyarakat di Indonesia.
Mereka tetap memegang teguh ajaran yang telah disampaikan Baha‟u‟llah.
Ikut bagian dalam partai politik menurutnya salah satu bagian yang
menggiringnya kepada persaingan, pertentangan, dan pemecah-belah yang
67
memang bertentangan dengan visi persatuan dunia. Hal ini bukan berarti umat
Baha‟i tidak mengetahui perkembangan politik dan pengertian politik sejatinya.
Umat Baha‟i yang merupakan penduduk Indonesia tetap harus patuh dan
tunduk terhadap pemerintahan yang berlaku dinegara kami. Sebagai contoh kami
tidak terjun dalam partai politik tetapi kami tetap ikut serta menyumbangkan hak
suara kami pada pencalonan presiden dan wakil presiden.83
Kami tetap
menjalankan segala aturan yang dibuat oleh pemerintah negara Indonesia, karena
patuh, setia dan patriotisme terhadap negara merupakan salah satu ajaran yang
juga di sampaikan oleh Baha‟u‟llah.
Orang Baha‟i tetap diperbolehkan bekerja dikantor pemerintahan, tetapi
penting sekali untuk membedakan antara jabatan yang bersifat murni
administratof dengan jabatan yang bersifat diplomatis dan politis. Mengabdi pada
jabatan yang murni administratif adalah satu cara dimana orang Bahai dapat
menunjukan cinta pada negaranya.
“Orang Baha‟i dapat menunjukan cinta untuk negaranya dengan mengabdi
bagi kesejahteraan negara dalam kegiatan sehari-harinya, atau dengan cara
bekerja dalam bidang administrasi pemerintahan, bukannya bekerja
melalui partai politik atau dalam jabatan-jabatan yang bersifat diplomatis
ataupun politis.”84
Yang dimaksud dengan jabatan yang murni administratif adalah jabatan
yang dalam segala keadaan tidak terpengaruh oleh perubahan dan kejadian yang
pasti menimpa kegiatan politik dan pemerintahan partai disetiap negara.
83
Wawancara Pribadi dengan Ibu Nasrin Astani, Jakarta, 19 November 2014. 84
Surat dari Balai Keadilan Sedunia kepada Majelis Rohani Nasional Afrika, tanggal 08
Februari 1970: Australian LSA Handbook, h.364, no.15
68
Sehubung dengan sifat non politisi dari Agama, orang-orang Baha‟i boleh
memberikan suara jika mereka dapat melakukannya tanpa mengaitkan diri atau
mengidentifikiasi diri mereka dengan salah satu partai. Seperti dalam surat
Bimbingan Tentang Politik, bahwa memasuki arena partai politik pastilah akan
merugikan agama serta akan membahayakan agama. Terserah pada individu
bagaimana mereka menggunakan hak pilih mereka, tetapi tetap menjaga jarak dari
partai polotik, dan bukan karena dia merupakan anggota salah satu partai. Ini
harus benar-benar jelas bagi para individu yang bebas untuk melaksanakan atau
menerapkan kebijaksanaan dan kehati-hatian mereka. Tetapi bila ada seseorang
yang masuk atau ikut dalam partai politik dan bekerja demi kemenangan suatu
partai di atas partai lainnya dan terus melakukan hal ini walau sudah ditegur dan
diperingati oleh Majelis, maka Majelis berhak mencabut hak pilihnya dalam
pemilihan Baha‟i.85
Bagi orang-orang Baha‟i yang hidup di negara-negara di mana struktur
politik didasarkan pada sistem satu partai tetap pada prinsip awal. Sang wali yang
tercinta telah berulang kali menekankan prinsip menolak ikut dalam partai politik
manapun. Dalam buku “The Advent Of Divine justice” dalam membahas tingkah
laku yang benar yang harus tercermin dalam masyarakat Baha‟i, Ia mengatakan: “
yang harus menjadi ciri-ciri dari sikap setiap penganut yang setia adalah tidak
mau meminta jabatan-jabatan yang bersifat politis, tidak mengidentifikasi diri
dengan partai-partai politik, tidak terlibat dalam kontroversi politik, dan tidak ikut
dalam keanggotaan organisasi politik.
85
Bimbingan Tentang Politik (dari surat tertanggal 16 Maret 1933, ditulis atas nama sang
Wali kepada Majelis Rohani Nasional Amerika Serikat dan Kanada), h.442
69
Seorang Baha‟i yang setia dalam keadaan apapun tidak boleh ikut serta
dalam suatu program politik atau kebijakan yang dirumuskan dan dijalakankan
oleh suatu partai politik. Karena afiliasi dengan suatu partai politik semacam itu
pasti menyebabkan ditolaknya beberapa prinsip serta ajaran agama atau
menyebabkan pengakuan sebagian saja dari beberapa kebenaran mendasarnya.
Oleh sebab itu orang-orang Baha‟i harus menjaga jarak dari partai politik.
Terutama yang penting untuk dihindari dalam keadaan apapun dan dalam bentuk
apapun adalah sikap partisan.86
Seorang Baha‟i boleh dipilih sebagai kepala lingkungan yang mengabdi
pada dewan lingkungan asalkan ia tidak harus menjadi anggota suatu partai
politik, pengabdiannya sebagai ketua lingkungan atau pejabat daerah tidak
melibatkannya dalam politik yang bersifat partisan, bahwa ia tidak berkampanye
untuk memperoleh jabatannya, jika disyaratkan oleh hukum.
Umat Baha‟i melihat Baha‟ullah membawa suatu sistem administrasi yang
umat Bahai percaya, tapi dalam penerapannya umat bahai juga masih dalam
proses belajar. Karena yang Baha‟u‟llah bawa adalah teori. Yang didunia ini
masih sangat jauh perwujudan kesempurnaan dari pelaksanaan yang Baha‟u‟llah
sampaikan, pada saat ini orang-orang Bahai menawarkan kepada seluruh
masyarakat untuk belajar bersama, mari kita bekerja sama-sama untuk menuju
mewujudkan suatu kepemimpinan yang lebih baik. Administrasi negara Baha‟i
86
Bimbingan Tentang Politik (dari surat tertanggal 17 Desember 1935, ditulis atas nama
Shoghi Effendi kepada seorang Baha‟i), h. 3
70
ini menurutnya unik, tersendiri dan beda dengan yang lain. Orang-orang Baha‟i
tidak mengatakan bahwa sistem seperti ini merupakan sistem yang paling bagus.87
Umat Baha‟i sebisa mungkin untuk memiliki mata pencaharian atau
penghasilan dengan jalan-jalan yang baik dan benar,. Mereka Tidak bisa ikut
mencalonkan diri untuk menjadi presiden ataupun lembaga-lembaga pemerintahan
di indonesia untuk mendapatkan jabatan, penghasilan dan kekuasaan yang
memang erat kaitannya dengan partai politik. Kecuali lembaga-lembaga
independen yang terlepas dari syarat harus diusulkan dari partai politik. Karena
jelas dikatakan dalam kitab Al Aqdas yang melarang umatnya ikut serta dalam
partai politik.
87
Wawancara Pribadi dengan Ibu Rina, Tangerang 22 Oktober 2014.
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kajian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa agama Baha‟i
memiliki konsep mengenai kepemimpinan, bahwa untuk zaman saat ini tidak
diperlukan lagi kepemimpinan perseorangan, semua urusan baik persoalan agama
maupun sosial di tangani oleh Majelis-majelis Rohani. Dari tingkat terendah yakni
Majelis Rohani Setempat mengurusi masyarakat setempat, Majelis Rohani
Nasional mengurusi masyarakat di tingkat nasional dan Balai Keadilan Sedunia
mengurusi masyarakat Baha‟i diseluruh dunia. Majelis-majelis Rohani dan Balai
Keadilan Sedunia inilah yang memegang jabatan untuk mengatur masyarakatnya
dimanapun berada, sehingga kepemimpinan menurut agama Baha‟i tidak
dipegang oleh satu orang tetapi berdasarkan utusan-utusan yang telah dipilih
untuk memegang tugas kepemimpinan dari tingkat setempat sampai Balai
Keadilan Sedunia.
Jabatan kepemimpinan dalam agama Baha‟i ini tidak memiliki gaji seperti
kepemimpinan yang dipegang oleh kepala negara Indonesia, sehingga harus
benar-benar orang yang sanggup mengemban tugas tanpa imbalan. Lembaga
tertinggi agama Baha‟i di jalankan oleh Balai Keadilan Sedunia yang menjabat
selama lima tahun. Di indonesiapun demikian, jabatan kepala negara di pegang
selama lima tahun. yang berbeda kepemimpinan negara indonesia dipimpin oleh
seorang calon presiden dan calon wakilnya yang di usulkan dari partai politik
yang telah memenuhi syarat dalam pemilihan umum. Hal ini berbeda dengan
72
ajaran agama Baha‟i. Ajaran Baha‟i melarang umatnya untuk ikut serta dalam
partai politik. Mereka tetap memegang teguh ajaran yang telah disampaikan Sang
Baha‟u‟llah. Ikut bagian dalam partai politik menurutnya salah satu bagian yang
menggiringnya kepada persaingan, pertentangan,dan pemecah-belah yang
bertentangan dengan visi persatuan dunia.
Orang Baha‟i bekerja sama dengan pemerintah-pemerintah yang resmi
untuk memberikan sumbangan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dimana orang Baha‟i itu berdiam. Hal ini merupakan bentuk kontribusi umat
Baha‟i kepada politik di negara tersebut. Bukan berpartisipasi dalam partai politik.
Pendekatan yang diambil oleh komunitas Baha‟i untuk tidak terlibat dalam
partai politik, tidak dimaksudkan sebagai ekspresi penolakan yang mendasar pada
pengertian politik. Umat Baha‟i tetap ikut dalam pemilihan umum tetapi mereka
tidak mengidentikasikan diri dengan partai apapun dalam menjalankan pemilihan
presiden. Umat Baha‟i memandang pemerintah merupakan suatu sistem untuk
memelihara kesejahteraan dan perkembangan yang tertib dari sebuah masyarakat.
Umat Baha‟i menjalankan semua ini demi menjalankan hukum-hukum yang ada
di Indonesia tanpa melanggar keyakinan dasar agama mereka. Tetap setia dan
bersikap patriotisme terhadap pemerintahan dimanapun umat Baha‟i tinggal.
B. Saran-Saran
Dari penjelasan yang sederhana tentang Konsep Kepemimpinan dalam
Agama Baha‟i dan Persepsinya Terhadap Pola Kepemimpinan Negara di
Indonesia, penulis berharap:
Untuk umat Baha‟i:
73
1. Nilai-nilai luhur agama, sosial dan budaya tetap ditingkatkan,
2. Persatuan antar umat Baha‟i, persatuan antara umat Bahai dengan umat
beragama yang lain, dan persatuan antara umat Baha‟i dengan Pemerintah
agar dikuatkan.
3. Agama Baha‟i menerbitkan buku-buku kedalam masyarakat guna
memberitahukan kepada masyarakat luas akan ajaran dan akidah umat
Baha‟i, supaya tidak dengan mudah langsung mengatakan agama Baha‟i
sesat.
Untuk Masyarakat:
1. Agar masyarakat di luar agama Baha‟i menerima dengan tidak ada
profokatif tentang suatu keyakinan, jadi setiap keyakinan yang berbeda
agar kita hormati.
2. Diharapkan tidak ada permusuhan antar agama. Baik agama yang sudah
ditetapkan oleh Pemerintah dengan agama yang belum ditetapkan oleh
Pemerintah. Karna hal tersebut merupakan suatu keyakinan seseorang
yang bersifat imateri yang sulit diubah.
3. Agar dikuatkan akidahnya masing-masing, memperlajari agamanya
masing-masing sesuai dengan pengamalan yang diajarkan oleh kitab
sucinya masing-masing. Sehingga menjadi orang-orang yang bertakwa,
yang beriman, yang nilai-nilai agamanya mau menerima perbedaan-
perbedaan.
74
Saran untuk pemerintah:
1. pemerintah harus menerima berbagai keyakinan yang ada dimasyarakat
dan melindungi suatu keyakinan itu, tidak bersikap apriori terhadap suatu
keyakinan agama diluar agama yang telah ditetapkan pemerintah.
2. Perintah untuk tidak pilih kasih terhadap anak bangsa. Terhadap keyakinan
agama, semua harus dilindungi dan dikembangkan dengan potensinya
masing-masing.
3. Bahwa keyakinan seseorang terhadap suatu agama tidak bisa dipaksakan,
akan tetapi diberi pengertian dengan cara-cara yang baik sehingga timbul
kerukunan. Baik kerukunan inter umat beragama, antar umat beragama,
dan antar umat beragama dengan Pemerintah. Tidak menutup diri terhadap
keyakinan-keyakinan agama minoritas.
Demikian saran-saran yang dapat penulis sampaikan, semoga kehidupan
beragama di Indonesia dalam naungan Tuhan yang Maha Esa. Jayalah Indonesia
dalam kesatuan Kebhinekaan dan perdamaian.
75
DAFTAR PUSTAKA
----------, Agama Baha’i. Indonesia: Majelis Rohani Nasional Baha’i Indonesia,
2013.
----------, Agama Baha’i. Indonesia: Majelis Rohani Nasional Baha’i Indonesia,
2008.
Duverger, Maurice. Sosiologi Politik. Jakarta: CV.Rajawali, 1988.
Fathea’ zam, Hushmand. Taman baru. Indonesia: Majelis Rohani Baha’i
Indonesia, 2009.
Halim Koentjoro, Diana Hukum Administrasi Negara. Bogor Ciawi: Ghalia
Indonesia, 2004.
Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia, edisi Revisi, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2010.
----------, Himpunan dari Tulisan Sang Suci Baha’u’llah. Indonesia: Majelis
Rohani Nasional Baha’i Indonesia
Irawan Maksudi, Beddy. Sistem Politik Indonesia. jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012.
Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN Press,
1999.
Keen, Michael. Agama-agama Dunia. Jakarta: Kanisius, 2006.
Khotbah-khotbah Abdul Baha’ di Paris terjemahan dari Paris Talks, Addresses
Given by Abdul Baha in 1911. Indonesia: Majelis Rohani Nasional Bahai
Indonesia, 2008.
Labolo, M. Memahami Ilmu Pemerintahan. suatu kajian, teori, konsep, dan
pengembangannya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008.
76
---------, Majelis Rohani Nasional. indonesia: Majelis Rohani Nasiona Baha’i
Indonesia.
----------, Majelis Rohani Setempat. Indonesia: Majelis Rohani Nasional Baha’i
Indonesia.
----------, Musyawarah Baha’i. Indonesia: Majelis Rohani Nasional Baha’i
Indonesia
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012.
Nadroh, Siti dan Syaiful Azmi. Agama-agama Minor. Jakarta: UIN Jakarta Press,
2013.
----------, Perwujudan Kembar. Indonesia: Majelis Rohani Nasional Baha’i
Indonesia.
Rabi’ah, Rumidan. Lebih Dekat Dengan Pemilu di Indonesia. Jakarta: PT.
RajaGrafindo persada, 2009.
----------, Renungan Tentang Kehidupan Roh. indonesia: Majelis Rohani Nasional
Bahai Indonesia, 2006.
Riberu, J. Dasar-dasar Kepemimpinan. Jakarta: Cv Pedoman Ilmu Jaya, 1992.
Suprayogo, Imam. Kyai dan Politik, Membaca Citra Politik Kyai. Malang: UIN-
Malang Press, 2009
Thalhas, T.H. Pengantar Study Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: Galura Pase,
2006.
Vaezi, Ahmed, Agama Politik, Nalar Politik Islam, Jakarta: Citra, 2006
Wahjono, Padmo dan Syamsudin, Nazarudin. Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Pt
Raja Grafindo Persada, 2009
77
Artikel Website
Edi Cahyo, “kepemimpinan”, artikel diakses pada hari kamis 21 Agustus 2014
dari http://diecahyouinyogya.blog.com/2011/06/06/adi/
Fauzi, Imron “Konsep Kepemimpinan di Indonesia, artikel diakses pada senin 25
Agustus 2014 dari alamat http://imronfauzi.wordpress.com/
http://www.pemiluindonesia.com/files/UU-No-42-Tahun-2008.pdf diakses pada
tanggal 10 November 2014
www.Bahaiindonesia.org Diakses pada senin 13 oktober 2014
Situs Resmi Baha’i Indonesia, “Ajaran agama Baha’i”, artikel diakses pada senin
13 oktober 2014 dari http://bahaiindonesia.org/ajaran-agama-bahai/
Situs Resmi Baha’i Indonesia, “Masuknya Agama Baha’i di Indonesia”, Diakses
pada Senin 13 oktober 2014 dari http://bahaiindonesia.org/masyarakat-
bahai/masuknya-agama-bahai-di-asia-selatan-dan-asia-tenggara/
Wawancara Pribadi dengan Ibu Nasrin Astani, Jakarta, 19 November 2014.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Rina, Tangerang 22 Oktober 2014.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Nasrin Astani, Jakarta, 2 Desember 2014.
Wawancara Pribadi dengan Ibu Rina, BSD City, 2 Desember 2014
LAMPIRAN-LAMPIRAN
SIJRAT KETERANGAN WAWANCARA
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama
Jabatan
Alamat
&,', rt/*ein: r/sr+af
Dengan ini menyatakan
Wrb-.(.Po,e-rry3*z/;Duti Hed.. Asnteati
\1E0B2ro(Dbr
pesooa tA.g. U.,*'Gs \to' \o'atso.a - taq3elae,g.
l*asn' Nama tersebut diatas benar-benar terah mengadakan wawancara dengan
kami dalam rangka penyelesaian skripsi..
Demikian'keterangan ini kami buat dengan sebenar-benamya agar yang.berkepentingan mengetahui adanya.
Nama
Nim
Alamat
irr
Jakarta 2 Desember 2014
pl
SI,RAT KETERANGAN ItrAWANCARA
Saya y.aog bertanda tangan dibawah ini
Nama
Jabatan
Alamat
Agama
Dengan ini menyatakan
Nama
Nim
Alamat
Agama
?tn^7.'-A"; A-
(t o,rc'' Jl-'"P
E rwo'r
Y ,svP
9^i H"*V, Ao<sae,i
Lttqq32rooa6s
?.sona 0uuou ?.uiu, !+,,. q s No \o
C(eor<-a - tleg.cerg.
tdem
Nama tersebut diatas benar-benar telah mengadakan wawancara dengankami dalam rangka penyelesaian skipsi.
Demikian keterangan ini kami buat denlan sebenar_benamya agar yang'berkepentingan mengetahui adanya.
Jakada, 2 Desember 2014
i_i
^fi,9fl-,t
'r" .-..
Wawancara dengan Ibu Nasrin
1. Tanya: Bagaimana pengertian kepemimpinan menurut Agama Baha’i yang
anda ketahui dan adakah konsep kepemimpinannya?
Jawab:
Dalam Agama Baha’i tidak ada pemimpin individu, tapi ada lembaga yang
membimbing urusan-urusan masyarakat dan lembaga ini ada di tingkat
Setempat sampai Nasional untuk mengurusi negara.
2. Adakah syarat-syarat khusus untuk menjadi seorang pemimpin menurut
agama Baha’i?
Jawab:
Dalam Agama Baha’i tidak ada satu orang yang menjadi pemimpin. Yang
menjadi pemimpin itu 9 orang namun demikian ada syarat-syarat untuk
menjadi anggota majelis, antara lain: berusia 21 tahun keatas, pengalaman
yang matang, yang paling penting yaitu pengabdian yang tidak mementingkan
diri sendiri dan mempunyai jiwa kesetiaan.
3. Apa saja tugas dan tanggung jawab bagi pengurus Agama Baha’i?
Jawab:
Anggota lembaga terdiri dari 9 orang yang dipilih satu kali dalam setahun
pada tanggal 21 April secara rahasia dan suasana rohani tanpa berharap untuk
di pilih atau tidak di pilih. Mereka akan mengurus dan bermusyawarah dalam
suasana rohani untuk urusan-urusan masyarakatnya. Ketika berkumpul dalam
pertemuan Baha’i merasa Bahaul’lah ada bersama kita dengan kejujuran dan
keterbukaan.
4. Menurut anda adakah perbedaan konsep kepemimpinan secara Baha’i dan
konsep kepemimpinan Negara di Indonesia dan jelaskan agaimana umat
Baha’i yang bertempat tinggal di Indonesia menyikapi hal tersebut.
Jawab:
Orang Baha’i dimana dia tinggal dia harus patuh pada pemerintah dimana dia
tinggal. Misalnya, di Indonesia berarti dia harus patuh dengan pemerintahan
di Indonesia. namun demikian orang Baha’i tidak di perkenankan untuk ikut
partai politik. Asas itu karena itu, Bahaul’lah datang dengan persatuan dan
partai politik pasti akan mementingkan golongannya sendiri, walaupun
demikian kita tetap berpartisipasi dalam Pemilihan Umum dimana kita
tinggal.
5. Menurut anda apakah konsep kepemimpinan menurut Agama Baha’i dapat
ditegakan khususnya di Indonesia?
Jawab:
Kami yakin perlahan-lahan sistem ini akan berlaku di seluruh dunia karena
umat manusia rindu untuk bersatu. Hal ini tidak terlepas tergantung dari umat
Baha’i menyelaraskan ajaran-ajaran yang di ajarkan Bahaul’lah dalam
kehidupannya.
6. Menurut anda apakah konsep kepemimpinan Baha’i itu lebih baik?
Jawab:
Ya tidak mungkin pula orang Baha’i mengatakan bahwa sistem ini lebih baik.
Kita tidak bilang seperti itu, tapi menurut kami inilah sistem pemerintahan
yang cocok untuk zaman ini. Tiap-tiap masa hadirnya perwujudan Tuhan.
Yaitu membawa ajaran-ajaran yang sesuai kebutuhan zamannya.
7. Apakah tujuan dari keseluruhan konsep kepemimpinan Baha’i?
Jawab:
Supaya manusia bersatu baik dalam pandangan, visi, dan misi tercapainya
kesatuan manusia.
Wawancara dengan Ibu Rina
1. Bagaimana pengertian kepemimpinan menurut agama Bahai yang anda
ketahui dan adakah konsep kepemimpinannya?
Jawab:
konsep kepemimpinan dalam agama Baha’i, setelah Shoghi efendi wafat,
tidak ada lagi yang namanya kepemimpinan perseorang, semua urusan-urusan
umat Baha’i diserahkan oleh lembaga. Lembaga-lembaga ini bernama Majelis
Rohani Setempat, Nasional dan Balai Keadilan Sedunia.
2. Adakah syarat-syarat khusus untuk menjadi seorang pemimpin menurut
agama Bahai?
Jawab:
ada, untuk menjadi pengurus dari Majelis-majelis Rohani, kita umat Baha’i
harus benar-benar memilih siapa yang memang pantas untuk menjadi
pengurus-pengurus tersebut. Diantaranya harus sudah berusia atau lebih dari
21 tahun, tidak ada gangguan kejiwaan, kesetiaan yang tidak diragukan,
pengabdiannya tidak mementingkan diri sendiri, kemampuan yang diakui, dan
pengalaman yang sudah matang.
3. Bagaimana umat Baha’i yang bertempat tinggal di Indonesia menyikapi
tentang cara pemilihan kepala negara yang diusung oleh partai politk yang
berbeda dengan ajaran Baha’i?
Jawab:
Kami umat Baha’i yang bertempat tinggal di Indonesia tetap harus patuh dan
tunduk terhadap pemerintahan indonesia. kami hanya tidak ikut dalam
kegiatan politik partisan dan tidak boleh menjadi anggota partai politik, tapi
kami sebagai masyarakat Indonesia bebas memberikan suara sesuai dengan
hati nurani kami.
4. Menurut anda apakah konsep kepemimpinan menurut agama Bahai dapat
ditegakan khususnya di Indonesia?
Jawab:
Untuk saat ini tentu saja suatu sistem yang baru datang, tidak mungkin
diterima kedatangannya, contohnya kedatangan Yesus hingga disalib.
Muhammad sampai Hijrah. Sama juga dengan Baha’u’llah, selama 40 tahun
disiksa masih saja ditolak. Itu memang sudah menjadi salah satu ciri khas
dimana-mana sepanjang sejarah umat manusia, sesuatu yang baru datang dari
Tuhan itu pasti ditolak dulu oleh manusia. Karena manusia ini selalu
berpegang pada yang sebelum-sebelumnya, yang sudah ada. Yang menjadi
budaya yang mendarah daging dalam dirinya. Nah kalau terkait dengan
administrasi Baha’i ini, ya untuk saat ini ya sama, tidak mungkin bisa
diterapkan sepenuhnya dalam suatu sistem politik disuatu negara seperti
Indonesia, tapi kita yakin walaupun tidak bisa sepenuhnya, kita orang Baha’i
bisa menyumbang ide yang bisa ikut berkontribusi kepada suatu sistem
pemerintahan yang baru, contohnya kita banyak bermusyawarah, dengan
kementrian agama. Contoh sederhana tentang di sekolah-sekolah untk
menghilangkan prasangka agama, menghilangkan permushan antar agama.
5. Menurut anda apakah konsep kepemimpinan Bahai itu lebih baik?
Jawab:
Kami umat Baha’i tidak pernah mengatakan bahwa sistem yang kami miliki
ini lebih baik ataupun lebih bagus. Cuma kami percaya sistem administrasi
yang Baha’u’llah sampaikan memang masih bersifat teori yang di dunia ini
masih sangat jauh perwujudan kesempurnaan dari pelaksanaannya, bahwa
pada saat ini kami umat Baha’i menawarkan kepada seluruh masyarakat untuk
belajar bersama, mari kita bekerja sama-sama untuk mewujudkan suatu
kepemimpinan yang lebih baik, dari sistem administrasi yang unik ini.
6. Apakah tujuan dari keseluruhan konsep kepemimpinan Bahai?
Jawab:
Persatuan umat diseluruh dunia. Semua manusia adalah satu unit manusia
Wawancara dengan Ibu Nasrin (Umat Baha’i)
Wawancara dengan ibu Rina (Umat Baha’i)