konsep kegawatdaruratan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal

15
KONSEP KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL A. Penilaian Awal Trauma Muskuloskeletal Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Secondary survey Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus. 1. Persiapan Fase Pra-Rumah Sakit a. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan b. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. c. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita. Fase Rumah Sakit a. Perencanaan sebelum penderita tiba b. Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau c. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau

Upload: anchemeys

Post on 28-Oct-2015

409 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

KONSEP KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL

A. Penilaian Awal Trauma MuskuloskeletalPenderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan

tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ).

Penilaian awal meliputi:1. Persiapan2. Triase3. Primary survey (ABCDE)4. Resusitasi5. Secondary survey Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek

sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.1. Persiapan Fase Pra-Rumah Sakita. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapanganb. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai

diangkut dari tempat kejadian.c. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu

kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita. Fase Rumah Sakit a. Perencanaan sebelum penderita tibab. Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang

mudah dijangkauc. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat

yang mudah dijangkaud. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu

dibutuhkan.e. Pemakaian alat-alat proteksi diri

2. TriaseTriase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber

daya yang tersedia. Dua jenis triase :a. Multiple CasualtiesJumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit.

Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

b. Mass Casualties

Page 2: Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

3. Primary Survey a. Airway dengan kontrol servikal1) Penilaian• Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)• Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi2) Pengelolaan airway• Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi• Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid• - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal- Pasang airway definitif sesuai indikasi.3) Fiksasi leher4) Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita

multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.

5) Evaluasib. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi1) Penilaian• Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line

immobilisasi • Tentukan laju dan dalamnya pernapasan• Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat

deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.

• Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor• Auskultasi thoraks bilateral2) Pengelolaan • Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit)• Ventilasi dengan Bag Valve Mask• Menghilangkan tension pneumothorax• Menutup open pneumothorax• Memasang pulse oxymeter 3) Evaluasi b. Circulation Dengan Kontrol Perdarahan 1) Penilaian• Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal• Mengetahui sumber perdarahan internal

Page 3: Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

• Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.

• Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.• Periksa tekanan darah2) Pengelolaan• Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal • Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada

ahli bedah.• Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk

pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).

• Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.• Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur

pelvis yang mengancam nyawa.• Cegah hipotermia 3) Evaluasic. Disability1) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda

lateralisasi3) Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.d. Exposure/Environment1) Buka pakaian penderita2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup

hangat.4. Resusitasia. Re-evaluasi ABCDEb. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20

mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )c. Evaluasi resusitasi cairan• Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3, tabel 3

dan tabel 4 )• Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi

tanda-tanda syokd. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.• Respon cepat- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah- Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan

Page 4: Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

• Respon Sementara - Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif- Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).• Tanpa respon- Konsultasikan pada ahli bedah- Perlu tindakan operatif sangat segera- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau

kontusio miokard- Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya ( lihat tabel 6 )

B. Trauma Muskuloskeletal yang Mengancam Jiwa1. Kerusakan pelvis berat dengan perdarahana.TraumaFraktur pelvis yang disertai perdarahan seringkali disebabkan fraktur sakroiliaka,

dislokasi, atau fraktur sacrum. Arah gaya yang membuka pelvic ring akan merobek pleksus vena di pelvis dan kadang-kadang merobek system, arteri iliakainterna (trauma komprresi anterior-posterior). Pada tabrakan kendaraan, mekanisme fraktur pelvis yang tersering adalah tekanan yang mengenai sisi lateral pelvis dan cenderung menyebabkan hemipelvis rotasi ke dalam, mengecilkan rongga pelvis dan mengurangi regangan system vaskularisasi pelvis. Gerakan rotasi ini akan menyebabkan pubis mendesak ke arah sistem urogenital bawah,sehingga menyebabkan trauma uretra atau buli-buli.

b. PemeriksaanDiagnosis harus dibuat secepat mungkin agar dapat dilakukan resusitasi. Tanda klinis

yang paing penting adalah adanya pembengkakan atau hematom yang progresif pada daerah panggul, skrotum dan perianal. Tanda-tanda trauma pelvicring yang tidak stabil adalah adanya patah tulang terbuka daerah pelvix (terutama daerah perineum, rectum atau bokong), high riding prostate (prostate letak tinggi), perdarahan di meatus uretra, dan didapatkannya instabilitas mekanik. Instabilitas mekanik dari pelvic ring diperiksa dengan manipulasi manuual dari pelvis. Petunjuk awalnya adalah dengan ditemukannya perbedaan panjang tungkai atau rotasi tungkai ( biasanya rotasi eksternal ) tanpa adanya fraktur pada ekstremitas tersebut. Bila penderita sudah stabil, maka foto rontgen AP pelvis akan menunjang pemeriksaan klinis.

c.PengelolaanPengelolaan awal disrupsi pelvis berat disertai perdarahan memerlukan penghentian

perdarahan dan resusitasi cairan dengan cepat. Penghentian perdarahan dilakukan dengan stabilisasi mekanik dari pelvic ring dan eksternal counter pressure. Teknik sederhana dapat dilakukan untuk stabilisasi pelvissebelum penderita dirujuk. Traksi kulit longitudinal atau traksi skeletal dapat dikerjakan sebagai tindakan

Page 5: Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

pertama. Prosedur ini dapat ditambah denganmemasang kain pembungkus melilit pelvis yang berfungsi sebagai siling atau vacuum type long spine splinting device atau PASG. Cara-cara sementara inidapat membantu stabilisasi awal. Fraktur pelvis terbuka dengan perdarahan yang jelas, memerlukan balut tekan dengan tampon untuk menghentikan perdarahan.

2. Perdarahan Besar Arteriala.Trauma Luka tusuk di ekstremitas dapat menimbulkan trauma arteri. Trauma tumpul

yangmenyebabkan fraktur atau dislokasi sendi dekat arteri dapat merobek arteri. Cedera ini dapat menimbulkan perdarahan besar pada luka terbuka atau perdarahan di dalam jaringan lunak.

b. PemeriksaanTrauma ekstremitas harus diperiksa adanya perdarahan eksternal, hilangnya

pulsasinadi yang sebelumnya masih teraba, perubahan kualitas nadi, dan perubahan pada pemeriksaan Doppler dan ankle/brachial index. Ekstremitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yangmembesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskuler.

c.PengelolaanPengelolaan perdarahan besar arteri berupa tekanan langsung dan resusitasi cairan

yang agresif. Penggunaan torniket pneumatic secara bijaksana mungkin akan menolong menyelamatkan nyawa. Penggunaan klem vaskular ditempat perdarahan pada ruang gawat darurat tidak dianjurkan, kecuali pembuluh darahnya terletak disuperfisial dan tampak dengan jelas. Jika fraktur disertai luka terbuka yang berdarah aktif, harus segera diluruskan dan dipasang bidai serta balut tekan diatasluka. Pemeriksaan arteriografi dan penunjang yang lain baru dikerjakan jika penderita telah teresusitasi dan hemodinamik normal.

3.Crush Syndrome ( Rabdomiolisis Traumatik )a.TraumaCrush syndrome adalah keadaan klinis yang disebabkan kerusakan otot, yang jika

tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal. Kondisi ini terjadi akibatcrush injury pada massa sejumlah otot, yang tersering paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot, iskemia dan pelepasan mioglobin.

b. PemeriksaanMioglobin menimbulkan urine berwarna kuning gelap yang akan positif bila diperiksa

untuk adanya hemoglobin. Rabdomiolisis dapat menyebabkan hipovodemi, asidosis metabolik, hiperkalemia, hipokalsemia dan DIC (Disseminated intravascular coagulation).

c. Pengelolaan

Page 6: Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

Pemberian cairan IV selama ekstrikasi sangat penting untuk melindungi ginjal dari gagal ginjal. Gagal ginjal yang disebabkan oleh mioglobin dapat dicegah dengan pemberian cairan dan diuresis osmotic untuk meningkatkan isis tubulus dan aliranurine. Dianjurkan untuk mempertahankan output urine 100ml/jam sampai bebasdari mioglobin uria.

C. Trauma Yang Mengancam Muskuloskeletal1.Patah Tulang Terbuka dan Trauma Sendia.TraumaPada patah tulang terbuka terdapat hubungan antara tulang dengan dunia

luar.Kerusakan ini disertai kontaminasi bakteri menyebabkan patah tulang terbuka mengalami masalah infeksi, gangguan penyembuhan dan gangguan fungsi.

b.PemeriksaanDiagnosa didasarkan atas riwayat trauma dan pemeriksaan fisik ekstermitas yang

menemukan fraktur dengan luka terbuka, dengan atau tanpa kerusakaan luas otot serta kontaminasi.Jika terdapat luka terbuka didekat sendi, harus dianggap luka ini berhubungan dengan atau masuk kedalam sendi, dan konsultasi bedah harus dikerjakan. Tidak boleh memasukkan zat warna atau cairan untuk membuktikan rongga sendi berhubungan dengan luka atau tidak. Cara terbaik membuktikan luka terbuka padasendi adalah dengan eksplorasi bedah dan pembersihan luka.

c.PengelolaanSetelah deskripsi atau trauma jaringan lunak, serta menentukan ada atau tidaknya

gangguan sirkulasi atau trauma saraf maka segera dilakukan imobilisasi. Penderita segera diresusitasi secara adekuat dan hemodinamik sedapat mungkinstabil. Profilaksis tetanus segera diberikan.

2. Trauma Vaskuler, termasuk amputasi traumatik a.Riwayat dan pemeriksaanTrauma vaskuler harus dicurigai jika terdapat insufisensi vaskuler yang menyertai

trauma tumpul, remuk (crushing), puntiran, atau trauma tembus ekstremitas.Trauma vaskuler parsial menyebabkan ekstremitas bagian distal dingin, pengisian kapiler lambat, pilsasi melemah dan ankle/brachial index abnormal. Aliran yang terputus menyebabkan ekstremitas dingin, pucat dan nadi tidak teraba.

b.PengelolaanOtot tidak mampu hidup tanpa aliran darah lebih dari 6 jam dan nekrosis akan segera

terjadi. Saraf juga akan sangat sensitif terhadap keadaan tanpa oksigen.Operasi revaskularisasi segera diperlukan untuk mengembalikan aliran darah padaekstermitas distal yang terganggu. Jika gangguan vaskularisasi disertai

Page 7: Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

fraktur harus dikoreksi segera dengan meluruskan dan memasang bidai. Iskemia menimbulkan nyeri hebat dan konsisten.Amputasi traumatik merupakan bentuk terberat dari fraktur terbuka yang menimbulkan kehilangan ekstermitas dan memerlukan konsultasi dan intervensi bedah. Patah tulang terbuka dengan iskemia berkepanjangan, trauma saraf dankerusakan otot mungkin memerlukan amputasi.Penderita dengan trauma multipel yang memerlukan resusitasi intensif dan operasi gawatdarurat bukan kandidat untuk reimplantasi.Anggota yang teramputasi dicuci dengan larutan isotonic dan dibungkus kasasteril dan dibasahi lautan penisilin (100.000 unit dalam 50 ml RL ) dan dibungkus kantong plastik. Kantong plastik ini dimasukkan dalam termos berisi pecahan es, lalu dikirimkan bersama penderita.

3. Cedera Syaraf akibat Fraktur – Dislokasia.TraumaFraktur atau/dan dislokasi, dapat menyebabkan trauma saraf yang disebabkan

hubungan anatomi atau dekatnya posisi saraf dengan persendian. Kembalinya fungsi hanya akan optimal bila keadaan ini diketahui dan ditangani secara cepat.

b.PemeriksaanPemeriksaan neurologis yang teliti selalu dilakukan pada penderita dengan trauma

musculoskeletal. Kelainan neurologis atau perubahan neurologis yang progresif harus dicatat. Pada pemeriksaan biasanya akan didapatkan deformitas dari musculoskeletal. Pemeriksaan fungsi saraf memerlukan kerja sama penderita. Setiap saraf perifer yang besar diperiksa fungssi motorik dan sensorik perlu diperiksa secara sistematik.

c.PengelolaanEkstremitas yang cedera harus segera diimobilisasi dalam posisi dislokasi dan

konsultasi bedah segera dikerjakan. Setelah reposisi, fungsi saraf di reavaluasi dan ekstremitas dipasang bidai.

4. Trauma Ekstremitas Yang Laina.Kontusio dan LaserasiSecara umum laserasi memerlukan debridemen dan penutupan luka. Jika

laserasimeluas sampai dibawah fasia, perlu intervensi operasi untuk membersihkan luka danmemeriksa struktur-struktur di bawahnya yang rusak. Kontusio umumnya dikenal karena ada nyeri dan penurunan fungsi. Palpasi menunjukkan adanya pembengkakan lokal dan nyeri tekan. Kontusio diobati dengan kistirahat dan pemakaian kompresdingin pada fase awal.

b. Trauma SendiTrauma sendi bukan dislokasi (sendi masih dalam konfigurasi anatomi normal tetapi

terdapat trauma ligamen) biasanya tidak mengancam muskuloskeletal, walaupun dapat menurunkan fungsi musculoskeletal. Biasanya ditemukan adanya gaya abnormal terhadap sebagian contoh tekanan terhadap bagian anterior yang mendorong kebelakang,tekanan terhadap bagian lateral tungkai yang

Page 8: Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

menimbulkan regangan valgus pada lutut atau dengan lengan ekstensi sehingga menimbulkan trauma hiperfleksi siku.

c. FrakturDefinisi fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang menimbulkan gerakan

abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Krepitasi dan gerakan abnormal ditempat fraktur kadang-kadang dilakukan untuk memastikn diagnosis,tetapi hal ini dapat menambah sangat nyeri kerusakan jaringan lunak. Pembengkakan,nyeri tekan dan deformitas biasanya cukup untuk membuat diagnosis fraktur. Mempertimbangkan status hemodinamik pasien, foto rontgen harus mencakup sendiatas dan bawah tulang yang fraktur,untuk menyingkirkan dislokasi dan trauma lain.

D. Definisi Kompartement SyndromeSyndrome kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan

tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.

Syndrome kompartemen yang paling sering terjadi adalah pada daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal)

Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan. Dapat dibagi menjadi akut, subakut dan kronik.

E. Penyebab Kompartement SyndromeTerdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang

kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain:1. Penurunan volume kompartemenKondisi ini disebabkan oleh:• Penutupan defek fascia• Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas2. Peningkatan tekanan eksternal• Balutan yang terlalu ketat• Berbaring di atas lengan• Gips3. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemanBeberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:• Pendarahan atau Trauma vaskuler• Peningkatan permeabilitas kapiler• Penggunaan otot yang berlebihan

Page 9: Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

• Luka bakar• Operasi• Gigitan ular• Obstruksi venaSejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,

dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.

F. Manifestasi KlinisGejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,

ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.

2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )4. Parestesia (rasa kesemutan)5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang

berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara

lain:1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari

atau beraktivitas selama 20 menit.2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

G. Penatalaksanaan Kompartement SyndromeTujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi

neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi

Penanganan kompartemen secara umum meliputi:1. Terapi Medikal/non bedahPemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk dugaan

sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:

Page 10: Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Trauma Muskuloskeletal

a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia.

b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut kontriksi dilepas.

c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindroma kompartemen.

d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat

mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.

2. Terapi BedahFasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30 mmHg. Tujuan

dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.

Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda.Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal.