askep trauma muskuloskeletal

22
Askep Trauma Muskuloskeletal BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah tangga. Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orrang per tahun (Chairudin, 1998). Taruma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-masalah sebagai berikut. 1. Biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami trauma. 2. Resiko kematian yang tinggi. 3. Prodiktivitas menurun akibat banyak kehilangna waktu bekerja. 4. Kecatatan sementara dan permanen. Di masyarakat, seorang perawa/Ners perlu mengetahui perawatan klien trauma muskuloskletal yang mungkin dijumpai, baik dijalan maupun selama melakukan asuhan keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulan suatu trauma yang menimbulkan masalah pada sistem muskuloskletal dengan melakukan penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi resiko yang lebih besar. Resiko yang lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian. Peristiwa yang sering terjadi pada klien dibagi dalam tiga periode waktu sebagai berikut : 1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya (50%). Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum tulang belakang bagian atas, kerusakan jantung, oarta, serta pembuluh-pembuluh darah besar. Kebanyakan klien tidak dapat ditolong an meninggal ditempat. 2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%). Kematian disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural, hematopneumotoraks, robekan limpa, laserasi hati, fraktur

Upload: gita-iqlima

Post on 26-Oct-2015

75 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

definisi, etiologi, patofisiologi, dan askep

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Trauma Muskuloskeletal

Askep Trauma MuskuloskeletalBAB I

PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu

sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah tangga.

Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orrang per tahun

(Chairudin, 1998). Taruma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-masalah sebagai

berikut.

1.    Biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami trauma.

2.    Resiko kematian yang tinggi.

3.    Prodiktivitas menurun akibat banyak kehilangna waktu bekerja.

4.    Kecatatan sementara dan permanen.

Di masyarakat, seorang perawa/Ners perlu mengetahui perawatan klien trauma

muskuloskletal yang mungkin dijumpai, baik dijalan maupun selama melakukan asuhan

keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulan suatu

trauma yang menimbulkan masalah pada sistem muskuloskletal dengan melakukan

penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi resiko yang lebih

besar.

Resiko yang lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian. Peristiwa yang sering

terjadi pada klien dibagi dalam tiga periode waktu sebagai berikut :

1.      Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya (50%).

Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum tulang belakang

bagian atas, kerusakan jantung, oarta, serta pembuluh-pembuluh darah besar. Kebanyakan klien

tidak dapat ditolong an meninggal ditempat.

2.      Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%).

Kematian disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural, hematopneumotoraks, robekan

limpa, laserasi hati, fraktur panggul, serta fraktur multipel dengan resimo besar akibat

perdarahan yang masif.

Sebagian klien pada tahap ini dapat diselamatkan dengan pengetahuan dan penanggulangan

trauma yang memadai.

3.       Kematian setelah beberapa hari ampai beberapa minggu setelah taruma (15%). Kematian

biasanya disebabkan oleh kegagalan beberapa organ atau sepsis. Peran perawat dalam membantu

mengurangi resiko tersebut cukup besar. Resiko kegagalan organ dan reaksi sepsis dapat

dikurangi secara signifikan dengan asuhan keperawatan yang komprehensif.

Page 2: Askep Trauma Muskuloskeletal

Penanggulangan klien taua memerlukan peralatan serta keterampilan khusus yang tidak

semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki

setiap Ners bervariasi, serta peralatan yang tersedia kurang memadai.

Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan

struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling sering terjadi

akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.

B.     TUJUAN

1.      Tujuan Umum

Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan

belajar mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah keperawatan Muskuloskeletal

II tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Trauma Muskuloskeletal: Kontusio, Sprain, Strain

dan Dislokasi.

2.      Tujuan Khusus

1.    Mengetahui pengertian Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.

2.    Mengetahui penyebab terjadinya Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.

3.    Mengetahui patofisiologi Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.

4.    Mengetahui manifestasi klinis Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.

5.    Mengetahui evaluasi diagnostic Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.

6.    Mengetahui penatalaksanaan Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.

7.    Mengetahui proses asuhan keperawatan Kontusio, Sprain, Strain dan Dislokasi.

D.    METODE PENGUMPULAN DATA

Data ataupun pembahasan dalam makalah ini diperoleh dari beberapa referensi yaitu buku-

buku atau sumber bacaan yang relevan serta media-media lain yang mendukung.

BAB II

PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA

MUSKULOSKLETAL : KONTUSIO, SPRAIN, STRAIN DAN DISLOKASI

1.      KONTUSIO

a.       Pengertian

Page 3: Askep Trauma Muskuloskeletal

-       Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak yang

diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti

pukulan, tendangan, atau jatuh (Arif Muttaqin,2008: 69).

-       Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan, tendangan atau

jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).

-       Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di

bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler

merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)

-       Kontusio adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan adanya benturan terhadap benturan

benda keras atau pukulan. Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada

kerusakan kulit. Kontusio yang disebabkan oleh cedera akan sembuh  dengan sendirinya tanpa

pengobatan, meskipun demikian luka memar di bagian kepala mungkin dapat menutupi cedera

yang lebih gawat dalam kepala. Kontusio dapat menjadi bagian dari cedera yang luas, misalnya

karena kecelakaan bermotor (Agung Nugroho, 1995: 52).

b.      Etiologi

-       Benturan benda keras.

-       Pukulan.

-       Tendangan/jatuh

c.       Manifestasi Klinis

1.       Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis)         karena rupture pembuluh darah kecil,

juga berhubungan dengan fraktur.

2.      Nyeri, bengkak dan perubahan warna.

3.      Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan darah yang

banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).

d.      Gejala

-       Nyeri

-       Bengkak

-       Perubahan warna

-       Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau/kuning, sekitar satu minggu kemudian,

begkak yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan terbatas.

-       Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau ungunya beberapa hari

setelah terjadinya cedera. 

-       Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit.

Page 4: Askep Trauma Muskuloskeletal

-       Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang terbatas disebut

hematoma.

-       Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang menyertai sedang

sampai berat (Hartono Satmoko, 1993:191).

e.       Patofisiologi

Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio

dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak dibanding orang lain. Saat

pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan, kemudian

menggumpal, menjadi Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau

terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi

pembuluh darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).

Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalamifagositosis dan didaurulang

oleh makrofaga. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan hasil reaksi

konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi

menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.

Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir dalam

sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel

darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura simplex,

penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal

tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192).

f.        Penatalaksanaan

Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman :

a.       Tinggikan daerah injury

b.      Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian) untuk 

vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman

c.       Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari

untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi

d.      Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak

e.       Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi (Brunner &

Suddart,2001: 2355).

Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah sebagai

berikut:

Page 5: Askep Trauma Muskuloskeletal

1.    Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.

2.    Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan jaringan-jaringan

lunak yang rusak.

3.    Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan berikutnya.

2.      SPRAIN

a.    Pengertian

Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan menjepit atau memutar.

Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang

menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi.

Kerusakan yang parah pada ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada

sendi. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas, namun masih mampu melakukan mobilitas.

Ligamen yang sobek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Pembuluh darah akan terputus

dan terjadilah edema, yaitu sendi terasa nyeri tekan dan gerakan sendi terasa sangat

nyeri (Brunner & Suddart,2001: 2355).

b.      Etiologi

-       Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang normal, seperti melingkar

atau memutar pergelangan kaki.

-       Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari posisi normalnya karena anda

terjatuh, terpukul atau terkilir.

c.       Manifestasi klinis

-       Nyeri

-       Inflamasi/peradangan

-       Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.

d.      Tanda Dan Gejala

1.    Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.

2.    Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.

3.    Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.

4.    Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan

e.       Patofisiologi

Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi, yang disebabkan oleh

daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong / mendesak pada saat berolah raga

Page 6: Askep Trauma Muskuloskeletal

atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari

tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi

lutut. Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak

semestinya tanpa diselingi peredaan (Brunner & Suddart,2001: 2357).

f.        Pemeriksaan Diagnostik

1.    Riwayat :

a.       Tekanan

b.      Tarikan tanpa peredaan

c.       Daya yang tidak semestinya

2.      Pemeriksaan Fisik :

Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal .

g.       Penatalaksanaan

1.      Pembedahan.

Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-pengurangan

perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.

2.      Kemotherapi

Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan peradangan.

Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.

3.      Elektromekanis.

a.    Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C

b.    Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung)

c.    Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.

d.    Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan. Latihan

pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.

e.    Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7 hari atau

lebih tergantung jaringan yang sakit.

3.    STRAIN

a.       Pengertian

-       Strain merupakan tarikan otot akibat penggunaan dan peregangan yang berlebihan atau stres

lokal yang berlebihan (Arif Muttaqin, 2008: 69).

Page 7: Askep Trauma Muskuloskeletal

-       Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous

(otot dan tendon). Strain akut pada struktur muskulo-tendinous terjadi pada persambungan antara

otot dan tendon.

-       Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan, peregangan berlebihan, atay stres

yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan perdarahan kedalam

jaringan (Brunner & Suddart, 2001: 2355 ).

 

b.      Etiologi

-       Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak, seperti pada pelari atau

pelompat.

-       Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.

-       Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan/tekanan

berulang-ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).

c.       Manifestasi klinis

Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:

-       Nyeri

-       Spasme otot

-       Kehilangan kekuatan dan

-       Keterbatasan lingkup gerak sendi.

Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena penggunaan berlebihan atau

tekakan berulang-ulang, menghasilkan :

-       Tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tennis bisa mendapatkan

tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-menerus dari servis yang berulang-

ulang.

d.      Patofisiologi

Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung

(overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang

berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot

pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang

baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan membengkak (Chairudin

Rasjad,1998).

e.       Klasifikasi Strain

Page 8: Askep Trauma Muskuloskeletal

1.      Derajat I/Mild Strain (Ringan) 

Derajat i/mild strain (ringan)  yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan pada

penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan pada

otot/ligament (Chairudin Rasjad,1998).

a.       Gejala yang timbul :

  Nyeri local

  Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot

b.      Tanda-tandanya :

  Adanya spasme otot ringan

  Bengkak

  Gangguan kekuatan otot

  Fungsi yang sangat ringan

c.       Komplikasi

  Strain dapat berulang

  Tendonitis

  Perioritis

d.      Perubahan patologi

Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namuntanda perdarahan

yang besar.

e.       Terapi

Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan yang

dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.

2.      Derajat II/Medorate Strain (Ringan)

Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous akibat

kontraksi/pengukur yang berlebihan.

a.       Gejala yang timbul

  Nyeri local

  Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot

  Spasme otot sedang

  Bengkak

  Tenderness

  Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang

b.      Komplikasi sama seperti pada derajat I :

  Strain dapat berulang

  Tendonitis

Page 9: Askep Trauma Muskuloskeletal

  Perioritis

c.       Terapi :

  Immobilisasi pada daerah cidera

  Istirahat

  Kompresi

  Elevasi

d.      Perubahan patologi  :

Adanya robekan serabut otot

3.      Derajat III/Strain Severe (Berat)

Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya tekanan/penguluran mendadakyang cukup berat.

Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.

a.       Gejala :

  Nyeri yang berat

  Adanya stabilitas

  Spasme

  Kuat

  Bengkak

  Tenderness

  Gangguan fungsi otot

b.      Komplikasi ;

Distabilitas yang sama

c.       Perubahan patologi :

Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.

d.      Terapi :

Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikanfungsinya.

f.        Manifestasi Klinis

1.      Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika kontraksi otot

2.      Nyeri mendadak

3.      Edema

4.      Spasme otot

5.      Haematoma

g.       Komplikasi

1.      Strain yang berulang

Page 10: Askep Trauma Muskuloskeletal

2.      Tendonitis

h.       Penatalaksanaan

1.      Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan

2.      Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol pembengkakan.

3.      Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan secara intermioten 20-

48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.

Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa biasanya menghilang

dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau lebih kecuali jika

diterapkan tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram

akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan konservatif.

4.      DISLOKASI

a.       Pengertian

-       Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat

hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari

tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan

mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari

tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

-       Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan

suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000)

b.      Etiologi

Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi, diantaranya :

Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir. Trauma akibat kecelakaan

Trauma akibat pembedahan ortoped

Terjadi infeksi di sekitar sendi       

c.       Klasifikasi

Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.    Dislokasi congenital:Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan

Page 11: Askep Trauma Muskuloskeletal

2.    Dislokasi patologik: Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor,

infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang

3.  Dislokasi traumatic.Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami

stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan).

Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan

disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular.

Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi menjadi :

1).   Dislokasi Akut

Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di

sekitar sendi.

 2).  Dislokasi Berulang.

Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan

trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint

dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang

disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau

kontraksi otot dan tarikan.

d.      Etiologi

Dislokasi disebabkan oleh :

1. Cedera olah raga: Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. 

2.  Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga: Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi

3. Terjatuh:

 Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

 Tidak diketahui

Faktor predisposisi(pengaturan posisi)

Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.

Trauma akibat kecelakaan.

Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang tulang

Terjadi infeksi disekitar sendi.

Page 12: Askep Trauma Muskuloskeletal

e.       Patofisiologi

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek

kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput

hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan

luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke

posisi dan bawah karakoid).

f.        Manifestasi Klinis

Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima

pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot

suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.

Nyeri

Perubahan kontur sendi

Perubahan panjang ekstremitas

Kehilangan mobilitas normal

Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

Deformitas

 Kekakuan

g.       Penatalaksanaan

Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.

Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.

Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.

Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.

Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

h.       Komplikasi

Komplikasi Dini

Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.

Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.

Fraktur disloksi

Komplikasi lanjut.

Page 13: Askep Trauma Muskuloskeletal

Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.

Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau

Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid

Kelemahan otot

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRUMA MUSKULOSKELETAL

1.      Pengkajian.

a.       Identitas pasien.

b.      Keluhan Utama.

Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas / ketidakmampuan untuk

menggunakan sendi, otot dan tendon.

c.       Riwayat Kesehatan

d.      Riwayat penyakit sekarang

  Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah berolah raga.

  Daerah mana yang mengalami trauma.

  Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.

e.       Riwayat Penyakit Dahulu.

Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma pada sistem

muskuloskeletal lainnya

f.        Riwayat Penyakit Keluarga.

Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

g.       Pemeriksaan Fisik.

  Inspeksi : Kelemahan, Edema, Perdarahan  perubahan warna kulit, Ketidakmampuan

menggunakan sendi.

  Palpasi : Mati rasa

  Auskultasi

  Perkusi

h.       Pemeriksaan Penunjang

Pada sprain untuk diagnosis perlu dilaksanakan rontgen untuk membedakan dengan patah tulang.

2.      Diagnosa Keperawatan

a.       Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau tendon

ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.

Page 14: Askep Trauma Muskuloskeletal

b.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan

ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.

c.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melaksanakan aktivitas

ditandai dengan gerakan yang minim (imobilisasi)

d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi  mengenai penyakit dan program

pengobatan .

3.      Intervensi Keperawatan .

a.       Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau tendon

ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang dan terkontrol.

Kriteria Hasil :

 Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol.

 Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan.

 Mengikuti program farmakologis yang diresepkan.

 Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan kedalam program control nyeri.

Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL

1.    Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan

intensitas( skala 0-10). Catat factor-faktor

yang mempercepat dan tanda-tanda rasa

sakit non verbal.

2.    Pertahankan immobilisasi bagian yang

sakit dengan tirah baring, gips, pembebat.

3.    Tinggikan bagian ekstremitas yang sakit.

4.    Dorong pasien untuk mendiskusikan

masalah sehubungan dengan cedera.

5.    Libatkan dalam aktifitas hiburan yang

-     Membantu dalam menentukan kebutuhan

managemen nyeri dan keefektifan program.

-     Menghilangkan nyeri dan mencegah

kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan

yang cedera.

-     Meningkatkan aliran balik vena,

menurunkan edema, dan menurunkan

nyeri.

-     Membantu untuk menghilangkan ansietas,

pasien dapat merasakan kebutuhan untuk

menghilangkan pengalaman kecelakaan.

Page 15: Askep Trauma Muskuloskeletal

sesuai untuk situasi individu.

6.    Kolaborasi :

-    Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam

pertama dan sesuai keperluan.

-    Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan

analgesik non narkotik.

-     Memfokuskan kembali perhatian,

memberikan stimulasi, dan meningkatkan

rasa percaya diri dan perasaan sehat.

-     Menurunkan edema / pembentukan

hematoma, menurunkan sensasi nyeri.

-     Untuk menurunkan nyeri dan atau spasme

otot.

b.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan

ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik.

Kriteria Hasil :

  Mempertahankan fungsi posisi.

  Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari kompensasi bagian tubuh.

  Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktifitas.

Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL

1.    Kaji tingkat mobilitas yang masih dapat

dilakukan klien.

2.    Instruksikan klien / bantu dalam rentang

gerak klien / aktif pada ekstremitas yang

sakit dan yang tidak sakit.

3.    Bantu atau dorong perawatan diri /

kebersihan (seperti mandi).

4.    Berikan lingkungan yang aman, misalnya

-     Membantu dalam menentukan kebutuhan

bantuan mobilitas yang akan diberikan dan

keefektifan program.

-     Meningkatlan aliran darah ke otot dan

tulang untuk meningkatkan tonus otot,

mempertahankan gerak sendi.

-     Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi.

-     Menghindari terjadinya cedera berulang.

Page 16: Askep Trauma Muskuloskeletal

menaikkan kursi atau kloset,

menggunakan pegangan tangga pada bak

atau pancuran dan toilet, peggunaan alat

bantu mobilitas atau kursi roda

penyelamat.

c.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melaksanakan aktivitas

ditandai dengan gerakan yang minim (imobilisasi)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu melakukan perawatan diri

secara mandiri

Kriteria Hasil :

  Klien mendiskusikan cedera dan dampaknya dalam hidup.

  Klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL

1.    Sokong penggunaan mekanisme

penyelesaian masalah.

2.    Libatkan orang yang berarti dan layanan

pendukung bila dibutuhkan dan perlu.

3.    Dorong partisipasi aktiv dalam aktivitas

hidup sehari-hari dalam batasan terapeutik.

Penghentian mendadak rutinitas dan

rencana memerlukan mekanisme

penyelesaian masalah.

Orang lain dapat membentu pasien

mengenai aktivitas hidup sehari-hari.

Rasa harga diri dapat ditingkatkan dengan

aktivitas perawatan diri.

d.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit dan program

pengobatan.

 Tujuan : setelah dilakuakn intevensi keperawatan klien dapat mengetahui tentang penyakitnya

dan mengetahui tentang program pengobatan.

Kriteria Hasil :

  Menujukkan pemahaman akan proses penyakit.

Page 17: Askep Trauma Muskuloskeletal

  Ikut serta dalam program pengobatan dan memuali gaya hidup yang diperlukan.

Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL

1.    Tinjau proses penyakit dan harapan masa

depan

2.    Beriakan informasi mengenai terapi obat–

obatan ,intreraksi,efek samping ,dan

pentingnya ketaatan program

3.    Dorong periode istrahat adekuat dengan

aktivitas yang terjadwal.

4.    Tekankan pentingnya melanjutkan

manajemen farmakoterapeutik

5.    Berikan informasi mengenai alat

bantu,misalnya tongkat,palang

keamanan,tempat duduk toilet yang bias di

naikkan .

-     Memberikan pengetahuan dasar dimana

pasien   dapat membuat pilihan.

-     Meningkatkan pemahaman dan

meningkatkan kerja sama dalam

penyembuhan atau  dan mengurangi resiko

komplikasi.

-     Mencegah kepenatan,menghemat energy

dan meningkatkan penyembuhan.

-     Keuntungan dari terapi obat-obatan

tergantung dari ketepatan dosis

-     Mengurangi paksaan untuk menggunakan

tulang dan memungkinkan individu untuk

ikut serta secara lebih nyaman dalam

aktivitas yang di butuhkan atau di inginkan

.

BAB III

PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan

struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling sering terjadi

akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.

Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak yang

diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti

Page 18: Askep Trauma Muskuloskeletal

pukulan, tendangan, atau jatuh. Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan

pada ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang

memberikan stabilitas sendi. Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada

struktur muskulo-tendinous (otot dan tendon) sedangkan Dislokasiadalah terlepasnya kompresi

jaringan tulang dari kesatuan sendi.

B.  SARAN

Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan

kita tentang asuhan keperawatan klien dengan trauma  musculoskeletal : kontusio, sprai, strain

dan dislokasi. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar

makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih.