konsep gender

21
Implikasi Demografi Terhadap Aspek Gender TUGAS MATA KULIAH DINAMIKA KEPENDUDUKAN Diselesaikan guna memenuhi tugas Mata Kuliah Dinamika Kependudukan Oleh : Riski Fatika 102110101004 Amalia Listi 1021101010

Upload: riski-fatika

Post on 11-Aug-2015

78 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

pembangunan berdasarkan kesetaraan gender

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Gender

Implikasi Demografi Terhadap Aspek Gender

TUGAS MATA KULIAH

DINAMIKA KEPENDUDUKAN

Diselesaikan guna memenuhi tugas Mata Kuliah Dinamika Kependudukan

Oleh :

Riski Fatika 102110101004

Amalia Listi 1021101010

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS JEMBER

2 0 1 2

Page 2: Konsep Gender

Implikasi Demografi Pada Aspek GenderPembangunan Berdasarkan Kesetaraan Gender

PendahuluanBanyaknya peraturan perundangan serta berdirinya lembaga serta komunitas-

komunitas yang memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan adalah bukti

bahwa tingginya semangat para perempuan untuk mendapatkan kesetaraan serta keadilan

gender. Budaya Indonesia yang sangat dekat dengan sistem patriarki mengharuskan para

perempuan untuk melangkah lebih cepat sehingga bisa berjalan sejajar dengan kaum laki-

laki. Perjuangan para perempuan untuk dapat berjalan berdampingan dengan laki-laki ini

tidak lain adalah karena keinginan perempuan untuk mendapatkan hak asasi dasar sebagai

manusia serta untuk berkontribusi terhadap pembangunan bangsa. Patriarki menempatkan

seorang laki-laki sebagai seorang penentu otoritas, termasuk otoritas terhadap keluarganya.

Pembatasan hak dalam mendapatkan pendidikan, berpendapat, serta berpartisipasi dalam

masyarakat menjadi dasar munculnya perjuangan persamaan hak antar gender. Indonesia

mempunyai Kartini sebagai pelopor pendobrak system patriarki, dan sampai sekarang ini

Indonesia tetap membanggakan Kartini sebagai alasan memperjuangkan emansipasi atau

kesetaraan serta keadilan antar gender. Lantas apakah perjuangan Kartini bisa dikatakan

sukses, jika sekarang ini sistem patriarki masih melekat dalam budaya masyarakat serta

masih tingginya angka buta aksara pada perempuan Indonesia, dari data Jenderal Pendidikan

Nonformal dan Informal (PNFI) Kementerian Pendidikan Nasional 2010 menyatakan bahwa

6,5 juta buta aksara, ini menggambarkan bahwa masih banyak perempuan yang tidak

mendapatkan kesempatan belajar maupun mengeyam dunia pendidikan. Sensus penduduk

2010 menyatakan jumlah perempuan 118.010.413 jiwa dan 38,1 adalah tenaga kerja

perempuan, ini berarti bahwa masih sangat sedikit perempuan yang mendapatkan kesempatan

untuk bekerja. Walaupun akses perempuan terhadap dunia pendidikan dan pekerjaan

terutama di daerah urban masih sangat terbatas, tetapi banyak hal lain yang menjadi alasan

mengapa perjuangan Kartini dikatakan sukses, salah satunya adalah pemenuhan hak untuk

berpendapat, sekarang ini semua orang berhak untuk berpendapat, berhak untuk

mengungkapkan pikirannya tanpa terhalang suatu sistem.

Peran kesetaraan gender terhadap demografi adalah sebagai tiang, jika kududukan

tiang ini tidak sejajar maka rumah yang dibangunpun tidak akan bertahan lama. Begitu juga

demografi suatu negara, perlu adanya keseimbangan, kesetaraan, serta keadilan terhadap

Page 3: Konsep Gender

masing-masing gender sehingga laki-laki dan perempuan bisa saling bekerja sama dalam

membangun dan mempersiapkan masa depan sebuah negara. Indonesia bisa dikatakan

beruntung karena rasio jenis adalah 101, berarti terdapat 101 laki-laki untuk setiap 100

perempuan, sangat berbeda dengan Cina yang sampai sekarang mempunyai replacement level

rendah, yang berati penduduk perempuannya lebih sedikit daripada penduduk laki-laki karena

dengan proporsi penduduk tersebut Indonesia seharusnya bisa membangun negara yang lebih

kokoh dan terarah dengan adanya kerjasana antar gender.

Konsep Gender

1. Pengertian gender

Kata gender berasal dari bahasa Inggris, berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s New

World, gender diartikan sebagai “ perbedaaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan

dilihat dari seginilai dan tingkah laku”. Sedangkan dalam Women’s studies Encyclopedia

dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan

(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki

dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat”. “gender merujuk pada peranan dan

tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang diciptakan dalam keluarga, masyarakat dan

budaya (UNESCO, 2007).

Secara terminologis, ‘gender’ bisa didefinisikan sebagai harapan-harapan budaya

terhadap laki-laki dan perempuan (Hilary M. Lips, 1993: 4). Definisi lain tentang gender

dikemukakan oleh Elaine Showalter. Menurutnya, ‘gender’ adalah pembedaan laki-laki dan

perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya (Elaine Showalter (ed.), 1989: 3). Gender

bisa juga dijadikan sebagai konsep analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu

(Nasaruddin Umar, 1999: 34).

Gender memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan seseorang dan dapat

menentukan pengalaman hidup yang akan ditempuhnya. Gender dapat menentukan akses

seseorang terhadap pendidikan, dunia kerja, dan sektor-sektor publik lainnya. Gender juga

dapat menentukan kesehatan, harapan hidup, dan kebebasan gerak seseorang. Jelasnya,

gender akan menentukan seksualitas, hubungan, dan kemampuan seseorang untuk membuat

keputusan dan bertindak secara otonom. Akhirnya, genderlah yang banyak menentukan

seseroang akan menjadi apa nantinya.

Gambaran sosial kultural di Indonesia, pandangan gender masyarakat masih

dipengaruhi oleh budaya lama, yang memiliki karakteristik stratifikasi social yang amat

kental termasuk dalam kaitannya dengan gender. Dengan demikian konsep gender tidak

Page 4: Konsep Gender

mengacu kepada ciri-ciri biologis yang melekat paten secara kodrati, tetapi mengacu kepada

persepsi masyarakat. Perbedaan konsep gender karena perbedaan pandangan masyarakat

yang terhimpun menjadi norma social yang berlaku pada masyarakat tertentu yang

merepresentasikan peran sosial laki-laki dan perempuan berbeda, walaupun pada

kenyataannya dapat dipertukarkan. Konsep gender yang berlaku pada masyarakat bisa

berkembang dan berubah sejalan dengan berubahnya pandangan masyarakat.

2. Perbedaan Jenis kelamin

Laki-Laki Perempuan

Ciri –Ciri Fisik Utama Penis`Zakar`Sperma

`Vagina`Sel telur`Payudara

Ciri –Ciri Fisik Tambahan `Jakun`Kumis dan janggut`dada bidang

`Kulit halus`Pinggul besar

3. Perbedaan antara gender dengan jenis kelamin

Jenis kelamin Contoh Gender Contoh

1. Tidak dapat dirubah

Alat kelamin laki dan wanita

Dapat berubah Peran dalam kegiatan sehari-hari,sepertiDi rumah wanita memasakTetapi direstoran banyak laki-laki menjadi juru masak

2. Tidak dpt ditukar

Jakun pd laki dan payudarapd wanita

Dpt dipertukar-kan Seorang suami yang mengasuh anak ketika istri sedang bekerja

3. Berlaku sepanjang masa

Status sebagaiLaki2 atau perempuan

Tergantung budaya dan kebiasaan

Di pulau Jawa Jaman BelandaWanita tidak memperoleh hak pendidikan.Setelah merdeka mempunyai

Page 5: Konsep Gender

Kebebasan mengikuti pendidikan

4. Berlaku di mana saja

Di rumah, dikantor, dan dimanapun berada ,seorang laki-laki dan perempuan tetap laki-laki dan perempuan

Tergantung budaya setempat

Pembatasan kesempatan di bidang pekerjaanterhadap perempuan dikarenakan bu-daya setempat a.l:diutamakan utk mjd perawat,guru tk,pengasuh anak

5. Merupakan kodrat Tuhan

Laki-laki mempunyai cirri-ciriutama yg berbeda dg cirri-ciri utama perempuan, misal jakun

Bukan merupakan kodrat Tuhan

Pengaturan Jumlah anakdalam suatukeluarga

6. Ciptaan Tuhan Perempuan biasanya haid,hamil,melahirkan,dan menyusui sedang laki-laki tidak

Buatan manusia Laki-laki dan perempuan berhak menjadiCalon ketua RT,Kades, bahkan Presiden

Teori Gender

Secara khusus tidak ditemukan suatu teori yang membicarakan masalah gender. Teori-

teori yang digunakan untuk melihat permasalahan gender ini diadopsi dari teori-teori yang

dikembangkan oleh para ahli dalam bidang-bidang yang terkait dengan permasalahan gender,

terutama bidang sosial kemasyarakatan dan kejiwaan. Karena itu teori-teori yang digunakan

untuk mendekati masalah gender ini banyak diambil dari teori-teori sosiologi dan psikologi.

Cukup banyak teori yang dikembangkan oleh para ahli, terutama kaum feminis, untuk

memperbincangkan masalah gender, tetapi dalam kesempatan ini akan dikemukakan

beberapa saja yang dianggap penting dan cukup populer.

1. Teori Struktural-Fungsional

Teori atau pendekatan struktural-fungsional merupakan teori sosiologi yang

diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu

Page 6: Konsep Gender

masyarakat terdiri atas beberapa bagian yang saling memengaruhi. Teori ini mencari unsur-

unsur mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap

unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut dalam masyarakat. Banyak

sosiolog yang mengembangkan teori ini dalam kehidupan keluarga pada abad ke-20, di

antaranya adalah William F. Ogburn dan Talcott Parsons (Ratna Megawangi, 1999: 56).

Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan

sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan

menentukan keragaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem.

Terkait dengan peran gender, pengikut teori ini menunjuk masyarakat pra industri yang

terintegrasi di dalam suatu sistem sosial. Laki-laki berperan sebagai pemburu (hunter) dan

perempuan sebagai peramu (gatherer). Sebagai pemburu, laki-laki lebih banyak berada di

luar rumah dan bertanggung jawab untuk membawa makanan kepada keluarga. Peran

perempuan lebih terbatas di sekitar rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung,

memelihara, dan menyusui anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan

berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil. Dalam masyarakat ini stratifikasi

peran gender sangat ditentukan oleh sex (jenis kelamin).

Menurut para penganutnya, teori struktural-fungsional tetap relevan diterapkan dalam

masyarakat modern. Talcott Parsons dan Bales menilai bahwa pembagian peran secara

seksual adalah suatu yang wajar (Nasaruddin Umar, 1999: 53). Dengan pembagian kerja yang

seimbang, hubungan suami-isteri bisa berjalan dengan baik. Jika terjadi penyimpangan atau

tumpang tindih antar fungsi, maka sistem keutuhan keluarga akan mengalami

ketidakseimbangan. Keseimbangan akan terwujud bila tradisi peran gender senantiasa

mengacu kepada posisi semula.

2. Teori Sosial-Konflik

Menurut Lockwood, suasana konflik akan selalu mewarnai masyarakat, terutama

dalam hal distribusi sumber daya yang terbatas. Sifat pementingan diri, menurutnya, akan

menyebabkan diferensiasi kekuasaan yang ada menimbulkan sekelompok orang menindas

kelompok lainnya. Perbedaan kepentingan dan pertentangan antar individu pada akhirnya

dapat menimbulkan konflik dalam suatu organisasi atau masyarakat (Ratna Megawangi,

1999: 76).

Dalam masalah gender, teori sosial-konflik terkadang diidentikkan dengan teori Marx,

karena begitu kuatnya pengaruh Marx di dalamnya. Marx yang kemudian dilengkapi oleh F.

Page 7: Konsep Gender

Engels, mengemukakan suatu gagasan menarik bahwa perbedaan dan ketimpangan gender

antara laki-laki dan perempuan tidak disebabkan oleh perbedaan biologis, tetapi merupakan

bagian dari penindasan kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang diterapkan dalam

konsep keluarga. Hubungan laki-laki dan perempuan (suami-isteri) tidak ubahnya dengan

hubungan ploretar dan borjuis, hamba dan tuan, atau pemeras dan yang diperas. Dengan kata

lain, ketimpangan peran gender dalam masyarakat bukan karena kodrat dari Tuhan, tetapi

karena konstruksi masyarakat. Teori ini selanjutnya dikembangkan oleh para pengikut Marx

seperti F. Engels, R. Dahrendorf, dan Randall Collins.

3. Teori Feminisme Liberal

Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan

perempuan. Karena itu perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki.

Meskipun demikian, kelompok feminis liberal menolak persamaan secara menyeluruh antara

laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa hal masih tetap ada pembedaan (distinction) antara

laki-laki dan perempuan. Bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan

membawa konsekuensi logis dalam kehidupan bermasyarakat (Ratna Megawangi, 1999:

228).

4. Teori Feminisme Marxis-Sosialis

Feminisme ini bertujuan mengadakan restrukturisasi masyarakat agar tercapai

kesetaraan gender. Ketimpangan gender disebabkan oleh sistem kapitalisme yang

menimbulkan kelas-kelas dan division of labour, termasuk di dalam keluarga. Gerakan

kelompok ini mengadopsi teori praxis Marxisme, yaitu teori penyadaran pada kelompok

tertindas, agar kaum perempuan sadar bahwa mereka merupakan ‘kelas’ yang tidak

diuntungkan. Proses penyadaran ini adalah usaha untuk membangkitkan rasa emosi para

perempuan agar bangkit untuk merubah keadaan (Ratna Megawangi, 1999: 225). Berbeda

dengan teori sosial-konflik, teori ini tidak terlalu menekankan pada faktor akumulasi modal

atau pemilikan harta pribadi sebagai kerangka dasar ideologi. Teori ini lebih menyoroti faktor

seksualitas dan gender dalam kerangka dasar ideologinya.

5. Teori Feminisme Radikal

Teori ini berkembang pesat di Amerika Serikat pada kurun waktu 1960-an dan

1970-an. Meskipun teori ini hampir sama dengan teori feminisme Marxis-sosialis,

teori ini lebih memfokuskan serangannya pada keberadaan institusi keluarga dan

sistem patriarki. Keluarga dianggapnya sebagai institusi yang melegitimasi dominasi

laki-laki (patriarki), sehingga perempuan tertindas. Feminisme ini cenderung membenci laki-

Page 8: Konsep Gender

laki sebagai individu dan mengajak perempuan untuk mandiri, bahkan tanpa perlu

keberadaan laki-laki dalam kehidupan perempuan.

6. Teori Ekofeminisme

Teori ekofeminisme muncul karena ketidakpuasan akan arah perkembangan ekologi

dunia yang semakin bobrok. Teori ini mempunyai konsep yang bertolak belakang dengan tiga

teori feminisme modern seperti di atas. Teori-teori feminism modern berasumsi bahwa

individu adalah makhluk otonom yang lepas dari pengaruh lingkungannya dan berhak

menentukan jalan hidupnya sendiri. Sedang teori ekofeminisme melihat individu secara lebih

komprehensif, yaitu sebagai makhluk yang terikat dan berinteraksi dengan lingkungannya

(Ratna Megawangi, 1999: 189).

Menurut teori ini, apa yang terjadi setelah para perempuan masuk ke dunia maskulin

yang tadinya didominasi oleh laki-laki adalah tidak lagi menonjolkan kualitas femininnya,

tetapi justru menjadi male clone (tiruan laki-laki) dan masuk dalam perangkap sistem

maskulin yang hierarkis. Masuknya perempuan ke dunia maskulin (dunia publik umumnya)

telah menyebabkan peradaban modern semakin dominan diwarnai oleh kualitas maskulin.

Akibatnya, yang terlihat adalah kompetisi, self-centered, dominasi, dan eksploitasi. Contoh

nyata dari cerminan memudarnya kualitas feminin (cinta, pengasuhan, dan pemeliharaan)

dalam masyarakat adalah semakin rusaknya alam, meningkatnya kriminalitas, menurunnya

solidaritas sosial, dan semakin banyaknya perempuan yang menelantarkan anak-anaknya

(Ratna Megawangi, 1999: 183).

7. Teori Psikoanalisa

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Teori ini

mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan sejak awal

ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Freud menjelaskan kepribadian seseorang

tersusun di atas tiga struktur, yaitu id, ego, dan superego. Tingkah laku seseorang menurut

Freud ditentukan oleh interaksi ketiga struktur itu. Id sebagai pembawaan sifat-sifat fisik

biologis sejak lahir. Id bagaikan sumber energi yang memberikan kekuatan terhadap kedua

sumber lainnya. Ego bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakkan keinginan

agresif dari id. Ego berusaha mengatur hubungan antara keinginan subjektif individual dan

tuntutan objektif realitas sosial. Superego berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian

dan selalu mengingatkan ego agar senantiasa menjalankan fungsinya mengontrol id

(Nasaruddin Umar, 1999: 46). Menurut Freud kondisi biologis seseorang adalah masalah

takdir yang tidak dapat dirubah.

Page 9: Konsep Gender

Pada tahap phallic stage, yaitu tahap seorang anak memeroleh kesenangan pada saat

mulai mengidentifikasi alat kelaminnya, seorang anak memeroleh kesenangan erotis dari

penis bagi anak laki-laki dan clitoris bagi anak perempuan. Pada tahap ini (usia 3-6 tahun)

perkembangan kepribadian anak laki-laki dan perempuan mulai berbeda. Perbedaan ini

melahirkan pembedaan formasi social berdasarkan identitas gender, yakni bersifat laki-laki

dan perempuan (Nasaruddin Umar, 1999:41).

Pada tahap phallic seorang anak laki-laki berada dalam puncak kecintaan terhadap

ibunya dan sudah mulai mempunyai hasrat seksual. Ia semula melihat ayahnya sebagai

saingan dalam memeroleh kasih sayang ibu. Tetapi karena takut ancaman dari ayahnya,

seperti dikebiri, ia tidak lagi melawan ayahnya dan menjadikannya sebagai idola (model).

Sebaliknya, ketika anak perempuan melihat dirinya tidak memiliki penis seperti anak laki-

laki, tidak dapat menolak kenyataan dan merasa sudah “terkebiri”. Ia menjadikan ayahnya

sebagai objek cinta dan menjadikan ibunya sebagai objek irihati.

Implikasi demografi pada aspek Gender

Dikriminasi berdasarkan Gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan, di seluruh

dunia. Ini adalah fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender

dewasa ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai negara atau wilayah.

Tidak ada satu wilayah pun di negara dunia ketiga di mana perempuan telah menikmati

kesetaraan dalam hak hak hukum, sosial dan ekonomi. Kesenjangan gender dalam

kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi

di mana-mana. Perempuan dan anak perempuan menanggung beban paling berat akibat

ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya ketidaksetaraan itu merugikan semua

orang. Oleh sebab itu, kesetaraan gender merupakan persoalan pokok pembangunan-suatu

tujuan pembangunan yang memiliki nilai tersendiri. Kesetaraan gender akan memperkuat

kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara

efektif. Dengan demikian mempromosikan kesetaraan gender adalah bagian utama dari

strategi pembangunan dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat (semua orang)-

perempuan dan laki-laki-untuk mengentaskan diri dari kemiskinan dan meningkatkan taraf

hidup mereka.

Ketidaksetaraan Gender Menurunkan Kesejahteraan dan Menghambat Pembangunan

Ketidaksetaraan Gender merugikan bagi kesehatan dan kesejahteraan laki-laki,

perempuan, serta anak-anak, dan memiliki dampak terhadap kemampuan mereka

meningkatkan taraf kehidupan. Selain itu, ketidaksetaraan gender juga mengurangi

Page 10: Konsep Gender

produktifitas peternakan dan wirausaha, sehingga mengurangi prospek mengentaskan

kemiskinan dan jaminan kemajuan ekonomi. Ketidaksetaraan gender dapat melemahkan

pemerintahan suatu Negara dan dengan demikian berakibat pada buruknya efektifitas

kebijakan pembangunannya.

Hal yang paling merugikan dari ketidaksetaraan gender adalah menurunnya kualitas

kehidupan. Sulit untuk mengidentifikasi dan mengukur seluruh kerugian ini, namun banyak

bukti dari banyak Negara di dunia yang menunjukkan bahwa masyarakat dengan

ketidaksetaraan gender mengalami banyak persoalan kemiskinan, kekurangan gizi, berbagai

penyakit, dan banyak kerugian lainnya.

a. Cina, Korea dan Asia Selatan memiliki angka kematian perempuan di atas normal.

Mengapa demikian? Norma-norma sosial yang mengistimewakan anak laki-laki,

ditambah kebijakan satu-anak di Cina, telah mendorong angka kematian anak

perempuan menjadi lebih besar daripada laki-laki. Beberapa prediksi

mengindikasikan bahwa jumlah perempuan yang hidup saat ini seharusnya 60-100

juta lebih banyak bila tidak ada diskriminasi gender.

b. Tingkat buta huruf dan keterbatasan jenjang pendidikan ibu secara langsung

merugikan anak-anak. Jenjang pendidikan yang rendah berakibat pada kualitas

perawatan anak yang buruk dan juga angka kematian bayi dan kurang gizi yang lebih

tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, semakin besar

kemungkinannya menyesuaikan diri dengan standar kesehatan, misalnya memberikan

imunisasi kepada anaknya

Sebagaimana halnya jenjang pendidikan ibu, pendapatan

Rumah tangga yang lebih tinggi juga erat terkait dengan angka kelangsungan hidup

anak dan gizi yang lebih baik. Penghasilan tambahan oleh perempuan dalam rumah tangga

cenderung berpengaruh lebih besar dibandingkan penghasilan tambahan oleh laki-laki, seperti

yang diperlihatkan hasil penelitian di Bangladesh, Brazil, dan Pantai Gading. Sayangnya,

norma-norma sosial yang kaku tentang pembagian kerja berdasarkan gender dan kecilnya

upah kerja bagi perempuan membatasi kemampuan perempuan menghasilkan pendapatan.

Ketidaksetaraan gender dalam jenjang pendidikan dan pekerjaan di perkotaan

mempercepat penyebaran HIV (gambar 5). Epidemi AIDS akan menyebar cepat dalam waktu

mendatang, sehingga satu dari empat perempuan dan satu dari lima laki-laki akan terinfeksi

HIV. Kasus ini sendiri sudah terjadi di beberapa negara di Sub-Sahara Afrika. Sementara

perempuan dan anak perempuan, khususnya yang miskin, mengalami diskriminasi

Page 11: Konsep Gender

berdasarkan gender, ketidaksetaraan gender juga membebani laki-laki. Selama transisi

ekonomi di Eropa Timur, laki-laki telah mengalami penurunan tingkat harapan hidup dalam

tahun-tahun belakangan ini. Kenaikan rata-rata jumlah kematian laki-laki-paling banyak

terjadi di masa damai- berhubungan dengan peningkatan stres dan kegelisahan yang

disebabkan banyaknya pengangguran di antara kaum laki-laki.

Mengapa Ketidaksetaraan Gender Masih Tetap Terjadi?

Jika ketidak setaraan Gender menurunkan kesejahteraan dan prospek suatu negara untuk

melakukan pembangunan, mengapa ketidaksetaraan yang berbahaya ini masih tetap bertahan

di begitu banyak negara? Mengapa jenis-jenis ketidaksetaraan gender tertentu jauh lebih sulit

dihilangkan daripada yang lain? Misalnya, perbaikan telah banyak terjadi dalam sejumlah

dimensi seperti kesehatan dan akses terhadap jenjang pendidikan, tapi perbaikan dalam

partisipasi politik dan persamaan hak milik berjalan jauh lebih lambat. Faktor-faktor apa saja

yang menghalangi transformasi hubungan gender dan penghapusan ketidaksetaraan gender?

Institusi, rumah tangga, dan ekonomi.

Institusi masyarakat, seperti norma sosial, adat istiadat, hak dan hokum sebagaimana

halnya institusi ekonomi, seperti pasar, membentuk peran dan hubungan antara laki-laki dan

perempuan. Institusi-institusi tersebut mempengaruhi jenis sumber daya yang dapat diakses

oleh perempuan dan laki-laki, jenis aktifitas yang boleh atau tidak boleh mereka lakukan, dan

dalam bentuk apa mereka dapat berpartisipasi dalam ekonomi dan masyarakat. Institusi

tersebut mewujudkan insentif yang dapat mendorong ataupun mengerem prasangka. Bahkan

ketika institusi formal dan informal tidak secara eksplisit membedakan laki-laki dan

perempuan, mereka umumnya dibentuk (baik secara eksplisit maupun implisit) oleh norma

sosial yang berkaitan dengan peran yang sepantasnya bagi masingmasing gender. Institusi

masyarakat seperti ini memiliki enersinya sendiri serta biasanya konservatif dan sulit untuk

diubah, namun demikian sifatnya sama sekali tidak statis.

Seperti halnya institusi, rumahtangga memainkan peran cukup sentral dalam

membentuk hubungan gender sejak dini dan dalam mewariskannya dari satu generasi ke

generasi lain. Seseorang membuat banyak keputusan yang paling mendasar dalam hidupnya

di dalam lingkup rumahtanggaseperti keputusan untuk mempunyai dan merawat anak,

menentukan tempat bekerja dan berekreasi, dan melakukan investasi untuk masa depan.

Bagaimana tugas dan sumber daya produktif dialokasikan di antara anak laki-laki dan

perempuan, seberapa banyak kebebasan yang diberikan kepada mereka, apakah ada

perbedaan harapan atau ekspektasi di antara mereka, semua ini menciptakan, memperkuat,

Page 12: Konsep Gender

atau mengurangi ketidaksetaraan gender. Tetapi rumah tangga tidak mengambil keputusan

sendirian. Mereka membuat keputusan dalam konteks komunitas dan melalui cara-cara yang

mencerminkan pengaruh insentif yang ditegakkan oleh institusi dan lingkungan yang lebih

luas.

Oleh karena ekonomi menentukan kesempatan-kesempatan yang dimiliki seseorang

untuk meningkatkan standar kehidupannya, kebijakan ekonomi dan pembangunan berdampak

sangat besar terhadap ketidaksetaraan gender. Pendapatan yang lebih tinggi berarti

berkurangnya tekanan-tekanan sumber daya dalam rumahtangga yang memaksa orang tua

untuk memilih antara mengalokasikan investasi untuk anak laki-laki atau perempuan. Namun

bagaimana perempuan dan laki-laki terkena dampak pembangunan ekonomi tepatnya

tergantung pada aktifitas apa saja yang tersedia yang menghasilkan pendapatan, bagaimana

aktifitas-aktifitas tersebut dikelola, bagaimana ketrampilan dan usaha dihargai, serta apakah

perempuan dan laki-laki dapat berpartisipasi secara setara. Tentu saja, bahkan kebijakan

pembangunan yang jelas-jelas netral gender sekalipun dapat menghasilkan sesuatu yang

terbedakan secara gender, sebagian diakibatkan oleh cara-cara dimana keputusan-keputusan

institusi dan rumah-tangga saling terjalin untuk membentuk peran dan hubungan gender.

Pembagian kerja berdasarkan gender di rumah, norma-norma dan prasangka-

prasangka sosial, serta kapasitas akses atas sumber daya yang tidak setara menghalangi

perempuan dan laki-laki untuk memperoleh keuntungan yang setara dalam kesempatan

ekonomi atau menghadapi goncangan ekonomi secara setara. Kegagalan dalam mengenali

hambatan-hambatan yang gender differentiated ini sewaktu merancang kebijakan dapat

melemahkan efektivitas kebijakan tersebut, baik dari pespektif keadilan maupun efisiensi.

Jadi, institusi kemasyarakatan, rumahtangga, dan ekonomi makro bersama-sama menentukan

kesempatan dan prospek hidup seseorang berdasarkan gender. Ketiganya juga

merepresentasikan pintu-pintu masuk yang cukup penting bagi kebijakan publik untuk

mengatasi ketidaksetaraan gender yang masih terus bertahan.

PenutupKata gender dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat serta

perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan dengan jenis kelamin

perempuan dan laki-laki. Ada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki, namun

kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang

kepantasan dalam berperilaku, hak-hak, sumber daya, dan kuasa. Peran gender ini berbeda

Page 13: Konsep Gender

antar masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Gender sebagai kategori social juga

dapat menentukan jalan hidup dan partisipasi seseorang dalam masyarakat dan ekonomi.

Istilah kesetaran gender bisa diartikan secara berbeda-beda apabila dikaitkan dengan

konteks pembangunan. Dalam tulisan kami menyimpulkan bahwa kesetaraan gender adalah

kesetaraan dibidang hokum, kesempatan (termasuk kesetaraan upah kerja, kesetaraan akses

terhadap sumber daya manusia, dan sumber-sumber produktif lainnya yang memperluas

kesempatan), aspirasi (untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam hal

pembangunan).

Untuk itu perjuangan menyetaraan gender akan memperkuat kemampuan negara

untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara efektif. Mempromosikan

kesetaraan gender adalah bagian utama dari strategi pembangunan dalam rangka untuk

memberdayakan masyarakat. Dengan begitu diharapkan bahwa adanya kesetaraan gender

akan meningkatkan partisipasi perempuan terhadap pembangunan serta dapat meningkatkan

kerjasama antar gender sehingga pembangunan dalam berbagai sektor termasuk

pembangunan demografi dapat lebih terarah.

Page 14: Konsep Gender

Daftar Pustaka

Ir. Nurmala S. MEng.Sc. 2011. Kesetaraan Gender Dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Jalan & Jembatan.

Megawangi, Ratna (1999). Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi

Gender. Bandung: Mizan. Cet. I.

Umar, Nasaruddin. (1999). Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur’an.

Jakarta: Paramadina. Cet. I.

Marzuki. 2009. Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender. (jurnal )

http://data.tnp2k.go.id

http://www.republika.co.id